Anda di halaman 1dari 45

Analysis of Variance

(ANOVA)
Latar Belakang
Analisis Model Efek Tetap
Validasi Model
Uji Kecukupan Model
Interpretasi Hasil
Objectives
• Mahasiswa mampu merancang percobaan dengan perlakuan tunggal
secara tepat
• Mahasiswa mampu melakukan analisis varian (ANOVA) faktor tunggal
• Mahasiswa mampu memvalidasi kualitas model rancangan percobaan
• Mahasiswa mampu menarik kesimpulan secara tepat menggunakan
analisis statistik formal
Latar Belakang
Contoh Kasus (1)
Untuk menguji hubungan
pengaturan daya RF (frekuensi
radio) suatu alat plasma etching*
pada laju pengupasan wafer**,
seorang insinyur menguji empat
level daya: 160, 180, 200, dan 220
W.
Insinyur tersebut menggunakan
gas heksafluoroetena (C2F6) dan
celah 0,8 cm (Lihat alat).
*) Sejenis alat untuk menembakkan plasma
**) Pelat pada sirkuit elektronik
Latar Belakang
Contoh Kasus (2)
Untuk setiap daya yang diuji, percobaan dilakukan pada 5 wafer. Kedua-puluh
run eksperimen dilaksanakan dengan urutan acak agar terhindar dari faktor-
faktor yang tidak diketahui (level faktor, a = 4 dan replikasi, n = 5).
Hasil percobaan ditabulasikan dalam Table 3.1.
Latar Belakang
Contoh Kasus (3)
Metode termudah untuk memahami data di Contoh 3.1 adalah melalui
analisis grafis sederhana. Fig 3.2a dan Fig 3.2b menampilkan plot kotak dan
diagram tabur

Dari Fig 3.2, tampak jelas bahwa daya mempengaruhi laju pengupasan
Latar Belakang
Contoh Kasus (4)
• Apabila kita ingin menganalisis secara lebih objektif, yaitu menguji apakah
rataan laju pengupasan di tiap daya memiliki perbedaan
• Eksperimen ini dapat diuji dengan menggunakan uji t pada tiap pasangan
level (jumlah pasangan untuk 4 level adalah C24 = 6 kombinasi)
• Pengujian dengan metode di atas akan memakan waktu dan menyebabkan
kemungkinan error yang besar
• Untuk menghindari kesalahan, digunakan analisis varian (ANOVA)
Latar Belakang
Pemodelan Data
• Hasil eksperimen pada contoh kasus sebelumnya dapat dimodelkan
sebagai berikut:
– yij = µi + ϵij (3.1)
nilai pengamatan sama dengan mean perlakuan i ditambah noise
– µi = µ + τi (3.2)
mean perlakuan i sama dengan mean overall ditambah efek perlakuan i
– Sehingga yij = µ + τi + ϵij (3.3)
model ini disebut juga model ANOVA faktor tunggal
i dan j berurutan mengindikasikan perlakuan (level) dan replikasi
• Pemodelan di atas dapat dibagi menjadi dua kategori, tergantung
situasinya.
– Apabila perlakuan telah ditentukan secara spesifik oleh pelaksana
eksperimen, model menjadi model efek tetap
– Apabila perlakuan tidak dianggap secara eksplisit dalam analisis, maka τi
merupakan variabel acak. Model ini disebut model efek acak
Analisis Model Efek Tetap
Pengembangan Hipotesis
• Pengembangan hipotesis dalam analisis model efek
tetap didasarkan pada Eq 3.2, dimana analisis
ditekankan pada efek perlakuan
• Hipotesis dapat diekspresikan dengan dua cara:
– Didasarkan pada nilai mean tiap variabel:
• H0: µ1 = µ2 = µ3 = ….
• H1: µi ≠ µj minimal untuk satu pasangan (i, j)
– Didasarkan pada nilai efek perlakuan:
• H0: τ1 = τ2 = τ3 = …. = 0
• H1: τi ≠ 0 minimal untuk satu i
Analisis Model Efek Tetap
Formulasi
• Nilai rata-rata pengamatan untuk perlakuan i dengan
n
1
n replikasi: y  y i. (3.4) ij
n j 1

• Nilai rata-rata pengamatan keseluruhan dengan n a n


replikasi dan a perlakuan: y  N1  y (3.5) .. ij
i 1 j 1

• Jumlah kuadrat beda total: a n


SS   ( y  y ) 2
T
(3.6)
i 1 j 1
ij ..

• Persamaan di atas dapat dibedah menjadi


a n a a n

 ( y  y )  n ( y  y )   ( y  y ) (3.7)
i 1 j 1
ij ..
2

i 1
i. ..
2

i 1 j 1
ij i.
2

Persamaan 3.7 disebut juga identitas dasar ANOVA


µi - µ yij - µi
(τi) (ϵij)
Analisis Model Efek Tetap
Formulasi (lanjutan)
• Bagian pertama ruas kanan Eq 3.7 merupakan jumlah kuadrat
beda rata-rata perlakuan (SSPerlakuan), dan bagian kedua
merupakan beda tiap pengamatan dalam tiap perlakuan yang
disebabkan random error (SSE)
• Kedua SS ini dapat diekspresikan dalam bentuk kuadrat rataan
(MS):
SS Perlakuan SS E
MS Perlakuan  MS E 
a 1 N a

• MSPerlakuan memperkirakan variabilitas antar rata-rata


perlakuan, dan MSE memperkirakan variabilitas di dalam tiap
perlakuan
Analisis Model Efek Tetap
Analisis Statistik
• Apabila perlakuan tidak membuat perbedaan, maka nilai kedua kuadrat
rataan seharusnya sama. Sehingga, analisis statistik dapat dilakukan dengan
membandingkan kedua nilai kuadrat rataan
• Analisis statistik menggunakan F tes:
F0 = MSPerlakuan/MSE
df1 = a (jumlah perlakuan) – 1
df2 = N (jumlah pengamatan) – a
SST dan SSPerlakuan dapat disederhanakan menjadi:
a n
y..2 (3.8)
SS T  y 
2

i 1 j 1
ij
N
1 y..2
a
SS Perlakuan   yi. 
2
(3.9)
n i 1 N
Catatan: y.. didefinisikan sebagai jumlah semua yij, sedangkan yi. merupakan jumlah yij dalam
perlakuan i
Analisis Model Efek Tetap
Contoh 3.1
Menggunakan contoh kasus di awal, penentuan apakah perlakuan
memiliki pengaruh pada eksperimen diuji dengan ANOVA
• SST = 5752 + 5422 + … + 7102 – 12.3552/20
= 72.209,75 Eq 3.8
• SSPerlakuan = 1/5 [27562 + … + 35352] – 12.3552/20
= 66.870,55 Eq 3.9
• SSE = 72.209,75 – 66.870,55 = 5339,20
• F0 = [66.870,55/3]/[5339,20/16] = 66.80
• Dari Apendiks IV, F0,05,3,16 = 3,24
• Karena F0 > 3,24, maka H0 ditolak dan disimpulkan bahwa
perlakuan memiliki pengaruh dalam eksperimen
Analisis Model Efek Tetap
Contoh 3.1 (lanjutan)
Analisis Model Efek Tetap
Latihan 1
Tensile strength suatu merek semen diteliti
menggunakan empat teknik pencampuran yang berbeda.
Sebuah percobaan acak pun dilakukan dengan 4 repetisi
dan hasil berikut diperoleh:
Teknik Pencampuran Tensile Strength (lb/in2)
1 3129 3000 2865 2890
2 3200 3300 2975 3150
3 2800 2900 2985 3050
4 2600 2700 2600 2765
Apakah teknik pencampuran mempengaruhi tensile
strength?
Analisis Model Efek Tetap
Solusi Latihan 1

SS DoF MS F Frujukan
Total 643648.44 15
Perlakuan 489740.19 3 163246.73 12.73 3.49
Error 153908.25 12 12825.69

Karena F > Frujukan, teknik pencampuran memiliki


pengaruh signifikan pada tensile strength.
Analisis Model Efek Tetap
Latihan 2
Sebuah percobaan dilangsungkan untuk mengetahui
pengaruh suhu pada densitas bata. Percobaan acak
menghasilkan data berikut:
Suhu Densitas
100 21.8 21.9 21.7 21.6
125 21.7 21.4 21.5 21.4
150 21.9 21.8 21.8 21.6
175 21.9 21.7 21.8 21.4
Apakah suhu mempengaruhi densitas bata?
Analisis Model Efek Tetap
Solusi Latihan 2

SS DoF MS F Frujukan
Total 0.484375 15
Suhu 0.186875 3 0.06229 2.51 3.49
Error 0.2975 12 0.02479
Karena F < Frujukan, suhu tidak berpengaruh secara
signifikan pada densitas bata
• Memodelkan distribusi rasio dua
distribusi χ2 per derajat kebebasannya
Distribusi F • Tergantung dua derajat kebebasan, ν1
dan ν2
Validasi Model
Validasi model terdiri dari 3 bagian:
• Uji residual
• Uji kecukupan model
• Melakukan tindakan korektif
Validasi Model
Uji Residual

Dalam analisis kita, ada 4 asumsi yang dibuat pada


error, yaitu:
– Memiliki rataan nol
– Independen
– Memiliki varian sama (homoscedastic)
– Terdistribusi normal
Uji berikut dapat dilakukan:
– Uji rataan nol
– Uji distribusi normal
– Uji independensi dan homoscedastic
Validasi Model
Uji Rataan Nol

Residual data dihitung dengan mengurangi


nilai data dengan mean perlakuan hitungnya:
eij = yij – ŷi.
*ŷi. diperoleh dengan menggunakan model
Uji rataan nol dapat dilakukan dengan
menghitung nilai rata-rata residual tersebut
Bila perlu, uji hipotesis formal (uji t dengan
MSE sebagai varian) dapat dilakukan
Validasi Model
Uji Distribusi Normal (1)
• Asumsi normalitas dapat diuji dengan memplot residual tiap data
• Pada Contoh 3.1, nilai residual dan plot residualnya dapat dilihat
pada Table 3.6 & Fig 3.4. Nilai probabilitas tiap data dalam gambar
dihitung berdasarkan distribusi t dengan menggunakan MSE sebagai
varian
Validasi Model
Uji Distribusi Normal (2)

Prosedur:
1. Urutkan residual dari nilai
terkecil ke nilai terbesar
2. Hitung nilai persentase
probabilitas kumulatif tiap
residual dengan rumus*:
100(j - 0,5)/n
3. Plot tiap titik dengan nilai
residual di axis-x dan nilai
frekuensi kumulatif di axis-y

*Terdapat beberapa cara metode


namun perbedaan yang dihasilkan
dari rumus yang berbeda dapat
diabaikan
Validasi Model
Uji Distribusi Normal (3)

Prosedur alternatif:
1. Urutkan residual dari nilai
terkecil ke nilai terbesar
2. Hitung nilai persentase
probabilitas kumulatif tiap
residual
3. Cari nilai inversi persentase
probabilitas kumulatifnya*
4. Plot tiap titik dengan nilai
residual di axis-x dan nilai
inversi di axis-y

*Fungsi inversi bergantung pada


distribusi yang diuji
Validasi Model
Uji Distribusi Normal (4)
Validasi Model
Uji Distribusi Normal (5)

Error akibat pembulatan Perhatikan bahwa distribusi sebenarnya


menyebabkan data patah-patah lebih sempit dari distribusi yang diduga
Validasi Model
Uji Independensi dan Homoscedasticity (1)
 Kedua uji ini sering diuji secara bersamaan
menggunakan diagram tabur
 Plot yang sering dilakukan:
Residual vs seri waktu (atau urutan sampel)
Residual vs variabel percobaan
Residual vs nilai hitung/prediksi (fitted values)
Residual vs nilai yang diukur
Residual vs residual sebelumnya
Validasi Model
Uji Independensi dan Homoscedasticity (2)
Contoh plot residual terhadap urutan run (Figure 3.5), maupun terhadap
nilai hitung atau fitted values (Figure 3.6)
Validasi Model
Uji Independensi dan Homoscedastic (3)
Validasi Model
Uji Statistik untuk Kesamaan Varian
• Hipotesis:
H0: σ12 = σ22 = … = σa2
H1: salah satu tidak sama
• Metode yang paling banyak digunakan adalah tes Bartlett
• Tes dilakukan dengan menggunakan tes chi-square dengan
derajat kebebasan a – 1
• H0 ditolak apabila χ02 > χ2α,a-1
• Rumus: q
 02  2.3026 a
c
a  (n  1)S
i i
2

q  ( N  a ) log10 S p2   (ni  1) log10 Si2 S p2  i 1


i 1 N a
1  a

c  1   (ni  1) 1  ( N  a ) 1 
3(a  1)  i 1 
Validasi Model
Contoh 3.4
• Untuk contoh 3.1, tes Bartlett dapat digunakan untuk memeriksa
ketidaksamaan dalam varian. Varian sampel di tiap perlakuan dihitung
dengan rumus: n

(y
j 1
ij  yi . ) 2
Si2 
n 1

• Diperoleh nilai S12, S22, S32, dan S42 berurutan adalah 400,7; 280,3; 421,3;
dan 232,5
4(400,7)  4(280,3)  4(421,3)  4(232,5)
S p2   333,7
16
q  16 log10 (333,7)  4[log10 400,7  log10 280,3  log10 421,3  log10 232,5]  0,21
1 4 1
c  1 (  )  1,10
3(3) 4 16
0,21
 02  2,3026  0,43
1,10

 Dari Apendiks III, diperoleh χ20,05;3 = 7,81. Oleh karena nilai χ02 < χ2α,a-1, maka
hipotesiss null tidak dapat ditolak
Validasi Model
Uji Kecukupan Model

Terdapat banyak metode untuk memeriksa


kualitas model kita, misalnya:
 Menghitung koefisien regresi Pearson
 Menghitung nilai F
 Memeriksa outliers
 Memeriksa influential points
 Memeriksa plot nilai aktual dan prediksi
Validasi Model
Uji Kecukupan Model
Validasi Model
Tindakan Korektif

 Dilakukan jika uji sebelumnya meragukan


hasil pemodelan
 Opsi yang dilakukan meliputi:
 mengubah model
 mengubah metode regresi
 mencari lebih banyak data
Interpretasi Hasil
Analisis Regresi
• Setelah analisis statistik, hasil penelitian kadang dapat
disimpulkan dengan pengamatan langsung pada grafik (Fig 3.1
dan Fig 3.2)
• Tetapi terkadang, teknik-teknik yang lebih formal seperti
analisis regresi perlu diterapkan (lebih detail di Bab 10)
• Regresi biasanya digunakan pada faktor kuantitatif, dan
biasanya digunakan untuk mengestimasi respon sistem pada
level faktor antara
Interpretasi Hasil
Model Regresi

• Analisis regresi dapat diterapkan pada Contoh 3.1.


• Pertama, model linier dapat dicoba ke data:
y = β0 + β1x + ϵ
β0 dan β1 adalah parameter tak diketahui yang harus diestimasi, sedangkan ϵ adalah error

• Metode estimasi paling umum adalah least square method


• Bila model linier tidak cocok, selanjutnya model dapat
ditingkatkan dengan menambah suku kuadratik
• Fitting model linier dan kuadratik untuk diagram tabur plot
daya x terhadap laju pengupasan y diilustrasikan dalam Fig
3.10
Interpretasi Hasil
Contoh Regresi

Dalam Contoh 3.1 menggunakan metode least square error, diperoleh model linier:
ŷ = 137.62 + 2.527x
dan model kuadratik:
ŷ = 1147.77 - 8.2555x + 0.028375x2
Interpretasi Hasil
Kontras

• Ide kontras digunakan ketika kita ingin mengetahui pada nilai


mana saja faktor berpengaruh
• Misalnya dalam Contoh 3.1, kita dapat mengecek apakah
mean laju pengupasan pada daya 200 W sama dengan mean
laju pengupasan pada daya 220 W. Sehingga hipotesis yang
diuji menjadi:
H0: µ3 = µ4 atau µ3 – µ4 = 0
H1: µ3 ≠ µ4 atau µ3 – µ4 ≠ 0
• Atau bila kita menduga bahwa rataan dua daya terendah sama
dengan rataan dua daya tertinggi:
H0: µ1 + µ2 = µ3 + µ4 atau µ1 + µ2 – µ3 – µ4 = 0
H1: µ1 + µ2 ≠ µ3 + µ4 atau µ1 + µ2 – µ3 – µ4 ≠ 0
Interpretasi Hasil
Kontras

 Secara umum, kontras merupakan kombinasi linear parameter


dengan bentuk:
Г = ∑ciµi
dengan ci sebagai koefisien µi dan jumlah konstannya nol
∑ci = 0
 Hipotesisnya dapat dieskpresikan sebagai
H0: ∑ciµi = 0
H1: ∑ciµi ≠ 0
Interpretasi Hasil
Tes Kontras
• Tes kontras
a
dapat menggunakan t tes maupun F tes 2
 a

 ci yi.   ci yi. 
t0  F0  t02   i 1 a 
i 1
a
MS E MS E
n
i
c 2

i 1

n i 1
c 2
i

• Apabila jumlah replikasi tidak sama untuk tiap perlakuan,


maka: 2
a  a 
c y i i.
  ci yi. 
t0  i 1
F0  t02   i 1 a 2
ci2 a ci
MS E  MS E 
i 1 ni i 1 ni
Interpretasi Hasil
Membandingkan Pasangan Mean Perlakuan
• Pembandingan pasangan data dilakukan dengan hipotesis:
– H0: µi = µj untuk semua i ≠ j
– H1: µi ≠ µj
• Ada 2 metode yang popular, yaitu tes Tukey dan metode Least
Significant Difference (LSD) Fisher
• Kedua metode di atas menggunakan perbedaan mean
• Rumus tes Tukey: *)f = derajat kebebasan
MS E
T  q (a, f )
n
• Rumus metode Fisher:
LSD = tα/2,N-a
Interpretasi Hasil
Contoh 3.7 & 3.8
• Tes Tukey dan metode LSD untuk Contoh 3.1 dengan α = 0,05 dan f = N – a = 20 –
4 = 16
• Nilai q0,05(4,16) = 4,05 (Apendiks VII) dan t0,025,16 = 2,120 (Apendiks II)
• Diperoleh:
MS E 333,7
T0,05  q0,05 (4,16)  4,05  33,09
n 5
2 MS E 2(333,7)
LSD  t0,05,16  2,12  24,49
n 5
• Selisih mean perlakuan dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata mean
perlakuan Contoh 3.1 (Tabel, kolom paling kanan). Tanda bintang berarti nilai
berbeda secara signifikan
Selisih Nilai
ӯ1. – ӯ2. -36,2*
ӯ1. – ӯ3. -74,2*
ӯ1. – ӯ4. -155,8*
ӯ2. – ӯ3. -38,0*
ӯ2. – ӯ4. -119,6*
ӯ3. – ӯ4. -81,6*
Interpretasi Hasil
Membandingkan Mean Perlakuan dengan Kontrol
• Untuk membandingkan mean perlakuan dengan kontrol dapat digunakan
tes Dunnett dengan:
– H0: µi = µa
– H1: µi ≠ µa
• Hipotesis null ditolak apabila:
1 1
| yi.  ya. | d (a  1, f ) MS E   
 ni na 
• Contoh 3.9:
• Menggunakan Contoh 3.1 dengan perlakuan 4 dianggap kontrol,
d0,05(3,16) = 2,59 (Apendiks VIII). Selisih kritikal:

2 MS E 2(333,7) Selisih Nilai


d 0,05 (3,16)  2,59  29,92
n 5
ӯ1. – ӯ4. -155,8*
ӯ2. – ӯ4. -119,6*
ӯ3. – ӯ4. -81,6*
Interpretasi Hasil
Membandingkan Mean Perlakuan dengan Kontrol
• Untuk membandingkan mean perlakuan dengan kontrol dapat digunakan
tes Dunnett dengan:
– H0: µi = µa
– H1: µi ≠ µa
• Hipotesis null ditolak apabila:
1 1
| yi.  ya. | d (a  1, f ) MS E   
 ni na 
• Contoh 3.9:
• Menggunakan Contoh 3.1 dengan perlakuan 4 dianggap kontrol,
d0,05(3,16) = 2,59 (Apendiks VIII). Selisih kritikal:

2 MS E 2(333,7) Selisih Nilai


d 0,05 (3,16)  2,59  29,92
n 5
ӯ1. – ӯ4. -155,8*
ӯ2. – ӯ4. -119,6*
ӯ3. – ӯ4. -81,6*
Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai