Anda di halaman 1dari 7

NO : PAN/K3/004/I/2022

REVISI : 0
TGL. DIBERLAKUKAN : 03 Januari 2022

PANDUAN
PENANGANAN KEJADIAN HENTI JANTUNG
KODE BIRU/CODE BLUE
PUSKESMAS KEBUMEN III
TAHUN 2022

KETUA TIM MFK PJ MUTU

Hayriyah Safari, A.Md.Kep dr. Amelia Rahmawati


NIP. 19881026 201101 2 010 NIP. 19870513 201502 2 001

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Kebumen III

drg. Mira Maria Mirza


NIP. 197905042006042014

PUSKESMAS KEBUMEN III


Jalan : Mangkusari No. 04 Kutosari Kebumen Telpon ( 0287 ) 382898
Kodepos 54317 email:puskkebumen3@gmail.com
PANDUAN TERTULIS UNTUK PENANGANAN KEJADIAN HENTI JANTUNG
KODE BIRU/CODE BLUE

A. DEFINISI
Henti jantung mendadak atau sudden cardiac arrest adalah kondisi ketika jantung berhenti berdetak
secara tiba-tiba. Kondisi ini menyebabkan penderitanya hilang kesadaran dan bahkan berhenti bernapas.
Henti jantung mendadak terjadi akibat gangguan pada listrik jantung sehingga jantung berhenti
memompa darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otak permanen sampai
kematian. Penderita perlu diberikan pertolongan pertama berupa CPR (Cardiopulmonary resuscitation)
atau dikenal juga dengan sebutan RJP (Resusitasi Jantung Paru) dan kejut jantung, agar tidak terjadi
komplikasi.
Henti jantung mendadak berbeda dengan serangan jantung. Serangan jantung terjadi karena
penyumbatan pembuluh darah. Sementara henti jantung mendadak disebabkan oleh ventrikel fibrilasi.
Namun, ventrikel fibrilasi juga dapat disebabkan oleh serangan jantung.
Ventrikel fibrilasi merupakan salah satu jenis gangguan irama jantung (aritmia). Kondisi ini ditandai
dengan ventrikel (bilik) jantung yang hanya bergetar, bukan berdenyut untuk memompa darah. Akibatnya,
pasokan darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh akan terhenti.
Henti jantung mendadak dapat dialami oleh siapa saja. Namun, kondisi ini lebih berisiko pada orang
yang memiliki riwayat penyakit jantung berupa:
1. Penyakit jantung koroner;
2. Penyakit otot jantung (kardiomiopati);
3. Gangguan katup jantung;
4. Penyakit jantung bawaan, seperti tetralogy of Fallot ;
5. Sindrom Marfan;
6. Torsade de pointes.
Selain pada penderita penyakit jantung, faktor-faktor yang meningkatkan risiko terjadinya henti
jantung mendadak adalah:
a. Kebiasaan merokok
b. Obesitas dan obesitas morbid
c. Diabetes
d. Sleep apnea
e. Gagal ginjal kronis
f. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
g. Kadar kolesterol tinggi
h. Wolf Parkinson White syndrome
i. Ketidakseimbangan kadar kalium dan magnesium dalam darah
j. Penggunaan NAPZA, seperti kokain atau amfetamin
k. Riwayat penyakit jantung atau henti jantung mendadak dalam keluarga
l. Jarang berolahraga dan tidak aktif bergerak
Henti jantung mendadak merupakan kondisi yang terjadi secara tiba-tiba. Pada umumnya, gejala
utama henti jantung mendadak adalah pingsan. Namun, sebagian penderita henti jantung mendadak dapat
mengalami gejala awal berupa:
1. Pusing;
2. Lemas;
3. Nyeri dada;
4. Sesak napas;
5. Jantung berdebar.

Kode Biru/Code Blue adalah kode panggilan yang menandakan adanya kondisi kegawatdaruratan
pasien (Henti Nafas dan Henti Jantung). Kode ini sudah digunakan sejak tahun 2010 dalam guideline AHA,
dan diperkuat dengan guideline AHA 2015.
Code blue adalah kode sistem aktivasi untuk kondisi gawat darurat untuk pasien yang membutuhkan
pertolongan dan penanganan medis sesegera mungkin seperti pada kasus pasien mengalami henti
jantung. Code blue adalah kode warna yang terdapat di rumah sakit atau instansi kesehatan lainnya yang
digunakan untuk memberitahu tim respon cepat mengenai adanya kondisi gawat darurat dan lokasi
terjadinya. Petugas yang berkerja di instansi kesehatan wajib mengetahui arti dari kode yang digunakan
karena merupakan tanda dari kondisi kegawatdaruratan yang perlu dilakukan tindakan segera. Kode warna
dibuat agar dapat menyampaikan informasi yang segera secara ringkas dan tepat ke personil rumah sakit
untuk menangani keadaan emergensi tersebut tanpa membuat pelayanan kesehatan menjadi dalam
keadaan panik. (https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1182/mengenal-istilah-code-blue)
Tim dari Code blue yang melaksakan pertolongan medis pada pasien henti jantung akan melakukan
bantuan hidup dasar agar dapat mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital organ. Bantuan hidup
dasar merupakan tindakan intervensi yang terdiri atas pemberian kompresi dada dan bantuan nafas yang
sesuai dengan panduan oleh American Heart Association.
Tim code blue dapat terdiri dari 3 hingga 5 orang yang sudah mendapatkan pelatihan dalam bantuan
hidup dasar. Tim code blue adalah tim siap siaga yang akan tiba ditempat kejadian segera mungkin untuk
melakukan bantuan hidup dasar. Harapan waktu yang diperlukan untuk datang ke lokasi kejadian adalah 5
sampai 10 menit untuk memenuhi standar layanan dari sistem code blue. Jika melebihi waktu standar yang
ditargetkan, harapan hidup pasien akan semakin menurun dengan waktu yang terbuang tanpa
memberikan tindakan bantuan hidup dasar, dengan demikian istilah Code blue perlu diketahui terutama
oleh orang yang bekerja pada instansi kesehatan agar dapat menolong dan merespon kejadian gawat
darurat dengan segera.

B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penanganan kejadian henti jantung atau Kode Biru/Code Blue merupakan tahapan
pengawasan kegawatdaruratan sebagai berikut:
1. Pengenalan tanda awal keadaan kondisi kritis akut (Early Warning System Score) Panggilan Code Blue;
2. Komponen Kode Biru/Code Blue
3. Alur Code Blue dan Tindakan Resusitasi Jantung Paru;
4. Pengelolaan pasien pasca Resusitasi Jantung Paru;
5. Laporan dan evaluasi Code Blue.
C. TATA LAKSANA

No. Proses Uraian


1. Pengenalan tanda 1. EWSS terdiri dari 7 parameter yang terdiri dari:
awal keadaan
a. Pernafasan; e. Tingkat kesadaran;
kondisi kritis akut
b. Saturasi oksigen; f. Suhu;
(Early Warning
c. Tekanan darah sistolik; g. Pasien dengan alat bantu
System Score)
d. Nadi; nafas, tambahan skor 2.

Masing-masing parameter akan dikonversikan kedalam bentuk angka,


dimana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien
sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera
mungkin. Pengkajian EWS dapat dilakukan pada pasien baru di IGD dan
ruang rawat inap/nifas.

2 Komponen Kode 1. Pelaksana Code Blue terdiri atas tenaga medis dan perawat/bidan
Biru/ Code Blue terlatih yang secara sistematis diatur untuk melaksanakan pertolongan
kedaruratan dalam rumah sakit. Pelaksana Code Blue yang selanjutnya
disebut Tim Code Blue memiliki persyartaan:
a. Mampu mengenali tanda kegawatdaruratanan medis;
b. Mampu menjelaskan system Code Blue sesuai standard layanan
rumah sakit;
c. Mampu melaksanakan tindakan penatalaksana Bantuan
Hidup Dasar dengan penggunaan AED serta Bantuan Hidup Lanjut;
d. Mampu melakukan tindakan Advance airway
Breathing dan Breathing Management;
e. Mampu melakukan tindakan Initial Assesment (pengkajian awal) dan
lanjutan pada kedaruratan medis;
f. Mampu menjelaskan algoritma berbagai kegawatan jantung;
g. Mampu menjelaskan tehnik penggunaan AED;
h. Mampu melakukan tindakan Transportasi dan Rujukan pasien kritis.

2. System Komunikasi Tim Code Blue


System komunikasi di Puskesmas dalam pemanggilan petugas tim Code
Blue dengan aktivasi yang disepakati. Panggilan Code Blue dengan
menyebutkan lokasi kejadian secara terperinci, jumlah korban dan
kejadian yang dialami. Semua petugas Puskesmas diharapkan mampu
mengaktivasi Tim Code Blue, tidak terbatas pada perawat atau tenaga
medis dan paramedic yang berada di ruang perawatan. Setelah
pelaporan oleh petugas yang menemui korban maka Tim Code Blue
segera berlari memberikan bantuan dalam waktu 5-10 menit sejak
diaktivasi.
3. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki
Tim Code Blue memilki sarana dan prasarana yang sangat penting
dalam pertolongan kedaruratan. Alat bantu yang digunakan adalah
sejumlah alat emergency (Emergency Kit) berisi alat airway, breathing,
circulation, infuse set beserta cairan infus dan obat emergensi. Obat-
obatan resusitasi seperti Ephyneprin, amiodaron, Methylprednisolon,
Vasopressin harus tersedia.
4. Sarana transport yang dibutuhkan
Alat untuk transportasi yang simple sesuai rute yang akan ditempuh
untuk melakkan evakuasi harus tersedia, berupa brankat, long spine
board, scope strechter dan alas resusitasi.
3. Alur Code Blue dan 1. Kejadian Henti Jantung di Puskesmas tidak terbatas pada pasien saja,
Tindakan tetapi bisa menimpa penunggu pasien, keluarga pasien, pengunjung
Resusitasi Jantung dan petugas. Sehingga dibutuhkan edukasi dan kemampuan seluruh
Paru; petugas Puskesmas untuk dapat berespon terhadap kejadian Henti
Jantung yang menimpa siapa saja. Seluruh petugas Puskesmas harus
mampu melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Aktivasi Code Blue.
Sehingga dibutuhkan pelatihan untuk seluruh petugas di Puskesmas
tentang Aktivasi Code Blue dan Bantuan Hidup Dasar.

Ambil
Emergency kit

Cek Irama/Beri obat


emergency/Lakukan
rujukan

2. Bila korban ditemukan korban tidak sadar maka langkahnya adalah:


a. Saat seorang penolong tiba di tempat kejadian maka penilaian
pertama yang harus dilakukan adalah menilai potensi bahaya pada
lokasi yang mungkin mengancam pasien, penolong ataupun orang
lain di sekitar tempat kejadian
b. Bila menemui korban tiba-tiba tidak sadar atau pingsan segera
berteriak minta tolong untuk aktivasi Tim Code Blue.
c. Bila penolong lebih dari satu orang maka, penolong pertama tetap
memberikan bantuan kepada korban sedang penolong kedua
mengaktivasi Code Blue.
d. Penolong kedua mengaktivasi Code Blue dengan menelpon Tim
Code Blue dan menyebutkan nama penelpon, kejadian, jumlah
korban dan lokasi kejadian secara terperinci.
e. Penolong kedua kembali ke korban dengan membawa trolly atau kit
emergency dan AED bila ada.
f. Penolong pertama lakukan cek respon kesadaran korban. Respon
pasien dinyatakan dengan derajat AVPU (Alert, Verbal/Voice, Pain,
Unresponsive). Alert untuk sadar penuh tanpa rangsangan dari luar,
Verbal/Voice untuk merespon rangsangan suara dengan benar, Pain
apabila ada respon terhadap rangsangan nyeri berupa penekanan
sternum dengan buku-buku jari tangan dan Unresponsive apabila
sama sekali tidak ada respon
g. Lakukan cek nadi karotis dan cek nafas kurang dari 10 detik.

h. Jika nadi tidak teraba lakukan 30 kali kompresi dan ventilasi 2 kali
i. Sedangkan jika nadi teraba tetapi tidak ada nafas maka berikan
ventilasi selam 6 detik sekali (10-12 x/menit)
j. Atur posisi korban terlentang di atas permukaan yang datar dan
keras
k. Posisi penolong berlutut disamping pasien atau berdiri di samping
tempat tidur pasien
l. Letakan tumit telapak tangan pada pertengahan dada dengan
telapak tangan ditumpuk dengan jari ditautkan
m. Lakukan kompresi dengan kedalaman 5-6 cm dengan kecepatan
100- 120 x/ menit

n. Periksa jalan nafas korban apakah teerdapat sumbatan jalan nafas


atau tidak. Bersihkan jalan nafas korban dan buka jalan nafasnya.
o. Berikan nafas 2 kali dengan jarak antar bantuan nafas 6 detik.
p. Jika korban sudah bernafas normal tempatkan korban pada
Recovery Position

4. Pengelolaan pasien Proses patofisiologis komplek yang terjadi setelah henti jantung adalah
pasca Resusitasi iskemik seluruh tubuh, utamanya sel otak. Saat mengalami henti jantung
Jantung Paru; dan respon reperfusi yang mengikuti keberhasilan resusitasi disebut
sindrom pascahentijantung, sehingga pasien perlu segera dirujuk ke RS
yang sesuai untuk mendapat penanganan lanjut yang diperlukan.
5. Laporan dan Laporan Kejadian Kode Biru/Code Blue di lakukan oleh Petugas dari
evaluasi Code Blue
unit/Ruang kejadian bersama tim Code Blue kepada Koordinator Program
Keselamatan dan Keamanan Puskesmas, Penanggungjawab Upaya
Kesehatan Perseorangan dan Kepala Puskesmas.

D. DOKUMENTASI
1. Laporan pelaksanaan kejadian Kode Biru/Code Blue tahunan.
2. Laporan hasil monitoring/inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat emergency kit.
3. Laporan hasil simulasi atau sosialisasi penanganan henti jantung atau Kode biru/Code Blue dan
evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai