Anda di halaman 1dari 2

Nama : SERAFIM MIDOFA AWI WERLUKA

Kelas : XII IPS 3

SEPI GELISAH
Kaku membiru, begitulah wujud diriku. Entah bagaimana Aku datang ke tempat ini, tanpa tahu angin
apa yang membawaku kemari, aku hanya terdiam dan membeku. Aku lupa apa yang terjadi, seketika
muncul sosok Cintana yang lewat di depanku, sebuah klise karena aku sendiri tidak tahu siapa Cintana
itu, yang jelas aku selalu ingin bersama dirinya.
Aku ingin berjalan bersama Cintana, dalam hujan dan malam gelap ini, tetapi aku tak bisa melihat
sosok bayangnya itu. Aku ingin berdua dengannya diantara ranting dan daun gugur ini. Aku ingin
berjalan memeluknya, tetapi hanya keresahan yang muncul di sorot mata sedihnya itu.
Aku menunggu dengan sabar, kesepian yang menghampiri menjadi biasa dengan sendiri. Aku
menunggu di atas sini dengan sabar, melayang-layang, terkena angin dan hujan, menanti gugurnya
tempatku ini.
Titik cahaya muncul menerpa mata sayu ini, ramai insan datang untuk menghampiri, terlihat mata
Cintana yang menangis menceritakan kejadian ini. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Aku hanya melihat keranda dan pria itu, pria yang ramai memerintah dengan nama ustadz, menyeru
untuk menurunkan sosok diriku.
Perlahan mereka menurunkanku, perlahan, dengan hati-hati dan perasaan naas. Aku merasa begitu
hinanya diriku hingga kain-kain menutupi mulut dan hidung mereka, itu membuatku hancur, “Apakah
begitu hinanya diriku?” Seketika itulah yang muncul dalam pikiranku.
Aku hanya ingin berdua dengan Cintana, perlahan semua ingatan diri telah kembali. Teringat diriku
yang menggantung di tempat ini, yang menyesali karena diriku telah mati…
A. TAHAP DESKRIPSI:
Cerpen Sepi Gelisah merupakan cerita pendek karangan Syahala Fizky Alrhychard, bercerita
tentang sesosok orang yang meninggal karena bunuh diri dengan cara gantung diri.
B. MAKNA CERPEN:
Cerpen ini tidak memiliki makna, tetapi cerpen tersebut memuat gambaran Ketika kita melakukan
gantung diri dengan sudut pandang orang pertama
C. ANALISI CERPEN
Cerpen tersebut mempunyai kesamaan dengan fenomena yang ada di masyarakat yaitu banyakanya
orang-orang yang rela mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri karena masalah-masalah
yang terjadi di dalam hidup mereka
D. PENDAPAT
Cerpen tersebut sangat menanrik karena dapat membuat sang pembaca terkejut dan bingung
mengenai cerita cerpen tersebut .

TOPIK:
relevansi sastra lisan di era modern.

Masyarakat pada zaman dulu sering bercerita menggunakan sastra lisan untuk penyampaian
pesan kehidupan atau hiburan. Sastra lisan digunakan pada masa itu karena belum ada media tulis, jikalau
ada masih jarang. Sastra lisan juga dianggap lebih mudah untuk diceritakan kepada orang-orang karena
langsung secara verbal, atau bisa juga dongeng untuk anak-anak.
Perkembangan sastra lisan dulu, sebelum tulisan sudah umum seperti sekarang ini, cukup maju dan
berkembang. Banyak orang-orang yang membuat sastra seperti misalnya syair, pantun, dongeng, legenda,
dan mitos.
Kehidupan zaman itu menjadi sangat estetik karena orang sering bercerita; hampir segala sendi kehidupan
berkaitan dengan sastra. Bahkan beberapa sastra lisan ada yang dianggap sakral dan tidak boleh untuk
dilanggar, seperti mitos misalnya. Cara masyarakat zaman dulu untuk bereksistensi dalam memahami
dunia lalu menginterpretasikannya, tetapi dengan cara yang kurang memadai yaitu melalui mitologi.
Sastra lisan zaman dulu memiliki peran yang besar dalam membentuk, mempengaruhi, dan menetapkan
pola pikir, sikap, perilaku, dan sudut pandang seseorang di suatu masyarakat dalam memandang dan
mengarungi kehidupan.
Lalu, apakah sastra lisan masih memiliki relevansi di masa sekarang ini? Pertanyaan itu yang menjadi
tilikan bagi kita sebagai orang modern, mengingat masa ini sudah sangat maju.

Sastra lisan yang sarat dan kental akan kebudayaannya, yang mengandung nilai moral, seni, dan falsafah
kehidupan, apakah masih dibutuhkan dan digemari oleh masyarakat masa kini? Jika dilihat, sebagian besar
orang memang ada yang sudah tidak peduli karena prioritasnya yang terletak pada iptek. Sastra lisan yang
identik dengan kesan "kuno" mulai ditinggalkan dari waktu ke waktu. Meski masih ada sebagian orang
yang tetap teguh mempertahankan budaya sastra lisan.

Terdapat berbagai macam cara untuk mempertahankan sastra lisan dan mengenalkannya kepada anak-anak
sejak dini. Pertama, melalui pendidikan di sekolah. Kedua, peran orang tua menceritakan sastra lisan, itu
untuk pengenalan kepada anak. Lalu jika kepada masyarakat umum bagaimana? Sebenarnya kesadaran
tentang budaya yang dimiliki begitu kaya, mengapa tidak ada hasrat untuk mempertahankan dan
melestarikan? Kecuali orang-orang yang berkecimpung di bidangnya seperti budayawan dan sastrawan.
Seharusnya dalam menjaga sastra lisan bukan hanya tugas sebagian orang tetapi semuanya, sebab itu
merupakan warisan bangsa.

Judul: sastra lisan di era modern

Anda mungkin juga menyukai