DISUSU OLEH :
GRACETIKA SAMBINE
21231165
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja dengan
intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam kurun waktu satu
hari (Prawati & Haqi, 2019).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang
dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar
lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu
24 jam (Dinkes, 2016).
2. Etiologi
Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih (2013) ditinjau
dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu
sebagai berikut:
A. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella, salmonella,
golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B. Cereus, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia dari makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas terlalu asam), gangguan
psikis (ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi, hawa dingin dan sebagainya.
2) Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imonolbulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri atau flata usus dan jamur terutama
canalida.
B. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:
1) Malabsorbsi makanan: karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan mineral.
2) Kurang kalori protein.
3) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir
Sedangkan menurut Ngastiyah dalam (Wijayaningsih, 2013), penyebab dari diare
dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
A. Faktor infeksi
1) Infeksi enternal
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri,
infeksi virus (enteovirus, poliomyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus,
rota virus, astrovirus, dan lain-lain, dan infeksi parasite: cacing (ascaris,
trichuris, oxyuris, strongxloides), protozoa (Entamoeba histolytica, giardia
lamblia, trichomonas humonis), jamur (canida 6 albicous). Infeksi parenteral
ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti Otitis Media Akut
(OMA), Tonsillitis atau Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di
bawah dua tahun.
B. Faktor malabsorbsi
1) Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) dan
monosakarida (intoleransi glukkosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak
serta bayi yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa.
2) Protein.
3) Lemak
3. Klasifikasi
a. Diare akut
Diare akut yaitu diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, berhenti secara
cepat atau maksimal berlangsung sampai 2 minggu, namun dapat pula menetap dan
melanjut menjadi diare kronis. Hal ini dapat terjadi pada semua umur dan bila
menyerang bayi biasanya disebut gastroenteritis infantil. Penyebab tersering pada
bayi dan anak-anak adalah intoleransi 7
laktosa. Setiap diare akut yang disertai darah atau lender dianggap disentri yang
disebabkan oleh shigelosis sampai terbukti lain. Sedangkan kolera, memiliki
manifestasi klinis antara lain diare profus seperti cucian air beras, berbau khas
seperti “bayklin/sperma”, umur anak lebih dari 3 tahun dan ada KLB dimaan
penyebab pertama pada orang dewasa kemudian baru pada anak. Sedangkan kasus
yang bukan disentri dan kolera dikelompokkan kedalam diare akut
b. Diare kronis
Diare kronis yaitu diare yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih. Sedangkan
berdasarkan ada tidaknya infeksi, dibagi diare spesifik dan non spesifik. Diare
spesifik adalah diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau parasite. Diare
yang disebabkan oleh makanan disebut diare non spesifik. Berdasarkan organ yang
terkena, diare dapat diklasifikasikan menjadi diare infeksi enteral dan parenteral.
Diare persisten lebih ditunjukan untuk diare akut yang melanjutkan lebih dari 14
hari, umumnya disebabkan oleh agen infeksi. Sedangkan, diare kronik lebih
ditunjukan untuk diare yang memiliki manifestasi klinis hilang-timbul, sering
berulang atau diare akut dengan gejala yang ringan yang melanjut lebih dari 14 hari,
umumnya disebabkan oleh agen non infeksi.
4. Patofisiologi
Diare merupakan peningkatan volume feses dan peningkatan defeksi yang diperngaruhi
oleh beberapa faktor seperti adanya air di dalam kolon, makanan atau zat yang tidak
dapat diserap. Paling sering diare akut disebabkan oleh virus yang berkaitan dengan
enteropatogen bakteri atau parasite. Virus yang masuk melukai sel vilosa matur,
menyebabkan absopsi cairan menurun dan defisiensi disakaridase. Sedangkan bakteri
menciderai usus hingga menginvasi mukosa usus, merusak permukaan vilosa atau
melepas toksin (Kyle & Carman, 2016).
Menurut Amin (2015) mengatakan bahwa diare yang berlangsung tanpa penangan
medis dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau akibat gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolic. Asidosis metabolic juga dapat disebabkan pembentukan
asam yang berlebihan dalam tubuh, kegagalan ginjal dalam mengsekresikan asam-asam
organic dalam tubuh (Masyoer, 2013). Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya
diare ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul
diare karena terdapat peningatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaiknya, bila peristaltic usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
5. Patway
Infeksi virus,bakteri Imunodefisiensi
Psikologis Malabsorbsi
dan parasit
Hipersekresi cairan
Kehilangan lemak dan
Ansietas protein
Makanan minuman yang
terkontaminasi Gangguan osmolalitas
Hiperperistaltik
Pengerasan air dan elektrolit
ke lumen usus Masuk melalui sistem Hiperperistaltik usus
pencernaan
Penurunan kerja usus dalam
penyerapan makanan Gastroenteritis Tekanan rongga usus
Patogen berkembang
meningkat
dalam usus
Menghambat absorbsi
Kerusakan mukosa usus
akibat iritasi
Peningkatan volume
cairan di lumen usus
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Distensi Ketidakmampuan
Kehilangan cairan Patogen ke Ketidakseimbangan
abdomen tubuh menyiapkan
Cairan ekstra sel ditarik ke dalam intra sel pembulu darah elektrolit
energi yang adekuat
intra sel
Penurunan PH Darah
Fagositosis Vol Sirkulasi Peningkatan
pembulu darah menurun peristaltik usus
Peningkatan asam
Penekanan pada medula Kerusakan ireversibel Mengakibatkan lambung
oblogata
Lama kelamaan mengalami jaringan otak gangguang
edem serebri termoregulator
Memperberat status
asidos Menekan pusat
Napas sesak dan dalam Menstimulasi Gangguan integritas
kenyang
Perfusi Perifer Tidak sel-sel Risiko kulit
Efektif enosemulia
Meningkatkan ketidakseimbangan
hipotalamus
sintesis di cairan
hipotalamus Anoreksia
Pola Nafas Tidak efektif
prostagala
Defisit Nutrisi
Meningkatkan
selpoin
temperatur
Hipertermi
6. Manifestasi Klinis
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas menurun), ubun-
ubun dan maat cekung, membran mukosa kering
3. Keram abdominal
4. Demam
5. Mual dan muntah
6. Anoreksia
7. Lemah
8. Pucat
9. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat
10. Menurun atau tidak ada pengeluaran urin
7. Komplikasi
a. Dehidrasi
Kondisi ini bisa terdiri dari kekurangan cairan dan garam (elektrolit) yang tidak
seimbang dalam tubuh.
Tanda-tanda dehidrasi:
- Penurunan buang air kecil
- Mulut dan lidah terlihat kering
- Mata cekung
- Kulit keabu-abuan
- Ubun-ubun cekung pada kepala bayi
- Tidak ada air mata ketika menangis
b. Komplikasi reaktif
Meskipun jarang terjadi, bunda harus berhati-hati jika anak mulai mengalami reaksi
pada bagian tubuh lain akibat infeksi pada usus. Hal ini dapat menimbulkan
beberapa gejala, seperti radang kulit, radang mata, hingga radang sendi. Namun,
kalau penyebab diare pada anak adalah virus, maka komplikasi reaktif biasanya
jarang terjadi.
C. Intoleransi laktosa
Terkadang dapat terjadi dalam jangak waktu tertentu setelah si kecil terinfeksi
dengan diare. Intoleransi laktosa bisa dialami oleh anak karena lapisan usus yang
cenderung rusak. Selanjutnya, terjadi kekurangan bahan kimia atau enzim lactase
yang diperlukan tubuh dalam mencerna laktosa yang ada di dalam susu. Intoleransi
laktosa ini bisa menyebabkan kembung, nyeri perut, masuk angin, hingga tinja
berair setelah minum susu. Konsisi ini memang bisa membaik asalkan ususnya
segera sembuh secara maksimal.
d. Gangguan keseimbangan asam basa
Asisdosis metabolic adalah salah satu bahaya diare pada anak yang disebabkan oleh
hilangnya Na bikarbonat bersama tinja.
e. Gangguan gizi
Terjadi penurunan berat badan anak dalam waktu yang cukup singkat. Hal ini
biasanya disebabkan oleh pengurangan makan supaya diare atau muntah tidak
bertambah hebat. Makanan yang diberikan seringkali susah dicerna karena adanya
pergerakan pencernaan yang berlebihan akibat diare.
f. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare dan menjadi lebih sering
pada si kecil yang sudah menderita Kekurangan Kalori Protein (KKP).
g. Kejang
Kondisi ini juga bisa menyebabkan kejang demam yang harus diperhatikan. Otot dan
kulit akan mengalami kontraksi karena adanya peningkatan suhu tubuh akibat
penyebaran toksik. Paru-paru sendiri akan mengalami spasme yang memberikan
risiko berupa injuri dari berlangsungnya jalan nafas. Yang harus diperhatikan adalah
ketika anak sering mengalami kejang, harus waspada terhadap terjadinya epilepsy.
h. Iritasi kulit
Kondisi ini biasanya terjadi di area anus akibat pH tinja yang cenderung asam.
i. Hipovolemik
Merupakan sebuah kondisi hilangnya darah atau cairan tubuh lain di dalam tubuh
anak dalam jangka waktu yang mendadak dan bisa anjlok dengan drastic. Selain
terjadi pengurangan darah itu sendiri, maka otomatis juga terjadi penurunan
tekanan darah, nadi, serta respirasi maupun saturasi. Dehidrasi dengan syok
hipovolemik harus diwaspadai karena menyebabkan kematian
j. Sindrom uremik diuretik
Komplikasi yang satu ini tergolong jarang terjadi. Biasanya, sindrom uremic hemolitik
terjadi akibat hubungnya dengan diare yang disebabkan oleh jenis infeksi E. coli
tertentu.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium:
- Feses kultur: Bakteri, Virus, Parasite, Candida
- Serum elektrolit: Hipo natremi, Hipernatremi, Hipokalemi
- AGD: Asidosis metabolic (Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3
menurun)
- Faal ginjal: UC meningkat (GGA)
b. Radiologi: mungkin ditemukan bronchopemoni
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Brunner dan Suddart (2014):
1. Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada upaya mengontrol gejala, mencegah
komplikasi, dan menyingkirkan atau mengatasi penyakit penyebab.
2. Medikasi tertentu (misalkan pemberian antibiotic, agens anti-imflamasi) dan
antidiare (misalkan pemberian leporamida (Imodium)), defiknosilit (limotil) dapat
mengurangi tingkat keparahan diare
3. Menambah cairan oral, larutan elektrolit dan glukosa oral dapat diprogramkan
4. Antimikroba diprogramkan ketika agens infeksius telah teridentifikasi atau diare
tergolong berat
5. Terapi IV digunakan untuk tindakan hidrasi cepat pada pasien yang sangat muda
atau pasien lansia.
b. Pengkajian Fisik
1. Sistem neurologi
- Subjektif : Klien kadang tidak sadar, disertai kejang-kejang
- Inspeksi
keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan
klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak
tampak sakit. Kesadaran diamati komposmentis, apatasi, samnolen,
delirium, stupor dan koma.
- Palpasi : adakah parese, anesthesia
- Perkusi : reflex fisiologis dan reflex patologis.
2. Sistem pengindraan
- Subjektif : klien merasa haus, mata berkunang-kunang
- Inspeksi
Kepala :kesimetrisan muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-),
warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada
neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung.
Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus.
Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis.
Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil
(-), mata cowong.
Hidung : pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis
metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk
mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan
cuping hidung.
Telinga : adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada
kemungkinani nfeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984).
- Palpasi
Kepala : Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk
anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup maximal umur 2 tahun.
Mata : tekanan bola mata dapat menurun
Telinga : nyeri tekan, mastoiditis.
3. Sistem Integumen
- Subyektif : kulit kering
- Inspeksi : kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
- Palpasi : tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1
detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik =
dehidrasi berat.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Perfusi Gastrointestinal Tidak Efektif berhubungan dengan kehilangan
cairan dan elektrolit secara berlebihan (D.0013) (Hal.44)
2. Risiko Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan (D.0036) (Hal.87)
3. Diare berhubungan dengan feses lembek atau cair (D0020) (Hal.58)
4. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Berat badan menurun minimal 10% di
bawah rentang ideal (D.0019) (Hal.56)
5. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi usus (D.0130) (Hal.284)
3. Intervensi Keperawatan
terbakar
2. Anjurkan menggunakan obar
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolestrol,
jika perlu
3. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
4. Anjurkan perawatan kulit yang
tepat
5. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan