(VRM) P-6C
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Rudy Gunarso
11210018
FAKULTAS TEKNIK
BOGOR
2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
NIM : 11210018
Tanda Tangan :
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 11210018
Telah berhasil dipertahankan di depan dewan penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada
program studi Teknik Kimia Sekolah Tinggi Teknologi Indocement.
DEWAN PENGUJI
Penguji I : ( )
Penguji II : ( )
Penguji III : ( )
Ditetapkan di : Bogor
KATA PENGANTAR
iii
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu, demi memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Kimia pada
Fakultas Teknik STT Indocement. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Kedua Orang Tua serta seluruh keluarga dan kerabat penulis yang
senantiasa mendoakan, memberikan nasihat dan dukungannya hingga
skripsi ini terselesaikan.
2. Ketua Bidang Akademik Jurusan Teknik Kimia, Bapak Thomas Arista dan
Bapak Gunawan, S.T., M.T. selaku pembimbing akademik di STT
Indocement.
3. Seluruh dosen program studi Teknik Kimia STT Indocement yang telah
melimpahkan ilmu dan pengalamannya.
4. Bapak Dedi A. Dasuki, Bapak Pardi Rosyid, dan Bapak Bambang Priyono
yang telah membantu mengkoordinasikan penulis dengan pembimbing
skripsi.
5. Bapak Siswandi Saputra selaku Plant Manager Plant 6-11.
6. Bapak Eko Sugiyanto selaku Department Head Production PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk. Plant 6-11.
7. Bapak Johanes Januar H. S.T dan Bapak Waneri S.T,.M.T. selaku
pembimbing lapangan yang telah menyediakan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bpk. Rommy Septiyandi S.T. beserta segenap staff PT. Indocement
Tunggal Prakarsa, Tbk. yang bertugas dan telah membantu dalam
pengambilan data maupun serangkaian kegiatan penelitian lainnya.
9. Para sahabat STT Indocement dan seluruh pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah disebutkan di atas. Semoga skripsi ini membawa manfaat
untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
iv
Bogor, 14 Oktober 2015
Rudy Gunarso
v
HALAMAN PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
NPM : 11210018
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty
noneksklusif ini, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Bogor
Yang menyatakan,
(Rudy Gunarso)
vi
ABSTRAK
Pengoperasian Vertical Roller Mill (VRM) P-6C sering kali mengalami kesulitan,
terutama masalah vibrasi karena VRM rentan sekali terhadap getaran/ vibrasi.
Ketika terjadi vibrasi ada beberapa kemungkinan yang bisa diambil, yaitu :
pressure hidrolik terlalu tebal, material bed terlalu tipis, dan pembagian material /
disribusi material tidak merata. Ketika distribusi material tidak merata karena
menabrak outlet cone separator maka masing-masing roller tidak memiliki jumlah
feeding yang sama untuk digiling yang pada akhirnya menyebabkan VRM
mengalami vibrasi dan laju keausan dari masing-masing roller pun tidak sama,
yang juga pada akhirnya menjadi penyebab VRM tidak efisien. Terutama pada
bagian roller, mengalami keausan yang tidak merata. Center cone yang terlalu
panjang menyebabkan material feeding menabrak chute tersebut mengakibatkan
center chute cone separator bolong. Maka dari itu perlu dilakukan modifikasi
berupa pemotongan chute cone separator sepanjang 800 mm yang bertujuan agar
material feeding (clinker) tidak menabrak chute dan distribusi material yang jatuh
ke table dan pada akhirnya di distribusikan ke semua roller secara merata supaya
keausan pada masing-masing roller sama dan thickness material per roller pun
sama.
Kata Kunci : Vertical Roller Mill, Separator, Material Thickness, Wear Rate
vii
ABSTRACT
Operation of Vertical Roller Mill (VRM) P-6 C often run into difficulties,
particularly the problem of vibration due to VRM susceptible to vibration. When
there is vibration, there are several possibilities that could be taken, such as: the
hydraulic pressure is too much, too thin bed material, and the distribution of
material is uneven. When the distribution of material is uneven due to hit the
outlet cone separator then each roller does not have the amount of feeding the
same to be grind, which in turn causes the VRM vibration is too high and wear
rate of each roller was not the same, which also ultimately be the cause VRM not
efficient. Especially on the roller, experience uneven wear. Center cone that is too
long causes the material feeding chute bumping the lead center cone chute
perforated separator. Therefore it is necessary to modify the form of cutting chute
cone separator 800 mm which is intended to make the material feeding (clinker)
did not hit the chute and distribution of material falling to the table and ultimately
distributed to all roller evenly so that the wear on each roller at and the thickness
of material per roller is the same.
viii
DAFTAR ISI
Analisa Permasalahan Center Chute Cone Separator Vertical Roller Mill (VRM)
P-6C i
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vii
Abstract viii
DAFTAR ISI ix
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
BAB II 5
LANDASAN TEORI 5
2.2.1 Definisi 14
ix
BAB III 32
METODOLOGI PENELITIAN 32
3.6.3 Perhitungan 52
BAB IV 53
BAB V 72
5.1 Kesimpulan 72
5.2 Saran 72
x
DAFTAR PUSTAKA 73
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 2.13 Outlet Chute Separator / Center Chute.............................................25
xiii
Gambar 4.4 Center of Table atau Inner Table........................................................63
xiv
DAFTAR TABEL
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah :
Vertical Roller Mill tersebut. Parameter produksi yang akan dijadikan sebagai
bahan observasi adalah :
1. Kapasitas (ton/hour)
2
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis melakukan beberapa metode, yaitu :
3. Pengumpulan data
4. Pengolahan data
5. Analisis data
3
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini untuk mempermudah pemhaman pembaca,
penulis membuat sistematika sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang landasan teori, definisi Vertical Roller Mill
(VRM), main equipment dari VRM, sifat-sifat material feeding VRM, dan
perhitungan efisiensi Vertical Roller Mill.
Bab ini menjelaskan tentang cara pengambilan data berupa wearing rate
atau laju keausan roller yang diakibatkan oleh distribusi material yang
tidak merata
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran (jika ada) yang
diperoleh dari pembahasan dalam penulisan ilmiah ini.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
Clinker : 89 – 91%
Clinker : 75 – 82%
Additive : 15 – 25%
6
Gambar 2.1 Bahan aditif semen
Clinker
Clinker merupakan hasil pembakaran dari raw material di kiln. Mineral
clinker mengandung kombinasi dari beberapa Kristal. Kristal tersebut terdiri
dari belite (C2S), alite (C3S), C3A, dan ferrite (C4AF).
7
Penggilingan akhir melibatkan konsumsi energi yang besar pada proses
pembuatan semen dan hal ini harus dioptimalkan. Bagaimanapun, harus
diakui kemampuan clinker untuk digiling sebagian besar dipengaruhi oleh
sifat kimia dan kondisi saat pembakarannya. Oleh karena itu, proses di
kiln dan finish mill keduanya harus sama-sama dipertimbangkan. Berbagai
korelasi penjelasan mikrostruktur telah diteliti dan hal ini memberikan
petunjuk tentang keanekaragaman kemampuan giling (grindability)
clinker. (Harrison, 2013)
Gypsum
Gypsum berperan penting dalam semen. Meskipun, digunakan dalam jumlah
yang sedikit, berkisar antara 2,5-3,0% penggunaan SO3, peran gypsum
signifikan pada semen, lebih dominan pada saat awal. Gypsum membuat
kinerja mortar atau beton untuk menjaga semen dalam keadaan plastis pada
saat awal hidrasi. Hal ini didapat dari mengubah laju alir hidrasi calcium
aluminate yang berfungsi sebagai penghambat hidrasi semen. Hal ini yang
menjadikan gypsum popular dianggap sebagai penghambat atau pengatur
kekerasan.
8
aluminate hydrate (CAH). Hidrasi dari C3A mengeluarkan panas eksotermis
berlebih.
fast reaction
3 CaO. Al2O3 + n H2O CAH + panas eksoterm berlebih
Banyak dari industry semen dan beton mengetahui fungsi dari gypsum
sebagai penghambat. Namun, fungsi pelengkap gypsum sebagai
penyumbang kuat tekan awal tidak diperhatikan. Celah pengetahuan ini
mengarah ke keliruan bahwa penambahan gypsum akan menambah
fungsinya sebagai retarder. Hal ini tidak benar. Formasi dari ettingrite di
ambang level tertentu meningkatkan kecepatan proses pengerasan awal.
Meninjau peristiwa ini, kode etik semen Eropa baru-baru ini – ENV 197 –
1 stipulates higher dosage of SO3 (between 3.5 to 4 percent by mass)
Trass
Trass atau pozzolan adalah suatau jenis bahan galian yang berasal dari bahan
pelapukan deposit vulkanik. Trass di sebut juga puzolan karna pertama kali di
temukan oleh bangsa romawi kuno. Yang pada saat itu bangsa romawi kuno
membuat bangunan menggunakan bahan galian dari permukaan bumi yang
merupakan campuran halus dari debu vulkanik yang letaknya di dekat kota
puzzuoli. Oleh karena itu bangsa Roma menamakan bahan galian tersebut
dengan nama bahan pozzolan. Trass mengandung bahan silika, besi dan
alumunium yang tidak mempunyai sifat penyemenan, tetapi dalam bentuk
serbuk halus dan apabila dicampur dengan air dapat bereaksi dengan kalsium
hidroksida pada suhu ruangan dan membentuk senyawa yang mempunyai
9
sifat semen, yaitu mengalami sifat pengerasan yang setelah keras tidak larut
dalam air. Suatu bahan galian dapat diklasifikasikan sebagai trass alam
apabila mempunyai komposisi kimia seperti yang di saratkan oleh ASTM C
618-78.
10
Al2O3 20,64 13,88 28,86
Fe2O3 5,51 0,57 10,78
CaO 3,32 0,46 7,23
MgO 1,02 0,11 3,11
SO3 0,15 0,00 4,27
Na2O 1,5 0,00 3,8
K2O 1,64 0,01 4,4
Tabel komposisi trass di Pulau Jawa
11
Gambar 2.3 Bentuk Partikel blast-furnace slag
Blastfurnace slag merupakan material yang paling sukses dan banyak digunakan
sebagai “slag semen” di dunia. Dikarenakan semen Portland terdiri dari
kandungan blast furnace slag, hal ini menjadi pokok bagi beberapa negara untuk
menjadikan spesifikasi semen yang berbeda dari karakteristik kuat tekan dan
kandungan slagnya. Pada banyak Negara, Portland slag semen diseimbangkan
12
dengan semen murni (tipe 1). Lain pihak, sering digunakan kandungan slag yang
lebih tinggi, yang mempunyai karakteristik seperti ketahanan sulfat yang lebih
tinggi dan menurunkan panas hidrasi.
Limestone aditif
Penambahan limestone sebagai aditif ikut ambil bagian dalam reaksi hidrasi,
namun kuat tekan 28 hari untuk mortar dan beton dapat menurun. Hilangnya kuat
tekan dapat diganti dengan kenaikan akibat dari distribusi ukuran partikel (Particle
Size Distribution) gilingan linker maupun dengan operasional penggilingan pada
konsumsi daya spesifik (kWh/t) yang konstan. Untuk limestone tingkat 5-10%,
kuat tekan tidak begitu berkurang.
Karena sifatnya sebagai filler menggantikan partikel clinker dibawah 5 μm, maka
untuk menjaga kuat tekan agar tetap tinggi diperlukan kehalusan yang lebih tinggi
jika dibandingkan sebelum pemakaian additive limestone.
Fly ash
Fly ash banyak didapat dari limbah hasil pembakaran batu bara di dalam tanur
pembangkit tenaga listrik. Berunsur pokok dari aluminosilicate. Mempunyai bulk
density rendah (0,8t/m3) yang dapat mempengaruhi biaya transportasi dan
penyimpanan. Partikel kecil fly ash berlubang (hollow) dan tingkat kehalusan
bervariasi antara 200-500 m2/kg (atau residu 45 μm 10-40%), serupa dengan
semen Portland. Ash biasanya tersedia bubuk kering yang sesuai untuk
transportasi pneumatic dan sering ditambahkan ke semen campuran dengan
sedikit atau tanpa penggilingan. Proses penggilingan untuk fly ash terjadi hanya
13
sekedar penghancuran hollow fly ash, hal ini sebelum dari proses penggilingan
secara intensif benar-benar terjadi.
Fly ash terbentuk oleh lebih dari 15 jenis kristal, namu yang paling dominan
adalah kristal/mineral Quartz, Mullite, Hematite, Magnetite, Carbon dan Glass.
Komposisi kimia fly ash terdiri dari; SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, SO3,
Na2O, K2O.
SiO2 44,11
Al2O3 20,81
Fe2O3 17,49
CaO 4,75
MgO 1,12
SO3 1,19
Na2O 0,73
K2O 1,97
Fly ash yang digiling bersama Portland clinker dan gypsum yang mencapai 10-
50% berat, biasa disebut Portland Pozzolana Cement. Beberapa Negara yang
menerapkan pemakaian fly ash pada produksi semennya; Jepang (20-30%), U.S.A
(15-40%), China (15-50%), Rusia (20-30%) dan India (10-25%).
2.2.1 Definisi
Seiring perkembangan zaman, industri semen telah berhasil
memanfaatkan VRM untuk penggilingan akhir. Dikarenakan konsumsi
energi listrik pada industri semen yang paling besar berada pada proses
penggilingan, yaitu sekitar ±60% dari total biaya listrik, dan ±20-25% dari
14
total biaya produksi maka VRM digunakan pada proses penggilingan akhir
yang bertujuan untuk efisiensi biaya produksi.
Vertical Roller Mill atau VRM adalah alat yang digunakan untuk
penggilingan akhir pada proses industri semen. VRM merupakan
perkembangan dari Ball Mill, yaitu media penggilingan akhir secara
horizontal yang menggunakan bola-bola baja (Steel ball) sebagai media
penggilingnya. Material yang digiling berupa clinker, gypsum, limestone,
material aditif (trass atau slag).
(Source : FLSmidth)
15
Spesifikasi Vertical Roller Mill tipe 42-4 P-6C
Roller : 4 Unit
Hydraulic : 4 Unit
Accumulator : 16 Unit
Design by : FLSmidth
Power : 5500 Kw
VRM ok mill berkapasitas pressure hidrolik sebesar160 bar dan konsumsi energi
sebesar 1600 kW, berikut data spesifik vrm :
- No of Rollers :3
16
- Table Speed : 28 rpm
VRM memiliki banyak desain yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya memiliki
prinsip kerja yang sama. Media penggilingnya berupa roller dan table. Dimana
material masuk ke dalam Mill melalui inlet chute dan menujur ke arah Edge of
table yang berputar dan didistribusikan ke masing-masing roller yang kemudian
akan digiling. Material yang terbawa oleh gas panas sebagai media
transportasinya dan yang lolos dari separator akan ditangkap oleh bag filter yang
kemudian menjadi produk. Sedangkan material yang tidak lolos dari separator
akan disirkulasikan kembali menjadi tailing untuk digiling kembali. Pembagian
material atau distribusi material harus merata supaya operasi VRM stabil dan
tidak mengalami kendala.
