Yuda Prasetya
yudaprasetya24@students.unnes.ac.id
Abstak
Perbudakan adalah pelaku perbudakan tidak merasa memiliki korban perbudakan,
namun pelaku perbudakan melakukan eksploitasi dan memperlakukan korban
perbudakan dengan kejam, tidak manusiawi dan sewenang-wenang demi
kepentingan pelaku perbudakan tanpa adanya kebebasan untuk melepaskan diri.
Perbudakan yang sering terjadi adalah pada ABK Perikanan yaitu perdagangan
orang dan kerja paksa. Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan
Perikanan Tangkap bertujuan memastikan awak kapal perikanan tangkap
mempunyai kondisi kerja yang layak di kapal penangkap ikan. Undang-Undang
(UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Undang-undang ini mengatur secara khusus proses rekrutmen, penempatan,
perlindungan selama bekerja dan setelah bekerja bagi pekerja migran. Namun, UU
ini berlaku umum dan membutuhkan aturan turunan yang dikhususkan bagi ABK.
Pendahuluan
Pertumbuhan penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami kenaikan.
Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 2015 jumlah penduduk
Indonesia pada 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Menurut jenis
kelamin, jumlah tersebut terdiri atas 134 juta jiwa laki-laki dan 132,89 juta jiwa
perempuan. Indonesia saat ini sedang menikmati masa bonus demografi di mana
jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari usia tidak produktif, yakni lebih
dari 68% dari total populasi. 1
Laju pertumbuhan manusia yang sangat pesat akhirnya akan berdampak
pada peningkatan angkatan kerja di Indonesia. Apabila lapangan pekerjaan tidak
sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk maka akan menyebabkan masalah
sosial yaitu pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah
pengangguran di Indonesia bertambah menjadi 6,88 juta orang pada Februari
2020. Angka ini naik 60.000 orang 0,06 juta orang dibanding periode yang sama
tahun lalu.2
Akibat dari sulitnya mencari pekerjaan, banyak warga Indonesia yang
akhirnya memutuskan untuk menjadi tenaga migran di luar negeri. Pada era
globalisasi, penduduk dunia bergerak meninggalkan tanah airnya menuju negara
lain yang menawarkan pekerjaan dengan upah yang jauh lebih tinggi dari pada
lapangan pekerjaan yang ada di negara asalnya. Pergerakan tenaga kerja ini
biasanya dilakukan oleh tenaga kerja dari negara berkembang menuju negara
1
Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2018,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/jumlah-penduduk-indonesia-2019-
mencapai-267-juta-jiwa (Diakses pada tanggal 19 Juni 2020).
2
Giri Hartomo, 2020, 5 Fakta Terbaru soal Pengangguran di Indonesia, Jumlahnya Naik Jadi 6,8
Juta Orang, https://economy.okezone.com/read/2020/05/08/320/2211090/5-fakta-terbaru-soal-
pengangguran-di-indonesia-jumlahnya-naik-jadi-6-8-juta-orang#
maju. Dalam hal ini banyak warga negara Indonesia menjadi pekerja rumah
tangga (wanita lebih mendominasi), dan banyak pula yang menjadi anak buah
kapal baik di laut Indonesia atau pun di laut lepas. Di kapal yang memanfaatkan
kekayaan laut dari sektor ekonomi, transportasi maupun pariwisata.
Indonesia adalah salah satu negara dengan pemasok tenaga kerja sebagai
anak buah kapal (ABK) ke berbagai negara. Menurut data Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tenaga kerja
Indonesia yang bekerja di kapal perikanan asing berturut-turut pada tahun 2011
sebanyak 4.371 orang, 2012 sebnyak 5.123 orang, 2013 sebanyak 5.559, 2014
sebanyak 4.810 orang, dan tahun 2015 (hingga Februari) sebanyak 5.116 orang
telah di tempatkan bekerja di kapal berbendera asing di luar negeri dari 30 negara
di dunia.3 Berbagai permasalahan sering dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia
yang bekerja di kapal perikanan asing yang terjadi pada saat pra penempatan,
selama penempatan, dan purna penempatan.
Sejak tahun 2005 sampai tahun 2015 telah banyak terjadi berbagai kasus
yang dialami oleh para Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia bidang perikanan
yang bekerja di kapal perikanan Asing. Menurut catatan buruh migran persoalan
yang dialami oleh ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal asing 92% dialami
oleh ABK yang bekerja di kapal ikan dan hanya 8% dialami oleh mereka yang
bekerja di kapal niaga.4 Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
( BP2MI) Benny Ramdhani menjelaskan bahwa terdapat 411 aduan dari anak
buah kapal Indonesia. Data tersebut diterima dari tahun 2018 hingga 13 Mei
2020.5 Kasus-kasus yang sering menimpa ABK indonesia ini diantaranya:
kecelakaan, perkelahian, perdagangan manusia, disharmonisasi dengan kapten
kapal, tidak terpenuhinya hak-hak, dan terjadi tindak kekerasan.
Praktik pelanggaran hak asasi manusia yang sering menimpa para ABK
adalah perdagangan orang dan eksploitasi kerja. Pada bulan Maret tahun 2015
telah ditemukan kasus perbudakan nelayan di Benjina. ABK asing yang berjumlah
322 6orang ditemukan terdampar dalam kondisi memprihatinkan di areal pabrik
milik PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku
(yang selanjutnya disebut dengan Kasus Benjina). Diduga, mereka menjadi
korban kerja paksa oleh perusahaan perikanan berbendera Thailand di wilayah
Indonesia.
Kasus yang baru baru saja terjadi yaitu pada bulan Mei 2020, terjadi
tindakan ekploitasi di salah satu kapal ikan Long Xing 629 yang berasal dari
China. Kapal tersebut mempekerjakan tenaga kerja Indonesia dengan tidak
3
Imam Bukhori, 2014, BNP2TKI-HNSI Tandatangani MoU Peningkatan Kompetensi TKI Pelaut
Perikanan, dimuat di website resmi BNP2TKI http://www.bnp2tki.go.id/beritamainmenu-
231/9772-bnp2tki-hnsi-tandatangani-mou-peningkatan-kompetensi-tki-pelaut-perikanan.html dan
http://www.kompasiana.com/ik2mi/nasib-pelaut-perikanan-indonesia-di-luar-negerisangat-
menyedihkan_560b869a337b61de0567bd64
4
Nasib Pelaut Perikanan Indonesia di luar negeri sangat menyedihkan, dimuat dalam situs resmi
kompasiana http://www.kompasiana.com/ik2mi/nasib-pelaut-perikanan-indonesia-di-luarnegeri-
sangat-menyedihkan_560b869a337b61de0567bd64
5
Devina Halim, 2020, "BP2MI Berencana Serahkan 411 Aduan ABK ke Polri",
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/14/20420621/bp2mi-berencana-serahkan-411-aduan-
abk-ke-polri.
6
Elisa Valenta Sari, ‘Benjina, Kisah Perbudakan Ratusan Nelayan di Timur Indonesia’,
(CNN Indonesia, 2015) https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150407155215-92-44823/
benjina-kisah-perbudakan-ratusan-nelayan-di-timur-indonesia
manusiawi. Tenaga kerja Indonesia tersebut mengaku digaji dengan nominal yang
tidak sesuai dengan perjanjian bahkan ada yang tidak mendapatkan gaji. Mereka
bekerja selama lebih dari 18 jam sehari dan tanpa istirahat tentu saja ini tidak
manusiawi bahkan ketika tangkapan melimpah mereka bekerja 48 jam non-stop
tanpa istirahat. DNT Lawyers, kuasa hukum WNI yang menjadi ABK di kapal
nelayan berbendera China, Long Xing 629, menduga seluruh kliennya
dieksploitasi selama bekerja di sana. Selain itu, mereka juga menduga seluruh
WNI tersebut merupakan korban perdagangan orang.7 Anak buah kapal yang
berasal dari Indonesia diberikan air minum berupa air sulingan dari air laut yang
masih sangat asin yang tentu saja akan memeperngaruhi kesehatan mereka.
Puncak dari kasus ini yaitu, viralnya video yang merekam aksi pelarungan jenazah
anak buah kapal Indonesia ke laut. Korban meninggal yang dilarung ke laut ada 3
orang dan 1 jenazah yang meninggal di rumah sakit di Busan, Korea Selatan.
Sementara itu pemerintah Indonesia berhasil memulangkan 14 TKI dan 1 jenazah
yang meninggal di Korea Selatan.
Manusia sebagai makhluk sosial akan senantiasa untuk berinteraksi sosial
dengan sesamanya. Dengan interaksi ini maka akan timbul dan tercipta beberapa
bentuk pola perilaku manusia di dalam masyarakat. Pola perilaku tersebut ada
yang baik dan ada juga yang menyimpang dari norma-norma atau kaedah-kaedah
yang telah disepakati dan ditetapkan sebagai pedoman pergaulan hidup.
Penyimpangan terhadapat norma dan kaedah tersebut akan menimbulkan
suatu kejahatan yang berakibat juga pada timbulnya korban. Masalah korban
kejahatan menimbulkan berbagai permasalahan dalam masyarakat pada umumnya
dan pada korban/pihak korban kejahatan pada khususnya (orang dewasa, anak).8
Korban adalah pihak yang mengalami kerugian baik materil maupun
immateril, jasmaniah ataupun rohaniah sebagai akibat suatu tindakan yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain demi suatu kepentingan yang
bertentangan dengan hukum. Korban tidaklah hanya merupakan sebab dan dasar
proses terjadinya kejahatan tetapi memainkan peranan penting dalam mencari
kebenaran materil yang dikehendaki hukum pidana materil. Korban juga
merupakan elemen penting dalam berlangsungnya suatu pembuktian hukum
sebagai saksi korban atau pelapor. Seperti halnya dengan masalah kejahatan
perbudakan.
Belum adanya perhatian dan pelayanan terhadap para korban kejahatan
suatu masyarakat merupakan tanda belum atau kurang adanya keadilan dan
pengembangan kesejahteraan dalam masyarakat tersebut. Ini berarti juga bahwa
citra mengenai sesama manusia dalam masyarakat tersebut masih belum
memuaskan dan perlu disempurnakan demi pembangunan manusia seutuhnya.
Dalam rangka pelaksanaannya, diperlukan adanya dasar-dasar pemikiran yang
mendukung pelayanan terhadap korban kejahatan. Maka, mutlak bagi kita untuk
juga memahami dan mengembangkan viktimologi yang dapat memberikan dasar
pemikiran untuk dapat memahami masalah penimbulan korban kejahatan serta
penanggulangan permasalahannya secara rasional, bertanggung jawab, dan
7
Kumparan News, 2020, Perbudakan ABK WNI di Kapal Long Xing 629, diakses melalui
https://kumparan.com/kumparannews/perbudakan-abk-wni-di-kapal-long-xing-629-
1tOHAw6b4Rf/full
8
Ibrahim, I. A. (2013). Tinjauan Viktimologis Terhadap Kejahatan Perdagangan Orang (Human
Trafficking) Di Kota Bandung (Doctoral Dissertation).
bermanfaat. Terdapat tiga tujuan Viktimologi antara lain: (1) to analyze the
manifold aspect of the victim’s problem; (2) to explain the causes for
victimization; (3) to develop a system of measures for reducing human suffering.9
Pembahasan
Kejahatan perbudakan telah berlangsung sejak beribu-ribu tahun yang lalu,
termasuk di Indonesia. Menurut Lizzy van Leeuwen, praktik perdagangan budak
di Indonesia dimulai pada saat Jan Pieterzoon Coen yang menguasai perkebunan
pala di Pulau Banda mempraktikkan perbudakan dengan membeli budak dari
pulau tersebut.10 Pada masa itu, perbudakan menjadi bagian dari sistem sosial dan
menduduki posisi stratifikasi terendah, yaitu di bawah rakyat jelata yang tinggal di
pedesaan. Hal tersebut dikarenakan mereka memberi arti bahwa budak merupakan
segolongan manusia yang kebebasan hidupnya dirampas untuk bekerja demi
kepentingan dan keuntungan golongan manusia lain atau yang biasa disebut
dengan tuan/majikan/penguasa.11
Perdaganagn budak mulai dihapuskan pada akhir abad ke 18 dengan motif
kepedulian manusia. Tonggak penghapusan perbudakan adalah disahkannya
Konvensi untuk Melenyapkan Perbudakan dan Perdagangan Budak 1926 oleh
Liga BangsaBangsa sebagai salah satu bentuk komitmen untuk melawan dan
menghapus perbudakan dalam tatanan kehidupan sosial.12 Pengesahan konvensi
tersebut didasarkan pada pandangan bahwa sekarang hak asasi manusia lebih
dipahami secara manusiawi sebagai hak-hak yang melekat dengan harkat dan
hakikat kemanusiaan, dengan mengesampingkan latar belakang ras, etnik, agama,
warna kulit, jenis kelamin, usia maupun pekerjaan. Namun fakta yang ada
mengatakan bahwa praktik perbudakan masih eksis hingga saat ini. Di Indonesia
sendiri, berdasarkan laporan dari Global Slavery Index 2018 mengungkapkan
setidaknya masih ada 1.220.000 warga Negara Indonesia yang terjebak dalam
praktik perbudakan.13
Pada era saat ini perbudakan sering disebut dengan modern slavery. idak
seperti perbudakan pada masa imperialisme dan kolonialisme yang dilakukan
secara kasar, kejam dan sewenang-wenang, praktik modern slavery dilakukan
dengan cara yang tidak terlihat oleh pelaku dan korbannya seperti yang terjadi
dalam industri perikanan, perkebunan, pertanian dan sebagainya.14 Arti dari
Modern slavery ialah bahwa seseorang yang satu memperlakukan seseorang yang
lain seperti properti miliknya dengan tujuan dieksploitasi demi kepentingan orang
yang melakukan perbudakan. Akibatnya adalah seorang budak tidak akan
melakukan sesuatu kecuali atas kehendak tuannya karena kemerdekaan atau
9
Wilian G. Doerner/Steven P.Lab, 1998, Victimology, Secon Edition, Anderson Publishing co,
page 9, dalam Iswanto dan Angkasa, 2009, Viktimologi, Purwokerto: Fakultas Hukum Unsoed,
hlm 15.
10
Lizzy van Leeuwen dalam Mu’jizah, ‘Menyingkap Sejarah Perbudakan dalam Manuskrip
Indonesia : Surat Raja Tanette’, (2014) 7 Metasastra.[69].
11
Mu’jizah, ‘Menyingkap Sejarah Perbudakan dalam Manuskrip Indonesia : Surat Raja Tanette’,
(2014) 7 Metasastra.[69].
12
Scott Davidson diterjemahkan oleh A. Hadyana Pudjaatmaka, Hak Asasi Manusia, (Pustaka
Utama Grafiti 1994).[11].
13
Global Slavery Index, ‘Country Data of Indonesia’, (Global Slavery Index, 2018) <https://
www.globalslaveryindex.org/2018/data/country-data/indonesia/> diakses 23 September 2018.
14
Endah Artika Noerilita dan Saiman Pakpahan, ‘Peran Walk Free Foundation dalam Mengatas
Modern Slavery di Mauritania’(2016) 3 International Society.[22].
kebebasannya telah terampas. Yunan Nasution mengemukakan bahwa setidaknya
terdapat 3 (tiga) macam sistem baru modern slavery, yaitu Political Slavery
(perbudakan yang didasarkan pada kepentingan politik), Social Slavery
(perbudakan sosial, seperti perdagangan orang) dan Industrial Slavery
(perbudakan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan industri).
Menurut Anti-Slavery International, modern slavery memiliki arti bahwa
seseorang yang menjadi korban perbudakan bukan tentang dimiliki oleh orang
lain, tetapi lebih mengarah untuk dieksploitasi dan dikontrol oleh orang lain tanpa
dapat melepaskan diri. Seseorang dikatakan sedang dalam perbudakan apabila :15
1. Dipaksa untuk bekerja, baik melalui paksaan, ancaman mental atau fisik;
2. Dimiliki atau dikendalikan oleh majikan, baik melalui ancaman pelecehan,
pelecehan mental atau fisik;
3. Diperlakukan tidak manusiawi, seperti diperlakukan sebagai komoditas,
dibeli dan dijual sebagai properti;
4. Tidak memiliki kebebasan untuk bergerak.
Terdapat persamaan dan perbedaan antara slavery dengan modern slavery.
Persamaannya terdapat pada cara majikan memperlakukan pihak yang lain, yaitu
sama-sama memperlakukan orang lain dengan kejam atau tidak manusiawi.
Sedangkan perbedaannya terdapat pada cara atau modus perbudakan yang
digunakan dan rasa memiliki atas orang lain. Apabila slavery, cara atau modus
perbudakan hanya dilakukan secara sederhana saja, misal jual beli budak. Oleh
karena itu, pihak yang membeli budak (majikan) merasa memiliki budak yang
telah dibelinya sehingga pihak majikan memperlakukan budak tersebut seperti
properti miliknya. Sedangkan dalam modern slavery, cara atau modus yang
digunakan lebih sistematis dan bermacam-macam sehingga tidak terlihat,
misalnya dalam proses perekrutan ABK Perikanan disertai dengan penipuan oleh
agen penyalur tenaga kerja dan pengusaha perikanan, seperti yang terjadi pada
Kasus Benjina.16 Dikarenakan tidak dilakukan dengan cara atau modus jual beli,
pihak majikan tidak merasa memiliki pihak yang lain, namun pihak majikan
melakukan pengeksploitasian terhadap pihak yang lain demi kepentingan dan
keuntungan dirinya sendiri.
