Anda di halaman 1dari 14

PENGAKUAN NEGARA TIMOR LESTE

Kelas: 3/ G-1
Dosen: Mirsa Astuti, S.H., M.H.

Disusun Oleh:
Kelompok A 3:

BAGAS SETIAWAN 2206200325


KEISHA NUR FAZIRA 2206200338
DWI ACHMAD PRABOWO 2206200359
SYAHRANI ANGGI 2206200361

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2022/2023
PENDAHULUAN

Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan untuk


mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar negara-negara, tanpa adanya kaidah-
kaidah ini sungguh tidak mungkin bagi mereka untuk melakukan tetap dan terus menerus.
Sesungguhnya Hukum Internasional merupakan persoalan dengan keperluan hubungan timbal
balik antar negara-negara. Dalam hal ini tidak adanya suatu system Hukum Internasional, maka
masyarakat internasional negara-negara tidak dapat menikmati keuntungan-keuntungan
perdagangan dan komersial, saling pertukaran gagasan dan komunikasi rutin yang sewajarnya.1
Hukum internasional menghormati peranan penting dari wilayah negara seperti yang
tercermin dalam prinsip penghormatan terhadap integritas dan kedaulatan suatu wilayah negara
(territorial integrity and sovereignity) yang dimuat dalam berbagai produk Hukum
Internasional. Pengakuan kedaulatan dan integritas wilayah suatu negara antara lain
ditunjukkan dengan adanya larangan untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah
internal suatu negara. Perubahan status kewilayahan suatu negara menimbulkan dampak
terhadap kedaulatan negara atas wilayah tersebut, khususnya dampak yuridis terhadap
kedaulatan negara termasuk di dalamnya masalah kewarganegaraan penduduk yang bertempat
tinggal di wilayah tersebut. Negara merupakan salah satu subjek Hukum Internasional. Sebagai
subjek Hukum Internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
salah satunya adalah wilayah. Pembagian wilayah pada setiap negara bertujuan untuk
mempermudah administrasi, pemerintahan, dan hal-hal yang berhubungan dengan negara.
Kepastian dan kejelasan batas kadaulatan suatu negara merupakan hal yang sangat
fundamental, sebagai suatu kebutuhan bagi penyelenggaraan negara dalam beraktivitas dan
melakukan hubungan dengan negara lain, sehingga dapat memberikan jaminan adanya
perlindungan dan kepastian hukum dari negara mengenai batas wilayah kedaulatannya.
Pengakuan ialah perbuatan politik dimana suatu Negara menunjukan kesediaannya untuk
mengakui suatu situasi fakta dan menerima akibat hukum dari pengakuan tersebut. Kemudian
dalam praktek Negara modern pengakuan bukan sekedar mengetahui (cognition), atau lebih
daripada suatu pernyataan mengetahui bahwa suatu negara atau pemerintah memenuhi syarat
untuk diakui. Hal ini dibuktikan dengan fakta, antara lain bahwa mungkin saja terjadi
penundaan sebelum suatu Negara atau pemerintah diakui, meskipun status Negara atau
pemerintah itu tidak diperlukan lagi. Tujuan praktis pengakuan ialah diawalinya hubungan
resmi dengan Negara-negara lain yang mengakui. Sekali pengakuan itu diberikan, maka
tindakan itu berarti menghilangkan kemungkinan negara yang mengakui untuk mempersoalkan
kembali syarat- syarat untuk diakuinya negara atau pemerintah terkait.2
Dalam pergaulan internasional, berbagai peristiwa terjadi dan menimpa suatu Negara.
Peristiwa-peristiwa tersebut misalnya: lahirnya suatu negara baru, pergantian pemerintahan
suatu negara baik secara konstitusional maupun inkonstitusional umpamanya melalui suatu
kudeta atau perebutan kekuasaan, terjadinya pemberontakan dalam suatu negara, suatu
kelompok bangsa berusaha memperjuangkan hak atas wilayah atau hak-hak yang bersifat
teritorial. Semua peristiwa ini walaupun pada dasarnya adalah masalah intern negara-negara
yang bersangkutan, banyak menimbulkan implikasi terhadap negara-negara lain, baik
implikasi positif maupun implikasi negatif. Oleh sebab itu, mau tidak mau negara-negara
tersebut tidak bisa tetap diam berpangku tangan terhadap peristiwa-peristiwa semacam itu.

1
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E. R. (2021). Pengantar hukum internasional. Penerbit Alumni.
2
Riyanto, S. (2012). Kedaulatan Negara Dalam Kerangka Hukum Internasional Kontemporer. Yustisia
Jurnal Hukum, 1(3).
Pada dasarnya sikap negara-negara ini dinyatakan melalui pemberian pengakuan maupun
menolak memberikan pengakuan terhadap fakta tersebut. Dengan memasukkan Timor Timur
sebagai salah satu Provinsi Indonesia melalui Undang-undang No 7 Tahun 1976, maka berarti
Indonesia memperoleh tambahan wilayah atau hak-hak yang bersifat teritorial.
Di mata dunia internasional Indonesia dianggap memperoleh tambahan wilayah dengan
cara yang bertentangan dengan hukum internasional yaitu melalui intervensi militer pada
tanggal 7 Desember 1975. Pernyataan ini bisa dilihat dari sikap PBB yang mengeluarkan
beberapa resolusinya yang intinya adalah sama yakni mengutuk keras invansi militer Indonesia
atas wilayah Timor Timur dan menyerukan agar Indonesia menarik dengan segera semua
pasukannya dari wilayah Timor Timur.3

3
LOBATO, L. M. B. F. (1993). STATUS TIMOR TIMUR DITINJAU DARI SEGI HUKUM PENGAKUAN
INTERNASIONAL (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
A. Proses Kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia
Pada tanggal 7 desember 1975, Indonesia mengadakan sebuah operasi yang dikenal
dengan Operasi Seroja, yang bertujuan untuk menginvasi Timor Timursupaya bisa berintegrasi
menjadi salah satu wilayah dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Operasi invasi
ini dilakukan Indonesia dibawah pemerintahan Soeharto setelah adanya klaim dari Indonesia
atas Timor Timur melalui Deklarasi Balibo.
Setelah Operasi Seroja berhasil melumpuhkan pihak-pihak dari Timor Timur yang
menolak integrasi, akhirnya Timor Timur resmi menjadi salah satu wilayah dari NKRI.
Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia sebagai provinsi baru tersebut
disahkan melalui pengumuman UU No. 7 Th. 1976 (LN. 1976-36) oleh presiden Soeharto yang
menentukan integrasi Timor Lorosae kedalam Indonesia sebagai provinsi ke-27 (Perserikatan
Bangsa-bangsa, 2000). Selain itu juga lahir PP No. 19 Th. 1976 (LN. 1976-36) tentang
Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur serta dipertegas lagi melalui Ketetapan
MPR No. VI/MPR/1976 yang mengukuhkan penyatuan wilayah Timor Timur yang terjadi pada
tanggal 17 Juli 1976 ke dalam wilayah Nergara Kesatuan RI.
Namun setelah 1976 Timor Timur berintegrasi menjadi salah satu wilayah Indonesia,
akhirnya pada tahun 1999, rakyat Timor Timur mendapatkan kesempatan untuk melakukan
referendum yang diberikan oleh presiden Indonesia ketika itu BJ Habibie, dimana dalam
referendum tersebut masyarakat Timor Timur bisa memilih untuk tetap menjadi wilayah
Indonesia ataupun memilih untuk menjadi sebuah negara baru yang merdeka.4
Timor Timur adalah sebuah wilayah kecil (ketika masih menjadi bagian dari NKRI)
jika dibandingkan dengan negara Indonesia baik dalam sisi luas wilayah ataupun jumlah
penduduk. Timor Leste memiliki luas daratan seluruhnya 14.619 km2. Sementara itu jumlah
penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun 1980 adalah sebanyak 555.350 jiwa. Potensi
kekuatan yang dimiliki Timor Leste berada sangat jauh dibawah Indonesia. Namun pada
kenyataannya Timor Leste berhasil memperjuangan pemisihan dirinya dari Indonesia dan
keberhasilan Timor Leste untuk meraih kemerdekaan tersebut didapatkan dengan tidak
memilih jalan perang dengan Indonesia. Karena dilihat dari segi kekuatan Indonesia jauh lebih
unggul dibandingkan dengan Timor Leste. Untuk itulah Timor leste lebih memilih untuk
melakukan usaha-usaha yang tidak bersifat konfrontatif dengan Indonesia untuk menghindari
perang tebuka. Dan akhirnya jalan referendum berhasil membuat Timor leste
merdeka dari Indonesia.
Perjuangan kemerdekaan Timor Leste mendapatkan dukungan yang terus mengalir dari
dunia internasional. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Selain disebabkan
sudah tersebarnya berita tentang pelanggara HAM di Timor Leste oleh tentara Indonesia, juga
dipengaruhi oleh perubahan iklim politik internasional kala itu. Semenjak runtuhnya Tembok
Berlin dan berakhirnya perang dingin, promosi demokrasi dan hak-hak asasi manusia (HAM)
telah menjadi tujuan utama negara internasional. Akibatnya, dalam setiap kerjasama dengan
negara-negara peminjam, berbagai negara donor dan lembaga keuangan internasional
cenderung untuk selalu melampirkan berbagai syarat yang disebut kriteria politik, seperti
pengakuan HAM, partisipasi masyarakat dalam politk dan penegakan hukum, bahkan termasuk
pula isu gender dan lingkungan.
Kampanye HAM terkait Timor Timur bahkan kian meluas dan intensif. Terlebih lagi
pada tahun 1996 ketika Komite Nobel Norwegia memberikan hadiah nobel perdamaian kepada

4
Boro, L. R. (2014). Jajak Pendapat Timor Timur Dalam Perspektif Perlindungan Hukum Masyarakat Sipil
Pasca Konvensi Jenewa 1949. Masalah-Masalah Hukum, 43(3), 380 -388.
Uskup Carlos Ximenes Belo (seorang Uskup Katolik Roma di Timor Timur) dan Jose Ramos
Horta (Seorang Politikus). Hadiah ini secara substantif bermakna dukungan diplomatik
maupun moral, sekali lagi membuat dunia memberi perhatian lebih pada Timor Timur.
Tuntutan internasional kepada Indonesia adalah untuk segera mengakhiri penguasaan
atas Timor Timur yang dianggap ilegal dan diwarnai dengan kasus pelanggaran HAM.
Masyarakat internasional mendesak Indonesia untuk segera memberikan kemerdekaan bagi
Timor Leste melalui jalur referendum yang dianggap sebagai jalan keluar yang demokratis. 5
PBB sudah meminta kepada Indonesia untuk memberikan kemerdekaan kepada Timor
Leste, bahkan sejak pertama kali Indonesia melakukan invasi dan menduduki Timor Leste.
Pada saat tentara Indonesia melakukan serangan udara, darat dan laut ke Timor Leste pada 7
Desember 1975, invasi tersebut langsung dikutuk oleh PBB. Pada tanggal 22 Desember,
Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengeluarkan resolusi 384 yang mengakui hak
warga Timor Leste yang tidak dapat ditawar untuk menentukan nasib sendiri dan merdeka.
Dewan menyayangkan intervensi angkatan bersenjata Indonesia di Timor Leste dan
menyesalkan bahwa Portugal tidak sepenuhnya bertanggung jawab untuk mengadministrasi
kekuasaan di dalam teritorial.
Pendudukan Indonesia atas wilayah Timor Leste malalui Operasi Seroja, selain
dianggap sebagai bentuk penjajahan yang melanggar hak masyarakat Timor Leste juga
dianggap sebagai peristiwa operasi militer yang melakukan pembantaian terhadap masyarakat
Timor Leste yang tidak menyetujui untuk berintegrasi dengan Indonesia. Ditambah lagi lobi-
lobi Timor Leste yang dikepalai oleh Ramos Horta sangat kuat dan intens di Australia dan
Amerika Serikat. Bahkan Horta dengan dukungan salah seorang aktivis Australia bernama
David Scott berhasil maju berbicara di forum PBB sebagai utusan pergerakan.
Kesempatan yang diperoleh Ramos Horta ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
menyampaikan keinginan masyarakat Timor Leste untuk merdeka dari Indonesia dan
menyampaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di Timor Leste. Hal
tersebut cukup memberikan pukulan telak bagi pemerintah Indonesia yang selalu berusaha
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Timor Leste dalam keadaan baik-baik saja dan
stabil dibawah kekuasaan Indonesia. Dan hal tersebut sangat berpengaruh bagi posisi Indonesia
di dunia internasional yang ketika itu sedang mendekatkan diri kepada negara-negara maju dan
organisasi multilateral yang bergerak dibidang ekonomi dan moneter seperti Bank dunia dan
International Monetary Fund (IMF), untuk mau memberikan bantuan guna menyelesaikan
krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia yang merupakan masalah yang serius dan menjadi
fokus presiden Habibie.
Keluarnya resolusi-resolusi PBB yang menyerukan penarikan pasukan Indonesia dari
Timor Timur adalah gambaran bahwa integrasi Timor Timur dengan Indonesia masih
dipersoalkan masyarakat internasional. Terlepas dari latar belakang sosiopolitik situasi perang
dingin ketika itu, di mata masyarakat internasional keputusan Presiden Soeharto mengirimkan
pasukan ke Timor Timur adalah menyalahi aturan internasional. Sehingga PBB mendesak
Indonesia untuk segera memberikan hak referendum kepada Timor Leste.
Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menilai bahwa dengan adanya krisis ekonomi yang
menimpa Indonesia membuat berbagai masalah berat bagi seorang BJ Habibie sebagai presiden
pengganti Soeharto. Tuntutan-tuntutan reformasi harus dapat diselesaikan olehnya sebagai
pengganti presiden sebelumnya yang dilengserkan oleh tuntutan rakyat. Salah satu masalah

5
Sujatmoko, A. (2005). Tanggung jawab negara atas pelanggaran berat HAM: Indonesia, Timor Leste, dan
lainnya. Grasindo.
yang terberat bagi Habibie adalah menangani krisis ekonomi yang melanda asia yang terjadi
pada tahun 1997, yang juga melanda Indonesia. Inflasi secara besar-besaran terjadi di Indonesia
yang jika tidak segera diselesaikan oleh seorang BJ Habibie, maka masalah krisis moneter ini
akan semakin menyulitkan Indonesia, dibawah pemerintahannya. Untuk itu, pemerintah telah
merundingkan elemen-elemen substantif dengan PBB dan Portugal. Pada tanggal 18 Juni 1998,
usulan tersebut telah dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan Sekjen PBB
telah menyambut baik usulan tersebut. Usulan tersebut juga sudah dikonsultasikan dengan
pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi.
Pemerintah Portugal menyepakati dirundingkannya paket otonomi luas untuk Timor
Timur, namun sebagai solusi antara (transisi), di mana solusi akhirnya adalah referendum.
Dengan kata lain, Portugal melihat penerapan otonomi luas sebagai masa transisi atau
persiapan menjelang dilaksanakannya referendum yang akan mengantarkan Timor Timur
menuju kemerdekaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh pihak Australia. Hal ini
ditunjukkan dengan pernyataan Austrsalia melalui Menteri John Howard yang mengirim surat
ke presiden Habibie. Dia menulis surat kepada Habibie pada 19 Desember 1998, yang
menyatakan tentang otonomi Timor Leste adalah langkah awal bagi rakyat setempat yang akan
merdeka beberapa tahun kemudian. Surat Howard memuat syarat yang menegaskan bahwa
nanti pada akhirnya jajak pendapat akan terjadi.6
Kemudian disepakati bahwa masyarakat Timor Leste akan diberikan dua opsi untuk
memilih antara diberikan otonomi seluas-luasnya dan tetap menjadi bagian dari NKRI, atau
diberikan kesempatan untuk melakukan jajak pendapat untuk memilih menyetujui otonomi
yang ditawarkan Indonesia atau menolaknya dan merdeka. Pemberian opsi tersebut disepakati
dalam perundingan Tripartit setelah dua orang menteri Luar Negeri dari Indonesia dan
Portugal, yaitu Ali Alatas dan Jaime Gama secara konsisten telah melakukan negosiasi secara
berturut-turut di New York pada tanggal 7 dan 8 Februari 1999. Dengan hasil akan menawarkan
pilihan pemberian otonomi kepada Timor Leste yang ditawarkan pemerintah Indonesia.
kemudian pertemuan kembali dilakukan pada tanggal 10-11 Maret 1999 di New York, dengan
hasil kedua meneteri tersebut setuju untuk melakukan jajak pendapat dengan memberikan
kesempatan bagi rakyat Timor Leste yang usianya memenuhi persyaratan agar melakukan
pemilihan langsung untuk menerima atau menolak status otonomi yang ditawarkan Indonesia
(Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1999).7
Pemerintah Indonesia dibawah presiden BJ Habibie dengan segenap jajaran kabinet
telah sepakat untuk memberikan opsi referendum tersebut. Selain itu sebelum
penandatanganan kesepakatan pemberian opsi tersebut BJ Habibie juga telah mendapat
persetujuan dari parlemen Indonesia dan jajaran kabinetnya setelah Habibie melakukan
konsultasi. Setelah melaksanakan persiapan secara sistematis, konsisten dengan iktikad yang
jujur, jajak pendapat secara demokratis, tertib dan adil siap dilaksanakan. Berbagai pihak
terlibat dan menyaksikan jajak pendapat tersebut, yaitu: Aparatur Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, ABRI, Polri, Unamet, Organisasi Multilateral, LSM nasional maupun
internasional, semua media massa nasional dan internasional. Maka tibalah hari yang dinanti
nantikan, yaitu hari yang akan menentukan nasib rakyat Timor Timur (Habibie, 2006).8

6
Kusuma, A. J. (2017). Pengaruh Norma HAM Terhadap Proses Kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia.
Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 7(1), 1-13.
7
Risse, T. (1999). The Power of Human Rights-International Norms and Domestic Change. New York:
Cambridge University Press.
8
Habibie, B. J. (2006). Detik-Detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta:
THC Mandiri.
Dan akhirnya setelah referendum benar-benar dilakukan Pada tanggal 30 Agustus 1999,
rakyat Timor Timur memilih merdeka (78,5%). Sehingga setelah penghitungan suara hasil
referendum dilakukan, Timor Timur tidak lagi menjadi wilayah Indonesia. Pada tanggal 20
Oktober 1999, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut keputusan penyatuan Timor
Timur dengan Indonesia. Dengan keputusan MPR Indonesia yang mencabut keputusan
penyatuan Timor Timur dengan Indonesia, Timor Timur secara resmi merdeka pada tanggal 20
Mei 2002. Ketika Timor Timur menjadi anggota PBB, mereka memutuskan untuk memakai
nama Portugis yaitu “Timor Leste” sebagai nama resmi negara mereka. Keputusan simbolik
yang menggambarkan pemisahan sepenuhnya dari Indonesia. 9

B. Pengakuan Negara-Negara ASEAN Terhadap Timor Leste Serta Upaya Masuknya


Timor Leste dalam ASEAN
Timor Leste merdeka dari Indonesia melalui referendum yang diawasi oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1999. Tiga tahun kemudian, PBB mengakui Timor
Leste dan menjadikannya sebagai negara demokrasi termuda di Asia.
Timor Leste sebagai negara yang baru mendapatkan kemerdekaannya pada tanggal 20
Mei 2002 sedang mengupayakan diri untuk menjalin kerjasama dengan negara lain. Secara
geografis Timor Leste berda di kawasan yang sangat strategis karena berada di wilayah Asia
Tenggara berdasarkan sejarahnya Timor Leste tidak bisa terlepas dari kawasan Asia tenggara
karena Timor Leste pernah menjadi bagian dari wilayah Indonesia yang notabenenya terletak
di Asia tenggara. Dan menurut sudut pandang Indonesia, pemerintah Indonesia berupaya keras
agar Timor Leste tidak didominasi oleh kepentingan negara lain, terutama persaingan Cina dan
Australia menjadikan Timor Leste sebagai 'satelit' untuk kepentingan ekonomi dan politik.
Untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan negara-negara Asia Tenggara maka
Timor Leste berupaya untuk masuk ke dalam organisasi regional yang ada kawasan Asia
tenggara yaitu ASEAN. Namun upaya Timor Leste untuk bergabung dengan ASEAN mendapat
kendala dari salah satu negara anggota ASEAN yaitu Singapura. Singapura beralasan jika
Timor Leste masuk dalam keanggotaan ASEAN maka ASEAN tidak akan mendapatkan
keuntungan dan Timor Leste bisa menjadi hambatan bagi terlaksananya ASEAN community.
ASEAN community yang tujuannya untuk menangani masalah Politik dan Keamanan,
Ekonomi, Sosial dan Budaya dinilai akan menjadi beban bagi negara-negara ASEAN jika timor
leste masuk dalam keanggotaan ASEAN karena masalah yang muncul dari dalam negeri Timor
leste seperti kekurangan insfraktrutur, kemanan dan ekonomi. Disisi lain Timor leste terus
berupaya untuk meyakinkan negara-negara ASEAN dengan cara memberikan kontribusi dalam
upaya memajukan perdamaian dan stabilitas di ASEAN.
Timor Leste merupakan satu-satunya negara yang secara geografisnya terletak di
kawasan Asia Tenggara merupakan anggota dari komunitas negara-negara berbahasa Portugis,
denganmmasuknya Timor Leste ke dalam ASEAN maka otomatis Timor Leste juga akan
menjadi jembatan antara ASEAN dengan CPLP (Comunidade dos Pasises da
Lingua Portuguesa).
Negara Timor Leste mengajukan diri untuk menjadi anggota ASEAN sejak 2011.
Waktu itu, Indonesia dan Malaysia mendukung tapi Singapura dan Laos menolak dengan
alasan ada kesenjangan yang tinggi antara Timor Leste dengan negara-negara ASEAN lainnya

9
Seran, R. (2018). Strategi Pemerintah Republik Indonesia dalam Penanganan Masalah Pelintas Batas
Indonesia-Timor Leste (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
dalam konteks ekonomi dan infrastruktur, sehingga dikhawatirkan tidak bisa
mengejar ketertinggalan.
Negara-negara ASEAN sedang berada dalam tahap konsolidasi dimana mereka telah
menyesuaikan infrastruktur ekonomi dan beberapa lembaga yang diperlukan guna sinkronisasi
kerja dalam kerangka ASEAN. Sementara, Timor Leste yang baru merdeka belum sampai 20
tahun, kini sedang berencana masuk ke ASEAN. Dengan profil negara yang masih terbilang
muda dengan bangunan politik, pemerintahan dan ekonomi yang masih rapuh di khawatirkan
hal ini berpotensi menjadi masalah di masa depan dan akan menghambat integrasi ASEAN
menjadi Komunitas ASEAN di tahun 2015.
Timor Leste berusaha untuk memajukan negaranya dalam berbagai sektor, terutama
pada sektor ekonomi sosial dan politiknya. Oleh sebab itu, Timor Leste ingin menjadi bagian
dari negara-negara ASEAN. Sedangkan, bagi Timor Leste mengasumsikan bahwa, dengan
menjadi negara ASEAN, dapat mendorong kemajuan dalam berbagai bidang. Sebagai negara
yang baru merdeka, Timor Leste memiliki banyak hal yang perlu diperbaiki. Baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial dan keamanan.
Timor Leste masih mengalami kerentanan dalam politik dalam negeri dan ekonomi
yang belum mapan. Seperti misalnya, dalam segi ekonomi, Timor Leste masih tergantung pada
pasokan dari Indonesia terutama dalam kebutuhan primer seperti sembako hingga Bahan Bakar
Minyak. Kemudian, Timor Leste masih dihadapkan dengan masalah kemiskinan. Timor Leste
memiliki banyak hal yang perlu dibenahi dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyatnya. Oleh
sebab itu, Timor Leste membutuhkan suatu kerjasama vang solid dengan negara-
negara lainnya.
Dalam hal in, Timor Leste melihat ASEAN yang terus mengalami perkembangan yang
cukup signifikan, baik dalam ranah regional maupun internasional. Hal in dibuktikan dengan
kerjasama ASEAN yang semakin dinamis dan solid baik antar negara anggotanya sendiri
ataupun negara lain di luar ASEAN. Sebagai sebuah organisasi, ASEAN dianggap dapat
memberikan keuntungan bagi negara anggotanya melalui kerja sama dalam berbagai bidang.
Dengan adanya ASEAN, negara-negara di Asia Tenggara menjadi semakin terintegrasi
melalui kerjasama yang saling menguntungkan. Dengan melihat peluang tersebut, Timor Leste
menginginkan kesempatan yang sama dengan negara anggota ASEAN lainnya dalam rangka
memperbaiki kondisi negaranya dalam berbagai bidang. Keinginan tersebut semakin
dipertegas oleh Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao.
Terkait dengan keinginan Timor Leste di ASEAN, hal ini dapat dilihat dari target
diplomasi Timor Leste yang menyatakan, "aktif menjalin kerja sama dengan ASEAN, dan
berusaha untuk menjadi anggota ASEAN". Jalinan kerja sama dan hubungan luar neger ini di
pertegas dalam Undang Undang Dasar Republik Demokratis Timor Leste, Pasal 8, ayat 2 dan
4 dengan jelas menyatakan posisi kebijakan luar negeri Timor Leste. Pasal 2, menerangkan
bahwa: "Republik Demokratis Timor Leste akan membangun hubungan persahabatan dan
kerja sama dengan semua bangsa lain, dengan tujuan untuk mencapai penyelesaian konflik
secara damai, pelucutan senjata yang umum, serentak dan teratur, penciptaan suatu sistem
pengamanan bersama serta penciptaan suatu orde ekonomi internasional yang baru, yang
mampu menjamin perdamaian dan keadilan dalam hubungan antarbangsa".
Sementara itu, ayat 4 menyatakan bahwa: “Republik Demokratis Timor Leste
akan menjalin ikatan persahabatan dan kerja sama khusus dengan negara-negara
tetangganya dan negara-negara sekawasan.”
Dari berbagai pernyataan di atas, mengindikasikan adanya suatu orientasi politik luar
negeri Timor Leste yang condong terhadap kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadikan Timor
Leste menganggap berafiliasi dengan ASEAN akan lebih menguntungkan dibandingkan jika
berafiliasi dengan organisasi lainnya seperti Pacific Island Forum.
Oleh karena itu, dalam upayanya menjadi anggota ASEAN, langkah awal yang
dilakukan Timor Leste yaitu mengajukan diri untuk menjadi anggota ASEAN. Pada tanggal 4
Maret 2011, Timor Leste secara resmi mengajukan formal application kepada Indonesia selaku
ketua ASEAN. Kemudian, pada KTT ke-18 ASEAN di Jakarta pada bulan Mei 2011, Timor
Leste baru melengkapi permohonan keanggotaan kepada kesepuluh negara anggota ASEAN.
Hal ini menandai keinganan kuat Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN. Meskipun saat
ini Timor Leste masih berstatus sebagai observer, namun Timor Leste telah aktif dalam berbagai
kegiatan ASEAN dalam kapasitanya sebagai peninjau atau observer. Sejak dilaksanakannya
Bali Democracy Forum pada tahun 2008, Timor Leste tidak pernah absen dari
kegiatan tersebut. Hal in menandai bahwa Timor Leste komitmen penuh untuk menjadi anggota
ASEAN. Namun, dalam menanggapi hal tersebut, tidak semua negara mendukung keanggotaan
Timor Leste. Bahkan, beberapa negara memberikan sinyal atas keberatannya. Meskipun
demikian juga ada negara yang mendukung Timor Leste.10
Beberapa negara seperti Myanmar dan Singapura merasa Timor Leste belum bisa
menjadi anggota ASEAN. Singapura bahkan memberikan opsi untuk menunda memasukkan
Timor Leste dan mengusulkan untuk menunggu waktu yang tepat bagi Timor Leste. Hal seperti
in memang sewajarya terjadi terhadap negara baru yang ingin masuk untuk menjadi anggota
ASEAN. Mengingat menambahkan anggota baru perlu pertimbangan yang serius dan
melibatkan seluruh negara anggota. Namun, dalam proses penerimaan Timor Leste untuk
masuk menjadi anggota ASEAN, diperlukan waktu yang sangat panjang, lebih dari 6 tahun
terhitung sejak Timor Leste menyerahkan formal application pada tahun 2011 hingga sekarang.
Jangka waktu tersebut termasuk jangka waktu yang cukup panjang jika dibandingkan dengan
anggota ASEAN yang masuk sebelumnya.
Terdapat beberapa faktor yang menghambat keanggotaan Timor Leste di ASEAN baik
faktor internal maupun eksternal. Faktor internal tersebut meliputi adanya keberatan dari
beberapa negara anggota yang meragukan kapasitas Timor Leste untuk menjadi anggota
ASEAN. Mengingat konsesus dalam menambahkan anggota berada di tangan negara anggota,
maka status keanggotaan Timor Leste belum dapat ditetapkan.
Berbeda dengan respon negara-negara tersebut, Indonesia yang merupakan salah satu
negara pendiri ASEAN menyatakan dukungannya terhadap Timor Leste. Indonesia secara
langsung menyatakan dukungannya. Dukungan tersebut tidak hanya pada era kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saja, namun dukungan tersebut masih mengalir pada era
kepemimpinan Joko Widodo.
Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia
berkomitmen menyatakan dukungannya bahkan sejak awal Timor Leste menyatakan niatnya
untuk bergabung dengan ASEAN. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia,
Marty Natalegawa pada kunjungan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao pada
tanggal 23 Maret 2011. Kunjungan tersebut juga mengagendakan pembahasan dan tindak lanjut
permohonan Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN. Pada pertemuan tersebut, Marty
Natalegawa memberikan dukungannya kepada Timor Leste, dengan alasan bahwa Timor Leste
secara geografis dan geopolitik merupakan bagian dari Asia Tenggara. Marty menegaskan
10
SOARES, D. S. (2015). UPAYA-UPAYA TIMOR LESTE MENJADI ANGGOTA ASEAN KE-11 (Doctoral
dissertation, UPN" Veteran" Yogyakarta).
bahwa, "Secara geografis dan geopolitik, Timor Leste merupakan bagian dari Asia Tenggara,
sehingga bergabungnya ke ASEAN hanya masalah waktu saja". Dalam kesempatan yang lain
Marty juga mengatakan bahwa dukungan Indonesia tersebut karena secara geografis, Timor
Leste berbatasan langsung dengan Indonesia. 11
Bahkan, dalam pertemuan tersebut Indonesia dan Timor Leste merencanakan untuk
berkunjung ke Singapura dalam rangka membahas keanggotaan Timor Leste. Singapura
diketahui sebagai salah satu negara yang keberatan dengan masuknya Timor Leste. Oleh karena
itu, Indonesia membantu Timor Leste untuk meyakinkan Singapura agar bersedia menerima
Timor Leste. Hal in membuktikan bahwa dukungan Indonesia bukan hanya sebatas pernyataan,
tetapi juga meliputi tindakan.12
Selanjutnya, melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Michael Tene, Indonesia
menjelaskan perihal permohonan keanggotaan Timor Leste, bahwa keanggotaan Timor Leste
masih terganjal oleh beberapa negara ASEAN yang belum bisa menerima keanggotaan negara
tersebut. Dalam pernyataannya
Tene mengatakan bahwa:
"Indonesia mendukung 100 persen Timor Leste masuk menjadi anggota baru
ASEAN. Saya rasa sikap dan pernyataan ini telah kami tegaskan berkali-kali.
Namun, keanggotaan ASEAN kan tidak hanya diputuskan oleh satu negara saja.
Saat ini masih berkembang proses permohonan Timor Leste karena masih harus
melihat beberapa hal”
Dalam pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa meskipun Indonesia mendukung
penuh sekalipun, namun tidak lantas menjamin Timor Leste dapat masuk ke ASEAN. Hal ini
disebabkan karena keputusan menjadikan Timor Leste untuk masuk ke ASEAN berada dibawah
konsesus kesepuluh negara ASEAN.13
Setelah sekian lama menunggu akhirnya para pemimpin ASEAN memberikan lampu
hijau atau sepakat untuk mengakui Timor Leste sebagai anggota ASEAN ke-11. Para pemimpin
negara ASEAN (Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara) dalam konferensi tingkat tinggi
(KTT) ke-40 dan 41 di Ibu Kota Pnom Penh, Kamboja, Jumat (11/11/2022) setuju untuk
mengakui Timor Leste sebagai anggota ASEAN.
"Kami pada prinsipnya setuju untuk mengakui Timor Leste sebagai anggota kesebelas
ASEAN," demikian bunyi pernyataan bersama dikeluarkan para pemimpin ASEAN sehabis
KTT. Proses selanjutnya untuk menjadi anggota penuh akan diajukan dalam KTT tahun depan
di Jakarta. Selama belum menjadi anggota penuh, Timor Leste diberi status sebagai negara
peninjau dan membolehkan untuk mengikuti semua pertemuan ASEAN, termasuk KTT.
Ketika ditanya kenapa akhirnya ASEAN memberi lampu hijau kepada Timor Leste, itu terjadi
karena lamaran untuk menjadi anggota ASEAN sudah diajukan Timor Leste sejak tahun 2011,

11
Antara News. 2011. RI Supports Timor Leste's wish to join ASEAN before 2015. Diakses melalui
http:/www.antaranews.com/en/news/69469/r-supports-timor-lestes-wish-to-join-ascan-before-
2015 [22 Oct. 23]
12
Adini, E. D. (2017). Dukungan Indonesia Terhadap Keanggotaan Timor Leste di ASEAN.
13
Viva. 2013. Indonesia 100 Persen Dukung Timor Leste Masuk ASEAN. Diakses melalui
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/399490-indonesia-100-persen-dukung-timor-leste-masuk-
Asean [22 Oct. 2023]
dan Timor Leste menunjukkan keseriusan untuk memenuhi standar dan kriteria
menjadi anggota ASEAN.14

14
Voaindonesia. 2022. ASEAN Setuju Akui Timor Leste Sebagai Anggota ASEAN. Diakses melalui
https://www.voaindonesia.com/amp/asean-setuju-akui-timor-leste-sebagai-anggota-asean/6830893.html [22 Oct.
2023]
KESIMPULAN
1. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Timur Leste ingin merdeka dari Indonesia
yaitu disebabkan sudah tersebarnya berita tentang pelanggara HAM di Timor Leste oleh
tentara Indonesia, dan juga dipengaruhi oleh perubahan iklim politik internasional kala
itu. Dan akhirnya setelah referendum dilakukan Pada tanggal 30 Agustus 1999, rakyat
Timor Timur memilih merdeka (78,5%). Sehingga setelah penghitungan suara hasil
referendum dilakukan, Timor Timur tidak lagi menjadi wilayah Indonesia. Pada tanggal
20 Oktober 1999, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut keputusan
penyatuan Timor Timur dengan Indonesia. Dengan keputusan MPR Indonesia yang
mencabut keputusan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia, Timor Timur secara
resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002. Ketika Timor Timur menjadi anggota PBB,
mereka memutuskan untuk memakai nama Portugis yaitu “Timor Leste” sebagai nama
resmi negara mereka. Keputusan simbolik yang menggambarkan pemisahan
sepenuhnya dari Indonesia
2. Negara Timor Leste mengajukan diri untuk menjadi anggota ASEAN sejak 2011.
Waktu itu, Indonesia dan Malaysia mendukung tapi Singapura dan Laos menolak
dengan alasan ada kesenjangan yang tinggi antara Timor Leste dengan negara-negara
ASEAN lainnya dalam konteks ekonomi dan infrastruktur, sehingga dikhawatirkan
tidak bisa mengejar ketertinggalan. Terdapat beberapa faktor yang menghambat
keanggotaan Timor Leste di ASEAN baik faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal tersebut meliputi adanya keberatan dari beberapa negara anggota yang
meragukan kapasitas Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN. Mengingat konsesus
dalam menambahkan anggota berada di tangan negara anggota, maka status
keanggotaan Timor Leste belum dapat ditetapkan. Berbeda dengan respon negara-
negara tersebut, Indonesia yang merupakan salah satu negara pendiri ASEAN
menyatakan dukungannya terhadap Timor Leste. Indonesia secara langsung
menyatakan dukungannya. Setelah sekian lama menunggu akhirnya para pemimpin
ASEAN memberikan lampu hijau atau sepakat untuk mengakui Timor Leste sebagai
anggota ASEAN ke-11. Para pemimpin negara ASEAN (Perhimpunan Negara-negara
Asia Tenggara) dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) ke-40 dan 41 di Ibu Kota Pnom
Penh, Kamboja, Jumat (11/11/2022) setuju untuk mengakui Timor Leste sebagai
anggota ASEAN.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E. R. (2021). Pengantar hukum internasional. Penerbit
Alumni.
Sujatmoko, A. (2005). Tanggung jawab negara atas pelanggaran berat HAM: Indonesia,
Timor Leste, dan lainnya. Grasindo.

Jurnal:
Adini, E. D. (2017). Dukungan Indonesia Terhadap Keanggotaan Timor Leste di
ASEAN.
Boro, L. R. (2014). Jajak Pendapat Timor Timur Dalam Perspektif Perlindungan Hukum
Masyarakat Sipil Pasca Konvensi Jenewa 1949. Masalah-Masalah Hukum,43(3),
380 388.
Habibie, B. J. (2006). Detik-Detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju
Demokrasi. Jakarta: THC Mandiri.
Kusuma, A. J. (2017). Pengaruh Norma HAM Terhadap Proses Kemerdekaan Timor
Leste dari Indonesia. Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 7(1), 1-13.
LOBATO, L. M. B. F. (1993). STATUS TIMOR TIMUR DITINJAU DARI SEGI
HUKUM PENGAKUAN INTERNASIONAL (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Risse, T. (1999). The Power of Human Rights-International Norms and Domestic Change.
New York: Cambridge University Press.
Riyanto, S. (2012). Kedaulatan Negara Dalam Kerangka Hukum Internasional
Kontemporer. Yustisia Jurnal Hukum, 1(3).
Seran, R. (2018). Strategi Pemerintah Republik Indonesia dalam Penanganan Masalah
Pelintas Batas Indonesia-Timor Leste (Doctoral dissertation, Universitas
Airlangga).
SOARES, D. S. (2015). UPAYA-UPAYA TIMOR LESTE MENJADI ANGGOTA
ASEAN KE-11 (Doctoral dissertation, UPN" Veteran" Yogyakarta).
Internet:
Antara News. 2011. RI Supports Timor Leste's wish to join ASEAN before 2015. Diakses
melalui http:/www.antaranews.com/en/news/69469/r-supports-timor-lestes-wish
to-join-ascan-before-2015 [22 Oct. 23]
Viva. 2013. Indonesia 100 Persen Dukung Timor Leste Masuk ASEAN. Diakses melalui
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/399490-indonesia-100-persen-dukung timor-
leste-masuk-Asean [22 Oct. 23]
Voaindonesia. 2022. ASEAN Setuju Akui Timor Leste Sebagai Anggota ASEAN.
Diakses melalui https://www.voaindonesia.com/amp/asean-setuju-akui-timor
leste-sebagai-anggota-asean/6830893.html [22 Oct. 23]

Anda mungkin juga menyukai