Design
Specification
s
Mill OK 42-4
Separator ROKSH 99
Mix PCC
Product Type Mix (Gis) (MISI) PCC (GIS) (MISI)
Production
Rate 235 t/h 250 t/h 250 tph 260 t/h
Product 10% @ 32 19% @ 32
Fineness micron Micron
~610 ~440 ~470
~470 m²/kg m²/kg m²/kg m²/kg
(Blaine) (blaine) (blaine) (blaine)
Clinker 65% 65% 75% 75%
Gypsum 3% 3%
17
Limestone 11% 11%
Trass (Gis) 35% 11%
Trass (Misi) 35% 11%
Mill Outlet
Temperature 95° 110°
Product
Collection Bag Filter
Mill Filter Bag Filter
Separator Drive
Mill Outlet
Mill Feed Inlet
Separator
Roller
Grinding Table
Main Gearbox
Hot Gas Inlet
Hydraulic
Main Drive
18
Roller dan Table
Roller berfungsi sebagai media penggiling (grinding media) dari VRM. Roller
diberi gaya tekan yang dihubungkan dengan system hidrolik. Gaya tekan roller
tersebut yang akan menggiling material di meja penggiling yang berputar.
Distribusi material terhadap roller harus merata supaya ketinggian material bed
pada masing-masing roller merata. Jika tidak maka salah satu roller akan
menggiling terlalu berat, dan roller lainnya tidak. Jika masalah itu diabaikan maka
akan terjadi keausan yang berbeda pada roller.
19
Gambar 2.7 Table dan Bagian-bagiannya
(Sumber: FLSmidth VRM Cement Grinding)
System Hidrolik
System hidrolik teknologi yang memanfaatkan fluida cair (biasanya oli) untuk
melakukan suatu gerakan lurus (translation) atau putaran (Rotation). Sistem ini
bekerja berdasarkan prinsip Hukum Archimedes. Jika suatu zat cair diberi tekanan,
maka akan merambat ke segala arah tanpa mengurangi atau menambah tekanan
tersebut.
Fluida yang digunakan dalam sistem hidrolik adalah oli. Syarat-syarat cairan
hidrolik yang digunakan harus memiliki kekentalan (viskositas) yang cukup,
memiliki indek viskositas yang baik, tahan panas, tidak berbusa, tahan terhadap
suhu dingin.
20
Main Drive dan Gearbox
VRM memiliki motor penggerak utama (main drive) dan gearbox yang didesain
khusus untuk VRM. Gearbox dilengkapi dengan axial thrust bearing yang
menahan gaya sewaktu penggilingan dan meredamnya ke arah pondasi dari mill
tersebut. Gearbox berfungsi sebagai pengatur kecepatan putar dari grinding table.
Main drive (auxiliary drive) membantu menggerakkan mill jika di dalamnya
masih terdapat material sewaktu berhenti mendadak, juga membantu
mempercepat pengosongan material jika ingin melakukan perawatan.
Separator
Separator berfungsi untuk memisahkan material produk yang halus dan yang
kasar. Target produk yang diinginkan adalah :
21
Blaine 3800 cm2/gr
Target operasi produk dijaga sesuai target supaya kualitas dari produk tetap baik.
Keterangan :
22
402 : The deflector
302 : Louvres
301 : Louvres
401 : Rotor
107 : Pipes
23
Center Chute Cone Separator
24
Gambar 2.12 : Dimensi dan Ukuran center chute
25
2.2.2 Prinsip Kerja VRM
Roller akan berputar secara melingkar di lintasannya pada mill table diatas bed
material umpan. Terhadapnya diberikan tekanan dari luar (vertical force)
sehingga material akan menerima dua macam gayasekaligus yaitu compressive
force dan shear force. Gaya yang bekerja pada roller ini harus dijaga agarmenekan
dan mengalami kontak dengan material bed. Sistem hidrolik yang berperan
sebagai penopang dan pemberi gaya tekan pada roller.
Secara umum karakteristik semua roller mill adalah mereduksi ukuran material
sebagai hasil kerja dari roller dan elemen grinding lainnya. Material masuk
melalui inlet VRM. Untuk VRM Plant 6 terdapat 2 jalur material, yaitu; untuk
Clinker + Gypsum, dan Limestone aditif + Slag. Material jatuh dan melewati
lintasan roller, material akan mengalami pemisahan oleh aliran udara panas (hot
gas) yang dimasukkan melalui nozzle ring yang terdapat pada posisi annular dari
mill table.
Material hasil penggilingan selanjutnya akan masuk ke classifier (separator).
Partikel yang kasar dan halus akan dipisahkan oleh separator ini. Partikel dengan
ukuran kasar akan masuk kembali ke dalam mill untuk proses grinding kembali,
sementara partikel halus bersama dengan gas akan terhisap keluar dari mill dan
selanjutnya akan dipisahkan antara gas dan material produk pada bag filter.
26
Gambar 2.15 Proses Penggilingan Material
27
Proses penggilingan di ball mill dan VRM secara fundamental jelas berbeda. Pada
ball mill proses penumbukan terjadi karena gaya tumbuk stell ball. Penggilingan
di VRM terjadi karena adanya tumpukan material (bed material) yang diberi
tekanan tinggi yang cukup untuk mematahkan struktur dari tiap partikel di
tumpukan material tersebut, meskipun kebanyakan dari partikel di tumpukan
tersebut lebih tipis ukurannya dari tingkat ketebalan bed material.
Kestabilan dari tumpukan material yang akan digiling (grinding bed) ini biasanya
dapat dengan mudah dicapai di VRM penggilingan raw material dengan
menggunakan separator efisiensi tinggi. Namun, pada peroses penggilingan akhir
semen menjadi lebih sulit untuk menstabilkannya, karena :
P = n * µ * kT * DR * W * DP * π/60 * s
Dimana;
n = Jumlah Roller
µ = Faktor Gesek
28
s = Kecepatan Putar Table (rpm)
Belt Feeder mentransportasikan clinker yang berasal dari feed bin. Untuk trass,
gypsum, dan limestone menggunakan apron feeder sebagai alat pengumpannya
yang telah dipasang weighing feeder. Feeding ditransportasikan kedalam VRM
melalui 2 feeding belts yang berbeda. Feeding belts yang pertama adalah untuk
clinker kering, dan feeding belt yang kedua adalah untuk trass, gypsum, dan
limestone yang basah atau lembab. Masing-masing feeding belts dilengkapi
dengan magnetic separator, untuk memisahkan kandungan logam dari feeding
VRM supaya material asing tersebut tidak masuk kedalam VRM.
Inlet VRM dilengkapi dengan 2 jalur. Jalur yang pertama untuk klinker, dan jalur
yang kedua untuk material aditif yang lembab. Tipe saluran udaranya dalah rotary
atau berputar dan kerja utamanya adalah untuk meminimalisir kebocoran udara
atau false air yang masuk kedalam VRM.
Rotasi dari table mendorong bahan menuju ke tepi table, tepat dibawah roller
dimana material akan tergiling. Setelah melewati material akan terbawa ke dam
ring dan masuk ke nozzle ring dimana selanjutnya material akan terbawa oleh gas
panas yang berasal dari grate cooler Plant 6, Plant 7, Plant 8, dan Plant 11. Gas
panas membawa material ke arah separator sekaligus pengeringan material.
Kecepatan gas di nozzle ring dapat diatur. Sesuai berat material, yang lebih kecil
akan terangkat melalui nozzle ring, melewati separator untuk dilakukan proses
separasi yang pada akhirnya produk akan ditampung pada bag filter. Material
yang tidak lolos separator akan menjadi tailing yang nantinya akan bercampur
kembali lagi ke mill bersama fresh feed untuk digiling kembali.
29
Material reject / tailing akan ditransportasikan kembali ke mill dengan cara
resirkulasi. Sistem resirkulasi terdiri dari conveying system yang memisahkan
material reject ke dalam VRM melewati metal detector.
Produk yang sudah halus keluar dari separator lalu menuju ke bag filter, dimana
udara dan material dipisahkan. Kehalusan material bergantung kepada kecepatan
gas dan speed rotor dari separator.
Operation
Untuk mendukung operasi secara optimal, automatic control loops yang harus
diperhatikan oleh operator adalah :
30
Kontrol secara alternatif dapat diimplementasikan jika diperlukan dimana mill
inlet pressure telah dikontrol dengan mengatur speed fan untuk gas panas dan
temperatur keluaran mill dengan cara mengatur damper sirkulasi.
Jadi, secara garis besar proses yang terjadi pada VRM adalah :
a. Penggilingan (grinding)
Material digiling di antara roller dan grinding table sewaktu material tersebut
bergerak dari tengah meja ke arah nozzle ring. Metode penggilingan ini
merupakan proses penggilingan yang paling efisien di dalam industri semen.
b. Pemisahan (separation)
Material kering diangkat oleh gas kering. Kemudian di dalam separator, partikel
yang terlalu kasar (tailing) dikembalikan lagi ke grinding table, sementara partikel
yang halus meninggalkan mill dan dikirim ke bag filter.
c. Pengeringan (drying)
Gas proses yang digunakan terutama berasal dari waste gas kiln atau cooler.
Pengeringan berlangsung bersamaan dengan proses penggilingan dan pemisahan.
d. Transportasi
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
32
Gambar 3.2 Center Chute Cone Separator
(Source : Instruction Manual for Separator ROKS-H 99)
33
Gambar 3.3 : Dimensi dan Ukuran center chute
Salah satu akibat dari clinker yang menabrak center chute separator
adalah pembagian/distribusi material feeding yang tidak merata, yang secara
secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab terjadinya keausan roller
menyebabkan keausan roller berbeda-beda. Maka dari itu perlu dilakukan
pengukuran roller. Dibawah ini dijelaskan metode untuk mengetahui laju
keausan (wear rate)
34
tahap awal hingga akhir dari suatu pekerjaan. Didalam SOP juga dijelaskan
aspek keselamatan kerja. SOP digunakan untuk mempermudah pelaksanaan
dalam melakukan tugas pekerjaan dengan pencapaian waktu serta hasil yang
efisien dan efektif.
Berikut ini adalah tahapan inspeksi roller tyre dan table liner di vertical
roller mill:
1. Gunakan alat pelindung diri
2. Persiapkan peralatan yang akan digunakan
3. Siapkan prosedur keamanan (LOTOTO) untuk pekerjaan didalam mill
4. Lakukan pengukuran roller tyre
35
3.2.2. Peralatan yang digunakan :
36
2. Koordinasikan dengan bagian elektrik untuk memastikan switch gear di
MCC untuk motor mill, motor separator dan dimatikan dan dipasang kunci
pengaman serta safety tag.
5. Pada control display panel hydraulic, buka main menu kemudian pada
selection tekan tombol sentuh mode.
37
12. Buang tekanan hydraulic secara perlahan pada lifting pressure dengan
cara membuka relief valve sampai tekanan lifting pressure menjadi nol,
yakinkan dan lihat di pressure gauge lifting pressure, kemudian tutup
kembali relief valve
13. Tekan emergency stop yang berada pada mesin hydraulic pump.
14. Local switch motor VRM dipasang kunci pengaman dan safety tag.
15. Local switch motor separator dipasang kunci pengaman dan safety tag.
16. Local switch motor fan bag filter dipasang kunci pengaman dan safety
tag.
18. Setelah pekerjaan di dalam mill selesai, maka safety clamp untuk
masing-masing roller tyre harus dilepas, yaitu dengan cara :
38
3.3 SOP PENGUKURAN ROLLER
39
Pembersihan semua roller vrm dari debu menggunakan majun dan lap.
Biasanya dilakukan saat shift 3 sehari sebelum dilakukan pengukuran
4. Menentukan segment I – IV searah jarum jam di semua roller
11. Data yang didapat dari keempat segment tersebut, kemudian dicari data
keausan rata-ratanya
12. Setelah didapat data rata-rata semua segment di roller 1, lakukan hal yang
sama di roller 3. Dimulai dari menentukan posisi segment I (no. 6) sampai
mendapatkan hasil rata-rata 4 segment (no. 11)
40
13. Jika roller 3 telah usai, lepas stagger yang terpasang di roller 1 dan 3.
Kemudian pasang di roller 2 dan 4
14. Lakukan pengukuran roller 2 dan 4 secara bergantian dimulai dari
memposisikan segment 1 (no. 6) sampai mendapatkan hasil rata-rata 4
segment (no. 11)
41
1.) Alat Blaine
Alat Blaine pada dasarnya terdiri dari sebuah alat yang menarik
sejumlah udara melalui suatu alas semen Portland yang disiapkan
dengan porositas tertentu, merupakan fungsi dari ukuran partikel
dan menentukan laju aliran udara melalui alasnya.
Alat ini ditunjukkan dalam gambar 3.7 dan terdiri dari bagian-
bagian sebagai berikut:
Sel permeabilitas
Sel permeabilitas terdiri dari silinder yang kaku dengan
diameter dalam (12,7 ± 0,10) mm dibuat dari logam tahan
karat austentic.
Bagian dalam dari sel harus halus (kehalusan 0,81 μm).
Bagian atas sel harus tegak lurus terhadap sumbu utama
dari sel. Bagian bawah dari sel harus bias membentuk
sambungan yang kedap udara dengan ujung atas dari
manometer, sehingga tidak terjadi kebocoran udara antara
bidang-bidang kontak.
Dudukan (ledge) mempunyai lebar (0,5-1,0) mm
merupakan bagian dari sel yang menempel dengan kuat
dalam sel, pada jarak (55 ± 10) mm, dari puncak sel untuk
menahan piringan logam yang berlubang-lubang. Bagian
puncak sel permeabilitas harus dilengkapi dengan bagian
luar yang menobjol, untuk memudahkan pengambilan sel
dari manometer.
Piringan
Piringan dibuat dari logam yang tahan karat dengan
ketebalan (0,9 ± 0,1) mm berlubang-lubang sebanyak
(30-40) lubang dengan diameter 1 mm dan tersebar
merata.
42
Piringan harus cocok dengan bagian dalam sel, bagian
tengah salah satu sisi piringan haurs diberi tanda atau
goresan yang dapat dibaca, supaya penguji sselalu tahu
untuk menempelkan sisi tersebut di bagian bawah jika
memasukannya ke dalam sel.
Torak
Torak dibuat dari logam tahan karat austentic (austentic
stainless steel) yang harus tepat masuk ke dalam sel
dengan toleransi tidak lebih dari 0,1 mm.
Bagian dasar torak harus betul-betul datar dan tegak
lurus terhadap sumbu utama
Torak harus dilengkapi dengan ventilasi udara yaitu
berupa bagian data selebar (3,0 ± 0,3) mm pada salah
satu sisinya.
Puncak dari torak ini dilengkapi dengan bagian luar
yang menonjol, sehingga bila torak dimasukkan ke
dalam sel dan bagian sel yang menonjol kontak dengan
puncak sel maka jarak antara dasar torak dengan bagian
atas piringan harus (15 ± 1) mm.
Kertas saring
Kertas saring harus mempunyai daya tahan alir udara
medium, berbentuk lingkaran dengan tepi yang rata dan
mempunyai diameter yang sama dengan diameter
bagian dalam sel.
Manometer
Manometer dibuat dari bahan gelas berbentuk tabung U
dengan diameter luar 9 mm, seperti pada gambar 3.
Cairan manometer
Manometer harus diisi sampai garis di tengah tabung
dengan cairan yang tidak mudah menguap, tidak
higroskopis, mempunyai viskositas dan densitas rendah,
43
seperti butyl ptalat (dibutil 1,2 benzena dikarboksilat)
atau minyak mineral jenis ringan.
Alat pencatat waktu
Alat pencatat waktu haurs dilengkapi dengan tombol
untuk menjalankan dan menghentikan, dan harus dapat
dibaca sampai 0,5 detik atau lebih kecil.
Untuk rentang waktu 0 detik sampai 60 detik, dan untuk
rentang waktu harus detik ketelitiannya maksimum 1%.
2.) Peralatan lainnya:
Corong kecil yang sesuai
Kuas kecil berbulu halus
Cawan timbang
Timbangan analitik yang sesuai dengan spesifikasi
44
Untuk kalibrasi alat blaine harus menggunakan semen standar
dari NIST, Standard Reference Material No. 114. Contoh
semen harus disesuaikan dulu dengan suhu ruang.
Penentuan volume lapisan semen (bed)
Penentuan volume lapisan semen dilakukan dengan cara
memindahkan air raksa sebagai berikut:
a) Letakkan dua helai kertas saring yang berbentuk
lingkaran di dalam sel diameter sedikit lebih kecil dari
sel, sampai semua kertas saring rata pada piringan
logam kemudian isi sel dengan air raksa, mutu ACS
atau yang lebih baik, untuk menghilangkan gelembung
udara yang melekat pada dinding sel.
Gunakan jepitan waktu membawa sel. Jika sel tersebut
dari bahan yang akan menjadi amalgam dengan air
raksa, bagian dalam dari sel harus diberi lapisan
pelindung oli yang sangat tipis sebelum menambahkan
air raksa.
Kemudian isi sel dengan air raksa.
Ratakan permukaan dengan tepi atas sel memakai
sebuah plat kaca yang ditekankan perlahan-lahan pada
permukaan air raksa, sampai yakin tidak ada gelembung
udara atau rongga antara permukaan air raksa dan plat
kaca.
Keluarkan air raksa dari dalam sel, timbang dan catat
beratnya.
Keluarkan salah satu kertas saring dari sel, lalu di atas
kertas saring yang tertinggal diisi lapisan semen yang
dibuat dengan cara memasukkan kurang lebih dari 2,8
gram semen lalu letakkan kertas saring yang
dikeluarkan tadi di atas semen tersebut.
Kemudian tekan lapisan semen ini dengan torak hingga
leher torak kontak dengan permukaan sel.
45
b) Hitung volume alas semen Portland sampai ketelitian
0,0005 cm3 dengan rumus:
Dengan :
46
Berat contoh standar
Berat contoh standar untuk kalibrasi harus diambil
sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu lapisan semen
standar yang mempunyai porositas sebesar 0,500 ± 0,005
dan dihitung dengan rumus:
Dengan :
47
Cetakan benda uji (cube mold) ukuran isi 40 mm x 40 mm x
160 mm
Mesin pengaduk, pengaduk dan mangkuk aduk
Alat jolting
Pisau aduk
Kuas 2 inchi
Mesin kuat tekan
Ruang lembab/ humidity cabinet suhu 20 ± 1 oC dengan
kelembaban minimum 90%
Pasir standar/ silica sand DIN EN-196 sesuai persyaratan
dengan gradasi butiran sebagai berikut:
48
Cetakan yang telah berpasangan ditempelkan pada dasar plat
dan diklem sampai rapat. Usahakan tidak terdapat kebocoran
pada bagian sambungan.
Penyiapan mortar
Siapkan campuran mortar : semen : pasir : air = 1 : 3 : 0,5
untuk membuat Sembilan benda uji dalam satu kali pengerjaan
memerlukan 450 ± 2 gram semen, 1350 ± 5 gram pasir
standard an 225 ± 1 gram air.
Pasang pengaduk dan mangkuk aduk yang kering pada alat
pengaduk dengan posisi mengaduk.
Masukkan air dan sejumlah semen ke dalam mangkuk aduk,
jalankan mesin pengaduk pada kecepatan rendah 140 ±5 rpm
selama 30 detik.
Tambahkan semua pasir pelan-pelan dalam selang waktu 30
detik (kecepatan rendah), kemudian ganti mesin pengaduk
dengan kecepatan tinggi dengan putaran 285 ±10 rpm dan
diaduk selama 30 detik.
Hentikan mesin pengaduk dan biarkan mortar selama 1,5
menit. Selama 15 detik pertama, mortar yang menempel pada
dinding mangkuk dibersihkan.
Lanjutkan pengadukan akhir selama 1 menit pada kecepatan
tinggi dengan putaran 285 ± 10 rpm.
Pencetakan benda uji
Mulailah pencetakan benda uji dengan menggunakan alat
jolting
Tuangkan adukan mortar untuk lapis pertama kira-kira 300
gram ke dalam cetakan prisma, dan ratakan dengan spreader.
Padatkan lapis kedua dengan 60 kali ketukan.
Angkat cetakan dari meja jolting.
Buka hopper kemudian potong kelebihan mortar dan ratakan
permukaannya.
49
Gambar 3.7 Mesin Pengaduk
50
3.6 PENGUJIAN RESIDUE DENGAN AYAKAN JALA
Pengujian kehalusan dengan ayakan jala (Mesh No. 325/45 mikron).
Metodologi pengukuran yang dibahas dalam sub-bab ini diambil dari
prosedur operasional standar Quality Assurance & Research Development
dengan Kode Dokumen 17025-Phys-003.
51
3.6.3 Perhitungan
Dengan :
Re = Kehalusan semen dalam persen
Rs = Residue contoh yang tertahan pada ayakan 325 mesh
a = Kemiringan kurva regresi linier
b = konstanta regresi linier
W = berat contoh semen dalam gram
52
BAB IV
53
4 Agustus 2015
6 Agustus 2015
Roller 1 : 5,83 mm
Roller 2 : 6,75 mm
Roller 3 : 1,73 mm
Roller 4 : 7,85 mm
54
Tanggal 29 Juli 2015
Dari data full running hour VRM tanggal 29 Juli 2015, didapatkan data
rata-rata material thickness (mm) sebagai berikut :
Roller 1 : 4,25 mm
Roller 2 : 7,25 mm
Roller 3 : 0,96 mm
Roller 4 : 4,42 mm
55
Tanggal 2 Agustus 2015
Dari data full running hour VRM tanggal 29 Juli 2015, didapatkan data
rata-rata material thickness (mm) sebagai berikut :
Roller 1 : 2,13 mm
Roller 2 : 4,33 mm
Roller 3 : 0,08 mm
Roller 4 : 3,56 mm
56
Tanggal 4 Agustus 2015
Dari data full running hour VRM tanggal 29 Juli 2015, didapatkan data
rata-rata material thickness (mm) sebagai berikut :
Roller 1 : 2,39 mm
Roller 2 : 6,40 mm
Roller 3 : 0,33 mm
Roller 4 : 4,06 mm
57
Tanggal 6 Agustus 2015
Dari data full running hour VRM tanggal 29 Juli 2015, didapatkan data
rata-rata material thickness (mm) sebagai berikut :
Roller 1 : 1,83 mm
Roller 2 : 4,06 mm
Roller 3 :
Dari data VRM Daily Operation Record tanggal 12 Juli 2015, 29 Juli
2015, 2 Agustus 2015, 4 Agustus 2015, 6 Agustus 2015 maka dibuat
diagram blok untuk mengetahui perbedaan material thickness pada
masing-masing roller. Average material thickness sebagai berikut :
58
Grafik 4.1 Average Material Thickness
59
Gambar dibawah merupakan cone separator.
60
Adapun untuk gambar dibawah (gambar 4.3) ini merupakan gambar
ukuran dari center chute separator
61
Dibawah ini adalah gambar center chute yang akan dilakukan modifikasi
62
Gambar 4.4 Center of Table atau Inner Table
(Source : dokumentasi pribadi)
63
Permasalahan yang terjadi yang menjadikan dasar akan dilakukannya
modifikasi berupa pemotongan center chute cone separator adalah fresh
feed (clinker) yang menghantam center chute, yang menyebabkan
distribusi material masing-masing roller tidak merata dan pada akhirnya
material fresh feed hanya menumpuk di beberapa roller saja, tidak
terdistribusi secara merata. Dibawah ini merupakan kondisi center chute
yang sudah bolong karena tertabrak clinker
64
Gambar keadaan center chute yang bolong setelah diperjelas.
65
Gambar 4.7 letak Chute clinker
(Source : Dokumentasi pribadi)
Terlihat bahwa chute untuk clinker pun bolong pada bagian atas, ini
membuktikan bahwa clinker bersifat abrasif. Sudut kemiringan/elevasi
dari chute clinker kurang dari 45°. Sedangkan posisi chute untuk aditif
agak curam, sekitar ±45° . Dibawah ini merupakan gambar posisi chute
untuk material aditif.
66
Gambar 4.8 Chute untuk material aditif
(Source : Dokumentasi pribadi)
67
Adapun sudut kemiringan dari masing-masih chute seharusnya 45° seperti
pada gambar dibawah ini.
68
Gambar 4.10 Posisi Center chute dan arah putaran table
(Source : FLSmidth OK Mill’s working principle)
Fresh Feed seharusnya terdistribusi secara merata pada masing-masing
roller, tetapi ketika center chute terlalu panjang maka akan mengahalngi
Fresh Feed yang masuk sehingga akhirnya menghantam center chute dan
pada akhirnya material menumpuk pada salah satu sisi saja. Ketika
material pada masing-masing roller tidak merata, maka bisa terjadi vibrasi.
Distribusi material Fresh Feed seharusnya seperti gambar dibawah ini :
INCLUDEPICTURE "V:\\NFO42\\HMC99\\ZEMKURS\\99-Eng\\DATA\\
B04\\B04C08D1\\F006.TIF" \* MERGEFORMATINET
69
Distribusi material bed pada masing-masing roller. Dapat dilihat pada
gambar jika material bed terlalu tebal maka material akan lebih sulit
digiling dan roller cenderung terangkat. Selain itu roller akan lebih cepat
aus dikarenakan kerjanya yang berat.
70
Laju keausan roller dapat dilihat sebagai berikut :
71
BAB V
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa point antara lain :
Salah satu penyebab laju keausan roller yang tidak sama adalah
terhalangnya fresh feed oleh center chute yang terlalu panjang
sehingga distribusi material terhalang
Permasalahan yang terjadi ketika center chute cone separator terlalu
panjang adalah menghalangi letak jatuh material
Roller 1 : 0,017 m3
Roller 2 : 0,014 m3
Roller 3 : 0,025 m3
Roller 4 : 0,027 m3
5.2 Saran
Pemotongan center chute cone separator bisa tetap dilakukan.
Pengecekan gap roller dan pengukuran roller dilakukan secara
terjadwal untuk mengetahui laju keausan roller
72
DAFTAR PUSTAKA
Alsop, Philip A. 1998. Operation Cement Plant, Handbook. 2nd Edition. Tradeship
Publication Ltd.
Alsop, Philip A. 2001. The Concise guide to cement manufacture, Handbook Operation
Cement Plant. 3rd Edition. International Cement Review : Denmark.
Alsop, Philip A. 2014. For dry process plant, Handbook Operation Cement Plant. 6th
Edition. Tradeship Publication Ltd.
Eriksen, Jesper Havn. 2011. The optimized and versatile grinder, OK Mill. Luis Petersen.
FLSmidth A/S.
www.worldcement.com
www.FLSmidth.com
73