Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BENTUK KOMUNIKASI WISATA RELIGI


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Wisata Religi
Dosen Pengampu: Dr. H. Kun Wazis, S.Sos., M.I.Kom.

Disusun Oleh:
Nadini Ramadhona (201103040012)

FAKULTAS DAKWAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat Menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Dalam
makalah ini kami akan membahas tentang “Bentuk Komunikasi Wisata Religi”.
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang kami alami.
Namun berkat dukungan, dorongan, dan semangat orang terdekat, sehingga kami mampu
menyelesaikannya. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima
kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr. Kun Wazis, S.Sos., M.I.Kom. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Komunikasi Wisata Religi yang telah memberi tugas makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Hal ini
semata-mata karena keterbatasan kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar makalah
ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.

Jember, 22 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................4
2.1 Pengertian Bentuk Komunikasi Wisata Religi….……....……...…...4
2.2 Bentuk Komunikasi Wisata Religi.....................................................5
2.3 Contoh Wisata Religi Islami.............................................................11

BAB III PENUTUP...........................................................................................16


3.1 Kesimpulan......................................................................................16
3.2 Saran.................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia mempunyai potensi pariwisata berbasis religi yang sangat lengkap dan
diakui dunia. Mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam turut berkontribusi
dalam membentuk segmen pariwisata berbasis religi. Dengan semakin maraknya wisata
ziarah, tren kepariwisataan pun mulai bergeser dari sun, sand and sea, menjadi serenity,
sustainability and spirituality. Tujuan objek wisata religi yang selalu dikunjungi
wisatawan diantaranya adalah petilasan orang suci, makam pemimpin yang diagungkan,
gunung, bukit, tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat, dan tempat pemakaman
pemimpin yang dianggap gaib. Tujuan wisatawan mengunjungi objek wisata religi
tersebut adalah untuk mendapatkan pengetahuan, kenikmatan dan kepuasan dalam
menghayati keagamaan dan pemantapan rohani. Mereka melakukan zikir, bersalawat
pada Nabi, dan membaca Al-Qur’an.1
Di Indonesia, wisata religi memiliki kekhasan, yaitu mengunjungi tempat yang
dianggap keramat. Makam ulama diziarahi karena semasa hidupnya ulama mempunyai
karomah, menjalankan taraf spiritual yang tinggi, bisa melakukan sesuatu hal yang luar
biasa, dan mampu melampaui pengalaman manusia biasa.2 Ulama juga dinilai memiliki
kesaktian dan dapat melakukan apa pun untuk membasmi kejahatan. Konsep wisata religi
sebuah tawaran penting untuk dikembangkan guna pengembangan obyek dan daya tarik
wisata. Yang dimaksud dengan wisata religi adalah objek wisata berbasis pada agama
baik itu aspek bangunan seperti rumah ibadah, situs-situs peninggalan, ritual atau
perayaan agama yang bernilai wisata.3
Mengutip pendapat Quraish Shihab, wisata religi diartikan sebagai kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta
bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Wisata religi merupakan
sebuah perjalanan untuk memperoleh pengalaman dan pelajaran (ibrah). Wisata religi
juga merupakan sebuah perjalanan atau kunjungan yang dilakukan baik individu maupun

1
Ismandianto, Nasution, B., & Lubis, E. E, Model Komunikasi Pariwisata Religi dalam Pengambangan Wisata
Kabupaten Rokan Hulu. (Jurnal Pariwisata Pesona, 2020), 5(2), 119–129.
https://doi.org/10.26905/jpp.v5i2.4644
2
Annisarizki, & Sucahya, M, Wisata Religius Kesultanan Banten (Bauran Komunikasi Pemasaran dalam
Meningkatkan Jumlah Wisatawan), (Nyimak: Journal of Communication, 2018), 2(2), 187–205. Retrieved from
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/nyimak/article/view/928
3
Chaliq, A, Manajemen Haji dan Wisata Religi, (Jakarta: Mitra Cendekia, 2011)

1
kelompok ke tempat dan institusi yang merupakan penting dalam penyebaran dakwah dan
pendidikan umat Islam.4 Dapat disimpulkan wisata religi adalah wisata kunjungan atau
ziarah seseorang maupun kelompok ke situs penting terkait dengan penyebaran suatu
agama tujuannya guna mendapatkan kebahagiaan sekaligus ilmu pengetahuan.
Motivasi wisata religi tidak terlepas kembali hubunganyan dengan eksistensi agama
itu sendiri. Keberadaan agama menjadi bagian dari objek wisata religi dikarenakan setiap
tradisi keagamaan memuat simbol-simbol suci yang dengannya orang melakukan
serangkaian tindakan untuk menumpahkan keyakinan dalam bentuk melakukan ritual,
penghormatan dan penghambaan. Salah satu contoh ialah melakukan upacara lingkaran
hidup dan upacara intensifikasi, baik yang memiliki sumber asasi di dalam ajaran agama
atau yang dianggap tidak memiliki sumber asasi di dalam ajaran agama.5 Selain itu
ekspresi budaya agama membentuk satu pola ketertarikan tersendiri dari segi aristektur
bangunan yang mengikat orang lain untuk menghormatinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan bentuk komunikasi wisata religi?
2. Bagaimana bentuk komunikasi wisata religi?
3. Bagaimana contoh wisata religi islami?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui pengertian bentuk komunikasi wisata religi.
2. Untuk mengetahui bentuk komunikasi wisata religi.
3. Untuk mengetahui contoh wisata religi islami.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan penerapan tujuan di atas, makalah ini dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi penulis, sebagai latihan berfikir dalam penulisan karya makalah agar serta
dapat memperdalam ilmu pengetahuan tentang bentuk komunikasi wisata religi.
2. Bagi pembaca, diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman para
pembaca tentang komunikasi wisata religi.

4
Shihab, M. Q, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku, (A. S. Dj & W. Hizbullah, eds.),
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 549
5
Syam, N, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LkiS, 2005), h. 17

2
BAB II
PEMBAHASAN

3
2.1 Pengertian Bentuk Komunikasi Wisata Religi
Menurut Bungin dalam bukunya Komunikasi Pariwisata, komunikasi pariwisata
adalah penggabungan kajian komunikasi dan pariwisata, dengan komunikasi
menyumbangkan teori komunikasi persuasif, komunikasi massa, interpersonal, dan
kelompok. Sedangkan pariwisata menyumbangkan field kajian pemasaran, destinasi,
aksesibilitas dan sumber daya manusia (SDM) serta kelembagaan pariwisata.6 Artinya
kedua kajian ini menarik untuk didekatkan sehingga menghasilkan pikiran yang saling
dapat memperkuat baik aspek komunikasinya maupun pariwisatanya.
Pariwisata memerlukan komunikasi untuk mengkomunikasikan pemasaran pariwisata,
mengkomunikasikan aksesibilitas, mengkomunikasikan destinasi dan sumber daya
kepada wisatawan dan seluruh stakeholder pariwisata, termasuk membentuk
kelembagaan pariwisata.7 Komunikasi juga membantu pemasaran pariwisata dalam media
komunikasi maupun konten komunikasi. Media komunikasi sebagai saluran pemasaran,
destinasi, aksesibilitas maupun SDM dan kelembagaan pariwisata.
Komunikasi juga bisa dilihat dari konten pesan yang disampaikan kepada masyarakat
atau wisatawan, tentang apa yang seharusnya masyarakat atau wisatawan tahu tentang
media pemasaran, destinasi, aksesibiltas dan SDM serta kelembagaan pariwisata.
Komunikasi pariwisata memiliki beberapa bidang kajian utama seperti komunikasi
pemasaran pariwisata, brand destinasi, manajemen komunikasi pariwisata, komunikasi
transportasi paiwisata, komunikasi visual pariwisata, komunikasi kelompok pariwisata,
komunikasi online pariwisata, public relations dan MICE serta riset komunikasi
pariwisata.8
Dalam komunikasi pariwisata terdapat empat tipe umum saluran komunikasi, yaitu:
komunikasi kelompok, persuasif, massa dan interpersonal.9 Komunikasi interpersonal
digunakan sebagai komunikasi antar dua pihak (komunikator dan komunikan) baik secara
langsung (tatap muka) ataupun tidak langsung (telepon, chatting). Sedangkan komunikasi
massa terjadi karena pihak yang berkomunikasi menyampaikan pesan secara massa
dengan menggunakan media cetak ataupun elektronik.10

6
Bungin, B, Komunikasi Pariwisata (Tourism Communication): Pemasaran dan Brand Destinasi, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2015), h. 93
7
Op.cit
8
Op.cit
9
Ibid, h. 94
10
Mardikanto, T, Komunikasi Pembangunan, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press, 1988), h. 127-129

4
Wisata religi menjadi salah satu cara lain untuk memasarkan pariwisata baru dengan
menghubungkan pariwisata dan kegiatan keagamaan 11 yang bertujuan untuk
meningkatkan spiritual dan upaya mendekatkan diri kepada sang pencipta. Bahkan wisata
religi bisa menjadi bagian dari aktivitas dakwah karena mampu menggugah kesadaran
masyarakat akan ke-Maha Kuasa-an Allah swt. dan kesadaran agama.

2.2 Bentuk Komunikasi Wisata Religi


2.2.1 Wisata Masjid
Kata masjid berasal dari kata Bahasa Arab yaitu sajada-yasjidu-sujudun, yang
memiliki arti patuh, taat, serta tunduk. Lalu kata sajada ini diubah bentuknya menjadi
isim makan (isim yang menunjukkan tempat dimana perbuatan itu dilakukan) dengan
diberikan awalan ma, sehingga terbentuklah kata masjidu.12 Dengan kata lain masjid
berarti tempat sujud.13 Kata sujud, menurut Qurais Shihab, mengandung beberapa
pengertian, misalnya pertama, pengakuan dan penghormatan kepada pihak lain
(seperti sujudnya malaikat kepada Adam, disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah: 30),
kedua kesadaran terhadap kekhilafan serta pengakuan atas kebenaran pihak lain
(misalnya sujud para ahli sihir raja Fir’au setelah Musa menunjukkan mukjizat dan
mengalahkan sihir mereka). Ketiga, sujud berarti mengikuti dan menyesuaikan diri
dengan ketetapan Allah atau sunnatullah (misalnya sujudnya bintang-bintang,
tumbuhan, dan sebagainya).
Sujud merupakan bentuk hormat hambanya kepada Tuhan. Bentuk hormat
tersebut dilakukan dengan cara meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke
tanah yang lalu diberikan nama sujud oleh syariat.
Masjid tidak hanya sekedar untuk tempat beribadah, akan tetapi memiliki
banyak fungsi, diantaranya:
1. Sebagai Tempat Ibadah
Memotivasi dan membangkitkan kekuatan ruhaniyah dan keimanan
seseorang adalah fungsi utama masjid. Makna etimologis dari kata
masjid sendiri adalah tempat untuk bersujud. Kata ini berasal dari
Bahasa Arab, sajada-yasjuda-sujudan, yang artinya bersujud.
Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa masjid adalah tempat bersujud

11
Pendit, N. S, Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2002), h. 41
12
Gazalba, S, Mesjid Pusat KebudayaanIslam (V), (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989)
13
Glasse, C, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)

5
dan salat. Tempat ibadah yang secara khusus diperuntukkan bagi
orang-orang Muslim.
2. Sebagai Pusat Kegiatan Umat
Dalam fungsi sosialnya, masjid berperan untuk menyatukan
masyarakat Muslim. Ketika Rasulullah hijrah dari Mekah ke Madinah,
maka usaha pertama kali yang dilakukan beliau yaitu membangun
masjid. Dengan dibangunnya masjid, segala kegiatan umat Islam yang
sebelumnya dijalankan secara individual kemudian diubah menjadi
kegiatan kolektif.
3. Sebagai Tempat Pendidikan
Dalam Islam, Pendidikan bermakna luas, yaitu upaya sadar untuk
membantu manusia menemukan jati dirinya sehingga bisa mengetahui
darimana ia berasal, tercipta dari apa, mengapa ia dicipta, untuk apa ia
dicipta, dan kemana kelak ia akan pergi dan
mempertanggungjawabkan semua perilaku selama hidupnya. Idealnya,
dengan Pendidikan yang semakin baik, ia (manusia) diharapkan dapat
menemukan siapa sesungguhnya dirinya dan apa tugasnya (beribadah
menyembah Allah). Dengan demikian, manusia akan menyadari
fungsinya sebagai khalifatul fil ard sekaligus sebagai abdilah untuk
menciptakan rahmat bagi sekalian alam.
4. Sebagai Pusat Politik
Masjid sebagai basis kegiatan politik sudah dirintis sejak masa
Rasulullah, jadi bukanlah suatu hal yang baru. Di masjidlah Rasulullah
selalu mendiskusikan segala hal menyangkut perkembangan agama
Islam, mengatur strategi perang, merumuskan bentuk pemerintahan,
dan lain sebagainya.
5. Sebagai Wadah Manajemen Ekonomi Umat
Masjid juga berfungsi sebagai wadah berkumpulnya para jamaah yang
memiliki kelebihan ilmu dan harta. Sebab itu, masjid juga harus
berfungsi sebagai pusat perencanaan dan manajemen pengembangan
ekonomi dan bisnis umat. Jika kita perhatikan masjid-masjid besar dan
bersejarah di dunia Islam, khususnya Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi, berdiri di sekitarnya pasar-pasar raksasa yang menyebabkan
ekonomi kawasannya hidup dan berkembang.
6
2.2.2 Wisata Ziarah
2.2.2.1 Hakikat Wisata Ziarah
Secara etimologi ziarah berasal dari Bahasa Arab, yaitu zaaru, yazuuru. Ziarah
dapat berarti kunjungan, baik kepada orang yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal, namun dalam aktivitas pemahaman masyarakat, kunjungan kepada orang
yang telah meninggal melalui kuburannya. Kegiatannya pun lazim disebut dengan
ziarah kubur.
Dalam Islam, ziarah kubur dianggap sebagai perbuatan sunah yaitu apabila
dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Praktik ziarah
sebenarnya sudah ada sebelum Islam, namun dilebih-lebihkan sehingga Rasulullah
sempat melarangnya. Tradisi ini pun dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk
mengingat kematian.14
Secara khusus, fungsi sebuah makam erat kaitannya dengan ritual ziarah.
Ziarah adalah salah satu praktik sebagian besar umat beragama yang memiliki makna
moral yang penting. Kadang-kadang ziarah dilakukan ke suatu tempat yang suci bagi
keyakinan dan iman yang bersangkutan. Tujuannya adalah untuk mengingat kembali,
meneguhkan iman atau menyucikan diri. Orang yang melakukan perjalanan ini
disebut peziarah. Berziarah dilakukan ke tempat-tempat yang dianggap memiliki nilai
spiritual dan sakral, sehingga dianggap dapat memiliki pengaruh bagi peningkatan
tingkat spiritualitas seseorang. Di nusantara, ziarah yang dilakukan oleh mayoritas
umat Islam tradisionalis, biasa dilakukan di makam-makam keramat, tempat petilasan
atau tempat tinggal seseorang yang dianggap penting dan berpengaruh.15 Wisata
ziarah adalah jenis wisata yang sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat
istiadat, dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah dapat
dilakukan perorangan atau rombongan ke tempat suci, ke makam-makam orang besar,
pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat,
pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh legenda yang
dikemukakan oleh Nyoman S. Pendit.16
Wisata ziarah semakin diminati berbagai pihak sebagai salah satu unggulan
produk wisata. Karena sejarah aktivitasnya yang lama, wisata ziarah menyimpan
kesan tersendiri. Menganalisis wisata ziarah dalam perspektif ilmiah, dengan
menggunakan teori Ronald Barthes. Roland Barthes merupakan filsuf dan sosiolog
14
Ruslan, A. S., Ziarah Wali Spiritual Sepanjang Masa, (Yogyakarta: Pustaka Timur, 2007)
15
Loir, H. C., & Gulliot, C., Ziarah & Wali di Dunia Islam, (Depok: Komunitas Bambu, 2010)
16
S. Pendit, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2002)

7
kenamaan asal Prancis. Salah satu teori yang sering dikemukakan oleh Barthes adalah
teori tentang semiotika. Teori ini antara lain menyebutkan tiga kategori makna atas
satu fenomena. Ketiganya adalah makna denotasi, konotasi, dan mitos.
2.2.2.2 Motivasi Peziarah
Faktor pendorong atau motivasi kedatangan pengunjung atau peziarah adalah,
berikut klasifikasinya:
1. Faktor Tradisi
Sebagian pengunjung biasa datang berkunjung ke makan keramat
sebagai sebuah tradisi yakni sebagai kebiasaan yang rutin dijalankan
pada kelompok masyarakat tertentu. Dalam faktor ini pengunjung
cenderung tidak mengkhususkan do’a dalam setiap ziarah atau
kunjungannya. Pengunjung cenderung menjalankan tradisi yang
sebagaimana sudah menjadi kebiasaan rutinnya yang turun temurun.
2. Faktor Karomah
Karomah berasal dari Bahasa Arab yaitu karoma-yakrimu-kariman
artinya mulia. Secara istilah, karomah adalah hal atau kejadian yang
luar biasa di luar nalar (logika) dan kemampuan manusia awam yang
terjadi pada diri seseorang (wali Allah). Inilah salah satu faktor yang
menjadikan motivasi peziarah. Oleh karena itu, karomah tersebut
menjadi sangat terkenal di kalangan pengunjung yang membuat daya
tarik tersendiri bagi pengunjung. Misalnya Makam Keramat Luar
Batang yang terdapat makam ulama yang bernama Habib Husein.
Berikut karomah dari Habib Husein, menjadi mesin pemintal saat
ibunya memintanya memintal benang, menyuburkan Kota Gujarat dan
menyembuhkan penyakit kolera atas izin Allah swt., saat Habib Husein
hijrah ke India, mengislamkan tawanan saat ia ditahan oleh VOC,
menjadi imam di penjara padahal Habib Husein terlihat sedang tertidur
di ruangan penjara yang sempit pada saat yang bersamaan,
meramalkan Sinyo (anak Belanda) menjadi seorang gubernur,
mengirimkan uang kepada ibunya dengan cara melemparkannya ke
laut, berdo’a setiap ba’da ashar di dekat sumur keramat hingga kini
sumur keramat tersebut bermanfaat dan membawa karomah bagi
masyarakat dan pengunjung masjid serta selalu berada di luar kurung
batang (keranda) saat akan dimakamkan di Tanah Abang hingga
8
lahirlah Kampung Luar Batang. Contoh lainnya salah satu karomah
Habib Abdurraham (Habib Cikini) adalah konon keberadaan air yang
keluar secara deras dari dalam makamnya saat akan dipindahkan.
Masyarakat pun berduyun-duyun mendatangi makam tersebut, tak
sedikit diantara mereka yang mendatanginya untuk keperluan air
tersebut. Dimana diyakini oleh sebagian orang bahwa air itu memiliki
khasiat yang istimewa diantaranya untuk mengobati berbagai penyakit.
3. Faktor Ketenangan Jiwa
Saat mendekatkan diri kepada Allah dengan khusyuk maka seseorang
akan mendapatkan ketenangan jiwa. Makam mengingatkan akan
keakhiran hidup yakni kematian dan kekhusyukan saat berziarah
membuat seseorang yang datang kesana akan mendapatkan ketenangan
jiwa. Ketenangan jiwa diperoleh dari faktor intrinsik manusia sebagai
salah satu motivasi dalam dirinya sehingga yang mampu merasakan
hal ini adalah masing-masing individu.
4. Faktor Wisata
Banyak pengunjung yang datang hanya sekadar untuk berwisata seperti
para turis. Kedekatan destinasi wisata ziarah dengan lokasi wisata tak
jarang membuat sebagian pengunjung tertarik mampir. Kawasan
Makam Keramat Luar Batang dan Jakarta Islamic Centre (JIC)
termasuk dalam 12 jalur destinasi wisata pesisir Jakarta. 12 jalur
destinasi wisata ini pula mendapatkan perhatian penuh dari Pemprov
DKI Jakarta sehingga banyak yang mengikuti tur tersebut yang
kemudian mengunjungi masjid dan Makam Keramat Luar Batang serta
JIC.
5. Faktor Ngalap Berkah
Ngalap berkah atau tabarruk adalah mencari berkah berupa tambahan
kebaikan dan pahala dan setiap yang dibutuhkan hamba dalam dunia
dan agamanya, dengan benda atau wahyu yang barokah. Tabarruk ini
terbagi menjadi dua macam, yaitu tabarruk yang syar’i dan yang tidak
syar’i. Faktor ini terlihat dengan jelas bahwa ada beberapa pengunjung
yang sengaja datang untuk mencari berkah pada makam ataupun sumur
keramat. Ada yang bersifat syar’i misalnya beribadah seperti biasa di
masjid yakni membaca zikir, salawat, dan lain sebagainya. Serta
9
berdo’a dan mengharapkan permohonan hanya kepada Allah, makam
ulama hanya sebagai wasilah atau perantara. Ada juga yang bersifat
tidak syar’i seperti meminta permohonan kepada makam tersebut
(berdo’a kepada selain Allah).
2.2.2.3 Kegiatan Wisata Ziarah
Biasanya jika ziarah dilakukan secara rombongan, sebelum peziarah
berangkat, kepala rombongan biasanya mengajak anggotanya untuk memanjatkan
do’a agar selamat perjalanannya diberi keselamatan. Setelah menjelaskan rute yang
akan ditempuh, ketua rombongan juga menjelaskan makna dan faedah ziarah.
Menjelang sampai di lokasi makam, rombongan diberi penjelasan singkat mengenai
tokoh yang akan diziarahi. Sesampainya di lokasi makam, para peziarah
mengucapkan salam kepada para wali yang dipandu kepala rombongan. Setelah
membaca salam, para peziarah kemudian membaca salawat, tahlil, dan surat yasin,
kemudia ditutup dengan do’a di hadapan makam. Keseluruhan yang dibaca oleh
peziarah adalah bacaan zikir, yaitu proses penyucian diri dengan merendahkan diri di
hadapan Allah, dan membersihkan hati dari hasrat yang jelek. Karena adanya kotoran
yang ada dalam hati, manusia dituntut untuk selalu berzikir agar dapat melawan hawa
nafsu dan keinginan berbuat dosa dengan selalu mengingat Allah. Setelah tahlil secara
berjamaah, ketua rombongan kemudian memberi kesempatan pada jamaahnya untuk
berzikir secara individual agar dapat membaca wirid-wirid tertentu yang dimilikinya
secara khusyuk. Setelah itu, ditutup dengan berdo’a.17
Kegiatan wisata ziarah bisa dilakukan rombongan atau individu. Selain itu,
kegiatan ziarah juga dilakukan ketika ada event, misalnya haul sohibul makam. Haul
merupakan momentum untuk mengenang seorang tokoh, terutama para ulama yang
telah wafat. Secara etimologi makna haul berarti satu tahun. Penggunaan haul dalam
istilah bermakna peringatan yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan
wafatnya. Mereka adalah alim ulama yang sekaligus pejuang. Haul bertujuan untuk
mengenang jasa orang yang sudah tiada. Seperti haul Habib Husein Luar Batang, haul
Mbah Priuk, haul Habib Munzir, dan yang lainnya.

2.3 Contoh Wisata Religi Islami


2.3.1 Masjid Agung Ibnu Batutah

17
Purwadi, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, (Jakarta: Kompas, 2006)

10
Berdiri dengan megah di pelataran bukit Kampial Nusa Dua, Masjid Ibnu
Batutah berdiri berdampingan dengan empat sarana ibadah umat beragama lain, yakni
Pura Jagat Natha bagi umat Hindu, Vihara Budina Ghuna untuk umat Buddha, Gereja
Bunda Maria Segala Bangsa untuk umat Katolik serta Gereja Kristen Bukit Doa untuk
umat Protestan. Lokasi ini dikenal dengan nama kompleks peribadatan Puja Mandala
di Nusa Dua, Bali.
Berawal dari keinginan umat Islam untuk mendirikan masjid di Nusa Dua.
Namun, karena izin sulit didapatkan dengan alasan tidak memenuhi syarat pendirian
bangunan ibadah yang harus mempunyai 500 KK, akhirnya keinginan itu belum dapat
dilaksanakan. Pihak MUI bersama Yayasan Ibnu Batutah kemudian datang ke Jakarta
untuk meminta persetujuan. Akhirnya, ada inisiatif dari Menteri Pariwisata Pos dan
Telekomunikasi, yang saat itu dijabat oleh Joop Ave, untuk membangun tempat
ibadah kelima agama di Indonesia itu dalam satu kompleks. Ide ini didapat atas dasar
keinginan Presiden Soeharto yang menginginkan adanya tempat ibadah kelima agama
yang berdiri di satu tempat. Pihak PT. BTDC lalu menghibahkan bantuan berupa
tanah untuk membangun kelima tempat ibadah tersebut. Tanah itu dibagi sama besar
dan luasnya. Selanjutnya, untuk pendirian bangunan diserahkan sepenuhnya kepada
umat masing-masing agama, dengan aturan pendirian bangunan tersebut harus sama
tingginya.18

2.3.2 Makam Wali Pitu


Dimulai dari obyek wisata Islam berupa makam keramat tokoh Islam, ada
beberapa makam Islam di Bali. Terkait keberadaan beberapa obyek wisata makam
keramat di Bali, yang menjadi legenda adalah keberadaan wali pitu (wali yang tujuh).
Sebutan wali pitu di Bali dianalogikan dengan keberadaan wali sanga di Jawa.

18
Masjid Agung Ibu Batutah; Sebuah Simbol Kerukunan Tempat Ibadah Dari Nusa Dua Bali. http://Bali
muslim.com/masjidsimbol-kerukunan/masjid-ibnu-batutah

11
Berbeda dengan di Jawa, wali pitu di Bali hanya julukan kepada tujuh orang perintis
Islam di Bali yang satu sama lain barangkali tidak pernah bertemu karena hidup di
zaman yang berbeda. Beberapa makam keramat yang telah menjadi tujuan ziarah,
yang sebagiannya anggota wali pitu, antara lain meliputi:
1. Makam Keramat Pangeran Sepuh, Pantai Seseh
Pantai Seseh terletak di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi,
Kabupaten Badung. Jarak tempuh ke lokasi ini lebih kurang 15 km dari
kota Denpasar. Makam ini adalah makam Raden Amangkuningrat. Dia
adalah anak Raja Mengwi I (Raja di Bali 1690-1722 M) yang menikah
dengan Puteri Blambangan. Dia tidak dibesarkan di lingkungan istana
keraton di Bali, namun dibesarkan ibunya di Blambangan, suatu ketika
bertanya pada ibunya siapa gerangan ayahnya. Setelah memaksa
akhirnya berkatalah ibunya bahwa dia adalah Putra Raja Mengwi I di
Bali. Berangkat sang anak ke Bali, namun disana terjadi salah paham
antara anak dan ayah. Kembali lah sang anak ke Blambangan. Namun
di tengah jalan, ia dikeroyok orang. Suatu kesempatan, Raden
Amangkuningrat menarik kerisnya dan keajaiban terjadi, semua lawan
menjadi lumpuh seketika. Selanjutnya, di akhir hayatnya, sosok Raden
ini dimakamkan di Pantai Seseh.
2. Makam Keramat Siti Khodijah di Pamecutan
Nama aslinya Ratu Ayu Anak Agung Rai. Makam ini berada di Kota
Denpasar. Dia dipercaya sebagai orang pertama dari keturunan
keluarga dalam keraton di Bali yang masuk Islam. Dia adalah putri
Raja Pemecutan Cokorda III yang bergelar Bathara Sakti yang
memerintah sekitar tahun 1653 M (Menurut sumber lain, memerintah
tahun 1697 dan wafat tahun 1813 M).19 Ada dua versi cerita masuknya
Ratu Ayu ke Islam. Versi pertama, dia masuk Islam karena menikah
dengan Sosrodiningrat (Senopati dari Mataram) setelah berhasil
membantu Raja Pamecutan memenangkan peperangan. Versi kedua,
dia diperistri Cakraningrat dari Madura yang berhasil menyembuhkan
puteri raja. Raja membuat sayembara, siapa yang mampu mengobati
puteri raja maka dia akan dinikahkan dengan puteri tersebut. Ketika

19
Makam Keramat Siti Khotijah dan Pangeran Sosrodiningrat di Denpasar Bali. http://achmad-
suchaimisememi.blogspot.com/2013/07/mjib-24-makam-keramat-sitikhotijah-dan.html akses 11 Januari 2015

12
hidup di lingkungan keraton, suatu saat terjadi kesalahpahaman antara
Siti Khodijah dengan para punggawa. Para punggawa dihebohkan
adanya leak (makhluk jahat) yang masuk istana. Maka semua
punggawa berusaha memburunya dan memergoki puteri Khodijah
sedang salat malam dan disangkanya sedang melakukan ritual yang
menghadirkan leak. Maka tanpa ragu-ragu seorang punggawa
menombak punggung Puteri Khadijah dan mati seketika.
3. Makam Pangeran Sosrodiningrat di Ubung Denpasar
Dia adalah suami dari adik Raja Pamecutan, Siti Khodijah Pamecutan.
Pangeran Sosrodiningrat adalah orang dari Mataram yang kebetulan
lewat Kerajaan Pamecutan yang semula bertujuan ingin pergi ke
Ampenan Pulau Lombok. Karena Kerajaan Pamecutan sedang perang
dengan kerajaan lain, maka Pangeran Sosrodiningrat dikira mata-mata.
Maka ditangkaplah pangeran itu dan dihadapkan kepada raja. Karena
salah tangkap, maka Pangeran Sosrodiningrat ditawari untuk
membantu Kerajaan Pamecutan mengalahkan musuh. Kalau perang
berhasil dimenangkan, Pangeran Sosrodiningrat akan dinikahkan
dengan adik raja. Tawaran itu diterima, dan akhirnya perang berhasil
dimenangkan, dan pangeran menikah dengan keluarga kerajaan dan
akhirnya bisa mengajak istrinya masuk Islam. Setelah masuk Islam,
sang istri berganti nama menjadi Siti Khodijah dan merupakan orang
pertama dari keluarga keraton yang masuk Islam.
4. Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Maghribi di Bukit Bedugul
Makam ini berada di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem,
Karangasem. Nasab Habib Umar diyakini bersambung sampai
Rasulullah saw. Untuk mencapai lokasi makam, para peziarah harus
mendaki bukit yang cukup tinggi. Mereka harus sangat hati-hati,
karena anak tangganya masih asli dari tanah, tanpa pagar atau
pegangan tangan.
5. Makam Habib Ali bin Abu bakar al Hamid di Kusumba Klungkung
Dia adalah guru besar Raja Klungkung, Dhalem I Dewa Agung Jambe.
Ia mengajar bahasa Melayu kepada Raja Dhalem I Dewa Agung Jambe
dari Kerajaan Klungkung. Sang raja menghadiahkan seekor kuda
kepadanya sebagai kendaraan dari kediamannya di Kusamba menuju
13
Istana Klungkung. Suatu hari, pulang mengajar di istana, ia diserang
oleh kawanan perampok. Ia wafat dengan puluhan luka di tubuhnya.
Jenazahnya dimakamkan di ujung barat pekuburan Desa Kusamba.
Malam hari selepas penguburan, terjadi keajaiban. Dari atas makam
menyemburlah kobaran api, membubung ke angkasa, memburu
kawanan perampok yang membunuh sang habib. Akhirnya semua
kawanan perampok itu tewas terbakar.
6. Makam Maulana Yusuf al Baghdadi al Maghribi Karangasem
Tepatnya di desa Bungaya, Bebandhem, Karangasem, Bali. Dia adalah
perintis Islam di Karangasem. Dimakamkan tidak jauh dari makam
Habib Ali bin Zainal Al-Idrus. Di atas makam tersusun batu bata
merah tanpa semen yang tak terawat dan tampak sangat tua.
Keistimewaan makam ini terletak ketika makam itu justru selamat dari
amukan Gunung Agung yang meletus dengan dahsyat pada 1963.
Sejak saat itu orang mempercayai bahwa orang yang dimakamkan di
sana adalah orang keramat.
7. Makam Keramat Syeikh Abdul Qadir Muhammad di Temukus
Lokasinya di Temukus Banjar, Buleleng, Singaraja Bali. Nama asli
syekh ini adalah The Kwan Lie. Penduduk menyebutnya sebagai
Keramat Karang Rupit. Semasa remaja, ia adalah murid Sunan Gunung
Jati, Cirebon, Jawa Barat. Para peziarah, baik Muslim maupun Hindu,
biasanya banyak berkunjung pada hari Rabu terakhir (Rebu Wekasan)
bulan Shafar. Uniknya, masing-masing menggelar upacara menurut
keyakinan masing-masing.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Bungin dalam bukunya Komunikasi Pariwisata, komunikasi pariwisata


adalah penggabungan kajian komunikasi dan pariwisata, dengan komunikasi

15
menyumbangkan teori komunikasi persuasif, komunikasi massa, interpersonal, dan
kelompok. Sedangkan pariwisata menyumbangkan field kajian pemasaran, destinasi,
aksesibilitas dan sumber daya manusia (SDM) serta kelembagaan pariwisata. Artinya kedua
kajian ini menarik untuk didekatkan sehingga menghasilkan pikiran yang saling dapat
memperkuat baik aspek komunikasinya maupun pariwisatanya.

Bentuk komunikasi wisata religi diantaranya adalah wisata masjid dan wisata ziarah.
Masjid tidak hanya dapat digunakan sebagai tempat beribadah, akan tetapi memiliki banyak
fungsi, diantaranya sebagai pusat kegiatan umat, sebagai tempat pendidikan, sebagai pusat
politik, dan sebagai wadah manajemen ekonomi umat. Sedangkan wisata ziarah adalah salah
satu praktik sebagian besar umat beragama yang memiliki makna moral yang penting.
Kadang-kadang ziarah dilakukan ke suatu tempat yang suci bagi keyakinan dan iman yang
bersangkutan. Tujuannya adalah untuk mengingat kembali, meneguhkan iman atau
menyucikan diri. Orang yang melakukan perjalanan ini disebut peziarah.

Contoh wisata religi Islami diantaranya Masjid Agung Ibnu Batutah Bali, yang
terletak di Puja Mandala, Nusa Dua. Letaknya berdampingan dengan tempat ibadah agama
lain, diantaranya Pura Jagat Natha bagi umat Hindu, Vihara Budina Ghuna untuk umat
Buddha, Gereja Bunda Maria Segala Bangsa untuk umat Katolik serta Gereja Kristen Bukit
Doa untuk umat Protestan. Kemudian juga ada makam wali pitu di Bali. Diantaranya yaitu
makam Pangeran Sepuh di Pantai Seseh, makam Siti Khodijah di Pamecutan, makam
Pangeran Sosrodiningrat di Ubung Denpasar, makam Habib Umar bin Yusuf Al-Maghribi di
Bukit Bedugul, makam Habib Ali bin Abu Bakar al Hamid di Kusamba Klungkung, makam
Maulana Yusuf al Baghdadi al Maghribi di Karangasem, dan makamSyeikh Abdul Qadir
Muhammad di Temukus.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah kami sangat menyadari bahwa kami masih banyak
kekurangan dalam hal bahasa, materi, ataupun penataan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun pembuatan makalah ini
sehingga kami akan lebih lagi dalam membuat makalah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Annisarizki, & Sucahya, M. 2018. Wisata Religius Kesultanan Banten (Bauran Komunikasi
Pemasaran dalam Meningkatkan Jumlah Wisatawan). Nyimak: Journal of
Communication, 2(2), 187–205. Retrieved from.

Bungin, B. 2015. Komunikasi Pariwisata (Tourism Communication): Pemasaran dan Brand


Destinasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

17
Chaliq, A. 2011. Manajemen Haji dan Wisata Religi. Jakarta: Mitra Cendekia.

Gazalba, S. 1989. Mesjid Pusat KebudayaanIslam (V). Jakarta: Pustaka Al-Husna.


Glasse, C. 2002. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ismandianto, Nasution, B., & Lubis, E. E. 2020. Model Komunikasi Pariwisata Religi dalam
Pengambangan Wisata Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Pariwisata Pesona, 5(2), 119–
129. https://doi.org/10.26905/jpp.v5i2.4644

Loir, H. C., & Gulliot, C. 2010. Ziarah & Wali di Dunia Islam. Depok: Komunitas Bambu.

Mardikanto, T. 1988. Komunikasi Pembangunan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Pendit, N. S. 2002. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.

Purwadi. 2006. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta: Kompas.

Ruslan, A. S. 2007. Ziarah Wali Spiritual Sepanjang Masa. Yogyakarta: Pustaka Timur.

S. Pendit. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Shihab, M. Q. 2007. Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku (A. S. Dj &
W. Hizbullah, eds.). Jakarta: Lentera Hati.

Syam, N. 2005. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS.

18

Anda mungkin juga menyukai