Anda di halaman 1dari 21

KOROSI BETON - I

Baeton merupakan material konstruksi yang terkenal karena kekuatannya yang seperti
batu, keras dan kokoh. Pentingnya beton dalam kehidupan masyarakat modern tidak
bisa dihindarkan. Lihatlah di sekitar kita, dengan mudah kita akan dapat menemukan
struktur beton di mana-mana, seperti bangunan rumah, jalan, jembatan, dan
bendungan, dll. Beton adalah material komposit yang terdiri dari bahan pengisi dan
bahan pengikat. Sebagai bahan pengikat adalah pasta semen yang merekatkan agregat
dan membentuk matrik beton yang kuat dan kokoh. Pasta semen sebagai bahan
pengikat diperoleh dari campuran air dan semen. Sedangkan filler dapat berupa pasir
(agregat halus) atau kerikil (agregat kasar).
Semen sebagai bahan utama merupakan campuran senyawa yang dibuat dengan
membakar batu kapur (limestone) dan tanah liat (clay) bersama-sama pada suhu yang
sangat tinggi berkisar 1.400-1.600oC.

Gambar 1. Pengelupasan permukaan beton pada dinding terowongan dimana


beton pada permukaan menjadi lunak dan setelah kering bagian
tersebut mengelupas.
Beton merupakan material bangunan yang dibuat dari berbagai macam bahan, yaitu
semen Portland, air dan agregat dengan proporsi tertentu. Setelah bahan-bahan
tersebut dicampur maka akan terjadi reaksi kimia antar campuran bahan-bahan beton
tersebut dan campuran akan mengeras. Setelah mengeras, sifat dan karakteristik beton
dipengaruhi oleh senyawa kimia yang terkandung dalam bahan-bahan penyusun beton
ataupun bahan kimia lain yang menempel pada bahan. Meskipun memiliki kekuatan dan
kekerasan yang tinggi, namun beton dapat mengalami kerusakan yang bukan
diakibatkan oleh beban yang bekerja pada struktur bangunan, yaitu serangan kimia.
Beberapa gambar berikut menunjukkan teradinya kerusakan beton akibat pengaruh
kimia (Gambar 1 s/d Gambar 7).
Kerusakan beton dapat terjadi akibat beberapa sebab sebagai berikut:
a. Reaksi silika Alkali
b. Freeze / process pencairan es
c. pembentukan ettringite tertunda
d. serangan sulfat eksternal
e. serangan asam
f. Korosi
g. Karbonasi

Gambar 2. Kerusakan beton akibat serangan sulfat sehingga lapisan beton


terkelupas.
Gambar 5. Kerusakan beton akibat reaksi alkali silica (Alkali Silica Reaction = ASR)

Gambar 3. Korosi baja pada bangunan air yang sifat airnya agresif yang
mempengaruhi terjadi korosi di permukaan beton.

Gambar 4. Korosi beton yang ditandai dengan munculnya lapisan kapur putih yang
meleleh pada permukaan beton.
Gambar 6. Retak-retak akibat terbentuknya ettringite (delayed ettringite
formation)

Gambar 7. Kerusakan beton akibat proses karbonasi.

Kerusakan-kerusakan yang disebutkan diatas menunjukkan bahwa beton bukanlah


material yang anti rusak karena alam. Apabila di alam terdapat senyawa kimia yang
aggresif atau merusak, ternyata beton juga dapat mengalami kerusakan. Apabila
kerusakan yang terjadi dibiarkan atau tidak diketahui secara dini maka tingkat
kerusakan yang terjadi akan meluas yang dapat mengganggu stabilitas struktur. Untuk
membahas tentang terjadinya kerusakan pada beton ini, terlebih dahulu diketahui
karakteristik kimiawi semen yang merupakan unsur perekat utama pada matrik beton.

2. Pembuatan Semen Portland


Untuk membahas tentang kerusakan beton karena serangan kimia maka
diperlukan terlebih dulu pemahaman tentang karakteristik kimiawi semen Portland.
Semen Portland adalah jenis semen yang paling umum dijumpai dalam penggunaan
secara luas di lapangan. Semen ini pertama dikembangkan dari suatu jenis kapur
hidrolik di Inggris pada pertengahan abad ke-19. Semen adalah perekat hidraulis bahan
bangunan apabila semen dicampur air dan membentuk sebuah matrik yang kuat.

2.1. Bahan baku pembuatan semen


Bahan baku pembuatan semen terdiri dari 2 komponen yaitu bahan baku utama
dan bahan tambahan. Bahan baku utama yang digunakan adalah batu kapur (CaCO3)
kemurnian 55%-60% dan tanah liat (Al2O3) kemurnian 65%-70%. Sedangkan bahan
penolong yaitu: pasir silica (SiO2), pasir besi (Fe2O3) dan gypsum (CaSO4.2H2O). bahan
baku dan bahan tambahan yang digunakan harus memeliki spesifikasi tertentu.

a. Batu Kapur/Limestone (CaCO3)


Berdasarkan kandungan CaCO3-nya Batu Kapur dapat dibagi 3 kelompok, yaitu high
grade, middle grade dan low grade.
Batu Kapur Kadar Tinggi (High Grade) memiliki kandungan CaCO3 nya tinggi, yaitu lebih
dari 93%, kandungan MgO maksimal 2%, bersifat rapuh, H2O maksimal 5%. Batu Kapur
Menengah (Middle Grade) memiliki kandungan CaCO3 antara 88% – 92%, bersifat kurang
keras. Batu Kapur Kadar Rendah (Low Grade) memiliki kandungan CaCO3 sekitar 85%-
87% dan bersifat keras.
Adapun komposisi batu kapur secara umum ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisik batu kapur / limestone


Fase Padat
Warna Putih
Kadar air 10-Jul
Bulk density 1,3 ton/m3
Spesifik Gravity 2,49
Kandungan CaO 47-56
Kuat tekan 31,6 N/mm2
Silika ratio 2,6
Alumina ratio 2,57

b. Tanah Liat/Clay (Al2SiO7.xH2O)


Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang disebabkan adanya
pengaruh air dan gas CO2 dari batuan adesit, granit dan treakti. Batu-batuan ini
menjadi bagian yang halus, tidak larut dalam air dan mengendap berlapis-lapis, lapisan
ini tertimbun tidak beraturan. Tanah liat bercampur dengan material lain, antara lain
Besi Oksida, Kalium Oksida, Natrium Oksida, Phosphor Oksida dan bahan Organik. Sifat
dari tanah liat bila dipanaskan atau dibakar akan memampat dan menjadi keras. Adapun
komposisi tanah liat yang digunakan secara umum ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat fisik tanah liat


Fase Padat
Warna Coklat Kekuningan
Kadar air 8-25%
Bulk density 1.7 ton/m3
Spesifik Grafity 2,36
Silika ratio 2.9
Alumina ratio 2,7

c. Bahan tambahan
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan semen antara lain pasir besi
atau copper slag, pasir silika dan Gips atau Gypsum. Masing-masing akan diuraikan
sebagai berikut.
1) Pasir silika (SiO2)
Pasir silika berfungsi sebagai pembawa oksida silica (SiO2) dengan kadar yang
cukup tinggi yaitu sekitar 90-95 %. Depositnya berbentuk gunung-gunung pasir silika dan
berkadar SiO2 sekitar 90 %. Semakin murni pasir silika akan semakin putih warnanya
dan biasa disebut pasir kuarsa yang berkadar SiO2 mencapai 98,5 – 98 %. Warna pasir
silika dipengaruhi oleh adanya kotoran seperti Oksida Logam dan bahan Organik. Pasir
silika ini digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan semen jika kadar SiO2-
nya masih rendah. Spesifikasi pasir silica ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi pasir silika


Fase padat
Warna coklat kemerahan
Kadar air 6%
Bulk density 1,45 ton/m3
Spesifik grafity 2,37
Silika ratio 5,29
Alumina ratio 2,37

2) Gips/Gypsum (CaSO4.2H2O)
Gypsum ini yang pada umumnya terdapat di gunung-gunung disekitar gunung
gamping (kapur) adalah bahan sediment CaSO4 yang mengandung 2 molekul hidrat.
Bahan ini ditambah setelah campuran bahan mentah dibakar menjadi terak.
Penambahan gypsum dilakukan pada penggilingan akhir dengan perbandingan 96 : 4.
Untuk pembuatan semen gypsum yang diijinkan mempunyai kandungan CaSO4 50–60 %
dan air bebas 2,8 %.

Tabel 4. Spesifikasi gypsum


Fase Padat
Warna Putih
Kadar air 10%
Bulk density 1,7 ton / m3
3) Copper slag
Copper slag merupakan produk samping pada proses peleburan dan pemurnian
tembaga dari bahan baku konsentrat tembaga. Copper slag dihasilkan dari proses
peleburan tembaga disemelter dari hasil pengikatan besi dengan pasir silika dan batu
gamping yang ditambahkan sebagai fluks untuk membentuk senyawa stabil dari CaO-
FeO-SiO2. Komponen utama copper slag adalah Oksida Besi (FeO), Dioksida Silikon
(SiO2), Oksida Kalsium (CaO) dan Oksida Alumminium(AL2O3). Copper slag mempunyai
sifat fisik dan kimiawi sangat stabilseperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Copper Slag untuk Semen Portland


% FeO 45 - 55
% SiO2 30 - 38
% CaO 3-7
% Al2O3 1-5
Specific gravity
True 3,5 - 3,7
Apparent 1,0 - 2,1
Spesifikasi Kopper Slag
Fase Padat
Warna Hitam
Bulk density 1,8 ton/m3

Kandungan besi yang tinggi pada copper slag menyebabkan material ini
mempunyai densitas yang tinggi dan juga berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan
pasir alam. Sebagai pengganti pasir besi alam, copper slag mempunyai keunggulan-
keunggulan di bandingkan pasir besi alam, yaitu:
 Tidak terpengaruh cuaca
 Suplai yang stabil
 Kwalitas yang stabil
 Mengurangi kebutuhan energy
 Harga yang lebih terjangkau

d. Penyiapan Bahan Baku


Semua bahan baku dihancurkan sampai menjadi bubuk halus dan dicampur
sebelum memasuki proses pembakaran. Pengeringan awal bahan baku diperlukan untuk
proses penggilingan dengan sistim kering dan sebelum dilanjutkan pada proses
selanjutnya bahan tersebut harus dianalisa terlebih dahulu. Analisa yang dilakukan
meliputi: 1) Analisa Kadar Air Bahan Mentah dan 2) Analisa kadar CaO, SiO2, Al2O3,
Fe2O3 dan MgO.
e. Proses Pembuatan Semen
Semen dapat dibuat dengan 2 cara Proses Basah Proses Kering. Perbedaannya
hanya terletak pada proses penggilingan dan homogenisasi.
1) Quarry ( Penambangan ):
Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material
lain yang mengandung kalsium, silikon,alumunium,dan besi oksida yang diekstarksi
menggunakan drilling dan blasting.
a) Penambangan Batu Kapur:
Membuang lapisan atas tanah Pengeboran Membuat lubang dengan bor untuk
tempat Peledakan Blasting ( peledakan ) Dengan teknik electrical detonation.
b) Penambangan Batu Silika:
Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena batuan silika merupakan
butiran yang saling lepas dan tidak terikat satu sama lain. Penambangan dilakukan
dengan pendorongan batu silika menggunakan dozer ke tepi tebing dan jatuh di
loading area.
c) Penambangan Tanah Liat:
Penambangan Tanah Liat Dilakukan dengan pengerukan pada lapisan permukaan
tanah dengan excavator yang diawali dengan pembuatan jalan dengan sistem
selokan selang seling.

