Baeton merupakan material konstruksi yang terkenal karena kekuatannya yang seperti
batu, keras dan kokoh. Pentingnya beton dalam kehidupan masyarakat modern tidak
bisa dihindarkan. Lihatlah di sekitar kita, dengan mudah kita akan dapat menemukan
struktur beton di mana-mana, seperti bangunan rumah, jalan, jembatan, dan
bendungan, dll. Beton adalah material komposit yang terdiri dari bahan pengisi dan
bahan pengikat. Sebagai bahan pengikat adalah pasta semen yang merekatkan agregat
dan membentuk matrik beton yang kuat dan kokoh. Pasta semen sebagai bahan
pengikat diperoleh dari campuran air dan semen. Sedangkan filler dapat berupa pasir
(agregat halus) atau kerikil (agregat kasar).
Semen sebagai bahan utama merupakan campuran senyawa yang dibuat dengan
membakar batu kapur (limestone) dan tanah liat (clay) bersama-sama pada suhu yang
sangat tinggi berkisar 1.400-1.600oC.
Gambar 3. Korosi baja pada bangunan air yang sifat airnya agresif yang
mempengaruhi terjadi korosi di permukaan beton.
Gambar 4. Korosi beton yang ditandai dengan munculnya lapisan kapur putih yang
meleleh pada permukaan beton.
Gambar 6. Retak-retak akibat terbentuknya ettringite (delayed ettringite
formation)
c. Bahan tambahan
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan semen antara lain pasir besi
atau copper slag, pasir silika dan Gips atau Gypsum. Masing-masing akan diuraikan
sebagai berikut.
1) Pasir silika (SiO2)
Pasir silika berfungsi sebagai pembawa oksida silica (SiO2) dengan kadar yang
cukup tinggi yaitu sekitar 90-95 %. Depositnya berbentuk gunung-gunung pasir silika dan
berkadar SiO2 sekitar 90 %. Semakin murni pasir silika akan semakin putih warnanya
dan biasa disebut pasir kuarsa yang berkadar SiO2 mencapai 98,5 – 98 %. Warna pasir
silika dipengaruhi oleh adanya kotoran seperti Oksida Logam dan bahan Organik. Pasir
silika ini digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan semen jika kadar SiO2-
nya masih rendah. Spesifikasi pasir silica ditunjukkan pada Tabel 3.
2) Gips/Gypsum (CaSO4.2H2O)
Gypsum ini yang pada umumnya terdapat di gunung-gunung disekitar gunung
gamping (kapur) adalah bahan sediment CaSO4 yang mengandung 2 molekul hidrat.
Bahan ini ditambah setelah campuran bahan mentah dibakar menjadi terak.
Penambahan gypsum dilakukan pada penggilingan akhir dengan perbandingan 96 : 4.
Untuk pembuatan semen gypsum yang diijinkan mempunyai kandungan CaSO4 50–60 %
dan air bebas 2,8 %.
Kandungan besi yang tinggi pada copper slag menyebabkan material ini
mempunyai densitas yang tinggi dan juga berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan
pasir alam. Sebagai pengganti pasir besi alam, copper slag mempunyai keunggulan-
keunggulan di bandingkan pasir besi alam, yaitu:
Tidak terpengaruh cuaca
Suplai yang stabil
Kwalitas yang stabil
Mengurangi kebutuhan energy
Harga yang lebih terjangkau
2) Crushing
Pemecahan material material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih
kecil dengan menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran < 1 m → < 50 m Batu silika
dari ukuran < 40 cm→ < 200 mm
3) Conveying:
Bahan mentah ditransportasikan dari area penambangan ke lokasi pabrik untuk
diproses lebih lanjut dengan menggunakan belt conveyor.
5) Homogenisasi
Proses Basah Slurry dicampur di mixing basin,kemudian slurry dialirkan ke tabung
koreksi; proses pengoreksian. Proses Kering Terjadi di blending silo dengan sistem aliran
corong.
6) Pembakaran/ Pembentukan Clinker:
Pembakaran/ Pembentukan Clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat
berbentuk tabung yang di dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design untuk
memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari pembakaran bahan
bakar.
Selain jenis-jenis semen diatas, terdapat pula jenis semen yang digunakan untuk suatu
fungsi yang spesifik, sebagai berikut:
Terbentuknya ettringite pada beton menyebabkan sifat beton yang keras akan menjadi
melunak sehingga hilang kekuatan tekannya. Disamping itu, sifat ekspansif ettringite
menyebabkan beton menjadi mengembang atau menggelembung.
Serangan sulfat pada beton dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu serangan eksternal dan
serangan internal. Serangan sulfat secara eksternal dimungkinkan oleh beberapa hal berikut:
1) porositas beton yang relatif tinggi,
2) struktur beton berada pada lingkungan dengan kandungan sulfat yang tinggi, serta
3) adanya media air.
Serangan sulfat secara internal terjadi karena terbentuknya ettringite pada beton merupakan
katalis terbentuknya semakin banyak ettringite pada beton tersebut sehingga kerusakan beton
akan semakin besar dan menyebar.
Senyawa sulfat dapat menyerang beton terhadap senyawa-senyawa pembentuknya,
yaitu: trikalsium silikat (C3S), dikalsium silikat (C2S) atau trikalsium aluminat (C3A), tergantung
senyawa yang paling dominan.
1) Serangan senyawa sulfat pada senyawa silikat hidrat (CSH) akan membentuk gipsum
(CaSO4.2H2O).
CH atau CSH + SO42- + H2O CSH2 (Gipsum)
2) Serangan senyawa sulfat pada senyara silikat aluminat hidrat (CAH) akan membentuk
ettringite.
CAH + CSH2 + H2O C3A.CS.H32 (ettringite)
3) Serangan sulfat pada senyawa-senyawa silikat hidrat dimana dalam reaksinya terdapat
ion-ion karbonat (SO42-, CO32-) akan membentuk thaumasite.
CH atau CSH + SO42- atau CO32- + H2O CS.CS.CCH15 (thaumasite)
4) Serangan sulfat dari Magnisum Sulfat (MgSO4) pada senyawa silikat hidrat akan
membentuk gipsum dan gel-gel silika.
CH atau CSH + MgSO4 + H2O CSH2 + Mg(OH)2 + SiO2.xH2O
gipsum brucite silika gel
Pada serangan ini meskipun tidak terbentuk ettringite namun telah menyebabkan beton
kehilangan kekuatan dan lekatan sehingga melunak.
5.1. Karbonasi
Karbonasi adalah hasil dari pelarutan CO2 yang terdapat dalam cairan pori beton akibat
bereaksi dengan senyawa kalsium, yaitu dari kalsium hidroksida dan kalsium silikat hidrat untuk
membentuk kalsit (CaCO3). Setelah beberapa jam, satu atau paling lama dua hari, permukaan
beton segar akan bereaksi dengan CO2 dari udara. Secara bertahap, proses ini akan terjadi
semakin dalam di dalam beton dengan kecepatan sebanding dengan akar kuadrat dari waktu.
Setelah sekitar satu tahun atau lebih, kedalaman dapat mencapai sekitar 1 mm untuk beton
padat yang permeabilitasnya yang rendah dan dibuat dengan rasio air / semen rendah, atau
dapat mencapai sampai dengan 5 mm atau lebih untuk beton lebih porous yang dibuat
menggunakan rasio air semen yang tinggi.
Pasta semen mengandung persentase berat kalsium hidroksida (Ca (OH) 2) sekitar 25-50%.
Larutan dalam pori beton normal terdiri dari kalsium hidroksida, natrium dan kalium hidroksida
memiliki pH sekitar 13-14. Beton dengan larutan pori pada pH 10-12 tergolong kurang alkali.
PH pasta semen pada beton yang telah sepenuhnya mengalami karbonasi dapat mencapai
sekitar 7. Beton akan mengalami karbonasi jika CO2 dari udara atau dari air memasuki beton.
Ketika Ca (OH) 2 terlepas dari pasta hasil hidrasi CSH maka CaO yang juga akan karbonat
juga akan terbebas. Proses karbonasi membutuhkan air karena CO2 larut dalam air membentuk
H2CO3. Jika beton terlalu kering (RH <40%), CO2 tidak dapat larut dan tidak terjadi karbonasi.
Demikian pula jika beton terlalu basah (RH> 90%), maka CO2 tidak bisa masuk beton dan beton
tidak akan karbonat. Kondisi yang optimal untuk terjadinya karbonasi adalah pada saat beton
pada RH 50% (antara 40-90%). Secara umum karbonasi menyebabkan terjadinya penurunan
porositas sehingga pasta betonn yang mengalami karbonasi menjadi lebih kuat. Oleh karena itu,
disatu sisi karbonasi memberikan keuntungan karena beton menjadi lebih kuat.Namun disisi
lain, karbonasi dapat menjadi kelemahan beton bertulang akibat penurunan PH beton, menjadi
sekitar 7, yang merupakan nilai PH di bawah ambang batas pasivasi baja. Gambar
Gambar 9. Bagian beton yang mengalami karbonasi.
Karbonasi pada beton dapat diketahui dengan adanya zona berubah warna di permukaan
beton. Perubahan warna yang terjadi dapat bervariasi dari abu-abu terang dan yang sulit untuk
dikenali warnanya ke warna oranye yang kuat dan mudah dikenali. Karbonasi dapat selidiki
dengan menggunakan indikator fphenolphthalein (kertas lakmus). Kertas lakmus dapat di
tempelkan pada permukaan beton. Jika warna indikator berubah ungu, maka pH beton di atas
8,6. Namun jika indikator tidak mengalami perubahan warna, maka, pH betonnya di bawah 8,6,
yang menunjukkan telah terjadinya karbonasi. Suatu pasta beton yang telah sepenuhnya
mengalami karbonasi memiliki pH sekitar 8,4. Secara mikroskopis, karbonasi dapat dikenali
dengan adanya kristal kalsit dan tidak adanya kalsium hidroksida, ettringite dan butiran semen
tak-terhidrasi. Secara umum, terjadinya karbonasi menyebabkan penurunan sifat pasivitas
beton dalam mencegah terjadinya korosi baja, sehingga baja tulangan yang berada pada bagian
beton yang mengalami karboasi terancam korosi. Proses korosi baja tulangan akan menghasilkan
ettringite yang dapat merusak matrik beton karena spalling.
5.2. Klorida/Chloride
Klorida, terutama kalsium klorida, telah digunakan untuk mempersingkat waktu seting
time (pengerasan) beton. Namun, kalsium klorida dan (untuk tingkat yang lebih rendah) natrium
klorida telah terbukti melarutkan kalsium hidroksida dan menyebabkan terjadinya perubahan
kimia dalam semen Portland dan hilangannya kekuatan beton. Senyawa klorida juga menyerang
tulangan baja dalam beton.
Serangan klorida adalah salah satu aspek yang paling penting untuk dipertimbangkan
yang berhubungan dengan daya tahan beton/durabilitas. Serangan klorida menjadi sangat
penting karena potensi terhadap korosi tulangan. Statistik telah menunjukkan bahwa lebih dari
40 persen dari kegagalan struktur ini disebabkan korosi tulangan.
Karena alkalinitas tinggi maka pada permukaan beton terbentuk lapisan oksida pelindung pada
permukaan baja tulangan. Namun lapisan pasif pelindung ini dapat hilang apabila beton
mengalami karbonasi. Lapisan pelindung ini juga dapat hilang karena adanya klorida yang
terlarut dalam air dan oksigen. Pada kenyataannya serangan klorida yang dapat menyebabkan
korosi tulangan lebih sering terjadi dan lebih serius daripada kerusakan beton akibat alasan
lain. Sekarang dapat dipahami bahwa Sulfat menyerang beton sedangkan klorida menyerang
baja tulangan.
5.3. Sulfat
Ini adalah jenis kerusakan beton yang banyak terjadi di mana air yang mengandung sulfat
terlarut menembus beton keras. Sulfat yang terlarut dalam air bereaksi dengan hasil hidrasi
CSH pada beton atau pasta sehingga menjadi ettringite yang lunak. Reaksi akibat sulfat dapat
dengan mudah dikenali pada permukaan beton normal. Hal ini terjadi karena komposisi dan
struktur mikro dari beton mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi bervariasi dalam jenis
atau tingkat kerusakan yang ditimbulkan.
a) Proses Kimia
senyawa sulfat + hasil hidrasi kalsium alumina dan / atau komponen kalsium hidroksida dari
pasta semen yang mengeras + air = ettringite (kalsium sulphoaluminate hidrat)
senyawa sulfat + hasil hidrasi kalsium alumina dan / atau komponen kalsium hidroksida dari
pasta semen yang mengeras + air = gypsum (kalsium sulfat hidrat)
2. Proses Fisik.
Proses fisika-kimia yang kompleks dari "serangan sulfat" saling berhubungan dengan kondisi
kerusakan yang dihasilkan.
Terjadinya serangan sulfat secara fisik sering ditunjukkan dengan penggelembungan
(terbentuknya natrium sulfat Na2SO4 dan / atau Na2SO4.10H2O) pada permukaan beton.
Kerusakan akibat sulfat bukan hanya masalah kosmetik, tetapi itu menunjukkan
kemungkinan yang nyata adanya serangan kimia dan potensi perubahan senyawa mikro dalam
matriks beton.
Kedua fenomena kimia dan fisika yang diamati pada permukaan beton merupakan bukti telah
terjadinya serangan sulfat, dan keduanya tidak dapat saling dipisahkan.
Gambar 12. Kerusakan tumpukan gelagar beton (kiri) dana pilar jembatan akibat
serangan sulfat (kanan).
Gambar 12. Hasil foto electron pada permukaan beton yang mengalami serangan
sulfat.
b) Sumber Eksternal
Kerusakan beton akibat sulfat dari sumber eksternal lebih banyak terjadi dan
biasanya sulfat berasal dari tanah yang kandungan sulfatnya tinggi, dan air tanah
yang mengandung sulfat, atau sulfat hasil dari polusi udara di atmosfer atau
industri.
Tanah dapat mengandung jumlah gypsum atau sulfat yang berlebihan
air tanah mengalir melalui pori bton menuju ke pondasi, dinding penahan
tanah, dan struktur bawah lainnya.
Hasil limbah industri.