Kitab Puisi
Djoko Saryono
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
Arung Diri
Kitab Puisi
Perajin Kata:
Djoko Saryono
Tata Tampilan Isi
z Indro Basuki
Tata Tampilan Sampul
z Giryadi
Diterbitkan oleh:
ii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PRAKATA
Arus kehidupan modern saat ini sangat kuat. Arus ini sarat perubahan akibat
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi. Ini telah mendekonstruksi
hampir seluruh aspek kehidupan yang menyeret kita ke dalam lorong gelap kehidupan.
Keadaan ini barangkali analog dengan zaman edan yang dimaklumkan oleh pujangga
besar Ranggawarsita. Dalam zaman edan ini juga terjadi erosi fungsi dan kesaktian seni
tradisi yang merupakan kekuatan kultural pembentukan karakter, identitas, dan jati diri.
Di tengah keadaan demikian, kehadiran karya sastra yang merevitalisasi, mentransformasi,
dan mendayagunakan seni tradisi perlu diapresiasi sebab berarti menghidupkan seni tradisi
di tengah arus kehidupan modern. Kandungan makna dan nilainya dapat menjadi secercah
cahaya, sebagaimana kita temukan dalam Arung Diri yang mengangkat seni tradisi kita.
Sebagai puisi, karya-karya dalam Arung Diri jelaslah menggunakan media bahasa.
Bahasa puisi merupakan tanda bermakna ganda yang selalu menyodorkan berbagai
kemungkinan makna. Arung Diri karya Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd tentu menyodorkan
berbagai kemungkinan makna yang bertolak dari pikiran dan perasaan tentang seni tradisi
yang telah diolah secara imajinatif dan estetis sedemikian rupa. Oleh karena itu, batin
atau jiwa puisi-puisi dalam Arung Diri sesungguhnya seni tradisi yang didayagunakan,
difungsionalkan, dan ditransformasikan ke dalam bentuk puisi modern.
Untuk itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur sebagai lembaga
yang diberi amanat mengawal pelestarian dan pengembangan seni budaya menerbitkan
kumpulan puisi Arung Diri. Ini merupakan upaya memperhatikan perkembangan keragaman
seni budaya di Jawa Timur, dalam hal ini turut mendukung perkembangan seni sastra
modern berakar seni tradisi. Semoga buku ini bermanfaat bagi perkembangan seni budaya
secara luas di Jawa Timur dan menjadi warisan bernilai.
Surabaya, Desember 2013
Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur
iii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
iii
iv
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PENGAKUAN PUISI
Sungguh, kau belum kenal aku? astaga! bagaimana bisa?
yang mengasuhmu budaya macam apa? pendidikan macam apa?
Namaku puisi, kenapa kau lupa memang sengaja alpa?
meski tak kutahu titi mangsa, sejak kapan aku ada di dunia
jelas umurku amat tua, setua pelbagai agama, karena aku dipiara:
agama tak cuma berkata, tetapi jelas mencinta
bahkan menyayang tiada tara, sejak dahulu kala
dipercaya aku menemani ayat baka penyelamat manusia
dipercaya aku mewadahi makna hidup kekal nanti di surga
oleh agamawan disilakan aku tinggal di relung agama
oleh agamawan diajak aku menemui umat beragama
dengarlah, betapa merdu suaraku melantunkan ayat baka!
lihatlah, dalam Gilgamesh aku bersama agama orang Sumeria
dalam Dao De Jing dan Zhuang Zi aku bersama taoisme Cina
memandu manusia meraih cemerlang kebajikan paripurna
dalam Catur Weda, Mahabharata, dan Ramayana aku juga ada
menyatu ajaran Hindu menemani manusia mencapai nirwana
dalam Tripitaka, 50 Syair Vasubandhu, dan Songs of Milarepa
aku bersanding ajaran Buddha menunjuki manusia jalan utama
dalam Zabur, Taurat, dan Injil aku elok rupa tampil di muka
menjaga perangai manusia agar selalu bertabur cahaya cinta
bahkan dalam Quran nan mulia aku disayang demikian rupa
hingga kepuitisan dan keindahanku memancar penuh pesona
orang-orang pun riang gembira meneguk firman Allah taala
maka Allah mahapuitis dan mahaindah, keindahan amat disuka
maka rapal doa serba puitis dan indah menenteramkan jiwa
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
jelas umurku amat tua, setua adab dan budaya, karena aku dicinta:
dalam relung budaya Sumeria, Mesir Kuno, dan Maya aku primadona
tak heran ditugasi jadi saluran masyarakat, pendidikan, dan agama
dalam relung budaya Yunani dan Romawi aku kekasih para cendekia
tak heran tercipta Poetics, Illiad, Odyssey, dan Oedipus nan pukau jiwa
dalam kanvas peradaban Cina dan India akulah perawat pikiran manusia
tak heran mengabadi I Ching, Analecta, Bhagavadgita, dan Brahmasutra
dalam kanvas peradaban Asia Barat dan Persia aku duta ajaran agama
tak heran Mantiq al-Tayr, Gulistan, Rubbaiyat, dan Matsnawi menghuni jiwa
dalam kanvas abab dan budaya nusantara masa silamku sungguh amat jaya
dikasihi agamawan, dihidupi penguasa, disenangi warga, dan dijaga pujangga
dicipta dengan kekhusyukan tiada tara, dicipta dengan rapal doa mandraguna
tak heran lahir Bujang nan Domang, I La Galigo, dan Serat Chentini nan luar biasa
tak heran Syair Perahu, Gurindam 12, Hikayat Bayan Budiman, Minuman Pencinta,
Bustan al Salatin, dan Sejarah Melayu senandungkan ajaran tasawuf memesona
tak heran lahir kakawin Arjunawiwaha, Adiparwa, Kunjarakarna, dan Lubdhaka
juga Negarakertagama dan Serat Kalatidha yang pamerkan cerlang keindahan makna
Pada masa silam, semua pujangga dan warga sangat menghormati keberadaanku:
mereka patuh mengikuti aturanku, mereka pantang mengubah letak susun diriku
mereka luar biasa, membuahkan karya cemerlang dalam aturan begitu kaku!
tak heran aku pun mampu melantunkan kesederhanaan dan kemerduan nada suara
semua pendengar dan pembaca niscaya terkesima, senantiasa terlena indah makna
Namun, aku kian tak terkemuka, karena putaran waktu membuat pujangga tiada
dan warga pun menghindariku dengan segala alasan dan seribu cara dusta
lahirlah para pemuisi mandiri dan pembaca menuntut kemerdekaan menafsiri
mereka mencari jalan-jalan sendiri, merangkai dan menata kata-kata sesuka hati
sejak itu aku kehilangan kesederhanaan dan kemerduan keduanya tiada lagi
dunia pun memasuki zaman baru kerumitan dan kekacauan suara kini diimani
vi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
Sungguh, aku rindu kesederhanaan dan kemerduan, begitu juga banyak manusia
di dalam dunia yang memuja kerumitan, kekacauan, seragam suara, dan datar nada
maka, bersyukurlah aku, hadir himpunan puisi Arung Diri ini, dengan bahasa
dan tata sederhana dan merdu, tapi bagiku pancarkan kenikmatan merasuk jiwa
Aku kerasan tinggal dalam kesederhanaan dan kemerduan puisi dalam Arung Diri.
Harapanku, pembaca ikhlas menikmati kesederhanaan dan kemerduan pepak seri,
menemu irama ritmis dalam untaian bahasa, dan menjumpa terang lukisan
dalam kanvas bahasa, serta mencecap makna yang terpancar dari kesederhanaan
dan kemerduan Arung Diri. Semoga. Amin.
Malang, hujan bulan Desember 2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
vii
viii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ix
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ix
sayang supaya tercipta suara lezat makna di dada. Penutur bahasa yang
membaca dan atau menuliskan kata-kata adalah para pelawat yang bersukasuka memainkan bunyi-bunyi dan kalimat-kalimat bertuliskan. Mereka menata
huruf-huruf beraroma kasmaran sehingga tercipta makna yang mampu memanggil bunyi-bunyi dan kalimat-kalimat untuk hadir di dalam tulisan.
Penikmat atau pembaca puisi adalah pecinta kerajinan kata-kata yang selalu
terpana bunyi-bunyi bersuara dan atau bertuliskan; tertawan kalimat-kalimat
bersuara dan atau bertuliskan; teperdaya huruf-huruf indah bermakna yang
menjadi kediaman suara dan tulisan. Para pembaca puisi yang rajin melisankan
atau mendaraskan puisi adalah para musafir kata-kata yang menawarkan
kerajinan bunyi-bunyi dan kalimat-kalimat bersuara dan atau bertuliskan
kepada sesiapa; menjamu sesiapa dengan aneka tataan huruf-huruf sarat
pesona yang disuarakan dan atau dituliskan ke dunia.
Para pemuisi atau kini suka disebut penyair adalah perajin kata-kata yang
dikira tangkas menenun bunyi-bunyi dan cekatan memintal kalimat-kalimat
bermahkota suara dan atau tulisan mendecakkan jiwa; yang disangka cendekia
mengungkai huruf-huruf menjadi makna yang mampu mengguna-guna kepala.
Para penyair adalah pawang kata-kata yang pura-pura kuasa menenung bunyibunyi dan atau kalimat-kalimat menjadi pijar-pijar bara makna yang membuat
terbakar dada. Para penyair adalah ahli teluh kata-kata yang memamerkan
kecemerlangan muslihat bunyi-bunyi dan atau kalimat-kalimat bersuara dan
atau bertuliskan kepada dunia, yang justru membuatnya dikagumi dan bahkan
dipuja-puji banyak manusia; ditempatkan sebagai cendekia di dalam taman
peradaban manusia.
Mendengarkan dan atau membaca puisi adalah bertamasya di negeri katakata yang dengan riang gembira menjelajahi lebat rimba bunyi-bunyi yang
beraneka dan atau menyusuri belantara kalimat-kalimat yang berbagai-bagai
makna. Melisankan dan atau menulis puisi adalah bertualang di negeri katakata yang dengan penuh keberanian nyali mengarungi jeram bunyi-bunyi yang
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xi
xii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PURWAWACANA KAWAN:
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xiii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
reda. Namun, puisi DS tidaklah bicara tentang Gaza dalam realitas sejarah.
Gaza dalam puisi DS merupakan realitas metaforik. Dalam bait pertama
puisi ditulis: langkah lars itu terus berderap dalam pikiran/ menuju piringpiring di meja makan/ dan menghidangkan: darah dan kematian. Persoalan
kekerasan menjadi makanan kita setiap hari, menjadi sesuatu yang biasa,
yang tidak lagi memprihatinkan. Bahkan, yang amat menyedihkan realitas
seperti itu justru dirayakan di layar televisi sebagai bagian dari ornamenornamen budaya popular.
Matinya kemampuan merasakan dalam diri manusia terjadi karena
sudah menjadi lumrahnya kekerasan dan ketidakadilan. Solidaritas tereduksi
menjadi pragmatisme. Maka, sungguh masuk akal jika DS menulis: menapak
gurat jejak kematian di napasmu. Manusia telah mati-rasa dan mati-peduli.
Dalam puisi Bosnia 1 DS menulis: dan lihat, lihatlah, dunia terbata-bata
mengeja/ bahasa yang telah lunglai makna dan daya/ apa nama tindak keji
dan bengis Serbia/ (boleh jadi, di sini bahasa telah dimangsa kuasa). Dalam
puisi ini pun Bosnia menjadi latar metaforik. Yang paling penting justru
bagaimanakah manusia membahasakan ketidakadilan, kemiskinan, kebodohan,
dan sebagainya. Ketika bahasa dimaknai secara politis, maka bahasa justru
tidak memiliki kuasa-diri. Bahasa menjadi bagian dari kuasa-lain, kuasa dari
manusia yang menggunakan. Bahasa tidak lagi sekadar menjadi sarana komunikasi, namun menjilma menjadi sarana kekuasaan. Ketika kekerasan dimaknai
sebagai pembelaan diri, ketika kekejian diartikan sebagai upaya pemenuhan
hak, lalu apa sebenarnya kuasa-bahasa? Tidak ada. Sungguh: dunia terbatabata mengeja.
Secara eksplisit DS merumuskan pengertian bahasa melalui puisi berikut
ini.
BAHASA 1
benar, benar, tak ada apa-apa di sini
kecuali kokang senapan dan sedikit amunisi
biasa dipakai para politisi atau petinggi
meledakkan lidah yang bersekutu hati nurani
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xv
xvi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xvii
xviii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xix
Banyak istilah yang terjebak pada gagasan oposisi biner yang dikaitkan
dengan kekuasaan dan melahirkan penindasan-penindasan baru, misalnya
minoritas-mayoritas, pusat-pinggiran, global-lokal, protagonis-antagonis, dan
sebagainya. Muaranya adalah lahirnya batas-batas teritori untuk menentukan
siapa kita dan siapa mereka. Dikotomi biner ini justru mengandung unsurunsur hierarkis dan oposisional yang menindas. Dikotomi merupakan simplifikasi yang menyesatkan. Oleh karena itu, harus ada gerakan yang membangun
wacana tandingan, wacana pembalikan, atau dekonstruksi terhadap kelaziman
yang selama ini menyesatkan namun dianggap sebagai kebenaran. Harus ada
pembacaan ulang terhadap predikasi kelompok manusia yang selama ini
dikonstruksi secara hierarkial dan oposisional, harus ada reidentifikasi.
Tokoh-tokoh Sukesi, Sarpakenaka, dan Sinta adalah tokoh-tokoh perempuan dalam Epos Ramayana yang tubuh, jiwa, dan hidupnya telah dikonstruksi
oleh kekuasaan laki-laki. Label kesetiaan, diam, penuh cinta dan pengabdian,
suci, dan patuh adalah label-label yang ditanamkan secara terus-menerus,
bahkan turun-temurun, atas entitas yang bernama perempuan. DS menuliskan
teks puisi pembalikan, dekonstruksi, dan reidentifikasi diri. Perhatikan penggalan puisi berikut ini.
SUARA HATI DEWI SUKESI
xx
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xxi
xxii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xxiii
Puisi Mimpi Sinta itu merupakan suara bawah sadar Sinta. Suara bawah
sadar itu ketika menyeruak ke luar bisa jadi akan berubah menjadi tindakan.
Bukan lagi mimpi namun sebuah kenyataan. Benarkah Rama mencintai Sinta
sehingga ia berjuang merebut kembali Sinta dari genggaman Rahwana dengan
bantuan laskar kera? Ataukah ia takut bahwa benda kepunyaannya, mainan
yang sangat ia eman-eman, jatuh ke tangan orang lain? Atau, justru merasa
harga dirinya terinjak-injak ketika bagian dari privasinya direnggut oleh pihak
lain? Oleh karena itu DS melakukan pembacaan ulang atas kisah Sinta
tersebut. Dalam pembacaan kritis hendaknya manusia tidak gampang terjebak
pada pemahaman makna tekstual, namun harus mampu menemukan alasan
mengapa artikulasi gagasan disusun dengan cara tertentu.
DS menafsirkan bahwa Rama adalah lelaki sangat jaim yang sesungguhnya lemah jiwa/ di hadapan wanita yang ditakdirkan paling setia/ hingga
perlu bala butuh wanara untuk citra diraja/. Tentu penafsiran tersebut jauh
dari kebenaran yang selama ini dibaca banyak orang yang menganggap Rama
adalah titisan Wisnu penjaga kedamaian dunia. Pemujaan kepada Rama justru
membutakan orang kepada pengetahuan bahwa bagaimana pun juga Rama
hanyalah seorang manusia. Hal itulah yang mendorong DS melakukan pembacaan ulang, menuliskan sisi manusia (yang tidak sempurna dan selalu
lemah) dari Rama. Bahkan, Sinta pun dilukiskan sisi kebetinaannya yang
xxiv
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xxv
*Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd adalah penyair, eseis, dan kritikus sastra serta
dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya. Dia telah menulis beberapa kumpulan puisi dan bukubuku sastra.
xxvi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
DAFTAR ISI
PRAKATA .........................................................................................................
iii
ix
PURWAWACANA KAWAN:
GAGASAN MENEMU RAGA ..........................................................................
xv
xxvii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
1
3
6
10
11
13
16
18
20
22
23
25
26
27
28
29
30
32
33
37
39
41
43
xxvii
Abnormalisme .......................................................................................
Percakapan Waktu .................................................................................
Kata Hati Karna ....................................................................................
Kata Hati Drupadi ................................................................................
Jalan Swargaloka ...................................................................................
Pengakuan Parikesit ...............................................................................
Sarpahoma ............................................................................................
Kata Hati Ramaparasu ..........................................................................
Pertanyaan Duryudana ...........................................................................
Perjalanan Cinta Sukrasana ....................................................................
Sesal Sumantri ......................................................................................
46
49
50
52
53
55
57
59
61
63
66
69
71
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
xxviii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
xxix
xxx
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
131
133
134
135
137
139
140
141
143
144
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
167
168
170
171
172
173
175
176
178
180
182
184
186
188
189
192
194
195
197
200
202
203
PURNAWACANA KAWAN:
MENYATUKAN YANG TERBELAH:
JALAN PUISI ARUNG DIRI .............................................................................
