Setelah itu FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Leste sebagai
Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975. Menurut suatu laporan
resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di
Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian
terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi
dengan Indonesia).
Dalam sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney Morning Herald, Menteri
Luar Negeri IndonesiaAdam Malik mengatakan bahwa “jumlah korban tewas berjumlah 50.000
orang atau mungkin 80.000”. Tak lama kemudian, kelompok pro-integrasi mendeklarasikan
integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia
untuk mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan Komunis. Ketika
pasukan Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember
1975,FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan untuk
untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari penduduk ini kemudian mati di
hutan karena pemboman dari udara oleh militer Indonesia serta ada yang mati karena penyakit
dan kelaparan. Banyak juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke tentara Indonesia,
namun Tim Palang Merah International yang menangani orang-orang ini tidak mampu
menyelamatkan semuanya.
Selain terjadinya korban penduduk sipil di hutan, terjadi juga pembantaian oleh kelompok
radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih moderat. Sehingga banyak juga
tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh sesama FRETILIN selama di Hutan. Semua cerita ini
dikisahkan kembali oleh orang-orang seperti Francisco Xavier do Amaral, Presiden Pertama
Timor Lesta yang mendeklarasikan kemerdekaan Timor Leste pada tahun 1975. Seandainya
Jenderal Wiranto (pada waktu itu Letnan) tidak menyelamatkan Xavier di lubang tempat dia
dipenjarakan oleh FRETILIN di hutan, maka mungkin Xavier tidak bisa lagi jadi Ketua
Partai ASDT di Timor Leste Sekarang.
Selain Xavier, ada juga komandan sektor FRETILIN bernama Aquiles yang dinyatakan hilang di
hutan (kemungkinan besar dibunuh oleh kelompok radikal FRETILIN). Istri komandan Aquilis
sekarang ada di Baucau dan masih terus menanyakan kepada para komandan FRETILIN lain
yang memegang kendali di sektor Timur pada waktu itu tentang keberadaan suaminya. Selama
perang saudara di Timor Leste dalam kurun waktu 3 bulan (September-November 1975) dan
selama pendudukan Indonesia selama 24 tahun (1975-1999), lebih dari 200.000 orang
dinyatakan meninggal (60.000 orang secara resmi mati di tangan FRETILN menurut laporan
resmi PBB).
Selebihnya mati ditangan Indonesia saat dan sesudah invasi dan adapula yang mati kelaparan
atau penyakit. Hasil CAVR menyatakan 183.000 mati di tangan tentara Indonesia karena
keracunan bahan kimia dari bom-bom napalm, serta mortir-mortir.Timor Leste menjadi bagian
dari Indonesia tahun1976 sebagai provinsi ke-27 setelah gubernur jendral Timor Portugis
terakhir Mario Lemos Pires melarikan diri dari Dili setelah tidak mampu menguasai keadaan
pada saat terjadi perang saudara. Portugal juga gagal dalam proses dekolonisasi di Timor
Portugis dan selalu mengklaim Timor Portugis sebagai wilayahnya walaupun meninggalkannya
dan tidak pernah diurus dengan baik.
1. Pada tanggal 4 November 1974 terjadi pergantian Gubernur dari Fernando Alves Aldelia
kepada Kolonel Lemos Pires. Kebijakan yang dikeluarkan Pires selalu senderung ke
Partai Fretelin, sehingga jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan didominasi oleh
Partai Fretelin. Disamping itu, Fretelin bertindak kersa terhadap pendukung UDT dan
Apodeti sehingga sekitar 50.000 orang melarikan diri ke Indonesia.
2. Pada tanggal 27 Mei 1975 terjadi perubahan nama dari UDT menjadi MAC yaitu
Movimento Anti Comunistis dan bergabung dengan Apodeti, Kota dan Trabalista untuk
melawan Fretelin.
3. Pada tanggal 5 November 1975, di Timor Timur berhasil dilakukan perundingan antara
Indonesia, Portugis, dan Roma yang menandatagani sebuah dokumen
berupaMemorandum of Understanding sehingga Negara Portugis tidak bias hanya
mengakui satu partai saja.
4. Pada tanggal 28 November 1975, Frtelin mengeluarka proklamasi Balibo yang berisi
terbentuknya Negara Republik Demokrasi Timor Timur dengan presidennya Xavier de
Amaral. pembentukan Negara Republik Demokrasi Timor Timur itu dilakukan sepihak
dari Fretelin sehingga hal itu ditentang oleh partai lainnya seperti Apodeti, Kota, UDT
dan Trabalista. Dampak dari dikeluarkannya proklamasi aBalibo adlah terjadinya perang
saudara di Timor Timur, sehingga banyak penduduk Timor Timur yang melarika diri ke
Indonesia. Fretelin banyak melakukan pembamtaian dan kekerasna yang mendapat
bantuan persenjataan dari Portugis. Melihat kondisi di Timor Timur yang semakin
genting, menyebabkan pemimpin UDT-MAC mendesak pemerintah Indonesia menerima
Timor Timur sebagai provinsi ke-27. Mereka membuat deklarsi penggabungan Timor
Timur Ke Indonesia yang didukung Oleh Apodeti, Kota dan Trabalista. Usaha mereka
untuk melawan Fretlin diwujudkan dengan membentuk pemerintahan sementara timor
Timur.
5. Pada tanggal 17 Desember 1975. Pemerintahan sementara Timor TImur dipimpin oleh
Arnoldo Reis Araujo dan wakilnya Lopez de Cruz yang berkedudukna di Dili. Setelah
PSTT terbentuk, maka dibentuk lembaga lain yaitu DPR sebagai lembaga legislative.
Kedua lembaga pemerintahan tersebut dibentuk denagn tujuan sebagai alat
penyelenggara pemerintahan dan sebagai wadah untuk menampung seluruh aspirasi
rakyat secara objektif.
6. Pada tanggal 3 Mei 1976, berhasil diadakan siding paripurna DPR Timor Timur yang
diikuti oleh 13 kabupaten yang dapat menghasilkan Petisi Integrasi Timor Timur.
Akhirnya pada tanggal 17 Juli 1976 secara resmi Timor Timur berintegrasi ke Indonesia
menjadi bagian provinsi Indonesia yang ke 27 dengan ibukotanya Dili dan dipimpin oleh
Arnaldo de Reis arujo yang menjadi Gubernur Timor Timur yang pertama sedangkan
wakilnya adalah Fransisico Xavier Lopez de Cruz. Dasar pengesahan Timor Yimur
menjadi bagian dari wilayah RI adalah Undang-Undang No.7 tahun 1976 dan diperkuat
dengan Tap MPR No.VI/MPR/1978. Integrasi Timor TImur ke Indonesia mendapat
simpati dari Negara asig seperti Amerika Serikat ynag diwujudkan dengan memberikan
bantuan modal untk kemajuan Timor Timor sebasar 951 dollar melalu IGGI dan
Australia mengakui secara De jure bahwa Timor Timur merupakan Bagian dari wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Situasi tersebut dimanfaatkan oleh pengikut Fretelin di luar negeri untuk mencari dukungan
dengan mengumumkan adanya pelanggaran HAM yag dilakukan oleh Jose ramos Horta. Namun
demikian, pemerintahan Indonesia berupaya membenahi dan menata kembali kehidupan
masyrakat Timor Timur agar lebih baik dan sejajar dengan provinsi-provinsi lainnya yang ada di
Indonesia. Perubahan dilakukan oleh pemerintah Indonesia menyangkut segala bidang kehidupan
yaitu:
1. Bidang Pertanian
Ada beberapa perubahan yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian yaitu:
3. Bidang Kesehatan
4. Bidang Pendidikan
Usaha pemerintah Indonesia untuk memajukan Prvinsi Timor Timur tidak diimbangi dengan
pemberian kebebasan rakyat dalam menyalurkan pendapatnya, sehingga kebebasan untuk
berbicara diabaikan oleh pemerintahan Indonesia. Akibatnya, dalam masyarakat muncul konflik
antara pendukung integrasi dengan antiintegrasi. Namun setelah berakhirnya perang dingin yang
dimenangkan oleh Amerika serikat akibat keruntuhan Uni Soviet, integarsi Timor Timur
dipertanyakan oleh Amerika Serikat dan Australia yang semula mendukung integrsi Timor
Timur ke Indonesia. Mereka menekan Indonesia untuk melakukan referendum.
Usulan Indonesia itu disampaikan kepada sekjen PBB. Sebagai piha selanjutnya, PBB pun
mengadakan pembicaraan segitiga antara Indonesia, Portugal, dan PBB. Selama pembicaraan
ini , masih terjadi kerusuhan antara piha pro kemerdekaan dan pro integrasi di Timor Timur.
Kerusuhan ini semakin menambah kecaman dari masyarakat Inetrnasional, khususnya dari
Negara-negara Barat, yang merupakan sasran utama speech act dalam usaha sekuritisasi kasus
Timor Timur.
Berangkat dari pembicaraan tiga pihak serta kecaman semakin keras, dari dunia Internasional,
Indonesia memutuskan untuk melaksanakan jajak pendapat rakyat Timor Timur dilakukan secara
langsung. Menanggapi keputusna Indonesiatersebut, pihak-pihak yang berda dalam pembicaraan
segitiga diatas menyepakatiPersetujuan New York ynag mencakup masalah teknis dan subtansi
jajak pendapat.jajak pendapat pun berakhir di pihak pro kemerdekaan Timor Timur.
Dengan kemenangannya ini, Timor Timur meraih sebuah kedaulatan menjadi sebuah Negara.
Kedaulatan negara merupakan satu hal yang selama ini dikejar oleh pihak Timor Timur. berbagai
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Indonesia, yang dibuktikan oleh Peristiwa Santa Cruz
menjadi batu loncatan bagi usaha sekuritisasi perjuangan meraih kembali kedaulatan Timor
Timur.
Kunci dari berhasilnya perjuangan meraih kemerdekaan Timor Timur adalah dukungan
internasional. Oleh karena itu sekuritisasi menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh
Timor Timur. Berbagaispeech act telah dilakukan oleh securitizing actor untuk meraih dukungan
internasional. Usaha sekuritisasi ini mencapai keberhasilannya tidak hanya saat Timor Timur
merdeka dari Indonesia, namun juga saat sejumlah negara mulai mendukung perjuangan
kemerdekaan Timor Timur.
Pada HUT ke-10 The Habibie Center, mantan Presiden BJ Habibie menyatakan Timor Leste
tidak pernah masuk Proklamasi RI. Alasannya, karena yang diproklamasikan adalah Hindia
Belanda (Kompas, 9/11/2009). Pernyataan ini patut pula kita salami karena terkait masa lalu
Indonesia yang secara historis banyak menyimpan anakronisme yang menyamarkan beragam
fakta. Timor Leste adalah contoh. Semula negeri itu dianggap berintegrasi ke NKRI sebagai
Timor Timur. Ternyata bekas koloni Portugis itu dianeksasi melalui semacam invasi militer
tahun 1975.
Dinamika politik dalam negeri Indonesia telah berubah secara dramatis dengan jatuhnya
Pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Di bulan Januari 1999, diumumkan bahwa Indonesia
akan menawarkan otonomi kepada Timor Timur. Jika rakyat Timor Timur menolak tawaran ini,
maka Indonesia akan menerima pemisahan diri Timor Timur dari Republik Indonesia.
Pada tanggal 5 Mei 1999, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia dan Portugis
menandatangani Perjanjian Tripartit yang menyatakan bahwa PBB akan menyelenggarakan jajak
pendapat di Timor-Timur. Rakyat diminta memilih apakah Timor Timur tetap menjadi bagian
dari Indonesia ataukah Timor Timur menjadi negara merdeka. Habibie mengeluarkan pernyataan
pertama mengenai isu Timor Timur pada bulan Juni 1998 dimana ia mengajukan tawaran untuk
pemberlakuan otonomi seluas-luasnya untuk provinsi Timor Timur. Proposal ini, oleh
masyarakat internasional, dilihat sebagai pendekatan baru.
Di akhir 1998, Habibie mengeluarkan kebijakan yang jauh lebih radikal dengan menyatakan
bahwa Indonesia akan memberi opsi referendum untuk mencapai solusi final atas masalah Timor
Timur.
Beberapa pihak meyakini bahwa keputusan radikal itu merupakan akibat dari surat yang dikirim
Perdana Menteri Australia John Howard pada bulan Desember 1998 kepada Habibie yang
menyebabkan Habibie meninggalkan opsi otonomi luas dan memberi jalan bagi referendum.
Akan tetapi, pihak Australia menegaskan bahwa surat tersebut hanya berisi dorongan agar
Indonesia mengakui hak menentukan nasib sendiri (right of self-determination) bagi masyarakat
Timor Timur.
Namun, Australia menyarankan bahwa hal tersebut dijalankan sebagaimana yang dilakukan di
Kaledonia Baru dimana referendum baru dijalankan setelah dilaksanakannya otonomi luas
selama beberapa tahun lamanya. Karena itu, keputusan berpindah dari opsi otonomi luas ke
referendum merupakan keputusan pemerintahan Habibie sendiri.
Aksi kekerasan yang terjadi sebelum dan setelah referendum kemudian memojokkan
pemerintahan Habibie. Legitimasi domestiknya semakin tergerus karena beberapa hal. Pertama,
Habibie dianggap tidak mempunyai hak konstitusional untuk memberi opsi referendum di Timor
Timur karena ia dianggap sebagai presiden transisional. Kedua, kebijakan Habibie dalam isu
Timor Timur merusakan hubungan saling ketergantungan antara dirinya dan Jenderal Wiranto,
panglima TNI pada masa itu.
Di hari-hari jatuhnya Suharto dari kursi kepresidenannya, Jenderal Wiranto dilaporkan bersedia
mendukung Habibie dengan syarat Habibie mengamankan posisinya sebagai Panglima TNI.
Sementara itu, Habibie meminta Wiranto mendukung pencalonan Akbar Tanjung sebagai Ketua
Golkar pada bulan Juli 1998. Hal ini cukup sulit bagi Wiranto karena calon lain dalam Kongres
Partai Golkar adalah Edi Sudrajat yang didukung oleh Try Sutrisno, kesemuanya adalah mantan
senior Jenderal Wiranto.
Namun Wiranto tidak memiliki pilihan lain dan menginstruksikan semua pimpinan TNI di
daerah untuk mendorong semua ketua Golkar di daerah untuk memilih Akbar Tanjung Habibie
kehilangan legitimasi baik dimata masyarakat internasional maupun domestik. Di mata
internasional, ia dinilai gagal mengontrol TNI, yang dalam pernyataan-pernyataannya
mendukung langkah presiden Habibie menawarkan refendum, namun di lapangan mendukung
milisi pro integrasi yang berujung pada tindakan kekerasan di Timor Timur setelah referendum.
Di mata publik domestik, Habibie juga harus menghadapi menguatnya sentimen nasionalis,
terutama ketika akhirnya pasukan penjaga perdamaian yang dipimpin Australia masuk ke Timor
Timur. Sebagai akibatnya, peluang Habibie untuk memenangi pemilihan presiden pada bulan
September 1999 hilang. Sebaliknya, citra TNI sebagai penjaga kedaulatan territorial kembali
menguat. Padahal sebelumnya peran politik TNI menjadi sasaran kritik kekuatan pro demokrasi
segera setelah jatuhnya Suharto pada bulan Mei 1998.
Tanggal 30 Agustus merupakan tanggal yang sangat sakral dalam dinamika perpolitikan Negara
yang seumur jagung ini. Pada hari itu diadakan jajak pendapat di Timor Leste (pada saat itu
masih bernama Timor Timur). Jajak pendapat inilah yang nantinya berujung pada kemerdekaan
(bekas) provinsiTimor Timur ini.
Pada akhirnya, hasil jajak pendapat tersebutlah yang dapat menjawab nasib rakyat Timor Leste
selanjutnya. Sebagian besar rakyat Timor Timur lebih memilih untuk merdeka (78.5%).
Pengumuman hasil pemilihan umum tersebut diikuti dengan kekerasan yang meluas oleh unsur-
unsur pro-integrasi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pada akhirnya, pasukan Australia lah yang
menjadi pahlawan dalam kasus ini. Australia telah memperhitungkan semua ini secara cermat
dan tepat. Australia memainkan peranan pokok dalam memobilisasi tanggapan internasional
terhadap krisis kemanusiaan yang membayang nyata. Pasukan penjaga perdamaian yang
dipimpin Australia masuk ke Timor Timur.