Modern slavery dikatakan tidak terlihat sebab kedua belah pihak tidak
merasa atau tidak sadar bahwa kegiatan yang dilakukan tersebut termasuk dalam
kategori perbudakan. Bentuk-bentuk dari modern slavery, antara lain :17
15
Anti Slavery, ‘What is Modern Slavery?’, (Anti-Slavery International, 2018) <https://www.
antislavery.org/slavery-today/modern-slavery/>
16
Fiki Ariyanti, ‘Menteri Susi Gambarkan Pelanggaran HAM yang Banyak Menimpa ABK
RI’, (Liputan 6, 2017) <https://www.liputan6.com/bisnis/read/2835655/menteri-susi-gambarkan-
pelanggaran-ham-yang-banyak-menimpa-abk-ri>
17
Ibid.
3. Debt Bondage or bonded labour (kerja terikat), merupakan perbudakan
yang terjadi ketika seseorang tidak mampu membayar utang sehingga
orang tersebut diharuskan bekerja untuk melunasi utangnya.
4. Child slavery (perbudakan anak), merupakan perbudakan yang terjadi
ketika seorang anak dieksploitasi demi kepentingan orang lain yang dapat
mengakibatkan terhambatnya perkembangan dan pendidikan anak itu
sendiri.
5. Early and forced marriage (perkawinan dini dan perkawinan paksa),
merupakan perbudakan yang terjadi ketika seseorang yang belum cukup
umur melangsungkan perkawinan dengan atau tidak dengan keinginan
mereka dan tidak dapat menghindari keberlangsungan perkawinan
tersebut.
6. Descent-based slavery (perbudakan berdasarkan keturunan), merupakan
perbudakan yang terjadi karena faktor keturunan. Seseorang dilahirkan
sebagai budak karena nenek moyang mereka diperbudak.
Dalam perkembangannya, slavery bukanlah lagi hanya sebatas pada perdagangan
budak, namun telah berubah menjadi beberapa bentuk, antara lain perdagangan
orang, kerja paksa, kerja terikat, perbudakan anak, perkawinan dini/perkawinan
paksa dan perbudakan berdasarkan keturunan.
18
Savira Dhanika Hardianti, ‘Modern Slavery in Indonesia : Between Norms and Implementation’,
(2015) 2.[1].
19
Anisyah Al Faqir,2020, Membongkar Alasan ABK Indonesia Memilih Bekerja di Kapal Ikan
Tangkap Asing, https://www.merdeka.com/uang/membongkar-alasan-abk-indonesia-memilih-
bekerja-di-kapal-ikan-tangkap-asing.html
mereka untuk memiliki gaji yang tinggi kandas karena mereka malah di
ekploitasi. permasalahan kemanusiaan yang menjerat ABK Indonesia telah
menjadi rahasia umum. Adapun modus utamanya ialah janji palsu terkait
pendapatan materi berlimpah.
Rendahnya tingkat pendidikan ditengarai menjadi penyebab utama ABK
rentan menjadi korban kejahatan kemanusiaan. Sebab, tingkat pendidikan turut
mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang dalam mengambil keputusan. Di
samping itu, rendahnya tingkat pendidikan membuat mereka kesulitan untuk
memperoleh pekerjaan yang laik di dalam negeri. Terlebih, jumlah lapangan kerja
yang tersedia kian terbatas. Oleh karenanya iming-iming akan pendapatan materi
yang berlimpah tak kuasa ditolak para ABK. Padahal, tanpa disadari modus
seperti tak lebih dari janji palsu yang lumrah diberikan kepada setiap pekerja
migran asal Indonesia. Menurutnya, ABK yang menjadi korban kejahatan
manusia kerap menerima perlakuan yang tergolong pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) berat. Misalnya eksploitasi jam kerja hingga penangguhan
pembayaran upah, kekerasan fisik, diskriminasi perlakuan dan lain lai sehinga hal
tersebut tentunya berdampak buruk bagi kondisi kesehatan fisik dan mental para
ABK.20
22
ILO, 2014, ILO Body Adopts New Minimum Monthly Wage For Seafarers, (Online),
(http://www.ilo.org/suva/information
23
Imam Bukhori, 2014, BNP2TKI - HNSI Tandatangani MoU Peningkatan Kompetensi TKI
Pelaut Perikanan, (Online), (http://www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu231/9772-bnp2tkihnsi-
tandatangani-mou-peningkatan-kompetensi-tki-pelautperikanan.html.
Untuk langkah penempatan tenaga kerja di kapal perikanan asing,
Indonesia telah menetapkan mekanisme melalui tiga fase tanggung jawab
penempatan yakni fase pra penempatan, selama penempatan, dan purna
penempatan. Proses penempatan tenaga kerja Indonesia pada umumnya sangat
berbeda dengan penempatan tenaga kerja pelaut Indonesia, demikian juga proses
penempatan tenaga kerja yang bekerja di kapal perikanan berbeda dengan pelaut
yang bekerja di kapal niaga (kargo, cruise, tanker, dan offshore). Perbedaan ini
meliputi berbagai aspek seperti: fungsi kapal, wilayah pelayaran, muatan, jam
kerja, gaji, sifat pekerjaan, pemimpin di atas kapal maupun keahlian.
Kesimpulan
Modern slavery adalah pelaku perbudakan tidak merasa memiliki korban
perbudakan, namun pelaku perbudakan melakukan eksploitasi dan
memperlakukan korban perbudakan dengan kejam, tidak manusiawi dan
sewenang-wenang demi kepentingan pelaku perbudakan tanpa adanya kebebasan
untuk melepaskan diri. Dalam perkembangannya, slavery bukanlah lagi hanya
sebatas pada perdagangan budak, namun telah berubah menjadi beberapa bentuk,
antara lain perdagangan orang, kerja paksa, kerja terikat, perbudakan anak,
perkawinan dini/perkawinan paksa dan perbudakan berdasarkan keturunan. Dari
beberapa bentuk tersebut, bentuk modern slavery yang sering terjadi pada ABK
Perikanan adalah perdagangan orang dan kerja paksa.
Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan Perikanan Tangkap
bertujuan memastikan awak kapal perikanan tangkap mempunyai kondisi kerja
yang layak di kapal penangkap ikan dalam hal persyaratan minimal untuk bekerja
di kapal; standar standar persyaratan layanan; akomodasi dan makanan;
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja; perawatan kesehatan dan jaminan
sosial. Konvensi ini berlaku terhadap pekerja perikanan tangkap komersil baik di
perairan tawar maupun di perairan air asin (pesisir dan laut). Konvensi ini perlu
diratifikasi, karena masih terdapat celah dalam kebijakan yang sudah dibuat secara
nasional untuk memberikan perlindungan bagi pekerja perikanan tangkap.
Kebijakan Nasional yang terkait langsung dengan perlindungan pekerja perikanan
tangkap dibagi dua, yaitu terhadap pekerja migran dan pekerja di dalam negeri.
Kebijakan nasional yang dianggap belum memberikan perlindungan bagi pekerja
perikanan tangkap adalah Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri; Peraturan
Kepala BNP2TKI Nomor 3 Tahun 2013.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 Tahun 2017. Permen
mensyaratkan, kapal-kapal yang akan merekrut ABK asal Indonesia, sudah harus
menempuh sertifikasi HAM. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2
Tahun 2017. Permen ini mensyaratkan, kapal-kapal yang akan merekrut ABK asal
Indonesia, sudah harus menempuh sertifikasi HAM. Ada juga Undang-Undang
(UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Undang-undang ini mengatur secara khusus proses rekrutmen, penempatan,
perlindungan selama bekerja dan setelah bekerja bagi pekerja migran. Namun, UU
ini berlaku umum dan membutuhkan aturan turunan yang dikhususkan bagi ABK.
Belum adanya peraturan pemerintah tentang ketentuan lebih lanjut mengenai
penempatan dan pelindungan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan sesuai Pasal
64 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017
Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia merupakan sebuah urgensi dalam
penegakan perlindungan hukum terhadap anak buah kapal perikanan. Maka dari
itu pemerintah seharusnya bertindak cepat dalam perancangan peraturan
pemerintah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA