21ARS1302
BANGUNAN ARSITEKTURAL KAYU DAERAH SUMATRA
OLEH:
ALYA SOFIA AZZAHRAH / 2323201110001
PANJI WIRATAMA / 2323201110012
M RIDUAN / 2323201110009
DOSEN PENGAMPU :
Ar. M. Alfreno Rizani., M. Ars., IAI
1
DAFTAR ISI
A. Pendahuluan .................................................................................. 2
B. Pembahasan ................................................................................... 3
C. Penutup ......................................................................................... 11
D. Daftar Pustaka .............................................................................. 12
A. Pendahuluan
2
Sumatera adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia yang memiliki
kekayaan budaya dan alam yang luar biasa. Salah satu aspek budaya yang
menarik untuk dikaji adalah arsitektur tradisional yang dibangun oleh berbagai
suku bangsa yang mendiami pulau ini. Arsitektur tradisional Sumatera
memiliki ciri khas yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang geografis,
sosial, budaya, dan religi dari masing-masing suku. Namun, ada satu
kesamaan yang mencolok, yaitu penggunaan kayu sebagai bahan utama
dalam pembangunan rumah adat.
Kayu merupakan bahan yang melimpah di Sumatera karena hutan tropis
yang luas dan subur. Kayu juga memiliki keunggulan sebagai bahan
bangunan, seperti kuat, ringan, mudah dibentuk, tahan panas dan dingin,
serta ramah lingkungan. Selain itu, kayu juga memiliki nilai estetika dan
simbolis yang tinggi bagi masyarakat Sumatera. Kayu dipercaya sebagai
bahan yang hidup dan memiliki roh, sehingga harus dihormati dan
diperlakukan dengan baik. Kayu juga menjadi media untuk mengekspresikan
seni ukir dan lukis yang khas dari setiap suku.
B. Pembahasan
I. Rumah Gadang
1.1. Bahan/Material
Pondasi: Pondasi rumah Gadang disebut dengan anjuang, yang terbuat dari
batu atau beton yang ditanam di dalam tanah. Anjuang berfungsi untuk
menopang rangka rumah Gadang dan melindungi kayu dari kelembaban
tanah. Anjuang biasanya dibuat dengan bentuk persegi empat atau segi
delapan, sesuai dengan jumlah tiang gadang yang digunakan.
Kerangka: Kerangka rumah Gadang disebut dengan rangka, yang terbuat dari
kayu yang disusun menjadi balok-balok besar yang disebut dengan tiang
gadang. Tiang gadang berfungsi untuk menyangga atap dan dinding rumah
Gadang. Tiang gadang biasanya terdiri dari empat tiang utama yang berada
di sudut-sudut rumah, dan beberapa tiang tambahan yang berada di tengah-
tengah rumah. Tiang gadang disambung dengan menggunakan pasak, yaitu
potongan kayu yang berbentuk silinder atau segi empat yang digunakan
untuk menghubungkan dua atau lebih potongan kayu lainnya. Pasak
dipasang dengan cara mengebor lubang pada potongan kayu yang akan
disambung, kemudian memasukkan pasak ke dalam lubang tersebut. Pasak
4
dapat diikat dengan tali rotan atau bambu untuk memperkuat sambungan.
Atap: Atap rumah Gadang disebut dengan bagonjong, yang terbuat dari ijuk
(serat kelapa) atau sirap (potongan-potongan bambu) yang disusun menjadi
genting. Bagonjong berfungsi untuk melindungi rumah Gadang dari panas
matahari dan hujan. Bagonjong memiliki bentuk yang melengkung dan
runcing ke atas seperti tanduk kerbau, yang merupakan simbol kekuatan dan
kejayaan Minangkabau. Bagonjong dibuat dengan menggunakan rangka kayu
yang disebut dengan usuk, yaitu balok-balok kayu tipis yang disusun secara
melintang di atas tiang gadang. Usuk disambung dengan menggunakan
pasak, sama seperti tiang gadang. Usuk kemudian ditutup dengan ijuk atau
sirap yang dijahit atau diikat dengan tali rotan atau bambu.
Dinding: Dinding rumah Gadang disebut dengan dinding, yang terbuat dari
papan kayu tipis yang disusun secara vertikal. Dinding berfungsi untuk
membatasi ruang dalam rumah Gadang dan sebagai media untuk menghias
rumah dengan ukiran dan lukisan. Dinding dibuat dengan menggunakan
rangka kayu yang disebut dengan balok dinding, yaitu balok-balok kayu tebal
yang disusun secara horizontal di antara tiang gadang. Balok dinding
disambung dengan menggunakan pasak, sama seperti tiang gadang. Balok
dinding kemudian ditutup dengan papan kayu tipis yang diikat dengan tali
rotan atau bambu.
5
Lantai: Lantai rumah Gadang disebut dengan lantai, yang terbuat dari papan
kayu tebal yang disusun secara horizontal. Lantai berfungsi untuk tempat
berpijak dan duduk bagi penghuni rumah Gadag. Lantai dibuat dengan
menggunakan rangka kayu yang disebut dengan balok lantai, yaitu balok-
balok kayu tebal yang disusun secara melintang di atas anjuang. Balok lantai
disambung dengan menggunakan pasak, sama seperti tiang gadang. Balok
lantai kemudian ditutup dengan papan kayu tebal yang diikat dengan tali rotan
atau bambu.
Rumah adat sopo adalah salah satu jenis rumah tradisional yang berasal
dari daerah Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Luwu. Rumah adat
sopo memiliki bentuk yang unik dan khas, yaitu berupa rumah panggung
yang memiliki atap berbentuk limas dengan sudut yang tajam. Rumah
adat sopo juga memiliki ciri khas lain, yaitu memiliki anjungan atau
serambi di bagian depan rumah yang berfungsi sebagai tempat
menerima tamu atau melakukan kegiatan sosial.
2.1. Bahan/Material
6
Rumah sopo dibangun dengan menggunakan material atau bahan yang
mudah didapat dan murah. Material atau bahan utama yang digunakan
adalah bambu, ijuk atau jerami, dan papan kayu.
Ijuk atau jerami digunakan sebagai penutup atap rumah sopo. Ijuk atau jerami
dipilih karena memiliki sifat yang ringan, tahan air, tahan panas, dan tahan
api. Ijuk atau jerami dipasang dengan cara disusun rapat dan tebal di atas
rangka atap bambu. Ijuk atau jerami juga memberikan bentuk runcing pada
atap rumah sopo.
Papan kayu digunakan untuk membuat dinding rumah sopo. Papan kayu
dibelah tipis sekitar 3-5 cm tanpa ukiran-ukiran. Papan kayu dipasang secara
horizontal pada balok-balok bambu yang membentuk rangka dinding.
Teknik sambungan bambu pada rumah adat sopo dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu: teknik sambungan mekanis dan teknik sambungan non-
mekanis.
7
Gambar hanya contoh
8
Rumah Nias adalah rumah adat Nias yang merupakan rumah tradisional
dan banyak ditemukan di Pulau Nias, Sumatera Utara. Rumah Nias juga
disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama
Rumah Omo Hada atau Rumah Omo Sebua. Rumah Nias memiliki
bentuk yang megah dan kokoh, yaitu berupa rumah panggung yang
memiliki atap berbentuk limas dengan sudut yang landai. Rumah Nias
juga memiliki ciri khas lain, yaitu memiliki tangga masuk yang berbentuk
seperti lidah buaya, serta memiliki ukiran-ukiran yang bermakna simbolik
di dinding dan pintu rumah.
3.1. Material/Bahan
Rumah Nias dibangun dengan menggunakan material atau bahan yang kuat
dan kokoh untuk menyesuaikan dengan lingkungan alam di Sumatera Utara
yang rawan gempa. Material atau bahan utama yang digunakan adalah kayu,
ijuk atau jerami, dan papan kayu.
Kayu menjadi unsur terpenting dalam pembuatan struktur rumah Nias. Jenis
kayu yang digunakan adalah kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) yang memiliki
kualitas tinggi dan tahan lama. Kayu ulin digunakan untuk membuat tiang-
tiang penyangga, balok-balok penopang atap, rangka atap, lantai, tangga,
pintu, jendela, dan ornamen-ornamen.
Ijuk atau jerami digunakan sebagai penutup atap rumah Nias. Ijuk atau jerami
dipilih karena memiliki sifat yang ringan, tahan air, tahan panas, dan tahan
api. Ijuk atau jerami dipasang dengan cara disusun rapat dan tebal di atas
rangka atap kayu. Ijuk atau jerami juga memberikan bentuk lancip pada atap
rumah Nias.
Papan kayu digunakan untuk membuat dinding rumah Nias. Papan kayu
dibelah tipis sekitar 3-5 cm dengan ukiran-ukiran yang menghiasi. Ukiran-
ukiran tersebut dapat berupa motif daun, bunga, buah-buahan, binatang, atau
geometris. Pemilihan jenis ukiran tergantung dari adat masing-masing daerah
di mana rumah Nias berdiri. Papan kayu dipasang secara vertikal pada balok-
balok kayu yang membentuk rangka dinding.
10
Pemasangan atap: Atap Rumah Nias berbentuk melengkung
dengan ujung yang menjulang tinggi. Atap Rumah Nias terbuat
dari ijuk yang dipasang secara bertumpuk pada rangka bambu.
Ijuk dipilih karena memiliki sifat yang tahan air, tahan api, dan
tahan angin. Atap Rumah Nias harus dipasang dengan hati-hati
agar tidak mudah rusak atau bocor.
C. Penutup
11
memiliki ciri khas dan keunikan yang mencerminkan nilai-nilai adat,
kepercayaan, dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.
Bangunan arsitektural kayu daerah Sumatera juga memiliki keterkaitan
dengan kondisi geografis, iklim, dan sumber daya alam yang tersedia di
wilayah tersebut.
Makalah ini telah membahas tiga contoh bangunan arsitektural kayu daerah
Sumatera, yaitu rumah gadang, rumah sopo, dan rumah Nias. Pembahasan
telah difokuskan pada material/bahan bangunan, teknik pembuatan, dan
teknik sambungan yang digunakan dalam pembangunan bangunan tersebut.
Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bangunan arsitektural
kayu daerah Sumatera memiliki keunggulan seperti kuat, fleksibel, estetis,
artistik, dan ramah lingkungan.
D. Daftar Pustaka
i. [Ardiansyah, A., & Suryani, E. (2018). Teknik Sambungan Kayu pada Rumah
Adat Nias. Jurnal Ilmiah Teknik Arsitektur, 4(1), 1-10.]
ii. [Fauziyah, L., & Suryani, E. (2019). Teknik Pembangunan Rumah Adat Nias.
Jurnal Ilmiah Teknik Arsitektur, 5(1), 1-10.]
iii. [Siregar, A. R., & Suryani, E. (2020). Rumah Adat Nias: Sebuah Karya
Arsitektur Vernakular yang Tahan Gempa. Jurnal Ilmiah Teknik Arsitektur,
6(1), 1-10.]
iv. [Siregar, F., & Suryani, E. (2017). Rumah Gadang: Sebuah Karya Arsitektur
Vernakular yang Menggambarkan Budaya Minangkabau. Jurnal Ilmiah Teknik
Arsitektur, 3(1), 1-10.]
v. [Siregar, F., & Suryani, E. (2018). Teknik Pembangunan Rumah Gadang.
Jurnal Ilmiah Teknik Arsitektur, 4(2), 11-20.]
vi. [Siregar, F., & Suryani, E. (2019). Teknik Sambungan Kayu pada Rumah
Gadang. Jurnal Ilmiah Teknik Arsitektur, 5(2), 11-20.]
vii. [Siregar, M., & Suryani, E. (2017). Rumah Sopo: Sebuah Karya Arsitektur
Vernakular yang Menggambarkan Budaya Batak. Jurnal Ilmiah Teknik
Arsitektur, 3(2), 11-20.]
viii. [Siregar, M., & Suryani, E. (2018). Teknik Pembangunan Rumah Sopo. Jurnal
Ilmiah Teknik Arsitektur, 4(1), 11-20.]
ix. [Siregar, M., & Suryani, E. (2019). Teknik Sambungan Bambu pada Rumah
Sopo. Jurnal Ilmiah Teknik Arsitektur, 5(1), 11-20.]
12