Anda di halaman 1dari 5

Pimpinan , Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan

Untuk mendukung dan menggerakkan roda organisasi (lembaga)


Penyelenggara Pemilu dalam hal ini Bawaslu di seluruh tingkatan diperlukan
sejumlah sumber daya manusia untuk menjalankannya. Sumber daya
manusia itu dapat terbagi dalam beberapa tingkatan seperti
Pimpinan/Komisioner Bawaslu ,Sekretariatan, Staf teknis dan staf
pendukung. Dalam perjalanan pengelolaannya Semua sumber daya manusia
dan juga sumber lainnya akan dikendalikan oleh salah seorang diantara
mereka yaitu pimpinan. Pimpinan adalah seseorang yang diberikan tugas
atau amanat untuk menjalankan fungsi organisasi atau lembaga. Jadi
seorang pemimpin adalah pengatur dan sekaligus berfungsi sebagai
pengendali. Pimpinan dalam kesehariannya harus memiliki kemampuan
leadership yang tinggi sesuai pengertiannya , Kepemimpinan merupakan
suatu unsur penggerak bagi sumber daya yang dimiliki oleh organisasi atau
lembaga . Definisi kepemimpinan, menurut Terry (dalam Kartono, 2003 :
97) adalah aktivitas yang mempengaruhi orang-orang agar mereka suka
berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Dengan kata lain,
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan. Sedangkan Young dalam Kartono
(2003 : 98) mendefinisikan kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang
didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak
orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau penerimaan
oleh kelompoknya akibat memiliki keahlian yang dimiliki .
Seorang pemimpin atau pimpinan akan memberikan berbagai gaya atau
perilaku dalam melaksanakan tugasnya sebagai penentu dalam
melaksanakan tugas di lembaga pengawas . Gaya kepemimpinan yang
dilakukan oleh seorang pimpinan dalam system kepemimpina kolektif
kolegeal akan memberikan reaksi positif begitupun tantangan kepada
sesama pimpinan, begitu pula akan memberi dampak kepada bawahan
atas pelaksanaan kegiatan tertentu . Gaya kepemimpinan yang maksimal
akan sangat mempengarui seluruh sendi kehidupan tugas dan tanggung
jawab dan akhirnya akan mempengaruhi kinerja lembaga secara umum .
sebaliknya ketidakmaksimalan gaya kepemimpinan yang di tampilkan
dalam sebuah organisasi/lembaga sekelas bawaslu yang menganut system
kepemimpinan kolektif kolegeal , dipastikan seluruh sendi yang ada baik
komunikasi, trasparansi, kerja tim, dan tujuan dari visi dan misi lembaga
akan menemui jalan buntuh akibat pola gaya kepemimpinan yang kurang
maksimal tersebut. . Pimpinan dalam system kolektif kolegeal harus
memiliki kemampuan ( leadership ) yang mumpuni dan mampu menjadi
warna , mampu menerima kekurangan dan kelebihan sesama pimpinan,
mampu meredam emosi, terbuka dalam segala hal kaitannya dengan tugas
fungsi, mampu menengahi persoalan/permasalahan intern baik antar
pimpinan juga dengan pihak sekretariatan , dan mampu memahami konsep
kebersamaan dalam konteks kerjasama tim yang tangguh. Namun semua
yang disebutkan diatas perlu disikapi sejak dini mengingat setiap pimpinan
pasti memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda sehingga kemengertian
akan tipe yang dimiliki oleh para pimpinan dalam system kolektif kolegeal
perlu di jelaskan baik dan perlu mengetahui secara mendalam makna dari
setiap gaya yang ada , seperti aalam prakteknya Gaya kepemimpinan dapat
dibagi menjadi tiga model,ciri diataranya yaitu a) gaya kepemimpinan
otokratis yaitu gaya kepemimpinan yang dalam prakteknya pimpinan
tersebut lebih banyak mempengaruhi dan dominan dalam menentukan
perilaku para bawahannya ,artinya sesame pimpinan dan bawahan harus
mengikuti apa yang dimau pimpinan tersebut b) gaya kepemimpinan
demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang bentuknya lebih menekankan
pada keikutsertaan seluruh pimpinan dan bawahannya atau dengan kata
lain ruang partisipasi seluruh pimpinan dan anggotanya dan cenderung
terbuka , dan pemimpinpun ingin sesame pimpinan dan juga bawahannya
pun ikut menentukan sebuah hasil , c) gaya kepemimpinan bebas yaitu
pola, mode gaya kepemimpinan yang dalam prakteknya lebih banyak
melibatkan serta penekannya pada keputusan kelompok.
Pola, dan model Gaya kepemimpinan diatas dengan sendirinya akan
mewarnai seluruh pola system kepemimpinan kolektif kolegeal yang ada
dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kerja sesame pimpinan
dan pegawai menuju kinerja yang lebih maksimal lagi, pimpinan diharapkan
harus tetap memberikan perhatian dan pengarahan dan membuka ruang
diskusi sebagai bagian terintegral baik antar sesame pimpinan juga terhadap
para pegawai dan diharapkan mampu terjalin hubungan kerja yang
harmonis dalam tugas keseharian dengan penerapan pendekatan gaya
kepemimpinan yang tepat.
Menurut Bass (2003) Gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya
kepemimpinan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan
mempengaruhi orang lain khususnya antar sesama pimpinan dan bawahan
dengan cara tertentu. Dimana model penerapan kepemimpinan
transformasional ini sesama pimpinan dan bawahan akan merasa dipercaya,
dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya dan pada akhirnya sesama
pimpinan dalam sisten kepemimpinan kolektif kolegeal dan para bawahan
tersebut termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan.
Pendapat lainnya O’Leary (2001) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional adalah pola atau gaya kepemimpinan yang digunakan
oleh pemimpin secara all-out untuk pencapaian serangkaian sasaran tujuan
yang baru dengan memperhatikan kinerja sebagai basis tujuan dalam
sebuah lembaga. Untuk itu perlu pelatihan khusus kaitannya tentang
leadership / kepemimpinan agar di dapatkan suatu pemahaman yang
mendasar arti sistem kepemimpinan kolektif kolegeal dalam pelbagai gaya
kepemimpinan yang dimiliki oleh individu per individu dalam lembaga
pengawas pemilu
Kolektif , Kolegeal

Sistem Kepemimpinan dalam lembaga penyelenggara dalam hal ini Bawaslu secara berjenjenjang
menganut system kepemimpinan Kolektif kolegeal, kolektif kolegeal secara struktur, dapat diartikan
“ sekelompok pribadi/individual/orang yang bekerja sama untuk tujuan tertentu tanpa adanya hirarki
didalamnya “ , pendapat lain “ kolektif kolegeal “ : istilah yang merujuk kepada system kepemimpinan
yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam mengeluarkan keputusan / kebijakan melalui
mekanisme yang di tempuh dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat dengan mengedepankan
semangat kebersamaan , “ Kolektif kolegeal juga dapat diformulasikan sebagai kepemimpinan yang
focus pada usaha membangun kebersamaan dalam fungsi tugas dengan pertimbangan yang terukur
guna terciptanya tujuan akhir berdasarkan iklim kebersamaan yang kondusif “

Dari beberapa pengertian diatas , dipastikan bahwa seluruh putusan/ kebijakan, seluruh kegiatan
organisasi /lembaga yang akan dilaksanakan diputuskan berpijak atas kebijakan bersamaan antar
pimpinan bersama pihak terkait dalam lembaga/organisasi tersebut.

Meningkatkan atau menumbuhkan kemampuan kerja yang tinggi kepada sesame pimpinan terlebih
kepada para pegawai bukanlah merupakan suatu hal yang mudah dilaksanakan karena banyak faktor
yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan oleh pimpinan , yaitu bagaimana
para pegawai tersebut dapat dikutsertakan dalam berbagai putusan kaitannya dengan evaluasi kinerja
yang bertumpuh pada kemampuan kerja yang mereka miliki. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa
kemampuan kerja juga merupakan faktor pendorong terbentuknya kinerja lembaga secara umum.

Sistem Kolektif kolegeal , Bawaslu secara berjenjang

Sistem Kepemimpinan pada Bawaslu secara berjenjang menganut system kepemimpinan kolektif
kolegeal, sesuai pengertianya kolektif “ secara bersama-sama” , Kolegeal “ akrab/teman sejawat “
(kamus Bahasa Indonesia) dan bila di artikan secara harafiah pada Bawaslu secara berjenjang , kolektif
kolegeal memiliki makna bahwa dalam lembaga / bawaslu semua anggota akan selalu bersama dalam
derap dan langkah dimana semua anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam pengambilan
keputusan. Pola kepemimpinan kolektif kolegeal tidak diartikan bahwa seluruh keputusan menjadi
miliki ketua semata, namun akibat musyawarah ( pleno ) sesuai kebutuhan secara bersama. Tanggung
jawab lebih yang ada dalam system kepemimipinan kolektif kolegeal dimiliki oleh ketua namun tidak
berarti keputusannya mutlak individu, namun diharapkan akibat diskusi dalam kebersamaan dan
diputuskan secara bersama-sama sebagai kebijakan/ putusan lembaga. Beberapa kelemahan system
kepemimpinan kolektif kolegeal bila tidak diantisipasi diantaranya :

1. Fungsi Komunikasi yang tidak maksimal antar pimpinan yang menganut system
kepemimpinan kolektif kolegeal dalam tugas fungsi
2. Adanya jeda yang cukup lama, atas Sebuah keputusan/ kebijakan serimg , bila tidak
ditemukan sebuah hasil akhir dari sebuah kasus kaitannya dengan tugas fungsi antar
pimpinan
3. “ Over dosis fungsi lebih “ dalam system kepemimipinan kolektif kolegeal akibat fungsi
korditor yang emban
4. Gaya kepemimpinan Otoriter, yang tanpa sadar mengganggu fungsi tugas masing
masing, akibat ketidak mampuan anggota menggunakan ruang “ bertanya, dalam
mengungkapkan pendapat kaitannya dengan kekuarangan yang terjadi.
5. Adanya Pengambilan keputusan sepihak akibat jabatan yang diemban, dan semena-
mena tanpa memahami arti dari system kepemimipinan yang ada.
6. Pemahaman semu atas fungsi jabatan yang diemban dalam sisten kepemimpinan
kolektif kolegeal mengakibatkan kesewenangan dalam fungsi tugas
7. Muncul kesejangan panjang, akibat komunikasi yang minim antar sesame pimpinan/
anggota komisioner akibat dominasi fungsi ketua , akibat ketidakmengertian atas fungsi
system kepemimpinan kolektif kolegeal.
8. Fungsi Kerja Tim yang belum dipahami secara baik sehingga dipastikan akan
mempengarui kinerja Tim
9. Ketidak mengertian hubungan kerja antara pimpinan dengan fungsi kesekretariatan
sehingga akan mengganggu fungsi tugas masing-masing
10. Kurangnya Relasi antara pimpinan, dalam membangun hubungan kerja baik
dalam internal bawaslu , maupun pihak ekseternal lainnya
11. Ketidak Soliditan sesama pimpinan dalam menangani masalah di internal juga
eksternal lembaga sebagai pengawas pemilu .
12. Tertutup, tidak transparan antar sesama pimpinan dalam lembaga yang
menggunakan system kepemimpinan kolektif kolegeal
13. Kemampuan, kinerja , serta pemahaman yang tidak maksimal akan fungsi tugas
akan sangat mempengarui proses kerja pengawas
14. Perbedaan Gaya Kepemimpinan yang dianut akibat kurangnya bimbingan teknis
yang spesifik kaitannya dengan hubungan tugas dalam system kepemimpinan kolektif
kolegeal.

Dari sekian persoalan diatas , dapat dipastikan bahwa dengan gaya kepempinan yang sejak awal
tidak ditempa secara baik , dan tidak terdokrin secara merata akan makna system kepemimpinan
kolektif kolegeal , maka dipastikan akan mengalami tantangan dan masalah dalam proses kepemimpinan
yang ada dan dapat dipastikan pula akan mengganggu proses kerja dan tanggung jawab personil
disetiap tingkatan . gaya kepemimpinan yang ada seyogyanya menganut gaya kepemimpinan yang
transformasi, gaya kepemimpinan demokrasi , yang di barengi dengan gaya bebas, sehiingga akan
terjalin sebuah hubungan kerja tim yang harmonis dalam kebersaman , sehingga permasalahan diatas
dengan sendirinya dapat di eliminir keberadaannya

Sukses nya system kepemimpinan kolektif kolegeal dalam fungsi tugas pengawasan idealnya :

1. Integritas diri menjadi nafas dalam fungsi tugas


2. Memilki nilai leadership tinggi
3. Penegakan nilai Trasparansi antar sesama anggota/pimpinan menjadi syarat utama
4. Profesionalisme , serta profil diri yang mampu mengendalikan diri, juga mampu
menjaga norma-norma etik dalam tugas
5. Menjaga komunikasi , serta memilki kemampuan dalam memecahkan masalah bila ada
komunikasi tersumbat dalam aplikasi tugas bersama
6. Mampu berkomunikasi baik secara internal , maupun eksternal diluar lembaga
pengawas

Dengan dilaksanakannya seluruh fungsi tugas sesuai dengan system kepemimipinan kolektif kolegeal
yang ideal secara maksimal maka akan dihasilkan tim kerja pengawas di setap tingktan yang mumpuni
dan maksimal dan dipastikan tujuan akhir dan visi misi Bawaslu akan terlaksana dengan baik
Salam Awas “ Bersama Rakyat Awasi Pemilu bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu.

Anda mungkin juga menyukai