Sistem Kepemimpinan dalam lembaga penyelenggara dalam hal ini Bawaslu secara berjenjenjang
menganut system kepemimpinan Kolektif kolegeal, kolektif kolegeal secara struktur, dapat diartikan
“ sekelompok pribadi/individual/orang yang bekerja sama untuk tujuan tertentu tanpa adanya hirarki
didalamnya “ , pendapat lain “ kolektif kolegeal “ : istilah yang merujuk kepada system kepemimpinan
yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam mengeluarkan keputusan / kebijakan melalui
mekanisme yang di tempuh dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat dengan mengedepankan
semangat kebersamaan , “ Kolektif kolegeal juga dapat diformulasikan sebagai kepemimpinan yang
focus pada usaha membangun kebersamaan dalam fungsi tugas dengan pertimbangan yang terukur
guna terciptanya tujuan akhir berdasarkan iklim kebersamaan yang kondusif “
Dari beberapa pengertian diatas , dipastikan bahwa seluruh putusan/ kebijakan, seluruh kegiatan
organisasi /lembaga yang akan dilaksanakan diputuskan berpijak atas kebijakan bersamaan antar
pimpinan bersama pihak terkait dalam lembaga/organisasi tersebut.
Meningkatkan atau menumbuhkan kemampuan kerja yang tinggi kepada sesame pimpinan terlebih
kepada para pegawai bukanlah merupakan suatu hal yang mudah dilaksanakan karena banyak faktor
yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan oleh pimpinan , yaitu bagaimana
para pegawai tersebut dapat dikutsertakan dalam berbagai putusan kaitannya dengan evaluasi kinerja
yang bertumpuh pada kemampuan kerja yang mereka miliki. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa
kemampuan kerja juga merupakan faktor pendorong terbentuknya kinerja lembaga secara umum.
Sistem Kepemimpinan pada Bawaslu secara berjenjang menganut system kepemimpinan kolektif
kolegeal, sesuai pengertianya kolektif “ secara bersama-sama” , Kolegeal “ akrab/teman sejawat “
(kamus Bahasa Indonesia) dan bila di artikan secara harafiah pada Bawaslu secara berjenjang , kolektif
kolegeal memiliki makna bahwa dalam lembaga / bawaslu semua anggota akan selalu bersama dalam
derap dan langkah dimana semua anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam pengambilan
keputusan. Pola kepemimpinan kolektif kolegeal tidak diartikan bahwa seluruh keputusan menjadi
miliki ketua semata, namun akibat musyawarah ( pleno ) sesuai kebutuhan secara bersama. Tanggung
jawab lebih yang ada dalam system kepemimipinan kolektif kolegeal dimiliki oleh ketua namun tidak
berarti keputusannya mutlak individu, namun diharapkan akibat diskusi dalam kebersamaan dan
diputuskan secara bersama-sama sebagai kebijakan/ putusan lembaga. Beberapa kelemahan system
kepemimpinan kolektif kolegeal bila tidak diantisipasi diantaranya :
1. Fungsi Komunikasi yang tidak maksimal antar pimpinan yang menganut system
kepemimpinan kolektif kolegeal dalam tugas fungsi
2. Adanya jeda yang cukup lama, atas Sebuah keputusan/ kebijakan serimg , bila tidak
ditemukan sebuah hasil akhir dari sebuah kasus kaitannya dengan tugas fungsi antar
pimpinan
3. “ Over dosis fungsi lebih “ dalam system kepemimipinan kolektif kolegeal akibat fungsi
korditor yang emban
4. Gaya kepemimpinan Otoriter, yang tanpa sadar mengganggu fungsi tugas masing
masing, akibat ketidak mampuan anggota menggunakan ruang “ bertanya, dalam
mengungkapkan pendapat kaitannya dengan kekuarangan yang terjadi.
5. Adanya Pengambilan keputusan sepihak akibat jabatan yang diemban, dan semena-
mena tanpa memahami arti dari system kepemimipinan yang ada.
6. Pemahaman semu atas fungsi jabatan yang diemban dalam sisten kepemimpinan
kolektif kolegeal mengakibatkan kesewenangan dalam fungsi tugas
7. Muncul kesejangan panjang, akibat komunikasi yang minim antar sesame pimpinan/
anggota komisioner akibat dominasi fungsi ketua , akibat ketidakmengertian atas fungsi
system kepemimpinan kolektif kolegeal.
8. Fungsi Kerja Tim yang belum dipahami secara baik sehingga dipastikan akan
mempengarui kinerja Tim
9. Ketidak mengertian hubungan kerja antara pimpinan dengan fungsi kesekretariatan
sehingga akan mengganggu fungsi tugas masing-masing
10. Kurangnya Relasi antara pimpinan, dalam membangun hubungan kerja baik
dalam internal bawaslu , maupun pihak ekseternal lainnya
11. Ketidak Soliditan sesama pimpinan dalam menangani masalah di internal juga
eksternal lembaga sebagai pengawas pemilu .
12. Tertutup, tidak transparan antar sesama pimpinan dalam lembaga yang
menggunakan system kepemimpinan kolektif kolegeal
13. Kemampuan, kinerja , serta pemahaman yang tidak maksimal akan fungsi tugas
akan sangat mempengarui proses kerja pengawas
14. Perbedaan Gaya Kepemimpinan yang dianut akibat kurangnya bimbingan teknis
yang spesifik kaitannya dengan hubungan tugas dalam system kepemimpinan kolektif
kolegeal.
Dari sekian persoalan diatas , dapat dipastikan bahwa dengan gaya kepempinan yang sejak awal
tidak ditempa secara baik , dan tidak terdokrin secara merata akan makna system kepemimpinan
kolektif kolegeal , maka dipastikan akan mengalami tantangan dan masalah dalam proses kepemimpinan
yang ada dan dapat dipastikan pula akan mengganggu proses kerja dan tanggung jawab personil
disetiap tingkatan . gaya kepemimpinan yang ada seyogyanya menganut gaya kepemimpinan yang
transformasi, gaya kepemimpinan demokrasi , yang di barengi dengan gaya bebas, sehiingga akan
terjalin sebuah hubungan kerja tim yang harmonis dalam kebersaman , sehingga permasalahan diatas
dengan sendirinya dapat di eliminir keberadaannya
Sukses nya system kepemimpinan kolektif kolegeal dalam fungsi tugas pengawasan idealnya :
Dengan dilaksanakannya seluruh fungsi tugas sesuai dengan system kepemimipinan kolektif kolegeal
yang ideal secara maksimal maka akan dihasilkan tim kerja pengawas di setap tingktan yang mumpuni
dan maksimal dan dipastikan tujuan akhir dan visi misi Bawaslu akan terlaksana dengan baik
Salam Awas “ Bersama Rakyat Awasi Pemilu bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu.