Anda di halaman 1dari 88

Analisa Permasalahan Center Chute Cone Separator Vertical Roller Mill

(VRM) P-6C

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Rudy Gunarso
11210018

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDOCEMENT

BOGOR

2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Rudy Gunarso

NIM : 11210018

Tanda Tangan :

Tanggal : September 2015

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Rudy Gunarso

NIM : 11210018

Program Studi : Teknik Kimia

Judul Tesis : Analisa Permasalahan Center Chute Cone Separator


Verical Roller Mill P-6C

Telah berhasil dipertahankan di depan dewan penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada
program studi Teknik Kimia Sekolah Tinggi Teknologi Indocement.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Johanes Januar H. S.T ( )

Pembimbing II : Waneri S.T,.M.T. ( )

Penguji I : ( )

Penguji II : ( )

Penguji III : ( )

Ditetapkan di : Bogor

Tanggal : September 2015

KATA PENGANTAR

iii
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu, demi memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Kimia pada
Fakultas Teknik STT Indocement. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Kedua Orang Tua serta seluruh keluarga dan kerabat penulis yang
senantiasa mendoakan, memberikan nasihat dan dukungannya hingga
skripsi ini terselesaikan.
2. Ketua Bidang Akademik Jurusan Teknik Kimia, Bapak Thomas Arista dan
Bapak Gunawan, S.T., M.T. selaku pembimbing akademik di STT
Indocement.
3. Seluruh dosen program studi Teknik Kimia STT Indocement yang telah
melimpahkan ilmu dan pengalamannya.
4. Bapak Dedi A. Dasuki, Bapak Pardi Rosyid, dan Bapak Bambang Priyono
yang telah membantu mengkoordinasikan penulis dengan pembimbing
skripsi.
5. Bapak Siswandi Saputra selaku Plant Manager Plant 6-11.
6. Bapak Eko Sugiyanto selaku Department Head Production PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk. Plant 6-11.
7. Bapak Johanes Januar H. S.T dan Bapak Waneri S.T,.M.T. selaku
pembimbing lapangan yang telah menyediakan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bpk. Rommy Septiyandi S.T. beserta segenap staff PT. Indocement
Tunggal Prakarsa, Tbk. yang bertugas dan telah membantu dalam
pengambilan data maupun serangkaian kegiatan penelitian lainnya.
9. Para sahabat STT Indocement dan seluruh pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah disebutkan di atas. Semoga skripsi ini membawa manfaat
untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

iv
Bogor, 14 Oktober 2015

Rudy Gunarso

v
HALAMAN PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Sekolah Tinggi Teknologi Indocement, saya yang


bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rudy Gunarso

NPM : 11210018

Program Studi : Teknik Kimia

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-
exclusive Royalty- Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Analisa Permasalahan Center Chute Cone Separator Vertical Roller Mill


(VRM) P-6C”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty
noneksklusif ini, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Bogor

Pada tanggal : September 2015

Yang menyatakan,

(Rudy Gunarso)

vi
ABSTRAK

Pengoperasian Vertical Roller Mill (VRM) P-6C sering kali mengalami kesulitan,
terutama masalah vibrasi karena VRM rentan sekali terhadap getaran/ vibrasi.
Ketika terjadi vibrasi ada beberapa kemungkinan yang bisa diambil, yaitu :
pressure hidrolik terlalu tebal, material bed terlalu tipis, dan pembagian material /
disribusi material tidak merata. Ketika distribusi material tidak merata karena
menabrak outlet cone separator maka masing-masing roller tidak memiliki jumlah
feeding yang sama untuk digiling yang pada akhirnya menyebabkan VRM
mengalami vibrasi dan laju keausan dari masing-masing roller pun tidak sama,
yang juga pada akhirnya menjadi penyebab VRM tidak efisien. Terutama pada
bagian roller, mengalami keausan yang tidak merata. Center cone yang terlalu
panjang menyebabkan material feeding menabrak chute tersebut mengakibatkan
center chute cone separator bolong. Maka dari itu perlu dilakukan modifikasi
berupa pemotongan chute cone separator sepanjang 800 mm yang bertujuan agar
material feeding (clinker) tidak menabrak chute dan distribusi material yang jatuh
ke table dan pada akhirnya di distribusikan ke semua roller secara merata supaya
keausan pada masing-masing roller sama dan thickness material per roller pun
sama.

Kata Kunci : Vertical Roller Mill, Separator, Material Thickness, Wear Rate

vii
ABSTRACT

Operation of Vertical Roller Mill (VRM) P-6 C often run into difficulties,
particularly the problem of vibration due to VRM susceptible to vibration. When
there is vibration, there are several possibilities that could be taken, such as: the
hydraulic pressure is too much, too thin bed material, and the distribution of
material is uneven. When the distribution of material is uneven due to hit the
outlet cone separator then each roller does not have the amount of feeding the
same to be grind, which in turn causes the VRM vibration is too high and wear
rate of each roller was not the same, which also ultimately be the cause VRM not
efficient. Especially on the roller, experience uneven wear. Center cone that is too
long causes the material feeding chute bumping the lead center cone chute
perforated separator. Therefore it is necessary to modify the form of cutting chute
cone separator 800 mm which is intended to make the material feeding (clinker)
did not hit the chute and distribution of material falling to the table and ultimately
distributed to all roller evenly so that the wear on each roller at and the thickness
of material per roller is the same.

Keywords : Vertical Roller Mill, Separator, Material Thickness, Wear Rate

viii
DAFTAR ISI

Analisa Permasalahan Center Chute Cone Separator Vertical Roller Mill (VRM)
P-6C i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

HALAMAN PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi

ABSTRAK vii

Abstract viii

DAFTAR ISI ix

Gambar 2.2 Bentuk Pozzolan.................................................................................10


xi

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Rumusan Masalah 2

1.5 Metode Penulisan 3

1.6 Sistematika Penulisan 4

BAB II 5

LANDASAN TEORI 5

2.1 Semen dan Karakteristik Material Bahan Baku Semen 5

2.2 Vertical Roller Mill 14

2.2.1 Definisi 14

2.2.2 Prinsip Kerja VRM 26

ix
BAB III 32

METODOLOGI PENELITIAN 32

3.1 PENGAMBILAN DATA OPERASI SEBELUM DILAKUKAN REWELDING


ROLLER. 32

3.2 PROSEDUR PENGUKURAN ROLLER 34

3.2.1. Alat pelindung diri yang harus digunakan 35

3.2.2. Peralatan yang digunakan : 36

3.2.3. Persiapan keamanan untuk melakukan pekerjaan didalam mill 36

3.3 SOP PENGUKURAN ROLLER 39

3.4 PENGUJIAN KEHALUSAN PRODUK VRM DENGAN ALAT BLAINE DAN


TURBIDIMETER 41

3.5 PENGUJIAN KUAT TEKAN 47

3.5.1 Alat alat yang digunakan 47

3.5.2 Langkah Kerja 48

3.6 PENGUJIAN RESIDUE DENGAN AYAKAN JALA 51

3.6.1 Alat-alat yang digunakan 51

3.6.2 Langkah-langkah kerja 51

3.6.3 Perhitungan 52

BAB IV 53

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 53

4.1 Pengumpulan Data 53

4.2 Analisa Data 58

BAB V 72

KESIMPULAN DAN SARAN 72

5.1 Kesimpulan 72

5.2 Saran 72

x
DAFTAR PUSTAKA 73

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bahan Aditif Semen.............................................................................7

Gambar 2.2 Bentuk Pozzolan.................................................................................10

Gambar 2.3 Bentuk Partikel blast-furnace slag......................................................12

Gambar 2.4 VRM OK Mill 42-4............................................................................15

Gambar 2.5 Bagian-bagian Vertical Roller Mill....................................................18

Gambar 2.6 Gaya yang Bekerja pada Roller..........................................................19

Gambar 2.7 Table dan Bagian-bagiannya..............................................................20

Gambar 2.8 Sistem Hidrolik pada Roller...............................................................20

Gambar 2.9 Maag Gear/ Gearbox dari FLSmidth..................................................21

Gambar 2.10 : ROKSH 99 Separator VRM P-6C..................................................22

Gambar 2.11 Center Chute Cone Separator...........................................................24

Gambar 2.12 : Dimensi dan Ukuran center chute..................................................25

xii
Gambar 2.13 Outlet Chute Separator / Center Chute.............................................25

Gambar 2.14 Prinsip Kerja Roller dan Table.........................................................26

Gambar 2.15 Proses Penggilingan Material...........................................................27

Gambar 2.17 Kecepatan Udara di dalam Mill.......................................................27

Gambar 3.1 Separator ROKSH 99 dan Cone Separator........................................32

Gambar 3.2 Center Chute Cone Separator.............................................................33

Gambar 3.3 : Dimensi dan Ukuran center chute....................................................34

Gambar 3.4 Roller Tyre Gauge..............................................................................36

Gambar 3.5 Form pengukuran roller......................................................................39

Gambar 3.6 Alat Blaine..........................................................................................44

Gambar 3.7 Mesin Pengaduk.................................................................................50

Gambar 3.8 Pengaduk dan Mangkuk Aduk...........................................................50

Gambar 4.1 Cone separator & Center chute..........................................................60

Gambar 4.2 Ukuran center chute...........................................................................61

Gambar 4.3 Kondisi center chute di antara roller tyre...........................................62

xiii
Gambar 4.4 Center of Table atau Inner Table........................................................63

Gambar 4.5 Kondisi center chute yang sudah bolong............................................64

Gambar 4.6 Lubang pada center chute...................................................................65

Gambar 4.7 letak Chute clinker.............................................................................66

Gambar 4.8 Chute untuk material aditif.................................................................67

Gambar 4.9 Kemiringan chute...............................................................................68

Gambar 4.10 Posisi Center chute dan arah putaran table.......................................69

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Mineral Clinker……………………………………. 7

Tabel 2.2 komposisi Trass di Pulau Jawa ..………………………………. 11

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Fly Ash U.S.A……….…………………..…. 14

Tabel 2.4 Global Specification of Vertical Roller Mill type 42-4…………. 18

Tabel 4.1 Total Average Material Thickness………………………………. 59

Tabel 4.2 Laju Keausan Roller…………………………………………….. 71

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa sekarang pembangunan infrakstruktur semakin pesat.
Permintaan terhadap bahan baku bangunan pun semakin meningkat, salah
satunya konsumsi semen. Maka dari itu para produsen semen berlomba-lomba
menaikkan kapasitas dan efisiensi produksi masing-masing. Adapun cara
menaikkan kapasitas dan menaikkan efisiensi adalah dengan cara melakukan
inovasi-inovasi dan memperbarui teknologi yang digunakan, atau dilakukan
modifikasi dengan tetap menjaga standar kualitas produk.

Proses penggilingan di Finish Mill merupakan tahap akhir dalam proses


produksi semen. Salah satu teknologi terbaru adalah mengganti metode
penggilingan akhir yang awalnya memakai Ball Mill dengan Vertical Roller
Mill (VRM). Vertical Roller Mill digunakan untuk menggiling klinker dan
aditif (Gypsum, trass, slag, limestone) lainnya untuk menghasilkan produk
akhir berupa semen. Keuntungan menggunakan VRM adalah konsumsi daya
yang lebih kecil dan kapasitas yang lebih besar. Adapun bagian-bagian utama
dari VRM adalah Grinding Roller, Hydraulic Roller, Grinding Table, Mill
Feed Inlet / outlet, Separator/ classifier. Pada penggunaannya, VRM juga
masih perlu dilakukan modifikasi dengan harapan dapat menaikkan efisiensi
alat. Salah satu modifikasi yang dilakukan untuk menaikkan kapasitas dan
efisiensi adalah pada Separator/ classifier.

Separator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan material kasar


dan halus berdasarkan ukuran partikel. Pada VRM, separator terletak didalam
unit penggilingan, tidak terpisah seperti Ball Mill. Produk clinker dan aditif
yang telah digiling bersamaan, selanjutnya dilakukan proses pemisahan di
separator. Material yang tidak lolos separator jatuh kembali ke Table melalui
Center Chute Cone Separator untuk selanjutnya digiling kembali.

1
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah :

1. Menganalisa laju keausan roller dan distribusi material fresh feed

2. Menganalisa permasalahan pada center chute cone separator

3. Mengetahui perubahan pengoperasian VRM setelah dimodifikasi

1.3 Batasan Masalah


Penelitian ini hanya bertujuan untuk mengetahui kinerja Vertical Roller Mill
(VRM) dan laju keausan roller dikarenakan distribusi material yang tidak
merata.

1.4 Rumusan Masalah


Skripsi ini akan membahas mengenai modifikasi berupa pemotongan chute
cone separator, khususnya pada chute cone separator Vertical Roller Mill
(VRM) P-6C dan pengaruhnya pada laju keausan (wear rate) roller.

Vertical Roller Mill tersebut. Parameter produksi yang akan dijadikan sebagai
bahan observasi adalah :

1. Kapasitas (ton/hour)

2. Mill & Gearbox Vibration

3. Material thickness per roller

4. Operasional (kemudahan pengoperasian sebelum & sesudah


modifikasi)

2
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis melakukan beberapa metode, yaitu :

1. Konsultasi dengan pembimbing

Tujuan daripada dengan pembimbing untuk merumuskan tema yang


akan dibahas dalam skripsi dan memperoleh informasi mengenai dasar
teori yang digunakan dalam pengolahan data yang akan dilakukan serta
hasil yang hendak diperoleh dari penelitian tersebut.

2. Menentukan data-data yang akan digunakan

Mendiskusikan dengan pembimbing mengenai data-data yang


diperlukan dalam penelitian tersebut.

3. Pengumpulan data

Data-data yang diperoleh dari penelitian tersebut selanjutnya


dibandingkan dengan dasar teori yang telah dijelaskan oleh pembimbing,
data-data dan keterangan didaat dari data produksi, studi literatur (sumber-
sumber yang berhubungan dengan penelitian) serta melakukan diskusi
dengan pembimbing.

4. Pengolahan data

Data mentah yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam


persamaan-persamaan yang terdapat pada dasar teori yang kemudian
digunakan untuk melakukan analisis dan proses selanjutnya.

5. Analisis data

Data-data dari digunakan untuk menganalisis pengaruh chute cone


separator yang yang terlalu panjang pada VRM P-6C.

3
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini untuk mempermudah pemhaman pembaca,
penulis membuat sistematika sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini mengemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan


penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menjelaskan tentang landasan teori, definisi Vertical Roller Mill
(VRM), main equipment dari VRM, sifat-sifat material feeding VRM, dan
perhitungan efisiensi Vertical Roller Mill.

Bab III : Metodologi

Bab ini menjelaskan tentang cara pengambilan data berupa wearing rate
atau laju keausan roller yang diakibatkan oleh distribusi material yang
tidak merata

Bab IV : Pembahasan dan Analisa

Bab ini menjelaskan tentang sebelum modifikasi. Analisa pengaruh dari


modifikasi yang mengacu pada parameter produksi, antara lain, jumlah
feeding, material thickness (rata-rata), vibrasi mill & gearbox, material
thickness per roller

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran (jika ada) yang
diperoleh dari pembahasan dalam penulisan ilmiah ini.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Semen dan Karakteristik Material Bahan Baku Semen


Finish mill adalah salah satu tahap proses pembuatan semen dimana
didalamnya terjadi penggilingan, dan pencampuran clinker dengan gypsum
sampai menjadi semen, serta pendistribusian clinker dari kiln sampai silo
cement dan packing.

 Tujuan Operasi Finish Mill

 Menggiling Clinker + Gypsum dan Additive sampai dengan kehalusan


tertentu menjadi semen.

 Menaikkan luas permukaan spesifik (kehalusan) untuk mendapatkan sifat


semen yang diinginkan .

 Mendapatkan komposisi kimia semen sesuai target kualitas yang


ditetapkan.

 Proses produksi semen di Finish Mill System

1. Material Feeding Mill produk semen OPC dan PCC.

2. Proses Mixing/pencampuran material additive untuk produk semen PCC.

3. Proses Grinding/penghalusan didalam Mill.

4. Penggilingan Semen dengan Tube Mill dan Vertical Roller Mill.

5. Pengendalian Operasi Proses Produksi Finish Mill System.

 Material Feeding Mill

A. Material Feeding product semen OPC (Ordinary Portland Semen) terdiri


dari:

5
 Clinker : 89 – 91%

 Gypsum : 3,5 – 4,0%

 Limestone : 6,0 – 7,0%

B. Material Feeding untuk product semen PCC (Portland Cement Composite)


terdiri dari :

Clinker : 75 – 82%

Gypsum : 3,0 – 4,0%

Additive : 15 – 25%

Proses mixing material terjadi ketika feeding dimasukkan secara bersamaan


dan saat digiling didalam Mill, sedangkan mixing additive material dilakukan
di mixing storage. Mengenai penjelasan feed finish mill akan dijelaskan pada
subbab berikutnya.

 Feed Finish Mill

Semen PCC atau Portland Composite Cement atau Semen Portland


Composite, adalah semen Portland yang masuk kedalam kategori Blended
Cement atau semen campur. Semen campur ini dibuat atau didesign karena
dibutuhkannya sifat-sifat tertentu yang mana sifat tersebut tidak dimiliki
oleh semen portland tipe I. Untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada
semen campur maka pada proses pembuatannya ditambahkan bahan aditif
seperti Trass dan Granulated Blast Furnace Slag

6
Gambar 2.1 Bahan aditif semen

 Clinker
Clinker merupakan hasil pembakaran dari raw material di kiln. Mineral
clinker mengandung kombinasi dari beberapa Kristal. Kristal tersebut terdiri
dari belite (C2S), alite (C3S), C3A, dan ferrite (C4AF).

Tabel 2.1 Komposisi Mineral Clinker

(Source: Duda, W. H. Cement Databook, - International Process Engineering in


the Cement Industry)

7
Penggilingan akhir melibatkan konsumsi energi yang besar pada proses
pembuatan semen dan hal ini harus dioptimalkan. Bagaimanapun, harus
diakui kemampuan clinker untuk digiling sebagian besar dipengaruhi oleh
sifat kimia dan kondisi saat pembakarannya. Oleh karena itu, proses di
kiln dan finish mill keduanya harus sama-sama dipertimbangkan. Berbagai
korelasi penjelasan mikrostruktur telah diteliti dan hal ini memberikan
petunjuk tentang keanekaragaman kemampuan giling (grindability)
clinker. (Harrison, 2013)

Penyebab dari sulitnya penggilingan clinker ini berasal dari berlebihnya


belite (C2S) clinker. Rasio antara belite terhadap alite (C 3S) di kiln kurang
baik jika terdapat quartz silika di raw mix, jika LSF tinggi (97-99), jika
fasa liquid relative tinggi (>24%), dan jika silika ratio relative rendah
(<2,5). Juga telah diteliti bahwa tingginya K 2O (>0,5%) berkaitan dengan
mudahnya penggilingan, hal ini berdasar korelasi antara alkali dengan clay
yang bersifat mudah dibakar. (Hills, 2007). Tingginya free lime
memberikan kemudahan penggilingan, (meningkatnya free lime sebesar
0,2% maka menurunkan konsumsi energi sekitar 1%).

 Gypsum
Gypsum berperan penting dalam semen. Meskipun, digunakan dalam jumlah
yang sedikit, berkisar antara 2,5-3,0% penggunaan SO3, peran gypsum
signifikan pada semen, lebih dominan pada saat awal. Gypsum membuat
kinerja mortar atau beton untuk menjaga semen dalam keadaan plastis pada
saat awal hidrasi. Hal ini didapat dari mengubah laju alir hidrasi calcium
aluminate yang berfungsi sebagai penghambat hidrasi semen. Hal ini yang
menjadikan gypsum popular dianggap sebagai penghambat atau pengatur
kekerasan.

Gypsum sebagai pengatur kekerasan dari semen OPC (Ordinary Portland


Cement). Tanpa gypsum, clinker akan mengeras dalam waktu singkat,
dikarenakan hidrasi cepat dari calcium aluminate untuk membentuk calcium

8
aluminate hydrate (CAH). Hidrasi dari C3A mengeluarkan panas eksotermis
berlebih.

Reaksi clinker tanpa menambahkan gypsum:

fast reaction
3 CaO. Al2O3 + n H2O CAH + panas eksoterm berlebih

Reaksi clinker dengan menambahkan gypsum:

3 CaO. Al2O3 + 3 CaSO4. 2H2O + nH2O 3CaO. Al2O3. 3CaSO4. 32H2O

(Ettringite: calcium trisulpho aluminate hydrate) + panas exoterm sedang

Banyak dari industry semen dan beton mengetahui fungsi dari gypsum
sebagai penghambat. Namun, fungsi pelengkap gypsum sebagai
penyumbang kuat tekan awal tidak diperhatikan. Celah pengetahuan ini
mengarah ke keliruan bahwa penambahan gypsum akan menambah
fungsinya sebagai retarder. Hal ini tidak benar. Formasi dari ettingrite di
ambang level tertentu meningkatkan kecepatan proses pengerasan awal.
Meninjau peristiwa ini, kode etik semen Eropa baru-baru ini – ENV 197 –
1 stipulates higher dosage of SO3 (between 3.5 to 4 percent by mass)

 Trass

Trass atau pozzolan adalah suatau jenis bahan galian yang berasal dari bahan
pelapukan deposit vulkanik. Trass di sebut juga puzolan karna pertama kali di
temukan oleh bangsa romawi kuno. Yang pada saat itu bangsa romawi kuno
membuat bangunan menggunakan bahan galian dari permukaan bumi yang
merupakan campuran halus dari debu vulkanik yang letaknya di dekat kota
puzzuoli. Oleh karena itu bangsa Roma menamakan bahan galian tersebut
dengan nama bahan pozzolan. Trass mengandung bahan silika, besi dan
alumunium yang tidak mempunyai sifat penyemenan, tetapi dalam bentuk
serbuk halus dan apabila dicampur dengan air dapat bereaksi dengan kalsium
hidroksida pada suhu ruangan dan membentuk senyawa yang mempunyai

9
sifat semen, yaitu mengalami sifat pengerasan yang setelah keras tidak larut
dalam air. Suatu bahan galian dapat diklasifikasikan sebagai trass alam
apabila mempunyai komposisi kimia seperti yang di saratkan oleh ASTM C
618-78.

Gambar 2.2 Bentuk Pozzolan

Trass merupakan Alumina Silikat yang mengandung oksida SiO 2, Al2O3,


Fe2O3 dan beberapa CaO, K2O, Na2O dalam jumlah sedikit. Ketika
komposisi oksida dari trass dapat bervariasi dari satu deposit ke deposit
lain.

Trass sesuai untuk produksi semen karena utamanya mengandung fasa


silica, sementara semen Portland mengandung Kristal kalsium silica.
Semakin tinggi kandungan silica dari trass merupakan sumber utama dari
energy aktivasi pada saat proses hidrasi.

Berikut contoh komposisi trass dari 65 jumlah sampel di Pulau Jawa,


Indonesia.

Oksida (%) Rata-rata Minimum Maksimum

SiO2 59,65 48,13 74,93

10
Al2O3 20,64 13,88 28,86
Fe2O3 5,51 0,57 10,78
CaO 3,32 0,46 7,23
MgO 1,02 0,11 3,11
SO3 0,15 0,00 4,27
Na2O 1,5 0,00 3,8
K2O 1,64 0,01 4,4
Tabel komposisi trass di Pulau Jawa

 Kerak Tanur Tinggi (Granulated Blast Furnace Slag)

Kerak Tanur Tinggi (Granulated Ground Blast-furnace Slag) merupakan


material hasil residu pembakaran tanur tinggi. Definisi slag dalam ASTM
C.989 - 99, “Standard spesification for ground granulated Blast-Furnace
Slag for use in concrete and mortars” adalah produk non-metal yang
merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran yang
kemudian didinginkan, misalnya dengan mencelupkan dalam air. Slag baja
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil limbah olahan besi-besi
rosok. Proses peleburan baja sendiri menggunakan metode Electric Furnace
Steel dimana digunakan listrik sebagai pengganti bahan bakar untuk proses
melelehkan dan memurnikan baja. Electric furnace steel lebih khusus
digunakan untuk memproduksi stainless steels dan baja paduan tinggi lainnya
yang harus dibuat dengan spesifikasi yang tepat.

11
Gambar 2.3 Bentuk Partikel blast-furnace slag

Pada proses peleburan baja, besi-besi rosok dicairkan dengan kombinasi


batu gamping, dolomite, atau kapur. Pembuatan baja dimulai dengan
penghilangan ion-ion pengotor baja, diantaranya alumunium, silikon, dan fosfor.
Ion-ion tersebut akan menyebabkan baja menjadi tidak keras dan mudah rapuh
atau sulit dibentuk menjadi lembaran-lembaran baja. Untuk penghilangan ion
pengotor tersebut diperlukan kalsium yang terdapat pada batu kapur. Campuran
kalsium, alumunium, fosfor, dan silikon akan membentuk slag. Slag mengambang
pada permukaan cairan baja yang kemudian dibuang menjadi waste. Slag
terbentuk pada suhu 1600°C dan akan tersesuai seperti kaca, berbentuk tidak
beraturan, dan mengeras ketika dingin. Slag dapat berupa butiran halus sampai
berupa balok-balok besar yang sangat keras. Slag juga mengandung logam berat
yang tinggi.

Blastfurnace slag merupakan material yang paling sukses dan banyak digunakan
sebagai “slag semen” di dunia. Dikarenakan semen Portland terdiri dari
kandungan blast furnace slag, hal ini menjadi pokok bagi beberapa negara untuk
menjadikan spesifikasi semen yang berbeda dari karakteristik kuat tekan dan
kandungan slagnya. Pada banyak Negara, Portland slag semen diseimbangkan

12
dengan semen murni (tipe 1). Lain pihak, sering digunakan kandungan slag yang
lebih tinggi, yang mempunyai karakteristik seperti ketahanan sulfat yang lebih
tinggi dan menurunkan panas hidrasi.

 Limestone aditif
Penambahan limestone sebagai aditif ikut ambil bagian dalam reaksi hidrasi,
namun kuat tekan 28 hari untuk mortar dan beton dapat menurun. Hilangnya kuat
tekan dapat diganti dengan kenaikan akibat dari distribusi ukuran partikel (Particle
Size Distribution) gilingan linker maupun dengan operasional penggilingan pada
konsumsi daya spesifik (kWh/t) yang konstan. Untuk limestone tingkat 5-10%,
kuat tekan tidak begitu berkurang.

Limestone yang digiling bersama dengan clinker membutuhkan beberapa syarat,


yaitu:

 Limestone mempunyai kandungan CaCO3 tinggi

 Limestone harus lebih lunak dari clinker

 Clinker mempunyai kandungan C3A (Trikalsium aluminat, 3CaO.


Al2O3) yang tinggi, berkisar 9%

Karena sifatnya sebagai filler menggantikan partikel clinker dibawah 5 μm, maka
untuk menjaga kuat tekan agar tetap tinggi diperlukan kehalusan yang lebih tinggi
jika dibandingkan sebelum pemakaian additive limestone.

 Fly ash
Fly ash banyak didapat dari limbah hasil pembakaran batu bara di dalam tanur
pembangkit tenaga listrik. Berunsur pokok dari aluminosilicate. Mempunyai bulk
density rendah (0,8t/m3) yang dapat mempengaruhi biaya transportasi dan
penyimpanan. Partikel kecil fly ash berlubang (hollow) dan tingkat kehalusan
bervariasi antara 200-500 m2/kg (atau residu 45 μm 10-40%), serupa dengan
semen Portland. Ash biasanya tersedia bubuk kering yang sesuai untuk
transportasi pneumatic dan sering ditambahkan ke semen campuran dengan
sedikit atau tanpa penggilingan. Proses penggilingan untuk fly ash terjadi hanya

13
sekedar penghancuran hollow fly ash, hal ini sebelum dari proses penggilingan
secara intensif benar-benar terjadi.

Fly ash terbentuk oleh lebih dari 15 jenis kristal, namu yang paling dominan
adalah kristal/mineral Quartz, Mullite, Hematite, Magnetite, Carbon dan Glass.
Komposisi kimia fly ash terdiri dari; SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, SO3,
Na2O, K2O.

Contoh komposisi kimia (%berat) Fly Ash U.S.A.;

Oksida (%) Rata-rata

SiO2 44,11
Al2O3 20,81
Fe2O3 17,49
CaO 4,75
MgO 1,12
SO3 1,19
Na2O 0,73
K2O 1,97

Fly ash yang digiling bersama Portland clinker dan gypsum yang mencapai 10-
50% berat, biasa disebut Portland Pozzolana Cement. Beberapa Negara yang
menerapkan pemakaian fly ash pada produksi semennya; Jepang (20-30%), U.S.A
(15-40%), China (15-50%), Rusia (20-30%) dan India (10-25%).

2.2 Vertical Roller Mill

2.2.1 Definisi
Seiring perkembangan zaman, industri semen telah berhasil
memanfaatkan VRM untuk penggilingan akhir. Dikarenakan konsumsi
energi listrik pada industri semen yang paling besar berada pada proses
penggilingan, yaitu sekitar ±60% dari total biaya listrik, dan ±20-25% dari

14
total biaya produksi maka VRM digunakan pada proses penggilingan akhir
yang bertujuan untuk efisiensi biaya produksi.

Vertical Roller Mill atau VRM adalah alat yang digunakan untuk
penggilingan akhir pada proses industri semen. VRM merupakan
perkembangan dari Ball Mill, yaitu media penggilingan akhir secara
horizontal yang menggunakan bola-bola baja (Steel ball) sebagai media
penggilingnya. Material yang digiling berupa clinker, gypsum, limestone,
material aditif (trass atau slag).

Dalam rangka menaikkan kapasitas pabrik tanpa harus membangun


pabrik baru dari awal, maka dibangunlah VRM P-6C yang merupakan
teknologi terbaru pada penggilingan akhir., dengan konsep penggilingan
separate grinding. Pada VRM P-6C, material yang digiling berupa semen
premix, atau semen yang memakai rasio clinker rendah, OPC terdiri dari
89,7% clinker: 2,3% gypsum; dan 8% additive. Additive dalam OPC 100%
limestone yang nantinya akan dilakukan mixing di blending silo dengan
semen yang memakai rasio clinker tinggi supaya mendapatkan target
kualitas semen PCC. Komposisi produk PCC terdiri dari 68-70% clinker
dan menggunakan additive limestone serta trass atau slag.

Gambar 2.4 VRM OK Mill 42-4

(Source : FLSmidth)

15
Spesifikasi Vertical Roller Mill tipe 42-4 P-6C

Name : Vertical Roller Mill

Roller : 4 Unit

Hydraulic : 4 Unit

Accumulator : 16 Unit

Table Liner Outer : 12 segment Outer

Table Liner Inner : 12 Segment Inner

Design by : FLSmidth

Type VRM : OK Mill 42-4

Manufacturing Machine : Denmark

Capacity : 290 t/h

Gearbox : MAAG GEAR

Type Gearbox : WPV – 3800 - Spec

Power : 5500 Kw

Motor : 995 rpm

VRM ok mill berkapasitas pressure hidrolik sebesar160 bar dan konsumsi energi
sebesar 1600 kW, berikut data spesifik vrm :

- Table Diameter : 4000 mm

- Roller Diameter : 0.6 DO

- Roller Width : 0.2 DO

- Cylinder Diameter : 300 mm

- Piston Diameter : 150 mm

- Weight of each Roller : 25 tons

- No of Rollers :3

16
- Table Speed : 28 rpm

- Mean Track Dia (Dm) : 0.8 Do

VRM memiliki banyak desain yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya memiliki
prinsip kerja yang sama. Media penggilingnya berupa roller dan table. Dimana
material masuk ke dalam Mill melalui inlet chute dan menujur ke arah Edge of
table yang berputar dan didistribusikan ke masing-masing roller yang kemudian
akan digiling. Material yang terbawa oleh gas panas sebagai media
transportasinya dan yang lolos dari separator akan ditangkap oleh bag filter yang
kemudian menjadi produk. Sedangkan material yang tidak lolos dari separator
akan disirkulasikan kembali menjadi tailing untuk digiling kembali. Pembagian
material atau distribusi material harus merata supaya operasi VRM stabil dan
tidak mengalami kendala.

Design
Specification
s
Mill OK 42-4
Separator ROKSH 99
Mix PCC
Product Type Mix (Gis) (MISI) PCC (GIS) (MISI)
Production
Rate 235 t/h 250 t/h 250 tph 260 t/h
Product 10% @ 32 19% @ 32
Fineness micron Micron
~610 ~440 ~470
~470 m²/kg m²/kg m²/kg m²/kg
(Blaine) (blaine) (blaine) (blaine)
Clinker 65% 65% 75% 75%
Gypsum 3% 3%

17
Limestone 11% 11%
Trass (Gis) 35% 11%
Trass (Misi) 35% 11%
Mill Outlet
Temperature 95° 110°
Product
Collection Bag Filter
Mill Filter Bag Filter

Tabel 2.3 Global Specification of Vertical Roller Mill type 42-4

(Source : FLSmidth Machine Card)

2.1.2 Bagian-bagian VRM

Separator Drive

Mill Outlet
Mill Feed Inlet

Separator

Roller

Grinding Table
Main Gearbox
Hot Gas Inlet

Hydraulic

Main Drive

Gambar 2.5 Bagian-bagian Vertical Roller Mill


(Source: Cement Grinding Technology)

18
Roller dan Table
Roller berfungsi sebagai media penggiling (grinding media) dari VRM. Roller
diberi gaya tekan yang dihubungkan dengan system hidrolik. Gaya tekan roller
tersebut yang akan menggiling material di meja penggiling yang berputar.
Distribusi material terhadap roller harus merata supaya ketinggian material bed
pada masing-masing roller merata. Jika tidak maka salah satu roller akan
menggiling terlalu berat, dan roller lainnya tidak. Jika masalah itu diabaikan maka
akan terjadi keausan yang berbeda pada roller.

Gambar 2.6 Gaya yang Bekerja pada Roller


(Sumber: FLSmidth VRM Cement Grinding)

Meja Giling (Grinding Table)


Grinding table merupakan salah satu bagian penting dari VRM. Table terdiri dari
bagian-bagian piringan (plate) yang membentuk lingkaran. Bagian dari table ini
contohnya terdapat dam ring sebagai pembatas material bed dengan nozzle
ring/louver ring yang digunakan untuk masuknya gas panas.

19
Gambar 2.7 Table dan Bagian-bagiannya
(Sumber: FLSmidth VRM Cement Grinding)

System Hidrolik
System hidrolik teknologi yang memanfaatkan fluida cair (biasanya oli) untuk
melakukan suatu gerakan lurus (translation) atau putaran (Rotation). Sistem ini
bekerja berdasarkan prinsip Hukum Archimedes. Jika suatu zat cair diberi tekanan,
maka akan merambat ke segala arah tanpa mengurangi atau menambah tekanan
tersebut.
Fluida yang digunakan dalam sistem hidrolik adalah oli. Syarat-syarat cairan
hidrolik yang digunakan harus memiliki kekentalan (viskositas) yang cukup,
memiliki indek viskositas yang baik, tahan panas, tidak berbusa, tahan terhadap
suhu dingin.

Gambar 2.8 Sistem Hidrolik pada Roller


(Sumber: FLSmidth VRM Cement Grinding)

20
Main Drive dan Gearbox
VRM memiliki motor penggerak utama (main drive) dan gearbox yang didesain
khusus untuk VRM. Gearbox dilengkapi dengan axial thrust bearing yang
menahan gaya sewaktu penggilingan dan meredamnya ke arah pondasi dari mill
tersebut. Gearbox berfungsi sebagai pengatur kecepatan putar dari grinding table.
Main drive (auxiliary drive) membantu menggerakkan mill jika di dalamnya
masih terdapat material sewaktu berhenti mendadak, juga membantu
mempercepat pengosongan material jika ingin melakukan perawatan.

Gambar 2.9 Maag Gear/ Gearbox dari FLSmidth


(Source : FLSmidth Machine Card)
Maag gear 2-tahap dan planetary gearbox mengirimkan tenaga dari motor listrik
ke grinding table. Pada saat yang sama, mengurangi kecepatan motor listrik
dengan kecepatan yang diinginkan untuk grinding table dan mengubah gerakan
input sumbu horisontal menjadi output gerakan sumbu vertikal. Gearbox juga
menopang grinding table. Persediaan pelumas tambahan membantu melumasi dan
mendinginkan gearbox.

Separator
Separator berfungsi untuk memisahkan material produk yang halus dan yang
kasar. Target produk yang diinginkan adalah :

21
 Blaine 3800 cm2/gr

 Residu 45µm adalah 8,75%.

Target operasi produk dijaga sesuai target supaya kualitas dari produk tetap baik.

Gambar 2.10 : ROKSH 99 Separator VRM P-6C

(Source : FLSmidth Manual Instruction for ROKSH 99 Separator)

Keterangan :

600 : Drive arrangement

702 : Upper separator

308 : Drive flange

701 : Lower separator

307 : Top section

500 : Bearing arrangement

403 : Rotor seal

22
402 : The deflector

303 : Intermediate cone

302 : Louvres

301 : Louvres

401 : Rotor

101 : Bottom cone

102 : Upper outlet cone

107 : Pipes

201 : Outlet cone

202 : Extension pipe

23
Center Chute Cone Separator

Berfungsi untuk mengarahkan material tailing ke arah center table. Adapun


gambar tentang center chute cone separator yang lebih detail adalah sebagai
berikut :

Gambar 2.11 Center Chute Cone Separator


(Source : Manual Instruction for ROKS-H 99 Separator)

24
Gambar 2.12 : Dimensi dan Ukuran center chute

(Source : Manual Instruction for ROKS-H 99 Separator)

Gambar 2.13 Outlet Chute Separator / Center Chute

(Source : Dokumentasi Pribadi)

25
2.2.2 Prinsip Kerja VRM
Roller akan berputar secara melingkar di lintasannya pada mill table diatas bed
material umpan. Terhadapnya diberikan tekanan dari luar (vertical force)
sehingga material akan menerima dua macam gayasekaligus yaitu compressive
force dan shear force. Gaya yang bekerja pada roller ini harus dijaga agarmenekan
dan mengalami kontak dengan material bed. Sistem hidrolik yang berperan
sebagai penopang dan pemberi gaya tekan pada roller.

Gambar 2.14 Prinsip Kerja Roller dan Table

(Source: Cement Grinding Technology)

Secara umum karakteristik semua roller mill adalah mereduksi ukuran material
sebagai hasil kerja dari roller dan elemen grinding lainnya. Material masuk
melalui inlet VRM. Untuk VRM Plant 6 terdapat 2 jalur material, yaitu; untuk
Clinker + Gypsum, dan Limestone aditif + Slag. Material jatuh dan melewati
lintasan roller, material akan mengalami pemisahan oleh aliran udara panas (hot
gas) yang dimasukkan melalui nozzle ring yang terdapat pada posisi annular dari
mill table.
Material hasil penggilingan selanjutnya akan masuk ke classifier (separator).
Partikel yang kasar dan halus akan dipisahkan oleh separator ini. Partikel dengan
ukuran kasar akan masuk kembali ke dalam mill untuk proses grinding kembali,
sementara partikel halus bersama dengan gas akan terhisap keluar dari mill dan
selanjutnya akan dipisahkan antara gas dan material produk pada bag filter.

26
Gambar 2.15 Proses Penggilingan Material

(Source: Cement Grinding Technology)

Plant 6 - PT Indocement Tunggal Prakarsa menggunakan Vertical Roller Mill


sebagai mesin grinding pada finish mill section. Tipe Vertical Roller Mill yang
digunakan adalah FLSmidth OK Mill.
Desain dari mill dirancang agar didapatkan kecepatan sesuai dengan kebutuhan
untuk mengangkat material.

Gambar 2.17 Kecepatan Udara di dalam Mill


(Source: Cement Grinding Technology)

27
Proses penggilingan di ball mill dan VRM secara fundamental jelas berbeda. Pada
ball mill proses penumbukan terjadi karena gaya tumbuk stell ball. Penggilingan
di VRM terjadi karena adanya tumpukan material (bed material) yang diberi
tekanan tinggi yang cukup untuk mematahkan struktur dari tiap partikel di
tumpukan material tersebut, meskipun kebanyakan dari partikel di tumpukan
tersebut lebih tipis ukurannya dari tingkat ketebalan bed material.

Kestabilan dari tumpukan material yang akan digiling (grinding bed) ini biasanya
dapat dengan mudah dicapai di VRM penggilingan raw material dengan
menggunakan separator efisiensi tinggi. Namun, pada peroses penggilingan akhir
semen menjadi lebih sulit untuk menstabilkannya, karena :

 Semen lebih halus daripada bahan baku mentah (raw material)


 Umpan yang dimasukkan ke cement mill seringkali sudah kering dan
ini berarti lebih sulit untuk digiling ketimbang raw material.
 Syarat kualitas dari distribusi ukuran partikel (particle size
distribution) dari produk mill pada penggilingan cement mill lebih
sempurna daripada penggilingan raw material.
Konsumsi daya FLSmidth OK Mill dapat diformulasikan sebagai berikut:

P = n * µ * kT * DR * W * DP * π/60 * s

Dimana;

P = Konsumsi Daya (kW)

n = Jumlah Roller

µ = Faktor Gesek

kT = Gaya Roller Spesifik (kN/m2)

DR = Diameter Roller (m)

W = Tebal Roller (m)

DP = Diameter Daya (m)

28
s = Kecepatan Putar Table (rpm)

Belt Feeder mentransportasikan clinker yang berasal dari feed bin. Untuk trass,
gypsum, dan limestone menggunakan apron feeder sebagai alat pengumpannya
yang telah dipasang weighing feeder. Feeding ditransportasikan kedalam VRM
melalui 2 feeding belts yang berbeda. Feeding belts yang pertama adalah untuk
clinker kering, dan feeding belt yang kedua adalah untuk trass, gypsum, dan
limestone yang basah atau lembab. Masing-masing feeding belts dilengkapi
dengan magnetic separator, untuk memisahkan kandungan logam dari feeding
VRM supaya material asing tersebut tidak masuk kedalam VRM.

Sebelum feeding diumpankan ke VRM, feeding tersebut melewati metal detector


(masing-masing 1 pada tiap feeding belt) untuk perlindungan VRM dari material
asing berupa logam yang dapat merusak VRM. Logam yang terdeteksi akan
merubah gate / flap sesuai dengan arahnya yang berada tepat dibawah metal
detector tersebut yang nantinya akan dibuang ke tanah atau ke waste bin.

Inlet VRM dilengkapi dengan 2 jalur. Jalur yang pertama untuk klinker, dan jalur
yang kedua untuk material aditif yang lembab. Tipe saluran udaranya dalah rotary
atau berputar dan kerja utamanya adalah untuk meminimalisir kebocoran udara
atau false air yang masuk kedalam VRM.

Rotasi dari table mendorong bahan menuju ke tepi table, tepat dibawah roller
dimana material akan tergiling. Setelah melewati material akan terbawa ke dam
ring dan masuk ke nozzle ring dimana selanjutnya material akan terbawa oleh gas
panas yang berasal dari grate cooler Plant 6, Plant 7, Plant 8, dan Plant 11. Gas
panas membawa material ke arah separator sekaligus pengeringan material.
Kecepatan gas di nozzle ring dapat diatur. Sesuai berat material, yang lebih kecil
akan terangkat melalui nozzle ring, melewati separator untuk dilakukan proses
separasi yang pada akhirnya produk akan ditampung pada bag filter. Material
yang tidak lolos separator akan menjadi tailing yang nantinya akan bercampur
kembali lagi ke mill bersama fresh feed untuk digiling kembali.

29
Material reject / tailing akan ditransportasikan kembali ke mill dengan cara
resirkulasi. Sistem resirkulasi terdiri dari conveying system yang memisahkan
material reject ke dalam VRM melewati metal detector.

Material terangkat oleh gas menuju ke separator, untuk dipisahkan berdasarkan


ukuran partikel. Material reject yang tidak lolos dari separator jatuh ke dalam mill
lagi dan diarahkan melalui cone separator untuk digiling kembali.

Produk yang sudah halus keluar dari separator lalu menuju ke bag filter, dimana
udara dan material dipisahkan. Kehalusan material bergantung kepada kecepatan
gas dan speed rotor dari separator.

Produk yang sudah jadi dikumpulkan di bag filter yang kemudian


ditransportasikan menuju silo khusus, yaitu silo P-6C.

Untuk pengambilan sampel, dilakukan secara otomatis secara berkelanjutan.

Operation

Untuk mendukung operasi secara optimal, automatic control loops yang harus
diperhatikan oleh operator adalah :

 Setiap umpan harus di set sampai persentasi umpan


jumlahnya 100%

 Umpan mill : Mill Power Consumpt selalu dijaga konstan.


Dengan cara mengatur jumlah feeding/ umpan.

 Mill Outlet Temperature : Temperatur outlet dikontrol


dengan cara mengatur posisi damper pada inlet mill

 Mill Inlet Under Pressure : Mill Inlet Under Pressure


dijaga konstan dengan mengatur damper sirkulasi.

 Sistem aliran udara : Aliran udara yang melewati sistem,


diukur menggunakan flow meter, dijaga konstan dengan
mengatur fan inlet damper.

30
Kontrol secara alternatif dapat diimplementasikan jika diperlukan dimana mill
inlet pressure telah dikontrol dengan mengatur speed fan untuk gas panas dan
temperatur keluaran mill dengan cara mengatur damper sirkulasi.

Jadi, secara garis besar proses yang terjadi pada VRM adalah :

a. Penggilingan (grinding)

Material digiling di antara roller dan grinding table sewaktu material tersebut
bergerak dari tengah meja ke arah nozzle ring. Metode penggilingan ini
merupakan proses penggilingan yang paling efisien di dalam industri semen.

b. Pemisahan (separation)

Material kering diangkat oleh gas kering. Kemudian di dalam separator, partikel
yang terlalu kasar (tailing) dikembalikan lagi ke grinding table, sementara partikel
yang halus meninggalkan mill dan dikirim ke bag filter.

c. Pengeringan (drying)

Gas proses yang digunakan terutama berasal dari waste gas kiln atau cooler.
Pengeringan berlangsung bersamaan dengan proses penggilingan dan pemisahan.

d. Transportasi

Gas panas digunakan sebagai media transportasi. Tahap transportasi pertama


adalah sirkulasi internal dan tahap yang kedua adalah separator. Akhirnya, produk
diekstraksi dari separator dan secara pneumatic dikirim ke bag filter dimana
produk kemudian dikumpulkan dan diumpankan ke silo. Gas yang bersih
dikeluarkan atau diresirkulasikan kembali ke dalam mill.

31
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 PENGAMBILAN DATA OPERASI SEBELUM DILAKUKAN


REWELDING ROLLER.
Gambar center chute cone separator yang akan dipotong

Gambar 3.1 Separator ROKSH 99 dan Cone Separator


(Source :FLS Manual Instruction for ROKSH 99 Air Separator)

32
Gambar 3.2 Center Chute Cone Separator
(Source : Instruction Manual for Separator ROKS-H 99)

33
Gambar 3.3 : Dimensi dan Ukuran center chute

(Source : Manual Instruction for Separator ROKS-H 99)

Salah satu akibat dari clinker yang menabrak center chute separator
adalah pembagian/distribusi material feeding yang tidak merata, yang secara
secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab terjadinya keausan roller
menyebabkan keausan roller berbeda-beda. Maka dari itu perlu dilakukan
pengukuran roller. Dibawah ini dijelaskan metode untuk mengetahui laju
keausan (wear rate)

3.2 PROSEDUR PENGUKURAN ROLLER


Karena distribusi material yang tidak merata, maka tingkat keausan dari
masing-masing roller tidak merata juga. Maka perlu dilakukan pengukuran
roller.

SOP (Standard Operating Procedure) adalah standar kerja yang menjadi


pedoman bagi setiap karyawan pelaksana dalam melaksanakan suatu
pekerjaan yang didalamnya dijelaskan langkah-langkah pelaksanaan dari

34
tahap awal hingga akhir dari suatu pekerjaan. Didalam SOP juga dijelaskan
aspek keselamatan kerja. SOP digunakan untuk mempermudah pelaksanaan
dalam melakukan tugas pekerjaan dengan pencapaian waktu serta hasil yang
efisien dan efektif.
Berikut ini adalah tahapan inspeksi roller tyre dan table liner di vertical
roller mill:
1. Gunakan alat pelindung diri
2. Persiapkan peralatan yang akan digunakan
3. Siapkan prosedur keamanan (LOTOTO) untuk pekerjaan didalam mill
4. Lakukan pengukuran roller tyre

3.2.1. Alat pelindung diri yang harus digunakan


Faktor keamanan dan keselamatan kerja hendaknya menjadi perhatian
utama dalam melaksanakan pekerjaan, karena setiap kegiatan yang
dilakukan tentu akan mempunyai resiko terjadinya kecelakaan. Kecelakaan
dapat menimpa diri kita, orang lain ataupun mesin dan peralatan yang kita
gunakan. Kerugian yang mungkin ditimbulkan bisa berupa cidera atau
timbulnya penyakit akibat kerja bahkan bisa mengakibatkan kehilangan
nyawa dan kerugian bagi perusahaan yang berupa biaya perawatan korban,
lost time, peralatan atau terganggunya proses produksi. Demikian juga
keluarga yang dirumah selalu menginginkan kita pulang dengan selamat.
Persiapan keamanan dan keselamatan kerja berupa APD (Alat Pelindung
Diri), fisik, dan mental pekerja, yaitu :
1. Safety shoes
2. Safety helmet
3. Safety googles
4. Ear muff/ear plug
5. Masker
6. Cotton glove

35
3.2.2. Peralatan yang digunakan :

1. Roller tyre gauge (FLSmidth)

Gambar 3.4 Roller Tyre Gauge


2. Tapper ruller
3. Mistar
4. Kunci inggris
5. Lampu senter
6. Lampu spotlight
7. Spidol

3.2.3. Persiapan keamanan untuk melakukan pekerjaan didalam mill


1. Informasikan kepada foreman produksi dan CCP operator bahwa akan
dilakukan pekerjaan di dalam mill

36
2. Koordinasikan dengan bagian elektrik untuk memastikan switch gear di
MCC untuk motor mill, motor separator dan dimatikan dan dipasang kunci
pengaman serta safety tag.

3. Untuk menaikkan dan menurunkan roller tyre yaitu dengan


mengoperasikan hydraulic system 6_563HS1 melalui control display panel
hydraulic.

4. Supaya hydraulic system 6_563HS1 bisa dioperasikan di local control


maka harus diubah selection mode dari central control menjadi local
control.

5. Pada control display panel hydraulic, buka main menu kemudian pada
selection tekan tombol sentuh mode.

6. Pada display akan muncul mode of operation, akan terlihat central


control aktif (berwarnda hijau) tekan tombol sentuh reset. Tunggu
beberapa detik maka local control akan aktif ada lampu kecil warna hijau
nyala dan motor pump siap dioperasikan.

7. Kembali lagi ke tampilan main menu, kemudian tekan tombol sentuh LC


hydraulic unit sampai muncul tampilan local control hydraulic unit.

8. Naikkan 4 buah roller tyre yaitu dengan menjalankan hydraulic system


sampai roller tyre berada di top position dengan menekan tombol sentuh
rollers up (M02 main pump), tunggu beberapa detik sampai average layer
thicknes mencapai 146mm (pressure set point mencapai 145 bar)
kemudian matikan pompa dengan menekan tombol sentuh stop.

9. Tekan tombol emergency pada panel hydraulic.

10. Pasang safety clamp pada tiap-tiap roller

11. Buang tekanan hydraulic secara perlahan-lahan pada grinding pressure


dengan cara membuka relief valve sampai tekanan grinding pressure
menjadi nol, yakinkan dan lihat di pressure gauge grinding pressure,
kemudian tutup kembali relief valve.

37
12. Buang tekanan hydraulic secara perlahan pada lifting pressure dengan
cara membuka relief valve sampai tekanan lifting pressure menjadi nol,
yakinkan dan lihat di pressure gauge lifting pressure, kemudian tutup
kembali relief valve

13. Tekan emergency stop yang berada pada mesin hydraulic pump.

14. Local switch motor VRM dipasang kunci pengaman dan safety tag.

15. Local switch motor separator dipasang kunci pengaman dan safety tag.

16. Local switch motor fan bag filter dipasang kunci pengaman dan safety
tag.

17. Lakukan pengukuran keausan roller tyre sesuai prosedur

18. Setelah pekerjaan di dalam mill selesai, maka safety clamp untuk
masing-masing roller tyre harus dilepas, yaitu dengan cara :

a. Hidupkan pompa utama (M02) pada panel dengan menekan tombol


sentuh rollers up sampai roller berada di top position

b. Matikan pompa utama dengan menekan tombol sentuh stop

c. Lepaskan safety clamp untuk masing-masing roller.

d. Setelah selesai pekerjaan inspeksi dan pengukuran table liner dan


roller tyre, maka mode of operation dikembalikan lagi dari local
control menjadi central control dengan cara menekan tombol sentuh
reset.

e. Konfirmasikan kepada CCP operator dan foreman produksi bahwa


pekerjaan telah selesai.

38
3.3 SOP PENGUKURAN ROLLER

1. Persiapan sebelum pengukuran:


* Menentukan jumlah engineer yang bekerja
Pengukuran roller vrm yang besar tidak bisa dilakukan oleh satu orang
engineer saja, minimal harus dilakukan oleh 3 orang. Pembagian tugas
penting guna mempermudah dalam mendapatkan hasil data pengukuran
yang optimal. Tugas-tugas saat pengukuran antara lain :
- Memegang roller template diatas roller
- Mengukur keausan dengan mistar tapper
- Mengisi form data pengukuran roller yang didapat dari pengukur keausan

* Mempersiapkan check sheet yang digunakan record data pengukuran :


Check sheet / form pengukuran roller

Gambar 3.5 Form pengukuran roller

2. Buka manhole VRM

3. Lakukan cleaning roller

39
Pembersihan semua roller vrm dari debu menggunakan majun dan lap.
Biasanya dilakukan saat shift 3 sehari sebelum dilakukan pengukuran
4. Menentukan segment I – IV searah jarum jam di semua roller

Bisa juga penamaan menggunakan derajat rotasi 90 , 180 , 270 , 360

5. Memasang stagger di Roller yang akan diukur


Pemasangan stagger dilakukan pada roller yang tata letaknya saling
berlawanan seperti roller 1 dengan roller 3, kemudian roller 2 dengan roller
4. Karena ruang spasi antara roller dengan roller lainnya kecil, pengukuran
dilakukan secara bergantian. Oleh karenanya pemasangan stagger hanya
pada roller 1 dan 3 untuk permulaan.

6. Putar roller guna memposisikan segment 1 diatas stagger

7. Pasang roller template tepat ditengah-tengah segment 1

8. Ukur tinggi keausan


Keausan yaitu gap antara roller dengan roller template. Ukur menggunakan
mistar tapper mengikuti measure point di roller template point -500 sampai
500 setiap 50mm

9. Catat setiap data pengukuran didalam form yang sudah disiapkan

10. Lakukan pengukuran diatas pada segment II – IV

11. Data yang didapat dari keempat segment tersebut, kemudian dicari data
keausan rata-ratanya

12. Setelah didapat data rata-rata semua segment di roller 1, lakukan hal yang
sama di roller 3. Dimulai dari menentukan posisi segment I (no. 6) sampai
mendapatkan hasil rata-rata 4 segment (no. 11)

40
13. Jika roller 3 telah usai, lepas stagger yang terpasang di roller 1 dan 3.
Kemudian pasang di roller 2 dan 4
14. Lakukan pengukuran roller 2 dan 4 secara bergantian dimulai dari
memposisikan segment 1 (no. 6) sampai mendapatkan hasil rata-rata 4
segment (no. 11)

15. Membereskan peralatan pengukuran


Termasuk melepas semua stagger yang terpasang di roller 2 dan 4. Tanda
telah selesai dilakukannya pengukuran roller

16. Koordinasikan dengan bagian produksi. Laporkan bahwa pengukuran telah


usai dilaksanakan dan siap dijalankan kembali atau siap untuk dilakukan
pengelasan Roller

3.4 PENGUJIAN KEHALUSAN PRODUK VRM DENGAN ALAT BLAINE


DAN TURBIDIMETER
Karena parameter yang penting dari optimalnya suatu alat adalah
dengan menjaga kualitas tetap baik, maka dari itu perlu diambil metode
pengujian kualitas produk akhir. Metodologi pengukuran yang dibahas
dalam sub-bab ini diambil dari prosedur operasional standar Quality
Assurance & Research Development dengan Kode Dokumen QPT-LAB-
SNI.

3.4.1 Dengan Alat Blaine


Pengujian kehalusan semen Portland dengan menggunakan alat
Blaine mengacu pada ASTM C 204-00, Standard test method for
fineness of hydraulic cement by air permeability apparatus.
Pengujian dengan alat blaine bertujuan menentukan kehalusan
yang dinyatakan dalam luas permukaan spesifik semen Portland,
dihitung sebagai jumlah luas permukaan total cm 2/gram, atau m2/kg
semen Portland.

41
1.) Alat Blaine
Alat Blaine pada dasarnya terdiri dari sebuah alat yang menarik
sejumlah udara melalui suatu alas semen Portland yang disiapkan
dengan porositas tertentu, merupakan fungsi dari ukuran partikel
dan menentukan laju aliran udara melalui alasnya.

Alat ini ditunjukkan dalam gambar 3.7 dan terdiri dari bagian-
bagian sebagai berikut:

 Sel permeabilitas
Sel permeabilitas terdiri dari silinder yang kaku dengan
diameter dalam (12,7 ± 0,10) mm dibuat dari logam tahan
karat austentic.
Bagian dalam dari sel harus halus (kehalusan 0,81 μm).
Bagian atas sel harus tegak lurus terhadap sumbu utama
dari sel. Bagian bawah dari sel harus bias membentuk
sambungan yang kedap udara dengan ujung atas dari
manometer, sehingga tidak terjadi kebocoran udara antara
bidang-bidang kontak.
Dudukan (ledge) mempunyai lebar (0,5-1,0) mm
merupakan bagian dari sel yang menempel dengan kuat
dalam sel, pada jarak (55 ± 10) mm, dari puncak sel untuk
menahan piringan logam yang berlubang-lubang. Bagian
puncak sel permeabilitas harus dilengkapi dengan bagian
luar yang menobjol, untuk memudahkan pengambilan sel
dari manometer.
 Piringan
Piringan dibuat dari logam yang tahan karat dengan
ketebalan (0,9 ± 0,1) mm berlubang-lubang sebanyak
(30-40) lubang dengan diameter 1 mm dan tersebar
merata.

42
Piringan harus cocok dengan bagian dalam sel, bagian
tengah salah satu sisi piringan haurs diberi tanda atau
goresan yang dapat dibaca, supaya penguji sselalu tahu
untuk menempelkan sisi tersebut di bagian bawah jika
memasukannya ke dalam sel.
 Torak
Torak dibuat dari logam tahan karat austentic (austentic
stainless steel) yang harus tepat masuk ke dalam sel
dengan toleransi tidak lebih dari 0,1 mm.
Bagian dasar torak harus betul-betul datar dan tegak
lurus terhadap sumbu utama
Torak harus dilengkapi dengan ventilasi udara yaitu
berupa bagian data selebar (3,0 ± 0,3) mm pada salah
satu sisinya.
Puncak dari torak ini dilengkapi dengan bagian luar
yang menonjol, sehingga bila torak dimasukkan ke
dalam sel dan bagian sel yang menonjol kontak dengan
puncak sel maka jarak antara dasar torak dengan bagian
atas piringan harus (15 ± 1) mm.
 Kertas saring
Kertas saring harus mempunyai daya tahan alir udara
medium, berbentuk lingkaran dengan tepi yang rata dan
mempunyai diameter yang sama dengan diameter
bagian dalam sel.
 Manometer
Manometer dibuat dari bahan gelas berbentuk tabung U
dengan diameter luar 9 mm, seperti pada gambar 3.
 Cairan manometer
Manometer harus diisi sampai garis di tengah tabung
dengan cairan yang tidak mudah menguap, tidak
higroskopis, mempunyai viskositas dan densitas rendah,

43
seperti butyl ptalat (dibutil 1,2 benzena dikarboksilat)
atau minyak mineral jenis ringan.
 Alat pencatat waktu
Alat pencatat waktu haurs dilengkapi dengan tombol
untuk menjalankan dan menghentikan, dan harus dapat
dibaca sampai 0,5 detik atau lebih kecil.
Untuk rentang waktu 0 detik sampai 60 detik, dan untuk
rentang waktu harus detik ketelitiannya maksimum 1%.
2.) Peralatan lainnya:
 Corong kecil yang sesuai
 Kuas kecil berbulu halus
 Cawan timbang
 Timbangan analitik yang sesuai dengan spesifikasi

Gambar 3.6 Alat Blaine

3.) Kalibrasi alat


 Contoh semen standar

44
Untuk kalibrasi alat blaine harus menggunakan semen standar
dari NIST, Standard Reference Material No. 114. Contoh
semen harus disesuaikan dulu dengan suhu ruang.
 Penentuan volume lapisan semen (bed)
Penentuan volume lapisan semen dilakukan dengan cara
memindahkan air raksa sebagai berikut:
a) Letakkan dua helai kertas saring yang berbentuk
lingkaran di dalam sel diameter sedikit lebih kecil dari
sel, sampai semua kertas saring rata pada piringan
logam kemudian isi sel dengan air raksa, mutu ACS
atau yang lebih baik, untuk menghilangkan gelembung
udara yang melekat pada dinding sel.
Gunakan jepitan waktu membawa sel. Jika sel tersebut
dari bahan yang akan menjadi amalgam dengan air
raksa, bagian dalam dari sel harus diberi lapisan
pelindung oli yang sangat tipis sebelum menambahkan
air raksa.
Kemudian isi sel dengan air raksa.
Ratakan permukaan dengan tepi atas sel memakai
sebuah plat kaca yang ditekankan perlahan-lahan pada
permukaan air raksa, sampai yakin tidak ada gelembung
udara atau rongga antara permukaan air raksa dan plat
kaca.
Keluarkan air raksa dari dalam sel, timbang dan catat
beratnya.
Keluarkan salah satu kertas saring dari sel, lalu di atas
kertas saring yang tertinggal diisi lapisan semen yang
dibuat dengan cara memasukkan kurang lebih dari 2,8
gram semen lalu letakkan kertas saring yang
dikeluarkan tadi di atas semen tersebut.
Kemudian tekan lapisan semen ini dengan torak hingga
leher torak kontak dengan permukaan sel.

45
b) Hitung volume alas semen Portland sampai ketelitian
0,0005 cm3 dengan rumus:

Dengan :

V = volume lapisan semen Portland (cm3)

Wa = berat air raksa yang diperlukan untuk


mengisi sel tanpa lapisan semen Portland
(gram)

Wb = berat air raksa yang diperlukan untuk


mengisi bagian kosong dari sel yang
ditempati lapisan semen Portland (gram)

D = densitas air raksa pada temperature


pengujian (gram/cm3)

c) Penentuan volume lapisan semen Portland ini harus


dilakukan paling sedikit dua kali, dan untuk masing-
masing penentuan lapisan semen dipadatkan tersendiri.
Harga volume lapisan semen yang digunakan untuk
perhitungan rata-rata harus berasal dari dua harga
penentuan dengan perbedaan maksimum ± 0,0005 cm 3.
Suhu ruang di sekitar sel harus dicatat pada awal dan
akhir percobaan.
 Penyiapan contoh
Masukkan contoh semen standar dari ampul ke dalam botol
yang volumenya kira-kira 120 cm3 kocok kuat-kuat selama
dua menit untuk memecahkan gumpalan-gumpalan.
Biarkan botol dalam keadaan berdiri dan tertutup selama
dua menit, kemudian buka tutupnya dan aduk pelan-pelan,
untuk meratakan partikel yang harus homogen.

46
 Berat contoh standar
Berat contoh standar untuk kalibrasi harus diambil
sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu lapisan semen
standar yang mempunyai porositas sebesar 0,500 ± 0,005
dan dihitung dengan rumus:

Dengan :

W = berat contoh standar yang diperlukan (gram)


ρ = densitas contoh uji semen Portland nilai yang
dipakai adalah 3,15 mg/m3 atau 3,15 g/cm3
v = volume lapisan semen standar (cm3)
e = porositas semen standar yang dikehendaki (0,005
± 0,005)
Porositas merupakan perbandingan volume rongga dengan
volume keseluruhan dalam lapisan semen.

3.5 PENGUJIAN KUAT TEKAN


Masid dalam metode yang diambil untuk mengetahui kualitas
produk, maka dari itu perlu juga diambil metode untuk pengujian kualitas
kuat tekan produk VRM. Prosedur ini merupakan cara pengujian
menggunakan mesin kuat tekan yang telah layak digunakan untuk
pengujian. Metodologi pengukuran yang dibahas dalam sub-bab ini
diambil dari prosedur operasional standar Quality Assurance & Research
Development dengan Kode Dokumen 17025-Phys-003.

3.5.1 Alat alat yang digunakan


 Neraca dengan ketelitian 0,01 gram
 Gelas ukur

47
 Cetakan benda uji (cube mold) ukuran isi 40 mm x 40 mm x
160 mm
 Mesin pengaduk, pengaduk dan mangkuk aduk
 Alat jolting
 Pisau aduk
 Kuas 2 inchi
 Mesin kuat tekan
 Ruang lembab/ humidity cabinet suhu 20 ± 1 oC dengan
kelembaban minimum 90%
 Pasir standar/ silica sand DIN EN-196 sesuai persyaratan
dengan gradasi butiran sebagai berikut:

Ayakan Jala Persen Tertinggal


(mm) (%)
2,00 0
1,60 7±5
1,00 33 ± 5
0,50 67 ± 5
0,16 87 ± 5
0,08 99 ± 5

3.5.2 Langkah Kerja


Penyiapan Cetakan Benda Uji
 Bersihkan cetakan dari sisa-sisa mortar yang menempel dengan
menggunakan kain, kemudian dibuat lapisan tipis pada bagian
dalam cetakan dan dasar plat dengan menggunakan kain atau
kuas yang telah diolesi minyak/ gemuk.
 Cetakan ditempel dengan pasangannya dan diklem sampai
rapat.

48
 Cetakan yang telah berpasangan ditempelkan pada dasar plat
dan diklem sampai rapat. Usahakan tidak terdapat kebocoran
pada bagian sambungan.
Penyiapan mortar
 Siapkan campuran mortar : semen : pasir : air = 1 : 3 : 0,5
untuk membuat Sembilan benda uji dalam satu kali pengerjaan
memerlukan 450 ± 2 gram semen, 1350 ± 5 gram pasir
standard an 225 ± 1 gram air.
 Pasang pengaduk dan mangkuk aduk yang kering pada alat
pengaduk dengan posisi mengaduk.
 Masukkan air dan sejumlah semen ke dalam mangkuk aduk,
jalankan mesin pengaduk pada kecepatan rendah 140 ±5 rpm
selama 30 detik.
 Tambahkan semua pasir pelan-pelan dalam selang waktu 30
detik (kecepatan rendah), kemudian ganti mesin pengaduk
dengan kecepatan tinggi dengan putaran 285 ±10 rpm dan
diaduk selama 30 detik.
 Hentikan mesin pengaduk dan biarkan mortar selama 1,5
menit. Selama 15 detik pertama, mortar yang menempel pada
dinding mangkuk dibersihkan.
 Lanjutkan pengadukan akhir selama 1 menit pada kecepatan
tinggi dengan putaran 285 ± 10 rpm.
Pencetakan benda uji
 Mulailah pencetakan benda uji dengan menggunakan alat
jolting
 Tuangkan adukan mortar untuk lapis pertama kira-kira 300
gram ke dalam cetakan prisma, dan ratakan dengan spreader.
 Padatkan lapis kedua dengan 60 kali ketukan.
 Angkat cetakan dari meja jolting.
 Buka hopper kemudian potong kelebihan mortar dan ratakan
permukaannya.

49
Gambar 3.7 Mesin Pengaduk

Gambar 3.8 Pengaduk dan Mangkuk Aduk

50
3.6 PENGUJIAN RESIDUE DENGAN AYAKAN JALA
Pengujian kehalusan dengan ayakan jala (Mesh No. 325/45 mikron).
Metodologi pengukuran yang dibahas dalam sub-bab ini diambil dari
prosedur operasional standar Quality Assurance & Research Development
dengan Kode Dokumen 17025-Phys-003.

3.6.1 Alat-alat yang digunakan


 Ayakan jala diameter 50 mm dan kedalaman 75 mm
 Spray nozzle
 Pressure gauge kapasitas maksimum 300 psi
 Oven pengering
 Neraca dengan ketelitian 0,0001 gram
 Kuas kecil

3.6.2 Langkah-langkah kerja


 Timbang 5 gram contoh ± 1 gram, kemudian masukkan dalam
ayakan no. 325 yang bersih dan kering. Basahi contoh dengan
aliran air yang kecil.
 Pindahkan ayakan dari bawah nozzle dan atur tekanan spray
sampai 10 ± 0,5 psi, kembalikan ayakan pada posisi di bawah
nozzle dan cuci selama satu menit, gerakan ayakan dengan
gerakan melingkar dan permukaan horizontal dengan kecepatan
satu gerakan per detik pada semprotan air.
 Segera pindahkan ayakan dari spray nozzle, cuci dengan air
destilasi kira-kira 50 cc jangan sampai ada residu yang hilang.
 Keringkan ayakan dan residue dalam oven pada temperature
105 oC selama satu jam.
 Dinginkan ayakan, kemudian sikat residue dari ayakan dengan
menggunakan kuas kecil dan timbang dengan neraca.
 Catat berat residue.

51
3.6.3 Perhitungan

Dengan :
Re = Kehalusan semen dalam persen
Rs = Residue contoh yang tertahan pada ayakan 325 mesh
a = Kemiringan kurva regresi linier
b = konstanta regresi linier
W = berat contoh semen dalam gram

52
BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data


Data-data yang akan diolah lalu dianalisa dalam bab ini adalah :
 Data ketebalan material bed VRM (Thickness)
 Data vibrasi mill (Vibration)
 Kapasitas VRM (Capacity)
Adapun data-data parameter operasi diambil 1 bulan terakhir sebelum
dilakukan Rewelding Roller. Dari mulai tanggal 10 Juli 2015 sampai
dengan 10 Agustus 2015.
Masalah yang sering terjadi adalah vibrasi maksimum yang
menyebabkan mill stop. Selain dari Mill vibration yang disebabkan karena
distribusi material per roller tidak seimbang, terjadi pula keausan pada
roller disebabkan permasalahan tersebut.
Untuk mengetahui ketebalan material pada masing-masing roller,
maka diambil data sebelum dilakukan Rewelding, tetapi Center Chute
Cone Separator belum dipototng. Berikut ini adalah Plant 6 VRM Daily
Operation Record per hari untuk mengetahui ketebalan material pada
masing-masing roller.
Pengambilan data dilakukan selama 1 bulan sebelum rewelding roller
tetapi data yang diambil hanya pada saat VRM running 24 jam. Jadi
didapatkan data selama 5 hari, yaitu tanggal :
 12 Juli 2015
 29 Juli 2015
 2 Agustus 2015

53
 4 Agustus 2015
 6 Agustus 2015

 Tanggal 12 Juli 2015

Data running full running hour didapatkan data rata-rata (average)


dalam milimeter :

Keterangan Average material thickness :

 Roller 1 : 5,83 mm
 Roller 2 : 6,75 mm
 Roller 3 : 1,73 mm
 Roller 4 : 7,85 mm

54
 Tanggal 29 Juli 2015

Dari data full running hour VRM tanggal 29 Juli 2015, didapatkan data
rata-rata material thickness (mm) sebagai berikut :

Average Material Thickness 4,25 7,25 0,958333 4,416667


Keterangan :

 Roller 1 : 4,25 mm
 Roller 2 : 7,25 mm
 Roller 3 : 0,96 mm
 Roller 4 : 4,42 mm

55
 Tanggal 2 Agustus 2015

Dari data full running hour VRM tanggal 29 Juli 2015, didapatkan data
rata-rata material thickness (mm) sebagai berikut :

Average Material Thickness 2,125 4,333333 0,083333 3,5625


Keterangan :

 Roller 1 : 2,13 mm
 Roller 2 : 4,33 mm
 Roller 3 : 0,08 mm
 Roller 4 : 3,56 mm

56
 Tanggal 4 Agustus 2015

Dari data full running hour VRM tanggal 29 Juli 2015, didapatkan data
rata-rata material thickness (mm) sebagai berikut :

Average Material Thickness 2,395833 6,404167 0,333333 4,0625


Keterangan :

 Roller 1 : 2,39 mm
 Roller 2 : 6,40 mm
 Roller 3 : 0,33 mm
 Roller 4 : 4,06 mm

57
 Tanggal 6 Agustus 2015

Dari data full running hour VRM tanggal 29 Juli 2015, didapatkan data
rata-rata material thickness (mm) sebagai berikut :

Average Material Thickness 1,833333 4,0625 0,416667 4,104167


Keterangan :

 Roller 1 : 1,83 mm
 Roller 2 : 4,06 mm
 Roller 3 :

4.2 Analisa Data

Dari data VRM Daily Operation Record tanggal 12 Juli 2015, 29 Juli
2015, 2 Agustus 2015, 4 Agustus 2015, 6 Agustus 2015 maka dibuat
diagram blok untuk mengetahui perbedaan material thickness pada
masing-masing roller. Average material thickness sebagai berikut :

58
Grafik 4.1 Average Material Thickness

Total Material Thickness / Day


Date Roller 1 Roller 2 Roller 3 Roller 4
(mm) (mm) (mm) (mm)
12-Jul-15 5,83 6,75 1,73 7,85
29-Jul-15 4,25 7,25 0,96 4,42
02-Agu-15 2,13 4,33 0,08 3,56
04-Agu-15 2,4 6,4 0,33 4,06
06-Agu-15 1,83 4,06 0,42 4,1
Total
Average
3,288 5,758 0,704 4,798
Material
Thickness
Tabel diatas adalah average material thickness sebelum dilakukan
rewelding roller.

59
Gambar dibawah merupakan cone separator.

Gambar 4.1 Cone separator & Center chute


(Source : Dokumentasi Pribadi)

Untuk ukuran dari cone separator adalah :


 Panjang total chute : 1600 mm
 Diameter chute : 860 mm
 Jarak dari ujung chute ke table : 820 mm

60
Adapun untuk gambar dibawah (gambar 4.3) ini merupakan gambar
ukuran dari center chute separator

Gambar 4.2 Ukuran center chute

(Source : Manual Instruction for ROKSH 99 Air Separator)

61
Dibawah ini adalah gambar center chute yang akan dilakukan modifikasi

Gambar 4.3 Kondisi center chute di antara roller tyre


(Source : Dokumentasi pribadi)
Fungsi dari center chute adalah untuk mengarahkan material tailing
separator kembali ke arah center of table agar bisa didistribusikan ke
masing-masing roller untuk kemudian digiling kembali bersama fresh feed
dan additif. Dibawah ini adalah gambar center of table yang
mendistribusikan material ke arah masing-masing roller dengan
menggunakan gaya centrifugal dari putaran table.

62
Gambar 4.4 Center of Table atau Inner Table
(Source : dokumentasi pribadi)

63
Permasalahan yang terjadi yang menjadikan dasar akan dilakukannya
modifikasi berupa pemotongan center chute cone separator adalah fresh
feed (clinker) yang menghantam center chute, yang menyebabkan
distribusi material masing-masing roller tidak merata dan pada akhirnya
material fresh feed hanya menumpuk di beberapa roller saja, tidak
terdistribusi secara merata. Dibawah ini merupakan kondisi center chute
yang sudah bolong karena tertabrak clinker

Gambar 4.5 Kondisi center chute yang sudah bolong


(Source : Dokumentasi pribadi)

64
Gambar keadaan center chute yang bolong setelah diperjelas.

Gambar 4.6 Lubang pada center chute


(Source : Dokumentasi pribadi)
Diameter lubang pada center chute adalah 260 mm. Jarak antara ujung cone ke
lubang adalah 80 mm. Sedangkan jarak antara lubang dengan ujung center chute
adalah 480 mm. Dan jarak antara ujung center chute dengan center table adalah
820 mm
Posisi chute yang bolong terletak sejajar dengan chute clinker yang artinya chute
bolong kemungkinan karena dihantam oleh clinker, karena clinker bersifat abrasif.
Dibawah ini adalah gambar posisi chute clinker.

65
Gambar 4.7 letak Chute clinker
(Source : Dokumentasi pribadi)

Terlihat bahwa chute untuk clinker pun bolong pada bagian atas, ini
membuktikan bahwa clinker bersifat abrasif. Sudut kemiringan/elevasi
dari chute clinker kurang dari 45°. Sedangkan posisi chute untuk aditif
agak curam, sekitar ±45° . Dibawah ini merupakan gambar posisi chute
untuk material aditif.

66
Gambar 4.8 Chute untuk material aditif
(Source : Dokumentasi pribadi)

67
Adapun sudut kemiringan dari masing-masih chute seharusnya 45° seperti
pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.9 Kemiringan chute

Kondisi chute untuk material aditif masih baik, karena sudut


kemiringannya curam. Material aditif trass & slag juga bersifat abrasif,
tetapi karena elevasi chute untuk aditif lebih curam maka dari itu material
cepat jatuh ke bawah menuju center table

68
Gambar 4.10 Posisi Center chute dan arah putaran table
(Source : FLSmidth OK Mill’s working principle)
Fresh Feed seharusnya terdistribusi secara merata pada masing-masing
roller, tetapi ketika center chute terlalu panjang maka akan mengahalngi
Fresh Feed yang masuk sehingga akhirnya menghantam center chute dan
pada akhirnya material menumpuk pada salah satu sisi saja. Ketika
material pada masing-masing roller tidak merata, maka bisa terjadi vibrasi.
Distribusi material Fresh Feed seharusnya seperti gambar dibawah ini :
INCLUDEPICTURE "V:\\NFO42\\HMC99\\ZEMKURS\\99-Eng\\DATA\\
B04\\B04C08D1\\F006.TIF" \* MERGEFORMATINET

69
Distribusi material bed pada masing-masing roller. Dapat dilihat pada
gambar jika material bed terlalu tebal maka material akan lebih sulit
digiling dan roller cenderung terangkat. Selain itu roller akan lebih cepat
aus dikarenakan kerjanya yang berat.

Persentase Pie Chart Total Material Thickness Juli – Agustus 2015


Roller 4 mendapatkan ketebalan material yang paling tebal, maka dari itu
dapat diasumsikan material hanya terdistribusi di bagian roller itu saja.
Roller 3 pun mendapatkan kerja berat karena slag pertama kali jatuh
berada pada roller 3.

70
Laju keausan roller dapat dilihat sebagai berikut :

Volume Roller pada Wear Wear


Roller jan14-feb15 feb15-agu15
Utuh Feb-15 Agu-15

1 2.241.671.398 2.223.028.524 2.205.727.429 18.642.874 17.301.095

2 2.241.671.398 2.213.186.941 2.198.608.916 28.484.457 14.578.025

3 2.241,671.398 2.210.316.598 2.185.266.378 31.354.800 25.050.220

4 2.241.671.398 2.231.855.301 2.204.377.027 9.816.097 27.478.274

Total Volume wear (mm3) 88.298.227 84.407.614

Total Volume wear (m3) 0,088298227 0,084407614

Total Mass wear (kg) 660,1175431 631,0313188

Data keausan roller tersebut didapatkan sebelum dilakukan rewelding


roller. Didapatkan data keausan pada tiap roller seperti pada tabel diatas
Dapat dilihat dari data diatas bahwa roller yang laju keausannya paling
cepat adalah roller 3 dan roller 4. Laju keausan pada roller 3 & roller 4
lebih cepat karena material jatuh pada bagian roller tersebut dikarenakan
ada kemungkinan center chute yang terlalu panjang mengakibatkan
terhalangnya distribusi material feeding.

71
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa point antara lain :

 Salah satu penyebab laju keausan roller yang tidak sama adalah
terhalangnya fresh feed oleh center chute yang terlalu panjang
sehingga distribusi material terhalang
 Permasalahan yang terjadi ketika center chute cone separator terlalu
panjang adalah menghalangi letak jatuh material

 Roller 3 dan roller 4 cenderung mendapatkan kerja lebih berat


dikarenakan material terdistribusi hanya pada roller tersebut saja
sehingga jumlah material yang terdistribusi ke roller 3 dan 4 menjadi
lebih banyak.

 Laju keausan roller 3 dan roller 4 lebih cepat.

 Roller 1 : 0,017 m3
 Roller 2 : 0,014 m3
 Roller 3 : 0,025 m3
 Roller 4 : 0,027 m3

5.2 Saran
 Pemotongan center chute cone separator bisa tetap dilakukan.
 Pengecekan gap roller dan pengukuran roller dilakukan secara
terjadwal untuk mengetahui laju keausan roller

72
DAFTAR PUSTAKA

Alsop, Philip A. 1998. Operation Cement Plant, Handbook. 2nd Edition. Tradeship
Publication Ltd.

Alsop, Philip A. 2001. The Concise guide to cement manufacture, Handbook Operation
Cement Plant. 3rd Edition. International Cement Review : Denmark.

Alsop, Philip A. 2014. For dry process plant, Handbook Operation Cement Plant. 6th
Edition. Tradeship Publication Ltd.

Eriksen, Jesper Havn. 2011. The optimized and versatile grinder, OK Mill. Luis Petersen.
FLSmidth A/S.

FLSmidth. 2011. OK Mill Plant (Cement), Process Instructions.

www.worldcement.com

www.FLSmidth.com

73

Anda mungkin juga menyukai