205
243
245
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
xxxi
xxxii
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
1
Arung Cerita
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
[gunung-gemunung beterbangan
pepohonan rimba bertumbangan
air sungai dan lautan berhamburan
makhluk-makhluk berlarian mencari perlindungan
dan alam semesta terjerembab di palung kesedihan]
ketika terang tanah setelah segala variasi tubuh diolah
dan semua nafsu muntah dan tumpah
ke seluruh urat nadi alam semesta, bencana telah merambah:
anakku Dasamuka, Kumbakarna, dan Sarpakenaka berwujud raksasa
yang takdirnya mengacau tata dunia juga ketenteraman manusia
hingga dunia onar senantiasa tak sempat merasai bahagia
kendati aku jelita pualam semesta bersuami Wisrawa tua bangka
kendati Wibisana anakku tampan perwira tapi tak memihak ibunda
dengan lapang dada harus kukata
akulah ibu segala malapetaka semesta:
semestinya Wisrawa juga
karena mereka kukandung berbulan lamanya
karena mereka terlahir dari rahimku nan mulia
dengan terbuka jiwa harus kuterima
akulah ibu segala mara bahaya marcapada:
semestinya Wisrawa juga
karena kuduga semua ilmu berkah indah buahnya
ternyata ada yang berbisa: hamburkan racun saat kubuka
karena kukira semua ilmu beri faedah bagi siapa saja
ternyata ada yang dimonopoli dewa: taburkan tuba saat kuminta
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
10
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
KEMARAHAN DANARAJA
indah jagat raya dirompak hitam tinta
pertanda angkara dan petaka naik tahta
duh jagat dewa batara!
kenapa Sukesi justru dimangsa Wisrawa?
padahal dia utusan negeri sejahtera Lokapala
untuk melamarkan Sukesi menjadi permaisuri raja:
Prabu Danaraja, putra kinasih Wisrawa
bedebah kau Wisrawa, enyah kau ayahanda!
sungguh kau begawan tanpa pranata cuaca:
gampang beralih suasana, gelapkan terang jiwa
hanya karena paras purnama Sukesi yang kucinta
ayahanda menggali liang duka bagi batin ananda!
ayahanda macam apa kau hai Begawan Wisrawa?!
geram Danaraja mendidih dengar Wisrawa ingkari peran duta
ayahanda, jangan kau kira, aku gamang menangkap tatap wanita
aku gemetar disengat hasrat asmara, dan mati nyali di ranjang berdua
aku hanya belum paham makna Sastra Jendra yang telah Sukesi pinta
maka kuutus kau meminang Sukesi dengan jejampi Sastra Jendra,
murka Danaraja merobohkan pepohonan dan tetanaman marcapada
ketimbang aku raja tiada harga dan hilang perbawa di Lokapala
kupilih berpisah cinta, kuputuskan ikatan darah yang menautkan kita
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
11
12
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
13
14
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
15
16
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
17
18
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
19
20
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
Akulah Sarpakenaka
perempuan raksasa tak mewarisi kecantikan ibunda
dan kesaktian ayahanda yang celaka akibat pinta Danaraja
tapi, aku menerima sepenuh jiwa segala takdir yang ada:
tanpa dendam dan kecewa!
[bumi mendadak gemetar semua kehabisan sesumbar
damai indraloka guncang seketika semua penghuni hilang sabda]
Malang, 2007
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
21
22
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
23
24
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
25
26
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
27
MIMPI SINTA
RahwanaRahwanaRahwana
bawa saja aku ke dalam istana asmara di Alengka
biarkan menyantap gelegak nafsu yang kau punya
dan mainkan seluruh jurus indah kamasutra
dan hunjamkan libidomu di kedalaman raga
Bukan cuma mereguk nikmat tiada tara
aku juga serasa terbang ke nirwana
meski kubelum ke sana
Jangan hiraukan Rama jangan indahkan dia
lelaki sangat jaim yang sesungguhnya lemah jiwa
di hadapan wanita yang ditakdirkan paling setia
hingga perlu bala butuh wanara untuk citra diraja
padahal cukup pakai besar jiwa dan lapang dada
Madiun, 2007
28
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
KEKESALAN SINTA
Di mana saja lelaki sama:
di dalam cerita juga dunia nyata
di dalam bahasa juga realita
selalu merebut ruang hidup wanita
senantiasa meniadakan keberadaan wanita
Akulah buktinya:
di dalam bahasa nasibku ditulis aniaya
di dalam Ramayana hidupku terlunta-lunta
di tengah aniaya para lelaki yang haus kuasa
Kuingin benar bermetamarfosa ke dunia nyata
tapi Marsinah mati di tangan lelaki bersenjata
dan ribuan pemudi jadi pemuas nafsu purba
dan buruh perempuan hanya barang semata
Oh dewa oh dewa
inikah keadilan namanya?
inikah kemanusiaan maknanya?
kini aku tak percaya!
Madiun, 2007
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
29
30
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
31
32
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
33
34
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
35
dia berikan ruang buat Srikandi menyerang tiada terkira dan juga Arjuna
melesatkan dahsyat berpuluh anak panah berbisa ke seluruh tubuh Bisma
terjungkal Bisma dari kereta, berbaring di ranjang panah menancapi tubuhnya]
Duhai Amba kejora jiwa, kau datang jemput aku, ajak aku ke surga
betapa bungah diriku berjalan di atas cahaya, berpegangan dalam cinta
Duhai Amba kejora jiwa, kita segera ke sana, selepas kusaksikan Kurawa
punah semua dan kuberikan wejangan suci kepada cucuku Yudistira,
lirih ucap Bisma disaksikan Srikandi jelmaan Amba di padang Kurusetra.
[Kurawa hancur, Bisma gugur, prahara Bharatayudha bekap manusia
ruh Bisma wangi menur, mesra dibimbing ruh Amba menuju surga]
Malang, 2011
36
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
37
38
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
39
40
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PENYESALAN KUNTI
Risau tiba di dada ketika Kunti dirajam duri-duri sepi.
Cekam kuat ingatan pada Basukarna tak sudi pergi:
mengiris-iris pipih serpih hati
Duh Gusti kang murbeng dumadi
kenapa mantra aji pepanggil* kucoba semau sendiri
tak hati-hati hingga terjadi kehamilan tak kuingini
padahal aku tak sudi tubuh terlukai, harus tetap suci
keperawanan tetap kumiliki selepas kelahiran bayi
tak boleh tahu seorang lelaki, bahkan seisi bumi
sebelum terang meminang pagi, melamar matahari
[Dan Batara Surya bantu lahirkan bayi lewat telinga
maka ia bernama Basukarna, putra mentari di dunia
ia tak pernah merasai keindahan gua garba ibunda]
Duh Gusti kang murbeng dumadi
anakku Basukarna terpaksa kularung di kali
kupisahkan dari belas kasih ibu kandung sejati
karena gemerlap citra wanita istana lebih kuikuti
karena kilap status terpandang mesti lebih kuimani
ketimbang tanggung jawab pada perbuatan tak terpuji
karena kesempurnaan palsu lebih kuimami
karena kepura-puraan suci mesti kulindungi
ketimbang mengakui Basukarna anak kandung sendiri
sesal Kunti dituntun jernih budi ketika sadar merambati
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
41
* aji pepanggil = mantra atau doa pemanggil dewa untuk memberi anak yang dimiliki oleh Kunti
42
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
TAMPIK KUNTI
[ayolah cintaku, lakukan niyoga* demi nasib kita berdua
demi kelanggengan wangsa kita, kelangsungan negeri Astina,
bujuk Pandu yang cemas kepada Kunti yang dikepung lara]
kegelapan demi kegelapan kehidupan sudah kuarungi
jangan sungkurkan aku ke dalam palung kegelapan kembali
cuma karena seorang anak tak kulahirkan dari rahimku nan suci
hanya karena anak ahli waris tahta tak kusembahkan sebagai istri
tersebab gentar tak masuk surga bila anak kandung tak dimiliki
kesetiaanku tak terbagi kendati kau dirundung impotensi:
kesetiaan hanya memerlukan pengertian sepenuh nurani
kecintaanku tak terkurangi meski kau dirajang kutuk mati:
kecintaan hanya meminta penerimaan tulus sanubari
mana mungkin aku memberi gairah birahi pada lelaki selain suami:
hanya karena seorang anak yang tak mungkin kau beri
akibat kutuk resi yang bertemu ajal di panahmu nan sakti
mana mungkin aku beradu seranjang dengan sembarang lelaki:
hanya demi keturunan yang kelak meneruskan dinasti
mencampakkan kesalehan, janji suci, dan bakti diri
[ayolah cintaku, lakukan niyoga karena sesuai dharma agama
keteladanan pendahulu kita melakukan niyoga pantas dicoba
bukankah aku, si Pandu Dewanata, suamimu juga buah niyoga!,
desak Pandu yang gemetar kepada Kunti yang tegar membaja]
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
43
44
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
45
ABNORMALISME
[niyaga menabuh gendang. dalang mainkan wayang.
cerita menguarkan sungsang. suara suluk sumbang]
kekuasaan kian abnormal saat Kurawa dan Pandawa hadir dunia:
mereka hadir, tak lahir, sebab di luar kewajaran manusia
mereka tak lewat jalan biasa: jalan juang ibunda bertaruh nyawa
mereka tak lewat peranakan ibunda: jalan cinta makhluk istimewa
seratus Kurawa adalah gumpal daging yang tersesat di rahim ibunda
sekian lama dipukuli bertubi oleh geram Gandari karna putus asa
seratus Kurawa adalah cincangan gumpal daging keras serupa bola
yang dibanting-banting Gandari penuh histeria saat di puncak murka
seratus Kurawa adalah anak seratus guci berlumur mentega dan doa
yang disembunyikan di ruang rahasia dan dijaga Gandari berbilang dua
maka seratus Kurawa adalah raut ketanahan, kebumian, kebinatangan
dan ketubuhan yang membentuk rupa kaku kekuasaan
maka seratus Kurawa adalah makhluk setengah manusia:
yang hadir bersama deru nafsu cengkeram kuasa
di pusat lingkar kuasa istana negeri Astina
lima Pandawa adalah timbunan cemas yang membajak resah dada
Pandu Dewanata dihempas bayang kehilangan kuasa dan tahta
lima Pandawa adalah buah rengekan lelaki pupus daya dan putus asa
yang kehabisan hujah mulia di muka Kunti nan cendekia dan digdaya
lima Pandawa adalah anak dewa yang teperdaya aji pepanggil istimewa
46
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
yang dimantrakan Kunti akibat tak tega juga kesal pada Pandu Dewanata
maka lima Pandawa adalah raut kecahayaan, kelangitan, kedewataan
dan keruhanian yang membangun paras indah kekuasaan
maka lima Pandawa adalah makhluk setengah manusia:
yang hadir bersama gemuruh hasrat menagih tahta
di pinggiran lingkar kuasa istana negeri Astina
[niyaga menabuh gendang. dalang mainkan wayang.
cerita menguarkan sungsang. alunan suluk sumbang]
kekamilan kekuasaan butuh kebersamaan:
raut ketanahan dengan kecahayaan
raut kebumian dengan kelangitan
raut kebinatangan dengan kedewataan
juga raut ketubuhan dengan keruhanian
maka Kurawa dan Pandawa adalah sepasang kekasih baka
yang membawa kimia kelanggengan negeri Astina
yang bakal menangkal aneka dera keruntuhan negara
tapi lihatlah para Kurawa dan Pandawa di negeri Astina:
mereka berebut mahkota mereka makhluk abnormal semua
apakah kekuasaan selalu menolak kekamilan keagungan?
apakah kekuasaan selalu mengidap keabnormalan kecacatan?
pantas kekuasaan rabun keselamatan lamur ketatasusilaan!
tapi lihatlah para Kurawa dan Pandawa di negeri Astina:
mereka menggelar sandiwara kuasa luar biasa, apa kalian juga?!
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
47
48
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PERCAKAPAN WAKTU
Dua waktu: waktu wayang dan waktu dunia berjumpa
selepas berabad mengembara: tak saling berkaba cinta
aku mengembara dari cerita ke cerita hingga bertemu Arjuna
aku mengarungi berita demi berita sampai bersua dua manusia
Arjuna adalah lelaki ksatria dengan istri di setiap sudut marcapada
dan menghadiahi mereka anak-anak tampan, perwira, dan ksatria
sebagai siasat menghadapi Bharatayudha, menegakkan hak atas tahta
dan bukan sebagai pemuas syahwat belaka, pelampias bara lingga
Dua manusia adalah lelaki penuh rasa takut dengan istri di mana-mana
dan memberi mereka dana juga harta berlimpah pun aneka rupa
sebagai ikhtiar menghilangkan jejak korupsi yang remukkan bangsa
dan menyelamatkan jarahan mereka demi kehidupan fana
Arjuna diburu cemas, ucap waktu wayang, sebab gentar kehilangan tahta
Dua lelaki diburu takut miskin, kata waktu dunia,karna kemelekatan harta
[Keberuntungan sejati adalah ketiadaan kecemasan dan ketakutan dunia
maka keberuntungan sejati tak kenal kehilangan dan kemelekatan dunia]
Arjuna cemas kehilangan tahta sebab disandera pikiran menyerbaduakan
tak mampu capai kealamian pikiran, tegas waktu wayang begitu cerlang
Dua lelaki takut miskin harta karena dibajak pikiran mendiskriminasikan
tak bisa meraih kemurnian pikiran, tandas waktu dunia demikian terang
Dua waktu bersitatap penuh kesima: sungguh manusia salah mengada?
Malang, rembang pagi 2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
49
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
melebihi kesaktian Pandawa, sayang aku dikutuk para dewa juga brahmana
tak dikehendaki memenangi tarung paling bikin bingung melawan Arjuna
sebab bakal melelehkan kebekuan tata nilai yang beratus tahun dijaga:
oleh kenangan dan ingatan semua manusia
oleh kesenian dan kebudayaan Asia dan dunia
Malang, 2011
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
51
52
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
JALAN SWARGALOKA
usai Baratayudha, jelaga paling gelap meraja, senyap tersepi bertahta
anyir padang Kurusetra, punah Kurawa Pandawa, kehidupan pun tiada:
cuma gelimpang ribuan tubuh ditinggal sukma
Yudistira, sulung Pandawa, tiba di swargaloka tempat indah idaman sesiapa
jiwa remuk, rabu serasa pecah seketika para Kurawa tengah bercengkerama
di manakah adinda para Pandawa tercinta juga kakanda Karna nan mulia?
kuat gaung suara tanya Yudistira merampas luas dan indah swargaloka
diantar dayang swarga, Yudistira tiba di neraka ruang siksa para pendosa
duhjagat dewa batara, kenapa justru dirajam siksa di panas api neraka
andindaku para Pandawa dan pahlawan-pahlawan amat mulia seperti Karna?
Yudistira lempar pedih tanya menghantam dinding swarga juga para dewa
Wahai dewa batara, kupilih neraka ketimbang swarga
karena aku lebih pendosa ketimbang mereka yang di neraka:
para Pandawa dan Karna juga Drestajumena
karena keselamatanku semerbak makna bila bersama mereka:
durjana juga durhakalah aku bila sendiri di swarga
tandas Yudistira gentarkan seisi swarga juga goyahkan diri dewa
[tiba-tiba dewa batara membalik penghuni swarga dan neraka:
para Pandawa, Karna juga Drestajumena terpelanting ke swarga
para Kurawa dan pendosa terlempar ke panas tungku api neraka]
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
53
54
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PENGAKUAN PARIKESIT
[seekor ular kukalungkan ke leher Samiti
karena diam belaka, tanyaku tak disahuti
Kala Srenggi marah mengutukku segera mati
digigit Naga Taksaka yang suci, tepat tujuh hari]
manakah puncak yang paling puncak
manakah tinggi yang paling tinggi
manakah benteng yang paling benteng
manakah aman yang paling aman
kesana aku hendak rentak bergerak
kejaran Naga Taksaka harus kuhindari
semburan bisa naga harus dapat kutameng
kusiapkan brahmana, prajurit, dan ahli pengobatan
tapi, jiwaku bertanya: dengan takdir kenapa lari?
ia selalu bersama dirimu kemanapun kau sembunyi
[mestinya keberserahan diri juga kelapangan hati]
aku raja Hastinapura lambang kebesaran
mati digigit ular betapa keterlaluan memalukan:
maka brahmana melindungiku dengan doa
maka prajurit menjagaku, lengah sedikit pun tiada
maka ahli pengobatan siapkan dupa dan penawar bisa
aku yakin tiada celah terbuka buat Naga Taksaka
mana mungkin mengirimkan semburan bisa
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
55
56
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
SARPAHOMA*
[JanamejayaJanamejayadendam selalu hilang mata
kenapa kau suka piara berbiak di dalam api membara?]
Parikesit telah tiada, dendam Janamejaya bergelora:
bukan cuma Naga Taksaka, semua ular harus binasa tak bersisa
maka harus kuadakan sarpahoma dipimpin dan dijaga brahmana
dimulailah sarpahoma
panas kobar merah api serupa panas neraka
bersekutu mantra suci luar biasa para brahmana
semua hilang daya terhisap mantra menuju celaka
dan ribuan ular melayang, mendebum di tungku sarpahoma:
dibakar panas kobar api, ludes tanpa sisa
di Nagaloka, Naga Taksaka dipukuli cemas tiada kira:
duh Sang Astika segeralah turun ke bumi, temui Janamejaya
pohonkan kata, hentikan sarpahoma, ribuan ular telah moksa
badai mantra suci terus menyeret ular ke tungku sarpahoma
juga Naga Taksaka yang bertahan di ujung pakaian Dewa Indra
tubuh Dewa Indra pun bergoncang dihantam badai mantra tiada tara
terseret menuju ganas tungku sarpahoma lalu melepaskan Naga Taksaka
tubuh Naga Taksaka pun habis daya menghantam tungku sarpahoma
aku segera melumatkan tubuhmu Naga Taksaka, kobar api beri aba-aba
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
57
ketika kobar api menelan Naga Taksaka mantra Sang Astika tiba
dan menyelamatkan Naga Taksaka berkat kabul Janamejaya
[Janamejaya Janamejaya kearifan selalu berbuah keagungan
memang kau harus piara memberi pupuk subur kedamaian]
Malang, 2010
58
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
59
60
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PERTANYAAN DURYUDANA
Kenapa harus aku dan keluarga
menjadi pecundang dan punah
dalam perang mahadahsyat di Kurusetra
yang penuh aroma busuk dan anyir merah darah
Kenapa bukan Yudistira dan keluarga besar dia
padahal sama-sama anak turun Barata?
Kenapa harus aku dan keluarga
merasakan ganas kobar api neraka
bukan Yudistira dan keluarga besar dia
padahal sama-sama anak turun Barata?
Mestinya aku dan keluargaku menghuni indah swargaloka
apakah karna aku dan adikku hanya anak raja buta si Drestarastra
bukan anak dewata yang serba kuasa seperti Yudistira dan adik dia?
Padahal lebih mulia mana: keluargaku ataukah keluarga Yudistira
bukankah aku dan adik-adikku lahir dari sanggama bertatakrama?
ketimbang Yudistira dan sang adik lahir dari campur tangan dewata
akibat Pandu menanggung kutuk bertemu ajal ketika beradu cinta
[dan memang mangkat saat nekad menggumuli Madrim istri kedua]
Mestinya ibuku juga lebih mulia
ketimbang Kunti dan Madrim si ibu Yudistira dan adik dia
karna ibuku hanya mau digauli oleh Drestarastra, suami tercinta
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
61
62
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
63
64
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
tetapi, apa harus dikata, sesat hakikat kian menerungku dunia juga manusia
setelah Taman Sriwedari kupindah ke Maespati, kureguk tuba, kubopong celaka
karena cengkerama bahagia permaisuri, putri raja dan dayang-dayang istana
berantakan seketika saat mereka temukan aku berada Taman Sriwedari juga
dan mahapatih Maespati sekejab tiba, mengusirku pergi dengan nada murka
tentu aku tak bersedia karena dia kakanda Sumantri, manusia paling kucinta
dan telah mengizinkan aku untuk selalu bersamanya, dalam suka dalam duka
kakanda Sumantri makin murka, merentang busur panah tepat terarah dada
dan mengirim maut ke jantungku saat puncak kemelut jiwa gagal dia kelola
aku terkesiap sesaat, tapi maut meringkus nyawa lebih cepat, tumbanglah aku
Sumantri terperanjat, tapi remuk jiwa merambat cepat, dia pun berwajah sendu
tega nian kau ingkari janji wahai Sumantri, tega nian kau rebahkan adik sendiri
tapi, aku tak terlarai, dan tetap mengirimi harum cinta kepada kakanda Sumantri
sebab kuyakin kau tetap mencintai, dan mengakui aku tak terganti di palung hati
memang karena berada di dunia yang sesat tuju, kau kirim maut ke jantungku ini
aku menunggumu kakanda Sumantri karna surga hanya menerima kita bersama
di sana kita selalu bersama, tak terpisahkan lagi, sebab telah kalis dari nafsu dunia
[Sumantri memikul pedih yang kelabu, sambil berkawan sendu terus menunggu
kedatangan Sukrasana menumpang taring Rahwana, antarkan ajal yang gaharu]
Malang, 2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
65
SESAL SUMANTRI
Duh adikku Sukrasana!
Kenapa panahku tak bisa kujaga
hingga tiba-tiba kehilangan mata
alpa melindungi ajalmu di pucuknya
Kenapa tanganku harus dihajar gemetar
hingga konsentrasiku seketika ambyar
berkilat anak panahku pun menyambar:
dadamu yang selalu diharu biru cinta
dan seketika terbuka ditinggal ruh nan baka
Duh adikku Sukrasana!
Kenapa kau jemput ajal di tangan kakanda
dan aku harus mati dicincang taring Rahwana
meski kutahu kau bersembunyi di sana: sekian lama
dan kaulah yang memburai tubuhku jadi serpih bunga
Duh adikku Sukrasana!
Kenapa aku dirampok bimbang dunia:
terbanting antara citra dan hakikat ada
hingga kita saling meniadakan hidup bermakna
padahal kita satu hakikat di rahim ibunda!
Duh adikku Sukrasana!
Kenapa kita harus jalani nasib baku bunuh di dunia
cuma karena sesuatu yang fana dan memisahkan kita?
66
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
67
68
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
2
Arung Jiwa
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
69
70
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
SAJAK PERJALANAN
1
perkenankan aku, ya, manisku
membangun kubu di ayat-ayatmu
pertahanan pungkasan bagi jiwa
ketika berkemas senjakala usia
menyodorkan berkas catatan purba:
perjanjian sebelum turun ke dunia
perkenankan aku, ya, manisku
2
perkenankan aku, ya, manisku
mencipta teduh hutan lestari
dari seratus empat belas suratmu padaku
peristirahatan terakhir bagi
kekalahan yang selalu di ujung penaku sendiri
perkenankan aku, ya, manisku
3
perkenankan aku, ya, manisku
merenangi deras arus sungai janjimu
yang berhulu di ayat-ayat kitab suci
dan bermuara di syair samudra surgawi
sebelum waktu membaca kitab nasib ini
yang tersimpan di napasku sendiri
perkenankan aku, ya, manisku
71
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
71
4
perkenankan aku, ya, manisku
mengarung luas laut berbatas cakrawala
yang senantiasa terjelma dari sabdamu
di antara deru nafsu ekonomi
yang terjaja di supermarket,
fastfood, dan plaza-plaza di kota
perkenankan aku, ya, manisku
Malang, 1995
72
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
SAPI BETINA
telah berabad-abad, ya, telah berabad-abad
bermilyar sapi betina terus mukim di ayat-ayat
menunjuki kita tempat penuh nikmat:
samudra bernama surga
di mana segala ada
seperti bunda cerita
tapi, tapi, kita bukan Sulaiman yang mengerti bahasa hewani
dan tak hendak berlagak Sulaiman, sekadar hendak pahami mau sapi,
ujarmu seraya membuka-buka kitab ilmu dan teknologi
untuk mencipta surga imitasi di bumi maya ini:
di mana segenap nafsu bisa dilunasi
oleh komputer multimedia dan televisi
oleh pusat perbelanjaan, toserba, dan plaza
oleh MacDonalds, KFC, dan Donuts Donkin juga
Malang, Juni 1996
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
73
LEBAH 1
dengung lebah-lebah itu, dengung lebah-lebah itu
membangun ayat-ayat dalam bahasa baka
bagi kefanaan hidup kita, kesementaraan dunia
biar menembus hakikat puncak ada
Malang, Juni 1996
74
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
LEBAH 2
lebah-lebah itu
mengajari kita membaca
bahasa penyimpan rahasia
hidup setelah akhir segala
tapi tak juga bisa
selalu saja terbata mengeja
bahkan napas di leher kita
sebab kita sudah menjual jiwa
pada tubuh-tubuh terbuka
pada busana-busana toserba
pada makanan di plaza-plaza
sementara surau-surau
terus memanggil dengan parau
dan masjid rubuh saat adzan tiba
tersebab sujud tak lagi ada di sana
Malang, Juni 1996
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
75
LEBAH 3
lebah-lebah itu
membangun sarang ayat baka
di lubuk batin kita
agar jiwa kerasan wirid di sana
tapi tak juga nyata
jiwa lebih suka
mukim di plaza-plaza
dan busana-busana
Malang, Juni 1996
76
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
SURAT 1
surat-suratmu telah kuterima
dari kecil dulu, disampaikan bunda tercinta
tatkala waktu tiba, tatkala adzan bergema
ampuni, begitu lama tak kusempatkan baca
: menumpuk di antara reruntuhan masjid di dada
kubiarkan bahasanya meronta-ronta
: kegerahan hidup bersama nafsu, dusta, dan angkara
kuceraikan cintanya dari hidup penuh warna
: wahai, betapa, wahai... ia tetap memanggil dalam cinta
Malang, Juni 1996
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
77
SURAT 2
seratus empat belas surat telah kau kirim padaku
berisi peta perjalanan nasib agar sampai padamu:
peta bersahaja, mudah membacanya
peta bersahaja, mudah melaksanakannya
bila hidup disucikan dari tamak, loba, dan angkara
Malang, Juni 1996
78
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
SURAT 3
ketika kubaca surat-suratmu
bah pun melanda denyut nadiku
seperti kapas, aku pun lepas
terdampar di padang mahaluas:
tak bernama karena mendahului bahasa
tak fana sebelum akhir kiamat tiba
Malang, Juni 1996
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
79
ARUS
merenangi arus yang terjelma dari suratmu
yang kau kirim berbilang tahun kepadaku
ke muara sampailah aku:
tak ada siapa-siapa di sini
akhir waktu belum kau putusi
Malang, Mei 1996
80
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
81
ANGIN SEMESTA 1
Engkaulah angin semesta
yang singgah di pucuk ombak samudra
yang bergulung-gulung di bola mataku
dan kini menjelma lautan di kampungku
Kau tahu, musim telah khianati waktu
dan aku mengembara dari banjir ke banjir
hingga beku seluruh waktu: di manakah akhir?
Engkaulah angin semesta
tempat tanyaku kau lepaskan seketika
ke dalam sunyi sejati, hening dunia
82
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ANGIN SEMESTA 2
Engkaulah angin semesta,
yang saksikan persalinan almanak tua
Pasti kau tahu, ramadan kini telah tiba
meski banyak lidah teperdaya, terbata
mengeja ayat-ayat abadi Gusti
karena yang tak pasti dipegangi
Pasti kau tahu, kalau tak manusia tak alpa,
maka maafkan segala dosa manusia
Engkaulah angin semesta
yang membopong kasih
dan menaburkan ke hatiku biar bersih.
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
83
ANGIN SEMESTA 3
Engkaulah angin semesta
menunjuki jalan lempang sepanjang hutan cinta
akupun menyusuri dengan tak putus rapal doa.
Aneh, berminggu-minggu tak kutemukan ujungnya
dan aku riang terus mengukurinya.
Aneh, jalan itu menikung ke angkasa
makin kujejaki makin meninggi
hingga tak tahu lagi kemana jalan tertinggi
akupun lenyap di ujung jalan yang silau cahaya
astaga! Jalan Cahaya!
84
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ANGIN SEMESTA 4
Engkaulah angin semesta,
membaca tanda demi tanda
yang terbentang di lahan basa
musim tak bisa kubaca
sebab tak ada titi mangsa
embusmu di antara pekat perdu tersisa
aku ternganga, tapi temanku berdencing harta.
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
85
ANGIN SEMESTA 5
Engkaulah angin semesta,
yang mencatat senja terluka
setelah angin tak bisa dibaca manusia
musim apakah ini, tandanya selalu mendua?,
semua orang bertanya
tapi jawab dalam kitab tiada
86
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ANGIN SEMESTA 6
Engkaukah angin semesta?
kutahu engkau kolektor jalan dan kaki
yang tersimpan rapi di bilik hati.
Ketika tiba sepi, jalanmu menjulur ke arasi tinggi
dan suara kaki-kakimu makin meninggi tak terperi
bergegas ke waktu abadi, waktu hakiki.
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
87
ANGIN SEMESTA 7
Engkaulah angin semesta
yang mengirim kabar tentang kemarau
yang diratapi rekah tanah desa.
Tentu kau tahu, gerimis telah pindah ke mata kita
rinai telah menjelma rajam batu di hati kita
bau basah tanah telah kembali ke jantung semesta.
lalu apa yang bisa diharap petani kecuali rindu yang silam?
Engkaulah angin semesta
yang mumpuni, menderu mengusir polutan
dan mengajak mendung melawat ke bandar ranggas.
Mataram, 2007
88
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
SUWUNG
bukan waktu bukan rindu
tak ragu tak jemu tak lesu
lalu siapa kau tunggu?
[masih lima milyar tahun dunia bersamamu,
ujar Hawking di dalam buku]
bukan semu bukan palsu
tak sendu tak kuyu tak sembilu
lalu sampai kapan kau tunggu?
[sudah pasti menemuimu akhir waktu ,
Ihya Ulumuddin al-Ghazali berseru]
Malang, 2006
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
89
PENCERAHAN
mandi rindu di bawah hujan cahayamu
sabda-sabda mengaliri jejaring nadiku:
tiba-tiba terangkat kedua tangan
membangun masjid di dada penuh iman
Malang, 2006
90
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ELING
dan suara-suara pamit kembali
hingga dedaunan meditasi sunyi:
semua membersih
segala mengganih
gerak batin pun buih
di sini, rahasia cuma ilusi
karena segala membuka diri
di sini, untai alibi tiada arti
sebab semua mengaku penuh seri
Malang, 2006
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
91
92
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
93
94
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
95
96
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
97
KESELAMATAN
sesudah kerkah tanah
laut pun terbelah: pecah!
semua kejahatan tercegah
dan kebaikan tumpah:
menggulung para bedebah
mengharumi kaum beribadah
ini keadilan atau kutukkah?
dahsyatnya tak ada dalam sejarah!
dan para bedebah terimpit dinding rebah
juga tertimbun tanah
tertelan air muntah
dan kaum beribadah bersujud serah
juga bertanam berkah
beramal tambah
siapa masih ingat kisah?
keselamatan telah dicontohkan Allah
Mataram, 2006
98
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
LAUT IMAN
laut mana yang kau baca dalam sejarah?
laut mati: ruang segala yang musnah
atau laut merah: tempat dicipta sejarah
laut iman kupilih sudah
tak ragu tak akan berubah
sebab pertanda ada di laut merah:
karnaval keselamatan penyembah Allah
dan pengikut Musa kembali bungah
dan pasukan firaun terkubur kelam tingkah
Mataram, 2006
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
99
100
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MANTRA KEBERANIAN
bersama bismillah
reguklah segelas resah
santaplah serawah gelisah
lahaplah sepinggan gundah
mamahlah sepiring rebah
kunyahlah secawan payah
lumatlah serabu desah
bersama subannallah
layarilah sesungai berkah
arungilah seombak hasrat temu
susurilah sesamudra rindu
saringlah semuara cahaya kalbu
maka sampailah kau di rumah Allah
dibelai rahmah, dijamu janji terindah:
hidup gelimang suka
selepas berkemas dunia
Malang, 2010
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
101
MANTRA CINTA
bersama allahuakbar
simpanlah umbar debar
sembunyikan samar kabar
hilangkanlah ambar mawar
hancurkanlah elok lembar gambar
bersama istigfar
hentikanlah lantang sesumbar
buanglah segantang rasa besar
singkirkanlah sedada loba mekar
campakkanlah segenggam rasa hambar
maka tibalah kau di puncak cahaya
mereguk anggur ria meneguk bahagia
sumber segala terang, obat segala bimbang
Malang, 2010
102
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MANTRA RINDU
debur debur debur
hancur hancur hancur
mumur mumur mumur
segala tampak bubur
segala desah gelisah kabur
segala derap napas kubur
kutiba pada mutmainah cinta
kutiba pada mahabah putih jiwa
kutiba pada puncak ada:
ternyata suwung semata
sebab la illah ha illallah ada di dada
Malang, 2010
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
103
RINDU BERSAMA
Kucari-cari, kucari-cari dengan buncah energi
manusia mulia bernama Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina
dalam endapan ajaran indah bersari cinta ilahi
di hamparan peradaban Asia dan nusantara:
nyaris tak ada, tak ada jejak mereka
nyaris tak ada, tak ada raut mereka
dalam pijar-pijar cahaya ajaran wangi makna
di hamparan peradaban selain Asia dan nusantara:
aha kutemu Averroes dan Avicenna
di jantung peradaban Eropa nan memesona
menjelma serat peradaban yang kini digdaya
kutemu mereka mengolah dan merawat kepala
Berhari-hari, berhari-hari dengan debur penasaran hati
kujelajahi relung terdalam peradaban Asia dan nusantara:
kutemu al-Ghazali menguasai segenap nurani
memenuhi rongga dada, berpaling tak bakal bisa
mengolah dan merawat hati sanubari tiada henti
Kurenung-renung, kurenung-renung dengan selaksa doa
kenapa Eropa telah mengolah kepala begitu luar biasa
hingga ilmu dan teknologi tercipta mengagetkan agama
dan sekarang menguasai seisi dunia juga luar angkasa
bahkan rahasia hidup mati nyaris digenggam pula
104
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
105
106
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
107
RISALAH RINDU 1
al-Ghazali tiba membawa Mishkat al-Anwar nan indah
kuguna menanak cinta sampai matang di mata Allah
kupakai membangun nurani hingga dihuni hanya Allah
: gelisah gundah yang menjajah hati niscaya tak betah
: anggur rindu yang sejati rindu niscaya tersaji berlimpah
Malang, 2011
108
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
RISALAH RINDU 2
di batinku al-Ghazali tiba lalu dia sebar
lembar-lembar memesona Mishkat al-Anwar
penuh cinta kulipat jadi bahtera Sinbad bersuar
lalu kupakai melayari lautan cahaya maha cahaya
denyar angin cahaya menerpa geriap jiwa: di mana berada?
gemulung ombak cahaya membentur jiwa: sampai mana?
bahtera Sinbadku terus berlayar menuju hakikat ada
mengarungi lautan cahaya maha cahaya mencari arah dermaga
[pelayaranku terus menembus waktu tak kutahu kapan tiba
karna aku tenggelam di dasar Mishkat al-Anwar ditawan pana]
Malang, 2011
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
109
PARA PERINDU
Berzikir, berzikir, berzikirlah kekasihku
biar dunia suntuk mengitari satu sumbu:
tak limbung oleh kuasa semu
istikamah menuju muara segala rindu
biar suasana dikuasai oleh harum narwastu:
sanggup lumerkan bubuk mesiu
sanggup usir selaksa gemuruh nafsu
hingga batin manusia bermetamorfosa cempaka ungu
yang menebar lautan harum di taman indah para perindu
Bertasbih, bertasbih, bertasbihlah kekasihku
biar dunia suntuk mengelilingi pusat yang satu:
tetap awas dari segenap silau palsu
istikamah menemu hulu sejati hulu
biar suasana dikuasai kesucian berinti subhanahu
mampu singkirkan para gadungan lucu
mampu bersihkan batin dari kerak debu
hingga batin manusia berpegangan pada yang satu
dan mampu bersemayam di taman indah para perindu
Malang, 2011
110
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PENUNGGANG CAHAYA
dia selalu bayangkan semesta sebagai himpunan cahaya
dia selalu bayangkan swargaloka sebagai tumpukan cahaya
bahkan dia yakini ada jalan raya dari semesta ke swargaloka:
jalan cahaya, pijar sinar indah memesona
jalan cahaya, ruang panjang berkilau makna
dia merasa selalu menunggang cahaya dia jadi penunggang cahaya!
dan merasa selalu melaju kencang di lempang jalan cahaya, kelokan cahaya,
lengkungan cahaya, kecepatan cahaya, dan lantas singgah di rumah cahaya:
dinamai swargaloka, ruang penuh insan bercahaya
dia merasa tiba di persinggahan terakhir dan bakal jumpa Sang Maharaja
dia cari di mana Sang Maharaja, tapi justru jumpa cahaya maha cahaya
dia pun menunggang cahaya maha cahaya, menuju rumah kekekalan manusia
ternyata dia tiba di relung hati nurani manusia: tempat keselamatan bertahta!
kini dia merasa telah menjadi pangeran cahaya, bertahta di rumah cahaya:
hati nurani manusia, tak di luar sana!
Malang, 2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
111
VARIASI ASMARA 1
Memandang puncak yang disamarkan selimut awan
juga lautan pasir yang digelapkan kabut bertangisan
tibalah kita di inti kesenyapan:
tiada suara mengusik rasa
apalagi kata-kata mengirim cinta
karena suara pertanda belum sampai puncak pesona
karena kata-kata pertanda masih ada birahi bergelora
Semesta bergegas menemui awal ada manusia:
sebelum ada suara
sebelum ada kata-kata
Kudekap erat dirimu, kusentuh lembut pipimu:
amat dingin ditimbuni berlaksa rindu
Kudekap kuat rindumu, kukecup indah bibirmu:
amat hangat dibakari kemenyan syahdu
Kita pun memasuki terang di dalam gelap awan dan kabut
bismillah, allahuakbar, dan alhamdulillah hangat menyambut
Malang, 2011
112
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
VARIASI ASMARA 2
di dermaga Padang Bai, angin musim hujan menerpa bahu
dan membawa butiran sisa hujan kepada dingin tubuhmu:
kau termangu menatap laut biru
belum tampak rombongan perahu
kecuali samar gundukan pulau piatu
dalam dahsyat gigil tubuhmu
kubelai legam rambutmu, kusematkan bunga rindu:
ada hangat menjalari rabumu
kuseka langsat keningmu, kusuntingkan hasrat di telingamu:
ada kau dan aku bergumul di aortamu
Malang, 2011
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
113
VARIASI ASMARA 3
menjelajahi rimba asmara di lingkar lehermu
dan melintasi bukit-bukit juga lembah di tubuhmu
cuma kutemu sebilah kayu setajam sembilu
cuma kutemu sebilah kayu rupa lingga kaku
kutikamkan ke ulu nikmatmu jeritmu menggugah nafsu
aku tahu, sepasang kekasih telah memasuki rahimmu
mukim di situ berbilang waktu almanak pun tahu
aku tahu, dirimu bersalin rupa menjelma pinang dibelah dua
ditemani doa semerbak dupa angsoka juga wangi semesta
Malang, 2011
114
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
VARIASI ASMARA 4
Hutan dan burung jelaslah pasangan sejati
sebab tanpa nyanyi burung, hutan dibajak sepi
Kau dan aku pastilah sekuntum kembang abadi
sebab tanpa kilau hati kau, aku dirancah sangsi
Hutan dan angin jelaslah sekutu tak terganti
sebab tanpa desau angin, hutan kehilangan citra diri
Kau dan aku pastilah setangkai wijaya kusuma suci
sebab tanpa bersanding kau, aku kehabisan eksistensi
Hutan dan keteduhan jelaslah dua yang manunggal
Kau dan aku pastilah hutan dan keteduhan yang kekal
Malang, 2011
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
115
116
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
KASMARAN
diam-diam aku selalu mengharapkan
kau menjadi iringan awan, menjelma deras hujan
mengurungku sebagai tahanan di ceruk penantian
dan membiusku dengan wangi al-Hikam yang menawan
diam-diam aku selalu mengharapkan
kau menjadi lembaran al-Hikam, menjelma Athaillah beneran
menyuarakan ajakan melintasi pintu keindahan maharahman
dan mendaraskan tamsil-tamsil keselamatan bermahkota firman
diam-diam aku selalu mengharapkan
kau menjadi putih awan keimanan, menjelma deras hujan firman
dan menenggelamkan aku di dalam lautan makrifat kehidupan
dan membebaskan aku dari penjara kesementaraan dan kefanaan
Malang, 2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
117
SYUKUR
saat pagi tiba
kabut turun ke tengah kotaku
orang-orang memekikkan seru
setelah sekian lama menunggu:
betapa rindu, betapa haru!
tetanah merekah temukan lembab kembali
dedaunan berseri-seri mengirimi musim semi
orang-orang merapal doa tak henti-henti
duhai betapa indah segala berkah ilahi:
telah lama dinanti-nanti
Malang, 2012
118
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MEDITASI DIRI
Kantuk telah mengepung mataku, menyerbu korneaku:
serasa pasukan Hulagu Khan menyerbu Baghdad dulu
sejak dentang jam tiba-tiba menghilang entah kemana:
serasa petikan sitar Ravi Shankar ditelan dendang semesta
Maka, waktu kehilangan gaung suara, yang pukau sepasang cinta
dan aku memasuki kekosongan semata, yang dijaga bening doa-doa
Malang, 2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
119
MENCARI JALAN 1
Telah berapa tangkai rindu kau petik dari rimbun pohon cinta
di taman tak butuh nama sebab melampaui bahasa?
Telah berapa kuntum kepayang kau ambil dari mekar bunga cinta
di taman tak butuh kata sebab mendahului suara?
Telah berapa hitungan waktu kau kunjungi taman hening gema
di kota kekal cinta yang diguyur hujan hikmat senantiasa?
Datanglah datanglah segera
sebelum bahasa memulangkan makna
sebelum suara mencapai kosong nada
sebelum waktu menghapus tapal nama
sebelum sabda membuka jalan-jalan baka
Malang, 2012
120
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MENCARI JALAN 2
Kekasih, manakah cinta paling cinta
kuingin menghunjamkan ke palung sukma
agar diri tak berpaling kepada selain doa:
doa bermuara sidratul muntaha
tempat makhluk muskil anjangsana
sebab bertahta Dia dan hanya Dia
Kekasih, manakah cahaya sebenar cahaya
kuhendak memijarkan ke sekujur gelap jiwa
agar diri mengarungi cahaya mencapai ruang baka:
cahaya milik penghuni sidratul muntaha
sesembahan tunggal manusia ahli surga
dan penguasa sejati kehidupan manusia
Kekasih Kekasih
aku bukan apa-apa bukan siapa-siapa
diriku terbakar cahaya maha cahaya
Kekasih Kekasih
aku kehabisan rupa
aku kehilangan raga
diriku sirna entah jadi apa
Inikah keagungan dan keindahan paripurna?
Malang, 2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
121
MENCARI JALAN 3
Kusaksikan ikan-ikan berenang riang di lautan:
tampilkan tarian memukau tak terbandingkan
Kusaksikan burung-burung terbang senang di awan:
tunjukkan gerak indah tiada tertirukan
Kusaksikan embus segala angin menuju pusat kehidupan:
kirimkan sejuk ke palung hati tercerahkan
Kusaksikan segala air mengalir mencapai lautan:
contohkan kebersatuan tanpa perbedaan
Kenapa kusaksikan manusia justru ingin berenang
terbang, berembus, dan mengalir tanpa pikiran?
Kenapa tak suntuk berdoa dengan hati lapang
tembangkan kepasrahan dan kesyukuran?
Malang, 2012
122
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MENCARI JALAN 4
bila beribu debat tak mengantar dirimu teringat
bila beribu hujat tak membawa dirimu berhikmat
bila beribu laknat tak menyadarkan dirimu tobat
bila beribu ayat tak memalingkan dirimu menatap kiblat
dengan apa dirimu mendaki hakikat, mencapai puncak makrifat?
tinggi galah ilmu telah kau ukur:
galah sejati hidup malah kian terbujur
tinggi puncak kuasa telah kau atur:
puncak sejati hidup malah tersungkur
tinggi gunung harta telah kau tata bak batang menjulur:
gunung sejati hidup malah gugur
dengan apa dirimu hendak mendaki puncak masyhur:
mencapai singgasana luhur?
hendak kemanakah dirimu sebelum terkubur:
berpesta anggur atau pilih kufur?
pilih di manakah dirimu selepas semua yang fana hancur:
jawablah, jangan pura-pura tertidur!
Malang, 2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
123
SONATA CINTA
beri aku waktu, memeram bebuah rindu
beri aku masa, menanak bebulir cinta
beri aku bebuah rindu, menjamu kejernihan kalbu
beri aku bebulir cinta, menyuguhi kebeningan sukma
beri aku jernih kalbu, menyunting bebunga nurani gaharu:
di tanjung gairah syahdu yang menyihir debur laut biru
beri aku bening sukma, memetik kembang surgawi nan jelita:
di jazirah gelora jiwa yang mengguna-guna ombak segara
haiberi aku dirimu, biar kugapai puncak keselamatan hidupku
Malang, 1998/2012
124
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MENCARI MAKRIFAT
izinkan aku mengendarai angin
biar cepat mencapai tempat rabani yang alamin
izinkan aku menunggang badai
biar kuat menjangkau ruang kauni yang handai
izinkan aku menaiki gemulung awan
biar kuasa mengitari keluasan alam yang puan
izinkan aku menumpang pijar petir
biar sanggup membakar diri jadi cahaya yang amir
izinkan aku menakhodai cuaca
biar mampu menerangi alam semesta yang rida
sebab aku tiada, aku bisa wujud apa saja
sebab aku telah tiwikrama di dalam suara sabda
Malang, puncak malam 2011
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
125
MEMBURU HAKIKAT
aku adalah energi alam semesta tak terbahasa:
tak cukup lema untuk menyatakannya
sanggup menggerakkan semesta putari pataka
aku adalah cahaya berkilau luar biasa tak terkata:
tak lengkap kata untuk menampungnya
mampu menerangi pegelaran kehidupan jagat raya
aku adalah api membara istimewa tak tersuara:
tak genap suara untuk mewadahinya
kuasa membakar tanpa sisa seluruh keindahan buana
aku adalah hasil akhir tempur cahaya berkilau luar biasa
dengan api membara di pelataran keberadaan manusia
dahsyat menggentarkan kesadaran tertinggi manusia
aku butuhkan kilau cahaya suci yang kelembutannya
sanggup meredam panas bara api di dalam dada
aku perlukan bara api perkasa yang kekuatannya
mampu mematangkan semangat hidup di dalam jiwa
aku hasratkan tarian kilau cahaya bersama bara api istimewa
agar diri terbuai, ringan menapaki cakrawala
dan tiba di puncak pesona kefitrian manusia
[namun, aku kerap terjatuh dan terbakar bara api
namun, aku acap terpiuh kilau cahaya terusir pergi]
Malang, 2001/2012
126
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PENGAKUAN
kekasih, boleh jadi mulutku terjepit capit lupa
tiada kuasa mendaras indah bacaan sempurna
kekasih, tak mustahil bibirku terjahit jarum alpa
tiada sanggup melantunkan bacaan sempurna
kekasih, barangkali batinku terhimpit bongkah noda
tiada daya mencerna kilau makna bacaan sempurna
kekasih, jangan-jangan kalbuku tertindih berat dosa
tiada mampu membentang pesan bacaan sempurna
kekasih, bisa jadi jiwaku tertimbun arang prasangka
tiada kekuatan membabarkan isi bacaan sempurna
kekasih, mungkin memang aku tak pantas tinggal di surga
sebab buta hakikat bacaan sempurna alpa mewujudkannya
kekasih, mungkin pantasku cuma menghuni jahanam neraka
tapi pasti kau tahu, apatah aku sanggup hidup sekejab di sana
lalu bagaimana: kekasih, aku rindu kau bersuara, ujarkan sabda!
Malang, 2001/2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
127
PERJALANAN CINTA
Kutinggalkan mereka:
huruf-huruf bersimbah doa
mengandung janin cinta
di lembar kertas-kertas sisa:
didiami aneka rajah nasib pria
berbilang waktu kau rajin merawatnya
bersama kelembutan jiwa tak terkata
serupa basuh embun pagi di putik sari:
lambat laun lahirlah kekasih hati
Kau tak mengutarakan apa-apa, walau sekata:
sebab disergap pana, ditawan gelora dada
namun diam-diam larut melipat kertas-kertas sisa:
merakit huruf-huruf dengan halus rasa
menjadi bahtera kasih beradar pijar cinta
dan kau layarkan ke tengah samudra jiwa
aku pun berarung rindu meraih dermaga
Malang, musim hujan 2012
128
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MEMBURU INTI
kosong itu penuh isi, segenap ruang terhuni
kalau kau lihat hampa, kau baru hidup pada tatar raga
kosong itu puncak ada, segala ruang berudara
jika kau duga hampa, kau baru tiba pada pancaindra
kosong itu wujud sempurna, semua ruang berguna
bila kau sangka hampa, kau baru sampai pada nafsu benda
kosong itu energi niskala, kediaman hanif sukma
jikalau kau pikir hampa, kau baru menapaki tapal dunia
maka
maka
maka
maka
kosongkan
kosongkan
kosongkan
kosongkan
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
129
130
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
3
Arung Berita
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
131
132
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
GAZA 1
langkah lars itu terus berderap dalam pikiran
menuju piring-piring di meja makan
dan menghidangkan: darah dan kematian
lalu kau kunyah bersama teve
yang menyanderamu di ruang tamu
hingga kau lalai waktu yang terus bergerak
menapak gurat jejak kematian di napasmu
Malang, Maret 1995
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
133
GAZA 2
di gersang padang kepercayaan
Arafat telah mengawinkan harapan
dengan sedikit kenyataan - tanah impian lewat bahasa yang terbiasa menyembunyikan kejujuran
: seperti dulu, Anwar Sadat melakukan
dan menuai kematian
seluruh arabia ternganga:
zionis, zionis itukah yang dikawininya?
detak-detak waktu cuma
melintasi padang keraguan
yang berpuluh tahun dipiara
Malang, Maret 1995
134
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
BOSNIA 1
bosnia, bosnia, bosnia...
di manakah dirimu di peta?
: bikinan eropa dan amerika
bom-bom terus memakamkan kota-kota:
bihac, sarajevo, sebrenica, dan zepa
menanam aroma angkara, menanam durjana:
serbia... serbia... serbia... serbia, terbantun gema
di tiap napas yang menderu ke ruang baka
dan lihat, lihatlah, dunia terbata-bata mengeja
bahasa yang telah lunglai makna dan daya
apa nama tindak keji dan bengis serbia
(boleh jadi, di sini bahasa telah dimangsa kuasa)
dan lihat, lihatlah, chirac, major, clinton, dan ghali
bersama kharadzic, mladic, dan milosevic menari
memainkan tarian hamlet yang gamang nurani
di atas peta bumi yang hendak dibagi-bagi
(barangkali, di sini pikiran telah jadi rahang gergasi)
bosnia, bosnia, bosnia...
masih adakah dirimu di peta?
: bikinan eropa dan amerika
135
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
135
136
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
BOSNIA 2
ingin, ingin benar, kukirim ke kotamu:
sarajevo, bihac, sebrenica, zepa
badai zikir beraroma semerbak narwastu
yang meninabobokan para serdadu
yang menidurkan segala hamburan mesiu
dan melelapkan dunia yang letih oleh gairah nafsu
(dan sunyi semesta
istirah setelah sengit berbantah)
jangan berkhayal melulu, sergah seorang ibu,
(mengokang senapan tua, sisa perang dunia kedua)
sebrenica juga perlu peluru bukan cuma zikirmu
untuk perang yang tuli dari suara hati kami
ingin, ingin benar, kukirim ke kotamu:
sarajevo, bihac, sebrenica, zepa
badai zikir beraroma selaksa harum cendana
yang melumerkan pikiran durjana para tentara
yang melelehkan segala kokang senjata
dan menidurkan dunia yang letih oleh rakus angkara
(dan dingin menyekap balkan)
kalian cuma bisa bicara, hardik ibu tua sebrenica,
(ringkih tubuhnya, kuat ditopang bara harap merdeka)
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
137
138
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
BAHASA 1
benar, benar, tak ada apa-apa di sini
kecuali kokang senapan dan sedikit amunisi
biasa dipakai para politisi atau petinggi
meledakkan lidah yang bersekutu hati nurani
demi ketunggalan kenyataan dan kebenaran
demi kelanggengan rezim makna yang selalu alpa
akan kemajemukan suara
maka, apa yang bisa diharap dari bahasa
yang bersemayam di geraham kuasa
yang tiap hari terus berbiak di media massa?
yang tiap saat terus berkembara lewat mulut, kabel,
gelombang inframerah, dan satelit di luar angkasa?
Malang, Januari 1996
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
139
BAHASA 2
siapa itu bisik-bisik di luar bahasa?
hingga tak terpahami para telik raja
dan tak bisa dipahat di daftar cekal
ruang buat yang bertindak mokal
akulah Sulaiman
yang bicara dengan mukjizat kehidupan
tersebab bahasa sudah teperdaya kuasa
mencekik kejujuran, menabur durjana
siapa itu cakap-cakap di luar makna?
hingga tak tersadap telinga negara
dan lolos dari ancaman penghasutan massa
akulah Sulaiman
yang bersuara dengan makrifat kehidupan
tersebab bahasa telah kehilangan keadilan
bagi keanekaan suara yang terus berlompatan
siapa itu berkubu di luar bahasa dan makna?
sssstttttttt. diamlah. ini suasana bertuba curiga
di luar bahasa dan makna : itulah suaka teraman kita
Malang, Januari 1996
140
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
BAHASA 3
angin apakah ini?
gemuruh apakah ini?
(berpuluh tahun rasanya tak jua henti)
bahasa pun berguguran kalimatnya
kata-katanya patah, bunyi-bunyinya rebah
dan makna bersuaka di istana raja
sibuk berpesta dan bersulang mencipta realita
seperti negeri uttarakuru
semua orang bisu: hilang cita
hilang suara
hilang daya
di bawah bayang-bayang kokang senjata
di bawah berlaksa tajam sorot mata telik negara
tinggal tangan-tangan terampil di seluruh negeri
yang tak lagi digerakkan oleh hasrat ganih nurani
memahat huruf-huruf yang tak diakrabi sama sekali
memahat huruf-huruf yang di luar kebutuhan sendiri
:jadi slogan dan propaganda yang berisik di sini!
angin apakah ini?
gemuruh apakah ini?
(berpuluh tahun rasanya mencekam nurani)
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
141
142
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
BAHASA 4
siapa itu bicara?
dengan bahasa yang terluka
belepotan darah ditikam lalim kuasa
ssttt.... jangan gunakan kepala!
telik negara hadir di mana-mana
kudengar cuma sayat tangis
merenda catatan-catatan kelam nasib
dan mengharap langit segera gerimis
oleh kelembutan malaikat penjaga petala langit
Malang, Januari 1996
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
143
MEMBACA SEJARAH
Ibu, ibu, siapa telah menanam semiotika kemegahan sriwijaya,
majapahit, dan tiga setengah abad kolonialisme Belanda
ke dalam rongga dada? Dan kini jadi batu, seperti beton-beton raksasa
di jalan layang dan gedung megapolitan kota Jakarta
yang merampas semua cakrawala
dan menikam pelangi di langit senjakala
Ibu, ibu, siapa telah menanam semiotika pertumbuhan, pemerataan,
kehebatan fundamen ekonomi, dan keberhasilan pembangunan
ke dalam syaraf pikiran? Dan kini jadi mitologi, seperti menhir batu-batu
di sepi perbukitan tua dan tanah-tanah tinggi
yang menyuguhkan aroma keangkeran mitis
dan menaburkan bubuk ekstasi benda-benda pada manusia
Ibu, ibu, siapa telah menanam semiotika stabilitas politik,
massa mengambang, dan undang-undang regulasi partai tak bisa diusik
ke dalam nadi kehidupan? Dan kini jadi monumen, seperti portal baja
di jalan perumahan mewah kota dan halaman departemen negara
yang merintangi kebebasan lalu lalang manusia
dan memasung pluralisme suara di dalam gudang kuasa
Ibu, ibu, betapa berat mengusungnya ke lorong-lorong Indonesia
dan mengkilapkannya jadi cermin kegagahan kita!
dan menyulapnya jadi bukti keberhasilan kita!
144
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
Ibu, ibu, jangan jadikan aku Syshipe, jangan jadikan aku Syshipe!
biar, biar, biarkanlah aku jadi Ibnu Batutah si pengembara itu
yang mengarung luas samudra peradaban beribu kalam suci
yang membentangkan luas cakrawala kebudayaan bersari ajaran abadi
untuk kemudian singgah di bandar nabi-nabi yang bersuar cahaya ayat suci
dan bertemu Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Rumi, Qadir Jailani,
Suhrawardi, Hamzah Fansuri, Aranirri, Ahmad Dahlan, dan Hasyim Asari
dan bersilat kata sama Socrates, Plato, Aristoteles, Descartes, Hobbes,
Marx, Foucault, Derrida, Chomsky, Einstein, Hawking, dan Habermas
demi keselamatan kita di padang abadi bikinan ilahi
Ibu, ibu, lepaskan aku dari segenap titipan sejarahmu!
Malang, Desember 1996
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
145
PANTAI BAMA
malam-malam begini
pantai menawari asin rindu
kecipak ombak mencatati puncak-puncak sunyi
dan di daun-daun ketapang tua, angin berzikir khusyu
di sini aku menunggu ayatmu jadi lagu
melantunkan suluk keabadian tak semu
ditingkah rebana iman duhai betapa merdu
pengantar tidur abadi, tak lekang ruang dan waktu
Baluran, 1997
146
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
TALPAT
perbukitan tua menikahi sunyi raya
daun-daun istirah gubah lagu semesta
karena angin gunung bersicepat berkemas
bersama mendung melawat ke bandar-bandar lepas
berwujud lembing cahaya
kita pun tiba di titik nol suasana
tak ada siapa-siapa, tak ada apa-apa
cuma Dia, cuma Dia, merangkum seluruh dada
Baluran, 1997
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
147
148
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MORATORIUM KEBENGISAN
pada batu-batu
kubaca kesaksian berabad-abad lalu:
sepasukan keserakahan dihalau burung-burung
seraksasa kemungkaran dirajam doa-doa
hei! kau yang serakah dan mungkar
bacalah batu-batu itu!
sebelum ia bangkit menghujanimu
dan menguburmu dalam sejarah kekelaman nafsu
hei! kau yang serakah dan mungkar
bertobatlah secepat gerak cahaya!
ruang waktu tak lagi berpihak padamu
sebab telah beterbangan ababil beribu-ribu:
bernama mahasiswa
berjuluk rakyat jelata
mengguyurimu dengan berlaksa batu:
batu kebenaran
batu kejujuran
batu kemurnian
Malang, April 1998
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
149
BEBAL
pada seorang batu
ayat-ayatmu cuma paku
buat menguatkan tahta-kuasa semu:
di mana keserakahan terus dijamu
di mana kezaliman terus dimadu
pada seikat manusia
ayat-ayatmu magnet belaka
buat melengketkan diri di manis bibir kuasa:
di mana jabatan dijadikan berhala
di mana harta jadi tujuan mengada
pada seorang bunga warna-warni
tiba-tiba dunia istiqfar bersama Rumi
sambil suntuk menari-nari:
astaqfirullah
astaqfirullah
astaqfirullah
Malang, Maret 1998
150
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
151
TESTIMONI KERUSUHAN
kokang senjata milik pasukan khusus, katanya
dalam genggam kuasa tangan durjana tentara
peluru-peluru lantas kehilangan mata:
mengoyak tubuh tak berdosa
merampas nyawa dengan paksa
orang-orang menyumpah
serapah berlimpah-limpah tumpah
[tapi: kepala penguasa telah kehilangan telinga
nurani penguasa telah disandera angkara]
tanah-tanah basah wangi darah
enam pendar cahaya menaiki tangga Allah
hari ini, kusambut kalian kembali
sebab rumah abadi kalian di sini
Malang, Mei 1998
152
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
AKULAH SUNYI
akulah puncak sunyi
yang mengerami waktu
hingga orang-orang menunggu:
kebebasan yang diperam reformasi
katamu: apa pula ini?
tapi, tapi, di mana kebebasan?
yang kudapat kekerasan melulu!,
ujarmu pada angin berhamburan
akulah pucuk sunyi
yang telah diusir pergi
dari ruh negeri:
kini hiruk-pikuk saban hari
sayang, sayang, tanpa arti
Bogor, November 2001
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
153
MACHIAVELISME
dan perempuan itu melemparkan kerlingnya
sebelum desah pertama merobek lengang
dia ... diakah ... yang telah bikin mabuk Mangir muda?
kepada Pambayun ternganga semua orang
sebelum heran lindap, nafsu telah menyergap
dikawininya Pambayun, dititipinya anak turun
sebelum sembilan bulan berlalu
ke Mataramlah Mangir menghadap sebagai menantu
menjemput ajal yang telah disiapkan sebilah keris di situ:
keris mertua yang tahunya cuma kuasa
oh ... kangmas ... kangmas, ratap Pambayun sendu
mengekalkan kuasa ayahanda prabu
Bogor, November 2001
154
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
SURAMADU
memandang panjang Suramadu
garis membaur batas pun hancur
jarak melebur beda pun gugur
: kenapa kita malah bangun ragu?
selat cuma tanda ada pantai jaga ruang cinta
alun hanya semiotika ada gemuruh rindu bicara
: kenapa kita terus sembunyikan yang sama?
memandang panjang Suramadu
aku dirajam hasrat bertemu sebab kita satu
Malang, 2011
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
155
156
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
157
158
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
159
MENCARI BAHAGIA
dengan bening doa kudaras kitab demi kitab tua
karena dunia dilimbur cemas dan kalap senantiasa
dengan merdu zikir kucerna arif pikir demi pikir ternama
karena manusia ditenung tamak dan loba tanpa jeda
dan kucari-cari Ki Ageng Suryamentaram sang Pangeran Jawa
pemilik kitab kearifan kehidupan bersari kenikmatan baka
yang menawarkan racikan kawruh jiwa1 bagi semua manusia
yang memberikan adonan pangawikan pribadi2 bagi jiwa dahaga
siapa duga bisa menenangkan manusia, mendamaikan dunia
tapi, jangan kau buru bahagia semata, ia mulur mungkret3 adanya
selami palung jiwa, bakal kau temukan sangkan paraning4 manusia
berhulu Gusti sumber segala ada, asal segenap keadaan jiwa
niscaya kau dan dunia bertawaf mengitari hidayah Sang Mahacinta,
kudengar Pangeran Jawa berbagi jalan terang menuju negeri suka cita
aku ternganga, kenapa dunia tiba di simpang jalan tak bertanda
dan manusia mengambil arah menjauhi jalan Pangeran Jawa
Malang, 2012
1
2
3
4
160
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
MENCARI KEKASIH
: buat Moh. Harun
berita:
kau berada di kemuliaan
kau berparas keceriaan
kau mandi cahaya keimanan
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
161
AIR
:buat Moh. Harun
162
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
163
MANUSIA ANIAYA
Rembang pagi tiba. Bersama doa, Aulia tenggelam membaca.
Koran nasional baru tiba. Rupa lembar kertas putih belaka,
kosong semata. Huruf-hurufnya sudah tak ada, entah kenapa.
Kata-katanya menghilang begitu saja, entah karena apa.
Bahasanya melarikan diri sebelum koran ditata, entah sebab apa.
Mengungkai duga Aulia: huruf-huruf tak sudi jadi topeng kebohongan,
bungkus kepalsuan atau rias kelancungan manusia tamak ketenaran.
Menata sangka Aulia: kata-kata tak ada daya tuturkan kebenaran,
suarakan kejujuran atau lengkingkan keadilan yang menyelamatkan.
Merangkai simpul Aulia: bahasa telah teraniaya, pantas kesadaran sirna
pikiran kehilangan kompas cita, dan kalbu ditenggelamkan lautan loba
maka korupsi meraja, kitab suci dan tanah kubur pun diembat tanpa dosa:
gila! gila! masihkah para koruptor layak disebut manusia?
sedang hewan tak tumpuk makanan dan umbar nafsu purba
inikah kedunguan manusia, inikah kejatuhan kedua manusia?
Malang, ujung malam 2012
164
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
165
166
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
167
168
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
* Lengkapnya Victor Frankl, yaitu psikolog terkemuka yang menulis buku Mans Search for Meaning
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
169
EKSHIBISIONISME
Senja tadi, saat wajah bumi penuh seri, harum doa santri
seorang mantan petinggi, merasa banyak jasa pada negeri
dipidana korupsi dengan hukuman badan masuk terali besi
tak bisa didekati dan gagal dieksekusi, dilindungi oleh polisi
dan diberi tempat sembunyi seketika hilang ditelan bumi
[ini penegakan keadilan atau pembangkangan tertata rapi]
Siang tadi, saat raut pertiwi penuh puji, semerbak wangi
seorang petinggi, merasa berjuang demi kejayaan negeri
disidang korupsi dengan sangkaan warna-warni bikin ngeri
senyum aneka arti menuju kursi, dikawal banyak pengacara teruji
dan selalu berkata: tak mengerti sebab diri tak punya akal budi
[ini sandiwara televisi atau upaya membasmi wabah korupsi?]
Para pengacara tangkas bersilat kata, dengan nalar dipelintiri
berondongkan rasionalisasi berapi-api, pakai ayat cabar hati
di depan sorot lampu kamera televisi, yang sedang cari sensasi
Para penegak hukum saling kelahi, sibuk mempertahankan diri
sembari terus berucap tanpa arti, kebusukan menyelimuti
seolah penjaga negeri paling berarti, padahal suka lempar teka-teki
[ini negeri demokrasi atau kleptokrasi di mana semua mencuri?]
Malang, ujung tahun 2012
170
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
171
SKETSA PAGI
: bagi Sri Azemi Yuliani
172
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
SEMIOTIKA KEZALIMAN
hutan adalah lebat pepohonan yang dicahayai kerahmanan:
dikawani hijau, dijaga derau
dilingkungi kosmogoni, dikitari pemali
dipandu jiwa bersih, dibela hati ganih
rimba adalah rimbun pepohonan yang dibinari kerahiman:
ditemani kicau, dilindungi desau
dilingkupi mitologi, dilingkari mantra suci
dikawal pikiran putih, dipiara nalar jernih
hutan adalah mata air kehidupan alami bersari rabani:
tempat rajah nasib diteguhkan
ruang gerak napas disucimurnikan
ajang masa depan direncanakan
tapak nikmat dijagalestarikan
rimba adalah tanah air kebudayaan asali berinti kauni:
tempat akal budi dimuliakan
ruang olah semesta ditinggikan
ajang pusaka budaya diwariskan
tapak syukur ditumbuhsuburkan
hutan dan rimba adalah senapas cinta baka bergelimang kelembutan
mengolah kehidupan dan kebudayaan menjadi ragi kemanusiaan
hutan dan rimba adalah sejantung kasih baki berwangi keberserahan
menyantuni kehidupan dan kebudayaan menjelma hara kesemestaan
hutan dan rimba adalah sehati sayang abadi berharum keimanan
menyuburi kehidupan dan kebudayaan merupa rabuk keselamatan
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
173
174
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
KEZALIMAN
Ketika ditebang pepohonan hijau yang rindangi bumi:
manusia telah berbuat zalim kepada-Mu ya Gusti
sebab bumi adalah rupa kehadiran-Mu sendiri
Ketika ditumbangkan pepohonan indah yang sejuki bumi:
manusia robohkan ayat-ayat baka-Mu ya Rabbi
sebab bumi adalah pergelaran firman-Mu sejati
Ketika seisi bumi digali dan diambil demi kelimpahan harta
manusia menganiaya dan merompak milik-Mu ya Paduka
sebab bumi adalah kepunyaan-Mu semata
Ketika diporak-porandakan bumi yang menghidupi:
manusia telah menodai kesucian-Mu ya Illahi
sebab bumi adalah masjid milik-Mu nan suci
Ketika dihancurleburkan keindahan bumi:
manusia mengingkari-Mu ya Gusti?
Malang, 1998/2010
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
175
ANOMALI
tabiat musim sukar dibaca
gemar mengingkari adat semesta
kerap memamerkan kelakuan tanpa pola:
kerunyaman timbul di mana-mana
manusia hilang kesadaran menjaga
perangai cuaca pun di luar norma
suka mempermainkan tanda alam raya
acap mengelak emban sepakat makna:
akal pikiran luput menyana
hidup manusia diterkam petaka
satwa pun bingung beri isyarat pada hayat manusia:
tak muncul dan lindap selaras ketetapan tata
tumbuhan kacau kirim perlambang pada hidup manusia:
tak kembang dan layu seturut gerak buana
pranata mangsa tampak salah rumus utama
tak sanggup menafsir polah musim dan cuaca
barangkali kitab musim telah kedaluwarsa
boleh jadi buku cuaca sudah buram dibaca
dan kurang dipiara, apalagi diperbarui makna
bahkan mungkin telah dicampakkan manusia
176
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
177
BUMI KITA
Bumi adalah perahu keramat bernyawa mustajab doa:
lampaui hebat perahu Nuh dahulu kala
mengarungi luas samudra alam semesta berbilang kala:
jelajahi palka demi palka secepat gerak cahaya
berpenghuni semua makhluk yang ikhlas bersama:
nabatah, satwa, dan manusia karya sang mahacipta
Bumi adalah perahu mungil bersaripati kamil surga:
serasa debu di antara lintasan bermilyar benda
mengelilingi lapang lautan alam raya bertahun cahaya:
edari ruang demi ruang secekat buraq mustafa
berpenumpang para makhluk yang dibimbing waspada:
nabatah, satwa, dan manusia milik sang mahabaka
Ketika puja sastra dan doa disulih ragu pikir dan prakira manusia
ketika riuh upacara syukuri bumi disalin giat kerja singkapi dunia
kezaliman dan kebodohan pun memberangus diri manusia:
ia mencincang bumi, alpa rawat selembut firman ilahi
rakus dan tamak pun menjajah pikiran, hati, dan jiwa manusia:
ia menganiaya bumi, lupa belas kasih semerdu ayat suci
Maka manusia lena peran utama pemelihara jagat raya:
jadi lanun yang rampas perahu keramat milik sang mahamulia
jadi bajak laut yang hancurkan perahu mungil di alam semesta
jadi penyamun yang binasakan nabatah dan satwa tiada dosa
178
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
Bumi pun terhuyung di ambang kehancuran nyata. Hai kau yang lupa.
[terlantun hiruk cemas sesiapa rasai ketakteraturan jagat raya
bergaung lolong lara sesiapa digulung ketakseimbangan buana
bergema jerit gentar sesiapa dilibas ketakselarasan alam semesta
sedang perahu bumi kian karam, tengkurap serupa seekor kura-kura]
Hai kau yang lalai, sedang mencari apa kenapa dirayakan ingkar dan durhaka?
Malang, 2005/2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
179
NASIB BUMI
siapa lebih berarti bagi kita
selain bumi yang tulus memberi
meski kita lukai indahnya saban hari
siapa lebih kasih pada kita
selain bumi yang ikhlas menghidupi
meski kita aniaya sempurnanya tiada henti
siapa amat baik kepada kita
kecuali bumi yang setia melindungi
kendati kita rusak keutuhannya tanpa hati
siapa sangat pengertian terhadap kita
kecuali bumi yang selalu mendampingi
kendati kita ingkari welas asihnya tanpa nurani
tiada yang begitu kuat selain bumi:
tabah menanggung derita perbuatan kita
tiada yang demikian menerima selain bumi:
amat menyayangi kita yang lama menyiksa
tiada yang sebegitu mengabdi kecuali bumi:
ajek menyantuni kita yang selalu menzalimi
tiada yang sedemikian melayani kecuali bumi:
sedia menyejuki kita yang acap mengakali
180
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
hai manusia
tidakkah kita dengar lirih lara bumi?
tidakkah kita tangkap rintih dada bumi?
tidakkah kita serap sengal napas bumi?
mungkin kita telah buta segala
Malang, 2005/2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
181
MUASAL KEPUNAHAN
hai kegelapan!
di manakah akal sehat kau sembunyikan?
kerusakan telah tak tertanggungkan
hai kebodohan!
di manakah nalar lurus kau hanyutkan?
kekacauan sudah tak terbayangkan
hai kezaliman!
di manakah hati nurani kau tenggelamkan?
kepunahan mungkin tiada terbahasakan
hai kelancungan!
di manakah rasa malu kau karamkan?
kehancuran makin tak tertahankan
hai kebiadaban!
di manakah langkah sejati kau kuburkan?
kebinasaan boleh jadi tiada terhindarkan
apakah manusia kini cuma raga?:
tanpa kesadaran cita
ataukah merosot jadi benda semata?
182
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
183
PENCAPLOKAN BAHASA
lihatlah, bahasa mencipta keterbelahan hidup bersama
menggali jurang ketaksetaraan di antara sesama manusia
membangun ruang keberpihakan pada sekelompok warga:
mencampak para paria, memihak para durjana
menindas kaum papa, memuliakan kaum berkuasa
menyerimpung orang terpaksa, menjunjung orang lancung jiwa
para paria juga kaum papa yang terpaksa mengambil beberapa biji lada
sebab kemiskinan mendera disebut pencuri hina maling tiada harga
tak jarang dinamai rupa-rupa cerca yang merajang martabat manusia
dan dikirim ke ruang peradilan diiringi kata mengiris jiwa menyayat rasa
tumpat rasa malu dan tunduk kepala saat tayang di layar kaca saudara
para durjana juga kaum berkuasa yang lancung menggarong uang negara
sebab terbius nikmat harta disebut koruptor saja pencuci uang semata
kadang digelari kolaborator keadilan bila sedia kerja sama ungkap fakta
dan diantar ke ruang peradilan dikawal barisan pengacara ayat pembela
umbar senyum buaya dan lambai hasta sandiwara saat di muka kamera
lihatlah
betapa timpang penamaan para paria dibanding para durjana!
betapa senjang pembahasaan kaum papa dengan kaum berkuasa!
kenapa para durjana juga kaum berkuasa beroleh anggun bahasa dan makna:
apa mereka pantas beroleh keanggunan, sedang diri penuh kelacuran?
184
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
kenapa para paria juga kaum papa justru beroleh kasar bahasa dan makna:
apa mereka harus beroleh kekasaran, sedang diri penuh kemurnian?
adakah kemanusiaan mereka beda adakah ketuhanan mereka beda:
kemanusiaan dan ketuhanan para paria justru murni tiada cela
kemanusiaan dan ketuhanan para durjana malah ternoda tipu daya
lihatlah, para durjana juga kaum berkuasa digdaya merumuskan bahasa:
piawai memiuh bahasa sanggup memutar balik makna
lihatlah, para paria juga kaum papa justru hilang kuasa menyusun bahasa:
galib disalahkan ahli bahasa jamak disingkirkan negara
lihatlah
bahasa menjelma suaka para durjana juga kaum berkuasa:
menjadi ruang menyelamatkan diri dari serbuan mara bahaya
bahasa telah mengurung kehidupan para paria juga kaum papa:
menjadi terungku segala kemurnian suara yang ingin merdeka
bahasa jadi palagan penjajahan kesadaran dan pikiran manusia:
tak ada keterbukaan di sana tak ada kebersamaan hidup di sana
pertempuran menguasai bahasa berkala-kala nyaris tanpa jeda
para paria juga kaum papa kian kehilangan suara bisu semata
para durjana juga kaum berkuasa kian pamer tipu daya bahasa
bahasa jadi mandala pertempuran antarkelompok manusia .
Malang, 1998/2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
185
PEMBAJAKAN
Kau saksikan, kata demokrasi
kini justru dibajak mulut politisi dan petinggi
padahal mereka paling banyak mengingkari:
berlaku aristokrasi dan anti-demokrasi
Lidah mereka licin sekali serupa oli
tak berhulu pada kesadaran murni
tak bermuara pada perangai terpuji
Ucapan mereka sarat kontradiksi
disesaki siasat keji susah dipahami
tiap waktu gentayangan di layar televisi
Kau saksikan, kini kata anti-korupsi
dikuasai mulut politisi dan saudagar zulmani
padahal mereka paling banyak mengkhianati:
divonis korupsi dan dikurung jeruji besi
Lisan mereka seumpama lidah kobra
tak bersumbu pada pikiran kencana
tak berhilir pada tingkah perbawa
Ucapan mereka semburkan busa
dikendalikan akal lancung padat tuba
tiap saat berbiak di saluran layar kaca
Kau saksikan, orang kebanyakan terpiuh dada
terkesima, terheran-heran, dan ternganga
186
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
187
LEGASI
Mengenang Ratna Indraswari Ibrahim
188
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
KEBERANIAN:
bagi I Gusti Ngurah Oka
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
189
Tiada arus suara, tiada sahut memenuhi udara, pula tiada gema
Perlahan sang bapa menggelar gulungan lontar tua di atas meja
di ruang kunjung narapidana yang tiap sudut bau busuk kuasa
Wahai anak lanang, ini pohon silsilah leluhurmu!, berat suara
dan telunjuk bapa tiba di gambar pohon leluhur rimbun darma
Anak muda terkesima tak menyana benamkan pandang mata
menyelami susur galur dirinya singgahi nama-nama di lontar tua
Mereka semua ksatria mulia, penuh cinta melindungi para jelata
ikhlas membela daulat bangsa, lapang menentang penjajah dina
menunaikan darma meski harus menukar nyawa, tandas bapa
Anak muda tertawan cerita gemunung tekad tumbuh di jiwa
Sebab siksa raga, jangan kau hancurkan keyakinan di lubuk jiwa
Sebab terali penjara, jangan tiba-tiba kau surut perjuangkan cita
Sebab salak senjata, jangan kau serahkan segenap rahasia mulia
Darma ksatria tak kenal jeri, ketakutan, dan kematian di dunia
karena kebajikan, kemuliaan, dan pengorbanan panji utama
Raih darmamu teruskan juangmu biar leluhurmu tak malu,
tegas sang bapa pada anak muda yang terpesona isi lontar tua.
Seorang ibu jelita dan seorang bapa bijaksana memandang anak muda:
anak bungsu yang belum lama dipangku dan ditimang berdua
kini telah digerakkan darah ksatria melabrak kezaliman penguasa
dan dikurung di balik jeruji penjara, dihantukan di dalam media
Anak muda balas memandang cuma memandang, tanpa kata dan suara
Seorang ibu jelita dan seorang bapa bijaksana membalikkan raga
tinggalkan ruang kunjung penjara tinggalkan gulungan lontar tua
190
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
191
SOLILOKUI
diriku adalah ramuan sifat kemalaikatan dan keiblisan
maka kukandung energi niskala dan benda bersamaan
maka kukandung cahaya dan api berdampingan
maka kukandung terang dan gelap bersandingan
kendati fitrahku berinti kesucian dan kemuliaan
pembawaanku kehanifan, bukan kedurhakaan
kodratku merindu kebaikan, bukan kejahatan
bahkan aku disandangi tugas agung kekhalifahan:
demikian dendang kebajikan dan suci ajaran
maka kusangkal segala sifat keiblisan
kuingkari semua sisi gelap di kujur diri
kutampik segenap keburukan di kolong diri
maka kusanjung-sanjung sifat kemalaikatan
kujunjung-junjung sisi terang di jeluk diri
kupuja-puja seluruh kebaikan di relung diri
hingga aku amat asing dengan diriku sendiri:
aku manusia ataukah malaikat di dunia?
hingga aku pangling dengan hakikatku pribadi:
aku ruh meraga atau benda mencahaya?
hingga aku tak mengerti keberadaanku sejati:
aku ada di dunia, surga, neraka atau di mana?
dan aku pun jadi rabun hati, tak awas diri:
gelap dan terang tak bisa membedakan kini
192
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
193
194
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PERTARUNGAN MAKNA
di negeri kami yang betapa permai
makna Tuhan diperebutkan hampir saban hari
untuk alas pembenaran keyakinan yang diikuti
di negeri kami yang sungguh aduhai
maksud Tuhan dipertikaikan nyaris tiap hari
untuk tumpuan pengabsahan ajaran sendiri:
panas hati, sumpah serapah, dan caci maki
yang mencincang hati membumbui
bara hati, pepat umpat, dan laknat keji
yang mencacah sanubari meningkahi
kekerasan, perusakan, dan pengusiran menggenapi
di negeri kami yang alangkah sepoi
asma Tuhan diusung kesana kemari tak henti
jadi dasar nalar menghakimi keyakinan liyan
di negeri kami yang bukan main amboi
nama Tuhan diacungkan di sana sini tanpa risi
jadi landas pikir menyesatkan aliran handai tolan:
demi menegakkan keyakinan rabani
yang dipercaya kelompok sendiri
demi melindungi kebenaran hakiki
yang diakui oleh kumpulan sehati
demi menjaga kesucian ilahi Rabbi
yang ditakutkan bakal ternodai
demi melestarikan pandangan agamawi
yang dicemaskan bakal tergerusi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
195
196
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
KESETIMBANGAN
kesetimbangan adalah titian keselamatan hidup bersama
menahbiskan sesiapa tegak imbang di tengah senantiasa
sanggup mengedarkan pandang kiri kanan di mistar sama
persis insan memberi salam ketika mengakhiri sembahyang
menyapa dunia menebarkan keselamatan pada semua orang
maka hati-hatilah jikalau kehidupan telah tak setimbang
niscaya diombang-ambing pusaran aneka arus kehidupan:
arus besar atau arus kecil, arus kuat atau arus lemah,
arus utama atau arus sampingan bakal menyetir arah
celakalah manusia
manakala arus kuat, arus besar atau arus utama
mencengkeram sendi pokok kehidupan bersama
dan dikukuhkan sebagai kebenaran tunggal tak terganti
sebab pertanda mizan kehidupan telah terusir pergi
maka hati-hatilah manusia
bilamana demokrasi dan pilihan umum menjelma arus utama
dan dimahkotai sebagai kebenaran utama tak tersulih apa
karena berarti terjadi penindasan arus selainnya:
monarki dan syura ditenggelamkan di mana?
maka hati-hatilah manusia
jikalau hak asasi manusia merupa arus utama
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
197
198
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
199
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
[Jagat raya setia menapaki garis edar, bumi pun indah berputar
kebudayaan dan peradaban udar, tradisi bergeser tiap sebentar
keyakinan memperbaharui mimbar, kepercayaan mengubah uar
pikiran menganyari tempat sandar, hati memoles tajam denyar
sstt siapa tetap membeku bagai bandar, perubahan menggegar!]
Malang, 2001/2012
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
201
KEHAMPAAN
suara-suara berloncatan, hiruk berhamburan:
di telinga orang bergaung lantang
kata-kata berlentingan, gaduh bertaburan:
di hati lapang berasa dentang
tapi, tapi di mana bersemayam ruh kebajikan:
sudah lamakah ditendang?
tapi, tapi di mana berteduh paras kearifan:
telah lamakah dibuang?
hening pun kehilangan ruang:
tempat segala menjadi terang
bunyi pun kehabisan dendang:
irama segala menjadi bang
sedang hampa kian tegas mencencang:
merajang segenap senang
sedang senyap semakin kuat menerjang:
mencincang segala riang
ooo jagat dewa batara.
bahasa kini telah terpanggang
buah pikir dan rasa berubah arang
inikah zaman tak pantas dikenang
dan harus dihapus dari hikayat orang?
karena tak wariskan damai bagi zaman datang
Malang, rembang petang 2011
202
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
BAGAIMANA MUNGKIN
Bagaimana mungkin damai bakal tercipta
jikalau saban waktu kita menyebar saling curiga
Bagaimana mungkin saling percaya mewujud nyata
bilamana pikiran dan rasa sarat gelimang buruk sangka
Bagaimana mungkin saling menghormati tampil di muka
manakala suka-suka, dengki, dan gelap mata menjajah jiwa
Bagaimana mungkin saling menghargai sesama berjaya
kalau belas kasih dan tenggang rasa sirna dari tiap dada
Bagaimana mungkin tersuguhkan akal bercahaya cinta
dan kejernihan hati bersulam keberserahan paripurna
jika bahasa bersimpang makna, bersekutu dusta
Hai kau yang dungu
sebelum damai kau temu, perbaiki bahasamu!
Malang, rembang sore 2011
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
203
204
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
PURNAWACANA KAWAN:
205
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
205
kiran atau semacam wisata pengetahuan, dan sebagian puisi lainnya merupakan
pengonstruksian persepsi-persepsi dalam suatu permainan demokrasi aspirasi.
Terasa sekali jejak-jejak kitab langit, kisah-kisah mitologi, pemikiran-pemikiran
tradisi, modern dan spiritual, pesona alam dan bencananya, tingkah laku
sosial politik, dan pengalaman pergulatan jiwa yang personal. Hanya karena
kepekaanlah, gejala-gejala ini bisa terlahir menjadi puisi. Kepekaan menghidupkan kesadaran, memberikan penghayatan, dan menangkap kelebat makna.
Maka, Arung Diri adalah puisi perjalanan yang penulisannya relatif
panjang (1994-2012). Motif kelahirannya pun tampaknya tidak karena alasan
eksistensi kepenyairan, tetapi lebih karena keinginan terlibat dalam ekspresi
kebudayaan. Akan tetapi, justru karena alasan-alasan kelahirannya yang
tampaknya tidak dibebani tuntutan batas waktu dan ambisi kepenyairan,
puisi-puisi Arung Diri menampilkan kemampuan untuk memberikan gambaran
utuh peta kegelisahan manusia yang biasanya terungkap dalam puisi. Dalam
pemilahan Fuad Hassan (1988), gambaran utuh itu berada dalam tiga perkara,
yakni perkara hubungan manusia dengan Tuhan dan alam, perkara hubungan
antarsesama manusia, dan perkara perjumpaan manusia dengan dirinya
sendiri.
206
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
Maksud puisi di balik ketiga wilayah kegelisahanya itu bisa dinamai jalan
puisi. Karena target umumnya adalah menyatukan hal-hal yang terpisah,
terpecah, dan terbelah, maka jalan itu bisa dinamai sebagai jalan tauhid puisi.
207
208
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
merasa telah menjadi pangeran cahaya, bertahta di rumah cahaya: hati nurani
manusia, tak di luar sana.
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
209
210
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
Catatan:
Dalam puisi, sejarah manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, yang
paling umum, adalah kumpulan kisah percintaan agung antara manusia
dengan Tuhannya: cinta yang belum terkabulkan, cinta yang gagal dan
menimbulkan frustasi, dan suatu angan-angan percintaan yang masih berada
pada tingkat dirindukan, dan beberapa yang lain merupakan pengalaman
percintaan yang karena misteri keindahannya lalu dirindukan untuk kembali.
Chairil Anwar dalam Doa-nya yang dahsyat pun hanya mampu mengungkapkan ketakberdayaannya: Tuhanku// aku hilang bentuk// remuk// Tuhanku// aku mengmembara di negeri asing// Tuhanku,// di pintu-Mu aku mengetuk/
/ aku tidak bisa berpaling//. Atau ungkapan persaksian yang penuh kedalaman
spiritual dari Rabiah al-Adawiyah yang mengagumkan, yang oleh Kadarisman
(2007) dengan indahnya diungkapkan kembali dalam bahasa Indonesia sebagai
berikut adalah prakisah cinta: Tuhan, bila aku menghamba pada-Mu karena
takut neraka, bakarlah aku di neraka// dan bila aku menghamba pada-Mu
karena mengharap surga, keluarkan aku dari surga// Tapi bila aku menghamba
pada-Mu karena Engkau semata, maka jangan Kau palingkan dariku keindahanMu yang abadi//.
Tipe idealnya tentulah relasi pengungkapan kemesraan yang bersifat
pengalaman yang menunjukkan semacam kesatuan ekskatik, perjumbuhan,
atau ke-manunggaling kawulo-Gusti-an, seperti relasi ketunggalan antara api
dan panas, kain dan kapas, angin dan arah, dan nyala-gelap dalam lampu
padam seperti diungkapkan dalam puisi Abdul Hadi W.M. (1976) Tuhan, Kita
Begitu Dekat, sebagai berikut: Tuhan// Kita begitu dekat// Seperti api dengan
panas// Aku panas dalam apimu///. Tuhan// Kita begitu dekat// Seperti kain
dengan kapas// Aku kapas dalam kainmu///. Tuhan// Kita begitu dekat// Seperti
angin dan arahnya///Kita begitu dekat///Dalam gelap// Kini nyala//Pada lampu
padammu/// Tetapi tipe ideal ini tidak banyak.
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
211
212
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
terhadap ketidakadilan pemerintahan Orde Baru yang otoriter, yang mempraktikkan sistem monopoli dalam perekonomian, yang memberlakukan
sistem politik penafsiran yang tunggal ala kekuasaan, dan praktik penjagaan
sistem itu melalui kekerasan penindasan dan pembungkaman.
Mulut Kami Ditampar
Jadi harus disebut negara macam apa yang di dalamnya berlangsung
monopoli dan penindasan, sedang Tuhan sendiri tak memberi hak
kepada diri-Nya untuk melakukan hal demikian? terdengar suara
bergemeremang di antara kaum Jilbab.
Ide kekuasaan dicetuskan, petak-petak digariskan dan pagar-pagar
didirikan, seolah-olah dengan demikian bisa dicapai pemisahan total
dari ruang hak milik Tuhan.
Negara menyatakan menyembah Tuhan, padahal yang dimaksud
bukanlah Tuhan. Negara menyatakan memberlakukan keadilan sosial,
padahal tidaklah demikian.
Kalau dari mulut kami terpantul suara Tuhan, kata salah satu di
antara kaum Jilbab itu, mulut kami ditampar!
Sekadar contoh lain puisi yang berhadap-hadapan dengan realitas
sejarah adalah Puisi Tahun Baru 1990 karya W.S. Rendra. Terhadap kekuasaan
Orde Baru yang menindas hak asasi kemerdekaan berpendapat itu, W.S.
Rendra mengingatkan bahayanya: () Tanpa hak asasi tak ada kesulitan
kehidupan// Orang hanya bisa digerakkan// tapi kehilangan daya geraknya
sendiri// Rakyat bodoh tanpa opini// Di sekolah murid-murid diajar menghafal// berdengung seperti lebah// lalu menjadi sarjana menganggur// Di rumah
ibadah orang nerocos menghafal// Di kampung menjadi pembenci// yang
tangkas membunuh dan membakar// ()
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
213
Jadi, suatu tauhid horizontal pada dasarnya adalah suatu kohesi sosial
yang berdiri di atas idealitas nilai-nilai yang mendasari kelangsungan kehidupan
yang adil secara politik dan sejahtera secara ekonomi. Kegagalan tauhid
horizontal bisa terjadi pada tingkat-tingkat yang berbeda. Semua tingkatan
itu adalah wilayah pergulatan puisi yang mengupayakan tauhid horizontal.
Peta pergulatan puisi-puisi Arung Diri dalam persoalan ini dapat diuraikan
berikut ini.
214
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
menjadi penindas dan penghisap rakyatnya sendiri serta merampok jatahjatah kesejahteraan rakyat dari wilayahnya sendiri.
Memahami makna referensial puisi-puisi Arung Diri, terlihat sekali
kegagalan tauhid antara negara dan rakyatnya ini pernah terjadi pada masa
pemerintahan Orde Baru. Pada masa ini, puisi lahir dalam situasi kekejaman
dan pilihan gaya ungkap puisi adalah keputusan setelah berhitung dengan
risiko. Dengan mengambil beberapa puisi sebagai ilustrasi, dari puisi Bahasa
l hingga Bahasa 4, pilihan sikap puisi Arung Diri bisa dipahami jika tidak
mengambil sikap puisi seorang aktivis politik, yang biasanya mengadvokasi
semangat-semangat untuk melawan, tetapi sebatas mencatat dan berbisik
mengenai kekejaman yang terjadi. Ini tidak berarti bahwa puisi yang berani
berteriak berada di atas puisi yang memilih sikap berbisik karena kualitas
puisi tidak ada hubungannya dengan keberanian berteriak dan kegalakan
sebuah puisi juga tidak bisa diukur dari kekersan teriakannya.
Demikianlah, tercatat makna referensial dalam puisi Bahasa l bahwa
situasinya memang serba salah dan menakutkan. Pemerintah mengendalikan
informasi dan bahasa hanya boleh mengatakan apa yang diperintahkan untuk
dikatakan. Dalam pada itu, yang dikatakan bahasa pun juga tak dapat
dipercaya, tetapi menunjukkan sikap tidak percaya pun bukan perkara sepele
karena apa pun sikap yang dipilih berarti harus mempertaruhkan hidup di
ujung senjata, maka inilah persoalannya: ()apa yang bisa diharap dari
bahasa (). Dalam puisi Bahasa 2 tergambar bagaimana tiadanya ruang
gerak. Pemerintah menaruh curiga terhadap rakyat. Celakanya, petugas
intelijen berada di mana-mana. Lalu orang memilih sikap diam dan tinggal
() di luar bahasa dan makna () Dalam Bahasa 3, situasi tragis hak
bersuara rakyat tergambar dalam bahasa pun berguguran kalimatnya// katakatanya patah, bunyi-bunyinya rebah dan () semua orang bisu: hilang
cita// hilang suara// hilang daya. Bahkan puisi Bahasa 4 menunjukkan
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
215
216
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
kerja sama, dan pembagian kerja, tetapi berdasarkan kekuatan. Kaum perempuan hidup dalam definisi laki-laki yang mulai dicurigai perempuan sebagai
upaya laki-laki yang menguntungkan dirinya sendiri. Lalu terjadilah kecenderungan dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam perlakuan-perlakuan
yang merendahkan. Kaum perempuan memberikan reaksi. Lalu muncul
gagasan-gagasan perlawanan perempuan terhadap laki-laki. Lelaki dan perempuan tiba-tiba menjadi dua makhluk yang berbeda dan dikeluarkan dari posisi
sebagai makhluk yang bernama manusia.
Maka kisah perlawanan perempuan terhadap lelaki pun terjadi. Tokoh
Drupadi, istri kelima Pandawa, yang dalam kisah konvensional pewayangan
Jawa tampak tak bermasalah, tiba-tiba dalam cerpen Baju Ratna Indraswari
Ibrahim, menggugat dan menaruh ketidakpercayaan lagi terhadap kelima
Pandawa, suaminya, sebagai lelaki-lelaki yang tidak pantas dipuja sebagai
ksatria karena telah berbuat hina dengan mempertaruhkan istri mereka
sebagai barang taruhan dalam meja perjudian dengan Kurawa dan hanya bisa
bersikap diam ketika istrinya diperlakukan secara hina oleh para Kurawa.
Dalam Arung Diri, persoalan relasi wanita-pria ini banyak diungkapkan dalam
puisi-puisi yang berinspirasikan pewayangan. Drupadi, dalam puisi Kata Hati
Drupadi, mengungkapkan sesalnya terhadap Yudistira, () aku pun terus
mengarungi luas lautan kekesalan// akibat putusan Yudistira tak matang
timbangan// (). Lalu Sinta dalam Jawaban Sinta kepada Rama mulai
menilai Rama, () lelaki cuma suka syak waa sangka meski raja diraja//
dan menafsiri cinta dengan kuasa bukan rahsa// (). Sarpakenaka, tokoh
raksesi dan adik Rahwana, dalam puisi Sarpakenaka 2, bahkan sudah tidak
hanya menafsirkan dirinya, tetapi sudah melihat posisi wanita secara umum
di hadapan pria, yaitu bahwa dirinya dan Sinta telah berada dalam: ()
perumitan alur cerita buatan pria// sebagai topeng pelanggengan kuasa ().
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
217
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
keterpecahan. Hakikat manusia hari ini adalah manusia tanpa kesadaran hati
dan akal budi. Manusia telah tereduksi menjadi sekadar berderajat benda,
bertindak beracuan iklan, dan seperti mesin yang reaksi-reaksinya bergantung
remote control Manusia tidak lagi memuat keseluruhan unsur-unsur
pengutuhnya dan hanya berupa sempalan-sempalan unsur tertentu. Kecenderungan manusia yang hidup tanpa kesadaran ruh mengubah manusia hanya
mengandung unsur badan yang orientasi hidupnya adalah nafsu kesenangan,
memuaskan nafsu konsumtif, dan berburu iklan. Kecenderungan manusia
yang hidup tanpa kesadaran akal melahirkan manusia yang reaksi-reaksinya
mekanis seperti mesin, bahkan peniadaan akal juga berarti hidup tidak
mendasarkan pada norma dan nilai yang lalu mengundang dan melahirkan
peristiwa tragedi kemanusiaan sendiri.
Gambaran ini terlihat dalam puisi Emha Ainun Nadjib (1990), Seribu
Masjid, Satu Jumlahnya, yang berjudul Terbelah: ()Sesudah berjamaah dan
bersalaman//Kami injak mereka dalam perpolitikan//Sehabis saling tersenyum
di pengajian//Kami pukul mereka dalam perdagangan///Jamaah kami satu sisi/
/Kami bermusuhan tanpa mengerti//Malam kami riuh mengaji// siang kami
sembah patung nagari///(). W.S. Rendra dalam puisi Puisi Tahun Baru 1990
yang telah dikutip di awal merefleksikan masalah karakteristik insting
kesenangan dan reaksi bak mesin manusia kini sebagai berikut: ()
Bagaimanakah wajah kemanusiaan?// Di jalan orang dibius keajaiban iklan// di
rumah ia tegang, marah dan berdusta// Impian mengganti perencanaan//
Penataran mengganti penyadaran///(). Adapun A. Mustofa Bisri dalam puisi
Baju I langsung menunjuk saja kepalsuan-kepalsuannya: Baju yang kau
pergunakan// Menyembunyikan dirimu// Terus kau pertahankan sampai suatu
ketika//Kau terpaksa telanjang//Dan kau tak lagi mengenali// Dirimu sendiri//.
Maka demikian inilah peta kasar dan masih bertumpang tindih, bentukbentuk kejatuhan manusia, yaitu keterpecahan manusia sebagai suatu hakikat
keutuhan pribadinya, yang dijadikan kegelisahan puisi-puisi Arung Diri.
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
219
220
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
221
sial. Dengan target tauhid mistik spiritual, diangankan relasi ideal antara
manusia sebagai makhluk dan Tuhan sebagai khalik atau antara manusia
sebagai unsur alam dan alam sebagai kekuatan kosmis yang menaungi.
Dengan target tauhid sosial politik, diangankan relasi ideal antara sesama
manusia yang terbebas dari hubungan-hubungan penindasan. Adapun dengan
tauhid internal, diangankan keutuhan kesejatian eksistensi manusia sebagai
sebuah pribadi dari kemungkinan-kemungkinan keterbelahannya. Singkatnya,
puisi-puisi Arung Diri melempar target besar: menyatukan, membebaskan
dan mengutuhkan.
222
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
223
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
entri ensiklopedi, sementara itu, penataan itu sendiri juga merupakan pilihan
dari kemungkinan yang ada dalam entri logika puisi.
Paduan antara entri ensiklopedi dan entri linguistik dalam puisi ini
akhirnya tecermin pada pilihan leksikon-leksikon, yakni antara lain burung,
daun, angin, kapas, dan tanah, dan gramatika, yakni antara lain ada burung
dua, jantan dan betina, dua-dua, sudah tua, dan seterusnya, lalu pilihan
ekspresi, yaitu pola dan bentuk yang terstrukturasi dan terformalisasi secara
utuh. Hasilnya adalah puisi berikut ini, yaitu puisi yang mencerminkan
otentisitas dan orisinalitas penyairnya.
STANZA
Ada burung dua jantan dan betina
Hinggap di dahan
Ada daun dua tidak jantan dan tidak betina
Gugur dari dahan
Ada kapuk dan angin dua-dua sudah tua
Pergi ke selatan
Ada burung, daun, kapuk, angin, dan mungkin juga debu
Mengendap di hatiku
Sebagai ilustrasi lain, dapat dibicarakan bagaimana pencarian autentisitas
dan orisinalitas dalam puisi yang dapat ditafsirkan sebagai puisi sosial dari
Sapardi Djoko Damono berjudul Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari berikut.
Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari
waktu berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
225
menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang
harus berjalan di depan
Kelahiran puisi ini dapat ditafsirkan karena penyairnya merasa gerah
terhadap gejala pertikaian sosial yang sering terjadi yang bersumber dari
sikap egoisme manusia yang menonjolkan hak-haknya untuk diutamakan
karena merasa telah berbuat. Sementara itu, penyair ini tampak menyimpan
kesan emosional tentang pengalaman indrawi yang umum dialami banyak
orang tropis yang menjadi lingkungan tempat hidupnya, yaitu relasi saat pagi
hari antara dirinya, matahari, dan bayang-bayang dalam perjalanannya ke
barat. Pengolahan intelektual penyair mengenai kegelisahannya sampai pada
makna bahwa sikap yang mementingkan diri perlu ditekan dan orang perlu
belajar menerima yang terjadi.
Tampaknya dalam penghayatannya yang memadukan antara hasil
pengolahan intelektual yang dipandangnya signifikan dan simpanan pengalaman
indrawinya yang memesona, penyair menemukan alasan mengapa simpanan
pengalaman iderawinya itu begitu memesonanya. Ini terjadi karena fenomena
kesan indrawi itu telah menjadi penolongnya dalam keinginan mengungkapkan
sikap intelektualnya terhadap persoalan yang menggelisahkannya. Persoalannya
tidak berhenti di sini. Kini penyair betul-betul ingin mengungkapkan pengalaman ini dalam suatu bahasa ucapan yang tidak saja mampu secara lebih
intensif mengungkapkan pengalamannya, tetapi lebih dari itu juga mampu
mengungkapkan sikap emosionalnya secara lebih efektif mengenai pengalaman
intelektualnya itu. Maka disusunlah bahasa pengucapan yang memadukan
pengetahuan intelektualnya mengenai persoalan, sikap afektif dirinya terhadap
persoalan, dan bahasa pengucapan mengenai persoalan itu. Hasilnya adalah
puisi sederhana namun intens khas Sapardi ini.
226
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
227
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
menetapkan kesudahan perang. Orang Mesir kuno percaya daya gaib itu
adalah matahari karena tiada kehidupan tanpa matahari lalu meragakannya
melalui Ra sebagai dewa matahari dan menyembahnya sebagai mahadewa.
Orang Babylonia percaya bahwa bertahannya kehidupan di bumi karena
ketersediaan makanan yang bersumber dari kesuburan bumi, maka orang
Babylonia memuja dewa kesuburan Isthar sebagai mahadewa.
Bahkan penganut agama wahyu pun harus beranjak pada sikap percaya
pada pusat daya transendental yang suprahuman, supranatural, dan bersifat
serba maha. Pada religi wahyu yang monoteistik, hal itu dimulai dari pengakuan akan kehadiran satu Tuhan, apa pun sebutannya. Yang lalu dijabarkan
dalam kitab sucinya yang menjadi pedoman penuntun penganutnya. Namun,
sebuah religi barulah sebuah keseluruhan sistem kepercayaan untuk dijadikan
sebuah acuan. Dalam penghayatan pemeluknya ,yang disebut sikap religius,
ia akan tampil berkadar sesuai derajat kesadaran pemeluknya dalam meramu
ajaran yang dicerapnya dalam sikap, pikiran, dan tindak-tanduknya. Dari
uraian ini ingin dikatakan bahwa puisi yang bermuatan spiritual atau mistik
adalah puisi yang memang menunjukkan relasinya dengan sistem keyakinan
dalam sebuah religi, tetapi bukan cerminan religi itu sendiri. Yang bisa
diterima adalah puisi itu mencerminkan kadar kesadaran sikap religious
penyairnya.
Puisi yang bermuatan spiritual atau mistik, dengan demikian, adalah
puisi hasil pengolahan, pendalaman, dan bahkan laku penghayatan yang
bersumber dari kesadaran pemahaman persepsi dan pengalaman hati dalam
membangun relasi dengan pusat daya transendental. Ini berarti puisi yang
lahir akan berada dalam rentang jarak antara manusia dan pusat daya, dari
yang jauh jarak sampai pada yang tanpa jarak, atau dari hubungan keterpisahan
menuju kepada hubungan kemenyatuan atau percintaan, maka terlahirlah
puisi yang mengungkapkan ketakberdayaan hingga puisi yang mengungkapkan
kerinduan untuk bertemu (kembali).
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
229
SURAMADU
memandang panjang Suramadu
garis membaur batas pun hancur
jarak melebur beda pun gugur
kenapa kita malah bangun ragu?
selat cuma tanda ada pantai jaga ruang cinta
alun hanya semiotika ada gemuruh rindu bicara
kenapa kita terus sembunyikan yang sama?
memandang panjang Suramadu
aku dirajam hasrat bertemu sebab kita satu
Puisi Suramadu tersebut menurut saya adalah contoh puisi yang menunjukkan kekuatannya. Puisi ini tidak hanya menampilkan keutuhan format,
sofistikasi retorika, keindahan bunyi, kilatan-kilatan imajinasi, tetapi juga
ambiguitas dan ambivalensi makna. Puisi ini berbicara tentang sesuatu yang
berbasis pada nilai yang signifikan: kehendak (kerinduan) untuk menyatu. Di
balik kehendak kemenyatuan melalui pertemuan itu tentu terdapat asumsi
tentang keadaan keterpisahan atau ketidakbersatuan. Tetapi siapa subjeksubjek yang merindukan dan yang dirindukan ini: seseorang kepada seseorang,
misalnya seorang pemuda kepada kekasihnya? Etnis kepada etnis, misalnya
orang Jawa kepada orang Madura atau sebaliknya? Ataukah, keimanan yang
merasuk dalam diri seorang anak manusia sehingga di mana-mana peka
membaca kebesaran Tuhannya? Apa artinya sebab kita satu yang menjadi
alasan kuat seperti dirajam hasrat bertemu: sesama manusia, sesama manusia
Indonesia, atau suatu idiom pencapaian mistik manusia dan Tuhannya?
Dengan memberi pelbagai kemungkinan penafsiran hingga yang terakhir,
230
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
dapat diduga proses penyaringan psikologis dalam tahap sublimasi puisi ini
tentu berlangsung intens.
Hal yang sama dapat dirasakan dalam baris-baris puisi Laut adalah
Dirimu. Dari yang ditampilkan, puisi ini ingin menunjukkan penghormatannya
kepada Tuhan melalui ungkapan-ungkapan pujiannya. Tuhan disapanya Cinta,
suatu pilihan ungkapan yang intim, yang terjemahan sifat-sifat kemahabesarannya tecermin dari sifat laut.
CINTA, LAUT ADALAH DIRIMU
Cinta, laut adalah dirimu:
bergelombang dan merindu
hening tempat ayat berkubu
Cinta, laut adalah dirimu:
bergemuruh dan merayu
sepi tempat sabda berlagu
Cinta, laut adalah dirimu:
menebar kalam setiap waktu
Jika mampu menunjukkan pengalaman laku jiwa dan laku hati, puisipuisi jenis tersebut bisa berkembang mengikuti pencapaian para penyair sufi.
Dalam puisi-puisi penyair sufi, hubungan manusia dengan Tuhan sering
diibaratkan hubungan cinta. Bahkan, menurut tokoh sufi dan penyair Rumi,
cinta merupakan jalan memahami kehidupan dan asal-usul ketuhanan diri
manusia, selain jalan pengetahuan. Demikianlah, Rumi, sebagaimana dirinci
Abdul Hadi W.M. (2007), mencapai ketinggian berbagai makna cinta. Cinta
adalah asas mencapai sesuatu, untuk menjelmakan diri. Cinta adalah pengetahuan intuitif. Cinta, secara teologis, adalah keimanan yang membawa
kepada Yang Haqq. Cinta adalah penggerak kehidupan dan perputaran alam
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
231
232
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
233
234
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
235
semacam Puisi Tahun Baru 1990 Rendra yang baris-barisnya telah dikutip di
awal. Target puisi adalah tumbuhnya kesadaran manusia akan hakikat
keutuhannya. Penampilan puisi adalah introspeksi kritis dan reflektif tentang
manusia menelanjangi dirinya sendiri. Tujuannya adalah manusia yang utuh,
seimbang, tenteram, dan bahagia. Gayanya menunjuk atau meratap menyesali
diri. Dalam Arung Diri, misalnya, puisi yang mengutuhkan itu bisa dilihat
pada puisi Mencari Bahagia berikut.
MENCARI BAHAGIA
dengan bening doa kudaras kitab demi kitab tua
karena dunia dilimbur cemas dan kalap senantiasa
dengan merdu zikir kucerna arif pikir demi pikir ternama
karena manusia ditenung tamak dan loba tanpa jeda
dan kucari-cari Ki Ageng Suryamentaram sang Pangeran Jawa
pemilik kitab kearifan kehidupan bersari kenikmatan baka
yang menawarkan racikan kawruh jiwa bagi semua manusia
yang memberikan adonan pangawikan pribadi bagi jiwa dahaga
siapa duga bisa menenangkan manusia, mendamaikan dunia
tapi, jangan kau buru bahagia semata, ia mulur mungkret adanya
selami palung jiwa, bakal kau temukan sangkan paraning manusia
berhulu Gusti sumber segala ada, asal segenap keadaan jiwa
niscaya kau dan dunia bertawaf mengitari hidayah Sang Mahacinta,
kudengar Pangeran Jawa berbagi jalan terang menuju negeri suka cita
aku ternganga, kenapa dunia tiba di simpang jalan tak bertanda
dan manusia mengambil arah menjauhi jalan Pangeran Jawa
236
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
Puisi Mencari Bahagia tersebut pada dasarnya adalah puisi yang targetnya
mengutuhkan kemanusiaan. Puisi ini menemukan inspirasi bahagia dari seorang
ahli ilmu jiwa dalam budaya Jawa, Ki Ageng Suryomentaram, dari abad ke18. Apa sebenarnya pandangannya tentang bahagia? Dalam salah satu bukunya
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tentang bahagia,
Suryomentaram (l985:26) mengatakan: Maka orang akan merasa aku
mengawasi keinginan, aku senang, aku bahagia. Bila orang sudah mempunyai
rasa aku mengawasi keinginan, aku senang, aku bahagia. Maka dalam
mengawasi keinginannya sendiri dan perjalanan hidupnya sendiri, ia merasa
itu bukanlah aku. Begitu juga dalam menanggapi dunia dengan segenap isinya
dan semua kejadian-kejadian, orang pun merasa itu bukanlah aku.
Demikianlah rasa aku itu, bahagia dan abadi. Karena itu, di mana saja, kapan
saja, bagaimana saja, bahagialah orang itu. Demikianlah pengetahuan orang
hidup bahagia.
Jadi, dalam pandangan Suryomentaram, bahagia adalah kondisi yang
dicapai setelah orang melakukan kerja introspeksi diri. Dalam kerja introspeksi
ini, orang harus mencapai kesadaran aku dengan mengeluarkan diri dari yang
bukan aku. Dengan meminjam terminologi ruh dan nafsu, kita bisa mengatakan
bahwa bahagia adalah aku dan aku adalah ruh. Sebaliknya, tidak bahagia
adalah bukan aku, bukan aku itu adalah nafsu. Orang yang ingin bahagia
harus mencapai atau menemukan diri dalam kondisi aku dan mengeluarkan
yang bukan aku dari dalam dirinya. Bisa dikatakan juga, orang yang ingin
bahagia, dalam dirinya, harus memenangkan ruh atas nafsu. Ruh hakikatnya
bahagia, sedangkan nafsu hakikatnya tidak bahagia.
Akan tetapi, tampaknya, sebagai sebuah puisi, puisi Mencari Bahagia
tersebut cenderung menjadi contoh puisi yang kurang berhasil. Puisi ini
masih harus diperjuangkan dalam pencapaian sublimasinya dan artikulasinya.
Puisi ini kurang mampu menunjukkan gejolak batin dari pengalaman jiwa
yang berada dalam situasi problematik. Puisi ini hanya terasa ingin mengatakan
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
237
238
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
239
240
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
DAFTAR PUSTAKA
Abshar-Abdalla, Ulil. 2012. Teks dan Kontradiksi. Democracy Project Yayasan Abad
Demokrasi, kolom edisi 041, Januari 2012.
Bachri, Sutardji Calzoum. 2001. Hormat Maksimal kepada Puisi. Dalam Horison, Juli,
hlm. 48.
Budiman, Arief. 1987. Sastra yang Ditulis untuk Orang yang Ada di dalam Sejarah.
Dalam Heryanto, Ariel. 1988. Perdebatan sastra Kontekstual. Jakarta: Rajawali.
Hlm. 379384.
Damono, Sapardi Djoko. 1988. Puisi Kita Kini. Dalam Prisma, no.8 Th.XVII, hlm.
3039.
Hadi W.M., Abdul.2007. Rumi dan Relevansi Sastra Sufi. Dalam Horison, XII, 2007,
hlm.1020.
Hartoko, Dick.1993. Estetika dalam Seniman dan Budayanya. Dalam Sutrisno, Muji
dan Verhaak.1993. Estetika: Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius, hlm. 93
98
Hassan, Fuad. 1989. Kesusastraan sebagai Layar Proyeksi. Dalam Renungan Budaya.
Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 5664.
Hassan, Fuad.1998. Religi dan Ilmu dalam Masa Industrialisasi. Dalam Studium
Generale. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., hlm. 210.
Icksan, M.A. 1999. Dalam Apresiasi, Puisi Harus Dihadirkan dalam Wujudnya yang
Utuh: Dibawakan!. Malang: PPs UM.
Kadarisman, Effendi. 2010. Hipotesis Sapir-Whorf dalam Ungkap Verbal Keagamaan.
Dalam Mengurai Bahasa, Menyibak Budaya, Malang: UIN Malang Press, hlm.
3859.
Kleden, Ignas. 2004. Puisi, Penyair, dan Intelektual Publik. Dalam Sastra Indonesia
dalam Enam Pertanyaan. Jakarta: Graffiti, hlm. 207352.
Kuntowijoyo. 2005. Maklumat Sastra Profetik: Kaidah, Etika dan Struktur Sastra.
Dalam Horison, xxxix/2005, hlm. 819.
Mohammad, Gunawan. 1996. Sastra Pasemon: Pergumulan Bawah Sadar Bahasa dan
Kuasa. Dalam Latif, Yudi dan Ibrahim, Idi Subandi. 1996. Bahasa dan Kekuasaan.
Bandung: Mizan, hlm. 310317.
Schimmel, Annemarie. 2007. Bahasa Simbolik Maulana Jalaluddin Rumi. Dalam
Horison, XII, 2007, hlm. 2129.
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
241
Stewart, Frank. 2003. Nilai-Nilai Puitika Indigienous bagi Dunia Puitika Kontemporer.
Dalam Kolong Budaya, No. 02 Th. 2003, hlm. 2130.
Suryomentaram, Ki Ageng. 1985. Ajaran-Ajaran Ki Ageng Suryomentaram 1. Jakarta:
Yayasan Idayu.
Teeuw, A. 1983. Tentang Paham dan Salah Paham dalam Membaca Puisi. Dalam
Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia, hlm. 3758.
Verhaar, John W.M. 1989. Identitas Manusia Menurut Psikologi dan Psikiatri Abad ke20. Yogyakarta: Kanisius.
Wahid, Abdurrahman. 2001. Pesantren dalam Kesusasteraan Indonesia. Dalam
Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta: LKIS, hlm 4550.
*Sudibyo, S.Pd adalah eseis dan kritikus sastra Indonesia. Ia menjadi guru
bahasa Indonesia di SMA Negeri 10 Malang. Di samping itu, ia juga
mengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Sosial dan Humaniora IKIP Budi Utomo Malang. Beberapa kali ia
memenangi lomba menulis esei sastra yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
242
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
243
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
243
permainan bahasa. Terima kasih juga kepada Giryadi yang telah membuat
desain sampul dan Ali Oncom yang menyumbang ilustrasi dalam. Terima
kasih juga selalu saya sampaikan kepada Indro Basuki yang selalu bersedia
dan tangkas menyiapkan tulisan-tulisan saya. Terakhir, apresiasi dan terima
kasih saya layangkan kepada Taman Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Jawa Timur yang sudi mencetak dan menggandakan karya ini serta ikut
menyebarluaskannya di lingkungan pemerintah dan para pencinta seni budaya.
Semoga karya-karya yang tersaji di sini ada gunanya. Amin 3x ya Rabb.
Djoko Saryono
244
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
245
ARUNG DIRI
Kitab Puisi
245
Dewan Kesenian Malang. Pernah juga menjadi Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan
Indonesia (HISKI) Komda Malang Raya pada tahun 1990-an. Jauh sebelumnya, semasa
menjadi siswa dan mahasiswa pada akhir 1970-an dan sepanjang dekade 1980-an, dia
pernah ikut mendirikan dan menjadi ketua organisasi pecinta alam GAPEMA SMA PPSP
IKIP Malang; menjadi wakil ketua sekaligus pembina Mapala Jonggring Salaka IKIP
Malang; dan pengurus perhimpunan pendaki kota Malang Mahameru. Masih pada dekade
1980-an dia pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Penulis dan redaksi koran
kampus Komunikasi IKIP Malang.
Djoko Saryono pernah memiliki hobi menulis. Dulu artikel-artikelnya dimuat di
koran dan majalah seperti Republika, Pena Pendidikan, dan Gentengkali. Beberapa
penelitian bahasa dan sastra serta pembelajaran pernah dikerjakannya kendati sebagian
besar belum diterbitkan. Beberapa buku ringkas-ringan yang ditulisnya sudah diterbitkan
oleh berbagai penerbit lokal. Arung Diri: Kitab Puisi ini merupakan buku pertamanya
yang bukan karya ilmiah. Cita-citanya ke depan bisa menulis lagi buku yang bukan karya
ilmiah.
246
ARUNG DIRI
Kitab Puisi