Anda di halaman 1dari 5

BUDAYA CATCALLING TERHADAP MAHASISWI UDAYANA DI

BALI

Oleh:
PUTRI NUR HAVIVAH
2201571014

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
A. Latar Belakang

Catcalling merupakan suatu bentuk komunikasi secara verbal yang sering dilakukan

oleh orang yang tidak bertanggung jawab, dimana tindakan tersebut dinilai tidak sopan dan lebih
mengarah kepada pelecehan seksual yang dilakukan secara verbal. Sebagian besar masyarakat
Indonesia kemungkinan belum mengetahui apa yang dimaksud dengan catcalling, namun sering
melakukannya kepada orang yang tidak dikenalinya, tanpa mengetahui dampak buruk yang
ditimbulkan dari perbuatan tersebut.

Kekerasan verbal adalah kekerasan yang cara dilakukannya dengan berupa penghinaan,
ataupun kata-kata yang melecehkan. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan
atau juga merendahkan. Kekerasan verbal yang terjadi banyak dilakukan tanpa sadar atau tidak
disengaja. Hal ini terjadi disebabkan orang-orang terkadang tidak menyadari bahwa apa yang
dilakukannya adalah kekerasan karena menganggap hal itu sudah biasa dan sebatas gurauan semata.
Kekerasan verbal dapat menyebabkan ketidakstabilan suasana psikologis bagi penerimanya, seperti
takut, kecewa, rendah diri, minder, frustasi, dan tertekan (stress), sakit hati, murung, apatis, tidak
peduli, malu, benci, dendam, agresif, marah, depresi, gila, dan sebagainya (Putri dan Wijanarko,
2021:144).

Contoh dari perbuatan catcalling yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah
ketika seorang perempuan sedang berjalan, kemudian ada seorang pemuda yang tidak dikenal bersiul
kepada wanita tersebut, atau berkata dengan kata yang tak pantas seperti : “cantik, mau kemana,
semalam berapa?”, “abang temenin yuk, nanti kita senang-senang bareng” atau “wow gede banget”.
Komentar-komentar tersebut termasuk dalam objektfikasi terhadap perempuan dikarenakan ketika
laki-laki meminta seorang wanita untuk tersenyum, maka terkesab bahwa tugas perempuan adalah
harus selalu tersenyum dan terlihat cantik sehigga memberi kesenangan terhadap laki-laki tersebut
(Ida, 2019:199).

Dalam kasus catcalling ini, perempuan menjadi kelompok yang rentan terkena pelecehan
seksual yang dilakukan secara verbal (catcalling) dan akan merasa tidak aman dan nyaman berada di
ruang publik serta tentunya akan membatasi ruang gerak mereka. Ketika perempuan mendapatkan
pelecehan di jalan dan komentar yang bersifat seksis dari laki-laki yang tidak dikenal, maka akan
membuat perempuan tersebut merasa bahwa tubuhnya seperti objek untuk dinikmati oleh laki-laki
asing. Objektifikasi terhadap perempuan akan memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki kuasa atas
perempuan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aktivitas catcalling di Bali pada kalangan mahasiswi Unud?
2. Apa motif terjadinya catcalling di Bali pada kalangan mahasiswi Unud?
C. Pedoman Wawancara
1. Pernahkah anda mengalami catcalling?
2. Dimana lokasi anda mengalami Tindakan catcalling tersebut?
3. Catcalling seperti apa yang anda dapatkan?
4. Bagaimana peran anda saat mengalami catcalling?
5. Menurut anda catcalling berbahaya atau tidak?
6. Bagaimana reaksi anda di saat anda melihat kasus catcalling?
7. Apakah anda pernah menjadi pelaku catcalling?
8. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi terjadinya catcalling?
9. Berapa kira-kira rentan usia pelaku catcalling yang pernah anda alami?
10. Bagaimana perasaan anda ketika mengalami catcalling?

D. Field Note

Pengamatan dan/atau wawancara Catatan

Hari: Minggu Pada hari minggu setelah mengadakan rapat di


Tanggal: 11 Juni 2023 Denpasar saya mampir ke kos Puji, karena saya pernah
Waktu: 15.00-17.00 mendengarkan ceritanya yang beberapa mengalami
Tempat/lokasi: Kos informan catcalling ketika berada di luar pada malam hari maka
Informan: Setia Puji Nurhidayati saya mewawancarai Puji untuk mengetahui lebih lanjut
Peneliti: Putri Nur Havivah kejadian yang dialaminya.
Peneliti: “Apakah kamu pernah mengalami catcalling
Ketika tinggal di Bali?”
Informan: “Pernah di catcalling tapi tidak sering, cuma
beberapa kali saja. Seperti siulan, dan mengucapkan
"hai cantik, sini sama abang aja" pernah saya dapatkan.
Saya tidak bereaksi apa-apa hanya diam tanpa
menanggapi.”
Peneliti: “Dimana lokasi kamu mengalami tindakan
catcalling tersebut?”
Informan: “Di daerah Kuta ketika pulang dari mall
pada malam hari.”
Peneliti: “Catcalling seperti apa yang anda dapakan?”
Informan: “Ucapan mengajak seperti “ayo dek sini
sama abang aja, abang anterin”, “cantik banget sih mau
kemana?”, atau siulan ketika saya berjalan kaki pada
malam hari.”
Peneliti: “Bagaimana peran kamu saat mengalami
catcalling?”
Informan: “Terus melanjutkan perjalanan dan tidak
menghiraukan mereka, namun ketika saya merasa
sayang risih dan emosi maka saya melihat kearah
mereka dan memasang raut muka tidak suka dan
mengancam lalu melanjutkan perjalan saya.”
Peneliti: “Menurut anda catcalling berbahaya atau
tidak?”
Informan: “Kalau saya sendiri bisa jadi berbahaya
karena pasti awal dari awal pelecehan disebabkan oleh
catcalling. Tapi bisa jadi juga tidak berbahaya apabila
perempuannya bisa jaga diri dan mengantisipasi
catcalling. Ehmm, bagaimana ya sebenarnya saya agak
miris melihat hal yang seperti itu.”
Peneliti: “Bagaimana reaksi anda di saat anda melihat
kasus catcalling?”
Informan: “Miris sih, apalagi yang lebih sering
mendapatkan tindakan seperti itu perempuan, tidak
semua perempuan berani ketika menghadapi situasi
seperti itu, bisa saja mereka mendapatkan tekanan
setelah mengalami kejadian tersebut.”
Peneliti: “Apakah kamu pernah menjadi pelaku
catcalling?”
Informan: “Tidak pernah.”
Peneliti: “Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
terjadinya catcalling?”
Informan: “Ada beberapa faktor bisa juga ditimbulkan
dari seorang lelaki yang begitu mudah tertarik dengan
wanita, bisa juga dari perempuannya sendiri yang dari
cara berpakaiannya mungkin mengundang mata para
lelaki. Ada beberapa faktor bisa juga ditimbulkan dari
seorang lelaki yang begitu mudah tertarik dengan
wanita, bisa juga dari perempuannya sendiri yang dari
cara berpakaiannya mungkin mengundang mata para
lelaki untuk melihat sehingga terjadilah catcalling.
Kalau menurut saya faktor terjadinya catcalling dari
sifat lelakinya juga yang kadang-kadang sering
menggoda perempuan baik yang berpakaian terbuka dan
tak jarang juga banyak lelaki yang menggoda
perempuan yang berpakaian tertutup. Tapi kita tak bisa
sepenuhnya menyalahkan lelaki karena bisa jadi dari
faktor perempuannya juga yang kadang sengaja
berpakaian minim agar dilirik lelaki maka terjadilah
catcalling.”
Peneliti: “Berapa kira-kira rentan usia pelaku catcalling
yang pernah anda alami?”
Informan: “Laki-laki berusia sekitar 20-30 tahun.”
Peneliti: “Bagaimana perasaan anda ketika mengalami
catcalling?”
Informan: “Kesal, namun berusaha untuk tidak
memperdulikan mereka.”

Anda mungkin juga menyukai