Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. KEMISKINAN
1. Pengertian Kemiskinan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, miskin itu berarti tidak berharta
benda.Miskin juga berarti tidak mampu mengimbangi tingkat kebutuhan hidup standard
dan tingkat penghasilan dan ekonominya rendah.Secara singkat kemiskinan dapat
didefenisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya kekurangan
materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standard kehidupan
yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Sedangkan Secara umum kemiskinan diartikan sebagai kurangnya pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok atau dasar.Mereka yang dikatakan berada di
garis kemiskinan adalah apabila tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
pokok.
Istilah Kemiskinan selalu melekat dan begitu popular dalam masyarakat yang
sedang berkembang.Istilah itu sangat mudah diucapkan tetapi begitu mudah untuk
menentukan yang miskin itu yang bagaimana siapa yang tergolong penduduk miskin.
Untuk memberi pemahaman konseptual, akan dikemukan dua pengertian kemiskinan,
yaitu:
a. Secara kualitatif, definisi kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup
manusia tidak layak sebagai manusia, dan
b. Secara kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana hidup manusia serba
kekurangan, atau dengan bahasa yang tidak lazim “tidak berharta benda” (Mardimin,
1996:20)
2. Jenis-Jenis Kemiskinan
Dalam membicarakan masalah kemiskinan, kita akan menemui beberapa jenis-
jenis kemiskinan yaitu:
a. Kemiskinan absolut. Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi
kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh
dan efisien,

3
4

b. Kemiskinan relatif . Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang atau


sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain dalam suatu daerah,
c. Kemiskinan Struktural. Kemiskinan struktural lebih menuju kepada orang atau
sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena struktur
masyarakatnya yang timpang, yang tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah,
d. Kemiskinan kultural. Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur atau budaya
masyarakatnya yang sudah turun temurun yang membuat mereka menjadimiskin
(Mardimin, 1996:24).

B. PEMBERDAYAAN: HASIL PERGESERAN PARADIGMA PEMBANGUNAN

Kemunculan istilah pemberdayaan sekitar pertengahan 1990-an


merupakan isyarat terjadinya perubahan paradigm pembangunan. Pada ulanya, paradigm
mdernisme telah mendominasi baik dalam perencanaan maupun praktik pembangunan.
Dalam paradigm tersebut, menurut Sanderson (1993), paling tidak terdapat tiga asumsi
pokok yaitu:

1. keterbelakangan cnderung dilihat sebagai suatu “keadaan asli” (orginal state), sebagai
suatu keadaan masyarakat yang telah ada dalam aneka bentuknya. Keterbelakangan
itu terjadi akibat belum masuknya: kapitalisme, sehingga untuk keluar dari
ketertinggalan, kapitalisme lah jawabnnya;
2. Keterbelakangan merupakan akibat dari banyaknya kekurangan yang ada;di dalam
suatu masyarakat, seperti kekurangan capital sehigga untuk mengatasiya diperlukan
formasi capital baru melalui difusi modal dan teknologi;
3. Masyarakat terbelakang biasanya tidak mempnyai semaacam kesadaran atau
mentalitas yang menawarkan perkembangan. Kemajuan dikatakan terjadi bila orang
telah mengadopsi pemikiran rasional, nilai-nilai yang berorientasi masa depan, dan
sistem etik. Semnetara itu, umumnya nilai-nilai local masyarakat dianggap tidak
kondusif bagi pencapaian kemajuan.
Jadi, dengan kata lain, menurut paradigm modernism tersebut, masalah
keterbelakangan suatu masyarakat bersumber dari masyarakat itu sendiri, sehingga
solusinya adalah perlunya bantuan dari pihak luar. Pihak luar inilah yang akan menata
5

proyek pembangunan, dengan sejumlah keyakinan bahwa mdel yang akan diciptakannya
bersifat universal sehingga tebebasa dari dimensi ruang dan waktu.
Ternyata secara empiris terbukti bahwa paradigma modernism tersebut
menyebabkan berbagai persoalan ketimpangan dimasyarakat. Sebagai kritik terhadap
ideology modernism, telah berkembang paradigma pembangunan berpusat pada rakyat
yang lebih memberikan tempat kepada rakyat untuk turut serta dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengawasi proses pembangunan. Dalam paying paradigm inilah,
wacana pemberdayaan mulai tumbuh. Pemberdayaan merupakan upaya untuk
mengaktualisasi potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Jadi, pendekatan
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat adalah penekanan pada
pentingnya masyarakat local yang mandiri sebagai suatau sistem yang mengorganisasi
diri mereka sendiri.
C. DIMENSI DAN PRINSIP- PRINSIP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

1. Dimensi Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan dapat diartikan sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan,
pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki
kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian sesuai
dengan tipe-tipe kekuasaan yang disebutkan sebelumnya. Menurut Edi Suharto
(1985:205) Pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu:
a) Enabling adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan
masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang menghambat.
b) Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan
kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian.
c) Protecting yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar
tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan
yang tidak seimbang, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap yang
lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi
6

dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus


melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing.
d) Supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada masyarakat lemah agar
mampu menjalankan peran dan fungsi kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu
menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang
semakin lemah dan terpinggirkan.
e) Fostering yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan
distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus
mampu menjamin keseimbangan dan keselarasan yang memungkinkan setiap orang
memperoleh kesempatan usaha.
Suatu diskursus pemberdayaan selalu akan dihadapkan pada fenomena
ketidakberdayaan sebagai titik tolak dari aktivitas pembedayaan. Ketidakberdayaan yang
dialami oleh sekelompok masyarakat telah menjadi bahan diskusi dan wacana akademis
dalam beberapa dekade terakhir ini. Di Indonesia, diskursus pemberdayaan semakin
menguat berkaitan dengan penguatan demokratisasi dan pemulihan (recovery) krisis
ekonomi. Kieffer dalam Edi Suharto (1998:211) mendeskripsikan secara konkrit tentang
kelompok mana saja yang mengalami ketidakberdayaan yaitu; “kelompok-kelompok
tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat seperti masyarakat kelas
ekonomi rendah; kelompok miskin, usaha kecil, pedagang kaki lima, etnis minoritas,
perempuan, buruh kerah biru, petani kecil, umumnya adalah orang-orang yang
mengalami ketidakberdayaan”.
Keadaan dan perilaku tidak berdaya yang menimpa kelompok tersebut sering
dipandang sebagai deviant atau menyimpang, kurang dihargai dan bahkan dicap sebagai
orang yang malas dan lemah yang disebabkan oleh dirinya sendiri.Padahal
ketidakberdayaan tersebut merupakan akibat faktor struktural dari adanya kekurangadilan
dan faktor kultural berupa diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu.
Menurut Sennet & Cabb (1972) dan Conway (1979) dalam Suharto (1998:209);
“ketidakberdayaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketiadaan jaminan
ekonomi, rendahnya akses politik, lemahnya akses informasi dan teknologi, ketiadaan
dukungan finansial serta tidak tersedianya pendidikan dan pelatihan”.Para teoritisi seperti
Seeman (1985), Seligman (1972), dan Learner (1986) yang dirangkum Suharto meyakini
7

bahwa “ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat merupakan akibat


dari proses internalisasi yang dihasilkan dari interaksi mereka dengan
masyarakat.Kelompok masyarakat yang kurang berdaya menganggap diri mereka lemah
dan tidak berdaya karena masyarakat menganggap demikian”.Seeman menyebutnya
dengan alienasi, Seligmen menyebutnya dengan ketidakberdayaan dan Learner
mengistilahkan dengan ketidakberdayaan surplus.
Berangkat dari fenomena ketidakberdayaan tersebut, maka muncul berbagai
tindakan pemberdayaan dengan berbagai pendekatan mulai dari program yang
berkelanjutan sampai pada aktivitas-aktivitas yang sporadis.Pengertian pemberdayaan
sendiri menjadi perhatian banyak pihak dari berbagai bidang, disiplin ilmu dan berbagai
pendekatan. Menurut Rappaport dalam Suharto (1998:3); “pemberdayaan menunjuk pada
usaha realokasi sumber daya melalui pengubahan struktur sosial.
2. Prinsip prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Teradapat empat prinsip yang sering digunakan untuk sukses nya program
pemberdayaan yaitu:

a) Prinsip kesetaraan
Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarkat adalah
adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang
elakukan program- program pemeberdayaan masyarakat, baiak laiki- laki maupun
peempuan. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan
mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu
sama lain. Masing- masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan sehingga terjadi
proses saling belajar.
b) Partisipasi
Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah
program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi
oleh masyarakat. Namun untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses
pendampingan yang melibatkan oendamping yang berkomitmen tinggi terhadap
pemberdayaan masyarakat.
8

c) Keswadayaan atau kemandirian


Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan
masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin
sebagai objek yang tidak berkemampuan, melainkan sebagai subjek yang memiliki
kemampuan sedikit. Mereka memiliki kemampuan untuk menabung, pengetahuan yang
mendalam tentang kendala- kendala usahanya, mengetahui kondisis lingkungannya,
memiliki tenaga kerja dan kemaun, serta memiliki norma- norma bermasyarakat yang
suda lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi proses
pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang sebagai
penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingakt
keswadayaannya.
d) Berkelanjutan
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan.Sekalipun pada
awalnya peran pendamping lebih dominan disbanding masyarakat sendiri. Tapi secara
perlahan dan pasti, peran pendaming akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus,
karna masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri.
D. PROSES PEMBERDAYAAN
Proses atau tahapan pemberdayaan terdiri atas 7 yaitu:
1) Tahap persiapan. Pada tahapan ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan yaitu
penyimpanan petugas, yaitu tenagan pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan
oleh community worker, dan penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan
dilakukan secara non- direktif.
2) Tahapan pengkajian ( assessment). Pada tahapan ini yaitu pengkajian dapat dilakukan
secara individual, melalui kelompok- kelompok dlam masyarakat.
dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang
dirasakan ( feel neds) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.
3) Tahap perencanaan alternative program atau kegiatan. Pada tahapan ini petugas
sebagai agen perubahan secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir
tentang masala yang mereka hadapi dan bagaimana cara dapat megatasinya. Dalam
konteks ini masyarkaat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternative program
dan kegiatan yang data dilakukan.
9

4) Tahap pemformalisasi rencana aksi. Pada tahapan ini agen perubahan membantu
masing- masing kelompok untuk merumuskan dan menetukan program dan kegiatan
apa yng mereka akan lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Disam[ing itu
juga petugas membantu untuk memformalisasikan gagasan mereka kealam bentuk
tertulis, terutama bila ada kitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang
dana.
5) Tahap pelaksanaan ( implementasi) program. Dalam upaya pelaksaaan program
pemberdayaan masyarakat, peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat
menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerja sama antar
petigas dan masyarakt merupakan hal penting dalam tahapan ini karena terkdang
sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat dilapangan
6) Tahap evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas program
pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan
melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka
waktu oendek biasanya membentuk suatu sisem komunitas untuk pengawasan secara
internal dan untuk jangka panjang dapat mebangun komunikasi masyarkat yang lebih
mendirikan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
7) Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan
komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan proyek harus segera berhenti.

Edi Suharto (1998:220) menjelaskan pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga


pendekatan yaitu:
1) Pendekatan mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu melalui bimbingan,
konseling, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih
individu dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya. Model ini sering disebut
sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach)
2) Pendetakatan mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok masyarakat,
pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelompok sebagai media
intervensi. Pendidikan, pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai
strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan serta sikap-sikap
kelompok agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi.
10

3) Pendekatan makro. Pendekatan ini sering disebut dengan strategi sistem pasar (large-
system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang
luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial,
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah beberapa strategi dalam
pendekatan ini.
E. MODEL- MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR (PEMP)
Konsep pemberdayaan (empowerment) dalam wacana pembangunan masyarakat
selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.Pada
dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan
sosial.Pemberdayaan mengesankan arti adanya sikap mental yang tangguh dan kuat
(Hikmat, 2001).Dari konsep pemberdayaan tersebut, dapat dikatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat pesisir dan lautan merupakan pemberdayaan masyarakat
pesisir untuk memanfaatkan dan mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan secara
optimal dan lestari sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan mereka. Menurut
Soesilowati dalam Latif (1999), ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
memberdayakan masyarakat pesisir yaitu :
1) Strategi Fasilitatif yaitu strategi yang mengharapkan kelompok yang menjadi sasaran
suatu program sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki. Strategi
ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen perubah bersama-sama masyarakat
mencari penyelesaian terhadap suatu masalah.
2) Strategi Edukatif, yaitu strategi yang memberikan pengetahuan dan keahlian pada
masyarakat yang akan diberdayakan.
3) Strategi Persuasif, yaitu strategi yang berupaya membawa perubahan melalui
kebiasaan dalam berperilaku. Strategi ini lebih cocok digunakan bila masyarakat tidak
sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah
terhadap perubahan.
4) Strategi kekuasaan, yaitu strategi yang membutuhkan agen perubah yang mempunyai
sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai akses
untuk monopoli.
11

Inti dari empat strategi pemberdayaan di atas adalah memberikan cara


pengelolaan terbaik yang harus dilakukan agar masyarakat pesisir mau dan
mampu mengelola sumberdaya yang mereka miliki.

Keunggulan program PEMP adalah dari sisi aspek legal, yang sangat didukung
oleh aturan-aturan formal dan tertulis sehingga apabila setiap pihak dapat menjalankan
dan mematuhi seluruh aturan dengan baik maka hasilnya akan baik pula. Tetapi akan
terjadi kegagalan dalam mencegah kelebihan eksploitasi sumberdaya perikanan, kesulitan
dalam penegakan hukum, kemampuan dan keberhasilan masyarakat untuk menghindar
dari peraturan dan administrasi dalam bentuk biaya yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai