Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN DAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN PUSAT

DAN DAERAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemerintahan Desa
Dosen Pengampu: Umunnisa Hidayati, M.InterDevPrac

Kelompok: 3
Azhari 222463121
Sivana jeniya 222463104
Zulfikri Kamil 222463114

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
AL-WASHLIYAH BANDA ACEH
2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pemerintahan Desa, yang berjudul: “Hubungan dan
Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat dan Daerah”
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran, kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Penulis juga sepenuhnya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki oleh
karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat membantu
perkembangan pengetahuan bagi pembaca, serta dapat membantu pendidikan Indonesia

Banda Aceh, 2 Oktober 2023

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II .......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................3
A. Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah..................................................... 3
B. Anomali hubungan pemerintahan Pusat dan Daerah ....................................... 4
C. Pembagian Urusan Pemerintah Pusat-Daerah ................................................. 6
BAB III ......................................................................................................................... 8
PENUTUP................................................................................................................ 8
A. Kesimpulan ....................................................................................................8
B. Saran .............................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah adalah aspek penting dalam system
pemerintahan suatu negara. Hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah sering kali
berkaitan dengan Sejarah pembentukan negara. Negara-negara dengan Sejarah colonial
mungkin memiliki pola sentralisasi pemerintahan yang kuat sementara negara-negara
dengan Sejarah federalisme cenderung memiliki pemerintahan daerah yang lebih otonom.
Konstitusi dan hukum dasar suatu negara sering kali menentukan struktur dan wewenang
pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan
menerapkan hukum bersama Undang-Undang serta kewenangan untuk mengatur
komunitas di wilayah tertentu, yang umumnya adalah negara. Ada beberapa definisi
mengenai sistem pemerintahan. Sama halnya, terdapat bermacam-macam jenis
pemerintahan di dunia. Dalam definisi asosiatifnya yang luas, pemerintah umumnya terdiri
atas lembaga legislatif, eksekutif, dan yang berdiri sendiri ialah yudikatif. Pemerintah
merupakan sarana untuk menegakkan kebijakan organisasi, sekaligus sebagai mekanisme
untuk menentukan kebijakan. Setiap pemerintahan memiliki semacam konstitusi, yaitu
pernyataan tentang prinsip dan filosofi pemerintahannya.Meskipun semua jenis organisasi
memiliki tata kelola, istilah pemerintah sering kali digunakan secara lebih spesifik untuk
merujuk pada sekitar 200 pemerintah nasional independen dan organisasi-organisasi di
bawahnya. Sepanjang sejarah, bentuk pemerintahan yang lazim ditemui
meliputi monarki, aristokrasi, timokrasi, oligarki, demokrasi, teokrasi, dan tirani Aspek
utama dari filosofi setiap pemerintahan adalah bagaimana kekuasaan politik diperoleh dua
bentuk utamanya adalah pemilihan umum dan suksesi turun-temurun.
Di Indonesia saat ini menganut sistem pemerintahan presidensil, sistem presidensil
ialah system pemerintahan Republik yang anggota eksekutifnya dipilih oleh rakyat melalui
pemilu (pemilihan umum) dan terpisah dari kekuasaan legislative, system pemerintahan
presidensil juga memisahkan kekuasaan antara legislative, ekskutif, dan yudikatif.
Pemerintahan desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan serta mengurus
kepentingan Masyarakat setempat di dalam aturan pemerintahan negara pemerintahan
desa meliputi kepala desa dan badan permusyawaratan desa.
Perbincangan mengenai anomali hubungan pusat dan daerah dalam satu perspektif
tidak dapat dilepaskan dengan praktik penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
konstelasi Negara Kesatuan. Berkenaan dengan hal tersebut, jika di buka kembali Pasal 1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, dinyatakan
secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk republik.
Bentuk negara kesatuan dipilih oleh para pendiri bangsa sebagai usaha menghindarkan
perpecahan konspirasi politik devide et impera oleh Belanda.1 Sebagai konsekuensinya,
dibentuklah pemerintah Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional untuk pertama
kalinya dan kemudian pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentuk daerah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah
2. Anomali Hubungan Pemerintah Pusat-Daerah dalam Praktik Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
3. Pembagian Urusan Pemerintah Pusat dan Daerah

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hubungan pemerintahan pusat dan daerah
2. Untuk mengetahui apa saja anomaly hubungan pemerintah pusat-daerah dalam
praktik penyelenggaraan pemerintah daerah
3. Untuk mengetahui pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah

a. Hubungan yang bersifat strukturan

Secara struktural, pemerintah pusat merupakan penyelenggara urusan


pemerintahan ditingkat nasional. pemerintah daerah merupakan penyelenggara
urusan pemerintahan di daerah masing-masing bersama DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan, dalam system dan prinsip NKRI. Secara struktural
presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam penyelenggara urusan
pemerintahan di tingkat nasional. kepala daerah merupakan penyelenggara urusan
pemerintahan di daerah masing masing sesuai dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya secara struktural kepala daerah kabupaten/ kota tidak memiliki garis
struktural dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat karena memiliki
otonomi seluas luasnya struktur pemerintahan berdasarkan uu no 32 tahun 2004
tentang pemerintah daerah

b. Hubungan yang bersifat fungsional

Rumitnya penyelenggaraan pemerintahan di era otonomi adalah minimnya


instrumen pendukung hubungan fungsional antara pusat dan daerah , kesulitan dan
hambatan manajemenini secara tidak langsung menggeroghoti pencapaian visi
pemerintah pusat sehingga banyaksekali program-program strategis yang
dicanangkan pemerintah tertuang dalam rencana pembangunan lima tahunan dan
program tahun tidak berjalan sesuai harapan Secara harfiah hubungan fungsional
adalah adanya hubungan atau bagian dari komunikasi karena faktor proses ,sebab
akibat atau karena kepentingan yang sama,Hubungan fungsional menyangkut atas
pembagian tugas dan wewenang yang harus di jalankan oleh pemerintah pusat dan
daerah dalamrangka menjalankan pemerintahan yang baik .Dalam komunikasi
penyelenggaraan pemerintahanantara organisasi Pusat baik kementerian atau
lembaga non kementerian atau lembaga lainnya pada umumnya menempatkan
hubungan fungsional melekat pada tentang struktur dan fungsiorganisasi, hal ini
berdampak bahwa hubungan fungsional antara Pusat dan Daerah sangatdipengaruhi
oleh faktor hubungan antarmanusia, jika memiliki hubungan antar
manusiaterbangun dengan baik maka akan berjalan dengan baik tetapi sebaliknya
jika terjadi kebuntuandisana-sini maka komunikasi dan proses penyelenggaraan
program terbengkalai dan bahkan adayang keluar dari budaya organisasi.
Sebenarnya disinilah antara lain terjadinya kebuntuhankomunikasi yang
menyebabkan kegagalan program di daerah contoh: program
penanggulangankemiskinan , program KB, program swasembada pangan dll

3
B. Anomali Hubungan Pemerintah Pusat-Daerah dalam Praktik
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Meskipun dalam kajian konseptual pola hubungan pusat dan daerah terlihat tampak
begitu ideal dan diproyeksikan dapat memberi dampak positif terhadap kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan daerah, namun sayangnya hal tersebut tidak sepenuhnya
implementatif dilapangan. Seiring dengan dinamika ketatanegaraan, muncul beberapa
anomali hubungan pemerintah pusat dan daerah yang justru memberi dampak negatif
terhadap praktik penyelenggaraan pemerintahan daerah. Setidaknya terdapat lima
kondisi yang menjadi penyebab terjadinya anomali hubungan pusat dan daerah dalam
praktik penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Inproporsionalitas Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren yang Patut
Diduga Tidak Sejalan dengan Prinsip Otonomi Seluas-luasnya
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Undang-Undang Pemda) membagi urusan pemerintahan terdiri atas
urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut dimaknai sebagai urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan perintah pusat. Terdapat 6
bidang urusan yang menjadi urusan pemerintah pusat, yakni politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama.
Meskipun pada dasarnya urusan ini adalah kewenangan pemerintah pusat, namun
dalam penyelenggarannya pemerintah pusat dapat melimpahkan wewenang
kepada instansi vertikal yang ada di daerah atau kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat berdasarkan asas dekonsentrasi. Sementara urusan
pemerintahan umum dimaknai sebagai urusan yang menjadi kewenangan
presiden sebagai kepala pemerintahan. Selain dua urusan diatas, urusan
pemerintahan selanjutnya yaitu urusan pemerintahan konkuren. Urusan
pemerintahan konkuren dimaknai sebagai urusan pemerintahan yang dibagi
antara pemerintah pusat dan daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota. Urusan
pemerintahan konkuren yang diserahkan kepada daerah inilah yang kemudian
menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Adapun urusan pemerintahan
konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan
wajib (berkaitan dengan pelayanan dasar dan tidak berkaitan dengan pelayanan
dasar) dan urusan pemerintahan pilihan. Pasal 12 Undang-Undang Pemda
menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 6 urusan yang menjadi urusan
pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan 18 urusan yang
tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Sementara terdapat 8 urusan yang
berkenaan dengan urusan pemerintahan pilihan, Secara kasat mata, terlihat bahwa
ada “cukup banyak” urusan pemerintahan yang dapat dilaksanakan dan dikelola
oleh pemerintah daerah. Tetapi jika ditelisik pada lampiran Undang-Undang
Pemda yang mengatur pembagian urusan tersebut secara lebih rigid, dapat dilihat
bahwa sesungguhnya telah terjadi inproporsionalitas pembagian urusan
pemerintahan yang justru tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pembagian urusan
pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 ayat (1), yakni prinsip akuntabilitas, efisiensi dan eksternalitas,
serta kepentingan strategis nasional. Bahkan inproporsionalitas tersebut patut
diduga tidak sejalan dengan konsep otonomi seluas-luasnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945. Satu urusan
pemerintahan yang dapat dicontohkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

4
persoalan tersebut adalah urusan pemerintahan pilihan pada bidang energi sumber
daya mineral.
2. Peraturan Pemerintah yang Mengatur Soal Kewenangan Gubernur Sebagai
Wakil Pemerintah Pusat tidak Memperjelas Pelaksanaan Kewenangan.
Pasal 12 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan secara tegas menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah
(PP) memuat materi muatan untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya. Faktanya, hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2018
tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
Pusat justru tidak mampu menjelaskan secara rigid bagaimana tugas dan
kewenangan tersebut dijalankan. Tidak hanya itu, justru dalam beberapa
rumusan, masih terdapat norma-norma yang bersifat “open clause”. Hal ini
dianggap tidak menyelesaikan persoalan kedudukan Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat yang bukan tidak mungkin justru akan membuka ruang
permasalahan baru.
3. Ketiga, Realita vis a vis antara Menteri dan Gubernur.
Realita vis a vis antara Menteri dan Gubernur tidak jarang terjadi oleh karena
kedudukan keduanya dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Disatu sisi,
Gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah yang juga diserahi urusan
pemerintahan untuk menjalankan pemerintahan daerah otonom berdasarkan asas
otonomi yang pada akhirnya membuat daerah memiliki hak, wewenang dan
kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat. Namun disisi yang lain, menteri sebagai
pembantu Presiden diberikan tugas dan kewenangan untuk melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren oleh
daerah. Kedudukan yang demikian itu membuat takkala antara Menteri dan
Gubernur “merasa” saling memiliki kuasa atas nama Presiden.
4. Keempat, Persoalan Hierarkisitas Kedudukan Peraturan Daerah terhadap
Peraturan Menteri atau Sebaliknya.
Persoalan hierarkisitas kedudukan Peraturan Daerah (Perda) terhadap Permen
atau sebaliknya sesungguhnya muncul dari suatu pertanyaan tentang “mana lebih
tinggi hierakisitasnya sebagai peraturan perundang-undangan antara perda dan
permen?”. Sulit memang untuk menjawab hal tersebut secara pasti karena
memang praktik sistem perundangundangan Indonesia pasca diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (selanjutnya disebut sebagai UU P3) meninggalkan
beberapa permasalahan, salah satunya adalah soal ketidakjelasan letak peraturan
perundang-undangan dalam hierarki.26 Dibutuhkan kajian yang lebih mendalam
agar jawaban atas pertanyaan tersebut menjadi tepat. Namun setidaknya dapat
diberikan gambaran sebagai berikut. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 yang menjadi dasar Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menyebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri
atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

5
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
5. Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah
menjadi salah satu ciri penting pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini karena
karakteristik sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia
yang sangat beragam dari satu daerah dengan daerah yang lain. Namun
disayangkan ketika fakta memperlihatkan bahwa pola pembagian porsi dana bagi
hasil sebagai bagian dari dana perimbangan ke daerah yang bersumber dari
sumber daya alam, tidak mencerminkan politik hukum yang jelas dan merugikan
daerah. Di sisi lain, daerah dibebani kewajiban untuk turut melakukan
penyelenggaraan pemanfaatan hingga pengawasan. Hal ini pada akhirnya
membuat implementasi/tujuan negara terhadap Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah dirasakan belum sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan
keselarasan berdasarkan undang-undang.

C. Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat dan Daerah


Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 klasifikasi urusan pemerintahan terdiri dari
3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, danurusan
pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah UrusanPemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.Urusanpemerintahan konkuren
adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi
dan Daerah kabupaten/kota. Urusanpemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenanganPresiden sebagai kepala pemerintahan.Berikut
menggambarkan pembagian urusan pemerintahan.
1. Urusan Pemerintahan Wajib
Urusan pemerintah wajib yang diselenggaraan oleh pemerintah daerah
terbagimenjadi Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar
dan UrusanPemerint tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Berikut
pembagianurusan wajib
Pembagian urusan pemerintahan konkurenantara Pemerintah Pusat dan Daerah
provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana disebutkan diatas didasarkan
pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, daneksternalitas, serta kepentingan strategis
nasional. Berikut kriteria-kriteria urusan pemerintahan pusat, daerah provinsi dan
daerah kabupaten/kota.Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat adalah:
1) Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas
negara
2) Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas
negara
3) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah
provinsi atau lintas negara
4) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabiladilakukan oleh Pemerintah Pusat

6
5) Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
DaerahProvinsiadalah:
1) Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota
2) Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota
3) Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas
Daerahkabupaten/kota
4) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabiladilakukan oleh Daerah Provinsi.
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kotan
adalah:
1) Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota
2) Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah Kabupaten/Kota
3) Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam
Daerahkabupaten/kota
4) Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabiladilakukan oleh Daerah kabupaten/kota
2. Urusan Pemerintahan Pilihan
Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah dan pemerintah
pusatdalam urusan pilihan adalah sebagai berikut.
1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta
energidan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan
PemerintahDaerah.
2) Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan
pengelolaantaman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota.
3) Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang
berkaitandengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan
PemerintahPusat.
4) Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang
berkaitandengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah
kabupaten/kota menjadikewenangan daerah kabupaten/kota.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih efisien dan efektif. Dengan
membagi tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah, pemerintah dapat lebih
fokus pada masalah-masalah yang bersifat nasional, sementara pemerintah daerah dapat
mengurus kebutuhan yang lebih spesifik untuk wilayah mereka. Ini juga mendukung
prinsip otonomi daerah, yang memungkinkan daerah memiliki kendali lebih besar atas
urusan mereka sendiri, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal. Kesimpulan ini
mencerminkan tujuan dari sistem pemerintahan yang terorganisir dan efisien. Pembagian
urusan pemerintahan pusat dan daerah terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
1. Urusan Pemerintahan Wajib
2. Urusan Pemerintahan Pilihan
Karena pembagian urusan ini dapat membangun hubungan anatara pemerintahan pusat
dan daerah sebagai berikut:
1. Hubungan yang bersifat strukturan
Secara struktural, pemerintah pusat merupakan penyelenggara urusan pemerintahan
ditingkat nasional. pemerintah daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahan
di daerah masing-masing bersama DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, dalam system dan prinsip NKRI.
2. Hubungan yang bersifat fungsional
hubungan fungsional adalah adanya hubungan atau bagian dari komunikasi karena
faktor proses sebab akibat atau karena kepentingan yang sama,Hubungan fungsional
menyangkut atas pembagian tugas dan wewenang yang harus di jalankan oleh
pemerintah pusat dan daerah dalamrangka menjalankan pemerintahan yang baik.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan, wawasan para pembaca dan dapat membantu dunia Pendidikan saat ini,
dalam penulisan makalah ini masih banyak memerlukan bantuan-bantuan dari banyak
pihak. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat
yang kurang jelas serta kurangnya referensi yang kami baca. Kami hanyalah manusia biasa
yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat
diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

8
DAFTAR ISI
Nugraha Herry Setya,2021. “Anomali Hubungan Pusat dan Daerah dalam Praktik
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,” 13.

Bayu Dwi Anggono, “Tertib Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-
Undangan: Permasalahan Dan Solusinya,” Masalah-Masalah Hukum 47, no. 1 (2018).

Kadek Cahya Susila Wibawa, “Penegasan Politik Hukum Desentralisasi Asimetris Dalam
Rangka Menata Hubungan Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah Di Indonesia,”
Administrative Law and Governance Journal 2, no. 3 (2019)

R.D.H. Koesoemahatmadja. Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah Di Indonesia.


Bandung: Binacipta, 1979.

https://www.academia.edu/9496722/5_HUBUNGAN_PEMERINTAHAN_PUSAT_DAN_D
AERAH?source=swp_share

https://www.academia.edu/37905873/Pembagian_Urusan_Pemerintahan?source=swp_share

Anda mungkin juga menyukai