Anda di halaman 1dari 16

Aurora Dias Lokita

Adaptasi Konsep Water Sensitive Urban Design (WSUD) di Kawasan Cagar Budaya Kota Lama Semarang
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 22 No. 1, April 2011, hlm.65 - 80

ADAPTASI KONSEP WATER SENSITIVE URBAN DESIGN (WSUD)


DI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA LAMA SEMARANG

Aurora Dias Lokita

Konsultan Bina Semesta


Jalan Batu Granit D-2 Kompleks Rancabali I Cimahi
E-mail: auroradiaslokita@gmail.com

Abstrak

Keberadaan Kota Lama Semarang sebagai cagar budaya di Kota Semarang semakin
mengkhawatirkan karena adanya persoalan banjir yang disebabkan oleh air pasang maupun
curah hujan yang tinggi. Konsep Water Sensitive Urban Design (WSUD) merupakan suatu
pendekatan rancang kota dan merupakan bagian dari konsep infrastruktur hijau yang
diidentifikasi dapat mengurangi persoalan banjir. Penelitian ini bertujuan mengkaji peluang
dan prinsip penerapan konsep WSUD untuk kawasan cagar budaya Kota Lama Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konsep WSUD dapat diterapkan pada Kota Lama
Semarang dengan prinsip-prinsip penerapan yang terbatas. Dalam penerapan WSUD, harus
dipertimbangkan komponen rancang kota yang meliputi internal dan eksternal kapling,
kondisi fisik kawasan meliputi kapabilitas lahan, tata guna lahan dan ketentuan serta
perundangan yang terkait preservasi Kota Lama Semarang. Prinsip utama untuk Kota Lama
Semarang yaitu penerapan konsep WSUD tidak boleh merusak fasade bangunan,
mengintegrasikan komponen internal dan eksternal kapling untuk menahan air, menambah
luas lahan yang tidak diperkeras, mengurangi penggunaan material perkerasan, merancang
ulang ruang terbuka agar dapat menampung air dan menggunakan wadah-wadah
penampungan air.

Kata kunci: Kota Lama Semarang, WSUD, manajemen air

Abstract

The existence of the Kota Lama Semarang as a culture heritage in Semarang City is
increasingly worrisome because of the problems caused by tidal flooding and heavy rainfall.
The concept of Water Sensitive Urban Design (WSUD) is an approach to urban design and is
part of the concept of green infrastructure that can lessen the problem of flooding identified.
This study aims to assess the opportunities and the principles of WSUD for application of the
concept of cultural heritage of the Kota Lama Semarang. The results showed that the concept
of WSUD can be applied to the Kota Lama Semarang with the principles of limited
applicability. In the application of WSUD, should be considered components of urban design
which includes internal and external plots, including the physical condition of the land
capability, land use laws and regulations related to Kota Lama Semarang preservation. The
main principles for Kota Lama Semarang is the application of WSUD concept should not
damage the building fasade, integrating internal and external components plot of land to
retain water, increase the area of land that is not paved, reducing the use of paving materials,
redesign of open space that can hold water and using water storage containers.

Keywords: Old City of Semarang, WSUD, water management

1. Pendahuluan pariwisata yang potensial di Kota Semarang,


yang dapat meningkatkan perekonomian
Kota Lama Semarang merupakan kawasan daerah. Namun pada kenyataannya, obyek ini
cagar budaya yang memiliki nilai budaya dan menjadi tidak potensial, bahkan keberadaannya
sejarah yang tinggi. Dengan nilai-nilai tersebut nyaris pudar karena persoalan banjir yang
sebenarnya Kota Lama dapat menjadi obyek terjadi.
65
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

Banjir ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu Design (WSUD) untuk membantu mengurangi
curah hujan yang cukup tinggi namun tidak persoalan yang terjadi. Konsep ini digunakan
disertai dengan adanya jaringan infrastruktur karena merupakan konsep penanganan
drainase yang baik, selain itu juga terdapat persoalan air yang ramah akan lingkungan dan
banjir pasang atau banjir rob, yaitu banjir yang berbasiskan kepada water cycle management.
disebabkan oleh kenaikan muka air laut dan Selain itu belum terdapatnya adaptasi dan
reklamasi pantai ataupun pengerukan prinsip-prinsip penerapan konsep WSUD di
pelabuhan yang menyebabkan amblesan tanah. kawasan cagar budaya/dilindungi.
Kondisi-kondisi tersebut semakin diperburuk
dengan banyaknya jalan yang rusak yang 2. Kota Ekologis, Water Sensitive Urban
menyebabkan genangan air yang cukup Design (WSUD), dan Kawasan
banyak. Namun penanganan dalam kasus Kota Preservasi
Lama ini tidak dapat disamakan dengan
penanganan kasus-kasus banjir di kota lain, Dikatakan oleh Ebenezer Howard (1898)
terdapat keterbatasan dalam penanganan kasus bahwa inti dalam perencanaan kota adalah
banjir di Kota Lama Semarang karena kawasan melibatkan alam dalam pembangunan kota.
ini merupakan kawasan cagar budaya yang Tujuan dari konsep kota ekologis adalah
dilindungi, sehingga dalam penanganannya meminimalkan dampak yang dapat merugikan
tidak diperbolehkan untuk mengubah bentuk dari pengembangan kota. Konsep ini
bangunan ataupun kawasan tersebut. mencakup usaha-usaha yang dilakukan untuk
memenuhi tujuannya, yaitu arsitektur hijau
Telah diupayakan suatu cara untuk dapat (green architecture), pertanian berkelanjutan
mengatasi persoalan banjir yang terjadi, yaitu (sustainable agriculture), rekayasa ekologis
dengan membangun sebuah kolam retensi (ecological engineering), infrastruktur hijau
untuk dapat menampung air di depan Stasiun (green infrastructure), dan lainnya.
Tawang Kota Lama Semarang. Namun pada
kenyataannya keberadaan kolam ini tidak Infratruktur hijau merupakan bagian dari
dapat mengatasi persoalan banjir yang terjadi kerangka konsep ekologis untuk keberlanjutan
di Kota Lama Semarang. Luas kolam retensi lingkungan, sosial dan ekonomi sebagai suatu
yang hanya 2% dari luas lahan Kota lama sistem kehidupan yang berkelanjutan.
Semarang itu tidak dapat menampung Infrastruktur hijau merupakan jaringan ruang
kapasitas air yang ada (Suara Merdeka, 2005). terbuka hijau, dimana jaringan ini berfungsi
Apabila dilakukan perluasan, maka akan untuk melindungi nilai dan fungsi ekosistem
membutuhkan pompa kolam yang lebih besar alami untuk mendukung kehidupan manusia.
dimana biaya yang diperlukan juga akan Jaringan pada infrastruktur ini saling
sangat besar. Dengan segala keterbatasan yang berhubungan antara sungai, lahan basah, hutan,
ada tersebut diperlukan suatu metode baru habitat kehidupan liar, dan daerah alami di
terkait pengelolaan air di Kota Lama wilayah perkotaan; jalur hijau, kawasan hijau,
Semarang. Metode tersebut yaitu dengan dan daerah konservasi, daerah pertanian,
melakukan pendekatan pemecahan persoalan perkebunan, dan berbagai jenis RTH lain,
melalui rancang kota, mengingat aspek ini seperti taman-taman kota. Pengembangan
belum mendapatkan perhatian yang lebih. infrastruktur hijau dapat mendukung
Diperlukan suatu upaya lain, yaitu dengan kehidupan warga, menjaga proses ekologis,
menggunakan konsep Water Sensitive Urban keberlanjutan sumber daya air dan udara

66
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

bersih, serta memberikan sumbangan kepada mengintegrasikannya ke lansekap lingkungan;


kesehatan dan kenyamanan warga kota. memanfaatkan limpasan air untuk berbagai
macam kebutuhan; memberikan nilai lahan
2.1 Konsep Water Sensitive Urban Design dengan meminimalkan biaya infrastruktur
salah satunya adalah infrastruktur drainase.
WSUD merupakan salah satu bagian dari
konsep pendekatan infrastruktur hijau. Tujuan Prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan di
dari pendekatan konsep ini untuk melakukan suatu kawasan dengan melakukan analisis
pendekatan perencanaan dan perancangan kota terlebih dahulu. Diperlukan tiga macam
yang berhubungan dengan sumber air dan analisis, yaitu analisis tapak, kapabilitas lahan
manajemen lingkungan serta meminimalisasi dan tata guna lahan. Analisis tapak berguna
dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan air untuk mengidentifikasi dan menjelaskan
di permukaan perkotaan. Pada awalnya konsep mengenai keadaan (existing) yang terjadi pada
ini muncul dilatarbelakangi oleh peranan air tapak. Hal yang dibutuhkan adalah data
dalam kehidupan kota, yang memerlukan topografi, jaringan drainase, jenis tanah, data
pengaturan yang selaras antara pembangunan luas tutupan lahan, sensitif regions, dan
kota dan kebutuhan akan air. Konsep WSUD koridor aliran air. Dengan melakukan ketiga
menitikberatkan pada manajemen analisis tersebut dapat ditemukan dimana
keberlanjutan siklus air di kota dimana pengembangan konsep WSUD perlu untuk
manajemen tersebut menjadi sumber dari diterapkan dengan dampak seminimal
pendekatan konsep ini (Roychansyah, 2007). mungkin.
Bentuk-bentuk dari manajemen keberlanjutan
siklus air yaitu manajemen air minum, aliran Konsep ini memiliki beberapa elemen penting,
air yang disebabkan oleh hujan, kualitas air, elemen paling penting tersebut yaitu
manajemen air limbah dan siklus air pemanfaatan air kembali (water reuse) dan
(konservasi air). pengolahan air (water treatment). Air hujan
dan air buangan merupakan salah satu air yang
Dalam konsep ini dilakukan integrasi antara diperhatikan pada konsep ini. Pada praktiknya,
manajemen keberlanjutan siklus air dan konsep ini melihat pengelolaan air hujan dan
perancangan kota dengan mengadopsi teknik air buangan sebagai suatu peluang dalam
desain kota yang sensitif terhadap air. Dapat merancang suatu kota, bukan sebagai limbah.
disimpulkan bahwa kata kunci dari konsep ini Elemen tersebut diturunkan kepada elemen
adalah integrasi. Hal tersebut disebutkan rancang kota yang perlu diperhatikan dalam
secara lebih jelas pada prinsip-prinsip dari penerapan WSUD adalah: lahan yang dapat
konsep WSUD Prinsip-prinsip tersebut menyerap air (precint wide infiltration basins);
disebutkan dalam Urban Stormwater (2009), swales atau parit; rancangan jalan; kolam
yaitu: melindungi sistem yang alami salah penampungan; talang air; tangki penampungan
satunya adalah sistem air alami melalui air; kemiripan atap; jenis material pembentuk
pengembangan kota; mengintegrasikan cara- trotoar yang berpori (porous pavements); jenis
cara penanggulangan air hujan ke dalam material penutup drainase; sand filter; dinding
perancangan kota; melindungi kualitas air dan penahan aliran air; jenis vegetasi termasuk
meningkatkan kualitas sistem pengairan air; meliputi vegetasi tepi air; hutan kota.
mengurangi aliran air dengan cara mengalirkan
limpasan air baik air hujan maupun banjir dan

67
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

Terdapat dua tipologi dalam teknik desain Teknik desain pada kawasan industri dan
dengan menggunakan konsep WSUD, yaitu komersial dibagi menjadi dua, yaitu pada area
teknik desain bagi permukiman dan teknik parkir dan on site detention for large site. Pada
desain bagi kawasan industri dan komersial. prinsipnya desain yang kreatif harus mampu
Pada kawasan permukiman teknik desain meminimalkan penggunaan bahan yang tidak
dibedakan menjadi empat, yaitu bagi ruang dapat menyerap air bagi kawasan parkir dan
terbuka publik, rancangan perumahan, meminimalkan dampak dari aliran air.
rancangan jalan, dan rancangan streetscape. Penggunaan kolam penampungan pada
Pada prinsipnya, keempat bagian tersebut kawasan ini dapat membantu meminimalkan
harus terintegrasi juga dengan sistem dampak yang ditimbulkan oleh aliran air. On
manajemen air hujan. Hal tersebut site detention mengalirkan air hujan kedalam
dimaksudkan untuk memberikan keuntungan talang air bawah tanah. Beberapa hal yang
bagi masyarakat baik keuntungan sosial dapat dilakukan dalam penerapan konsep
maupun ekonomi. Kawasan yang menyerap air WSUD ke dalam kawasan industri dan
harus diperbanyak selain itu penggunaan komersial yaitu:
material yang kedap air harus dikurangi 1. Jenis material yang digunakan sebaiknya
sehingga dapat menjaga kualitas air perkotaan. berupa material yang dapat menyerap air;
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam 2. Menggunakan parit untuk meminimasi
penerapan konsep WSUD ke dalam kawasan run-off;
permukiman yaitu: 3. Menggunakan vegetasi yang dapat
1. Memasukkan elemen buffer strips dan meningkatkan kualitas air.
grass swales ke dalam kawasan seperti
jalur pejalan kaki dan merancangnya agar 2.2 Kawasan Preservasi dan Peraturan
sejajar dengan jalan; Terkait Perlindungan Kawasan Cagar
2. Mengintegrasikan lahan yang dapat Budaya
menyerap air ke dalam ruang terbuka;
3. Menggunakan koridor drainase untuk Budihardjo (1994) mengatakan bahwa
menyalurkan run-off ke kolam preservasi mengandung arti mempertahankan
penampungan; peninggalan arsitektur dan lingkungan
4. Orientasi perumahan kepada ruang terbuka tradisional/kuno persis seperti keadaaan asli
publik; semula, karena sifat preservasi yang statis,
5. Meminimalkan penggunaan bahan-bahan upaya pelestarian merupakan pendekatan
yang kedap air; konservasi yang dinamis tidak hanya
6. Menggunakan struktur bidang yang mencakup bangunan saja akan tetapi juga
memungkinkan air langsung jatuh dan lingkungan dan bahkan kota bersejarah.
diserap oleh tanah; Dengan pendekatan konservasi, berbagai
7. Merancang jalan yang pararel dengan kegiatan dapat dilakukan, mulai dari
bentuk topografi kawasan; inventarisasi bangunan bersejarah, kolonial
8. Memasukkan jaringan listrik dan maupun tradisional, upaya pemugaran,
telekomunikasi ke dalam sistem bawah rehabilitasi, rekonstruksi sampai dengan
tanah; revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan
9. Memanfaatkan air hujan untuk mengairi baru. Pendapat lain dikemukakan oleh Fitch,
vegetasi di dalam kawasan. 1982 dalam Rachmiyati, 2006, bahwa
preservasi adalah suatu usaha untuk

68
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

memelihara artefak dalam kondisi fisik yang Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1992
sama ketika diterima oleh agen pemelihara. dikatakan bahwa benda cagar budaya
Tidak ada penambahan atau pengurangan dari merupakan benda buatan manusia, bergerak
nilai estetisnya. Berdasarkan pengertian- atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelompok atau bagian atau sisanya yang
kawasan preservasi merupakan kawasan yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau
dipelihara dan dilestarikan untuk melindungi mewakili masa gaya yang khas dan mewakili
kawasan bangunan maupun lingkungan bahkan masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun serta
kota di dalamnya yang memiliki makna dianggap mempunya nilai penting sejarah,
tertentu, makna disini dapat berupa makna ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Selain itu,
sejarah. benda alam yang mempunyai fungsi yang
sama juga termasuk ke dalam benda cagar
Beberapa jenis tindakan preservasi (Pontoh, budaya.semua benda cagar budaya tersebut
1992 dan Sujarto, 1998 dalam Tantowi dikuasai oleh negara. Benda-benda tersebut
Syarief, 2000), yaitu: restorasi, upaya dapat dikuasai oleh setiap orang dengan tetap
mengembalikan kondisi suatu tempat pada memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang
kondisi asalnya dengan menghilangkan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
tambahan-tambahan yang timbul kemudian Undang-undang. Pengelolaan benda cagar
atau mengadakan kembali unsur-unsur yang budaya merupakan tanggung jawab pemerintah
hilang; rekonstruksi, upaya mengembalikan dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kondisi dan membangun kembali suatu tempat kepentingan seperti agama, sosial, pariwisata,
sesuai dengan wujud aslinya; rehabilitasi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
upaya untuk mengembalikan kondisi bangunan kebudayaan. Dikatakan pula dalam Undang-
ataupun unsur-unsur suatu kawasan yang telah undang ini bahwa terdapat larangan untuk
mengalami kerusakan atau degradasi kepada mengubah bentuk dan/atau warna serta
kondisi aslinya; renovasi, upaya untuk memugar benda cagar budaya tanpa izin dari
mengubah sebagian atau beberapa bagian dari pemerintah.
bangunan tua terutama bagian dalam (interior)
dengan tujuan agar bangunan tersebut dapat 3. Peluang Penerapan Water Sensitive
diadaptasi untuk fungsi baru; adaptasi, upaya Urban Design (WSUD) untuk Preservasi
dalam mengubah suatu bangunan atau Kota Lama Semarang
lingkungan agar dapat digunakan untuk fungsi
baru yang lebih sesuai. 3.1 Analisis Komponen WSUD yang
Terdapat di Kota Lama Semarang
Terdapat beberapa peraturan perundangan
yang mengatur mengenai kawasan cagar Komponen WSUD yang terdapat di Kota
budaya dan perlindungan terhadap kawasan Lama Semarang, akan dianalisis berdasarkan
tersebut, di antaranya: guna lahan, yaitu guna lahan perumahan,
a. Undang-undang No. 5 Tahun 1992 komersial, industri dan fasilitas sosial. Di
Tentang Cagar Budaya; dalam masing-masing guna lahan tersebut
b. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993 meliputi analisis terhadap internal dan
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang 5 eksternal kapling.
Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya.

69
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

1) Perumahan pada bagian sebelumnya, tidak terdapat


Guna lahan perumahan yang terdapat di Kota halaman dalam kapling rumah yang
Lama Semarang berada pada bagian Utara menunjukkan seluruh kapling merupakan
kawasan. Pada umumnya rumah-rumah di bangunan. Sebagian besar bangunan
Kota Lama merupakan rumah tunggal dengan menggunakan material beton. Atap pada
kapling yang tidak terlalu besar, namun bangunan-bangunan rumah tersebut sebagian
ketinggian bangunan bervariasi antara 1-2 besar menggunakan material genting dengan
lantai. Di beberapa ruas jalan terdapat kemiringan sekitar 300, sehingga air hujan
bangunan rumah-rumah liar yang dibangun di yang turun dapat langsung mengalir turun ke
atas saluran drainase. Komponen WSUD yang tanah.
dipertimbangkan pada internal kapling guna
lahan perumahan, yaitu halaman dan Terdapat talang air yang menempel pada
bangunan. bangunan guna mengalirkan air dari atap
menuju saluran drainase. Talang tersebut
Pada umumnya, bangunan-bangunan rumah di dibedakan menjadi 2 macam, dimana terdapat
Kota Lama Semarang tidak memiliki halaman talang yang pada bagian bawahnya terbuka
sehingga tidak ada daerah resapan air di dalam sehingga mengalir ke jalan atau tanah dan
kapling rumah. Vegetasi yang terdapat di talang yang langsung menuju ke drainase,
depan rumah merupakan tanaman hias dalam dimana pada bagian ujung bawah tertanam ke
pot dan hanya berfungsi sebagai penambah dalam tanah.
estetika. Namun, terdapat beberapa bangunan
rumah yang memiliki halaman seluas 2x2 m di Komponen-komponen WSUD yang
dalam kaplingnya. Vegetasi yang terdapat di dipertimbangkan pada eksternal kapling guna
halaman tersebut yaitu rumput dan pohon lahan perumahan, yaitu ruang terbuka dan
peneduh. Material halaman tersebut berupa ruang milik jalan. Tidak terdapat ruang terbuka
tanah sehingga tidak terdapat perkerasan pada baik ruang terbuka hijau seperti taman dan
halaman dan dapat berfungsi sebagai daerah koridor hijau maupun ruang terbuka non hijau
resapan air. Namun air yang terdapat di di sekitar perumahan. Hal tersebut
halaman tersebut tidak dapat meresap ke dalam menunjukkan tidak adanya daerah resapan air
tanah melainkan tergenang. pada bagian tersebut, sehingga air hujan
maupun air pasang menggenang di wilayah
Gambar 1 tersebut dan juga langsung mengalir langsung
Halaman di Guna Lahan Perumahan ke dalam drainase.

Pada bagian ruang milik jalan di bagian


perumahan Kota Lama Semarang komponen
yang dapat mengalirkan air hanyalah drainase,
karena di kawasan ini tidak terdapat swales.
Drainase pada bagian guna lahan perumahan
merupakan drainase terbuka yang memiliki
lebar 30-80 cm dan kedamalam antara 20 cm-
Sumber: Hasil Analisis, 2010
1,5 m dengan menggunakan material beton.
Sebagian besar rumah di Kota Lama Semarang Penggunaan material ini mengakibatkan air
memiliki KDB 100%, dimana telah disebutkan tidak dapat meresap ke dalam tanah, namun

70
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

hanya mengalir mengikuti arah aliran air. Arah besar taman-taman tersebut berfungsi sebagai
aliran air drainase menuju ke arah Utara dan ke penghias, namun terdapat juga taman yang
arah Kolam Polder Tawang. Pada umumnya berfungsi sebagai daerah resapan air karena
drainase selalu dalam kondisi penuh dan tidak ketinggian taman tersebut di bawah ketinggian
dapat menampung air yang terdapat di jalan, air mengalir masuk ke dalam taman
permukaan lagi. ataupun taman yang berfungsi menampung air
yang turun dari atap. Hanya terdapat beberapa
Gambar 2 bangunan yang memiliki saluran pembuangan
Kondisi Ruang Milik Jalan
di dalam kapling, namun saluran pembuangan
tersebut merupakan jenis saluran pembuangan
tertutup. Penutup saluran pembuangan tersebut
menggunakan material beton, walaupun begitu
masih terdapat bagian dimana air dapat
meresap ke dalam saluran tersebut.

Gambar 3
Saluran Pembuangan di Guna Lahan
Komersial
Sumber: Hasil Analisis, 2010

Tidak terdapat jalur pejalan kaki pada kawasan


ini. Jalan-jalan yang terdapat pada kawasan
perumahan menggunakan material paving
dengan desain yang datar (tidak melengkung
ke arah tepi jalan). Walaupun sebenarnya air
dapat meresap melalui rongga paving, kondisi
yang terjadi adalah air tetap menggenangi
jalan.
Sumber: Hasil Analisis, 2010

2) Komersial
Bangunan-bangunan komersial yang terdapat
Komponen-komponen WSUD yang
di Kota Lama Semarang pada umumnya
dipertimbangkan pada internal kapling guna
memiliki KDB 100%, hal tersebut juga
lahan komersial yaitu halaman, saluran
ditunjukkan pada bagian sebelumnya dimana
pembuangan dan bangunan.
tidak terdapat lahan yang tersisa untuk
halaman. Material yang digunakan untuk
Sebagian besar guna lahan komersial tidak
bangunan adalah beton. Ketinggian bangunan
memiliki halaman baik taman maupun ruang
antara 1-3 lantai. Atap pada bangunan-
terbuka non hijau di dalam kapling bangunan.
bangunan komersial tersebut sebagian besar
Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya
menggunakan material genting dengan
lahan yang dapat menyerap air ke dalam tanah
kemiringan sekitar 300, sehingga air hujan
dan dapat menyebabkan kawasan menjadi
yang turun dapat langsung mengalir turun ke
rawan banjir. Namun terdapat beberapa
tanah. Terdapat bangunan-bangunan komersial
bangunan yang memiliki taman yang tidak
yang berada pada bagian Selatan Kota Lama
terlalu besar dengan terdapat vegetasi rumput
Semarang yang memiliki kondisi berbeda
dan tanaman penghias di dalamnya. Sebagian

71
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

dimana pada dinding bangunan dilapis dengan dengan kondisi drainase yang terdapat pada
menggunakan keramik, dan memiliki KDB guna lahan perumahan dimana terdapat 2
80%. Selain itu kemiringan atap pada macam drainase yaitu drainase terbuka dan
bangunan-bangunan tersebut lebih landai drainase tertutup. Lebar drainase yang terdapat
dibandingkan dengan kemiringan atap pada pada guna lahan komersial berbeda-beda,
umumnya. terdapat drainase yang hanya memiliki lebar
±30 cm dengan kedalaman antara 20-50 cm,
Kondisi yang sama terdapat pada bangunan terdapat pula drainase yang memiliki lebar
perumahan dan komersial, dimana terdapat sebesar ±1,5 m dengan maksimal kedalaman
talang air yang menempel pada bangunan guna 1,5 m. Baik drainase kecil maupun besar, pada
mengalirkan air dari atap menuju saluran umumnya selalu berada pada kondisi yang
pembuangan. Talang tersebut dibedakan penuh dengan air. Air tersebut berasal baik
menjadi 2 macam, dimana terdapat talang yang dari pasang air laut, maupun aliran air hujan
pada bagian bawahnya terbuka sehingga yang turun di kawasan Kota Lama Semarang
mengalir ke jalan atau tanah dan talang yang dan aliran kiriman dari hulu Ungaran.
langsung menuju ke saluran pembuangan,
dimana pada bagian ujung bawah tertanam ke Jalan yang terdapat pada kawasan ini
dalam tanah. menggunakan material paving dengan desain
yang miring ke arah tepi jalan, dimana terdapat
Pada umumnya tidak terdapat ruang untuk drainase di sepanjang tepinya. Dengan begitu
parkir, sehingga untuk kebutuhan parkir, air akan dapat meresap ke dalam rongga
konsumen menggunakan badan jalan. Namun paving dan bila debit air besar dapat mengalir
terdapat beberapa bangunan yang memiliki menuju drainase, sehingga air tidak tergenang
ruang untuk parkir dimana material yang di jalan.
digunakan merupakan paving dengan desain
yang miring ke arah jalan. Dengan begitu air Terdapat rumah-rumah liar di salah satu ruas
tidak akan menggenang pada bagian tersebut jalan. Rumah-rumah tersebut dibangun di atas
melainkan terserap ke tanah melalui rongga drainase, sehingga saluran drainase menjadi
paving atau mengalir ke arah jalan. tertutup dan air tidak dapat langsung masuk ke
dalam saluran. Material yang digunakan
Komponen-komponen WSUD yang rumah-rumah tersebut yaitu kayu. Material
dipertimbangkan pada eksternal kapling guna atap yang digunakan adalah seng dengan
lahan komersial, yaitu ruang terbuka, ruang kemiringan 100. Rumah-rumah liar tumbuh
milik jalan dan kolam penampungan. Kawasan karena tidak adanya lahan yang tersisa untuk
komersial Kota Lama Semarang tidak perumahan, namun hal tersebut tidak dapat
memiliki ruang terbuka non hijau. Hanya dibiarkan terus menerus karena menyebabkan
terdapat ruang terbuka hijau berupa koridor kawasan menjadi kumuh dan tidak tertata serta
hijau dengan terdapat vegetasi rumput dan mengurangi fungsi drainase.
pohon peneduh. Ruang terbuka tersebut dapat
berperan sebagai daerah resapan air, namun Tidak terdapat kolam penampungan di sekitar
walaupun telah terdapat ruang terbuka hijau, guna lahan komersial, sehingga apabila air
air tetap menggenangi kawasan tersebut. menggenang kawasan komersial tidak terdapat
Kondisi drainase yang terdapat pada guna suatu ruang yang dapat menampung air
lahan komersial di Kota Lama Semarang sama

72
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

terlebih dahulu sebelum kemudia disalurkan Gambar 4


agar tidak terjadi banjir. Saluran Pembuangan di Guna Lahan Industri

3) Industri
Guna lahan industri terpusat di bagian tengah
Kota Lama Semarang dan sebagian besar
merupakan bangunan konservasi. Tidak
seluruh bangunan industri ini merupakan
bangunan yang aktif, dimana terdapat beberapa
bangunan yang pada masa sekarang ini hanya
berfungsi sebagai gudang.

Guna lahan industri terpusat di bagian tengah Sumber: Hasil Analisis, 2010
Kota Lama Semarang dan sebagian besar
merupakan bangunan konservasi. Tidak Kondisi bangunan pada guna lahan industri
seluruh bangunan industri ini merupakan juga tidak jauh berbeda dengan kondisi
bangunan yang aktif, dimana terdapat beberapa bangunan pada guna lahan perumahan dan
bangunan yang pada masa sekarang ini hanya komersial. Seluruh bangunan industri memiliki
berfungsi sebagai gudang. Guna lahan industri KDB 100%. Material yang digunakan
di Kota Lama Semarang tidak memiliki bangunan adalah beton dengan atap genting
halaman di dalam kaplingnya. Hal tersebut yang memiliki kemiringan 300 sehingga air
menunjukkan bahwa tidak ada satupun daerah dapat langsung mengalir turun ke tanah.
resapan air yang terdapat di dalam kapling.
Kondisi tersebut sangat berpotensi untuk Terdapat beberapa bangunan industri dengan
menyebabkan banjir di kawasan. kondisi yang berbeda dimana bangunan-
bangunan tersebut tidak memiliki atap, dengan
Terdapat saluran pembuangan di dalam kata lain bagian atas berupa beton dengan
internal kapling industri yang merupakan kemiringan 00, hal tersebut dapat menyebabkan
saluran pembuangan terbuka. Material yang air menjadi tergenang di atas atap. Kondisi itu
digunakan adalah beton, sehingga air tidak kurang baik bagi bangunan karena dapat
dapat meresap ke dalam tanah melainkan menyebabkan kelembapan yang berlebihan
hanya dapat mengalir mengikuti arah saluran. terutama di dalam bangunan dan dapat
Aliran air tersebut mengarah ke Utara dimana merusak bangunan lama kelamaan.
terdapat Kali Semarang dan Laut Jawa, juga
mengalir ke arah Polder Tawang. Walaupun Bangunan industri dilengkapi dengan talang air
saluran pembuangan tersebut cukup lebar, yang berguna untuk mengalirkan air dari atap
±1,5m dengan kedalaman 1 m, seringkali menuju ke tanah. Talang tersebut juga terdiri
saluran pembuangan tersebut berada dalam dari dua jenis, dimana terdapat talang yang
kondisi yang penuh oleh air. pada bagian bawahnya terbuka sehingga
mengalir ke jalan, juga terdapat talang yang
pada bagian bawahnya langsung masuk ke
dalam tanah.

73
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

Pada umumnya, bangunan industri di Kota ±40 cm dari jalan. Hal tersebut dimaksudkan
Lama Semarang tidak memiliki ruang parkir sebagai faktor keamanan dan juga agar taman
tersendiri di dalam internal kaplingnya. tidak terendam saat banjir datang.
Namun, terdapat satu bangunan yaitu Pabrik
Rokok Praoe Layar dimana terdapat ruang Pada ruang milik jalan guna lahan industri
untuk parkir bagi kendaraan roda dua yaitu tidak terdapat swales dan jalur pejalan kaki.
motor dan sepeda. Ruang parkir tersebut Guna mengalirkan air, digunakan saluran
memanfaatkan drainase yang berada di dalam drainase, saluran drainase terbagi menjadi dua
internal kapling. Beberapa bagian drainase macam, dimana terdapat saluran drainase
tersebut ditutup dengan menggunakan kayu terbuka dan tertutup. Drainase menggunakan
untuk dijadikan ruang parkir. Kayu-kayu material beton, sedangkan untuk penutupnya,
tersebut dipasang sedemikian rupa agar air menggunakan material besi. Arah aliran
masih dapat masuk melalui sela-sela kayu ke drainase mengikuti topografi kawasan yaitu ke
dalam drainase, walaupun begitu selalu arah Utara dan ke arah Polder Tawang.
terdapat air yang menggenangi ruang parkir Drainase yang berada di jalan utama seperti
tersebut. Berbeda dengan ruang parkir pada Jalan Merak, memiliki lebar yang cukup besar
bangunan lain, parkir ini memiliki atap dengan ±1,5 m dan kedalaman 1-1,5 m.
material seng. Atap tersebut tidak terlalu Jalan yang terdapat pada guna lahan industri
memiliki kemiringan yang tajam, namun masih ini memiliki desain yang miring ke arah tepi,
dapat mengalirkan air sehingga air dapat mengalir masuk ke dalam
turun ke tanah. drainase yang berada di tepi mengikuti bentuk
jalan. Jalan tersebut menggunakan material
Komponen-komponen WSUD yang paving. Khusus untuk jalan utama yaitu Jalan
dipertimbangkan pada eksternal kapling guna Merak, di bagian Utara jalan dapat digunakan
lahan industri, yaitu ruang terbuka, ruang milik sebagai lahan parkir (parking on the street).
jalan dan kolam penampungan. Pada lahan parkir tersebut, terdapat lubang-
lubang saluran air yang langsung mengarah
Hanya terdapat satu taman dan koridor hijau menuju drainase.
yang berperan sebagai ruang terbuka pada
guna lahan industri di Kota Lama Semarang. Gambar 5
Taman tersebut berada di Jalan Garuda dengan Ruang Milik Jalan di Guna Lahan Industri
luas kira-kira 3x6 m. vegetasi yang terdapat di
taman tersebut yaitu rumput, tanaman penghias
dan pohon peneduh. Taman di Jalan Garuda ini
lebih berfungsi penambah nilai estetika dan
ruang interaksi, dapat dilihat dari banyak
disediakannya kursi-kursi taman. Walaupun
dapat berfungsi sebagai daerah resapan air,
namun fungsi tersebut kurang optimal dilihat
dari desain taman tersebut yang sebagian
ditutupi oleh paving sebagai jalur pejalan kaki Sumber: Hasil Analisis, 2010
dan sebagian menggunakan tanah. Taman
tersebut memiliki ketinggian yang berbeda Tidak terdapat kolam penampungan di sekitar
dengan jalan, dimana taman berada lebih tinggi guna lahan industri, sehingga apabila air

74
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

menggenang kawasan komersial tidak terdapat Bangunan-bangunan pada guna lahan fasilitas
suatu ruang yang dapat menampung air sosial cukup berbeda dengan bangunan-
terlebih dahulu sebelum kemudian disalurkan bangunan pada guna lahan lainnya. KDB untuk
agar tidak terjadi banjir. kedua bangunan ini yaitu 80% untuk Gereja
Blenduk dan 50% untuk Stasiun Tawang.
4) Fasilitas Sosial Material kedua bangunan ini adalah beton dan
Fasilitas sosial yang terdapat di Kota Lama genting untuk material atap. Namun kedua
Semarang terdiri dari Gereja Blenduk dan bangunan ini memiliki bentuk atap berbeda,
Stasiun Tawang. Kedua bangunan ini dimana Stasiun Tawang memiliki atap genting
merupakan bangunan konservasi yang yang berbentuk miring seperti pada bangunan
memiliki nilai sejarah sangat tinggi sehingga umumnya, namun pada bagian puncak terdapat
berperan sebagai landmark Kota Lama atap berbentuk kubah , sedangkan atap Gereja
Semarang. Stasiun tawang sendiri merupakan Blenduk berbentuk kubah. Atap seperti inilah
stasiun pertama di Kota Semarang. yang membuat gereja ini dinamakan Gereja
Blenduk. Kedua bentuk atap ini sama-sama
Komponen-komponen WSUD yang dapat mengalirkan air langsung ke tanah.
dipertimbangkan pada internal kapling guna
lahan fasilitas sosial, yaitu halaman, saluran
pembuangan, bangunan dan parkir. Gambar 6
Bangunan Fasilitas Sosial
Halaman berupa taman yang berada di dalam
kapling kedua fasilitas sosial tersebut. Taman-
taman tersebut dapat berfungsi sebagai daerah
resapan air. Vegetasi yang terdapat disana
adalah rumput, tanaman penghias, perdu serta
pohon peneduh. Pada fasilitas sosial Gereja,
taman berada memutari seluruh bangunan
gedung.
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Saluran pembuangan di dalam kapling
sebagian besar saluran tersebut menggunakan Sama seperti pada bangunan-bangunan
penutup dengan material beton. Khusus lainnya, bangunan-bangunan ini mempunya
saluran yang berada di Stasiun Tawang, talang air yang menempel pada bangunan.
terdapat juga saluran pembuangan yang Talang-talang air pada kedua bangunan ini
terbuka berukuran cukup kecil, disamping itu merupakan jenis talang air yang pada bagian
terdapat pipa penyedot air yang langsung ujung bawah langsung masuk ke dalam tanah.
mengarah ke kolam polder. Hal tersebut
disebabkan oleh tinggi permukaan Stasiun Pada fasilitas-fasilitas sosial terdapat ruang
Tawang yang lebih rendah dibandingkan parkir. Pada Stasiun Tawang, lahan parkir
dengan jalan di luar stasiun. Stasiun Tawang yang disediakan cukup besar. Ruang parkir ini
tidak dapat ditinggikan karena telah terkait sama dengan jalan menggunakan material
peraturan yang mengatur mengenai benda paving sehingga dimaksudkan agar air masih
cagar budaya. dapat meresap ke dalam tanah. Parkir mobil
tidak memiliki atap, namun khusus untuk

75
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

parkir kendaraan roda dua, ruang parkir melakukan kegiatan jogging maupun aktivitas
dilengkapi dengan atap karena menyatu lainnya di seputar kolam.
dengan bangunan utama. Atap menggunakan
material genting dengan kemiringan ± 300, Gambar 7
Ruang Terbuka Hijau di Fasilitas Sosial
sehingga air dapat langsung mengalir turun ke
tanah. Komponen-komponen WSUD yang
dipertimbangkan pada eksternal kapling guna
lahan fasilitas sosial, yaitu ruang terbuka,
ruang milik jalan, dan kolam penampungan.

Terdapat ruang terbuka pada eksternal kapling


bangunan-bangunan fasilitas sosial ini berupa
taman yang berada di depan Gereja Blenduk Sumber: Hasil Analisis, 2010
dan koridor hijau yang berada di depan Stasiun
Tawang. Taman yang berada di depan Gereja Tidak terdapat swales pada bagian eksternal
Blenduk disebut dengan Taman Srigunting, kapling fasilitas sosial. Hanya terdapat
merupakan taman yang ada sejak zaman drainase yang berguna untuk mengalirkan air.
kolonial Belanda dahulu. Taman ini tidak Drainase tersebut merupakan drainase tidak
hanya berfungsi sebagai penambah nilai tertutup yang mengelilingi bangunan dan
estetika dan ruang interaksi publik saja, namun taman. Drainase yang berada di Gereja
juga berfungsi sebagai daerah resapan air. Blenduk berukuran lebih kecil dibandingkan
Walaupun terdapat beberapa bagian yang dengan drainase yang berada di Stasiun
sudah diperkeras dengan menggunakan paving Tawang. Drainase di depan Gereja Blenduk
sebagai jalur pejalan kaki, namun bagian yang memiliki lebar ±30 cm tidak ada swales
berupa tanah masih cukup banyak dengan sedangkan drainase di depan Stasiun Tawang
desain yang melengkung ke arah tepi taman. memiliki lebar ±1,5 m dengan kedalaman
Vegetasi yang terdapat pada taman ini yaitu antara 1-1,5 m. Walaupun terdapat perbedaan
rumput, tanaman penghias, perdu dan pohon ukuran, namun persamaan dari kedua drainase
peneduh. Koridor hijau yang terdapat di ini adalah sama-sama seringkali dalam kondisi
Stasiun Tawang mengikuti bentuk jalan dan yang penuh dengan air. Jalan yang berada pada
drainase yang terdapat di depannya. Vegetasi eksternal kapling fasilitas sosial juga
yang terdapat pada koridor hijau adalah pohon menggunakan material paving, sehingga air
peneduh. Koridor hijau seperti ini dapat masih dapat meresap ke dalam tanah. Jalan
berfungsi sebagai daerah resapan air, karena tersebut didesain miring ke arah tepi jalan, hal
material koridor ini adalah tanah. tersebut dimaksudkan agar air dapat mengalir
ke arah drainase. Pada saat-saat tertentu,
Terdapat pula ruang terbuka non hijau yang sehabis hujan turun maupun sehabis banjir
berada di depan Stasiun Tawang yaitu Polder pasang terjadi, air akan menggenang pada
Tawang. Polder tersebut selain berfungsi bagian tepi jalan.
sebagai kolam penampungan juga didesain
sebagai ruang terbuka publik yang juga Hanya terdapat satu kolam penampungan yaitu
dilengkapi dengan bangku-bangku dan lampu- Polder Tawang yang berada di depan Stasiun
lampu taman. Masyarakat sekitar dapat Tawang. Polder ini bertujuan untuk
menampung air yang berasal dari pasang air

76
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

laut agar tidak terjadi banjir di Kota Lama yang dikenal dengan banjir rob. Hal tersebut
Semarang. Material kolam ini yaitu batu candi. disebabkan oleh kondisi tanah yang telah jenuh
Kolam polder memiliki kedalaman 3 m. air seperti telah dijelaskan pada bab
terdapat jalur pejalan kaki di seputar kolam sebelumnya. Jenis tanah di Kota Lama
untuk aktivitas masyarakat yang menggunakan Semarang yaitu alluvial muda, merupakan
material paving. Seringkali kolam penuh jenis tanah yang dapat meresapkan air dengan
berisikan air hingga batas tertinggi kolam, baik, namun karena debit air laut yang
padahal seharusnya, dalam kondisi normal mendesak ke arah daratan besar, maka lama-
tidak hujan kolam tersebut hanya berisikan ¾ kelamaan tanah menjadi jenuh air, selain itu
air agar fungsi kolam sebagai penampung di jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang
saat banjir dapat optimal. labil, sehingga mudah mengalami amblesan
tanah.
3.2 Struktur Persoalan
Drainase yang terdapat di Kota Lama
Komponen-komponen yang dimiliki oleh Semarang khususnya di jalan-jalan utama
kawasan Kota Lama Semarang dilihat memiliki lebar yang cukup besar dan
berdasarkan guna lahan perumahan, komersial, kedalaman yang cukup, seharusnya dengan
industri dan fasilitas sosial sedikit banyak telah kondisi seperti itu cukup untuk menampung air
memenuhi komponen yang dipertimbangkan permukaan yang terdapat di Kota Lama dan
oleh konsep WSUD. Namun justru komponen mengalirkannya keluar kawasan. Namun
yang paling penting dari konsep WSUD ini kondisi yang ada adalah hampir setiap waktu
yang kurang dimiliki oleh kawasan Kota Lama drainase tersebut penuh dengan air, sehingga
Semarang yaitu komponen ruang terbuka. apabila terdapat tambahan air yang datang ke
Konsep WSUD menekankan bahwa diperlukan permukaan kawasan, drainase-drainase
ruang terbuka sebagai daerah resapan air, tersebut tidak cukup menampung air, sehingga
namun telah disebutkan pada bagian air menjadi tumpah ke jalan dan menyebabkan
sebelumnya hanya sedikit sekali ruang terbuka banjir. Saluran drainase yang tidak dapat
yang terdapat di Kota Lama Semarang. Hal bekerja secara optimal disebabkan terjadi
tersebut semakin dapat terlihat dengan KDB fungsi yang berbalik, yaitu air laut masuk
yang sebagian besar 100%. melalui drainase (backwater) dimana pada
kondisi yang ideal drainase mengalirkan air
Material bangunan tidak berpengaruh secara menuju laut.
signifikan terhadap penerapan konsep WSUD.
Material yang berpengaruh secara signifikan 3.3 Peluang Penerapan WSUD Untuk
terdapat penerapan konsep WSUD adalah Preservasi Kota Lama Semarang
material ruang milik jalan, ruang terbuka,
halaman dan parkir. Komponen jalan dan jalur Diperlukan empat macam analisis untuk dapat
pejalan kaki telah menggunakan material yang mengetahui peluang penerapan WSUD dalam
masih dapat meresapkan air ke dalam tanah, suatu kawasan, yaitu:
juga dirancang sedemikian rupa agar air tidak 1. Analisis rancang kota dipertimbangkan
menggenang dan dapat masuk ke dalam WSUD baik pada internal maupun
drainase. Namun kondisi yang ada adalah air eksternal kapling;
tetap menggenang, tidak saja pada musim 2. Analisis kondisi fisik kawasan meliputi
hujan, namun juga pada saat pasang terjadi kapabilitas lahan;

77
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

3. Analisis tata guna lahan; merupakan tanah yang labil dan telah jenuh
4. Analisis terhadap ketentuan dan peraturan air. Penyebab kondisi tanah tersebut yaitu
perundangan terkait dengan preservasi tingkat porositas tanah yang tinggi ditambah
Kota Lama Semarang. dengan debit air laut yang tinggi sehingga
tanah tidak cukup menampung resapan air.
Beberapa komponen perancangan kota yang Selain itu kondisi tanah yang terdapat di Kota
terdapat di Kota Lama Semarang telah Lama Semarang sangat rentan sehingga selalu
menunjukkan penerapan konsep WSUD: mengalami amblesan tanah. Hal tersebut
1. Jalur pejalan kaki dan saluran drainase bertentangan dengan konsep dasar WSUD,
yang dirancang sejajar dengan jalan; dimana dilakukan suatu cara untuk menahan
2. Mengintegrasikan lahan yang dapat air selama mungkin di dalam kawasan dengan
menyerap air ke dalam ruang terbuka; cara meresapkan dan menampung air di dalam
3. Menggunakan koridor drainase untuk tanah untuk dapat digunakan. Analisis ini
menyalurkan run-off ke kolam menunjukkan bahwa tidak adanya peluang
penampungan; untuk menerapkan konsep WSUD di Kota
4. Menggunakan material yang dapat Lama Semarang.
menyerap air;
5. Menggunakan struktur bidang yang Analisis ketiga yaitu analisis tata guna lahan di
memungkinkan air langsung jatuh dan Kota Lama Semarang. Tata guna lahan di Kota
diserap oleh tanah; Lama terbagi menjadi 4 yaitu perumahan,
6. Terdapatnya kolam penampungan air di komersial, industri dan fasilitas sosial.
dalam kawasan. Keempat tata guna lahan tersebut terdiri dari
internal dan eksternal kapling dimana terdapat
Namun demikian masih terdapat hal-hal yang lahan yang diperkeras dan tidak diperkeras.
belum menerapkan konsep WSUD, antara lain Dilihat dari perbandingan luas tutupan lahan,
belum digunakannya vegetasi yang dapat luas lahan yang diperkeras jauh lebih besar
menyerap air dan meningkatkan kualitas air, dibandingkan dengan luas lahan yang belum
air hujan tidak digunakan untuk mengairi dan tidak diperkeras. Dari hasil analisis tata
vegetasi di dalam kawasan, tidak terdapatnya guna lahan di Kota Lama Semarang,
parit untuk meminimasi run-off, dan belum ditemukan bahwa kondisi tata guna lahan
digunakannya desain ruang terbuka yang dapat cukup bertentangan dengan konsep WSUD
menahan aliran air di dalam kawasan dan dimana ruang terbuka ataupun lahan yang
lainnya. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa tidak diperkeras mempunyai proporsi yang
masih terdapat komponen-komponen yang lebih kecil dibandingkan dengan lahan yang
perlu diubah agar sesuai dengan konsep diperkeras, sedangkan konsep WSUD
WSUD. membutuhkan daerah resapan air yang cukup
besar. Analisis ini menunjukkan bahwa konsep
Analisis yang kedua yaitu analisis fisik WSUD cukup sulit untuk diterapkan namun
kawasan yang meliputi kapabilitas lahan. masih dapat dilakukan pada lahan yang tidak
Analisis ini menunjukkan bahwa kondisi fisik diperkeras.
kawasan tidak mendukung diterapkannya
konsep WSUD di Kota Lama Semarang, Analisis terakhir yaitu analisis terhadap
dimana kondisi tanah di Kota Lama Semarang ketentuan dan peraturan perundang-undangan
yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya yang mengatur mengenai Kota Lama

78
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

Semarang. Peraturan tersebut mengatakan Berbagai analisis yang telah disebutkan


bahwa terdapat bangunan-bangunan konservasi menunjukkan bahwa konsep WSUD cukup
dan non konservasi yang memiliki ketentuan- sulit untuk diterapkan di Kota Lama Semarang,
ketentuan tersendiri terhadap perubahan yang namun masih dapat dilakukan adaptasi konsep
terjadi, hal tersebut dilakukan agar tidak WSUD walaupun terbatas. Penerapan konsep
mengubah nilai serta karakter cagar budaya WSUD dapat terbagi menjadi dua, yaitu pada
yang dikandung oleh bangunan tersebut. kawasan yang tidak dapat diintervensi dan
Bangunan di Kota Lama Semarang terdiri dari kawasan yang dapat diintervensi seperti
bangunan konservasi maupun non konservasi. ditunjukkan pada gambar di atas. Dalam
Pelestarian pada bangunan non-konservasi kawasan yang tidak dapat diintervensi, konsep
dapat dilakukan pada bagian eksternal maupun WSUD dapat diterapkan di luar bangunan
internal kapling selama tidak mengubah fasade yaitu halaman untuk internal kapling dan
bangunan sedangkan pada bangunan seluruh komponen eksternal kapling agar tidak
konservasi sama sekali tidak boleh mengubah bangunan yang dlindungi, sedangkan pada
bentuk bangunan. Peluang penerapan WSUD kawasan yang dapat diintervensi, konsep
dapat dilakukan pada bagian-bagian yang WSUD dapat diterapkan baik pada seluruh
dapat dirubah (diintervensi) yaitu pada bagian komponen internal maupun eksternal kapling.
internal dan eksternal paling bangunan non
konservasi dan pada bagian eksternal 4. Penutup
bangunan konservasi.
Prinsip perancangan merupakan suatu
Gambar 8 menunjukkan kawasan yang dapat pedoman untuk mencapai tujuan perancangan.
diintervensi dengan menggunakan konsep Prinsip penerapan WSUD pada dasarnya
WSUD baik pada internal maupun eksternal bertujuan untuk menahan dan meresapkan air
kapling. Bangunan pada kawasan tersebut yang terdapat di permukaan ke dalam tanah.
tidak memiliki aturan khusus yang ketat seperti Selain itu penerapan konsep ini juga dapat
bangunan kuno yang direncanakan untuk mengurangi limpasan air sehingga dapat
dikonservasi, hanya disebutkan dalam RTBL mengurangi genangan dan banjir. Prinsip
Tahun 2003, bahwa bangunan baru harus perancangan kawasan yang mengadaptasi
menyesuaikan dengan bangunan kuno dan konsep WSUD akan terbagi menjadi dua, yaitu
memiliki beberapa aturan yang disebutkan di prinsip utama bagi kawasan Kota Lama
dalamnya. Semarang dan prinsip bagi tiap-tiap tipologi
kawasan.
Gambar 8
Kawasan yang Dapat Diintervensi Konsep WSUD ini merupakan konsep yang
mempertimbangan air hujan, konsep tersebut
diaplikasikan ke dalam komponen-komponen
yang terdapat di Kota Lama Semarang. Prinsip
utama untuk Kawasan Kota Lama Semarang,
yaitu:
1. Penerapan konsep WSUD tidak boleh
merusak struktur maupun material
bangunan konservasi;
Sumber: Hasil Analisis, 2010

79
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.1 April 2011

2. Penerapan konsep WSUD tidak boleh Daftar Pustaka


merusak bentuk fasade bangunan baik
Budihardjo, Eko. 1994. Arsitektur & Kota di
bangunan konservasi maupun non- Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni
konservasi; Committee on Reducing Stormwater Discharge
3. Menahan air dengan cara menginterasikan Contributions to Water Pollution National
Research Council. 2009. Urban Stormwater
komponen pada internal dan eksternal Management in the United States. National
kapling tanpa menyebabkan terjadinya Academies Press.
genangan maupun banjir; Howard, Ebenezer. 1989. To-Morrow: A Peaceful
Path to Real Reform. London: Faber and
4. Penambahan luas lahan yang tidak Faber.
diperkeras sehingga dapat berfungsi Roychansyah, M.Sani. 2007. Water Sensitive
sebagai daerah tampungan air; Urban Design.
(http://saniroy.archiplan.ugm.ac.id/?p=335
5. Pengurangan penggunaan material diakses pada 20 Oktober 2009)
perkerasan berupa beton dan 2005. Kolam Tawang Tidak Berfungsi Optimal.
menggantinya dengan material yang Semarang: Suara Merdeka
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/
mudah menyerap air;
24/kot07.htm diakses pada 3 Februari 2010)
6. Perancangan ulang ruang terbuka yang Keputusan Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-
dapat menampung air; pulau Kecil No. SK.64A/P3K/IX/2004
tentang Pedoman Mitigasi Bencana Alam di
7. Penggunaan wadah-wadah penampungan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
air. Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda
Cagar Budaya.
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993 tentang
Ucapan Terima Kasih
Pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Peraturan Daerah Kota Semarang No. 8 Tahun
Dr. Petrus Natalivan, ST., MT. untuk arahan 2002 Tentang Rencana Tata Bangunan
dan bimbingan sehingga artikel ini dapat Lingkungan Kota Lama Semarang Tahun
ditulis. Terima kasih juga kepada dua mitra 2003
bestari yang telah memberikan komentar yang Peraturan Daerah Kota Semarang No. 5 Tahun
berharga. 2009 tentang Bangunan Gedung
Rachmiyati, Irma. 2006. Arahan Fungsi dan
Kegiatan Bangunan Tua/Bersejarah di
Kawasan Pusat Kota Bandung. Tugas Akhir
Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota ITB, Bandung
Syarief, Tantowi. 2000. Pengkajian Elemen
Rancang Kota Dalam Peningkatan Citra
Kawasan Bernilai Sejarah (Studi Kasus :
Kawasan Benteng Kuto Besak Palembang).
Tesis Program Studi Perencanaan Wilayah
dan Kota ITB, Bandung

80

Anda mungkin juga menyukai