2) Crushing
Pemecahan material material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih
kecil dengan menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran < 1 m → < 50 m Batu silika
dari ukuran < 40 cm→ < 200 mm

3) Conveying:
Bahan mentah ditransportasikan dari area penambangan ke lokasi pabrik untuk
diproses lebih lanjut dengan menggunakan belt conveyor.

4) Raw Mill ( Penggilingan Bahan Baku ):


Pada proses penggilinagn terdapat perbedaan antara proses basah dan roses
kering. Proses Basah dimulai dengan mencampur semua bahan baku dengan air. Setelah
itu dihancurkan. Kemudian bahan yang sudah dihancukan tadi dibakar menggunakan
bahan bakar minyak. Karena membutuhkan banyak BBM, proses ini sudah jarang
dilakukan oleh produsen semen.
Proses ini memakai proses penggilingan yang dilanjutkan dengan proses
pembakaran. Ada lima tahapan dalam proses ini, seperti proses pengeringan dan
penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal, proses pencampuran untuk
mendapatkan campuran yang homogen, proses pembakaran bahan baku untuk
menghasilkan terak, proses pendinginan terak, dan terakhir proses penggilingan clinker
dan gypsum.

5) Homogenisasi
Proses Basah Slurry dicampur di mixing basin,kemudian slurry dialirkan ke tabung
koreksi; proses pengoreksian. Proses Kering Terjadi di blending silo dengan sistem aliran
corong.
6) Pembakaran/ Pembentukan Clinker:
Pembakaran/ Pembentukan Clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat
berbentuk tabung yang di dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design untuk
memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari pembakaran bahan
bakar.

Semua proses yang dimulai dari penyiapan bahan susun, pencampuran,


pemanasan dan penggilingan berjalan dalam sebuah sistem yang berurutan yang secara
skematik ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 8. Skematik proses pembuatan semen Portland.

3. Jenis dan fungsi semen Portland


Berdasarkan uraian proses pembuatan semen dapat diketahui bahwa semen
merupakan bahan yang terbentuk dari berbagai bahan susun yang memiliki karakteristik
dan senyawa kimia masing-masing. Setelah menjadi sebuah bahan semen Portland maka
telah terbentuk sebuah bahan semen yang memeiiki karakteristik kimia tersendiri.
Bahan dasar pembentuk semen Portland pada dasarnya terdiri atas kapur (lime), silika,
senyawa alumina dan oksida besi yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam suatu
proses pembakaran tungku pada suhu tinggi.
Jenis-jenis semen Porland dijlasifikasikan dalam 5 Tipe masing-masing memiliki
kegunaan tertentu atau untuk tujuan tertentu. Jenis-jenis semen tersebut adalaj:
 Semen Porland Tipe I
 Semen Porland Tipe II
 Semen Porland Tipe II
 Semen Porland Tipe IV
 Semen Porland Tipe V

1) Semen Portland Tope I


Fungsi semen portland type I digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang
tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal.
Cocok dipakai pada tanah dan air yang mengandung sulfat 0, 0% – 0, 10 % dan dapat
digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, perkerasan
jalan, struktur rel, dan lain-lain. Komposisi bahan susun Semen Portland Tipe I disajikan
pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Semen Portland Tipe I


Nama Senyawa Presentase
Tricalsium Silicate(C3S) 51%
Dicalsium Silicate(C2S) 24%
Tricalsium Aluminate(C3A) 6%
Tetracalsium Aluminate Ferrit(C4AF) 11%
Magnesium Oksida(MgO) 2,9%
Sulfur Trioksida(SO3) 2,5%

2) Semen PortLand Type II


Fungsi semen portland type II digunakan untuk konstruksi bangunan dari beton
massa yang memerlukan ketahanan sulfat ( Pada lokasi tanah dan air yang mengandung
sulfat antara 0, 10 – 0, 20 % ) dan panas hidrasi sedang, misalnya bangunan dipinggir
laut, bangunan dibekas tanah rawa, saluran irigasi, beton massa untuk dam-dam dan
landasan jembatan. Komposisi Semen Portland Tipe II disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Semen Portland Tipe II


Nama Senyawa Presentase
Tricalsium Silicate (C3S) 51%
Dicalsium Silicate(C2S) 24%
Tricalsium Aluminate(C3A) 6%
Tetracalsium Aluminate Ferrit(C4AF) 11%
Magnesium Oksida(MgO) 2,9%
Sulfur Trioksida(SO3) 2,5%

0,8% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO


3) Semen Portland type III
Fungsi semen portland type III digunakan untuk konstruksi bangunan yang
memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan
terjadi, misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan tingkat tinggi,
bangunan-bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap serangan
sulfat. Komposisi bahan susun Semen Portland Tipe III disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Semen Portland Tipe III


Nama Senyawa Presentase
Tricalsium Silicate (C3S) 57%
Dicalsium Silicate(C2S) 19%
Tricalsium Aluminate(C3A) 10%
Tetracalsium Aluminate Ferrit(C4AF) 7%
Magnesium Oksida(MgO) 3,0%
Sulfur Trioksida(SO3) 3,1%

0,9% hilang dalam pembakaran, dan 1,3% bebas CaO

4) Semen Portland type IV


Fungsi Semen Portland type IV digunakan untuk keperluan konstruksi yang
memerlukan jumlah dan kenaikan panas harus diminimalkan. Oleh karena itu semen
jenis ini akan memperoleh tingkat kuat beton dengan lebih lambat ketimbang Portland
tipe I. Tipe semen seperti ini digunakan untuk struktur beton masif seperti dam gravitasi
besar yang mana kenaikan temperatur akibat panas yang dihasilkan selama proses
curing merupakan faktor kritis. Komposisi bahan susun Semen Portland Tipe IV disajikan
pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi Semen Portland Tipe IV


Nama Senyawa Presentase
Tricalsium Silicate (C3S) 28%
Dicalsium Silicate(C2S) 49%
Tricalsium Aluminate(C3A) 4%
Tetracalsium Aluminate Ferrit(C4AF) 12%
Magnesium Oksida(MgO) 1,8%
Sulfur Trioksida(SO3) 1,9%

0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO


5) Semen Portland type V
Fungsi semen portland type V dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada
tanah/ air yang mengandung sulfat melebihi 0, 20 % dan sangat cocok untuk instalasi
pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan,
dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi bahan susun Semen Portland Tipe IV disajikan
pada Tabel 10.

Tabel 10. Komposisi Semen Portland Tipe V


Nama Senyawa Presentase
Tricalsium Silicate (C3S) 38%
Dicalsium Silicate(C2S) 43%
Tricalsium Aluminate(C3A) 4%
Tetracalsium Aluminate Ferrit(C4AF) 9%
Magnesium Oksida(MgO) 1,9%
Sulfur Trioksida(SO3) 1,8%

0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO

Selain jenis-jenis semen diatas, terdapat pula jenis semen yang digunakan untuk suatu
fungsi yang spesifik, sebagai berikut:

a) Super Masonry Cement


Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi perumahan gedung, jalan dan irigasi
yang struktur betonnya maksimal K 225. Dapat juga digunakan untuk bahan baku
pembuatan genteng beton, hollow brick, Paving Block, tegel dan bahan bangunan
lainnya.

b) Oil Well Cement, Class G-HSR (High Sulfate Resistance)


Merupakan semen Khusus yang digunakan untuk pembuatan sumur minyak bumi
dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak bawah permukaan laut dan bumi, OWC
yang telah diproduksi adalah class G, HSR ( High Sulfat Resistance) disebut juga sebagai
” BASIC OWC” . adaptif dapat ditambahkan untuk pemakaian pada berbagai kedalaman
dan temperatur.

c) Portland Composite Cement (PCC)


Semen memenuhi persyratan mutu portland composite cement SNI 15-7064-
2004. Dapat digunakan secara luas untuk konstruksi umum pada semua beton. Struktur
bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan bangunan, beton
pra tekan dan pra cetak, pasangan bata, Plesteran dan acian, panel beton, paving
block, hollow brick, batako, genteng, potongan ubin, lebih mudah dikerjakan, suhu
beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih
kedap air dan permukaan acian lebih halus.
d) Super ” Portland Pozzolan Cement” (PPC)
Semen yang memenuhi persyaratan mutu semen Portland Pozzoland SNI 15-0302-
2004 dan ASTM C 595 M-05 s. Dapat digunakan secara luas seperti :
 konstruksi beton massa ( bendungan, dam dan irigasi)
 Konstruksi Beton yang memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat (
Bangunan tepi pantai, tanah rawa) .
 Bangunan / instalasi yang memerlukan kekedapan yang lebih tinggi.
 Pekerjaan pasangan dan plesteran.

Beberapa contoh kemasan semen Portland disajikan pada gambar berikut.


4. Reaksi kimia Portland semen
Sebelum adanya semen tipe PPC maka yang banyak digunakan di lapangan adalah semen
Tipe I atau yang dikenal pula dengan OPC (Ordinary Porland Cement). Secara umum, komposisi
kimia semen didominasi oleh 4 senyawa utama, yaitu Tricalsium Silicate (C3S), Dicalsium
Silicate(C2S), Tricalsium Aluminate(C3A) dan Tetracalsium Aluminate Ferrit(C4AF). Di luar
senyawa-senyawa tersebut terdapat beberapa senyawa lain (senyawa minor) yang terdapat
dalam semen dengan proporsi kandungan yang terbatas, antara lain MgO, TiO 2, Mn2O3, K2O dan
Na2O.
Senyawa-senyawa silikat (C3S dan C2S) merupakan unsur terpenting dari semen Portland
karena berperan dalam pertumbuhan kekuatan semen melalui proses hidrasi. Senyawa tersebut
bukan merupakan senyawa murni, tetapi mengandung sedikit senyawa-senyawa oksida.
Keberadaan senyawa C3A dalam semen adalah guna memfasilitasi penggabungan bahan kapur
(lime) dan bahan silika dalam proses produksi semen. Pada proses selanjutnya, senyawa ini
sebetulnya tidak menguntungkan karena tidak memiliki kontribusi apapun terhadap
pertumbuhan kekuatan beton, bahkan apabila struktur beton dibangun di daerah yang
mengandung senyawa sulfat maka senyawa C3A akan bereaksi membentuk ettringite
(C3A.CS.H32) yang merugikan. Senyawa C 4AF, yang terkandung dalam semen dengan jumlah yang
sangat terbatas, tidak banyak berpengaruh terhadap perilaku dan karakteristik hasil hidrasi
semen, akan tetapi senyawa ini akan bereaksi dengan gypsum untuk membentuk kalsium
sulfoferit yang dapat mempercepat hidrasi senyawa-senyawa silikat.
Dalam proses pencampuran butiran semen dan air terjadi reaksi hidrasi semen.
Senyawa-senyawa silikat, yaitu C3S dan C2S dengan cepat akan berhidrasi, dimana senyawa C3S
berhidrasi jauh lebih cepat dari senyawa C2S. Seiring dengan waktu kedua senyawa akan
membentuk pasta yang mengeras. Reaksi hidrasinya dapat dituliskan sebagai berikut:
Untuk C3S: 2C3S  6H  C3S 2H3  3Ca(OH)2 (1)
(100) (24) (75) (49)
Untuk C2S: 2C2S  4H  C3S2H3  3Ca(OH)2 (2)
(100) (21) (99) (22)
Angka-angka di dalam kurung menunjukkan besarnya perbandingan masa senyawa. Tampak
pada persamaan kimia tersebut bahwa kedua senyawa silikat membutuhkan jumlah air yang
relatif sama untuk hidrasi, tetapi senyawa C 3S menghasilkan senyawa kalsium karbonat
(Ca(OH)2) dua kali lebih banyak dari pada C2S. Kalsium karbonat inilah yang berperan terhadap
pengerasan pasta semen.
Reaksi C3A dengan air berlangsung sangat cepat dan dapat terjadi flash set atau
pengerasan mendadak. Guna mencegah terjadinya flash set pada semen ditambahkan gypsum
untuk memperlambat pengerasan.

4.1. Serangan sulfat pada beton keras


Struktur beton yang mengalami serangan sulfat terutama adalah untuk bangunan-
bangunan beton yang didirikan di daerah bertanah liat atau lempung yang mengandung
senyawa-senyawa sulfat ( SO42 ), seperti sodium (Sd), kalsium (Ca) atau magnesium (Mg) sulfat.
Beton yang mengalami serangan sulfat dalam matrik betonnya akan terbentuk ettringite yang
sangat ekspansif dimana volume ettringite mencapai lebih dari 2 kali bahan pembentuknya.

4.1.2. Proses terbentuknya Ettringite


Beton merupakan kumpulan agregat yang disatukan dengan kalsium karbonat (Ca(OH)2)
yang mengeras dan membentuk satu kesatuan masa yang kokoh. Keberadaan senyawa sulfat
dalam beton akan mampu melarutkan senyawa kalsium karbonat dan membentuk kalsium
sulfat (gypsum) dan kalsium sulfoaluminat (ettringite).
3Ca(OH)2  2SO 24   2 Al(OH)41  Ca 3 (SO 4 )2 ( Al(OH)4 )2  6OH1 (3)

Terbentuknya ettringite pada beton menyebabkan sifat beton yang keras akan menjadi
melunak sehingga hilang kekuatan tekannya. Disamping itu, sifat ekspansif ettringite
menyebabkan beton menjadi mengembang atau menggelembung.
Serangan sulfat pada beton dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu serangan eksternal dan
serangan internal. Serangan sulfat secara eksternal dimungkinkan oleh beberapa hal berikut:
1) porositas beton yang relatif tinggi,
2) struktur beton berada pada lingkungan dengan kandungan sulfat yang tinggi, serta
3) adanya media air.
Serangan sulfat secara internal terjadi karena terbentuknya ettringite pada beton merupakan
katalis terbentuknya semakin banyak ettringite pada beton tersebut sehingga kerusakan beton
akan semakin besar dan menyebar.
Senyawa sulfat dapat menyerang beton terhadap senyawa-senyawa pembentuknya,
yaitu: trikalsium silikat (C3S), dikalsium silikat (C2S) atau trikalsium aluminat (C3A), tergantung
senyawa yang paling dominan.
1) Serangan senyawa sulfat pada senyawa silikat hidrat (CSH) akan membentuk gipsum
(CaSO4.2H2O).
CH atau CSH + SO42- + H2O  CSH2 (Gipsum)

2) Serangan senyawa sulfat pada senyara silikat aluminat hidrat (CAH) akan membentuk
ettringite.
CAH + CSH2 + H2O  C3A.CS.H32 (ettringite)

3) Serangan sulfat pada senyawa-senyawa silikat hidrat dimana dalam reaksinya terdapat
ion-ion karbonat (SO42-, CO32-) akan membentuk thaumasite.
CH atau CSH + SO42- atau CO32- + H2O  CS.CS.CCH15 (thaumasite)

Pembentukan senyawa thaumasite pada beton bersamaan dengan terjadinya kehilangan


kekuatan dan lekatan beton sehingga beton yang semula keras menjadi lunak seperti
bubur. Serangan seperti ini terutama terjadi akibat serangan sulfat yang terkandung pada
senyawa garam-garaman dan pada kondisi lingkungan yang lembab dengan temperatur
yang rendah.

4) Serangan sulfat dari Magnisum Sulfat (MgSO4) pada senyawa silikat hidrat akan
membentuk gipsum dan gel-gel silika.
CH atau CSH + MgSO4 + H2O  CSH2 + Mg(OH)2 + SiO2.xH2O
gipsum brucite silika gel

Pada serangan ini meskipun tidak terbentuk ettringite namun telah menyebabkan beton
kehilangan kekuatan dan lekatan sehingga melunak.

4.1.2. Kerusakan beton akibat serangan sulfat


Struktur beton yang mendapatkan serangan sulfat ditandai dengan timbulnya warna
keputihan (whitish) di permukaannya. Warna ini merupakan indikasi terbentuknya gypsum
(kalsium sulfat (CaSO4)) dan kalsium sulphoaluminat (ettringite). Ettringite yang terbentuk
memiliki volume sekitar 2 kali lebih besar dari zat pembentuknya. Akibatnya, pengembangan
yang terjadi dapat menyebabkan kerusakan beton berupa retak-retak atau bahkan spalling.
Sedangkan lapisan gypsum yang terjadi pada beton akan melunakan kalsium karbonat (Ca(OH)2)
sehingga beton menjadi lunak, mudah terkelupas dan keropos.
Serangan sulfat yang berasal dari luar (external), tingkat kerusakan yang ditimbulkan
tergantung dari konsentrasi sulfat dalam larutan dan tingkat permeabilitas beton. Apabila
betonnya porous dan/atau adanya tekanan dari luar yang tinggi yang memungkinkan terjadinya
penetrasi senyawa sulfat ke dalam beton, maka senyawa Ca(OH) 2 akan dapat terlarut dan
mengalir keluar dari lapisan beton. Di luar beton air akan diuapkan meninggalkan endapan
senyawa kalsium karbonat yang berwarna keputihan (whitish) menempel pada dinding beton.
Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus maka endapan putih yang menempel di dinding
betonpun semakin lama akan semakin menebal. Senyawa ini sebetulnya tidak membahayakan
struktur, akan tetapi apabila intensitas terjadinya cukup banyak akan menambah porositas dan
bahkan dapat menjadikan beton berlubang. Kondisi yang membahayakan untuk struktur
bangunan air dengan tekanan air yang tinggi. Tidak demikian halnya dengan terjadinya
ettringite pada beton, sekali senyawa ettringite terbentuk, senyawa ini memiliki kemampuan
untuk meprovokasi lapisan beton sekitarnya membentuk senyawa ettringite serupa. Akibatnya
kerusakan beton akan semakin besar dan meluas. Beton akan kehilangan kekuatannya dan
melunak dan bila dibiarkan tak tertangani kerusakannya akan melebar dan struktur beton akan
menjadi rapuh. Untuk struktur beton bertualang kondisi ini tentu sangat membahayakan karena
pelunakan beton akan disertai dengan terjadinya korosi baja tulangan. Kerusakan yang terjadi
pada beton dan baja sekaligus tentu akan sangat membahayakan kestabilan struktur beton
bertulang.

4.2. Serangan akibat bakteri asam


Bakteri asam merupakan jenis anaerob yang biasa hidup di tempat dengan kandungan
oksigen rendah. Bakteri ini memiliki kemampuan mengubah senyawa sulfat ( SO 24  ) yang ada
dalam air menjadi sulfit (S2-) yang selanjutnya apabila bereaksi dengan hidrogen (H+) akan
menghasilkan gas hydrogen sulfite (H2S). Jika terdapat suplai oksigen yang cukup, dari air atau
udara luar, maka senyawa hydrogen sulfite akan bereaksi membentuk senyawa asam sulfat
(H2SO4). Reaksi kimianya dapat dituliskan sebagai berikut:
Bakteri organik + SO 24   S2   H2O  CO2 (4)
S 2   2H  H2S (5)
H2S  2O2  H2SO4 (6)
Senyawa asam sulfat yang terjadi bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan senyawa
kalsium yang ada pada beton (mis. Ca(OH) 2) dan menghasilkan kalsium sulfat (CaSO4) dan air
(H2O). Reaksi kimia yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:
H2SO4  Ca(OH)2  CaSO4  H2O (7)
CaSO4  H2O   CaSO4 .2H2O (8)
Senyawa sulfat yang dihasilkan dari kalsium sulfat dan air (Persm. 8) adalah identik dengan
gypsum. Sebagaimana reaksi akibat sulfat, terbentuknya gypsum pada beton akibat serangan
bakteri asam tersebut akan menyebabkan beton melunak dan mengancam integritas struktur
dan bahkan dapat menyebabkan keruntuhan.

4.3. Kualitas Air


Banyak bangunan Teknik sipil yang berada di air, misalnya bendungan, dam,
dermaga, pilar dan abutment jembatan, pintu air. Kualitas air yang ada di sekitar
bangunan akan sangat mempengaruhi kestabilan bangunan beton yang ada. Secara umum
natural water, termasuk surface water, well water memiliki kualitas beraneka ragam. Ini
tergantung dari topografi keberadaan air tersebut (sumber air, daerah sekitar sumber) dan juga
sangat tergantung kegiatan manusia sepanjang / disekitar aliran air tersebut. Pada umumnya
untuk well water banyak mengandung mineral – mineral alam dan agresivitas CO 2 yang sangat
tinggi, sedangkan untuk air permukaan (air waduk, danau dan air sungai) keberadaan dari
mineral itu sangat beragam, yang pada umumnya ditentukan oleh sumber asal air (incoming
water) dan kegiatan pemukiman disekitar aliran air / waduk / sungai tersebut.
Salah satu aspek yang mempengaruhi kondisi bangunan di sekitar air adalah kualitas air.
Berbicara tentang kulaitas air, sangat terkait dengan kegunaan air tersebut dan juga sangat
terkait dengan lingkungan dimana air itu berada. Terdapat beberapa parameter yg menentukan
kualitas air. Parameter yg berpotensi untuk bersifat merusak (deteriorate parameter), antara
lain adalah :
 pH,
 SSA (salt strong acid = ion- ion negative yang berasal dari garam asam kuat ) misalnya
Cl-1 (ion klorid),
 SO4-2 (ion sulfat) dan ion nitrat (NO3-1).
 Selain itu juga oksigen – oksigen terlarut dalam air.
Ion – ion ini bersifat sangat korosif terhadap logam. Keberadaan ion – ion ini sangat
tergantung dari sumber air / incoming water ataupun sebagai akibat pencemaran
kegiatan penduduk setempat.
 Alkalinitas air
M alk , yaitu merupakan kandungan total dari logam alkali yg ada dalam air, mencakup
logam alkalin Na , K da alkali tanah Ca+2 dan Mg+2. Logam – logam ini pada umumnya
di air alam berupa senyawa bicarbonate (HCO3), senyawa karbonat (CO3) dan senyawa
basa hidroksida (OH). Sebagai deteriorate compound adalah keberadaan sebagai alkali
bicarbonate  HCO3
 Kesadahan air
total hardness ditandai dengan terbentuknya senyawa karbonat dari CaCO3 dan MgCO3,
jika total alkalinitas ( M alk, lebih besar dibandingkan dengan total kesadahan  maka
dapat dikatakan sifat air itu “aggressive”  cenderung untuk membentuk endapan
CaCO3 pada permukaan bangunan air.
 SSA ( salt strong acid = ion- ion negative yang berasal dari garam asam kuat ) misalnya
Cl-1 (ion klorid) , SO4-2 (ion sulfat ) dan ion nitrat (NO3-1). (salt strong acid).
Keberadaan ion – ion negative ini sangat aggressive terhadap mineral dalan beton
semen , terutama mineral Ca(OH)2 (portlandite)  sehingga mengakibatkan concrete
– corrosion tendency.
 Suhu air, yang akan menentukan kesetimbangan – kesetimbangan senyawa
bicarbonate, dan senyawa carbonate  releasing CO2 equilibrium  tendencious for
CaCO3 deposit along the surface.
 Free CO2, CO2 aggressive, keberadaan CO2 bebas ini sangat tergantung pada
kedalaman air, semakin dalam CO2 free aakan semakin besar. Untuk air dengan M alk
yang tinggi pada permukaan / air dangkalpun kemungkinan CO2 free / CO2 aggressive
ini bisa sangat tinggi. Free CO2 ini sebagai pemicu untuk terjadinya kualitas air dengan
pH yg rendah, karena dalam air free CO2 akan terikat oleh air ementuk asam
carbonate. CO2 + H2)  H2CO3  H+ + HCO3 -1. Keberadaan H+ ini yg dapat
mengakibatkan struktur bangunan beton terkorosi karena dapat bereaksi dengan
portlandite (CaOH2) ataupun dengan besi tulangan (Fe).

5. Kerusakan Beton akibat serangan kimia


Secara umum kerusakan beton akibat serangan kimia dapat disebabkan oleh beberapa
peristiwa sebagai berikut:
 Karbonasi
 Klorida/Chloride
 Sulfat
 Leaching
 dekalsifikasi
 Air laut

5.1. Karbonasi
Karbonasi adalah hasil dari pelarutan CO2 yang terdapat dalam cairan pori beton akibat
bereaksi dengan senyawa kalsium, yaitu dari kalsium hidroksida dan kalsium silikat hidrat untuk
membentuk kalsit (CaCO3). Setelah beberapa jam, satu atau paling lama dua hari, permukaan
beton segar akan bereaksi dengan CO2 dari udara. Secara bertahap, proses ini akan terjadi
semakin dalam di dalam beton dengan kecepatan sebanding dengan akar kuadrat dari waktu.
Setelah sekitar satu tahun atau lebih, kedalaman dapat mencapai sekitar 1 mm untuk beton
padat yang permeabilitasnya yang rendah dan dibuat dengan rasio air / semen rendah, atau
dapat mencapai sampai dengan 5 mm atau lebih untuk beton lebih porous yang dibuat
menggunakan rasio air semen yang tinggi.
Pasta semen mengandung persentase berat kalsium hidroksida (Ca (OH) 2) sekitar 25-50%.
Larutan dalam pori beton normal terdiri dari kalsium hidroksida, natrium dan kalium hidroksida
memiliki pH sekitar 13-14. Beton dengan larutan pori pada pH 10-12 tergolong kurang alkali.
PH pasta semen pada beton yang telah sepenuhnya mengalami karbonasi dapat mencapai
sekitar 7. Beton akan mengalami karbonasi jika CO2 dari udara atau dari air memasuki beton.

Ca (OH) 2 + CO2 -> CaCO3 + H2O

Ketika Ca (OH) 2 terlepas dari pasta hasil hidrasi CSH maka CaO yang juga akan karbonat
juga akan terbebas. Proses karbonasi membutuhkan air karena CO2 larut dalam air membentuk
H2CO3. Jika beton terlalu kering (RH <40%), CO2 tidak dapat larut dan tidak terjadi karbonasi.
Demikian pula jika beton terlalu basah (RH> 90%), maka CO2 tidak bisa masuk beton dan beton
tidak akan karbonat. Kondisi yang optimal untuk terjadinya karbonasi adalah pada saat beton
pada RH 50% (antara 40-90%). Secara umum karbonasi menyebabkan terjadinya penurunan
porositas sehingga pasta betonn yang mengalami karbonasi menjadi lebih kuat. Oleh karena itu,
disatu sisi karbonasi memberikan keuntungan karena beton menjadi lebih kuat.Namun disisi
lain, karbonasi dapat menjadi kelemahan beton bertulang akibat penurunan PH beton, menjadi
sekitar 7, yang merupakan nilai PH di bawah ambang batas pasivasi baja. Gambar
Gambar 9. Bagian beton yang mengalami karbonasi.

Karbonasi pada beton dapat diketahui dengan adanya zona berubah warna di permukaan
beton. Perubahan warna yang terjadi dapat bervariasi dari abu-abu terang dan yang sulit untuk
dikenali warnanya ke warna oranye yang kuat dan mudah dikenali. Karbonasi dapat selidiki
dengan menggunakan indikator fphenolphthalein (kertas lakmus). Kertas lakmus dapat di
tempelkan pada permukaan beton. Jika warna indikator berubah ungu, maka pH beton di atas
8,6. Namun jika indikator tidak mengalami perubahan warna, maka, pH betonnya di bawah 8,6,
yang menunjukkan telah terjadinya karbonasi. Suatu pasta beton yang telah sepenuhnya
mengalami karbonasi memiliki pH sekitar 8,4. Secara mikroskopis, karbonasi dapat dikenali
dengan adanya kristal kalsit dan tidak adanya kalsium hidroksida, ettringite dan butiran semen
tak-terhidrasi. Secara umum, terjadinya karbonasi menyebabkan penurunan sifat pasivitas
beton dalam mencegah terjadinya korosi baja, sehingga baja tulangan yang berada pada bagian
beton yang mengalami karboasi terancam korosi. Proses korosi baja tulangan akan menghasilkan
ettringite yang dapat merusak matrik beton karena spalling.

5.2. Klorida/Chloride
Klorida, terutama kalsium klorida, telah digunakan untuk mempersingkat waktu seting
time (pengerasan) beton. Namun, kalsium klorida dan (untuk tingkat yang lebih rendah) natrium
klorida telah terbukti melarutkan kalsium hidroksida dan menyebabkan terjadinya perubahan
kimia dalam semen Portland dan hilangannya kekuatan beton. Senyawa klorida juga menyerang
tulangan baja dalam beton.
Serangan klorida adalah salah satu aspek yang paling penting untuk dipertimbangkan
yang berhubungan dengan daya tahan beton/durabilitas. Serangan klorida menjadi sangat
penting karena potensi terhadap korosi tulangan. Statistik telah menunjukkan bahwa lebih dari
40 persen dari kegagalan struktur ini disebabkan korosi tulangan.

Karena alkalinitas tinggi maka pada permukaan beton terbentuk lapisan oksida pelindung pada
permukaan baja tulangan. Namun lapisan pasif pelindung ini dapat hilang apabila beton
mengalami karbonasi. Lapisan pelindung ini juga dapat hilang karena adanya klorida yang
terlarut dalam air dan oksigen. Pada kenyataannya serangan klorida yang dapat menyebabkan
korosi tulangan lebih sering terjadi dan lebih serius daripada kerusakan beton akibat alasan
lain. Sekarang dapat dipahami bahwa Sulfat menyerang beton sedangkan klorida menyerang
baja tulangan.

5.3. Sulfat
Ini adalah jenis kerusakan beton yang banyak terjadi di mana air yang mengandung sulfat
terlarut menembus beton keras. Sulfat yang terlarut dalam air bereaksi dengan hasil hidrasi
CSH pada beton atau pasta sehingga menjadi ettringite yang lunak. Reaksi akibat sulfat dapat
dengan mudah dikenali pada permukaan beton normal. Hal ini terjadi karena komposisi dan
struktur mikro dari beton mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi bervariasi dalam jenis
atau tingkat kerusakan yang ditimbulkan.

a) Proses Kimia
senyawa sulfat + hasil hidrasi kalsium alumina dan / atau komponen kalsium hidroksida dari
pasta semen yang mengeras + air = ettringite (kalsium sulphoaluminate hidrat)

C3A.Cs.H18 + 2CH + 2s + 12H = C3A.3Cs.H32

C3A.CH.H18 + 2CH + 3s + 11H = C3A.3Cs.H32

senyawa sulfat + hasil hidrasi kalsium alumina dan / atau komponen kalsium hidroksida dari
pasta semen yang mengeras + air = gypsum (kalsium sulfat hidrat)

Na2SO4 + Ca (OH) 2 + 2H2O = CaSO4.2H2O + 2NaOH

MgSO4 + Ca (OH) 2 + 2H2O = CaSO4.2H2O + Mg (OH) 2


Kedua bentuk reaksi kimia tersebut tergantung pada:
 Konsentrasi dan sumber senyawa sulfat
 Komposisi semen pasta pada beton

2. Proses Fisik.
 Proses fisika-kimia yang kompleks dari "serangan sulfat" saling berhubungan dengan kondisi
kerusakan yang dihasilkan.
 Terjadinya serangan sulfat secara fisik sering ditunjukkan dengan penggelembungan
(terbentuknya natrium sulfat Na2SO4 dan / atau Na2SO4.10H2O) pada permukaan beton.
 Kerusakan akibat sulfat bukan hanya masalah kosmetik, tetapi itu menunjukkan
kemungkinan yang nyata adanya serangan kimia dan potensi perubahan senyawa mikro dalam
matriks beton.
Kedua fenomena kimia dan fisika yang diamati pada permukaan beton merupakan bukti telah
terjadinya serangan sulfat, dan keduanya tidak dapat saling dipisahkan.

Gambar 11. Kerusakan beton bertulang akibat serangan sulfat menyebkan


permukaan beton terkelupas (spalling) (kiri) dan terjadinya aliran air
tanah yang mengandung sulfat keatas memalui pori pasanga bata

Gambar 12. Kerusakan tumpukan gelagar beton (kiri) dana pilar jembatan akibat
serangan sulfat (kanan).
Gambar 12. Hasil foto electron pada permukaan beton yang mengalami serangan
sulfat.

Sumber-sumber senyawa sulfat


Sumber-sumber sulfat dapat dikelompokkan sebagai sumber internal dan eksternal.
a) Sumber internal:
Kerusakan akibat sulfat dari sumber internal relative jarang terjadi. Sumber
sulfat internal berasal dari bahan susun beton, seperti semen hidrolik, fly ash,
agregat, dan proses pencampuran.
 Semen portland mungkinmengandung terlalu banyak sulfat.
 adanya gipsum alami dalam agregat.
 Bahan tambah (Admixtures) juga dapat mengandung sejumlah kecil sulfat.

b) Sumber Eksternal
Kerusakan beton akibat sulfat dari sumber eksternal lebih banyak terjadi dan
biasanya sulfat berasal dari tanah yang kandungan sulfatnya tinggi, dan air tanah
yang mengandung sulfat, atau sulfat hasil dari polusi udara di atmosfer atau
industri.
 Tanah dapat mengandung jumlah gypsum atau sulfat yang berlebihan
 air tanah mengalir melalui pori bton menuju ke pondasi, dinding penahan
tanah, dan struktur bawah lainnya.
 Hasil limbah industri.

Anda mungkin juga menyukai