Anda di halaman 1dari 11

Literasi Destinasi Wisata Religi

Nadia Ariska1 Ridho Arif Amaldy2 Muhammad Ghozali3 Fitria Nurkhotijah4

Abstrak
Indonesia adalah bangsa yang terdiri atas berbagai agama, yang tentunya juga memiliki
berbagai potensi wisata religi. Peninggalan sejarah berupa bangunan, benda-benda,
maupun tempat tertentu yang mempunyai nilai khusus oleh para umat beragama di
Indonesia. Tujuan kajian ini merupakan untuk memahami literasi destinasi wisata religi
terkhusus di Semarang. Dengan mendeskripsikan dan menganalisis destinasi wisata religi
bisa juga sebagai upaya untuk peningkatan spiritualitas. Hasil kajian ini yang dimana kami
mengambil tiga destinasi wisata religi, yaitu wisata religi kawasan masjid kauman,
klenteng SamPo Kong, dan vihara budhagaya watugong adalah berupa literasi/informasi
mengenai pengertian, sejarah, daya tarik, sarana & prasarana, pemasaran, juga budaya di
lingkup tiga destinasi wisata tersebut.

Keyword:
Literasi destinasi, wisata religi, kota semarang
Pendahuluan
Negara Indonesia adalah warga yang majemuk sebab terdiri dari bermacam adat-
istiadat, suku bangsa, bahasa daerah dan agama yangberagam pula. Varietas ini dapat
ditemukan di bermacam-macam tempat dari Sabang hinggai Merauke. Tidak dapat
dipungkiri bahwa warga dan bangsa Indonesia dapat dengan mudah digambarkan sebagai
masyarakat yang multikultural. 5

Pariwisata merupakan aktivitas wisata sukarela dan sementara, atau bagian darinya,
yang dirancang untuk menikmati tujuan dan daya tarik wisata di suatu tempat wisata.

1
2001036009
2
2001036031
3
2001036037
4
2001036067
5
M Zaky Mubarak Lubis, ‘Prospek Destinasi Wisata Halal Berbasis Ovop (One Village One Product)’, Jurnal
Kajian Ekonomi Islam, 3.1 (2018), 30–47

1
Pariwisata sering dihubungkan dengan agama, sejarah, adat istiadat, kepercayaan orang atau
kelompok sosial. Sekarang ini, traveling atau wisata sudah menjadi kebiasaan yang diminati
banyak orang.

Mengecualikan wisata alam sebagaimana pegunungan dan pantai, kelihatannya


wisata religi menjadi daya tarik wisata yang digemari. Wisatawan yang mempunyai nilai-
nilai spiritual dan toleransi antar umat beragama menjadikan wisata religi sebagai daya
tarik tersendiri, yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup. Wisata religi juga dapat
dimaknai sebagai wisata yang tujuannya untuk mendapatkan kesenangan, kepuasan dan
pengetahuan. Wisata religi seringkali dilakukan oleh individu atau kelompok ke tempat-
tempat suci, makam tokoh besar atau pemimpin tinggi, bukit atau gunung keramat, tempat
pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai orang-orang hebat yang penuh legenda. 6
Tren ke arah wisata religi tentu sangat berkembang di masyarakat saat
ini. Termasuk didaerah Semarang yang dimana terdapat berbagai macamwisata religi pun
berbagai macam agama yang ada. Untuk itu dalam kajian ini membahas mengenai literasi
destinasi wisata religi terkhusus pada wisata religi Kawasan masjid kauman untuk pemeluk
agama islam. Klenteng Sam Po Kong untuk penganut tiong hoa dan juga vihara budhagaya
watugong untuk agama budha. Sebagai bahan literasi destinasi wisata religi dan upaya
untuk peningkatan spiritualitas.
Kajian Pustaka
A. Literasi
Menurut KBBI, literasi mengacu pada kemampuan membaca dan menulis;
Pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau pekerjaan tertentu:Komputer;
kemampuan individu mengolah pengetahuan dan informasi untuk kecakapan hidup.7
B. Destinasi
Destinasi wisata merupakan suatu kawasan yang memiliki ciri khas dan kelebihan yang
membuat wisatawan datang untuk beberapa waktu dan mempunyai fasilitas yang
mendorong aktivitas wisata.8

6
Tri Widodo and Elang Roni Indriyanto, ‘Strategi Pengembangan Desa Wisata Religi Makam Sentono Desa
Gogodalem Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang’, Abdi Makarti, 1.1 (2022), 19
<https://doi.org/10.52353/abdimakarti.v1i1.263>.
7
KBBI
8
Lubis.

2
C. Wisata Religi
Wisata religi adalah perjalanan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan
tujuan mengunjungi tempat-tempat yang memiliki nilai religi atau sejarah religi untuk
pengembangan pribadi, rekreasi, dan kajian nilai religi. 9

Di sisi lain, Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009 menegaskan bahwa


pariwisata adalah kegiatan wisata yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk hiburan, pengembangan
pribadi, atau menjelajahi keunikan tujuan wisata yang dikunjungi sementara. . Istilah
agama secara harfiah berarti kepercayaan akan adanya kekuatan supranatural yang
lebih tinggi dari manusia. Menurut Sidi Gazalba, agama adalah kepercayaan yang
dihayati sebagai makhluk gaib dan hubungan manusia dengan Yang Maha Suci,
hubungan yang terwujud dalam bentuk dan sistem peribadatan dan sebagai sikap hidup
berdasarkan doktrin tertentu. Menurut Durkheim, agama adalah kesatuan sistem
kepercayaan dan tindakan yang berkaitan dengan benda-benda suci. Benda-benda
keramat tersebut merupakan barang atau benda yang diasingkan dan dilarang.
Berdasarkan konsep Durkheim, Koentjaraningrat berpendapat bahwa agama adalah
bagian dari kebudayaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setiap agama merupakan suatu
sistem yang terdiri dari empat bagian yaitu:

1. Emosi keagamaan yang membuat orang religius.

2. Suatu sistem kepercayaan yang mencakup semua kepercayaan dan gagasan


manusia tentang sifat-sifat Tuhan, adanya yang gaib (gaib), dan semua nilai, norma
dan ajaran agama itu.

3. Suatu sistem ritual dan upacara, yaitu upaya manusia untuk mencari hubungan
dengan Tuhan, para dewa atau roh yang hidup di alam gaib.

4. Orang atau badan sosial yang mengikuti suatu sistem kepercayaan.

9
Nur Vinandari, Khairul Anwar Hafizd, and Muhammad Noor, ‘Sistem Informasi Geografis Wisata Religi Berbasis
Web Mobile’, Jurnal Sains Dan Informatika, 5.1 (2019), 41–49 <https://doi.org/10.34128/jsi.v5i1.161>.

3
Keempat komponen tersebut tentunya saling terkait erat dan membentuk satu kesatuan
sistem yang terintegrasi. Perasaan religius adalah getaran yang menggerakkan jiwa
manusia. Sistem kepercayaan suatu agama dijiwai oleh emosi keagamaan, tetapi
sebaliknya sistem kepercayaan juga dapat memicu emosi keagamaan.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa wisata religi adalah jenis wisata religi
(Pileimge tourism) atau wisata dengan motif spiritual yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan
keberkahan dalam kehidupan. Wisata religi juga dipahami sebagai kegiatan berwisata ke
tempat-tempat yang memiliki arti khusus bagi umat beragama, biasanya ke beberapa
tempat ibadah yang menawarkan keuntungan. Keunggulan ini dapat dilihat misalnya pada
sejarahnya, adanya mitos dan legenda tentang tempat tersebut, atau pada keunikan dan
keunggulan arsitektur bangunannya. 10
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan literatur dan
dokumen dari berbagai sumber lain seperti surat kabar, jurnal atau berita yang berguna
untuk meningkatkan pemahaman terhadap informasi yang diperoleh. Penelitian
kepustakaan dipahami sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan,
membaca, dan menganalisis secara mendetail bacaan sumber-sumber dalam hubungannya
dengan masalah objek penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Literasi Destinasi Wisata Religi di kota Semarang
1. Kawasan Masjid Kauman Semarang
Analisis ciri wisata religi di kawasan Kauman

1. Sarana wisata

10
Sari Narulita and others, ‘Pembentukan Karakter Religius Melalui Wisata Religi’, Prosiding Seminar Nasional
Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 1.1 (2017), 159–62 <http://semnastafis.unimed.ac.id

4
Pelayanan pariwisata di kawasan Kauman dapat dievaluasi secara adil
berdasarkan ketersediaan dan keadaaan masing-masing destinasi. Di kawasan
Kauman, pelayanan pariwisata seperti tempat wisata, akomodasi, kuliner, ibadah, toko
souvenir dan transportasi dalam keadaan cukup baik. Namun fasilitas kesehatan
khusus untuk pariwisata belum ada, sehingga perlu ditambah dan dikembangkan
fasilitas yang ada.

2. Infrastruktur pariwisata

Berdasarkan keberadaan infrastruktur pariwisata, kawasan Kauman mempunyai


infrastruktur pariwisata yang cukup dan keadaan yang baik untuk memenuhi
keperluan wisata religi. Infrastruktur pariwisata yang dituju meliputi jaringan jalan,
jaringan air bersih, jaringan listrik dan perbankan.

3. Personil

Kehadiran SDM di wilayah Kauman dapat dilihat dengan adanya pesantren sebagai
peluang untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan agama di wilayah
tersebut. Selain tenaga, masyarakat Kauman mempunyai peluang untuk mendukung
industri makanan wisata yakni produksi jajanan tradisional daerah.

4. Ciri dan adat masyarakat

Warga Kauman mempunyai ciri dan adat dengan nilai-nilai religi yang diwujudkan
dengan adanya tradisi mengaji, tradisi mengaji Al-Quran dan budata mengaji di
mushola juga TPQ, yang telah dilakukan sedari kecil.

5. Pemasaran pariwisata

Promosi wisata religi Kauman ditangani oleh pengurus Kauman Kampung Qur’an
bekerjasama dengan komunitas remaja masjid, melalui onlie di website resmi
Kauman Kampung Qur’an juga di Facebook adalah strategi dalam memublikasikan
program-program Kauman Kampung Koran. 11

Laila Nur Tsani and Rina Kurniati, ‘KAJIAN PELESTARIAN KAUMAN SEMARANG Preservation Study of
11

Kauman Semarang as Religious Tourism Area’, 2019, 619–3

5
Gambar: Kawasan Masjid Kauman Semarang
2. Sam Po Kong
Kelenteng Sam Poo Kong yang menjadi wisata adalah warisan budaya berupa
arsitektur dan dikandungnya nilai-nilai sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat
Tionghoa. Pemandangan Kelenteng Sam Poo Kong Menurut cerita, Laksamana Zheng
He, atau Cheng Ho, berlayar melalui Laut Jawa, namun saat melewati Laut Jawa, banyak
anak buah kapalnya yang kemudian sakit, setelah itu ia memerintahkan mereka untuk
berlabuh. Kemudian bergerak lebih dekat ke pantai utara Semarang untuk berlindung di
gua dan membangun masjid pantai (belum ada bukti konkrit), yang kini telah diubah
menjadi candi. Bangunan tersebut saat ini berada di tengah kota Semarang, karena pantai
utara Jawa selalu berlumpur akibat proses sedimentasi, sehingga tanah berangsur-angsur
menyebar ke arah utara. Setelah Zheng He atau Cheng Ho meninggalkan tempat itu
karena harus melanjutkan perjalanannya, banyak anak buah kapalnya yang tinggal di
desa Simongan dan menikah dengan penduduk setempat. Ada sawah dan pertanian di
sana. Zheng He atau Cheng Ho mengajarkan ilmu pertanian dan menyebarkan ajaran
Islam. Kuil ini juga berisi makam Laksamana Cheng Ho, juru mudi kapal. Cheng Ho,
juru mudi kapal.

6
Gambar: Klenteng Sam Po Kong
Lokasi: Jl. Simongan No.129, Bongsari, Kec. Semarang Barat, Kota Semarang,
Jawa Tengah 50148

Berbagai atraksi Kelenteng Sam Poo Kong adalah sebagai berikut:

1. Tempat pemujaan Klenteng Agung

Tempat yang paling penting adalah Kuil Sam Poo Kong dan Gua Sam Poo.
Tempat ini menjadi pusat dari segala aktivitas kompleks kelenteng Sam Poo
Kong. Gua Sam Poo baru juga dibangun di situs ini, dengan patung Sam Poo
Tay Djien dan dua pengawalnya, Lauw Im dan Thio Kee, juga disegani atas
jasa mereka. Di bawah kelenteng utama ada Gua Sam Poo Lama yang masih
terjaga dan lestari. sumber air juga terdapat didalam goa yang dimana sumber
tersebut tidak pernah kering walaupun musim kemarau panjang. Orang-orang
yang datang kesana untuk berdoa dan mengambil air dari mata air tersebut
karena mereka meyakini bahwa terdapat khasiat dari air tersebut.

2. Pemujaan Dewa Bumi (Tho Tee Kong)

Di tempat ini orang-orang mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih


terhadap Dewa Bumi sebab telah memberinya tanah yang subur, hasil panen
yang melimpah, dan berbagai kekayaan alam.

3. Makam Kyai Juru

Menurut cerita Mudi, juru mudi dalam pelayaran Zheng He atau armada Chen
Ho (Cheng Ho) adalah Wang Jing Hong. Setelah Wang Jing Hong mencapai
pantai utara Jawa, dia tiba-tiba jatuh sakit parah dan tidak bisa melanjutkan
bepergiannya. Patung Laksamana Cheng Ho didirikan oleh Wang Jing Hong
di Gua Sam Po. Pada usia 87 tahun Wang Jing Hong meninggal dan disebelah
Kuil Sam Poo Kong tempat dikuburkan.

4. Tempat Ibadah Mbah Kyai Jangkar

Simbol yang melambangkan kapal-kapal dalam armada Zheng He adalah

7
jangkar besar dan digunakan sebagai alat utama dalam bersemedi dan doa.

5. Pohon Rantai

Ada juga pohon unik di Kelenteng Sam Poo Kong yang batangnya mirip rantai
rambut atau kepang. Batang kayu yang menyerpai rantai ini konon dipakai
sebagai pengganti tali kapal ketika keadaan sedang darurat. “Rantai” ini
terlihat menggantung dan melingkar, bisa kita lihat di tempat ibadah Mbah
Kyai Jangkar.

6. Gambar Relief

Relief ini menyajikan sebagian kisah pelayaran Laksamana Cheng Ho dan


terdiri atas 10 diorama yang saling berhubungan. Cerita relief disajikan dalam
tiga bahasa: Mandarin, Inggris, dan Indonesia.

Jenis dorongan wisatawan sekarang ini untuk melakukan perjalanan wisata


terutama ke Kelenteng Sam Poo Kong saat ini mengalami perubahan dari bentuk
kelenteng yang aslinya adalah nilai budaya yang patut dipelajari, namun berubah
seiring berjalannya waktu. usia milenial yang menjadi sasaran tren pengunjung
penggunaan media sosial, mendukung keperluan psikologis popularitas di jejaring
sosial. 12

3. Kawasan Vihara Budhagaya Watugong

Di Kecamatan Banyumanik, Kelurahan Pudak Payung, Kota Semarang adalah


letak Kawasan Vihara Buddhagaya Watugong dan berada tepat di depan Kodam
Diponegoro Semarang (jalur Semarang-Jogja/Solo). Sejak diresmikan pada akhir
tahun 2005 Kompleks Vihara Buddha Gaya Watugong telah menjadi tempat ibadah
dan tujuan wisata religi di Kota Semarang. Daya tarik wisata Kawasan Vihara
Buddhagaya Watugong terdiri atas situs budaya/bangunan fisik dan situs budaya.

12
I D Murtadha Isnan and Pramesi Lokaprasidha, ‘Perubahan Motif Wisata Pada Era Industri 4.0 (Studi Kasus: Sam
Poo Kong Temple, Semarang)’, Journal of Tourism and Creativity, 4.1 (2020), 21–30.

8
Mengenai pembangunan landmark seperti Pagoda Avalokiteshvara, sebuah stupa
dengan ciri Cina, yang berisi patung Bodhisattva Avalokiteshvara atau seringkali
disebut dengan Dewi Kwan Sie Im Po Sat atau Dewi Pengasih; Dharmasala merupakan
tempat inti atau pusat dari komplek Vihara Buddha Gaya Watugong yang terdiri atas
2 (dua) lantai dimana lantai pertama memiliki aula universal yang cukup luas
sedangkan lantai kedua berisi fasilitas keagamaan seperti peribadatan, kesehatan. ,
konsekrasi biksu dan samanera dan sebagainya. Selanjutnya daya tarik lainnya adalah
Patung Budha Tidur / Parinibbana, yaitu patung Budha sedang berbaring yang
menggambarkan postur Budha ketika meninggal; Pohon Bodhi dan batu gong.
Kemudian daya tarik budaya yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan seperti hari
raya Tri Suci Waisak dan hari besar Dewi Kwan Im hanya diadakan pada waktu-waktu
tertentu saja. Mengenai sarana transportasi untuk mencapai kawasan Vihara Buddha
Gaya Watugong, wisatawan dapat memakai berbagai sarana transportasi. Sebagaimana
mobil atau kendaraan pribadi dan angkutan umum. Wisatawan dapat memakai
transportasi umum dengan seperti angkot,taksi,serta BRT Semarang.

Selain kenyamanan dan transportasi, dalam hal penginapan atau losmen di kawasan
ini hanya terdapat akomodasi untuk penggunaan pribadi, dengan maksud hanya untuk
biksu atau samanera. Sedangkan untuk toko suvenir, tersedia jendela kaca dalam
jumlah terbatas. Tempat parkir di area Vihara Buddhagaya Watugong terbagi menjadi
dua (dua) tempat, yaitu tempat pertama, khusus untuk kendaraan besar seperti bus, dan
di atasnya di depan Dharmasala. Tempat terbuka di depan Dharmasala bisa digunakan
sebagai tempat parkir atau tempat hiburan outdoor saat ada pesta atau sejenisnya. Ciri
khas tempat parkir ini terlihat pada bentuk arealnya yang dibentuk mirip dengan bentuk
Mandala Plasa Borobudur/Candi Borobudur Magelang. Sarana lain yang disediakan
pulauntuk mendukung semua kegiatan wisata seperti toilet, gazebo, taman bermain dan
perpustakaan.13

Mustanir Afif and Bitta Pigawati, ‘Pengembangan Kawasan Vihara Buddhagaya Watugong Sebagai Objek WisataDi
13

Kota Semarang’, Jurnal Pengembangan Kota, 3.2 (2017), 128–38.

9
Gambar: Kawasan Vihara Budhagaya Watugong

Kesimpulan
Setelah paparan materi diatas, dengan ini kami menyimpulkan bahwa literasi
destinasi wisata religi merupakan sebuah bentuk informasi mengenai destinasi wisata
religi. Yakni perjalanan dalam rangka peningkatan spiritualitas agama, baik dari
berbagai jenis keagamaan. Nilai dari budaya yang juga seharusnya dipelajari nilainya
akan tetapi ada yang berubah niat seiring denan perubhan zaman di era milenial yang
trend dari wisatanya berorientasi pada pemakaian sosial media. Oleh karena itu literasi
destinasi wisata religi perlu dikaji lebih, dalam upaya menambah pengetahuan.

Daftar Pustaka
Afif, Mustanir, and Bitta Pigawati, ‘Pengembangan Kawasan Vihara Buddhagaya
Watugong Sebagai Objek Wisata Di Kota Semarang’, Jurnal Pengembangan Kota,
3.2 (2017), 128–38
Lubis, M Zaky Mubarak, ‘Prospek Destinasi Wisata Halal Berbasis Ovop (One Village
One Product)’, Jurnal Kajian Ekonomi Islam, 3.1 (2018), 30–47
Murtadha Isnan, I D, and Pramesi Lokaprasidha, ‘Perubahan Motif Wisata Pada Era
Industri 4.0 (Studi Kasus: Sam Poo Kong Temple, Semarang)’, Journal of Tourism

and Creativity, 4.1 (2020), 21–30


Narulita, Sari, Rihlah Nur Aulia, Firdaus Wajdi, and Umi Khumaeroh, ‘Pembentukan
Karakter Religius Melalui Wisata Religi’, Prosiding Seminar Nasional Tahunan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 1.1 (2017), 159–62
<http://semnastafis.unimed.ac.id>

10
Tsani, Laila Nur, and Rina Kurniati, ‘KAJIAN PELESTARIAN KAUMAN
SEMARANG Preservation Study of Kauman Semarang as Religious Tourism Area’,
2019, 619–33
Vinandari, Nur, Khairul Anwar Hafizd, and Muhammad Noor, ‘Sistem Informasi
Geografis Wisata Religi Berbasis Web Mobile’, Jurnal Sains Dan Informatika, 5.1
(2019), 41–49 <https://doi.org/10.34128/jsi.v5i1.161>
Widodo, Tri, and Elang Roni Indriyanto, ‘Strategi Pengembangan Desa Wisata Religi
Makam Sentono Desa Gogodalem Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang’, Abdi
Makarti, 1.1 (2022), 19 <https://doi.org/10.52353/abdimakarti.v1i1.263>

11

Anda mungkin juga menyukai