Anda di halaman 1dari 65

Pengaruh Citra Merek dan Harga Terhadap Keputusan

Pembelian Ulang Produk Kopi Bubuk Sarijan Coffee

Disusun oleh:
Annisa Ayu Pratiwi
NIM. 165020200111012

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Satu Syarat Untuk Meraih


Derajat Sarjana Manajemen

BIDANG MANAJEMEN PEMASARAN


DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, kebutuhan Masyarakat terhadap kopi sudah menjadi kebutuhan

sekunder. Indonesia sendiri termasuk salah satu negara yang menyediakan

kebutuhan kopi yang banyak di dunia. Bisnis kopi mengalami kemajuan yang

pesat dikarena Trend Masyarakat Mulai dari remaja sampai dewasa yang gemar

meminum kopi. Hasil penelitian Sumartini & Tias (2019) menjelaskan

bahwasanya terdapatnya kepuasan konsumen secara signifikan terhadap

kebutuhan Masarakat pada produk Kopi begitu juga dengan penjualan bubuk-

bubuk kopi di Indonesia. Melihat kopi merupakan suatu satu komuditas produk

unggulan di Indonesia yang mencatat bahwasanya Indonesia merupakan Negara

yang mengekspor kopi terbanyak di dunia.

Perihal kopi memang tidak ada habisnya, dari mulai hulu kopi itu sendiri

bahkan ke hilirnya sangat seru untuk diperbincangkan. Bahkan, coffee

society (masyarakat kopi) menjadi bahasan yang menarik, menganalisa gaya

hidup menyarakat yang menikmati kopi sebagai kebutuhan. Di Indonesia sendiri,

kini menjamur kedai kopi di hampir tiap wilayah bisnis kota-kotanya. Beberapa

kedai kopi sederhana menghiasi pilihan penikmat kopi di tiap sudut jalan. Tidak

hanya menawarkan single origin andalan dari koleksi kopi nusantara. Konsep

kedai pun dikemas semenarik mungkin agar menciptakan kenyamanan para

pengunjung. Jika kopi identik dihidangkan sebagai peneman obrolan, kini kopi

tidak hanya sebagai figuran pada meja-meja obrolan. Kopi pada hari ini menjadi

1
2

sebuah kebutuhan, menjadi sebuah jati diri seseorang, menjadi sebuah gaya hidup

yang turut dipopulerkan banyak generasi muda dan para eksekutif muda.

Nongkrong di kedai kopi kini menjadi sesuatu yang sering dijumpai di

kota-kota besar. Fenomena ini erat kaitannya dengan berbagai kalangan, baik

kalangan atas maupun menengah, dengan rentang usia remaja hingga dewasa.

Bahkan, minum kopi menjadi sebuah ritual wajib bagi sekelompok orang dan

sudah menciptakan gaya hidup “No coffee, no workee”. Fenomena munculnya

berbagai Coffee Shop di Indonesia memang sedang booming dalam beberapa

tahun terakhir. Hal ini terlihat dari peningkatan signifikan jumlah kedai kopi

dalam beberapa tahun terakhir serta konsumsi kopi dalam negeri.

Jumlah kedai kopi di Indonesia meningkat tiga kali lipat dari 1.083 gerai

pada 2016, menjadi lebih dari 2.937 gerai pada 2019, dan angka tersebut akan

terus bertambah. Dengan jumlah gerai yang ada saat ini, Toffin memperkirakan

total keuntungan Coffee Shop di Indonesia mencapai Rp 4,8 Triliun. Tentunya

menjadikan sebuah premis yang menjanjikan untuk membuka kedai kopi.

Perkembangan teknologi memiliki pengaruh besar terhadap industri kuliner

termasuk kafe-kafe. Perubahan gaya hidup yang kini semakin canggih dan serba

cepat dilihat sebagai kesempatan untuk para pebisnis dan pelaku industri kafe

memanfaatkan momen ini. Di tahun 2022, para pelaku industri diperkirakan

semakin inovatif dalam mengatur strategi penjualan. Akan ada beberapa tren baru

yang muncul di Indonesia. Salah satunya dengan menawarkan produk dengan

harga terjangkau. Di kalangan coffee shop kelas menengah, mereka akan mulai

meningkatkan kualitas dengan harga yang bersaing (Puraya, 2022).


3

Pada penelitian ini adalah coffee shop Sarijan coffee, kantor Sarijan Coffee

beralamatkan jalan Kanjuruhan Asri Perum. Graha Tlogomas no A6 Kota Malang

Jawa Timur. Sarijan Coffee selain memiliki beberapa kedai warung kopi juga

memproduksi kopi bubuk sendiri dengan merek sarijan Coffee. Berdasarkan

wawancara owner Abdullah faishol menurutnya “Kelebihan produk kami yang

kami beri nama “Sarijan Coffee” ini adalah taste yang sangat unik. Bagi para

pecinta kopi Robusta, kopi Sarijan adalah kopi terbaik yang memiliki cita rasa

sedap dengan racikan yang tepat. Kopi Sehalus debu ini ketika diseduh dengan

suhu 100 C akan menghasilkan kopi khas Sarijan yang mantab. Berbekal riset

yang Saya lakukan secara sederhana, karena prinsip Saya “Learning By Doing”

adalah hal yang utama akhirnya membawa saya menemukan racikan kopi yang

tepat. Tak terhitung trial and error yang Kami lakukan dalam meracik Kopi

Bubuk Sarijan, dan akhirnya Kami menemukan racikan yang tepat dan kami beri

nama Sarijan Coffee”.

Keputusan pembelian adalah keputusan konsumen untuk memutuskan

membeli setelah mengevaluasi beberapa faktor seperti merek, tempat pembelian,

kuantitas yang akan dibeli, waktu pembelian, serta metode pembayaran yang

dapat dilakukan. Pembelian Ulang adalah tindakan konsumen pasca pembelian,

terjadinya kepuasan atau ketidakpuasan pasca pembelian konsumen terhadap

suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya, jika konsumen puas maka

akan menunjukan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk

tersebut. Pembelian Ulang atau Pembelian Kembali adalah perilaku yang muncul

sebagai respons terhadap suatu objek. Minat membeli kembali menunjukkan

keinginan pelanggan untuk masa depan (Fauzi, 2021).


4

Pembelian ulang merupakan salah satu perilaku setelah pembelian yang

sebelumnya didasari dengan kepuasan. Jika pelanggan merasa puas untuk

selanjutnya dia akan memperlihatkan peluang membeli yang lebih tinggi dalam

kesempatan berikutnya. Konsumen yang melakukan pembelian ulang atau

konsumen yang loyal merupakan asset berharga bagi perusahaan, karena banyak

keuntungan yang diperoleh dari adanya konsumen yang melakukan pembelian

ulang. Dapat dikatakan jika nilai dari konsumen yang loyal sangat penting bagi

perusahaan, maka dari itu penting bagi perusahaan untuk membuat konsumen

yang melakukan pembelian kemudian bisa membeli lagi. Sebagaimana menurut

penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2021), menyatakan bahwa ketika konsumen

atau pelanggan merasa puas akan produknya maka dapat meningkatkan untuk

membeli kembali produk tersebut sehingga perusahaan dapat meningkatkan

keuntungannya.

Sebagaimana dalam jurnal Permatasari et al (2022), menyatakan bahwa

untuk memenangkan pasar diperlukan model acuan strategic dengan melalui

pengetahuan yang lebih baik tentang perilaku pembelian dan pembelian ulang

konsumen, sehingga dari upaya ini nantinya dapat diharapkan tercapainya sasaran

pemasaran yang berupa peningkatan porsi pasar (market share). Dapat dikatakan

jika niat pembelian ulang konsumen merupakan salah satu hal penting bagi

keberhasilan pemasaran perusahaan. Seperti pada hasil riset Mudfarikah &

Dwijayanti (2022), penjualan pada produk meningkat pada saat konsumen sudah

tertarik akan produk tersebut dan berkeinginan untuk membeli kembali sehingga

perusahaan memperoleh keuntungan yang signifikan.


5

Perilaku pembelian kembali dapat dikaitkan dengan citra merek. Semakin

banyak pengalaman yang dimiliki seseorang terhadap suatu merek atau

produk, semakin banyak pembelian berulang yang terjadi pada produk yang

mendapat evaluasi yang baik. Sesuatu yang lain itu sesuai dengan citra yang

terbentuk dalam dirinya. Oleh sebab itu penting sekali perusahaan memberi

informasi dan pelayanan yang baik kepada publik agar dapat membentuk citra

yang baik (Alma, 2018).

Menurut Firmansyah (2019) citra merek merupakan representasi dari

keseluruhan persepsi terhadap merek dan bentuk dari informasi dan pengalaman

masa lalu terhadap merek itu. Sedangkan Chalil et al (2020) menyatakan bahwa

citra merek dapat didefinisikan sebagai representasi dari keseluruhan persepsi

akan merek yang terbentuk dari informasi serta pengalaman masa lalu konsumen

atas merek tertentu. Menurut Sutiyono & Brata (2020) citra merek merupakan

bentuk identitas merek terhadap suatu produk yang ditawarkan kepada pelanggan

yang dapat membedakan suatu produk dengan produk pesaing.

Persepsi konsumen yang baik terhadap suatu produk tentunya akan

mempengaruhi keputusan pembelian ulang begitu juga sebaliknya jika persepsi

kosumen buruk terhadap suatu produk maka akan membuat enggan membeli

kembali akan produk tersebut. Pengaruh citra merek terhadap keputusan

pembelian ulang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti (Kustianti, 2019;

Winata, 2020). Pada temuan oleh Kustianti (2019), menyatakan bahwa citra

merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian ulang, artinya

apabila citra merek semakin baik maka keputusan pembelian ulang juga akan

meningkat begitu pula sebaliknya. Berbanding terbalik dengan hasil penelitian


6

menurut (Winata, 2020), menyatakan bahwa citra merek berpengaruh negatif

terhadap keputusan pembelian ulang.

Selain citra merek, harga juga berpengaruh terhadap keputusan pembelian

ulang. Penelitian terkait harga terhadap keputusan pembelian ulang pernah

dilakukan oleh (Kustianti, 2019; Wahyudi et al., 2020; Winata, 2020) yang

menghasilkan kesimpulan penelitian adanya pengaruh harga terhadap keputusan

pembelian ulang. Karena harga merupakan variabel inti pada pemasaran, dimana

dengan berbagai alasan harga mampu mempengaruhi pembeli dalam mengambil

keputusan pembelian ulang suatu produk. Harga yang lebih murah dari kompetitor

merupakan salah satu pemicu yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian

ulang dari pribadi pembeli. Bertolak belakang dengan temuan oleh Khuswatun &

Yuliati (2022), bahwa tidak ada pengaruh harga terhadap keputusan pembelian

ulang.

Harga merupakan jumlah semua nilai yang diberikan pelanggan untuk

mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa

(Kotler & Armstrong, 2018). Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap

besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibelinya

(Gitosudarmo dalam Mardliana, 2019). Berdasarkan hukum permintaan, besar

kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen. Semakin

mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas produk yang bersangkutan,

begitupun sebaliknya (Tjiptono dalam Mardliana, 2019).

Jika produk tersebut mahal maka akan mengalami penurunan, akan tetapi

meskipun produk itu mahal tapi kualitas produk bagus maka akan

dipertimbangkan. Maka adanya perubahan harga tentunya akan memepengaruhi


7

keputusan pembelian ulang terhadap suatu produk. Bekesesuaian dengan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Kualitas Layanan dan Harga Terhadap Minat

Beli Ulang” menyatakan bahwa harga berpengaruh secara signifikan terhadap

pembelian ulang (Mudfarikah & Dwijayanti, 2022). Diperkuat juga oleh hasil

temuan Priyanto & Sudrartono (2021), menyatakan bahwa ada hubungan antara

harga terhadap keputusan pembelian ulang.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian untuk mengetahui sejauh mana citra merek dan harga berpengaruh

terhadap keputusan pembelian ulang konsumen produk kopi bubuk sarijan coffee.

Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Citra Merek

dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Produk Kopi Bubuk

Sarijan Coffee”

1.2 Rumusan Masalah


Berikut adalah rumusan masalah dalam penelitian ini, yang didasarkan

pada konteks yang telah dijelaskan di atas:

1. Apakah citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian ulang

produk kopi bubuk merek sarijan coffee?

2. Apakah harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian ulang

produk kopi bubuk merek sarijan coffee?

1.3 Tujuan Penelitian


Berikut ini adalah tujuan penelitian yang perlu diketahui, berdasarkan

rumusan masalah di atas:

1. Untuk mengetahui pengaruh citra merek terhadap keputusan

pembelian ulang produk kopi bubuk merek sarijan coffee


8

2. Untuk mengetahui pengaruh harga terhadap keputusan pembelian

ulang produk kopi bubuk merek sarijan coffee

1.4 Manfaat Penelitian


Berikut adalah manfaat dari penelitian yang akan dilaksanakan saat ini,

yang didasarkan pada konteks latar belakang penelitian dan rumusan masalah

yang telah dijabarkan, sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Sebagai referensi untuk dapat meningkatkan penjualan kopi bubuk sarijan.

2. Bagi Penulis

a. Meningkatkan keahlian pemasaran peneliti, khususnya terkait dengan

relevansi citra merek, harga dan keputusan pembelian.

b. Sebagai sarana untuk mempraktekkan teori yang dipelajari selama kuliah,

serta memberikan kontribusi tentang segala hal yang berkaitan dengan

bisnis.

3. Bagi Pembaca

a. Sebagai sumber inspirasi untuk studi masa depan, khususnya di bidang

merek, harga dan keputusan pembelian.

b. Sebagai pedoman dan media bagi kemajuan ilmu pengetahuan, serta sastra

untuk menawarkan wacana-wacana baru kepada dunia akademik.


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti mengevaluasi berbagai penelitian terdahulu yang terkait

dengan permasalahan ini guna mendukung penelitian yang berjudul

“Pengaruh Merek dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Ulang

Produk Kopi Bubuk Sarijan Coffee”. Penelitian sebelumnya dapat

membantu dalam analisis penelitian saat ini. Studi sebelumnya, yang

meliputi:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


Judul Nama dan Variabel yang
Hasil
Penelitian Tahun Diteliti
Pengaruh (Kustianti, 1. Variabel 1. Ada pengaruh antara citra
Citra Merek 2019) Independen: merek dan keputusan
dan Harga Citra Merek pembelian berulang.
Terhadap (X1) dan 2. Ada pengaruh harga
Keputusan Harga (X2). terhadap keputusan
Pembelian 2. Variabel pembelian berulang.
Ulang Kartu Dependen: 3. Terdapat pengaruh antara
Seluler Keputusan citra merek dan harga
Telkomsel Pembelian terhadap keputusan
Ulang pembelian ulang

Pengaruh (Winata, 1. Variabel 1. Ada pengaruh secara


Kualitas 2020) Independen: parsial variabel kualitas
Produk, Harga Kualitas produk dan harga terhadap
Dan Citra Produk keputusan pembelian
Merek (X1), Harga ulang.
terhadap (X2) dan 2. Tidak ada pengaruh pada
Keputusan Citra Merek variabel citra merek
Pembelian (X3). terhadap keputusan
Ulang Pulsa 2. Variabel pembelian ulang.
pada Kartu Dependen:
Simpati Keputusan

9
10

Telkomsel Pembelian
(Studi kasus Ulang (Y)
pada
mahasiswa
STIM Sukma
Medan)
Analisis (Wahyudi et 1. Variabel Ada pengaruh secara parsial
Pengaruh al., 2020) Independen: terhadap variabel Produk,
Produk, Harga Produk Harga dan Kualitas
dan Kualitas (X1), Harga Pelayanan Terhadap
Pelayanan (X2) dan Keputusan Pembelian Ulang
Terhadap Kualitas
Keputusan Pelayanan
Pembelian (X3).
Ulang Pada 2. Variabel
Bakpia Dependen:
Endous Kediri Keputusan
Pembelian
Ulang (Y)

Pengaruh (Priyanto & 1. Variabel 1. Harga berpengaruh


Harga Sudrartono, Independen posiitif signifikan
Terhadap 2021) : Harga terhadap minat beli ulang
Keputusan 2. Variabel aksesoris pakaian di Toko
Pembelian Dependen: Mingka Bandung
Ulang Keputusan 2. Besaran pengaruh Harga
Aksesoris Pembelian terhadap Minat beli ulang
Pakaian Di Ulang berdasarkan hitungan R
Toko Mingka Square 0,881 (81%)
Bandung
11

Pengaruh (Mudfarikah 1. Variabel 1. Ada pengaruh Kualitas


Kualitas & Independen: Layanan Terhadap Minat
Layanan Dan Dwijayanti, Kualitas Beli Ulang
Harga 2022) Layanan 2. Ada pengaruh Harga
Terhadap (X1) dan Terhadap Minat Beli
Minat Beli Harga (X2) Ulang
Ulang 2. Variabel
Dependen:
Minat Beli
Ulang (Y)

2.2 Citra Merek

2.2.1 Pengertian Citra Merek

Citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh

konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori

konsumen terhadap suatu merek. Citra merek juga dapat dikatakan sebagai

himpunan kepercayaan yang melekat pada merek tertentu (Kotler &

Armstrong, 2018). Suatu merek dapat dapat menggambarkan citra produk bagi

para pelanggannya. Oleh karena itu, suatu merek akan dapat berhasil, bila

merek itu dapat memberikan adanya reaksi dari pelanggannya terhadap produk

perusahaan.
12

Citra merek suatu produk perusahaan, umumnya akan selalu diganggu atau

dirusak nilainya oleh para pesaing. Hal ini disebabkan bahwa citra merek itu

dapat menggambarkan posisi produk perusahaan di pasar atau market place.

Oleh karena itu, setiap perusahaan akan selalu berupaya untuk menjaga citra

produk perusahaan, yaitu dengan mempertahankan nilai atau ekuitas merek

produk perusahaan (Assauri, 2018).

2.2.2 Manfaat Citra Merek (Brand Image)

Citra merek yang telah dibentuk oleh perusahaan dan sudah menjadi

prsepsi konsumen akan memberikan manfaat baik bagi prusahaan. Adapun

manfaat citra merek sebagai berikut Tjiptono dalam Nailufar (2021):

a. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau

pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian

sediaan dan pencatatan akuntansi.

b. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.

Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama

merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered

trademarks) proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten

dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyright) dan desain.

c. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka

bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.

d. Sarana untuk menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan

produk dari para pesaing.


13

e. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,

loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak

konsumen.

f. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa

datang.

2.2.3 Komponen Citra Merek

Menurut Sumarwan dalam Mardliana (2019), kompomem citra merek

sebagai berikut:

1) Citra produk

Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu

produk. Meliputi atribut produk tersebut, manfaat bagi konsumen,

penggunaannya, serta jaminan.

2) Citra perusahaan pembuat produk

Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap

perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa.

3) Citra pemakai merek

Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap

pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi pemakai itu

sendiri, serta gaya hidup atau kepribadian.

2.2.4 Indikator Citra Merek

Menurut Sari (2022) dalam penelitiaanya citra merek dapat di ukur

dengan citra pemakai, citra produk dan citra perusahaan sebagai berikut:

1. Citra pemakai
14

Citra pemakai dapat dibentuk langsung dari pengalaman dan kontak

dengan pengguna merek tersebut. Manfaat adalah nilai pribadi konsumen

yang diletakkan terhadap atribut dari produk atau layanan yaitu apa yang

konsumen pikir akan mereka dapatkan dari produk atau layanan tersebut.

Citra pemakai meliputi pemakai itu sendiri dan status sosialnya.

2. Citra Produk

Citra konsumen terhadap suatu produk yang dapat berdampak positif

maupun negatif yang berkaitan dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan

konsumen. Citra produk meliputi atribut dari produk, manfaat bagi

konsumen serta jaminannya.

3. Citra Perusahaan

Citra pembuat merupakan perkumpulan asosiasi yang telah dipersepsikan

konsumen terhadap suatu produk/jasa yang meliputi popularitas,

kredibilitas dan jaringan yang dimilki perusahaan.

2.3 Harga

2.3.1 Pengertian Harga

Menurut Kotler & Armstrong (2018), harga adalah jumlah yang ditagihkan

atas suatu produk atau jasa. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah semua nilai yang

diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau

menggunakan suatu produk atau jasa. Harga sesuatu produk merupakan ukuran

terhadap besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang

dibelinya.
15

Sedangkan menurut Sukmawati (2023), harga adalah suatu nilai uang yang

ditentukan oleh perusahaan sebagai imbalan barang atau jasa yang

diperdagangkan dan sesuatu yang lain yang diadakan suatu perusahaan guna

memuaskan keinginan pelanggan. Jadi dapat disimpulkan bahwa harga adalah

nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang.

2.3.2 Fungsi Harga

Harga memiliki fungsi sebagai alat ukur nilai suatu barang, cara

membedakan suatu barang, menentukan jumlah barang yang akan diproduksi dan

pembagiannya kepada konsumen. Sesuai dengan pengertian harga yang

dijelaskan, berikut ini adalah beberapa fungsi harga secara umum (Prawiro,

2018):

1. Menjadi acuan dalam memperhitungkan nilai jual suatu barang atau jasa.

2. Untuk membantu aktivitas transaksi, dimana harga yang sudah terbentuk

akan mempermudah proses jual-beli.

3. Penetapan harga yang tepat akan memberikan keuntungan bagi penjual

atau produsen.

4. Menjadi salah satu acuan bagi konsumen dalam menilai kualitas suatu

barang atau jasa. 5. Membantu konsumen dalam pengambilan keputusan

berkaitan dengan manfaat produk dan daya beli konsumen.

2.3.3 Penetapan Harga

Penetapan harga sebagai elemen bauran pemasaran dan perencanaan

pemasaran akan menentukan posisi produk di suatu pasar serta laba yang dapat

dihasilkan oleh produk tersebut (Sudaryono, 2018). Sebelum menetapkan harga,

perusahaan harus memutuskan strateginya terhadap produk. Seandainya


16

perusahaan telah memilih pasar sasarannya dan menentukan posisi dengan hati-

hati, maka strategi bauran pemasarannya termasuk harga akan semakin jelas

(Kotler & Armstrong, 2018).

Strategi penentuan harga yang mempengaruhi psikologi konsumen adalah

(Sudaryono, 2018):

1. Prestige Pricing (harga prestis) yaitu menetapkan harga yang tinggi demi

membentuk image kualitas produk yang tinggi yang umumnya dipakai

untuk produk shopping dan specially.

2. Old Pricing (harga ganjil) yaitu menetapkan harga ganjil atau sedikit di

bawah harga yang telah ditentukan dengan tujuan agar pembeli secara

psikologis mengira produk yang akan dibeli lebih murah.

3. Multiple Unit Pricing (harga rabat) yaitu memberikan potongan harga

tertentu apabila konsumen membeli produk dalam jumlah banyak.

4. Price Lining (harga lini) yaitu memberikan cakupan harga yang berbeda

pada lini produk yang berbeda.

2.3.4 Metode Penetapan Harga

Menetapkan harga menjadi strategi yang sangat penting untuk

perkembangan bisnis. Dengan menetapkan harga yang tepat, perusahaan akan

memperoleh angka keuntungan tinggi dan peningkatan penjualan. Tentu saja,

menentukan harga produk bukan hal yang dapat disepelekan. Agar dapat

mencapai harga paling sesuai, perusahaan harus mengikuti sejumlah langkah

tertentu sebagai berikut (Fastpay, 2022):

1. Memberikan Harga Plus


17

Strategi pertama yang dapat dilakukan adalah memberikan harga plus.

Dengan menggunakan metode ini, harga jual akan berpedoman pada perhitungan

jumlah biaya yang digunakan. Kemudian, hasil hitungan nantinya akan

digabungkan dengan jumlah tertentu agar dapat menutupi laba atau yang sering

disebut dengan margin. Fungsi utama yang dimiliki metode ini adalah agar

perusahaan bisa memperoleh laba sebesar mungkin.

2. Mark Up

Langkah lain yang dapat dilakukan perusahaan dalam strategi penetapan

harga adalah menggunakan metode mark up. Istilah ini mengacu pada penetapan

harga jual dan berpedoman pada harga pokok awal pembelian. Nantinya, angka

yang didapatkan harus dikalkulasi dengan jumlah tertentu. Mark up di sini

menunjukkan harga jual perusahaan yang lebih dari biaya yang dibutuhkan

untuk proses produksi. Oleh sebab itu, secara umum jika semakin tinggi mark

up, nantinya pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan juga akan menjadi

semakin besar.

3. Break Even Point

Sering disebut BEP, break event point juga dapat digunakan sebagai

strategi untuk menetapkan harga. Langkah ini dilakukan dengan menetapkan

harga jual sesuai dengan total biaya pengeluaran serta hasil yang diterima badan

usaha. Bila dilihat dari pengertian yang dimilikinya, sudah pasti produsen yang

menggunakan strategi ini tidak mendapatkan keuntungan. Namun, di sisi lain,

perusahaan tidak akan memperoleh kerugian dan akan menemukan

keseimbangan di dalam pasar.


18

4. Melakukan Analisis Kompetitor

Metode lain yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan

melakukan analisis kompetitor. Dari sini, perusahaan dapat melakukan sejumlah

riset serta melihat seperti apa kinerja bisnis. Perusahaan dapat melihat seperti

apa pasokan barang, bahan produksi hingga harga yang dikeluarkan kompetitor

untuk produk yang mereka jual. Dengan langkah ini, perusahaan akan

menentukan harga yang lebih berkenan serta tetap menguntungkan untuk bisnis

yang mereka miliki.

5. Melakukan Riset Pasar

Strategi lain yang dapat dilakukan adalah menetapkan harga pasar.

Perusahaan dapat melakukan riset mendalam berkaitan dengan permintaan pasar.

Tujuan dari metode ini adalah agar dapat melihat kebutuhan serta masalah yang

dihadapi target audiens. Biasanya, faktor yang harus diperhatikan ketika

menggunakan metode ini adalah melihat permintaan, feedback, hingga bentuk

saran lain dari konsumen.

2.3.5 Indikator Harga

Berikut adalah indikator atau dimensi harga menurut (Tjiptono, 2019):

1. Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk

Nilai adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat

dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk.

2. Harga merupakan aspek yang tampak jelas bagi para pembeli


19

Bagi konsumen yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian

jasa riset pasar, pengacara, notaris, atau konsultan pajak, seringkali harga

menjadi satu-satunya faktor yang bisa mereka pahami.

3. Harga adalah determinan utama permintaan

Berdasarkan hukum permintaan, besar kecilnya harga mempengaruhi

kuantitas produk yang dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin

sedikit jumlah permintaan atas produk yang bersangkutan, begitupun

sebaliknya.

4. Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba

Harga adalah satu-satunya unsur bauran pemasaran yang mendatangkan

pemasukan bagi perusahaan, yang pada gilirannya berpengaruh pada besar

kecilnya laba dan pangsa pasar yang diperoleh. Unsur bauran pemasaran

lainnya, seperti produk, distribusi, dan promosi, justru mengeluarkan dana

dalam jumlah yang tidak sedikit.

5. Harga bersifat fleksibel

Artinya bisa disesuaikan dengan cepat. Dari empat unsur bauran

pemasaran tradisional, harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan

diadaptasikan dengan dinamika pasar. Ini terlihat jelas dari persaingan

harga (perang diskon) yang sring terjadi dalam industri ritel.

6. Harga mempengaruhi citra dan strategi positioning

Dalam pemasaran yang mengutamakan citra kualitas dan eksklusivitas,

harga menjadi unsur penting. Konsumen cenderung mengasosiasikan

harga dengan tingkat kualitas. Harga yang mahal dipersepsikan

mencerminkan kualitas yang tinggi dan sebaliknya.


20

2.4 Keputusan Pembelian Ulang

Keputusan pembelian ulang sendiri adalah ketika konsumen

memutuskan untuk membeli kembali sebuah produk yang bisa saja

didasarkan pada persetujuan konsumen bahwa produk tersebut memenuhi

apa yang diinginkan mereka. Pengukuran keputusan pembelian ulang

terdiri dari 2 indikator pengukuran yaitu pembelian kembali produk yang

sama di masa datang, dan jumlah pembelian.

Keputusan pembelian ulang (repurchase) mempunyai definisi, yaitu

kegiatan pembelian yang dilakukan lebih dari satu kali atau beberapa kali.

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa adanya niat dari pelanggan

untuk kembali membeli produk atau jasa yang sama. Hal tersebut

diperoleh dari pelanggan yang puas akan pelayanan yang diberikan

sehingga dapat mendorong untuk melakukan pembelian ulang

(repurchase), menjadi loyal terhadap produk tersebut ataupun loyal

terhadap toko tempat pelanggan tersebut membeli barang, serta dapat

menceritakan hal – hal baik kepada orang lain.

Keputusan pembelian ulang sebagai suatu kegiatan membeli kembali yang

dilakukan oleh konsumen terhadap suatu produk dengan merek yang sama tanpa

diikuti oleh perasaan yang berarti terhadap produk tersebut (Alfan, 2019).

Terdapat dua kemungkinan yang dapat menyebabkan seseorang melakukan

pembelian ulang suatu produk. Pertama, konsumen merasa puas dengan

pembelian yang mereka lakukan. Kedua, pelanggan merasa tidak puas, tetapi

mereka tetap melakukan pembelian ulang. Untuk kemungkinan kedua ini biasanya

disebabkan mereka menganggap biaya yang harus mereka keluarkan untuk


21

mencari, mengevaluasi, dan mengadopsi produk dengan merek lain (switching

cost) terlalu tinggi.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian

ulang konsumen merupakan suatu keputusan konsumen untuk membeli suatu

produk atau jasa lebih dari satu kali. Dimana keputusan ini juga diiringi oleh

faktor-faktor yang mempengaruhinya, tertutama tentang informasi mengenai

manfaat produk atau jasa yang akan mereka dapatkan, merek, harga, serta

ketersediaan produk.

2.4.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Ulang

Faktor-Faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian ulang

menurut Kotler & Armstrong (2018) dipengaruhi oleh empat faktor

sebagai berikut:

a. Faktor Budaya

Budaya, sub budaya, dan kelas sosial merupakan hal yang sangat penting

dalam terbentuknya perilaku pembelian. Budaya merupakan salah satu factor

penentu keinginan dan perilaku konsumen yang paling dasar.

b. Faktor Sosial

Faktor sosial terbagi menjadi dua sebagai berikut:

1. Kelompok acuan

Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan

sebagai kelompok yang berpengaruh secara langsung atau tidak langsung

terhadap sikap atau perilaku seseorang.

2. Keluarga
22

Keluarga dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu keluarga orientas yang

terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang yang dapat

memberikan orientasi agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi,

harga diri, dan cinta. Selanjutnya itu ada keluarga prokreasi yang terdiri

dari pasangan dan jumlah anak.

c. Pribadi

1. Usia dan siklus hidup keluarga

Orang membeli barang dan jasa tentunya mempunyai kebutuhan yang

berbeda-beda sepanjang hidupnya dimana kegiatan konsumsi ini

dipengaruhi oleh faktor usia dan siklus hidup keluarga.

2. Pekerjaan dan lingkungan

Ekonomi Pekerjaan dan lingkungan ekonomi seseorang dapat

mempengaruhi kebutuhannya. Biasanya pemilihan produk juga

dipertimbangkan berdasarkan keadaan ekonomi seseorang seperti

besarnya penghasilan yang dimiliki, jumlah tabungan, utang dan sikap

terhadap belanja atau menabung.

3. Gaya hidup

Gaya hidup dapat diartikan sebagai sebuah pola hidup seseorang yang

terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya yang terbentuk melalui

kelas sosial dan pekerjaan. Melihat hal ini sebagai peluang dalam kegiatan

pemasaran, banyak pemasar atau produsen yang mengarahkan merek

mereka pada gaya hidup seseorang.

4. Kepribadian
23

Kepribadian merupakan ciri bawaan psikologis manusia yang berbeda

yang menghasilkan tanggapan relatif konsisten dan tahan lama terhadap

rangsangan lingkungannya. Kepribadian dapat menjadi variabel yang

sangat berguna dalam menganalisis pilihan merek konsumen. Hal ini

disebabkan karena beberapa kalangan konsumen akan memilih merek

yang cocok dengan kepribadiaannya.

5. Psikologis

Faktor psikologis ini dipengaruhi oleh empat faktor utama diantaranya

motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap.

d. Peran dan Status

Semakin tinggi peran seseorang dalam organisasi maka semakin tinggi

pula status seseorang dalam organisasi tersebut dan secara langsung dapat

berdampak pada perilaku pembeliannya.

2.4.2 Indikator Keputusan Pembelian Ulang

Ferdinand (2021) menjelaskan ada empat indikator yang dapat digunakan

untuk mengukur minat pembelian ulang, yaitu:

1. Minat transaksinonal, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli

produk yang telah dikonsumsinya.

2. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk menyarankan

produk yang sudah dibelinya, agar dibeli juga oleh orang lain.

3. Minat preferensial, merupakan kecenderungan perilaku seseorang yang

memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Produk preferensi hanya

dapat diganti apabila terjadi sesuatu pada produk tersebut.


24

4. Minat eksploratif, merupakan kecenderungan perilaku seseorang yang

selalu mencari informasi-informasi mengenai produk yang diminatinya.

2.5 Kerangka Hipotesa

2.5.1 Pengaruh Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Ulang

Para konsumen membeli sesuatu, bukan hanya sekedar membutuhkan

barang itu, akan tetapi ada sesuatu yang lain yang diharapkannya. Sesuatu yang

lain itu sesuai dengan citra yang terbentuk dalam dirinya. Oleh sebab itu penting

sekali perusahaan memberi informasi dan pelayanan yang baik kepada publik

agar dapat membentuk citra yang baik. Citra ini adalah kesan yang diperoleh

sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu (Alma,

2018).

Merek memiliki implikasi penting terhadap citra kualitas produk yang

ingin ditampilkan ke konsumen dengan harapan bahwa adanya jaminan standar

kualitas melalui merek, konsumen akan terus membeli produk dari lini produk

yang sama. Merek juga dapat meningkatkan penjualan dan membuat suatu

produk lebih mudah bersaing. Dengan merek, harga bisa dinaikkan sehingga

berimplikasi pada naiknya omset dan keuntungan penjualan (Sudaryono, 2018).

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Kustianti (2019), menyatakan bahwa

citra merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian ulang, artinya

apabila citra merek semakin baik maka keputusan pembelian ulang juga akan

meningkat begitu pula sebaliknya. Berbanding terbalik dengan temuan oleh

Winata (2020), dimana tidak ada pengaruh antara variabel citra merek terhadap

pembelian ulang.

2.5.2 Pengaruh Harga Terhadap Keputusan Pembelian Ulang


25

Harga merupakan jumlah semua nilai yang diberikan pelanggan

untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu

produk atau jasa (Kotler & Armstrong, 2018). Harga suatu produk

merupakan ukuran terhadap besar kecilnya nilai kepuasan seseorang

terhadap produk yang dibelinya (Gitosudarmo dalam Mardliana, 2019).

Berdasarkan hukum permintaan, besar kecilnya harga mempengaruhi

kuantitas produk yang dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin

sedikit jumlah permintaan atas produk yang bersangkutan, begitupun

sebaliknya (Tjiptono dalam Mardliana, 2019). Bekesesuaian dengan

penelitian yang dilakukan oleh Mudfarikah yang berjudul “Pengaruh

Kualitas Layanan dan Harga Terhadap Minat Beli Ulang” menyatakan

bahwa harga berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian ulang

(Mudfarikah & Dwijayanti, 2022). Diperkuat juga oleh temuan Kustianti

(2019), dimana ada pengaruh antara vaiabel harga terhadap pembelian

ulang.

2.6 Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual yang dikemukakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Keterangan:
26

1. Variabel Independen, yaitu variabel yang mempengaruhi variabel yang lain.

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Citra Merek (X1) dan Harga

(X2)

2. Variabel Dependen, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel

Dependen dalam penelitian ini adalah Pembelian Ulang (Y).

2.7 Hipotesa Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. H1: Citra Merek berpengaruh positif terhadap pembelian ulang kopi bubuk

merek sarijan coffee.

2. H2: Harga berpengaruh positif terhadap pembelian ulang kopi bubuk merek

sarijan coffee.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Strategi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

strategi penelitian asosisatif. Menurut Sugiyono (2019) penelitian asosiatif

merupakan suatu rumusan masalah penelitian yang besifat menanyakan

hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini strategi

penelitian asosiatif digunakan untuk mengedintifikasi sejauh mana

pengaruh variabel X (variabel bebas) yang terdiri atas citra merek (X1)

dan harga (X2) terhadap variabel Y yaitu keputusan pembelian ulang

(variabel terikat) secara parsial. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah menggunakan metode survei, dimana penulis membagikan

kuesioner untuk pengumpulan data. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2019)

penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada

populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen

penelitian, analisis data bersifat kuantitatif / statistik, dengan tujuan untuk

menguji hipotetsis yang telah ditetapkan.

3.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian adalah tempat proses penelitian yang dapat

memberikan gambaran terkait dengan variabel-variabel yang menjadi

judul penelitian dan akan dilakukan. Maka yang menjadi lokasi penelitian

27
28

ini adalah di jalan Kanjuruhan Asri Perum. Graha Tlogomas No. A6 Kota

Malang Jawa Timur.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dan sampel diperlukan dalam sebuah penelitian untuk

mengumpulkan data dari variabel yang diteliti. Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2020). Populasi penelitian ini adalah

konsumen produk kopi bubuk merek sarijan coffee.

3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili

dari populasi tersebut. Menurut Sugiono (2020), sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Berdasarkan sumber data

yang didapatkan oleh peneliti dari konsumen produk kopi bubuk merek sarijan

coffee.

Pendekatan non-probability sampling digunakan dalam penelitian ini,

yaitu metodologi pengambilan sampel yang tidak memberikan kesempatan yang

sama bagi setiap elemen atau anggota populasi untuk dipilih sebagai sampel

(Sugiono, 2020). Purposive sampling adalah strategi non-probability sampling

yang digunakan dalam penelitian ini. Purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang memperhitungkan faktor-faktor tertentu, seperti fakta

bahwa siapa saja yang pernah menggunakan atau membeli produk penelitian

dapat menjadi sampel. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah mitra
29

kopi (memiliki kedai kopi pribadi) yang membeli produk kopi bubuk merek

sarijan coffee. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 161

responden.

3.4 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dimana

data primer adalah data yang diperoleh langsung. Menurut Sugiono

(2020), data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama,

misalnya dari individu atau perseorangan. Dalam penelitian ini data primer

didapat dari objek penelitian dengan memberikan angket kuisioner yang

diberikan kepada konsumen kopi bubuk merek sarijan coffee.

Sugiyono (2020) mengatakan bahwa ada beberapa cara untuk

mendapatkan sebuah data yaitu observasi (pengamatan), interview

(wawancara), kuisioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

antara lain yaitu:

1. Observasi (Pengamatan)

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati

perilaku nonverbal subjek penelitian. Menurut Sugiyono (2019), observasi

merupakan metode pengumpulan data yang memiliki karakteristik yang

unik dibandingkan dengan metode lainnya. Peneliti dapat mempelajari

perilaku subjek penelitian dan makna dari perilaku tersebut melalui

kegiatan observasi. Penelitian ini melakukan observasi secara langsung


30

terhadap konsumen dari Sarijan Coffee agar mengetahui tingkat

kenyamanan konsumen terhadap suasana toko dalam kedai Sarijan Coffee.

Kunci keberhasilan dari kegiatan observasi ini ditentukan oleh peneliti

itu sendiri, karena peneliti melihat dan mendengarkan objek penelitian dan

kemudian peneliti menyimpulkan dari apa yang diamati.

2. Kuesioner (Angket)

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dimaksudkan untuk

mengumpulkan data kuantitatif atau statistik secara massal. Survei atau

survei adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

menyajikan serangkaian pertanyaan atau tanggapan tertulis kepada

seorang responden (Sugiyono, 2019). Ada dua jenis pertanyaan survei:

terbuka dan tertutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan di mana

responden diharapkan untuk menuliskan jawaban dalam bentuk beberapa

penjelasan. Sebaliknya, pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang

mengharapkan jawaban singkat atau mengharuskan responden memilih

salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang tersedia.

Pertanyaan dalam survei yang mengharapkan jawaban dalam bentuk data

nominal, ordinal, interval, atau rasio adalah bentuk pertanyaan tertutup

(Sugiyono, 2019).

Jenis survei untuk penelitian ini adalah jenis survei tertutup karena

peneliti hanya mengharapkan tanggapan singkat dari responden berupa

salah satu dari banyak jawaban yang diberikan oleh peneliti. Peneliti

mengajukan pertanyaan dan jawaban singkat untuk mengetahui bagaimana

perasaan responden. Skala likert mengukur pendapat responden dengan


31

menawarkan pilihan jawaban berupa skor dari 1 sampai dengan 5, karena

dapat dipastikan jawaban responden cenderung setuju atau tidak setuju

yang digunakan peneliti untuk hal ini diharapkan dapat meningkatkan

validitas jawaban yang relevan (Sugiyono, 2019).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Arikunto (2019) mendefinisikan kiuesioner sebagai jumlah pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Dalam

penelitian ini kuesioner yang digunakan bersifat tertutup, dimana jawaban

sudah tersedia sehingga responden dapat langsung memilih jawaban yang

telah disediakan.

Metode ini berguna untuk mengumpulkan data dari responden

mengenai data responden, tanggapan responden terhadap variabel

penelitian yang meliputi: citra merek, harga dan keputusan pembelian

ulang. Pengukuran Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini

menggunakan skala likert dengan pengisian kuesioner yang disusun dalam

bentuk kalimat pertanyaan dan responden diminta mengisi daftar

pertanyaan tersebut dengan cara memberi tanda silang (X) pada lembar

jawaban kuesioner.

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini untuk

menilai setiap jawaban responden dilakukan dengan menggunakan Skala

Likert dengan bobot tertentu pada setiap jawaban pertanyaan,karenanya

hanya dapat membuat rangking ,tetapi tidak dapat diketahui berapa kali

satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya didalam
32

skala. Skala Likert mengukur tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan

responden terhadap serangkaian pertanyan yang mengukur suatu objek.

Skala ini adalah suatu cara yang lebih sistematis untuk member skor pada

indeks.

Menurut Sugiono, (2020) Skala Likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan

secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel

penelitian. Dengan skala likert, maka variabel yang diukur dijabarkan

menjadi indikator variabel. Untuk setiap item pertanyaan diberi skor satu

sampai dengan lima, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N),

Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

Tabel 3.1 Skala Likert dan Bobot Nilai Jawaban Responden


Jawaban Bobot Nilai
Sangat setuju 5
Setuju 4
Netral 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1

Sumber : (Sugiono, 2020)

Makin sesuai antara jawaban yang diberikan responden dengan

jawaban yang diharapkan, maka semakin tinggi skor atau bobot yang

diperoleh. Jawaban setiap item instrumen tersebut menggunakan skala

Likert dalam bentuk kolom tabel, dimana skala Likert digunakan untuk

mengetahui sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok

tentang fenomena sosial (Arikunto, 2019). Sesuai dengan gejala yang

dikemukakan dalam penelitian ini maka untuk pengukuran data variabel


33

peneliti yang digunakan adalah skala interval, yaitu skala yang

mengurutkan nilai atau skor dari tingkat paling rendah ke tingkat yang

paling tinggi dari atribut tertentu.

3.5 Definisi Operasional Variabel


Menurut Sugiono, (2020) definisi operasional variabel adalah suatu

atribut dari suatu objek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Hal

ini, maka peneliti menentukan pengukuran secara operasional dari masing-

masing variabel yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu variabel

citra merk, variabel harga, variabel dan variabel keputusan pembelian

ulang, dijelaskan sebagai berikut.

3.5.1 Citra Merek


Citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh

konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori

konsumen terhadap suatu merek (Kotler & Armstrong, 2018).

Menurut Sari (2022) dalam penelitiannya citra merek dapat di ukur

sebagai berikut:

1. Citra pemakai

2. Citra Produk

3. Citra Perusahaan

3.5.2 Harga
Harga adalah jumlah yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa. Lebih

luas lagi, harga adalah jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk

mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau

jasa (Kotler & Armstrong, 2018). Berikut merupakan indikator dari variabel
34

bebas harga berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh (Mardliana,

2019):

1) Harga merupakan pernyataan nilai produk

2) Harga merupakan faktor yang tampak jelas

3) Harga cerminan utama permintaan

4) Harga berkaitan dengan pendapatan

5) Harga bersifat fleksibel

6) Harga mempengaruhi citra dan strategi positioning.

3.5.3 Keputusan Pembelian Ulang


Bila seseorang dihadapkan pada dua pilihan, yaitu membeli dan tidak

membeli, dan kemudian dia memilih membeli, maka dia ada dalam posisi

membuat suatu keputusan. Semua orang mengambil keputusan setiap hari

dalam hidupnya. Hanya saja keputusan yang diambil kadang-kadang tanpa

mereka sadari (Sudaryono, 2018). Pembelian Ulang atau Pembelian Kembali

adalah perilaku yang muncul sebagai respons terhadap suatu objek. Minat

membeli kembali menunjukkan keinginan pelanggan untuk masa depan (Fauzi,

2021). Ketika konsumen atau pelanggan merasa puas akan produknya maka

dapat meningkatkan untuk membeli kembali produk tersebut sehingga

perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya.

Berikut merupakan indikator dari variabel terikat keputusan pembelian

ulang berdasarkan Ferdinand dalam Fikar (2021):

1. Minat transaksinonal

2. Minat referensial

3. Minat preferensial
35

4. Minat eksploratif

Berdasarkan kajian di atas maka peneliti menentukan atribut yang akan

digunakan pada penelitian kali ini atau sebuah ruang lingkup penelitian yang

dijadikan suatu instumen penelitian yang berdasarkan variabel dan indikator,

dapat dilihat dalam tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Definisi Operasional


NO Variabel Indikator Item
Citra produk 1. Merek kopi bubuk
sarijan coffee sudah
dikenal banyak
orang
2. Merek kopi bubuk
sarijan coffee mudah
Citra Merek di ingat
1
(Sari, 2022)
36

Citra produk 1. Produk kopi bubuk


sarijan coffee dibuat
dengan racikan
yang khas
2. Produk kopi bubuk
sarijan coffee dibuat
dengan biji kopi
pilihan

Citra pemakai 1. Produk kopi bubuk


sarijan coffee
memberikan kesan
positif kepada
konsumen
2. Produk kopi bubuk
sarijan coffee
memberikan kesan
sangat baik kepada
pecinta kopi

Harga merupakan pernyataan 1. Harga produk kopi


nilai produk, Harga merupakan bubuk sarijan
faktor yang tampak jelas, coffee yang
Harga Harga cerminan utama terjangkau
2 (Mardliana, permintaan, Harga berkaitan 2. Harga sesuai
2019) dengan pendapatan, Harga dengan kualitas
bersifat fleksibel dan Harga produk kopi bubuk
mempengaruhi citra dan sarijan coffee
strategi positioning. 3. Adanya potongan
37

harga di setiap
bulannya di setiap
produk kopi bubuk
sarijan coffee
4. Harga yang sesuai
dengan manfaat
dari produk kopi
bubuk sarijan
coffee
5. Harga yang dapat
bersaing dengan
produk lain
6. Harga yang
bervariasi di setiap
produk kopi bubuk
sarijan coffee
Minat transaksinonal Saya berniat untuk terus
berbelanja akan produk
bubuk kopi merek
sarijan

Minat referensial Saya akan sangat


merekomendasikan
berbelanja akan produk
Pembelian bubuk kopi merek
Ulang sarijan
3
(Fikar,
2021)

Minat preferensial Saya belanja produk


bubuk kopi merek
sarijan setalah melihat
teman saya belanja
Minat eksploratif Saya akan membeli
produk bubuk kopi
merek sarijan dalam
waktu dekat

3.6 Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan Partial Least

Square (PLS). PLS merupakan model persamaan Structural Equation


38

Modeling (SEM) dengan pendekatan berdasarkan Variance atau

Component based structural equation modeling. Pada penelitian kali ini

menggunakan software SmartPLS 4.

Partial Least Square adalah suatu teknik statistik multivariat yang

bisa untuk menangani banyak respon serta variabel eksplanatori sekaligus.

Analisis ini merupakan alternatif yang baik untuk metode analisis regresi

berganda dan regresi komponen utama, karena metode ini bersifat lebih

robust atau kebal. Robust artinya parameter model tidak banyak berubah

ketika sampel baru diambil dari total populasi (Hidayat, 2018).

Menurut Suherman et al (2020) Partial Least Square suatu teknik

prediktif yang bisa menangani banyak variabel independen, bahkan

sekalipun terjadi multikolinieritas diantara variabel-variabel tersebut.

PLS adalah metode analisis yang powerfull sebab tidak didasarkan

pada banyak asumsi atau syarat, seperti dan multikolinearitas. Metode

tersebut mempunyai keunggulan tersendiri antara lain: data tidaklah harus

berdistribusi normal multivariate. Bahkan indikator dengan kategori,

ordinal, interval sampai rasio dapat digunakan. Keunggulan lainnya adalah

ukuran sampel yang tidak harus besar (Muhson, 2022).

Pengukuran kecocokan model PLS SEM yang terdiri dari outer model

dan inner model. Outer Model atau pengukuran bagian luar disebut juga

sebagai model pengukuran. Pengukuran bagian luar PLS SEM ini ada 2

yaitu pengukuran model reflektif dan formatif.

3.7 Outer Model


3.7.1 Model Reflektif.
39

Pengukuran model PLS SEM pertama dalam outer model adalah

pengukuran reflektif. Model pengukuran dinilai dengan menggunakan

reliabilitas dan validitas. Untuk reliabilitas dapat digunakan Cronbach’s Alpha.

Nilai ini mencerminkan reliabilitas semua indikator dalam model. Besaran nilai

minimal ialah 0,7 sedang idealnya ialah 0,8 atau 0,9. Selain Cronbach’s Alpha

digunakan juga nilai ρc (composite reliability) yang diinterpretasikan sama

dengan nilai Cronbach’s Alpha. Setiap variabel laten harus dapat menjelaskan

varian indikator masing-masing setidak-tidaknya sebesar 50%. Oleh karena itu

korelasi absolut antara variabel laten dan indikatornya harus > 0,7 (nilai absolut

loadings baku bagian luar atau disebut outer loadings). Indikator reflektif

sebaiknya dihilangkan dari model pengukuran jika mempunyai nilai loadings

baku bagian luar dibawah 0,4 (Muhson, 2022).

Terdapat dua jenis validitas dalam PLS SEM, yaitu validitas konvergen

dan validitas diskriminan. Validitas konvergen mempunyai makna bahwa

seperangkat indikator mewakili satu variabel laten dan yang mendasari variabel

laten tersebut. Perwakilian tersebut dapat didemonstrasikan melalui

unidimensionalitas yang dapat diekspresikan dengan menggunakan nilai rata-

rata varian yang diekstraksi (Average Variance Extracted / AVE). Nilai AVE

setidak-tidaknya sebesar 0,5. Nilai ini menggambarkan validitas konvergen yang

memadai yang mempunyai arti bahwa satu variabel laten mampu menjelaskan

lebih dari setengah varian dari indikator-indikatornya dalam rata-rata (Hair,

2021).

Sedangkan validitas diskriminan merupakan konsep tambahan yang

mempunyai makna bahwa dua konsep berbeda secara konspetual harus


40

menunjukkan keterbedaan yang memadai. Maksudnya ialah seperangkat

indikator yang digabung diharapkan tidak bersifat unidimensional. Pengukuran

validitas diskriminan menggunakan kriteria yang disampaikan Fornell-Larcker

dan “crossloadings”. Postulat Fornell-Larcker menyebutkan bahwa suatu

variabel laten berbagi varian lebih dengan indikator yang mendasarinya daripada

dengan variabel-variabel laten lainnya. Hal ini jika diartikan secara statistik,

maka nilai AVE setiap variabel laten harus lebih besar dari pada nilai r 2 tertinggi

dengan nilai variabel laten lainnya.

Kriteria kedua untuk validitas diskriminan ialah ‘loading’ untuk masing-

masing indikator diharapkan lebih tinggi dari ‘cross-loading’ nya masing-

masing. Jika kriteria Fornell-Larcker menilai validitas diskriminan pada tataran

konstruk (variabel laten), maka ‘cross-loading’ memungkinkan pada tataran

indikator.

Besaran nilai atau indikator yang dapat digunakan sebagai alat pengukuran

dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut:

1. Reliabilitas komposit (ρc)

Pengukuran konsistensi internal dengan nilai ≥ 0,6. Jadi jika < 0,6 maka tidak

reliabel.

2. Reliabilitas indikator

Loading baku absolut bagian luar dengan nilai > 0,7. Jadi jika < 0,7 maka

tidak reliabel.

3.7.2 Model Formatif


Pengukuran model PLS SEM berikutnya adalah pengukuran formatif.

Penilaian dengan menggunakan validitas tradisional tidak dapat diaplikasikan


41

untuk indikator-indikator yang digunakan dalam model pengukuran formatif dan

konsep reliabilitas (konsistensi internal) dan validitas konstruk (validitas

konvergen dan diskriminan) menjadi tidak bermakna saat diaplikasikan dalam

model formatif. Oleh karena itu pengukuran pada model formatif memerlukan

dua lapisan, yaitu (Hair, 2021):

1. Pengukuran pada tataran konstruk (variabel laten),

2. Pengukuran pada tataran indikator (variabel manifest).

Penilaian model pada pengukuran formatif dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Validitas nomologi

Hubungan antara indeks formatif dan variabel-variabel laten lainnya dalam

suatu model jalur tertentu, yang harus sudah terbukti dalam riset

sebelumnya, harus signifikan dan kuat.

2. Validitas Eksternal

Indeks formatif harus menjelaskan sebagian besar varian dari pengukuran

reflektif alternatif variabel laten yang terkait.

3. Signifikansi Bobot

Bobot estimasi model pengukuran formatif harus signifikan.

4. Multikolinearitas

Variabel manifest/indikator-indikator dalam suatu blok formatif harus diuji

multikolinieritasnya. Pengujian terjadi atau tidaknya multikolinieritas antar

indikator dalam blok formatif menggunakan nilai VIF. Jika nilai VIF > 10

terjadi kolinieritas antar indikator dalam satu blok formatif tersebut.

3.8 Inner Model


42

Inner Model Atau Pengukuran Bagian Dalam disebut juga sebagai

model struktural. Model struktural adalah model yang menghubungkan

antar variabel laten. Pengukuran model struktural PLS SEM dapat

disimpulan sebagai berikut (Muhson, 2022):

3.8.1 R-Square
Dalam menilai model struktural terlebih dahulu melalui R-Square untuk

setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural.

Nilai R-Square dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten

eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai

pengaruh substantif.

R2 variabel laten endogenous

1. Nilai R2 sebesar 0,67 dikategorikan sebagai substansial.

2. Nilai R2 sebesar 0,33 dikategorikan sebagai moderate.

3. Nilai R2 sebesar 0,19 dikategorikan sebagai lemah.

4. Nilai R2 sebesar > 0,7 dikategorikan sebagai kuat.

3.8.2 Q-Square
Q-Square ini dilakukan untuk mengukur seberapa baik nilai observasi

dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-Square

predictive relevance kurang dari 0 menujukkan bahwa model mempunyai

nilai predictive relevance, sedangkan nilai Q-Square predictive relevance

kurang dari 0 menujukkan bahwa model kurang memiliki predictive

relevance.

3.8.3 Uji Goodness of Fit (GoF)


43

Uji ini dilakukan untuk memvalidasi performa gabungan antara nilai

AVE dari variabelnya dengan interprestasi yaitu 0-0,25 (GoF Kecil) 0,25-

0,36 (GoF Moderat) dan diatas 0,36 (GoF Besar).

3.8.4 Estimate for Path Coeficient


Uji ini dilakukan untuk melihat signifikansi pengaruh antar variabel

dengan melihat nilai koefisien parameter dan nilai signifikansi tabel yaitu

melalui metode bootsrapping. Pengujian ini dengan interprestasi:

A. Level of signifigance 0,05

B. Jika t-statistic < t table, maka HO diterima Ha ditolak

C. Jika t-statistic > t table, maka H0 ditolak Ha diterima


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian kali ini berjudul “Pengaruh Citra Merek dan Harga

Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Produk Kopi Bubuk Sarijan

Coffee”. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu

mengumpulkan, mengolah, menyederhanakan, menyajikan dan

menganalisis data secara kuantitatif (angka-angka) dan secara deskriptif

(uraian kalimat) agar dapat memberikan gambaran yang jelas tentang

masalah yang di teliti yakni, terkait citra merek dan harga terhadap

keputusan pembelian ulang yang akan dibahas dalam penulisan kali ini

sebagai berikut:

4.1 Deskripsi Data dan Karakteristik Responden


4.1.1 Deskripsi Data
Deskriptif adalah merupakan gambaran data yang digunakan dalam

suatu penelitian. Dalam pengujian deskripsi data ini peneliti mencoba

untuk mengetahui gambaran atau kondisi responden yang menjadi sampel

dalam penelitian ini. Jumlah responden pada penelitian kali ini sebanyak

161 responden.

4.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden


Berdasarkan hasil pengujian data kuesioner responden denganuji

frekuensi, diketahui hasil gambaran pada kuesioner karakteristik

responden yang

menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu; berdasarkan Jenis Kelamin,

Usia, dan Pendidikan Terakhir. Hasil pengolahan data dengan uji frekuensi

44
45

tersebut yang telah dilakukan peneliti dapat dilihat pada tabel-tabel

di bawah ini:

a. Jenis Kelamin
Berikut adalah data responden berdasarkan kelompok jenis kelamin
pada penelitian:
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 119 73.9 73.9 73.9
Perempuan 42 26.1 26.1 100.0
Total 161 100.0 100.0

Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi adalah

responden yang berjenis kelamin laki-laki sebesar (73.9%).

b. Usia
Berikut adalah data responden berdasarkan kelompok usia pada

penelitian:

Tabel 4.2 Kelompok Usia Responden

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 17-20 6 3.7 3.7 3.7
21-40 143 88.8 88.8 92.5
41-60 12 7.5 7.5 100.0
Total 161 100.0 100.0
46

Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa Frekuensi tertinggi adalah

responden yang memiliki kelompok usia pada rentang 21-40 Tahun yaitu

sebesar (88.8%).

c. Pendidikan Terakhir
Berikut adalah data responden berdasarkan kelompok pendidikan

terakhir pada penelitian:

Tabel 4.3 Pendidikan Terakhir Responden

Pendidikan Terakhir
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sekolah Dasar 1 .6 .6 .6
Sekolah Menengah Pertama 1 .6 .6 1.2
Sekolah Menengah Ke Atas 41 25.5 25.5 26.7
(Sederajat)
Perguruan Tinggi (D3-S3) 118 73.3 73.3 100.0
Total 161 100.0 100.0

Dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi adalah responden yang

memiliki kelompok pendidikan terakhir Perguruan Tinggi (D3-S3) sebesar

(73.3%).

4.2 Analisis SEM-PLS


Setelah didapatkan data berupa kusioner jawaban responden maka

akan di analisis berdasarkan SEM-PLS (Structural Equation Modelling -

Partial Least Square) untuk mengetahui optimasi fintech terhadap literasi

keuangan dan inklusi keuangan.

Pengukuran kecocokan model SEM-PLS yang terdiri dari outer model

dan inner model. Dapat dilihat sebagai berikut:


47

4.2.1 Evaluasi Outer Model


Outer model bertujuan untuk mengetahui seberapa valid dan

realibel sebuah data penelitian. Untuk outer model terdapat dua

pengukuran validitas yaitu convergent validity dan discriminant validity.

a. Uji Validitas
Validitas pengukuran terdiri dari Convergent Validity dan Discriminant

Validity. Convergent validity ditentukan menggunakan parameter loading faktor

dan nilai AVE (Average Variance Extracted). Pengukuran dapat dikategotikan

memiliki Convertgen Validity apabila nilai loading factor > 0,7 dan nilai AVE >

0,5. Discriminant validity ditentukan dengan melihat cross loading dari setiap

variabel dan dikategotikan memilki Validitas Diskriminan apabila memiliki nilai

cross loading mencapai 0,7. Berikut uji hasil convergent validity dan

discriminant validity:

1. Convergent Validity
Menurut (Muhson, 2022) Convergent validity dari model dengan score

konstruknya. Convergent Validity dapat dikatakan valid apabila nilai outer

loading > 0,6 dan nilai AVE > 0,5 . Berikut ini merupakan hasil korelasi antara

indikator dengan konstruknya, menunjukkan nilai outer loading > 0,6. Nilai

outer loading dan nilai AVE dapat dilihat pada tabel 4.4 dan tabel 4.5 berikut

ini:

Tabel 4.4 Hasil Outer Loading


CM H PU
CM1 0,712
CM1
0 0,711
CM2 0,706
CM3 0,649
CM4 0,729
CM5 0,739
48

CM6 0,755
CM8 0,760
CM9 0,652
H1 0,734
H2 0,699
H3 0,647
H5 0,694
H6 0,677
H7 0,728
H8 0,796
H9 0,694
PU1 0,836
PU10 0,749
PU2 0,778
PU3 0,789
PU4 0,705
PU5 0,772
PU6 0,680
PU7 0,817
PU8 0,729
PU9 0,727

Berikut adalah hasil Path Model:


49

Gambar 4.1 Path Model

Dari gambar 4.1 adalah hasil dari perhitungan Algotitma SmartPLS yang

ditampilkan berupa Path Model. Dari gambar tersebut menunjukkan hasil

hubungan setiap indikator, nilai AVE (Average Variance Extracted) dan nilai

AVE diagonal.

Tabel 4.5 Nilai Average Variance Extracted (AVE)


Average variance extracted
(AVE)
CM 0,509
H 0,504
PU 0,577
50

Berdasarkan Tabel 4.4 dan 4.5 mendapatkan nilai Outer loading lebih

dari 0,6 dan nilai AVE lebih dari 0,5 sehingga uji validitas konvergen berdasar

nilai outer loading dan nilai AVE telah terpenuhi.

2. Discriminant Validity
Discriminant validiy dapat dilihat pada nilai akar AVE (diagonal). Suatu

indikator dapat dikatakan memenuhi validitas diskriminan jika nilai akar AVE

variabel dependen lebih tinggi dari nilai korelasi variabel independen. Nilai AVE

(diagonal) dalam model dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.6 Nilai AVE diagonal


Citra Merek (CM) Harga (H) Pembelian Ulang (PU)
CM 0,714
H 0,702 0,710
PU 0,801 0,705 0,760

Dapat diketahui dari tabel 4.6 bahwa nilai akar AVE diagonal (PU) lebih

tinggi dari nilai korelasi antar variabel sehingga uji validitas diskriminan

berdasarkan perbandingan akar AVE dengan korelasi antar variabel terpenuhi.

b. Uji Reliabilitas
Uji ini dilakukan untuk membuktikan akurasi, dan ketepatan dalam

mengukur suatu konstruk. Uji reliability ini dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha dan Composite

Reliability. Kedua nya dapat dikatakan memenuhi validitas apabila

nilainya > 0,7 .Nilai composite reliability dan Cronbach’s Alpha masing

masing variabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.7 Nilai Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability

Cronbach' Composite reliability Composite reliability


51

s alpha (rho_a) (rho_c)


CM 0,879 0,883 0,903
H 0,861 0,871 0,890
PU 0,918 0,923 0,931

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai composite

reliability dan cronbach’s Alpha di seluruh variabel memiliki nilai lebih

dari 0,7 sehingga syarat reliabilitas telah terpenuhi.

c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat

korelasi yang tinggi atau sempurna antara variabel bebas atau tidak dalam

model regresi. Untuk memastikan bahwa data benar-benar tidak terjadi

gejala multikolineritas dapat dilakukan dengan melihat berdasarkan nilai

VIF, jika nilai VIF kurang dari 10 maka dapat disimpulkan dengan tegas

bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas. Dan sebaliknya maka

dapat disimpulkan dengan tegas pula bahwa multikolinearitas telah terjadi

dalam model. Berikut hasil uji multikolinearitas yang ditunjukkan pada

tabel 4.8:

Tabel 4.8 Tabel VIF


VIF
CM -> 1,972
PU
H -> PU 1,972

Pada tabel 4.8 di atas didapatkan nilai VIF pada masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 1,972.

Berdasarkan pengambilan keputusan uji multikolinieritas bahwa nilai VIF


52

sebesar 1.972 lebih kecil dari 10, maka pada model penelitian dapat

dipastikan tidak terjadi gelaja multikolinearitas.

Tabel 4.9 Model Fit


Saturated Estimated
model model
SRMR 0,081 0,081
NFI 0,735 0,735

Model Fit bertujuan untuk mengetahui seberapa baik atau

kecocokan suatu pengamatan. Model akan di anggap cocok jika

Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) lebih kecil dari 0.10

atau Normal Fit Index nilai (NFI) semakin mendekati angka 1. Dapat

dilihat pada tabel 4.9 ditunjukkan nilai SRMR sebesar 0.081 < 10 dan nilai

NFI sebesar 0.735 mendekati 1. Artinya nilai model dalam penelitian

dapat dikatakan baik atau sudah sesuai dengan model yang dibangun

dalam penelitian ini.

4.2.2 Evaluasi Inner Model


Evaluasi Inner Model atau uji model struktural untuk melihat

pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Evaluasi inner

model dengan SmartPLS dimulai dengan melihat nilai R-Square dan

Estimate Path Coefficient.

a. R-Square
Dalam menilai model struktural terlebih dahulu melalui R-Square untuk

setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi dari model

struktural. Berdasarkan pengolahan data menggunakan SmartPLS

dihasilkan nilai R-Square dalam tabel di bawah ini:


53

Tabel 4.10 Nilai R-Square


R- R-square
square adjusted
PU 0,682 0,678

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai R-Square untuk variabel citra

merek dan harga terhadap pembelian ulang sebesar 0.682. Nilai R-Square

sebesar 0,682 artinya pengaruh variabel citra merek dan harga terhadap

pembelian ulang sebesar 68,2%.

b. Estimate Path Coefficient


Setelah data memenuhi syarat pengukuran, maka dapat dilanjutkan

dengan melakukan metode bootstrapping pada SmartPLS. Metode

bootstrapping adalah prosedur pengambilan sampel baru secara berulang

sebanyak N sampel baru dari data asal berukuran n, di mana untuk sebuah

sampel baru dilakukan pengambilan titik sampel dari data asal dengan cara

satu persatu sampai n kali dengan pengambilan. Berikut telah disajikan

tabel perhitungan Bootstraping pada penelitian ini:

Tabel 4.11 Nilai Bootstraping


Original Sample Standard T statistics (| P-values
sample (O) mean (M) deviation O/STDEV|)
(STDEV)
CM -> 0,603 0,608 0,065 9,239 0,000
PU
H -> PU 0,282 0,293 0,067 4,234 0,000

Pengujian hipotesis dilihat dari nilai P-Value Hipotests alternative

diterima apabila nilai p-value kurang dari 0,05. Hasil pengujian hipotesis

sebagai berikut:

a. Citra Merek terhadap pembelian ulang


54

Variabel citra merek memiliki koefisien regresi sebesar 0.603 dan p-

value 0,000. Koefisien regresi berharga positif, menunjukkan bahwa Citra

merek memiliki pengaruh positif terhadap pembelian ulang. Nilai p-value

kurang dari 0,05 sehingga hipotesis alternative diterima, maka dapat

diartikan variabel citra merek memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap pembelian ulang.

b. Harga terhadap pembelian ulang


Variabel Harga memiliki koefisien regresi sebesar 0,282 dan p-value

0.000. Koefisien tersebut memiliki arti variabel harga memiliki pengaruh

positif terhadap pembelian ulang. Nilai p-value kurang dari 0,05. Sehingga

hipotests alternative diterima, maka dapat diartikan variabel harga

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian ulang.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Citra Merek Terhadap Pembelian Ulang
Para konsumen membeli sesuatu, bukan hanya sekedar

membutuhkan barang itu, akan tetapi ada sesuatu yang lain yang

diharapkannya. Sesuatu yang lain itu sesuai dengan citra yang terbentuk

dalam dirinya. Oleh sebab itu penting sekali perusahaan memberi

informasi dan pelayanan yang baik kepada publik agar dapat membentuk

citra yang baik. Citra ini adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan

pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu (Alma, 2018).

Pada temuan penelitian menunjukkan bahwa Citra merek

berpengaruh siginifikan dan memiliki pengaruh positif terhadap pembelian

ulang. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Kustianti (2019),

menyatakan bahwa citra merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan


55

pembelian ulang, artinya apabila citra merek semakin baik maka

keputusan pembelian ulang juga akan meningkat begitu pula sebaliknya.

Merek memiliki implikasi penting terhadap citra kualitas produk

yang ingin ditampilkan ke konsumen dengan harapan bahwa adanya

jaminan standar kualitas melalui merek, konsumen akan terus membeli

produk dari lini produk yang sama. Merek juga dapat meningkatkan

penjualan dan membuat suatu produk lebih mudah bersaing. Dengan

merek, harga bisa dinaikkan sehingga berimplikasi pada naiknya omset

dan keuntungan penjualan (Sudaryono, 2018).

Persepsi konsumen yang baik terhadap suatu produk tentunya akan

mempengaruhi keputusan pembelian ulang begitu juga sebaliknya jika

persepsi kosumen buruk terhadap suatu produk maka akan membuat

enggan membeli kembali akan produk tersebut. Pada temuan penelitian

didapatkan adanya pengaruh citra merek terhadap pembelian ulang,

menunjukkan bahwa Sarijan Coffee berhasil memikat pembeli untuk

kembali membeli ulang produk kopi bubuknya dan dapat dikatakan bahwa

konsumen memiliki persepsi yang baik akan produk kopi bubuk merek

Sarijan Coffee. Dapat dipastikan dengan persepsi konsumen yang baik

maka dapat meningkatkan tingkat untuk membeli kembali akan produknya

dan tentunya dapat meningkatkan omset penjualan.

4.3.2 Pengaruh Harga Terhadap Pembelian Ulang


Harga merupakan jumlah semua nilai yang diberikan pelanggan untuk

mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa

(Kotler & Armstrong, 2018). Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap

besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibelinya


56

(Gitosudarmo dalam Mardliana, 2019). Berdasarkan hukum permintaan, besar

kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen. Semakin

mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas produk yang bersangkutan,

begitupun sebaliknya (Tjiptono dalam Mardliana, 2019).

Berdasarkan temuan penelitian ditunjukkan, variabel harga

memiliki pengaruh signifikan dan berpengaruh positif terhadap pembelian

ulang. Bekesesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Mudfarikah

yang berjudul “Pengaruh Kualitas Layanan dan Harga Terhadap Minat

Beli Ulang” menyatakan bahwa harga berpengaruh secara signifikan

terhadap pembelian ulang (Mudfarikah & Dwijayanti, 2022). Diperkuat

juga oleh temuan penelitian oleh Kustianti (2019), dimana ada pengaruh

antara variabel harga terhadap pembelian ulang.

Harga merupakan variabel inti pada pemasaran, dimana dengan

berbagai alasan harga mampu mempengaruhi pembeli dalam mengambil

keputusan pembelian ulang suatu produk. Harga yang lebih murah dari

kompetitor merupakan salah satu pemicu yang dapat mempengaruhi

keputusan pembelian ulang dari pribadi pembeli. Jika produk tersebut

mahal maka akan mengalami penurunan, akan tetapi meskipun produk itu

mahal tapi kualitas produk bagus maka akan dipertimbangkan. Maka

adanya perubahan harga tentunya akan memepengaruhi keputusan

pembelian ulang terhadap suatu produk.

Pada hasil temuan Mudfarikah & Dwijayanti (2022) bahwa adanya

pengaruh harga terhadap keputusan pembelian ulang. Dimungkinkan

pembeli sudah tidak memperdulikan harga dikarenakan produk tersebut


57

memiliki kualitas yang sangat baik sehingga konsumen tetap tertarik untuk

tetap membeli akan produk tersebut.

4.4 Implikasi Penelitian


Implikasi hasil pada penelitian ini menjelaskan pengaruh variabel-

variabel citra merek, dan harga terhadap pembelian ulang pada konsumen

Sarijan Coffee di Kota Malang. Selanjutnya hasil dari penelitian ini dapat

digunakan sebagai informasi tambahan dan referensi bagi pihak Sarijan

Coffee, serta peneliti berharap dapat dimanfaatkan oleh pihak Sarijan

Coffee sebagai rencana strategis pemasaran penjualan produk-produk dari

Sarijan Coffee dengan tujuan untuk meningkatkan penjualan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa citra merek

mempengaruhi pembelian ulang. Semakin baik persepsi konsumen akan

kopi bubuk Sarijan Coffee, tentunya dapat meningkatkan kecenderungan

konsumen untuk melakukan keputusan terhadap pembelian ulang produk

Sarijan Coffee. Maka untuk meningkatkan suatu citra merek secara positif

pada konsumen, Sarijan Coffee perlu meningkatkan dan mempertahankan

kualitas produk dan sadar akan merek kopi bubuk Sarijan Coffee. Maka

untuk meningkatkan citra merek pada konsumen, saran dari peneliti

Sarijan Coffee perlu lebih giat membuat promosi mengenai merek yang

jelas serta mampu mempertahankan mereknya pada benak konsumen agar

merek Sarijan Coffee lebih mudah diingat, mudah dikenali, dan selalu

muncul dibenak konsumen ketika akan membeli suatu produk dari olahan

kopi.
58

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga mempengaruhi

pembelian ulang. Harga yang lebih murah dari kompetitor merupakan

salah satu pemicu yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian ulang

akan produk kopi bubuk Sarijan Coffee dari pribadi pembeli. Jika produk

tersebut mahal maka akan mengalami penurunan. Maka saran peneliti

untuk Sarijan Coffee adalah jika ingin merubah harga sebaiknya

mempertimbangkan pasar agar tidak terlalu mahal ataupun murah

sehingga tidak mengalami kerugian dan dapat meningkatkan penjualan.

Selain dengan mempetimbangkan akan harga kopi bubuk juga untuk tetap

menjaga akan kualitas produk, agar ketika harga naik dibandingkan merek

lain akan tetapi dengan kualitas yang baik konsumen tetap akan

mempertimbangkan dan membuat konsumen tetap membeli kembali akan

produk kopi bubuk Sarijan Coffee.


59

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Citra merek memiliki pengaruh yang siginifikan dan positif terhadap

pembelian ulang pada produk kopi bubuk Sarijan coffee. Artinya

variabel citra merek mampu meningkatkan tingkat pembelian ulang

pada produk kopi bubuk Sarijan Coffee. Pengaruh positif dapat

diartikan bahwa jika variabel citra merek meningkat tentu akan

meningkat pula variabel pembelian ulang. Dengan persepsi

konsumen yang baik akan kualitas suatu produk maka konsumen

berpotensi untuk berkeinginan membeli kembali produk tersebut.

2. Harga memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pembelian

ulang pada produk kopi bubuk Sarijan coffee. Artinya variabel harga

mampu meningkatkan tingkat pembelian ulang pada produk kopi

bubuk Sarijan Coffee. Pengaruh positif dapat diartikan bahwa jika

variabel harga meningkat tentu akan meningkat pula variabel

pembelian ulang. Pengusaha yang mampu memanage harga atau

tidak sembarangan memberikan harga terhadap produknya dengan

selalu memperhatikan pasar. Maka konsumen dapat

mempertimbangkan akan produk tersebut, terlebih harga yang relatif

murah atau terjangkau sehingga konsumen tertarik untuk membeli

kembali produk tersebut.


60

5.2 Saran

Adapun saran dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk menambah variabel lain

yang dapat mempengaruhi terhadap variabel pembelian ulang. Pada

temuan penelitian didapatkan nilai R-Square sebesar 68,2%. Sehingga

pada penelitian berikutnya terkait variabel citra merek dan harga terhadap

pembelian ulang untuk lebih teliti lagi, agar mendapatkan nilai R-Square

yang baik, atau menambahkan variabel lain yang dapat diteliti yang dapat

mempengaruhi variabel pembelian ulang, agar dapat menjelaskan lagi apa

saja yang dapat mempengaruhi variabel pembelian ulang.

2. Saran untuk pengusaha Sarijan Coffee adalah untuk selalu peningkatkan

akan kualitas produk dan tidak sembarangan untuk menaikkan harga kopi,

agar dapat meningkatkan penjualanya dan konsumen tetap membeli

kembali akan produk kopi bubuk Sarijan Coffee.


61

DAFTAR PUSTAKA

Alfan, A. C. (2019). Karakteristik dan Psikologi Konsumen Terhadap Keputusan

Pembelian Kembali Produk Melalui E-Commerce. Jurnal Balance. Vol.XVI

No. 1.

Alma, B. (2018). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta.

Arikunto, S. (2019). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka cipta.

Assauri, S. (2018). Manajemen Bisnis Pemasaran (Depok: Rajawali Pers.

Chalil, R. D., Sari, J. D. P., Ulya, Z., & Hamid, A. (2020). Brand, Islamic

Branding, & Re-Branding (1st ed.). Depok: Rajawali Pers.

Fastpay. (2022). Strategi Penetapan Harga Pengertian, Cara, Manfaat, Tujuan, dan

Lainnya. https://faspay.co.id/id/strategi-penetapan-harga-pengertian-cara

manfaat-tujuan dan lainnya/#:~:text=Salah%20satu%20tujuan%20adanya

%20penetapn,turun%20agar%20dapat%20menarik%20pembeli.

Fauzi, D. H. (2021). Determinasi Keputusan Pembelian Dan Pembelian Ulang

(Literature Review Manajemen Pemasaran). Jurnal Ilmu Manajemen

Terapan, 2(6), 790–800. https://doi.org/10.31933/jimt.v2i6.645

Fikar, R. M. (2021). Pengaruh Marketing Mix Terhadap Pembelian Ulang Yang

Dimediasi Oleh Variabel Kepuasan Pelanggan Indomaret Tapaktuan

Ditinjau Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Universitas Islam Negeri Ar-

Raniry Banda Aceh.

Firmansyah, A. (2019). Perilaku Konsumen (Sikap dan Pemasaran). Yogyakarta:

Penerbit Qiara Media.

Hair, J.F., Hult, G.T.M., Ringle, C.M., Sarstedt, M., Danks, N.P., Ray, S. (2021).
62

An Introduction to Structural Equation Modeling. In: Partial Least Squares

Structural Equation Modeling (PLS-SEM) Using R. Classroom Companion:

Business. Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-030-80519-7_1

Hidayat, A. (2018). Partial Least Square (PLS), Pengertian, Fungsi, Tujuan, Cara.

https://www.statistikian.com/2018/08/pengertian-partial-least-square-

pls.html#:~:text=Partial%20least%20square%20adalah%20suatu,bersifat

%20lebih%20robust%20atau%20kebal.

Khuswatun, A., & Yuliati. (2022). Pengaruh Variasi Produk, Harga, Dan

Customer Experience Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Roti Breadtalk

Yogyakarta. Jurnal Ilmu Manajemen, 5(1), 341–348.

https://doi.org/10.21831/jim.v12i1.11744

Kotler, P., & Armstrong, G. (2018). Principles of Marketing. In Pearson.

Kustianti, D. D. N. (2019). Pengaruh Citra Merek dan Harga Terhadap Keputusan

Pembelian Ulang Kartu Seluler Telkomsel. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah

Psikologi, 7(1), 83–92. https://doi.org/10.30872/psikoborneo.v7i1.4709

Mardliana, A. E. (2019). Pengaruh Citra Merek dan Harga Terhadap Keputusan

Pembelian Konsumen di Rabbani Denisa Ponorogo (Vol. 8, Issue 5). Institut

Agama Islam Negeri Ponorogo.

Mudfarikah, R., & Dwijayanti, R. (2022). Pengaruh Kualitas Layanan Dan Harga

Terhadap Minat Beli Ulang. Jurnal Manajemen, 13(4), 654–661.

https://doi.org/10.30872/jmmn.v13i4.10161

Muhson, A. (2022). Analisis Statistik dengan SmartPLS: Path Analysis,

Confirmatory Factor Analysis, & Structural Equation Modeling. Universitas

Negeri Yogyakarta.
63

Nailufar, Sunu’an (2021). Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap Minat

Beli Penumpang Pada Maskapai Citilink Rute Pontianak – Surabaya. Skripsi

thesis, STTKD Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta.

Permatasari, E., Luthfiana, H., Pratama, N. A., & Ali, H. (2022). Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Pembelian Ulang Konsumen : Promosi , Harga Dan

Produk. Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, 3(5), 522–529.

Prawiro. (2018). Pengertian Harga: Fungsi, Tujuan, Jenis-Jenis Harga.

https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-harga.html

Priyanto, M., & Sudrartono, T. (2021). Pengaruh Harga Terhadap Keputusan

Pembelian Ulang Aksesoris Pakaian Di Toko Mingka Bandung. Jurnal

Ilmiah Akuntansi Keuangan Dan Bisnis, 2(1), 57–66.

https://doi.org/10.36490/value.v2i1.184

Puraya, W. (2022). Fenomena Coffee Shop, Bisnis Kekinian di Indonesia.

https://www.undip.id/2022/fenomena-coffee-shop-bisnis-kekinian-di-

indonesia/

Sari, O. W. (2022). Pengaruh Citra Merek, Harga, Kualitas Produk Terhadap

Keputusan Pembelian Merk Vicenza Dalam Perspektif Bisnis Syariah (Studi

Kasus Konsumen Toko Grosir Bang Iyuz Way Dadi Sukarame Bandar

Lampung Periode 2020). Uin Raden Intan Lampung.

Sudaryono. (2018). Manajemen Pemasaran Teori dan Implementasi. C.V Andi

Offset.

Sugiono. (2020). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sukmawati, A. (2023). Pengertian Harga.

https://www.kompas.com/skola/read/2023/03/16/060000469/pengertian-
64

harga-menurut-ahli-tujuan-jenis-dan-contohnya

Sutiyono, R., & Brata, H. (2020). The Effect of Prices, Brand Images, and After

Sales Service Reinforced Bar Steel Products on Consumer Purchasing

Decisions of PT. Krakatau Wajatama Osaka Steel. International Journal of

Education Management and Social Science, 1(6), 945–967.

Wahyudi, Y. H., Kristanti, D., & Nurbambang, R. (2020). Analisis Pengaruh

Produk, Harga dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Pembelian

Ulang Pada Bakpia Endous Kediri. Riset Bisnis Ekonomi, 1(1), 48–67.

http://ojs.unik-kediri.ac.id/index.php/risk/article/view/1389/1278

Winata, E. (2020). Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Citra Merek terhadap

Keputusan Pembelian Ulang Pulsa pada Kartu Simpati Telkomsel (Studi

kasus pada mahasiswa STIM Sukma Medan). Jurnal Ilmu Manajemen, 8(2),

25–32. https://journals.synthesispublication.org/index.php/Ilman/article/

view/200

Anda mungkin juga menyukai