Referensi:
1. Kopri Provinsi Timor Leste. 20 Tahun Timor Leste Membangun. (Dili: CV Rimbo,
1996). 299 Halaman. Diakses online dari https://books.google.co.id/books?
id=s9PsAAAAMAAJ&printsec=frontcover&dq=Timor+timur&hl=id&sa=X&ved=2ahU
KEwjA-
Oim0dDsAhXSX3wKHRNBBGIQ6AEwBXoECAYQAg#v=onepage&q&f=false
2. Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. 2007. Disintegrasi Pasca Orde Baru. Jakarta:
Cires FISIP UI. 272 Halaman. Diakses dari https://books.google.co.id/books?
id=LrzqhrdIqJYC&printsec=frontcover&dq=disintegrasi+pasca+orde+baru&hl=id&sa=
X&ved=2ahUKEwj8pt_Zz_3sAhV07HMBHVamBKoQ6AEwAHoECAUQAg#v=onepa
ge&q&f=false
3. Jerwin, M. Rasyid Ridha, Ahmadin (2018). Eksodus dari Bumi Hangus: Peristiwa
Keluarnya Penduduk Dari Timor Leste Pasca Jajak Pendapat 1999. Jurnal
Pattingalloang, Vol. 5, 24-38. 14 Halaman. Diakses dari
https://ojs.unm.ac.id/pattingalloang/article/view/7076/pdf_15
Rangkuman:
BAGIAN I
I.1. Pendahuluan
Provinsi tingkat satu Timor Leste yang sebelumnya dikuasai oleh Portugis selama
lebih dari 450 tahun dibentuk tanggal 17 Juli 1976 dengan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1976 yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia.1
1
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 17.
I.2. Perlawanan Viqueque
Perlawanan ini bermula dari keadaan setelah selesai Perang Dunia II, di mana
bangsa Indonesia yang berada dibawah penindasan kolonial Belanda menyatakan
kemerdekaannya melalui Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Pada tahun 1953
beberapa tokoh Timor Portugis mendengar kemerdekaan yang telah didapat oleh saudara-
saudaranya di Timor Barat. Beberapa tokoh Timor Portugis tersebut juga telah
mendengar bahwa Pemerintah Indonesia telah mengadakan konfrensi bangsa-bangsa
asia-afrika di Bandung tahun 1955.2 Pada tahun 1955 juga sebenarnya pemuda-pemuda di
Dili telah merencanakan pemberoktakan yang kemudian menyebarkan rencananya itu ke
kabupaten-kabupaten. Pada tahun 1959, semangat untuk melepaskan diri dari kolonial
makin kuat di Viqueque. Ini terlihat dari berkembangnya rencana untuk melakukan
perjuangan pada akhir tahun 1959. 3
Tidak disangka akan terjadi perubahan di Timor Leste jika tidak terjadi kudeta
militer di Portugal tanggal 25 April 1974. Kudeta tersebut tidak hanya mempengaruhi
Portugal, tetapi juga mempengaruhi daerah jajahannya di Timur Jauh. Kudeta yang
2
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 17.
3
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 18.
4
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 18.
dijuluki “Revolusi Bunga” ini memberi angin segar kepada Timor Leste untuk
membentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan dan partai-partai politik.5
Hubungan dingin yang terjalin antara Indonesia dan Portugis akhirnya terbuka
setelah kunjungan Gubernur Nusa Tenggara Timur El Tari ke Dili, Timor Leste dari
tanggal 28 Februari sampai 2 Maret 1974 yang di sambut baik oleh Gubernur Timor
Portugis Fernando Alves Aldelia. Setelah menyadari dampak dari Revolusi Bunga di
Portugal sampai ke Timor Leste, Gubernur Timor Portugis Fernando Alves Aldelia
mengutus Kepala Staf Angkatan Darat Portugis Mayor Arnao Moitello untuk menemui
Gubernur Nusa Tenggara Timur El Tari di Kupang untuk menjelaskan kebijakan koloni-
koloni Portugis yang secara garis besar akan melakukan dekolonisasi.6
Pada 31 Mei 1976 Dewan Perwakilan Rakyat Timor Leste mengeluarkan petisi
yang isinya mendesak Pemerintah Indonesia agar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
menerima dan mengesahkan bersatunya rakyat serta wilayah Timor Leste ke dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seminggu kemudian yaitu tanggal 7 Juni 1976 para
pemimpin PSTT dan DPR Timor Leste menyerahkan petisi rakyat Timor Leste tersebut
pada Presiden Republik Indonesia di Jakarta.11
13
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 24.
Gambar 1.2 Teks Proklamasi Bahasa Inggris (REF: books.google.co.id)
BAGIAN II
II.1 Pendahuluan
Bendasarkan kondisi awal yang mewarnai kehidupan rakyat Timor Leste pada
waktu itu. maka Pemerintah mencoba menerapkan suatu strategi pembangunan dengan
memperlakukan Timor Leste secara khusus sebagai upaya untuk memacu tingkat
pertumbuhan seoptimal mungkin mengingat kenyataan yang ada bahwa kondisi Timor
Leste pada waktu itu belum mempunyai landasan yang kuat untuk mengejar laju
pembangunan yang sedang berjalan secara nasional.14
Tahap ini mulai berlangsung pada Oktober 1976 sampai dengan Maret 1977. Pada
tahap ini, strategi pembangunan di Timor Leste ditujukan sepenuhnya untuk
merehabilitasi antara lain pemulihan kembali sarana dan prasarana yang ada termasuk
kondisi sosial kemasyarakatannya, seperti merehabilitasi pengadaan air bersih, listrik
rumah sakit, balai pengobatan, sekolah dan sarana telekomunikasi serta perhubungan
lainnya.15
14
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 94.
15
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 94.
adalah melanjutkan serta meningkatkan langkah-langkah pembangunan sebelumnya,
sehingga menjangkau penataan dan perbaikan yang lebih luas.16
19
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 105.
20
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 105.
21
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 106.
Untuk menciptakan kerangka landasan sebagaimana diamanatkan GBHN,
diusahakan terciptanya kondisi nasional yang memberikan rangsangan serta
peluang seluas-luasnya bagi semua potensi pembangunan untuk berpartisipasi dan
berprestasi dengan mengusahakan keseimbangan dan daerah. Pemanfaatan dan
pembangunan di berbagai bidang, sektor dan keserasian pengembangan sumber
dana dan daya, pengembangan keahlian, peningkatan pendapatan berbagai
kelompok masyarakat dan lain-lain. Dengan demikian diharapkan bangsa
Indonesia dapat bertumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri menuju
masyarakat adil dan makmur.22
Pembangunan Lima Tahun Kelima mulai berlangsung pada April 1989 sampai
dengan Maret 1994. Dalam Pelita V ini, program Pembangunan Timor Leste berpedoman
pada Pola Dasar Pembangunan Daerah dengan menetapkan 6 skala prioritas, yaitu:
Pertanian, Perhubungan, Pendidikan, Kesehatan, Pemantapan Aparatur Pemerintah dan
Pembangunan Daerah.24
Rencana Pembangunan Lima Tahun ke-VI dimulai pada April 1994 sampai
dengan Maret 1999. Dalam Repelita VI ini, program Pembangunan Timor Leste
berpedoman pada Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Tingkat 1 Timor Leste,
dengan menetapkan tiga skala prioritas, yaitu: Pengurangan tingkat kemiskinan,
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia, dan Memantapkan Iklim sosial politik yang
mantap dan dinamis.27
26
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 168.
27
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 234.
28
Kopri Provinsi Timor Leste. Halaman 234.
BAGIAN III
III.1. Pendahuluan
Kasus disintegrasi Timor Leste di tahun 1999 adalah test case pertama bagi
keutuhan dan integritas negara Indonesia di era reformasi. Pertikaian sengketa yang
terjadi antara pihak militer Indonesia dengan kelompok pro-kemerdekaan Timor Leste
dan tidak jarang menyeret pihak sipil menjadi korban. Ketika reformasi bergulir tahun
1998, perjuangan kelompok pro-kemerdekaan Timor Leste mendapatkan momentum
terbaiknya. Lemahnya stabilitas dan koordinasi politik nasional seiring kejatuhan
Soeharto dan naiknya sang pengganti (Habibie) yang pada kala itu sudah cukup
direpotkan dengan persoalan kolapsnya perekonomian nasional karena didera krisis
moneter semenjak tahun 1997.29
Pada awal tahun 1999 keluarlah opsi kedua dari PBB bagi Timor Leste untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi, opsi kedua tersebut adalah Indonesia melepaskan
status kedaulatannya atas Timor Leste. Jajak pendapat yang dilakukan masyarakat Timor
Leste memenangkan kelompok pro-kemerdekaan dengan presentase mutlak 78,5%. Maka
dengan demikian lahirlah negara termuda di dunia pada penghujung abad ke-20 yaitu
Republik Demokrasi Timor Leste.30
Sebelum berintegrasi dengan Indonesia pada tahun 1976, Timor Leste merupakan
jajahan Portugal selama empat abad. “Revolusi Anyelir” atau “Revolusi Bunga” di
Portugal menyebabkan tergulingnya rezim Caetano pada tanggal 25 April 1974. 31
Revolusi ini digerakan oleh Movemanto Forcas Armadas atau MFA yang didirikan oleh
29
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 184.
30
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 185.
31
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 187.
sekitar 200 letnan dan kapten muda yang pernah berperang didaerah jajahan Portugal di
Afrika.32
Invansi Indonesia ke Timor Leste terjadi pada masa perang dingin yang
dimana Amerika Serikat dan Uni Soviet sedang gencar menyebarkan pengaruh
keseluruh penjuru dunia.37 Selama kunjungannya pada bulan Maret 1999,
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Madeleine Albright memberitahukan
kepada pejabat-pejabat Indonesia bahwa militer dan polisi memiliki tugas
untuk menjaga stabilitas tanpa melanggar HAM. Dalam keterangannya pada
tanggal 26 September, Albright mengutarakan keprihatinannya mengenai
laporan terpercaya bahwa rakyat Timor Leste dipaksa pindah ke tempat-tempat
lain di Indonesia. Menurut Albright, hubungan Indonesia dengan Amerika
Serikat tidak dapat “kembali normal” sebelum masalah di Timor Leste
teratasi.38
37
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 199.
38
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 203.
39
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 206.
40
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 208.
Indoensia ke Timor Leste ditanggapi Portugal dengan pemutusan hubungan
diplomatic sehari setelah Operasi Sejora dilaksanakan pada tanggal 7 Desember
1975.41
41
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 211.
42
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 212.
43
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 213.
44
Syamsul Hadi, Andi Widjayanto, dkk. Halaman 215.
BAGIAN IV
IV.1. Pendahuluan
Timor Leste pada tahun 1999 genap berusia 23 tahun sebagai bagian dari
Indonesia. Terhitung sejak ditanda tanganinya UU No. 7 tahun 1976. Selama menjadi
bagian dari NKRI, daerah ini telah menarik masuknya banyak pendatang dari berbagai
daerah di Indonesia. Termasuk diantaranya adalah Kabupaten Pangkep. Namun setelah
diadakannya jajak Pendapat yang berakhir dengan kerusuhan, menyebabkan para
pendatang tak terkecuali orang-orang Pangkep memilih untuk kembali ke kampung
halamannya.45
Lepasnya Timor Leste melalui pemungutan suara yang dimenangkan oleh mereka
yang menginginkan kemerdekaan ternyata diikuti oleh sebuah kerusuhan berdarah yang
besar disertai mengalirnya penduduk untuk menyelamatkan diri ke Timor Barat.
Mungkin inilah peristiwa migrasi terpaksa (Forced Migration) yang pernah terjadi secara
besar-besaran di Indonesia.46 Forced Migration rupanya menjadi sebuah gejala baru
akibat terjadinya konflik berdarah di berbagai tempat di Indonesia: di Kalimantan Barat,
Maluku, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Aceh, Papua, dan tentu saja Timor
Leste.47
45
Jerwin, M. Rasyid Ridha, Ahmadin. Halaman 30.
46
Jerwin, M. Rasyid Ridha, Ahmadin. Halaman 30.
47
Jerwin, M. Rasyid Ridha, Ahmadin. Halaman 31.
pada umumnya memilih untuk kembali ke kampung halaman mereka pada saat atau
pasca terjadinya kerusuhan setelah pengumuman hasil Jajak Pendapat tahun 1999.
Eksodus kategori kedua adalah mereka para penduduk asli Timor Leste yang secara
terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya untuk mengungsi ke wilayah Indonesia karena
pertimbangan keamanan. Eksodus Timor Leste dari penduduk asli yang pro-kemerdekaan
telah kembali ke tanah air mereka yang saat ini bernama Timor Leste. Sementara mereka
yang masih setia kepada Indonesia (pro-integrasi) tetap bertahan di beberapa wilayah
Indonesia, terutama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Eksodus dari kategori dua yang
berada di luar provinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya disebabkan karena mereka
mengikuti daerah asal suami atau istri mereka. Proses kepulangan dari Timor Leste
menuju ke Kabupaten Pangkep pada umumnya menggunakan kapal laut. Baik dengan
biaya sendiri maupun yang mendapatkan bantuan dari pemerintah.48
Perhatian pemerintah pusat yang begitu tinggi pada Timor Leste telah menarik
bagi para pendatang yang mengharapkan taraf perekonomian yang lebih baik. Sehingga
tidak mengherankan jika para pendatang di Timor Leste pada umumnya berorientasi
ekonomi. Orang Pangkep yang datang di Timor Leste memilih untuk bekerja sebagai
pedagang di pasar, mulai dari pedagang kecil-kecilan hingga bisa menjadi distributor.
Distributor barang di pasar-pasar tradisional Timor Leste memperoleh barang dari luar,
salah satu diantaranya adalah Kota Surabaya. Selain sebagai pedagang juga terdapat
pendatang dari Pangkep yang berprofesi sebagai PNS sambil membuka usaha lain, seperti
membuat rumah kontrakan dan membuka toko campuran. Target pasar para pemilik
rumah kontrakan adalah mereka para pendatang yang baru tiba di Timor Leste ataupun
pendatang lama yang belum memiliki tanah dan rumah sendiri. Para narasumber jajak
pendapat di Timor Leste sebenarnya berharap pasca dilaksanakannya jajak pendapat
tersebut, Timor Timor dapat kembaki kondusif.49
48
Jerwin, M. Rasyid Ridha, Ahmadin. Halaman 33.
49
Jerwin, M. Rasyid Ridha, Ahmadin. Halaman 35.
Permasalahan turunan yang kemudian muncul setelah terjadinya peristiwa
Eksodus besar-besaran pada tahun 1999 adalah perihal klaim kepemilikan aset milik
penduduk sipil, perusahaan swasta dan BUMN Indonesia yang dahulu pernah eksis di
Timor Leste. Total aset Indonesia yang berada di Timor Leste diperkirakan mencapai
ratusan miliar rupiah yang terdiri dari aset bergerak dan tidak bergerak. Aset tidak
bergerak yang ditinggalkan seperti gedung pemerintah, jalan dan jembatan, tanah, dan
infrastruktur lainnya. Sedangkan aset bergerak terdiri dari hewan dan kendaraan.
Registrasi aset-aset tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan oleh Departemen
Dalam Negeri. Sedangkan untuk aset-aset BUMN didaftar oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas). Data yang tersaji pada sumber diatas, menunjukkan
secara umum aset-aset Indonesia yang saat ini telah “diwariskan” untuk Timor Leste.
Hingga saat ini proses negosiasi dengan pemerintah Timor Leste masih terus diupayakan
untuk mendapatkan ganti rugi terhadap aset-aset tersebut.50
50
Jerwin, M. Rasyid Ridha, Ahmadin. Halaman 36.