Anda di halaman 1dari 15

PENCIPTAAN IKLIM KELAS YANG KONDUSIF

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Pengelolaan Kelas

Dosen Pengampu:

Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati, M. Pd. I.

Disusun oleh:

MUHAMMAD RIDHO ALFARIZHY

NIM: 201210280

MUHAMMAD RIZKY RAMADHAN

NIM: 201210290

MUZDALIFAH ALFI FAUZIAH

NIM: 201210293

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

MEI 2023

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Iklim belajar siswa adalah situasi sebagai akibat interaksi antara


guru dan siswa atau antara siswa-siswa lainnya yang mempengaruhi
proses pembelajaran. Keberhasilan seorang guru didalam kelas bukan
hanya sekedar tercapainya suatu tujuan belajar, akan tetapi keberhasilan
guru juga ditentukan sejauhmana mereka mengembangkan kecakapan
siswanya untuk berbagi beberapa sumber informasi dalam pencarian ilmu
dalam proses pembelajaran. Selain itu juga guru harus mampu
mengembangkan kreatifitas para siswa melalui kecakapannya untuk
memotivasi dengan iklim belajar yang kondusif. hal ini sebagai tempat
pengkomunikasian untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang
menyenangkan dalam proses pembelajaran di kelas.1
Membangun iklim belajar yang positif dalam lingkungan kelas
sangat membantu para siswa di dalam memahami proses pembelajaran.
Rasa tenang dan nyaman serta menghargai siswa akan membuat siswa
menerima pelajaran yang diberikan guru dengan senang hati. Dalam hal ini
manfaatnya, tentu tidak hanya dirasakan siswa, tetapi juga guru. Iklim

1
Nasution, “Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar” (Jakarta: Bumi
Aksara, 2017), 119–20.
belajar yang positif akan mencegah guru mengeluarkan tenaga atau
mengambil tindakan secara berlebihan. Sebab, siswa mampu memahami
materi yang diajarkan dengan cepat. Iklim pembelajaran dapat dipengaruhi
oleh interaksi antar warga sekolah dimana peserta didik sebagai pemeran
utama yang berinteraksi dengan peserta didik lain, guru, kepala sekolah,
karyawan dan staf sekolah yang lain. Interaksi yang terjalin dengan baik
akan membuat suasana pembelajaran akan berjalan dengan kondusif dan
nyaman. Apabila ada salah satu peserta didik yang kesulitan mengikuti
pembelajaran, dengan adanya interaksi yang baik peserta didik lain akan
dengan senang hati membantu untuk mempelajari pelajaran yang belum
dipahami oleh peserta didik tersebut.2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian iklim kelas yang kondusif?
2. Bagaimana Pentingnya penciptaan kelas yang kondusif?
3. Bagaimana Pengembangan komunikasi di kelas?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk menjelaskan tentang pengertian iklim kelas yang kondusif
2. Untuk menjelaskan tentang pencipta kelas yang kondusif
3. Untuk menjelaskan tentang pengembangan komunikasi di kelas

2
Ardi Setyanto, “Interaksi dan Komunikasi Efektif Belajar Mengajar” (Yogyakarta: Diva
Press, 2017), 73.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iklim Kelas Yang Kondusif

Iklim kelas terdiri dari dua kata, yakni iklim dan kelas. Dalam
kamus besar bahasa indonesia diungkapkan bahwa iklim merupakan
keadaan hawa (suhu, kelembapan, awan, hujan dan sinar matahari) pada
suatu daerah dalam jangka waktu yang agak lama. Terdapat beberapa
istilah lain yang digunakan secara bergantian climate, yang diterjemahkan
dengan iklim, seperti feel, atmosphere, tone dan environment. Dari sini
bisa kita ambil simpulan bahwa iklim bisa diartikan perasaan, suasana,
sifat dan lingkungan.

Sementara pengertian kelas dalam kamus umum bahasa indonesia


diartikan sebagai ruang tempat belajar di sekolah. Menurut Arikunto kelas
tidak hanya terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian
yang lebih spesifik seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang
pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan kelas adalah sekelopok
peserta didik dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari
guru yang sama pula.
Istilah iklim kelas seperti halnya kepribadian dalam pada manusia.
Maksudnya masing-masing kelas memiliki ciri (kepribadian) yang khas
dan tidak sama dengan kelas-kelas lain, meskipun secara kasat mata
keadaan fisik dan bentuk arsitektur kelas-kelas tersebut sama. Iklim kelas
seperti halnya manusia, ada yang sangat berorientasi pada tugas,
demokrasi, formal, terbuka atau tertutup. Dari beberapa pengertian
mengenai iklim kelas diatas dapat disimpulkan bahwa kelas ialah situasi
sebagai akibat dari interaksi antara guru dan peserta didik atau antara
peserta didik sendiri yang mempengaruhi proses belajar mengajar.

Iklim kelas yang mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan


belajar-mengajar di kelas adalah iklim kelas yang kondusif. Jika ternyata
kelas tersebut belum bisa mendukung keberhasilan kegiatan belajar-
mengajar, guru perlu bisa mendukung kelas tersebut, bukannya
mengendalikan materi pembelajaran ataupun mengendalikan peserta
didiknya sepenuhnya.3

B. Menciptakan Iklim Kelas Yang Kondusif

Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menciptakan iklim


kelas yang berkualitas dan kondusif guna meningkatkan prestasi belajar
siswa. Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan tersebut antara
lain, yaitu

1. Pendekatan pembelajaran hendaknya berorientasi pada bagiamana


siswa belajar (student contered)
Mengandung pengertian bahwa proses pembelajaran hendaknya
diarahkan pada siswa yang aktif mengkonstruksi atau membangun
sendiri pengetahuannya. Dengan demikian, proses pembelajaran
yang dilaksanakan hendaknya berusaha memberi peluang terjadinya
proses aktif siswa dalam mengkontruksi atau membangun sendiri
pengetahuannya. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator, motivator,
3
Nana Suyana, “Manajemen Pengelolaan Kelas,” dalam Iklim Kelas (Bandung: PT.
Indonesia Emas Group, 2022), 152–54.
dinamisator dalam pembelajaran. Pendekatan ini biasa disebut
dengan pendekatan konstruktivistik. Dalam pendekatan ini yang
perlu diperlakukan guru adalah membantu siswa membangun
pengetahuan sendiri di dalam benaknya, dengan cara membuat
informasi pembelajaran menjadi sangat bermakna dan relevan bagi
siswa.
2. Adanya penghargaan guru terhadap partisipasi aktif siswa dalam
setiap konteks pembelajaran.
Akan mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya
dan berani mengkritisi materi pembelajaran yang sedang dibahas.
Dengan demikian siswa akan terbiasa untuk berpikir kritis, kreatid,
dan terlatih untuk mengemukakan pendapatnya tanpa adanya
perasaan minder atau rendah diri. Dan kaitannya dengan perhargaan
terhadap partisipasi aktif siswa ini, hendaknya tidak sekedar dinilai
dari segi keaktifannya saja, tetapi juga perlu diperhatikan sikap
perhargaan siswa terhadap aktivitas teman-temnnya dan
kemampuannya didalam bekerja sama dengan orang lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya mampu mengarahkan siswa untuk dapat
bekerja sama dengan anggota kelompok yang lain dan selalu
bersikap positif terhadap teman-temannya serta selalu berusaha
sebaik mungkin dalam setiap kesempatan yang diberikan saat
interaksi pembelajaran berlangsung.
3. Guru hendaknya bersikap demokratis dalam manage kegiatan
pembelajaran.
Karena kepemimpinan guru yang demokratis dalam mengelola
proses pembelajaran akan dapat menjadikan siswa merasa nyaman
untuk dapat belajar semaksimal mungkin. Setting demokrasi
merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk
belajar, yaitu bahwa sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi
siswa untuk semaksimal mungkin belajar. Kemampuan guru dalam
menanamkan setting demokrasi pada siswa sangat berpengaruh
terhadap pencapaian misi pendidikan.
4. Setiap permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran
sebaiknya dibahas secara dialogis.
Hal ini karena proses dialogis dalam interaksi pembelajaran lebih
mendukung siswa sebagai subjek didik yang mempunyai hak dan
tanggung jawab yang sama dalam setiap interaksi pembelajaran.
Proses dialogis juga akan mampu mengembangkan pemikirin kritis
siswa dalam membahas dan menyelesaikan setiap permasalahan
yang muncul dalam proses pembelajaran. Seorang praktisi
pendidikan yang banyak menggagas pendidikan liberatif menyatakan
bahwa dengan dialog akan memungkinkan munculnya kritis, karena
hanya dialoglah yang memerlukan pemikiran kritis. Friere
menyatakan bahwa tanpa dialog tidak akan ada komunikasi tidak
mungkin ada pendidikan sejati.
5. Lingkungan kelas sebaiknya di setting sedemikian rupa sehingga
memotivasi belajar siswa dan mendorong terjadinya proses
pembelajaran.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam menyetting lingkungan
kelas yang kondusif untuk belajar siswa yaitu dengan cara mengatur
tempat duduk atau meja kursi siswa secara variatif dan pengaturan
perobot sekolah yang cukup artistik, serta pemanfaatan dinding-
dinding ruang kelas sebagai media penyampai proses pembelajaran.
Pengaturan setting tempat duduk hendaknya dilakukan sesuai
kebutuhan dan strategi pembelajaran yang di gunakan. Pesan yang di
temoel di dinding hendaknya konstektualdengan materi
pembelajaran. Pengaturan lingkungan kelas ini, jika diperhatikan
akan mampu mendukung terciptanya iklim pembejaran yang
kondusif dan berkualitas. Pengaturan ruang secara tepat dapat
menciptakan suasana yang wajar, tanpa tekanan, dan menggairahkan
siswa untuk belajar efektif.
6. Menyediakan berbagai jenis sumber belajar atau informasi yang
berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat di akses atau di
pelajari.
Hal ini mengandung pengertian bahwa guru bukan satu-satunya
sumber belajar dalam proses pembelajaran. Siswa dapat belajar
dalam ruang kelas perpustakaan dalam ruang sumber belajar yang
khusus atau bahkan di luar sekolah, bila ia mempelajari lingkungan
yang berhubungan dengan tugas atau masalah tertentu. Peranan guru
adalah memberi bimbingan konsultasi, pengerahan jika ada kesulitan
siswa dalam memahami materi pembelajaran. Selain itu guru juga di
tuntut untuk memebrikan informasi tentang dimana sumber belajar
yang harus di pelajari tersebut berada, sehingga siswa secara aktif
dan mandiri dapat menemukan dan mengakses sumber belajar
tersebut.4

C. Pengembangan komunikasi di kelas


1. Pola interaksi dalam Pembelajaran di Kelas
Proses pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru,
siswa, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Hubungan
guru dengan siswa adalah hubungan fungsional. Belajar merupakan
tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, maka belajar seharusnya
hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau
tidak terjadinya proses belajar. Lingkungan yang dipelajari siswa,
seperti kejadian alam, benda-benda, hewan, tumbuhan, dan hubungan
sosial antar manusia menjadi sumber belajar bagi siswa.
Komunikasi yang baik antara siswa dengan guru dan sebaliknya
guru dengan siswa menjadikan interaksi antara keduanya dapat
berjalan baik. Ilustrasi di atas menggambarkan kegagalan komunikasi
an tara guru dan siswa. Di sekolah, saat anak merasa bosan, mereka

4
Afriza, “Manajemen Kelas,” dalam Iklim Kelas (Pekanbaru, Riau: Kreasi Edukasi
Publishing and Consulting Company, 2014), 81–85.
akan berontak dan berulah. Jika mereka dibanjiri tantangan, mereka
akan mencemaskan pekerjaan sekolah. Tetapi, mereka akan belajar
dengan segenap kemampuan jika mereka menyukai hal yang mereka
pelajari dan mereka senang jika terlibat dalam hal tersebut.
Ada berbagai pola interaksi guru dan siswa dalam proses
pembelajaran. Lindgren mengemukakan ada 4 pola interaksi guru dan
siswa, yaitu:
a. Interaksi satu arah yaitu Dalam interaksi satu arah ini guru
bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa penerima pesan.
b. Interaksi dua arah yaitu Interaksi dua arah terjadi dimana guru
menerima balikan dari siswa
c. lnteraksi dua arah antara guru dan siswa, siswa dan siswa
d. interaksi optimal yaitu lnteraksi optimal antara guru dan siswa
serta antara siswa dan siswa. Pola interaksi yang diharapkan
adalah pola interaksi optimal, dimana guru berinteraksi dengan
semua siswa dan juga interaksi terJadi di antara siswa. Semua
siswa terlibat dalam proses pembelajaran di kelas.

2. Pola komunikasi guru dan siswa


Komunikasi merupakan sarana utama yang mengatur kita secara
sadar dan merenungkan pengalaman-pengalaman. Komunikasi bukan
hanya sekedar bahasa lisan antara guru dan murid dalam memberikan
umpan balik, merespon, atau untuk menunjukkan kepada guru bahwa
tugas yang diberikan dapat diselesaikan, tetapi komunikasi adalah
sarana belajar, dimana berbicara dan menulis merupakan alat untuk
pembentukan kembali pengalaman.
Komunikasi hendaknya dapat berjalan secara dua arah.
Pembicaraan sebisanya dapat berfungsi sebagai eksploratory , dimana
guru dapat menempatkan diri sebagai ternan dekat dengan sesama
siswa atau kelompok siswa, sehingga bahasa pembicaraan dengan gaya
eksploratory ini sesuai dengan gaya yang dikehendaki siswa. Mereka
dapat saling memahami satu sama lain serta saling toleransi dalam
mendapat persetujuan guru.
Guru dalam menjawab atau memberikan urn pan balik dapat
memasukkan pendapat atau pandangan siswa. Hal ini akan
memberikan kepercayaan diri siswa, sehingga siswa akan aktif dalam
mengikuti pembelajaran di kelas. Dalam hal ini guru dan siswa
memiliki hubungan kolaborasi. Namun sebaliknya jika guru
menekankan pada pemberian penilaian pada setiap pemikiran yang
disam paikan siswa, maka pola pemikiran siswa akan tertekan dan
pada akhirnya akan sulit bagi siswa untuk berinteraksi dengan guru.
Menurut Jerome Bruner ada dua macam model mengajar, yaitu
1) Ekspositori, yaitu ketika guru sebagai ekspositor (memberi
penjelasan), dan murid hanya sebagai pendengar.
2) Hipotetik, yaitu guru dan siswa dalam posisi yang lebih kooperatif
dengan menghormati keputusan yang diambil sebagai keputusan yang
telah dikomunikasikan. Siswa bukan sekedar sekelompok pendengar
tetapi turut serta dalam proses pengambilan keputusan tersebut
Pandangan guru dan siswa kadangkala bertentangan. Hal ini dapat
dihindari jika guru tidak mengabaikan pengetahuan awal yang dimiliki
siswa. Guru dapat mengurangi bahkan jika memungkinkan dapat
menghilangkan kontrol yang berlebihan terhadap pengetahuan siswa.
Komunikasi yang efektif antara guru dan siswa dapat menjadi jalan
untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
pengetahuan awal yang dimilikinya, pengetahuan yang diperoleh di
sekolah dan menghubugkannya dengan pengetahuan sehari-hari. Siswa
diberi kesempatan untuk memahami, mengartikan, dan dapat
membedakan, serta mencari keterkaitan antara pengetahuan-
pengetahuan tersebut. Tugas guru dalam hal ini adalah
mengkomunikasikannya sesuai dengan kemampuan siswa dalam
membangun konsepnya.
Menurut Barnes ada dua teori tentang pola berkomunikasi antara
guru dengan siswa. Menurut teori Transmisi, guru dalam
berkomunikasi selama ini, hanya berdasarkan pada konsep yang
dimiliki guru. Struktur pengetahuan ditetapkan berdasarkan
pengetahuan guru. Siswa. tidak memiliki kesempatan untuk
menyampaikan idenya sendiri. Kondisi pembelajaran seperti ini
membuat hubungan siswa dengan guru menjadi beku. Komunikasi
yang terjadi hanya satu arah.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, guru disarankan mengikuti
teori lnterpretasi. Menurut teori ini, siswa diberi kesempatan untuk
menyampaikan ide atau informasi yang dia ketahui. Siswa dapat
menyampaikan idenya untuk menyelesaikan masalah, benar dan salah
bukan tujuan akhir pembelajaran. Siswa mempunyai kesempatan untuk
menyampaikan berbagai pengetahuan, eksplisit atau emplisit,
mengembangkan pengetahuan yang sama dengan pokok bahasan yang
dibicarakan, serta mampu menghubungkannya.5

5
Dina Huriaty, “Mengembangkan Komunikasi Yang Efektif Dalam Pembelajaran Di
Kelas” 2 (2010): 101–111.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Afriza. “Manajemen Kelas.” Dalam Iklim Kelas. Pekanbaru, Riau: Kreasi Edukasi
Publishing and Consulting Company, 2014.
Huriaty, Dina. “Mengembangkan Komunikasi Yang Efektif Dalam Pembelajaran
Di Kelas” 2 (2010): 101–11.
Nasution. “Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.” Jakarta: Bumi
Aksara, 2017.
Setyanto, Ardi. “Interaksi dan Komunikasi Efektif Belajar Mengajar.” Yogyakarta:
Diva Press, 2017.
Suyana, Nana dkk. “Manajemen Pengelolaan Kelas.” Dalam Iklim Kelas.
Bandung: PT. Indonesia Emas Group, 2022.

Anda mungkin juga menyukai