Anda di halaman 1dari 17

2.

LANDASAN TEORI

2.1 Pozzolanic Material (Bahan Pozzolan)


Volcanic ash atau biasa juga disebut abu vulkanik merupakan salah satu
jenis dari bahan pozzolan. Kandungan di dalam bahan pozzolan sendiri sebagian
besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), Alumunium (Al2O3), Besi (Fe2O3), dan
Kalsium (CaO), dan juga bahan lain seperti potassium, titanium, sulfat, sodium,
dan magnesium dalam jumlah lebih kecil. Tipe bahan pozzolan dibedakan
berdasarkan asal dan kandungan dari bahan tersebut. Menurut ACI Manual for
Concrete Practice 1993 part I 226.3R-3, bahan pozzolan dibedakan menjadi tiga
jenis (Limantara, Sugiarto, 2010), yaitu:
1. Tipe C
Fly ash yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen
batubara (batubara muda).
a. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%.
b. Kadar CaO mencapai 10%.
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 35% dari berat binder.
2. Tipe F
Fly ash yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen
batubara.
a. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%.
b. Kadar CaO < 5%.
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 25% dari berat binder.
3. Tipe N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan
antara lain diatomic soil, opaline chertz, shales, tuff, dan volcanic ash,
dimana bisa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses
pembakaran. Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.

6
Universitas Kristen Petra
Dalam penggunaannya, bahan pozzolan memiliki beberapa keunggulan
dan kerugian sebagai campuran beton. Kuat tekan pada beton dan mortar yang
menggunakan fly ash tipe C lebih tinggi dari penggunaan fly ash tipe F pada suhu
ruangan (Limantara, Sugiarto, 2010).
Keuntungan menggunakan fly ash:
1. Pada beton segar
a. Meningkatkan flowability karena bentuk partikel bahan pozzolan
yang bulat membantu mengurangi gesekan antar partikel yang
memudahkan mobilitas
b. Dengan mengurangi penggunaan air akan memperkecil resiko
terjadinya segregasi dan bleeding
c. Ramah lingkungan
2. Pada beton keras
a. Meningkatkan kuat tekan beton setelah 52 hari
b. Meningkatkan durabilitas beton
c. Meningkatkan kepadatan beton
d. Mengurangi terjadinya penyusutan
Kerugian penggunaan bahan pozzolan:
1. Peningkatan kekuatan awal yang lambat.
2. Membutuhkan waktu curing yang lebih lama.
3. Kelembaban pada beton yang harus dijaga sampai beton benar-benar telah
mengeras.

2.2 Merapi Volcanic Ash (Abu Vulkanik Merapi)


Tanah vulkanik / tanah gunung Merapi adalah tanah yang terbentuk dari
lapukan materi dari letusan gunung berapi yang subur dan mengandung unsur
hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung
berapi. Tanah yang berkembang dari abu vulkanik umumnya dicirikan oleh
kandungan mineral liat allophan yang tinggi. Allophan adalah Aluminosilikat
amorf yang dengan bahan organik dapat membentuk ikatan kompleks. Di daerah
yang kering, tanah dari abu vulkanik tersebut memiliki warna tanah yang tidak
sehitam dari daerah lain (Sudaryo, Sutjipto, 2009).

7
Universitas Kristen Petra
Sifat-sifat tanah allophan adalah:
1. Profil tanahnya dalam
2. Lapisan atas maupun permukaannya gembur serta berwarna hitam
3. Lapisan subsoil berwarna kecoklatan dan terasa licin bila digosok di antara
jari-jari
4. Bulk densitynya sangat rendah (< 0,85)
5. Daya tahan terhadap air tinggi
6. Perkembangan struktur tanah baik
7. Daya lekat maupun plastisitasnya tidak ada bila lembab
8. Sukar dibasahi kembali bila sudah kering serta dapat mengapung di atas
permukaan air
Mineralogi tanah yang berasal dari gunung Merapi dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu:
1. Mineral skeletal yang berasal dari mineral primer (mineral pasir dan debu)
serta agregat mikro kristalin
2. Fragment yang semuanya berasal dari bahan induk, mineral liat dan liat
amorf
Mineral skeletal terdiri atas:
1. Pasir atau debu yang masing-masing butir merupakan satu macam mineral
primer
2. Agregat mikro kristalin yang terdiri atas abu vulkan (campuran berbagai
mineral primer)
3. chert (silica mikrokristalin).
Fragmen merupakan pecahan batuan dalam ukuran pasir maupun debu
yang terdiri dari berbagai macam mineral primer. Untuk mineral liat dan liat
amorf terdiri atas:
1. Layer aluminium silicate clay (liat aluminium silikat berkisi/berlapis)
2. Hydrous iron oxide yang merupakan hidroksida Fe serta gibbist yang
berupa hidroksida dari Al pada tanah-tanah dengan pelapukan lanjut
3. Allophan yang merupakan alluminosilicate amorph pada tanah dari abu
vulkanik di daerah humid.

8
Universitas Kristen Petra
Kandungan abu vulkanik memiliki kecenderungan unsur Al, Si dan Fe
yang relatif tinggi pada cuplikan tanah vulkanik sesuai dengan sifat-sifat
mineralogy tanah vulkanik dari gunung Merapi, yaitu mempunyai kandungan
mineral liat allophan yang tinggi. Komposisi kimia tanah yang berkembang dari
abu vulkanik gunung Merapi ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel. 2.1. Komposisi Kimia Tanah Abu Vulkanik Gunung Merapi


(Sudaryo, Sutjipto, 2009)
Kandungan
No Nama Senyawa
(%)
1 SiO2 54.56
2 Al2O3 18.37
3 Fe2O3 18.59
4 CaO 8.33
5 MgO 2.45
6 Na2O 3.62
7 K2O 2.32
8 MnO 0.17
9 TiO2 0.92
10 P2O5 0.32
11 H2O 0.11
12 HD 0.2

2.3 High Volume Fly Ash Concrete


Menurut ASTM C618 penggunaan fly ash untuk tipe F dibatasi 15% -
20%, sedangkan untuk tipe C dibatasi 25% - 35% dari berat binder. Fly ash pada
umumnya memberi dampak dalam workability dan biaya yang lebih ekonomis
pada beton. Namun hal tersebut tidak mencukupi untuk meningkatkan daya tahan
(durability) untuk serangan sulfat, ekspansi alkali-silika, dan juga thermal
cracking. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan pengembangan dengan
meningkatkan persentase penggunaan fly ash menjadi 25% - 35% dari total berat
binder.

9
Universitas Kristen Petra
Kemudian Malhotra dan Mehta mengusulkan penggunaan persentase fly
ash minimum 50% dari berat binder untuk diterapkan sebagai mix design dari
beton High Volume Fly Ash (HVFA). Hal tersebut sangat memungkinkan untuk
menghasilkan workability yang tinggi, ultimate strength yang paling tinggi, dan
durability yang paling tinggi (Mehta, 2006).
Definisi Beton HVFA menurut Mehta yaitu:
1. Kandungan fly ash minimal 50% dari berat binder
2. Water content yang rendah umumnya kurang dari 130 kg/m3
3. Cement content umunya tidak lebih dari 200 kg/m3
4. Untuk campuran beton dengan spesifikasi 28 hari kekuatan 30 MPa atau
lebih tinggi, slumps > 150 mm dan water cement ratio 0.3 wajib
digunakan admixture untuk mengurangi kebutuhan air
5. Untuk beton ekspose dengan lingkungan yang membeku digunakan
admixture khusus
6. Untuk campuran beton dengan slump < 150 mm kekuatan beton 28 hari
kurang dari 30 MPa, water cement ratio 0.4 memungkinkan tidak
digunakan superplasticizers
Malhotra telah melakukan percobaan dengan memvariasikan water
content (wc) berkisar antara 100 - 130 kg/m3 menggunakan kombinasi dengan
superplasticizer, fly ash, dan aggregate pada mix design beton HVFA untuk
mendapatkan kuat tekan yang tinggi. Hasil percobaan tersebut menunjukkan
bahwa penggunaan variasi water content tidak menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap kuat tekan beton HVFA. Peningkatan pada kadar semen justru
memberikan pengaruh yang lebih besar dalam peningkatan kuat tekan beton
HVFA. Untuk mendapatkan kekuatan awal yang tinggi pada beton HVFA
disarankan untuk menggunakan perbandingan yang lebih tinggi antara semen dan
fly ash dan juga mengganti penggunaan ordinary portland cement dengan high
early strength portland cement dan juga mengganti fly ash dengan pozzolan yang
lebih reaktif seperti silica fume atau rice husk ash (abu sekam).
Beton konvensional menghasilkan suhu 55-66oC akibat panas hidrasi
sehingga kemungkinan terjadi thermal cracking menjadi lebih besar. Beton
HVFA dengan persentase fly ash 50% dapat menurunkan suhu akibat panas

10
Universitas Kristen Petra
hidrasi semen menjadi berkisar antara 30-35oC sehingga kemungkinan terjadinya
thermal cracking dapat diperkecil. Selisih suhu antara bagian dalam dan luar
beton diharapkan tidak melebihi 25oC, karena hal tersebut membuat retak sering
terjadi. Sebaiknya beton disimpan di tempat yang hangat agar selisih suhu dalam
dan luar beton tidak melebihi 25oC agar kemungkinan terjadinya retak akibat
perbedaan suhu antara bagian dalam dan luar beton dapat diperkecil.
Beton HVFA secara umum sangat kohesif dan menunjukkan kemungkinan
tidak terjadinya bleeding dan segregation. Beton HVFA juga menunjukkan
workability dan pumpability yang sangat bagus sehingga menyebabkan material
bergerak dengan baik mengisi ruang-ruang kosong dan hampir memiliki sifat
sama dengan self consolidating concrete.
Beton HVFA dengan kadar semen yang rendah, pada umumnya
membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk mencapai setting time. Accelerating
admixture disarankan untuk digunakan pada mix design Beton HVFA. Salah satu
cara mengatasi masalah setting yang lama dapat digunakan rapid hardening
portland cement.
Beton HVFA dapat digolongkan sebagai jenis beton yang memiliki
kemungkinan terjadi retak akibat susut. Cara mengatasi terjadinya retak akibat
susut adalah dengan melindungi permukaan beton dari berbagai bentuk
kehilangan air yaitu dengan cara water fogger pada seluruh permukaan atau
memberi lapisan plastik pada permukaan beton. Beton HVFA diwajibkan untuk
melakukan curing minimum 7 hari untuk mendapatkan kekuatan dan durability
yang optimum.
Berdasarkan dari pengalaman di lapangan dan tes laboratorium, beton
HVFA jika dibandingkan dengan beton konvensional dapat disimpulkan sebagai
berikut (Mehta, 2006):
1. Lebih mudah dalam flowability, pumpability, dan workability
2. Memiliki penyelesaian permukaan beton yang lebih baik dan lebih cepat
3. Memiliki waktu setting time yang lebih lama
4. Kekuatan awal beton dapat ditingkatkan pada umur 7 hari, dimana hal
tersebut dapat dipercepat dengan mengubah komposisi mix design jika

11
Universitas Kristen Petra
dibutuhkan untuk pembukaan bekisting dan pembebanan struktur pada
awal umur beton
5. Beton HVFA, penambahan kekuatannya terjadi antara umur 7 hari sampai
90 hari bahkan mampu melebihi 100% dari kekuatannya. Jadi tidak perlu
dilakukan overdesign untuk mendapatkan suatu kekuatan yang tinggi
6. Beton HVFA memiliki stabilitas dan ketahanan terhadap terjadinya retak
pada beton, baik retak yang diakibatkan oleh thermal shrinkage,
autogenous shrinkage, dan drying shrinkage
7. Beton HVFA dengan waktu curing yang mencapai tiga sampai enam bulan
memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap electrical dan chloride ion
penetration berdasarkan ASTM C1202

2.4 High Volume Volcanic Ash Concrete


Seperti pada beton High Volume Fly Ash (HVFA), beton High Volume
Volcanic Ash (HVVA) merupakan campuran beton yang menggunakan volcanic
ash dimana persentase yang digunakan lebih dari 50%. Dalam perkembangannya,
masih sedikit para peneliti yang fokus dalam meneliti beton HVVA secara khusus,
seperti penelitian yang dilakukan di Faculty of Engineering Sam Ratulangi
University yang meneliti tentang penggunaan volcanic ash dari hasil letusan
gunung Soputan di Minahasa. Pada penelitian tersebut, mereka hanya meneliti
penggunaan volcanic ash sebagai pengganti sebagian dari semen yang digunakan
dengan komposisi mencapai 15%. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa dengan penggantian semen dengan bahan volcanic ash sebesar 5% sampai
10% dapat meningkatkan kekuatan tekan beton pada 28 hari mencapai 12% dari
beton konvensional.
Perbandingan komposisi kimia abu vulkanik Gunung Soputan dengan
beberapa abu vulkanik lainnya disajikan pada Tabel 2.2 dan spesifikasi standar
ASTM C-618-03 disajikan pada Tabel 2.3.

12
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Kimia Abu Vulkanik Gunung Soputan
dengan Beberapa Abu Vulkanik Lain (Wallah, Ticoh, Windah, Sumajouw, 2009)
Chemical Composition
Volcanic Ash Santorin
Volcanic Ash Volcanic Ash
Oxides Mount Earth
PNG Mexico
Soputan Yunani
Mass (%) Mass (%) Mass (%) Mass (%)
CaO 9.44 6.1 1 3
SiO2 49.13 59.32 68.2 65.1
Al2O3 28.27 17.54 11.2 14.5
Fe2O3 4.56 7.06 1.8 5.5
MgO 5.20 2.55 0.2 1.1
SO3 0.01 0.71 0.01 -
K2O, Na2O 3.38 7.17 5.84 6.5
LOI - 1.03 - 3.5

Tabel 2.3. Spesifikasi Standar Komposisi Kimia (ASTMC 618-03)


(Wallah, Ticoh, Windah, Sumajouw, 2009)
Mass (%)
Oxides Mount Soputan ASTM C 618-03 for
Volcanic Ash Natural Pozzolan Class N
SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 81.96 Minimum = 70
SO3 0.01 Maximum = 4
Water content 0.01 3
Loss on ignition - Maximum = 10

Selain penelitian tersebut, terdapat penelitian yang lain mengenai


penggunaan volcanic ash sebagai pengganti semen. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Hossain dan Lachemi, mereka menggunakan volcanic ash yang
berasal dari gunung Tavurvur, Papua Nugini sebagai pengganti semen dengan
komposisi volcanic ash dari 0% sampai 75%. Tetapi hasil yang diperoleh dari
penelitian tersebut didapat bahwa dengan semakin banyaknya penggunaan
volcanic ash dalam mengganti kadar semen pada campuran beton justru
mengurangi kekuatan tekan dari beton tersebut. Beton dengan campuran volcanic
ash sebesar 4% memiliki kekuatan terbesar pada saat umur beton mencapai 28

13
Universitas Kristen Petra
hari dengan peningkatan kekuatan yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan
beton tanpa volcanic ash (Hossain, Lachemi, 2006).

2.5 Pengaruh Volcanic Ash pada Workability Beton


Pengaruh abu vulkanik pada workability beton ditentukan dengan
membandingkan nilai slump dengan water/binder yang sama, tetapi dengan
persentase komposisi pozzolan yang berbeda. Misal, slump dari control mixture
adalah 75mm. Seiring dengan meningkatnya VA pengganti dari 10% ke 40 %,
nilai slump juga menurun dari 65mm hingga 35mm. Penurunan ini mungkin
disebabkan oleh kehalusan yang relatif tinggi dan densitas yang relatif rendah dari
campuran beton. Dalam kasus ini, penggunaan superplasticizer tentu diperlukan
untuk meningkatkan workability (Naseer, Jabbar, Khan, Ali, Hussain, Mirza,
2008).

2.6 Proses Curing


Curing pada beton bertujuan mengurangi kehilangan air dengan cepat
yang menyebabkan beton menyusut dan terjadi tegangan tarik pada beton yang
sedang mengering, sehingga menimbulkan retak. Curing yang dilakukan pada
beton selama 7 hari akan membuat beton lebih kuat ±60% daripada tidak
dilakukan curing. Jadi proses curing diperlukan untuk mengisi pori-pori kapiler
dengan air, karena hidrasi terjadi didalamnya (Limantara, Sugiarto, 2010).
Ada beberapa jenis metode curing yang umum diterapkan, yaitu:
1. Dengan memberi air terus-menerus, dilakukan berupa direndam dalam bak
air dengan suhu 23 ± 2 oC
2. Mencegah hilangnya air dari permukaan
3. Metode curing yang dilakukan berupa memberi lapisan tipis dari kertas
yang tidak dapat ditembus air, atau plastik. Metode ini bertujuan untuk
melindungi air di dalam beton agar tidak cepat menguap
4. Memberi panas dan kelengasan. Metode curing yang dilakukan berupa
menaikkan temperatur atau dimasukkan di dalam oven, sehingga proses
hidrasi akan lebih cepat, dan dapat mempercepat pencapaian kekuatan.
Selain itu, perawatan dengan metode ini dapat dilakukan dengan uap

14
Universitas Kristen Petra
bertekanan tinggi, uap bertekanan atmosfirik, pemanasan, dan
pelembaban.

2.7 Superplasticizer
Superplasticizer adalah bahan tambah kimia (chemical admixture) yang
melarutkan gumpalan-gumpalan dengan cara melapisi pasta semen sehingga
semen dapat tersebar dengan merata pada adukan beton dan mempunyai pengaruh
dalam meningkatkan workability beton sampai pada tingkat yang cukup besar.
Bahan ini digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit karena sangat mudah
mengakibatkan terjadinya bleeding. Superplasticizer dapat mereduksi air sampai
40% dari campuran awal. Beton berkekuatan tinggi dapat dihasilkan dengan
pengurangan kadar air, akibat pengurangan kadar air akan membuat campuran
lebih padat sehingga pemakaian superplasticizer sangat diperlukan untuk
mempertahankan nilai slump yang tinggi (Hernando, 2009).
Keistimewaan penggunaan superplasticizer dalam campuran pasta semen
maupun campuran beton antara lain (Hernando, 2009):
1. Menjaga kandungan air dan semen tetap konstan sehingga didapatkan
campuran dengan workability tinggi.
2. Mengurangi jumlah air dan menjaga kandungan semen dengan
kemampuan kerjanya tetap sama serta menghasilkan faktor air semen yang
lebih rendah dengan kekuatan yang lebih besar.
3. Mengurangi kandungan air dan semen dengan faktor air semen yang
konstan tetapi meningkatkan kemampuan kerjanya sehingga menghasilkan
beton dengan kekuatan yang sama tetapi menggunakan semen lebih
sedikit.
4. Tidak ada udara yang masuk. Penambahan 1% udara kedalam beton dapat
menyebabkan pengurangan strength rata-rata 6%. Untuk memperoleh
kekuatan yang tinggi, diharapkan dapat menjaga ”air content” didalam
beton serendah mungkin. Penggunaan superplasticizer menyebabkan
sedikit bahkan tidak ada udara masuk kedalam beton.
5. Tidak adanya pengaruh korosi terhadap tulangan.

15
Universitas Kristen Petra
Secara umum, partikel semen dalam air cenderung untuk berkohesi satu
sama lainnya dan partikel semen akan menggumpal. Dengan menambahkan
superplasticizer, partikel semen ini akan saling melepaskan diri dan terdispersi.
Dengan kata lain superplasticizer mempunyai dua fungsi yaitu, mendispersikan
partikel semen dari gumpalan partikel dan mencegah kohesi antar semen.
Fenomena dispersi partikel semen dengan penambahan superplasticizer dapat
menurunkan viskositas pasta semen, sehingga pasta semen lebih fluid / alir. Hal
ini menunjukkan bahwa penggunaan air dapat diturunkan dengan penambahan
superplasticizer.

2.8 Strength Activity Index


Strength Activity Index (SAI) adalah suatu batasan yang digunakan dalam
menentukan bagaimana reaksi bahan pozzolan dengan Ca(OH)2 yang merupakan
hasil reaksi hidrasi dari semen. Menurut ASTM C 311, bahan pozzolan dapat
dikatakan bisa bereaksi dengan baik dengan Ca(OH)2 apabila nilai SAI lebih besar
dari 75% pada umur sampel 7 hari dan 28 hari (kuat tekan sampel tidak boleh
kurang dari 75% kuat tekan kontrol) (Vessalas, Ray, Thomas, Ravindrarajah,
Joyce, Haggman, 2008).
Menurut ASTM C311, jumlah fly ash yang digunakan sebagai pengganti
semen dalam pengujian Strength Activity Index (SAI), sebaiknya sebanyak 20%
dari berat semen mix design kontrol. Indikasi SAI sudah dapat ditinjau pada umur
mortar 14 hari atau 28 hari, dengan cara mengetes kuat tekan mortar. Untuk
menghitung SAI, didapat dengan cara perbandingan kuat tekan rata-rata
mortaryang ditinjau dengan kuat tekan mortar kontrol lalu dikalikan 100.

2.9 Efflorescence
Dalam bahasa kimia, efflorescence (yang berarti mengalir keluar, dalam
bahasa Prancis) adalah hilangnya kristalisasi air (atau pelarut) karena hidrasi atau
garam yang terlarut dengan suasana atau atmosfer udara
(http://en.wikipedia.org/wiki/Efflorescence).
Terdapat 2 jenis efflorescence, yaitu primary efflorescence dan secondary
efflorescence. Yang dimaksud dengan primary efflorescence atau bisa disebut

16
Universitas Kristen Petra
pembubukan primer adalah pembubukan yang terjadi pada awal curing dari beton.
Hal tersebut terjadi karena bergeraknya air yang mengandung garam ke
permukaan beton sebagai akibat dari panas hidrasi yang disebabkan oleh reaksi
dari semen dan air. Ketika air menguap, garam yang tertinggal akan membentuk
bubuk putih. Bubuk putih tersebut yang disebut sebagai pembubukan. Karena
pembubukan primer hanya membawa keluar garam, hal tersebut tidaklah
termasuk dalam masalah struktural, melainkan hanya merupakan sebuah
keprihatinan estetika. Untuk mengendalikan pembubukan primer, formula cair
yang mengandung campuran asam lemak (asam oleat, asam linoleat) telah umum
digunakan. Berbeda dengan pembubukan primer, secondary efflorescence atau
bisa disebut dengan pembubukan sekunder biasanya diakibatkan oleh pengaruh
luar seperti klorida. Pembubukan sekunder merupakan masalah yang berpengaruh
pada struktural. Pembubukan sekunder mirip dengan osteoporosis pada beton.
Untuk mengendalikan pembubukan sekunder, admixture yang mengandung
calcium stearate dispersion (CSD) dapat ditambahkan pada proses pencampuran.
Gambar yang dapat menunjukkan terjadinya efflorescence ditunjukkan pada
Gambar 2.1.
Adapun isu yang mengatakan bahwa penggunaan fly ash pada Beton
HVFA menyebabkan pembubukan pada lapisan beton yang diakibatkan
penggunaan water binder yang terlalu besar pada mix design dan munculnya
kerak berwarna putih (efflorescence) pada permukaan beton karena adanya
pergerakan uap air melalui rongga-rongga beton secara kapiler, dimana uap air
tersebut membawa garam yang berasal dari agregat, semen, dan fly ash menuju ke
permukaan beton.

17
Universitas Kristen Petra
(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
Gambar 2.1 Terjadinya Efflorescence pada Bangunan
(http://en.wikipedia.org/wiki/Efflorescence)

18
Universitas Kristen Petra
2.10 Mix Design Volcanic Ash Concrete dan Fly Ash Concrete yang Pernah
Dicoba
Mehta dari University of California, Berkeley, USA mencoba mix design
yang menggunakan komposisi fly ash dengan kadar 55% dari berat total semen
atau dengan perbandingan 1 : 1.2 antara semen dengan fly ash. Dalam
percobaannya Mehta menggunakan fly ash tipe F. Cara penelitian yang dilakukan
membandingkan beberapa sampel dengan perbedaan pada water cement ratio
pada setiap sampelnya. Komposisi mix design yang digunakan Mehta disajikan
pada Tabel 2.4 (Mehta, 2006).
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Crouch, Hewitt, dan Byard dari
Tennessee Technologycal University. Percobaannya menggunakan 2 jenis fly ash
yaitu tipe C dan tipe F. Fly ash tipe C menggunakan persentase 25% dan 50% dari
berat total semen, sedangkan Fly ash tipe F menggunakan persentase 20% dan
50% (Crouch, Hewitt, Byard, 2007).

Tabel 2.4 Komposisi Mix Design yang Digunakan Mehta (Mehta, 2006)
Conventional concrete HVFA concrete
3 3
kg/m m kg/m3 m3
Cement 307 0.098 154 0.149
Fly ash - - 154 0.065
Water 178 0.178 120 0.120
Entrapped air (2%) - 0.020 - 0.020
Coarse aggregate 1040 0.385 1210 0.448
Fine aggregate 825 0.305 775 0.287
Total 2350 0.986 2413 0.989
w/cm 0.58 - 0.39 -
Paste: volume - 0.296 - 0.254
Percent - 30.0% - 25.7%

Di sisi lain, Estakhri dan Mohidekar mengumpulkan data dari 18


pembangkit listrik di seluruh Texas dan mendapati bahwa total 6.6 juta ton fly ash
diproduksi setiap tahunnya di Texas dan sekitar 2.7 juta ton (atau 40%) dijual
untuk digunakan dalam campuran beton atau produk lainnya. Para peneliti
memperkirakan jika 60% dari jumlah semen portland yang digunakan dalam

19
Universitas Kristen Petra
memproduksi beton di Texas diganti dengan fly ash, emisi karbon dioksida dapat
dikurangi sebesar 6.6 juta ton per tahun pada tahun 2015. Fly ash dapat
meningkatkan workability dan mengurangi panas hidrasi pada beton segar. Hal ini
dapat meningkatkan strength, permeability, dan ketahanan terhadap serangan
kimia. Di Kanada, High Volume Fly Ash Concrete (HVFA) telah banyak
dikembangkan. Dalam beton ini, hingga 60% dari semen Portland diganti dengan
fly ash kelas F. Hambatan yang dirasakan adalah dibutuhkan waktu lebih lama
untuk setting. Tapi bagaimanapun juga hal ini lebih banyak menguntungkan di
musim panas Texas (Estakhri, Mohidekar, 2004).
Hossain dan Lachemi melakukan investigasi terhadap kinerja strength dan
durability beton, menggunakan 0 hingga 40% dari abu vulkanik (VA) sebagai
pengganti semen. Beton dibakar pada suhu tinggi mencapai 800ºC. Kuat tekan
diselidiki dengan alat compressive strength, sementara durability diselidiki
dengan rapid chloride permeability test (RCPT), mercury intrusion porosimetry
(MIP), differential scanning calorimetry (DSC) dan pengamatan pola retak.
Volcanic Ash Concrete (VAC) menunjukkan hasil yang baik, compressive
strength yang lebih tinggi, ketahanan klorida tinggi dan ketahanan yang lebih
tinggi terhadap kerusakan terutama pada temperatur di bawah 600ºC
dibandingkan dengan beton dengan portland semen biasa (OPC). Peningkatan
kinerja VAC dapat dikaitkan dengan penyempurnaan struktur pori, menurunkan
klorida bebas akibat pembentukan garam Friendel dan reaksi pozzolan karena
adanya VA. Penurunan strength dan durability VAC terjadi pada kenaikan suhu
sebesar 800ºC karena penurunan yang cukup besar dalam compressive strength
dan peningkatan volume pori dan diameter pori. Selain itu, Hossain dan Lachemi
meneliti compressive strength berdasarkan jumlah volcanic ash pengganti semen
dengan komposisi dari 0% hingga 75% volcanic ash, yang masing-masing di uji
pada 7, 14, 28, hingga 91 hari umur beton dengan sampel silinder berukuran
diameter 15cm dan tinggi 30cm. Hasil dari penelitian compressive strength
dengan rasio w/b = 0.58 disajikan dalam Tabel 2.5 (Hossain, Lachemi, 2006).

20
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.5 Compressive Strength Mix Design Volcanic Ash 0% - 75%
(Hossain, Lachemi, 2006)

Mixture Compressive strength, Mpa 28-day density,


ID 7-day 14-day 28-day 91-day kg/m3
A-VA0 24.5 28.5 33.0 34.0 2390
A-VA2 22.5 28.0 32.5 38.5 2390
A-VA4 22.0 27.5 33.5 36.5 2390
A-VA6 21.0 56.0 32.5 34.0 2390
A-VA8 21.0 27.5 32.5 33.0 2390
A-VA10 17.5 24.5 30.0 30.5 2390
A-VA15 18.0 24.5 27.0 32.5 2390
A-VA20 15.5 19.0 24.5 27.0 2380
A-VA25 10.5 15.0 21.0 24.5 2380
A-VA30 7.5 11.5 18.0 20.0 2370
A-VA35 6.5 10.0 15.5 19.0 2360
A-VA40 6.0 9.0 15.0 18.5 2350
A-VA45 5.0 8.0 11.0 13.5 2350
A-VA50 4.0 6.0 9.5 12.5 2350
A-VA75 1.0 2.0 2.5 4.0 2320

Naseer juga melakukan penelitian terhadap volcanic ash dengan judul


penelitian “Performance of Pakistani Volcanic Ashes in Mortars and Concrete".
Mereka melakukan percobaan dengan volcanic ash sebagai pengganti semen.
Komposisi volcanic ash yang digunakan adalah 0%, 20%, 30%,dan 40%. Hasil
compressive strength ditampilkan pada Tabel 2.6. Dalam penelitian ini mereka
menyimpulkan bahwa retaknya beton dengan pozzolan meningkat seiring dengan
menurunnya Portland Cement yang digantikan Volcanic Ash. Selain itu mereka
juga menyimpulkan penyerapan air pada umumnya meningkat seiring dengan
meningkatnya komposisi VA karena microproses pada adukan mortar (Naseer,
Jabbar, Khan, Ali, Hussain & Mirza, 2008.

21
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.6 Compressive Strength dari Beton Campuran PC dan VA
(Naseer, Jabbar, Khan, Ali, Hussain, Mirza, 2008)
Compressive Compressive
Mixture (%)
Material strength (Mpa) strength (%)
Cement Pozzolan 7d 28 d 7d 28 d
Control 100 0 20.6 26.5 100 100
90 10 16.8 24.9 82 94
80 20 14.1 21.0 69 79
VA1
70 30 11.8 18.1 57 68
60 40 11.0 17.2 54 65
90 10 17.6 23.9 85 90
80 20 13.9 20.1 67 76
VA2
70 30 11.2 17.4 54 66
60 40 10.3 16.1 50 61

Selain itu, Limantara dan Sugiarto melakukan penelitian terhadap beton


HVFA dengan perbandingan fly ash 0%, 50%, 66%, dan 75% serta menggunakan
admixture berupa viscocrete 10. Mereka menyimpulkan bahwa penggunaan
persentase fly ash yang paling efisien dari segi kekuatan dan harga adalah
campuran yang menggunakan persentase fly ash 50%. Selain itu, penggunaan
superplasticizer di campuran beton HVFA pada penelitiannya menunjukkan
adanya peningkatan kekuatan dari beton tersebut dikarenakan ikatan antara
partikel semen dan fly ash dapat lebih sempurna dengan adanya superplasticizer
seperti yang di tunjukkan pada percobaan kuat tekan mortar, dimana campuran
yang menggunakan superplasticizer memiliki kuat tekan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan campuran yang tidak menggunakan superplasticizer
(Limantara & Sugiarto, 2010).

22
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai