Anda di halaman 1dari 14

KABINET INDONESIA MAJU: UPAYA PENCAPAIAN

KESEJAHTERAAN UMUM ATAU UNTUK


PRIBADI/GOLONGAN SERTA RELEVANSINYA DENGAN
KONSEP ARISTOTELIAN

DISUSUN OLEH:

DOSEN PEMBIMBING : Dr. Agustinus W. Dewantara, S.S., M.Hum

Disusun Oleh :

Santi Eka Nurani ( 4305019047 )

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PRODI DIII FARMASI ( Sore )
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
TAHUN 2019/2020
ABSTRAK

Baru-baru ini masyarakat Indonesia mendapatkan kabar dilantiknya para menteri


beserta wakilnya dimana susunan menteri-menteri tersebut dinamakan Kabinet Indonesia
Maju yang akan bekerja pada periode 2019-2024. Penyusunan kabinet tersebut pada
dasarnya adalah sebagai upaya pemerintah dalam mewujudkan salah satu tujuan berdirinya
negara Indonesia yakni kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal itu sesuai dengan
Konsep Aristotelian yang menyatakan bahwa tujuan terbentuknya negara yaitu untuk
mencapai bonum commune (kesejahteraan umum). Selain itu, Konsep Aristotelian juga
menggolongkan bentuk-bentuk negara sebagai bentuk konstitusi diantaranya konstitusi ideal
dan konstitusi tidak ideal. Sistem politik di Indonesia mengacu pada sistem demokrasi yang
menurut Konsep Aristotelian termasuk bentuk konstitusi tidak ideal. Hal ini terjadi karena
banyak negara-negara menjalankan sistem politik demokrasi namun bukan demokrasi murni.
Seringkali terjadi penyalahgunaan demokrasi baik dilakukan oleh individu atau pribadi
maupun golongan sehingga hal tersebut sangat merugikan rakyat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi. 

Disini kami membahas kemungkinan adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh


pemerintah dalam menyususn Kabinet Indonesia Maju yang dapat dikategorikan sebagai
penyalahgunaan demokrasi. Dengan menggali informasi dari berita yang dimuat di salah
satu media nasional, muncul dugaan bahwa penyusunan Kabinet Indonesia Maju mengacu
pada politik balas budi jadi bukan semata-mata untuk kepentingan rakyat namun juga untuk
kepentingan para elit politik. Adanya penyimpangan tersebut menunjukkan adanya
penyalahgunaan demokrasi yang berujung pada situasi politik bahkan keamanan serta
perekonomian menjadi tidak kondusif sehingga menjadikan demokrasi sebagai sistem yang
tidak ideal bagi suatu negara. Hal tersebut sangat relevan dengan Konsep Aristokrasi yang
mengkategorikan demokrasi sebagai bentuk konstitusi yang tidak ideal. 

KATA KUNCI: Kabinet Indonesia Maju, Konsep Aristotelian, Penyalahgunaan


Demokrasi. 
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara demokrasi, dimana presiden beserta anggota dewan


dipilih secara langsung oleh rakyat. Pada dasarnya demokrasi merupakan pemerintahan oleh
rakyat, hal ini sesuai dengan pembagian model konstitusi oleh Aristoteles. Menurut
Aristoteles demokrasi merupakan salah satu bentuk konstitusi tidak ideal dimana tujuan
negara adalah untuk kepentingan sang penguasa atau yang lain yang tidak merupakan the
good life. Pemahaman tersebut pada akhirnya dapat dimengerti dan dapat dibenarkan adanya
seiring berkembangnya sistem politik di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan adanya
penyalahgunaan kekuasaan. Menurut Dewantara (2017), penyalahgunaan demokrasi juga
dapat berasal dari para pemegang kekuasaan yang memiliki mentalitas kecenderungan statis
dan represif. Dalam bukunya Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini, Dewantara
membeberkan adanya masalah yang sangat gamblang pada praktik demokrasi yakni jika
calon-calon yang akan duduk sebagai wakil-wakil rakyat tidak memperjuangkan
kepentingan rakyat. 

Pada awal pembentukannya negara Indonesia berbentuk demokrasi pancasila yang


mengutamakan prinsip musyawarah bukan suara terbanyak. Namun dalam perjalanannya,
pengambilan keputusan lebih sering dengan mengambil suara terbanyak melalui pemungutan
suara. Begitu pula dengan penentuan pejabat presiden, wakil presiden maupun anggota
dewan dilakukan dengan pemungutan suara. Rakyat memilih para anggota dewan yang
mereka percaya akan menyalurkan aspirasi rakyat dan mau berjuang bersama dan untuk
rakyat. Tapi adanya praktik-praktik kecurangan yang dilakukan oleh para wakil rakyat
memicu krisis kepercayaan masyarakat terhadap wakil-wakil mereka yang duduk di gedung
dewan. Mulai dari kasus mangkir dari sidang dewan, kasus pornografi, gratifikasi hingga
memperkaya diri sendiri pernah dilaporkan terjadi di gedung dewan. Hal ini merupakan salah
satu contoh adanya penyimpangan atau penyalahgunaan demokrasi. 

Pemilihan presiden telah berlangsung beberapa waktu lalu. Presiden dan wakil
presiden terpilih telah dilantik pada 20 Oktober 2019. Beberapa hari berselang setelah
pelantikan tersebut presiden menunjuk dan melantik para menteri anggota kabinet beserta
para wakilnya dan menamai kabinet tersebut sebagai Kabinet Indonesia Maju. Anggota
kabinet tersebut terdiri dari berbagai macam kalangan yang tentunya telah melalui banyak
pertimbangan presiden beserta penasehat pribadinya. Namun banyak spekulasi bermunculan
dari masyarakat yang pro dan kontra mengenai hal tersebut. Banyak yang bertanya-tanya
penyusunan kabinet tersebut semata-mata demi kepentingan rakyat ataukah ada kepentingan
lain yang mendasarinya. Untuk alasan tersebut, saya menulis ulasan atau makalah ini berjudul
“Kabinet Indonesia Maju : Upaya Pencapaian Kesejahteraan Umum Atau Untuk
Pribadi/Golongan Serta Relevansinya Dengan Konsep Aristotelian.

 
BAB II

LANDASAN TEORI

2.A Kabinet Indonesia Maju 

Kabinet Indonesia Maju merupakan kabinet kerja yang dibentuk dan dipimpin oleh
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk periode kerja 2019-2024.
Anggota dari kabinet ini berasal dari berbagai kalangan, baik kalangan profesional, partai
koalisi dan tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019, maupun dari partai Gerindra
yang merupakan oposisi yang kemudian bergabung menjadi koalisi. 

Pada tanggal 23 Oktober 2019 lalu Presiden Jokowi melantik para menteri anggota
kabinet Indonesia Maju, sedang para wakil menteri dilantik dua hari setelahnya. Mereka
nantinya akan melanjutkan kinerja Kabinet Indonesia Kerja yang telah habis masa kerjanya.
Kabinet ini terdiri dari 4 menteri koordinator dan 30 menteri departemen. Sedangkan
komposisinya adalah 50:50 antara partai politik dan non-partai politik. Dilihat dari nama-
nama menteri dan wakil menteri, secara umum dapat dikatakan bahwa Presiden Jokowi
dalam menyusun Kabinet Indonesia Maju ini menerapkan politik etis atau politik balas budi
(Padmodiningrat dalam Kabinet Balas Budi; Tribunnews.com, 2019). Hal tersebut dipicu
oleh munculnya nama Nadhiem Makarim, Wishnutama, dan Erick Tohir dalam susunan
kabinet Indonesia Maju. Pengangkatan mereka sebagai menteri dinilai sebagai balas budi dari
Presiden Jokowi atas kerja mereka selama masa kampanye di Pilpres 2019. Selain itu masih
banyak nama-nama yang dikaitkan dengan adanya politik balas budi ini. 

Beberapa wajah lama dari kabinet pemerintahan yang lalu masih bertahan menduduki
kursi menteri di kabinet baru ini, padahal kinerja mereka dinilai biasa saja bahkan ada yang
cenderung mendapat pandangan negatif dari masyarakat karena ada yang pernah diperiksa
KPK. Hal ini menumbuhkan berbagai pertanyaan akankah kabinet ini berhasil mengungguli
kinerja kabinet periode lalu atau justru makin terpuruk. 

Presiden Jokowi memanggil Prabowo Subianto yang merupakan ketua umum partai
oposisi di era pemerintahan sebelumnya dan ditunjuk untuk mengisi salah satu kursi menteri
di kabinet Indonesia maju ini. Beliau juga merupakan lawan Presiden Jokowi dalam Pilpres
2019 lalu. Entah apa tujuan dari penunjukkan tersebut, untuk mempersatukan bangsa
ataukah hanya meredam gejolak yang dapat mengancam pemerintahannya di awal periode
ini. 

Rakyat banyak menaruh harapan kepada kabinet ini, karena tak dapat dipungkiri
kondisi politik, ekonomi maupun keamanan Indonesia saat ini sangat tidak stabil.
Kerusuhan dan perang saudara terjadi dimana-mana, kesenjangan sosial semakin lebar, dan
hutang negara semakin meningkat sedangkan laju investasi berjalan lambat. Masih banyak
pula pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya, politik uang dan kecurangan terjadi di
seluruh pelosok negeri. Rakyat mengharapkan perbaikan dari segala bidang, stabilitas
politik dan ekonomi serta pertahanan dan keamanan demi terwujudnya kesejahteraan yang
merata untuk semua lapisan masyarakat. 

2.B Konsep Aristotelian 

Konsep Aristotelian merupakan paham atau filsafat yang diajarkan atau dikemukakan
oleh Aristoteles. Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani murid Plato. Ia lahir di Stageria,
Yunani Utara dan hidup selama kurun waktu 382-322 SM. Setelah Plato meninggal dunia, ia
mendirikan sekolah di Assos, Asia Kecil. ( Dewantara, A. 2017 . “Alangkah Hebatnya
Negara Gotong Royong” Indonesia dalam Kacamata Soekarno, hal 62 ). Aristoteles banyak
menulis buku tentang manusia, etika, negara, kebahagiaan, gerak, metafisika dan sebagainya.
Salah satu karyanya yang sangat terkenal berjudul Politics menskematisasikan bagaimana
negara itu terbentuk dan bagaimana membentuk negara yang ideal. Ia berpendapat bahwa
menurut kodratnya manusia hidup dalam polis (negara kota waktu itu) dan tujuan negara
adalah untuk mencapai hidup yang baik dalam arti yang sepenting-pentingnya yakni
pencapaian bonum commune (kesejahteraan umum). ( Dewantara, A. 2017 “ Alangkah
Hebatnya Negara Gotong Royong “ Indonesia dalam Kacamata Soekarno, hal 65 ).

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pencapaian bonum commune atau


kesejahteraan umum tersebut diserahkan dan dilaksanakan oleh negara atau pemerintah yang
berkuasa pada masa itu. Sekalipun demikian partisipasi masyarakat tetap dibutuhkan. Untuk
melancarkan usaha pencapaian bonum commune ini diperlukan suatu pengaturan dan tatanan
agar dapat dijalankan dengan baik dan merata di seluruh lapisan masyarakat. Dari situlah
diperlukan adanya politik. Politik di berbagai negara berjalan mengacu pada bentuk negara
tersebut atau bentuk konstitusinya. 

Menurut konsep Aristotelian, model atau bentuk konstitusi dapat dibedakan


menjadi dua bagian sesuai tujuan negara/polis yang digariskan sebagai berikut: 

Konstitusi Ideal, bila tujuan negara adalah the good life. Yang termasuk ke dalam golongan
ini antara lain:

- Kingship, bila yang memerintah hanya satu orang 

- Aristokrasi, bila yang memerintah beberapa orang 

- Polity, bila yang memerintah adalah hukum (supremasi hukum) 

Yang kedua adalah konstitusi tidak ideal yakni bila tujuan negara adalah untuk kepentingan
sang penguasa atau yang lain yang tidak merupakan the good life. Beberapa yang termasuk
ke dalam golongan ini adalah: 

- Tirani, bila yang memerintah satu orang 

- Oligarki, bila yang memerintah beberapa orang 

- Demokrasi, bila yang memerintah rakyat 


Negara Indonesia dikenal berbentuk demokrasi dimana dalam penggolongan
menurut Aristoteles tersebut disebut sebagai konstitusi tidak ideal. Hal tersebut sangat
masuk akal melihat situasi yang terjadi di negara Indonesia saat ini yang sangat tidak
mencerminkan demokrasi yang murni dan tegas. Seharusnya pemerintahan dipimpin oleh
rakyat, namun melalui perwakilan-perwakilan yang dapat memicu terjadinya
penyimpangan-penyimpangan dalam politik demokrasi. 

Bentuk konstitusi yang dipilih tentu saja membawa dampak bagi masing-masing
negara. Seperti halnya di negara kita Indonesia, demokrasi memiliki dampak baik dan buruk.
Demokrasi memang di satu pihak menghimpun pandangan-pandangan yang mengunggulkan
partisipasi rakyat dan dengan demikian menjadi cerminan kemandirian society, tetapi di lain
pihak memicu rupa-rupa konsekuensi yang atas nama kebebasan masyarakat dapat terjerumus
ke dalam lubang-lubang kehidupan seperti anarkisme, pengadilan rakyat, solusi represif oleh
instansi sipil, kesimpangsiuran informasi, provokasi rentan kekerasan atas nama pembelaan
kebenaran tradisi religius, agama, budaya, keadilan, tanah dan sebagainya (Dewantara, A.
Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini 2017, hal 22 ). 
BAB III

PEMBAHASAN

Dewasa ini banyak orang terjun di dunia politik, berbagai macam motivasi mereka,
salah satunya adalah karena besarnya angka pengangguran yang kian meningkat dari tahun
ke tahun dan dunia politik merupakan satu-satunya tempat yang menjanjikan kenyamanan,
gaji dan tunjangan tinggi serta kemewahan. Lain dari pada itu, politik dapat menjadi ladang
penghidupan bagi beberapa orang meskipun hanya berbekal pengetahuan dan pengalaman
yang minim. Hal tersebut dipermudah dengan adanya sistem demokrasi yang berlaku di
negara ini. 

Sistem demokrasi sangat berpengaruh pada situasi politik di Indonesia. Kebebasan


yang menjadi dasar dalam sistem demokrasi membawa dampak baik dan buruk bagi
Indonesia yang notabene merupakan negara berkembang. Demokrasi berkembang di
Indonesia berjalan beriringan dengan berlangsungnya era Globalisasi semakin membuat
kondisi dalam negeri tidak stabil. Hal tersebut memaksa pemerintah sebagai penerima
mandat harus berupaya keras untuk mewujudkan tujuan negara, salah satunya untuk
mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Bila ditilik dari tujuan negara tersebut, hal itu sangat relevan dengan pernyataan
Aristoteles bahwa tujuan dibentuknya suatu negara adalah untuk pencapaian kesejahteraan
umum atau bonum commune. Sebagai media agar tercapai tujuan tersebut dapat melalui
adanya sistem politik. Sistem politik di Indonesia antara lain demokrasi. Demokrasi
memberikan kebebasan dan menjamin hak masing-masing individu. Setiap masyarakat
bebas menyalurkan aspirasinya, bagaimanapun bentuknya sehingga seringkali muncul
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. 
Di Indonesia dilaksanakan pemilihan umum sebagai wadah bagi masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam jalannya demokrasi. Pemilihan umum dilakukan untuk memilih presiden
dan wakil presiden serta para wakil rakyat yang duduk sebagai anggota dewan. Selanjutnya
para wakil rakyat itu menjadi jalur untuk menyampaikan aspirasi rakyat, mereka bekerja
untuk rakyat dan digaji dari pajak yang dibayarkan secara wajib oleh rakyat per tahunnya.
Selama masa jabatannya, presiden dan para anggota dewan dapat membuat kebijakan-
kebijakan yang digunakan untuk tujuan mencapai kesejahteraan rakyatnya. Namun, mereka
yang dipercaya rakyat dapat memperjuangkan kepentingan rakyat biasanya malah justru
melakukan hal yang sebaliknya. Mereka tidak lagi mengutamakan kepentingan rakyat yang
telah memilihnya tetapi lebih mencari keuntungan untuk diri sendiri atau golongan.
Diantaranya adalah terjadinya korupsi kolusi dan nepotisme di kalangan pemerintah. Hal
tersebut dapat memicu perselisihan bahkan perang saudara seringkali terjadi karena adanya
anggapan bahwa pemerintah terkesan pilih kasih terhadap wilayah tertentu atau kaum
minoritas. 

Salah satu kebijakan pemerintah sebagai upaya pencapaian bonum commune adalah
dilantiknya para menteri Kabinet Indonesia Maju. Presiden secara khusus memilih dan
melantik para menteri tersebut dengan tujuan sebagai pembantu presiden dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin negara. Presiden terpilih memiliki kekuasaan
penuh terhadap pemilihan menteri tersebut. Hal ini memungkinkan adanya maksud
tersembunyi atas pemilihan masing-masing menteri itu. Ada yang menanggapinya secara
positif namun ada pula yang menanggapinya secara negatif. Sistem demokrasi yang berlaku
memungkinkan masyarakat bebas mengeluarkan pendapat dan kemajuan teknologi
memperkuatnya dengan menyediakan media sebagai penyalur pendapat atau aspirasi
tersebut. Era globalisasi turut mempunyai andil dalam penyampaian informasi tanpa
mengenal batas negara. 

Mereka yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah memberikan respon yang
berbeda-beda, penggunaan media sosial untuk mengkritik kinerja pemerintah semakin
marak, sebagian masyarakat bahkan melakukan demonstrasi untuk menyalurkan aspirasinya.
Hal ini kental dengan adanya aroma negatif yang menyeruak karena sering kali terjadi
kerusuhan yang mengakibatkan adanya kerusakan bahkan hilangnya nyawa seiring adanya
kabar simpang-siur mengenai dalang dan motivasi dari terjadinya demonstrasi itu. Seperti
halnya demonstrasi yang berujung kerusuhan di ibukota yang terjadi beberapa waktu
berselang setelah adanya pilpres. Ada kabar yang mengatakan bahwa demonstrasi tersebut
didalangi oleh partai oposisi yang kalah dalam pilpres. Namun, Presiden terpilih dengan
sigapnya menanggapi dengan cara merangkul pemimpin partai oposisi tersebut dan
menjadikannya menteri dalam kabinetnya. Kebijakan politik tersebut tentu saja menuai
berbagai komentar, tak jarang yang memberikan komentar negatif dan cibiran tapi tak sedikit
pula yang memberikan dukungan. 

Banyak yang menduga bahwa pemilihan menteri tersebut banyak didasari oleh
kepentingan pribadi dan golongan. Sebagai contoh beberapa menteri yang terpilih berasal
dari tim pemenangan presiden pada masa pilpres yang lalu sehingga hal ini dapat dianggap
sebagai politik balas budi. Belum diketahui bagaimana Kabinet Indonesia Maju ini akan
bekerja karena belum ada sebulan mereka menjabat dan masih ada lima tahun kedepan.
Seluruh rakyat tentu berharap para menteri akan pro rakyat, mengutamakan kepentingan
rakyat dan tidak memperkaya diri sendiri sebagai upaya pencapaian bonum commune sesuai
ajaran Aristoteles. Dengan adanya sistem demokrasi di Indonesia sebenarnya mempermudah
pemerintah untuk menampung aspirasi masyarakat. Jika aspirasi tersebut dapat terpenuhi
maka bonum commune atau kesejahteraan umum dapat dicapai. Namun dalam perjalanannya
demokrasi justru memberikan dampak negatif terhadap berlangsungnya kehidupan suatu
bangsa karena para wakil rakyat justru memanfaatkan kekuasaannya untuk berbuat curang
dan tidak lagi mengutamakan kepentingan rakyat. Hal ini sangat relevan dengan Konsep
Aristotelian yang menggolongkan demokrasi sebagai bentuk konstitusi yang tidak ideal. 

Pada sistem demokrasi yang seharusnya kekuasaan ada di tangan rakyat, tetapi pada
prakteknya di Indonesia hal tersebut justru dilaksanakan melalui perwakilan-perwakilan
sehingga potensi terjadinya kecurangan sangat tinggi. Hal tersebut yang menyebabkan sistem
atau bentuk konstitusi demokrasi sebagai bentuk yang tidak ideal. Kita masih menunggu apa
yang dapat diberikan oleh para menteri kabinet Indonesia maju bagi rakyat Indonesia. Begitu
pula dengan kinerja para wakil rakyat yang duduk sebagai anggota dewan, rakyat harus tetap
mengawal ketat kinerja mereka agar kecurangan-kecurangan yang terjadi di masa lalu dapat
diminimalisir dan dihindari sehingga kesejahteraan umum (bonum commune) dapat tercapai. 
Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah komposisi Kabinet Indonesia Maju yang
baru-baru ini dilantik oleh presiden. Banyak dugaan pemilihan menteri-menteri tersebut
dilatar belakangi alasan pribadi atau golongan, pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
diduga lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan. Bila memang benar
demikian dapat disimpulkan bahwa sistem politik demokrasi di Indonesia tidak murni dan
tegas dan hal ini sangat relevan dengan Konsep Aristotelian. 
BAB IV

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai pembentukan Kabinet


Indonesia Maju sebagai upaya pencapaian bonum commune serta relevansinya terhadap
konsep Aristotelian, kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 

- Pembentukan Kabinet Indonesia Maju merupakan upaya pemerintah dalam


pencapaian bonum commune ata kesejahteraan umum, hal ini relevan dengan konsep
Aristotelian yang menyatakan bahwa tujuan terbentuknya suatu negara adalah
bonum commune.

- Bentuk konstitusi negara Indonesia adalah Demokrasi, hal ini relevan dengan
konsep Aristotelian mengenai bentuk-bentuk konstitusi.

- Sistem demokrasi di Indonesia menjadi tidak ideal sebagai sistem konstitusi


karena adanya perwakilan-perwakilan rakyat yang memimpin negara dan
menjalankan pemerintahan, hal tersebut relevan dengan konsep Aristotelian yang
menyatakan bahwa demokrasi termasuk bentuk konstitusi yang tidak ideal.

- Bila ditilik dari komposisinya, Kabinet Indonesia Maju selain dimaksudkan untuk
mencapai kesejahteraan umum (bonum commune) juga tersirat adanya kepentingan
pribadi dibalik penunjukkan masing-masing menteri anggota kabinet tersebut. Hal
ini dapat dikategorikan adanya penyalahgunaan demokrasi. 
DAFTAR PUSTAKA

Padmodiningrat, Sumaryoto.2019. Kabinet Balas Budi. http://tribunnews.com. 

Dewantara, A. W. (2017). Alangkah hebatnya negara gotong royong: Indonesia dalam kacamata


Soekarno. PT Kanisius.

Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.

Anda mungkin juga menyukai