Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENULISAN HUKUM

PROGRAM SARJANA (S1)

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK BUAH KAPAL MIGRAN INDONESIA


TERHADAP PERBUATAN EKSPLOITASI DI ATAS KAPAL PENANGKAP
IKAN BERBENDERA ASING

Oleh:
ADE LULU NOVIANTIE
11000119140251

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2022
PROPOSAL PENULISAN HUKUM
PROGRAM SARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO

I. JUDUL PENULISAN HUKUM


PERLINDUNGAN HUKUM ANAK BUAH KAPAL MIGRAN
INDONESIA TERHADAP PERBUATAN EKSPLOITASI DI ATAS
KAPAL PENANGKAP IKAN BERBENDERA ASING

II. PELAKSANA PENELITIAN


a. Nama Mahasiswa : Ade Lulu Noviantie
b. Nomor Induk Mahasiswa : 11000119140251
c. Jumlah SKS : 133
d. IP Kumulatif : 3,83
e. Nilai MK – MPPH :B

III. DOSEN PEMBIMBING PENULISAN HUKUM


PEMBIMBING I : Sonhaji, S.H., M.S.
PEMBIMBING II : Suhartoyo, S.H., M.Hum.

IV. RUANG LINGKUP/ BIDANG MINAT


Hukum Administrasi Negara

2
V. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang
terdiri lebih dari 17.000 pulau baik yang berpenghuni maupun yang tidak
berpenghuni. Hal tersebut menyebabkan Indonesia menjadi negara kepulauan
terbesar didunia dengan total luas wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2
yang terdiri dari 2,01 juta km2 daratan dan 3,25 juta km2 lautan serta 2,55 juta
km2 ialah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Luasnya daerah perairan ini
menjadikan negara Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang
cukup besar sehingga banyak masyarakat Indonesia yang
bermatapencaharian sebagai pelaut dan nelayan. Maka, tidak heran Indonesia
dikenal sebagai negara maritim sejak jaman dahulu karena memiliki armada
laut yang cukup baik dan kuat, dari segi armada perdagangan/niaga maupun
armada perangnya.
Istilah pelayaran saat ini digunakan untuk alat tranportasi niaga
dagang atau penumpang melalui perairan yang mencakup segala perairan
sungai dan laut.1 Setiap kapal niaga yang berlayar tentu saja terdapat
nahkoda, anak buah kapal dan pengawakan kapal penangkap ikan. Anak buah
kapal atau disingkat ABK merupakan sebutan bagi awak kapal ataupun
pelaut yang dalam menjalankan pekerjaannya berada di atas kapal baik kapal
dalam negeri maupun kapal-kapal asing. Menteri Kelautan dan Perikanan
mengungkapkan terdapat sekitar 61.000 ABK Indonesia bekerja di atas kapal
perikanan milik Korea Selatan dan Taiwan di perairan Selandia Baru pada
tahun 2015, dan mungkin jumlah tersebut akan semakin bertambah
mengikuti perkembangan zaman saat ini.2
Pekerjaan migran Indonesia dan berbagai permasalahannya masih
menjadi topik yang hangat seiring perkembangan zamannya dalam

1
Djoko Triyanto, Bekerja Di Kapal, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2005) Hlm. 4.
2
Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, sambutan kunci pada International Workshop on
Human Right Protection in Fisheries Business di Jakarta, 30 November 2015. Dikutip dari BPPK-
Kementerian Luar Negeri RI, Strategi Perlindungan dan Penanganan Kasus ABK Sektor Perikanan
Indonesia yang Bekerja di Luar Negeri, 2016. Hlm. 1.
3
ketenagakerjaan Indonesia.3 Setiap buruh atau pekerja pada hakikatnya
berhak untuk mendapatkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dan juga keluarganya secara layak yaitu diantaranya sandang,
pangan, papan, pendidikan, kesehatan, rekreasi serta jaminan di hari tua.4
Namun pada kenyataannya kerap kali buruh atau pekerja tidak memperoleh
hak-haknya, terkhususnya ABK migran Indonesia yang bekerja di kapal-
kapal penangkap ikan berbendera asing. Pelanggaran terhadap HAM (Hak
Asasi Manusia) dan sengketa antara ABK Indonesia dan majikan sudah
menjadi hal yang biasa, pasalnya ABK migran Indonesia kerap kali
mendapatkan deskriminasi upah yang lebih sedikit, selain itu mereka juga
sering diperbudak dan diperdagangkan di atas kapal asing. Hal ini tentu saja
melanggar HAM yang dimiliki oleh ABK dan juga hak-hak yang ABK yang
dilindungi diberbagai ketentuan perundang-undangan khususnya UU
Ketenagakerjaan, UU Perlindungan PMI dan PP No. 22 Tahun 2022 tentang
Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal
Perikanan Migran. Pelanggaran HAM adalah tindakan yang dilakukan baik
oleh seseorang maupun sekumpulan orang termasuk instansi pemerintahan
didasarkan pada kesengajaan maupun tidak sengaja (lalai) yang mana
perbuatan tersebut termasuk dalam perbuatan melawan hukum sebagai
pengurang, pembatas dan pengulang yang membatasi dan/atau mencabut
HAM individu maupun kelompok orang yang ditentukan oleh Undang-
undang.5
SAFE Seas telah menerima 64 aduan dimana terdiri lebih dari 100
kasus yang merupakan perbuatan eksploitasi tenaga kerja di atas kapal
perikanan baik di dalam negeri maupun kapal yang berbendera negara lain
sampai dengan bulan Januari 2022.

3
Sonhaji, Pernanan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Perlindungan Pra Penempatan Pekerja
Migran Indonesia Di Luar Negeri, Administrative Law & Governance Journal. Volume 2 Issue 1,
2020. Hlm. 73.
4
Haridjan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011) Hlm. 89.
5
Gus Heerma van Voss dan Surya Tjandra, Bab-bab Tentang Perburuhan Indonesia, (Denpasar:
Pustaka Larasan, Denpasar, 2012) Hlm. 63.
4
Diagram Lingkaran mengenai Data Jumlah Pengaduan ABK Migran Indonesia yang diterima Fishers
Center sampai dengan bulan Januari 20226

Selain itu, BNP2TKI atau yang saat ini disebut BP2MI telah menangani sebanyak
411 kasus pada tahun 2018 s/d 13 Mei 2020, dengan rincian:

Diagram batang mengenai jumlah data pengaduan ABK Migran Indonesia


berdasarkan jenis masalah Periode 2018-20197

Peraturan-peraturan yang telah dibuat baik di Indonesia sendiri


maupun Internasional tidak dapat mengupayakan bentuk perlindungan yang
dapat menjamin hak-hak ABK. Hal ini menyebabkan cukup banyak

6
Hasil Penelitian SAFE Seas pada Seminar Nasional Perlindungan Awak Kapal Perikanan
dari Ancaman Kerjapaksa dan Perdagangan Orang
7
Benny Ramadhani. “Peran Pemerintah Dalam Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia di Kapal Ikan Asing”, (Jakarta: Webinar Perlindungan ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing,
14 Mei 2020) Hlm. 4.
5
pelanggaran hak yang diterima oleh ABK dari mulai perekrutan hingga
terjadinya perbudakan modern yang berujung pada pengeksploitasian tenaga
kerja ABK. ABK Oyang-75 melaporkan adanya tindakan kekerasan fisik,
upah yang rendah serta penipuan oleh agen perekrutan di Indonesia kepada
International Transport Workers Federation (ITF). Hasil penyelidikan
Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) menyatakan bahwa beberapa perusahaan
seperti PT Oriza Sativa, PT Nurindo Mandiri Internasional dan PT Panca
Karsa Mandiri Sejati ditemukan terindikasi menyalurkan ABK secara non-
prosedural dengan memalsukan dokumen berupa paspor, buku pelaut, dan
beberapa dokumen lain8.
ABK yang bekerja pada perindustrian di bidang perikanan di negara
Asia kerap menerima perlakuan yang buruk, upah yang diterima oleh ABK
cukup rendah, kekerasan gender atau seksual di tempat kerja, pemotongan
upah, eksploitasi dengan jam kerja yang tidak manusiawi tanpa adanya
istirahat, isolasi ditempat gelap berhari-hari terhadap ABK yang malas, sakit
dan tidak patuh pada perintah kapten, dan perlakuan yang paling tidak pantas
adalah pembunuhan kemudian membuang jasad ABK ke laut sehingga
diduga sebagai korban tenggelam. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya
laporan yang diterima BP2MI terhadap kasus-kasus ABK hingga detik ini.
Laporan-laporan mengenai ABK membuktikan bahwa masih sering terjadi
kelalaian dalam hal perlindungan ABK dari tahap perekrutan yang akhirnya
mengakibatkan terjadinya berbagai bentuk perbuatan eksploitasi tenaga kerja
yang diterima oleh ABK. Maka dari itu penelitian ini akan mengkaji
mengenai “PERLINDUNGAN HUKUM ANAK BUAH KAPAL
MIGRAN INDONESIA TERHADAP PERBUATAN EKSPLOITASI DI
ATAS KAPAL PENANGKAP IKAN BERBENDERA ASING” apabila
ditinjau dari tahap perekrutan hingga penempatan berdasarkan hukum
administrasi negara.

8
BPPK, Kementerian Luar Negeri RI, Strategi Perlindungan dan Penanganan Kasus ABK Sektor
Perikanan Indonesia yang Bekerja di Luar Negeri, 2016.
6
VI. RUMUSAN MASALAH
1. Bagiamana perlidungan hak-hak anak buah kapal dari perbuatan
eksploitasi tenaga kerja terhadap ABK migran Indonesia yang bekerja di
atas kapal penangkap ikan berbendera asing?
2. Bagaimana upaya pemerintah dalan melindungi ABK terhadap tindakan
eksploitasi tenaga kerja terhadap ABK migran Indonesia di atas kapal
penangkap ikan berbendera asing?

VII. TUJUAN PENELITIAN


1. Melakukan identifikasi terhadap perlidungan hak-hak anak buah kapal
dari perbuatan eksploitasi tenaga kerja ABK migran Indonesia yang
bekerja di atas kapal penangkap ikan berbendera asing.
2. Melakukan identifikasi dan menganalisis upaya pemerintah dalan
melindungi ABK terhadap tindakan eksploitasi tenaga kerja ABK migran
Indonesia di atas kapal penangkap ikan berbendera asing.

VIII. MANFAAT PENELITIAN


1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat menjadi bahan dalam pengembangan kajian
mengenai perlindungan hukum terhadap anak buah kapal migran
Indonesia khususnya mengenai dipenuhinya hak-hak ketenagakerjaannya
serta dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap pengembangan
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perlindungan anak buah kapal
Indonesia yang bekerja di atas kapal penangkap ikan berbendera asing.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapan dijadikan referensi dan landasan untuk
penelitian selanjutnya dan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi
perkembangan studi di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengembangan
inovasi maupun perkembangan studi bagi Kementerian
Ketenagakerjaan, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
(BP2MI) dan lembaga serta instansi lain agar perlindungan terhadap

7
anak buah kapal penangkap ikan berbendera asing dapat lebih
diperhatikan.
c. Penelitian ini juga diharapkan menjadikan pembelajaran dan kajian
bagi Kementerian Ketenagakerjaan dalam hal penegakan Hak Asasi
Manusia sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak ABK migran
Indonesia.
d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan serta masukan
bagi masyarakat dan juga bagi pembuat kajian hukum dalam
mengambil keputusan maupun kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan
di Indonesia.

IX. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Perlindungan Hukum
a. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan secara bahasa memiliki arti yang sama dengan (1) unsur
tindakan melindungi; (2) unsur pihak yang melindungi; dan (3) unsur
cara melindungi.9 Sehingga makna dari kata perlindungan ialah tindakan
melindungi dari pihak-pihak tertentu atau segala sesuatau dengan
mengggunakan cara-cara tertentu. Perlindungan secara umum diartikan
mengayomi serta melindungi baik kepentingan maupun benda atau
barang dari hal-hal yang membahayakan ataupun bersifat negatif.
Definisi hukum menurut J.C.T Simorangkir sebagaimana dikutip dari
C.S.T Kansil, “Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya
tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.”10 Hukum menurut Kamus
Hukum yaitu “peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang

9
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT Gravindo Persada, 2008) hlm. 25.
10
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
hlm. 38.
8
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan”.11
KBBI mengartikan perlindungan sebagai suatu hal atau perbuatan
yang melindungi, sedangkan hukum adalah peraturan atau adat yang
secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah.Istilah perlindungan hukum dikenal dengan legal protection
dalam Bahasa Inggris dan rechts bescherming dalam Bahasa Belanda.
Perlindungan hukum merupakan upaya pemberian pengayoman kepada
masyarakat terhadap hak asasi manusia yang dicela atau dirugikan
dengan tujuan agar masyarakat dapat menikmati segala hak-hak yang
telah diberikan oleh hukum.12 Maka dapat disimpulkan, bahwa
perlindungan hukum yaitu suatu tindakan melindungi subyek hukum atas
segala hal yang dapat menyebabkan cideranya subyek hukum berupa
perbuatan melanggar hukum atau hak yang dimiliki orang lain dengan
cara-cara berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku guna mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga manusia
dapat menikmati martabatnya
b. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum
Philipus M. Hadjon mendefinisikan perlindungan hukum dalam dua
bentuk, yaitu:
1) Perlindungan Hukum Preventif, yaitu subyek hukum diberi
kesempatan dalam mengajukan pendapat maupun keberatan sebelum
adanya keputusan pemerintah yang bersifat definitive guna mencegah
terjadi sengketa.
2) Perlindungan Hukum Represif memiliki tujuan guna menyelesaikan
sengketa. Perlindungan hukum ini berada di bawah kewenangan
Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi sebagai prinsip
Indonesia yang merupakan negara hukum dengan mengaitkan fokus
utama berupa pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.13

11
R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1999) hlm. 49.
12
Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Hal. 53.
13
Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, PT Bina Ilmu.
Hlm. 2.
9
Sedangkan Muchsin mendefinisikan kedua bentuk perlindungan
hukum tersebut, diantaranya:
1) Perlindungan Hukum Preventif merupakan perlindungan hukum
pemerintah yang ditujukan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. Hal ini diwujudkan dengan adanya peraturan perundang-
undangan yang berisi rambu-rambu atau batasan-batasan dalam
melakukan perbuatan dan melaksanakan suatu kewajiban.
2) Perlindungan Hukum Represif merupakan perlindungan hukum yang
diberikan apabila suatu pelanggaran atau sengketa telah terjadi.
Perlindungan hukum ini berupa sanksi, denda, penjara, dan hukuman
tambahan lain untuk memberikan efek jera.14
B. Anak Buah Kapal Migran Indonesia
1. Pengertian Anak Buah Kapal
Anak buah kapal adalah semua orang yang berada dan bekerja di
kapal kecuali nahkoda, baik sebagai perwira, bawahan (kelasi) atau
supercargo yang tercantum dalam Sijil Anak Buah Kapal dan telah
menandatangani perjanjian kerja laut dengan perusahaan pelayaran
(Djoko Triyanto, 2005:38 dalam buku “Bekerja Di Kapal”). Pasal 1
Angka 40 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
mendefinisikan awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan
di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di
atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.15
Anak buah kapal yang terdiri dari para perwira-perwira kapal dan awak
kapal yang tercantum didalam buku sijil atau bahari (Monsterrol)
sebelumnya telah diangkat terlebih dahulu oleh pengusaha kapal agar
dapat bekerja dan melakukan dinas awak kapal.16 Daftar bahari
(Monsterrol) yang berisikan semua daftar nama anak buah kapal dibuat
oleh Inspektur Pelayaran sebanyak dua rangkap dan bersifat pendaftaran

14
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta,
magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Hlm. 20.
15
Pasal 1 Ayat 40 UU Nomor 17 Tahun 2008
16
Djohari Santoso, Pokok Pokok Hukum Perkapalan, (Yogyakarta: UII Press, 2004) Hlm. 57.
10
belaka.17 Adapun susunan jabatan di dalam buku bahari tersebut
diantaranya:
a. Perwira kapal
Pada bagian deck: Captain, Chieff Officer, Second Officer, dan Third
Officer.
Pada bagian engine: Chieff Enginer, First Enginer, Second Enginer,
dan Third Enginer.
b. Anak Buah Kapal
Pada bagian deck: Bosun, Able Seaman (AB), Ordinary Seaman
(OS), Mess Boy, dan Chief Cook.
Pada bagian engine: Oiler dan Wiper
Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 mengatur syarat
bekerja di atas kapal, yaitu:
a. Memiliki Sertifikat Keahlian Pelaut dan atau Sertifikat Keterampilan
Pelaut;
b. Berumur sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun;
c. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan Kesehatan
yang khusus dilakukan untuk itu;
d. Disijil.
Pengawakan kapal untuk kapal penangkap ikan terdapat
pengaturan khusus yang ditentukan pada Pasal 41 sampai dengan Pasal
45 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 guna menjaga
keselamatan pelayaran sehingga kapal dapat berlayar dengan layak,
nahkoda dan beberapa perwira harus telah memiliki sertifikat-sertifikat
khusus yang mengenai penangkapan ikan.
Migran menurut KBBI adalah orang yang melakukan migrasi,
migrasi sendiri adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke
tempat lain dengan melewati batas negara atau batas wilayah
administrasi di suatu negara yang bertujuan untuk menetap. Sedangkan
definisi pekerja migran adalah setiap warga Indonesia yang akan, sedang
atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah

17
Wiwoho Soedjono, Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut (Jakarta: Bina Aksara, 1982)
11
Indonesia. Konvensi ILO No. 97 pada Article 11 juga mendefinisikan
buruh migran merupakan orang yang bermigrasi ke suatu negara ke
negara lain dengan tujuan untuk bekerja. Maka dapat disimpulkan bahwa
anak buah kapal migran merupakan masyarakat Indonesia yang bekerja
di atas kapal milik negara bukan Indonesia yang bertujuan untuk
memperoleh upah dari pekerjaan tersebut (bukan negara Indonesia).
ABK dalam bekerja sebagai buruh berlandaskan pada Perjanjian
Kerja Laut atau PKL. PKL menurut Pasal 395 KUHD merupakan
perjanjian yang dibuat antara pengusaha kapal dan buruh kapal, yang
mana buruh kapal sebagai pihak ke dua menyanggupi segala hal yang
tertera dalam perjanjian kerja yaitu bekerja dibawah perintah pengusaha
dengan mendapat upah baik sebagai nahkoda maupun anak kapal.
Perjanjian Kerja Laut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
2000 didefinisikan sebagai perjanjian kerja perorangan yang di tanda
tangani oleh pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di perairan.
Perjanjian kerja dapat dinyatakan sah apabila memenui syarat
sahnya perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 52 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan,
yaitu berdasarkan:
1. Kesepakatan kedua belah pihak;
2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
Akibat yang timbul karena adanya PKL adalah kewajiban bagi buruh
kapal untuk melakukan kewajibannya berupa pekerjaan kepada
pengusaha pelayaran sebagaimana yang telah disepakati. Sedangkan
hak buruh adalah segala sesuatu yang didapatkan sesuai pekerjaan
yang dilakukan.18
C. Pengertian Eksploitasi

18
Suhartoyo, Perlindungan dan Keselamatan Kerja Dikapal: Suatu Tinjauan Normatif. Administrative
Law & Governance Jurnal Vol. I Edisi 3, Universitas Diponegoro, 2018. Hlm. 311.
12
Eksploitasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah pengusahaan, pendayagunaan, pemanfaatan untuk keuntungan
sendiri, pengisapan, pemerasan tenaga orang, sedangkan
mengeksploitasi adalah mengusahakan mendayagunakan
(perkebunan, tambang, dsb).19 Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang mendefinisikan eksploitasi yaitu:
“Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan
korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja
atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa
perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual,
organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau
mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain
untuk mendapatkan keuntungan materiil maupun immaterial.”20
Eksploitasi pekerja sendiri merupakan istilah terhadap
pemaksaan tenaga kerja dalam melakukan perkerjaannya di kondisi
yang tidak layak dan upah yang jauh tidak sebanding atau bahkan
tidak diberikan upah sama sekali oleh pemberi kerja.21 Eksploitasi
tenaga kerja memiliki tujuan guna meraup keuntungan sebesar-
besarnya dengan pengeluaran biaya serendah mungkin. Hal ini
mengakibatkan hak-hak yang diperoleh tenaga kerja terabaikan dan
tentu saja merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Bentuk eksploitasi tenaga kerja sendiri yaitu berupa diberikannya
upah yang terlalu sedikit atau tidak dibayar sama sekali, jam kerja
yang berlebihan, pekerjaan yang tidak memperhatikan kesehatan dan
keselamatan pekerja.
Eksploitasi tenaga kerja merupakan bagian dari bentuk
perbudakan modern. Perbudakan modern adalah tindakan eksploitatif

19
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005) hlm. 254.
20
Pasal 1 Angka 7 UU No. 21 Tahun 2007
21
Khansa Tamamiyah Mahendraswari, Eksploitasi Pekerja, Konsep Kesetaraan dan Konsep Keadilan
dalam Islam, Artikel Ekonomi Islam, Universitas Indonesia, 2020.
13
kepada seseorang ataupun sekelompok orang dengan memberikan
ancaman secara fisik maupun non fisik. Hal ini menjadikan seseorang
ataupun kelompok tersebut sebagai budak ataupun properti miliknya.

D. Kapal Penangkap Ikan Berbendera Asing


Kapal menurut Pasal 309 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
didefinisikan sebagai:
“Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun juga. Kecuali
apabila ditentukan atau diperjanjikan lain, makakapal ini dianggap
meliputi segala alat perlengkapannya. Yang dimaksudkan dengan alat
perlengkapan kapal ialah segala benda yang bukan suatu bagian
daripada kapal itu sendiri, namun diperuntukkan untuk selamanya
dipakai tetap dengan kapal itu.”22
Kapal perikanan menurut Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004
tentang Perikanan merupakan kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang
berfungsi dalam penangkapan ikan, medukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan
perikanan, dan penelitian ataupun eksplorasi perikanan.23 Kapal ikan
merupakan kapal yang dibuat dengan tujuan untuk melakukan kegiatan
penangkapan ikan dengan hal-hal berupa rancangan, ukuran, bentuk,
kapasitas muat, akomodasi, mesin, dan berbagai perlengkapan yang
ditujukan pada operasional penangkapan ikan (Fyson J, 1985).
Sedangkan kapal asing menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia
dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia.
Kapal asing termasuk kapal perikanan dalam melakukan navigasi
internasional terikat pada ketentuan internasional dan domestik guna
memastikan standar teknis keselamatan dan keamanan pelayaran
sehingga dapat menekan angka kecelakaan dilaut. Kapal asing termasuk
kapal perikanan sebagai pengguna laut dalam melewati wilayah laut
diberikan kebijakan dalam bentuk hak lintas damai dan hak lintas transit

22
Pasal 309 KUHD
23
Pasal 1 Angka 9 UU No. 17 Tahun 2008
14
sehingga kapal perikanan asing juga memiliki kewajiban untuk tunduk
dan patuh terhadap aturan hukum nasional negara pantai sebagaimana
yang yang tertuang pada UNCLOS 1982.

X. METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Proposal penelitian ini berdasarkan pada judul dan rumusan masalah
yang telah diangkat dan diuraikan pada bab sebelumnya merupakan tipe
penelitian non-doktrinal atau termasuk dalam penelitian empiris.
Penelitian empiris menurut Amirrudin dan Zainal Asikin (2004) adalah
penelitian yang berfokus meneliti suatu fenomena atau keadaan dari
objek penelitian secara detail dengan menghimpun kenyataan yang terjadi
serta mengembangkan konsep yang ada. Selain itu, penelitian empiris
merupakan penelitian hukum yang mengkaji ketentuan hukum yang
berlaku dan hal yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat, atau dengan
kata lain penelitian ini dilakukan terhadap keadaan sebenarnya yang
terjadi di masyarakat guna menemukan fakta-fakta sebagai data
penelitian.24 Permasalahan hukum yang menjadi isu utama dalam
permasalahan ini terletak pada perlindungan hukum anak buah kapal
terhadap pelanggaran hak-hak ketenagakerjaannya dengan adanya
eksploitasi tenaga kerja sebagai bentuk perbudakan modern di atas kapal
asing. Oleh karena itu untuk menganalisis dan mengidentifikasi
permasalahan hukum yang ada, penelitian ini akan menggunakan bahan
dibidang hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Penelitian
ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dalam metode
pendekatannya. Penelitian yuridis empiris ialah penelitian hukum
berkaitan tentang pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum
normative secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang
terjadi di masyarakat
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
analitis. Deskripsi analitik menurut penjelasan Sugiyono (2013) adalah

24
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002) Hlm. 15-16.
15
suatu metode yang berfungsi mendeskripsikan atau memberikan
gambaran suatu objek yang diteliti melalui data atau smapel yang telah
dikumpulkan sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum. Penelitian ini menggunakan
deskriptif analitis bertujuan untuk memperoleh gambaran secara
sistematis, jelas dan menyeluruh mengenai data yang telah terkumpul dan
berkaitan dengan permasalahan.
C. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Data Primer
Penelitian ini merupakan penelitian non-doktrinal, sehingga bahan
hukum dalam penelitian ini terdiri dari informasi, kenyataan atau
pernyataan dari pihak-pihak yang terlibat saat penelitian lapangan
sebagai bahan hukum primer. Data primer ini diperoleh dari pihak
terkait yang kemudian dibahas, dihimpun dan dioleh oleh peneliti.
Pihak dalam penelitian ini diantaranya dari Badan Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia (BP2MI) dan para anak buah kapal yang menjadi
korban perbudakan modern melalui wawancara dan juga observasi.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil kajian
kepustakaan dan kajian yang bersumber dari berbagai literatur yang
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data sekunder
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier.
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum premier adalah bahan yang sifatnya memiliki
kekuatan mengikat, dalam penelitian ini bahan hukum primer yang
digunakan berupa peraturan perundang-undnagan yang
diantaranya:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan

16
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perlindungan
Pekerjaan Migran Indonesia
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal
Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Kepelautan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal
10. Peraturan Menteri Perhubungan No. 84 Tahun 2013 tentang
Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7
Tahun 2013 tentang Upah Minimum
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun
2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal
Perikanan
13. Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor: PER.12/KA/IV/2013
tentang Tata Cara Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Pelaut Perikanan di Kapal Bendera Asing
14. Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor: PER.12/KA/IV/2013
tentang Tata Cara Perekrutan Penempatan dan Perlindungan
Pelaut di Kapal Berbendera Asing
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat
memberikan penjelasan serta pernjabaran mengenai bahan hukum
primer yang sesuai dengan permasalahan hukum yang akan
dibahas. Bahan hukum sekunder dalam penulisan ini berupa

17
literatur seperti buku-buku, jurnal hukum, artikel dan hasil
penelitian yang relevan dengan objek dalam penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier
Bshsn hukum tersier merupakan pelengkap yang bersifat
memberikan petunjuk dan penjelasan makna terhadap bahan
hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Sumber hukum
tersier dalam penulisan ini diantaranya kamus hukum, Kamus
Besar Bahasa Indonesia dan bibliografi.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai Teknik
pengumpulan data guna menggali informasi yang dibutuhkan.
Wawancara pada penelitian ini dilakukan kepada pihak-pihak yang
memiliki kompeten dalam memberikan informasi berdasarkan data
yang dibutuhkan. Wawancara yang dilakukan yaitu wawancara
terbuka dimana objek menyadari untuk diwawancarai. Wawancara
dilakukan dengan terarah dimana telah dilakukan menyusun daftar
pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan. Sasaran wawancara
pada penelitian ini antara lain.
1. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Provinsi
Jawa Tengah.
2. SAFE Seas Jawa Tengah.
2. Observasi
Observasi adalah suatu metode mengumpulkan data dalam
metode penelitian empiris, dimana dalam melakukan observasi harus
didasarkan pada kerangka penelitian ilmiah dan juga pengamatan
yang dilakukan harus secara sistematis, metodologis dan konsisten
sehingga pencatatan data dapat sistematis, metodelogis dan konsisten
dan dapat diuji kebenaran secara empiris dengan teknik pengumpulan
data observasi partisipatif dan observasi non partisipatif.
E. Lokasi Penelitian

18
Dalam penelitian ini penulis memilih SAFE Seas Jawa Tengah yang
beralamatkan di Jl Residence B IV Kelurahan Debong, Kulon Kec. Tegal
Selatan, Kota Tegal, Jawa Tengah dan Badan Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia (BP2MI) Provinsi Jawa Tengah yang beralamatkan di
Jl Kalipepe III No. 64, Pudakpayung, Kec. Banyumanik, Kota Semarang,
Jawa Tengah sebagai lokasi penelitian yang menerima langsung aduan
mengenai pelanggaran HAM khususnya korban kerja paksa yang ada di
atas kapal perikanan.
F. Analisis Data
Analisa data dimulai dengan dilakukannya pengumpulan data empiris
yaitu melalui wawancara dan observasi pada penelitian ini. Kemudian
dilanjutkan dengan reduksi data, penulis akan memilah data yang relevan
untuk dimasukkan dalam analisis data dan mengkategorisasikan data
berdasarkan tema yang ada. Selanjutnya, penulis akan melakukan analisis
data dengan membuat diagram, tabel, menganalisis dengan konsep-
konsep, teori-teori hukum yang akhirnya menuliskan kesimpulan secara
sistematis yang berisi pernyataan jawaban inti dari rumusan masalah
dalam penelitian ini.
Teknik analisa dalam penulisan ini menggunakan metode gabungan,
penulis disini melakukan pemecahan masalah yang diteliti dengan cara
menguraikan berbagai hal umum yang kemudian mendapatkan
kesimpulan khusus terkait masalah utama dalam penelitian.

XI. DAFTAR PUSTAKA


A. Buku
C.S.T., Kansil. (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Waluyo. Bambang. (2002). Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta:
Sinar Grafika.
Djumadi. (2006). Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Fransicus GO & Hani Subagio. (2014). Mengakhiri Era Tenaga Kerja
Murah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

19
H.R., Ridwan. (2006). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Hadi. (2007). Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Jakarta: Haryarindo.
Heerma van Voss, Gus., dan Tjandra, Surya. (2012). Bab-bab Tentang
Perburuhan Indonesia. Denpasar: Pustaka Larasan.
Kadir, A.M. (2002). Hukum Pegangkutan Niaga. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Kansil, C.S.T., dan Christine, S.T.K. (2006). Pokok-Pokok Pengetahuan
Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Kartosapoetra, G. (1998). Hukum Perburuan di Indonesia Berdasarkan
Panasila. Jakarta: Sinar Grafika
Niniek Suparni. (2000). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ridwan dan H. Abdulrahman. (2003). Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
Rineka Cipta
Rusli, Haridjan. (2011). Hukum Ketenagakerjaan, Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Santoso, Djohari. (2004). Pokok Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta:
UII Press.
Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
Hal. 53.
Soedjono Dirdjosisworo, (2008). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT
Gravindo Persada.
Soedjono, Wiwoho. (1982). Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut.
Jakarta: Bina Aksara.
Soemitro, Ronny Hanitijo. (1990). Metodologi Penelitian Hukum.
Jakarta: Ghalia Indonesia
Subekti, R., dan Tjitrosoedibio. (1999). Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Triyanto, Djoko. (2009). Bekerja Di Kapal. Bandung: Penerbit Mandar
Maju.

20
Waluyo, Bambang. (2002). Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta:
Sinar Grafika,
Yanto, Nur. (2014). Memahami Hukum Laut Indonesia. Jakarta: Mitra
Wacana Media.

B. Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perlindungan
Pekerjaan Migran Indonesia
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022
tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran
dan Awak Kapal Perikanan Migran Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2000 tentang Kepelautan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan
Penempatan Awak Kapal
9. Peraturan Menteri Perhubungan No. 84 Tahun 2013 tentang
Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun
2013 tentang Upah Minimum
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2016
tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan
12. Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor: PER.12/KA/IV/2013 tentang
Tata Cara Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Pelaut Perikanan di Kapal Bendera Asing
13. Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor: PER.12/KA/IV/2013 tentang
Tata Cara Perekrutan Penempatan dan Perlindungan Pelaut di Kapal
Berbendera Asing

21
C. Jurnal atau Makalah
Damarsidi, Hafriz Resa. (2017). Analisis Anomali Kebijakan
Penempatan TKI: Eksploitasi tenaga Kerja Indonesia sebagai
Anak Buah Kapal Perikanan Taiwan. Jurnal of International
Relations. Vol. 2 No. 4. Universitas Diponegoro.
Mahendraswari, Khansa Tamamiyah. (2020). Eksploitasi Pekerja,
Konsep Kesetaraan dan Konsep Keadilan dalam Islam. Artikel
Ekonomi Islam, Universitas Indonesia.
Masitoh, Khikmatul Heny., Sonhaji & Suhartoyo. (2017). Pelaksanaan
Perlindungan Hukum Bagi Awak Kapal Pada PT Pelayaran
Nasional Indonesia (PELNI) Semarang. Diponegoro Law
Journal. Vol. 6 No. 1. Universitas Diponegoro.
Purnomo, Alya Fahrina., Az Zahra, Annisa Zulfalia., Irsyadiah, Uli
Zahro,. Suhendra, Almira Khairunisa., & Berlian, Dinda Khansa.
(2022). Perjalanan Panjang Awak Kapal Perikanan Indonesia
Menuntut Hak Yang Hilang.
Suhartoyo. (2018). Perlindungan Dari Keselamatan Kerja Di Kapal:
Suatu Tinjauan Normatif. Adminitrative Law & Governance
Journal. Vol. 1 No. 3. Universitas Diponegoro.
Sonhaji. (2020). Pernanan Pemerintah Daerah Dalam Upaya
Perlindungan Pra Penempatan Pekerja Migran Indonesia Di
Luar Negeri, Administrative Law & Governance Journal. Volume
2 Issue 1. Universitas Diponegoro.
I Putu Haris Parwita, I Nyoman Putu Budiartha, Desak Gde Dwi Arini.
(2022). Perlindungan Hukum Bagi Anak Buah Kapal Pada
Perusahaan Kapal Ikan Di Pelabuhan Benoa Denpasar.
Universitas Warmadewa.
Muhiddin, Nurmiati, (2016). Evektivitas Perjanjian Kerja Laut Terhadap
Keselamatan Kerja Anak Buah Kapal (ABK). Jurnal Vo. 5/ No. 1.
Universitas Sawerigading.

22
Surianto, Daniel. (2021). Perlindungan Hukum ABK Indonesia Di Kapal
Asing Dalam Perspektif Hukum Nasional. Vol. 4 No. 1.
Universitas Tarumanegara.

D. Internet
Admin disnaker. “Jenis-Jenis Tenaga Kerja dan Permasalahannya.”
2019.
https://disnaker.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/jenis-
jenis-tenaga-kerja-dan-permasalahannya-32 (diakses pada 29
September 2022)
Fahrina Alya Purnomo. “Perjalanan Panjang Awak Kapal Perikanan
Indonesia Menuntut Hak yang Hilang”, 2022.
https://www.mongabay.co.id/2022/08/11/perjalanan-panjang-
awak-kapal-perikanan-indonesia-menuntut-hak-yang-hilang/
(diakses pada 19 September 2022)

23
XII. JADWAL WAKTU PELAKSANAAN PENELITIAN
Bulan
No Rencana Kegiatan September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pembuatan
Proposal
2. Revisi Proposal
3. Pembuatan skripsi
bab 1, bab 2 dan
revisi
4. Pengumpulan
data
5. Pengolahan data
dan analisis data
6. Pembuatan bab 3
dan revisi
7. Pembuatan bab 4
dan revisi

Semarang, 14 November 2022

24

Anda mungkin juga menyukai