Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Pendidikan adalah suatu pondasi dalam hidup yang harus dibangun
dengan sebaik mungkin. Secara umum, pendidikan adalah proses
pembelajaran pengetahuan, keterampilan, serta kebiasaan yang dilakukan
suatu individu dari satu generasi ke generasi lainnya. Proses pembelajaran
ini melalui pengajaran, pelatihan dan penelitian. Adanya pendidikan juga
dapat meningkatkan kecerdasan, akhlak mulia, kepribadian serta
keterampilan yang bermanfaat baik itu untuk diri sendiri maupun
masyarakat umum. Jadi singkatnya, pendidikan adalah proses pembelajaran
kepada individu atau peserta didik agar dapat memiliki pemahaman
terhadap sesuatu dan membuatnya menjadi seorang manusia yang kritis
dalam berpikir.
Tujuan Pendidikan Nasional ditulis dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Arti pendidikan juga
tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 yang
menyatakan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.” Kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa, tertuang dalam UUD
1945 alinea ke-4 yang merupakan tujuan utama nasional, menggambarkan
cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan pendidikan
ke seluruh penjuru Indonesia agar tercapai kehidupan berbangsa yang
cerdas.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses belajar untuk mengembangkan potensi peserta
didik, dengan demikian perlu adanya kerjasama orangtua dan lingkungan
sekitar untuk mewujudkan lingkungan belajar yang humanis dan
memotivasi siswa. Hal ini sejalan dengan kebijakan menteri pendidikan
Tahun 2020 Nomor 1 tentang kebijakan Merdeka Belajar dalam Penentuan
Kelulusan Peserta Didik dan Penerimaan Peserta Didik. Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menjelaskan konsep merdeka belajar
yang diusungnya, bahwa merdeka belajar adalah esensi kemerdekaan
berpikir, menurut Nadiem harus didahului para guru sebelum mereka
mengajarkannya kepada siswa. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru
di level apapun tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan
kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah, dari yang
awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa
pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih
dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan
penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani,
mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak
hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya
meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak
memiliki bakat serta kecerdasannya dalam bidang masing-masing.
Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta
berbudi luhur di lingkungan masyarakat.
Belajar adalah kegiatan yang memerlukan konsentrasi tinggi. Tempat
dan lingkungan belajar yang nyaman memudahkan peserta didik untuk
berkonsentrasi. Dengan mempersiapkan lingkungan yang tepat, peserta
didik akan mendapatkan hasil yang lebih baik dan dapat menikmati proses
belajar yang peserta didik lakukan. Belajar juga merupakan kegiatan yang
membutuhkan lingkungan dan suasana khusus. Hal ini bertujuan agar
potensi belajar siswa akan terlaksana dengan baik apabila dalam suasana
yang kondusif. Suasana dan lingkungan khusus yang dimaksud adalah
suasana yang nyaman dan menyenangkan. Nyaman dalam hal ini artinya
jauh dari gangguan suara dan bunyi yang merusak kosentrasi belajar.
Menyenangkan berarti suasana kelas yang gembira, menarik dan antusias.
Kelas merupakan tempat paling dominan bagi terselenggaranya proses
pembelajaran bagi peserta didik. Kelas diartikan secara umum sebagai
sekelompok peserta didik yang ada pada waktu yang sama menerima
pelajaran yang sama dari guru yang sama pula (Suryana, 2006: 28). Kelas
memiliki peran penting dalam proses pembelajaran untuk menentukan
keberhasilan belajar peserta didik, karena kelas merupakan central of
learning (pusat pembelajaran). Selain itu, dalam kegiatan belajar mengajar
yang dilakukan di sekolah, kelas merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari sekolah. Kelas sebagai pusat pembelajaran dirancang untuk
dapat memberikan suasana yang menyenangkan dan nyaman untuk
terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran dan
suasana di kelas yang menarik serta nyaman akan dapat menumbuhkan
selera dan minat belajar peserta didik. Untuk mewujudkan hal tersebut,
pengaturan kelas dan pengelolaan kelas diperlukan sebaik mungkin demi
tercapainya proses pembelajaran yang nyaman bagi peserta didik. Dengan
adanya pengelolaan kelas yang baik dilakukan oleh guru, diharapkan dapat
memotivasi siswa dalam belajar dikelas. Sehingga aktivitas belajar dapat
berjalan dengan lancar. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek
pengaturan (management) lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan
pengaturan orang (siswa) dan barang atau fasilitas. Kegiatan guru tersebut
dapat berupa pengaturan kondisi dan fasilitas yang berada di dalam kelas
yang diperlukan dalam proses pembelajaran, diantaranya tempat duduk,
perlengkapan dan bahan ajar, lingkungan kelas (cahaya, temperatur udara,
ventilasi).
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada kelas IV, V,
dan VI menyatakan bahwa guru kelas tersebut masih belum dapat menata
kelas dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan keadaan kelas yang tidak
tertata dengan baik dan menarik. Peneliti mengamati pengelolaan kelas
yang dilakukan oleh guru juga belum dilakukan secara maksimal. Ketika
kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru masih melaksanakan
pembelajaran dengan suasana kelas yang monoton, belum ada variasi dalam
kegiatan belajar mengajar. Ketika proses pembelajaran berlangsung sudah
ada upaya dari guru agar kondisi kelas bisa kondusif, hanya saja guru
terfokus pada pengaturan siswa dengan melakukan tindakan korektif,
sedangkan tindakan fisik belum dilakukan. Misalnya guru tidak membuka
jendela agar terjadi sirkulasi udara yang baik di dalam kelas, dan guru belum
mengatur tempat duduk yang bervariasi, jadi siswa merasa bosan tidak ada
hal yang baru. Serta fasilitas di sekolah belum digunakan dalam proses
pembelajaran sehingga minat belajar siswa di dalam kelas sangatlah kurang.
Aransi kelas sangatlah penting dalam pembelajaran, pengaturan ruang
kelas merupakan bentuk dari kemampuan guru dalam memanajemen kelas
dan menciptakan iklim pembelajaran yang baik bagi siswa. Ruang kelas
bukanlah wilayah yang sangat luas bagi siswa hingga puluhan orang
berinteraksi selama periode waktu yang lama selama 5-7 jam sehari. Guru
dan siswa akan selalu terlibat dalam berbagai kegiatan dalam menggunakan
berbagai wilayah ruang yang berbeda dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Guru akan selalu memfasilitasi kegiatan-kegiatan pembelajaran dengan
baik jika guru mengatur ruang kelas untuk memungkinkan pergerakan yang
teratur, mempertahankan distraksi seminimal mungkin, dan menggunakan
ruang yang tersedia secara efisien. Selain meningkatkan kreativitas siswa
dalam menghias kelas, aransi kelas juga diharapkan bisa digunakan sebagai
sumber belajar siswa. Peneliti berharap para guru yang lain bisa
meningkatkan hasil belajar dan pembinaan mutu pembelajaran siswa
melalui aransi kelas. Aransi kelas adalah suatu cara untuk mendesain,
menyusun dan mengatur seluruh barang yang ada di kelas agar kelas
menjadi nyaman untuk belajar. Aransi kelas juga dapat dimaknai sebagai
sebuah media untuk mempercantik lingkungan belajar mengajar dan
memberikan informasi-informasi penting berupa tempelan-tempelan
gambar tokoh pahlawan, kata-kata motivasi, hasil karya peserta didik, dan
lain sebagainya yang dapat menunjang pembelajaran. Berkenaan dengan
mempercantik lingkungan belajar-mengajar Eric Jensen (Chatib dan
Fatimah, 2014: 48) menyatakan bahwa lingkungan belajar-mengajar yang
sengaja didesain secara artistik dapat menyumbang 25% kesuksesan
mengajar.
Penjelasan di atas memberikan kesimpulan bahwa aransi ini akan
memberikan motivasi kepada peserta didik maupun guru, mengarahkan
perhatian, mengulang informasi dalam bentuk yang berbeda, meringankan
usaha belajar, mengingatkan kembali pembelajaran, menyediakan acuan
konkret bagi gagasan dan membuat gagasan abstrak menjadi konkret yang
sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak Sekolah Dasar (SD).
Dengan kata lain, manfaat aransi kelas selain agar kelas menjadi indah dan
menyenangkan, juga dapat mengoptimalkan proses belajar mengajar.
Dalam jurnal Putri Rachmadyanti, Suprayitno, Ganes
Gunansyah:https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/elementary/article/
viewFile/6396/5608 dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran
yang baik di SD ini sangat dibutuhkan oleh para guru yang sedang berupaya
meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam meningkatkan mutu
pembelajaran, khususnya dalam hal pengelolaan display kelas.
Berdasarkan hasil observasi awal tersebut dapat disimpulkan bahwa
guru belum melaksanakan aransi kelas. Hal ini bisa dikarenakan guru tidak
mengetahui tentang aransi kelas atau tidak adanya kemauan untuk
melaksanakan aransi kelas. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu
dicari akar permasalahannya. Persepsi guru dan pengetahuannya atas
sesuatu dapat mempengaruhi keputusan guru untuk menerapkannya atau
tidak menerapkannya sesuatu itu, baik kebijakan, metode, atau strategi di
kelasnya. Dengan demikian, mengetahui persepsi dan pengetahuan guru
tentang aransi kelas menjadi penting. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Aransi Kelas Sebagai Lingkungan
Belajar Yang Menarik dalam Rangka Pembinaan Mutu Pembelajaran di
Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01 Kota Semarang”.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian yang telah diuraikan di atas, maka fokus
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah dengan aransi kelas dapat meningkatkan kualitas mengajar guru
di Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01 Kota Semarang?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi aransi kelas agar dapat
meningkatkan aktifitas mengajar guru di seluruh Sekolah Dasar Negeri
Kedungpane 01 Kota Semarang?
3. Apakah dengan aransi kelas dapat menjadikan alat kolaborasi maupun
alat kerjasama antara guru dan siswa di Sekolah Dasar Negeri
Kedungpane 01 Kota Semarang?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian Pembinaan Mutu Pembelajaran melalui Aransi Kelas
ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana aransi kelas dapat meningkatkan kualitas
mengajar di Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01 Kota Semarang.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
peningkatan aktifitas mengajar guru Sekolah Dasar Negeri Kedungpane
01 Kota Semarang.
3. Untuk mengetahui bagaimana aransi kelas dapat dijadikan alat
kolaborasi maupun alat kerjasama antara guru dan siswa di Sekolah
Dasar Negeri Kedungpane 01 Kota Semarang.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a) Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan
keilmuan mengenai persepsi dan pengetahuan guru tentang Aransi
Kelas.
b) Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar bagi
pelaksanaan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi peneliti
Sebagai pembelajaran untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman dalam penelitian tentang aransi kelas.
b) Bagi guru
Guru dapat meningkatkan pemahaman Aransi Kelas, yang
selanjutnya akan mempengaruhi proses pembelajaran sehingga
dapat berjalan efektif dan efisien.
c) Bagi siswa
Siswa akan mendapatkan hal baru dalam proses pembelajaran dan
pengetahuan tentang Aransi Kelas.
d) Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan cerminan untuk mengevaluasi
bagaimana berjalannya pembelajaran sehingga sekolah dapat
memberikan arahan untuk memaksimalkan kualitas pembelajaran
siswa.

E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dalam memahami maksud dari judul skripsi ini,
terlebih dahulu perlu penulis tegaskan arti dari istilah-istilah yang terdapat
dalam judul sebagai berikut :
1. Aransi Kelas
Aransi kelas merupakan salah satu program dari pelibatan keluarga
dan masyarakat di satuan pendidikan melalui paguyuban kelas. Aransi
diambil dari bahasa Indonesia yaitu aransemen, usaha yang dilakukan
terhadap sebuah karya musik untuk suatu pergelaran yang
pengerjaannya tidak sekedar masalah teknis, namun menyangkut
pencapaian nilai artistik.
2. Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar merupakan wilayah dengan segenap isinya yang
saling berhubungan dengan kegiatan belajar. Lingkungan belajar perlu
didesain agar mendukung kegiatan belajar sehingga dapat
meningkatkan kenyamanan individu yang menempati lingkungan
tersebut untuk melakukan kegiatan belajar.
3. Pembinaan
Pengertian pembinaan dapat diartikan sebagai upaya memelihara
dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga
keadaan sebagaimana seharusnya. Dalam manajemen pendidikan luar
sekolah, pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau
program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau
tidak menyimpang dari hal yang telah direncanakan.
4. Mutu Pembelajaran
Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai
baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam
proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila
berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik
kemudian dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan
sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang
membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga
membuahkan hasil.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Pengertian Aransi Kelas
Menurut Wijayanti (2019) aransi kelas merupakan usaha mengubah
lingkungan fisik kelas menjadi lebih nyaman, menarik, dan membuat
betah ketika belajar. Program ini sangat strategis untuk melibatkan
orangtua pada penguatan pendidikan karena beberapa hal. Pertama,
orangtua turut menjadi bagian dari proses pendidikan di sekolah. Kedua,
siswa dekat dengan sekolah yang otomatis tidak ada rasa “was-was” dan
merasa jauh dengan guru serta sekolah. Ketiga, anak menjadi nyaman
belajar karena kelasnya rapi, warna-warni, dan penuh dengan karya seni
sehingga mereka merasa betah di dalam kelas. Keempat, anak-anak
dapat mengenal budaya, seni, objek wisata, gambar pahlawan, tempat
bersejarah melalui lukisan dari aransi kelas tersebut. Kelima, guru dapat
memanfaatkan aransi kelas itu sebagai media pembelajaran bahasa,
sastra, sejarah maupun seni dan budaya. Keenam, pembelajaran menjadi
kontekstual karena ruang kelas banyak varian gambar, lukisan, dan
aksesoris lain yang menyenangkan bagi anak. Dalam aransi kelas, yang
dilakukan yaitu dengan melakukan seni melukis, menggambar, dan
memermak kelas untuk kenyamanan anak belajar. Seni lukis, gambar,
atau dekorasi pada kelas di sekolah sangat berpengaruh pada kedekatan
emosional dan kelembagaan antara guru dengan orangtua siswa.
Memajukan kebudayaan dapat dimulai dengan menguatkan
pelibatan keluarga di sekolah melalui program aransi kelas tersebut.
Koentjaraninggrat (2009:185) menjelaskan rumus memajukan
kebudayaan, minimal ada tiga cara, yaitu dengan internalisasi,
sosialisasi, dan enkulturasi (pembudayaan). Dalam internalisasi,
manusia sebagai makhluk berpikir memiliki bakat dalam gennya untuk
mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi
dalam upaya pengembangan budayanya. Untuk itu, anak-anak atau
pelajar sangat mudah termotivasi untuk melek budaya ketika ruang
kelasnya dipenuhi dengan gambar wayang, tari-tarian, alat musik daerah,
rumah adat, pakaian adat ataupun lainnya. Secara jangka panjang,
tertanamlah karakter nasionalis, peduli sosial, lingkungan, dan
menghargai perbedaan.
Aransi kelas adalah suatu cara untuk mendesain, menyusun dan
mengatur seluruh barang yang ada di kelas agar kelas menjadi nyaman
untuk belajar. Aransi kelas juga dapat dimaknai sebagai sebuah media
untuk mempercantik lingkungan belajar mengajar dan memberikan
informasi-informasi penting berupa tempelan-tempelan gambar tokoh
pahlawan, kata-kata motivasi, hasil karya peserta didik, dan lain
sebagainya yang dapat menunjang pembelajaran. Berkenaan dengan
mempercantik lingkungan belajar-mengajar Eric Jensen (Chatib dan
Fatimah, 2014: 48) menyatakan bahwa lingkungan belajar mengajar
yang sengaja didesain secara artistik dapat menyumbang 25%
kesuksesan mengajar. Aransi kelas selain agar kelas menjadi indah dan
menyenangkan juga dapat mengoptimalkan proses belajar mengajar.
Dalam jurnal Putri Rachmadyanti, Suprayitno, Ganes Gunansyah,
penerapan pembelajaran yang baik sangat dibutuhkan oleh para guru
yang sedang berupaya meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya
dalam meningkatkan mutu pembelajaran, khususnya dalam hal
pengelolaan aransi kelas atau display kelas.
Berkenaan dengan display kelas, Menurut Tini Sekartini (1991:3)
apabila dilihat dari asal-usul kata display berasal dari bahasa asing yaitu
bahasa inggris. Display artinya mempertunjukkan, memperagakan atau
memamerkan sesuatu kepada khalayak ramai atau masyarakat. Kata
display sudah lama memasyarakat khususnya dikalangan pendidikan,
terutama di sekolah. Di sekolah tersebut, hasil dari para siswa dipajang
pada suatu tempat agar keluarga besar sekolah mengetahuinya. Dengan
demikian display adalah salah satu cara untuk mempertunjukkan atau
memperlihatkan maupun memperagakan sesuatu kepada khalayak
ramai dapat pula sebagai sarana komunikasi. Melihat uraian di atas, kata
display adalah sebagai hasil kegiatan dari menata sesuatu benda di suatu
tempat.
Menurut Tini Sekartini (1991:3-4) fungsi dari penataan display
adalah sebagai berikut :
1) Sebagai Alat Pendidikan
Suatu display yang dirancang dengan baik, disusun dengan rapi
dan menarik dapat dijadikan alat pendidikan atau alat peraga
dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Melalui display, peserta didik dapat melihat dengan konkrit apa
yang diterangkan secara abstrak.
b. Dapat membangkitkan minat peserta didik dengan melihat
warna dan bentuk yang menarik dalam pelajaran.
c. Dalam pelajaran, peserta didik bekerja secara kelompok
sehingga dapat mengembangkan kepemimpinan, percaya diri,
dan gotong royong.
d. Lingkungan belajar dapat lebih ceria sehingga merangsang
kreativitas peserta didik.
e. Display dapat menyajikan penemuan-penemuan atau informasi
baru, melalui ini peserta didik dapat mengembangkan diri.
2) Sebagai Alat Pengembangan Kreativitas
Peserta didik mengembangkan selera seni dan kreatif melalui
kegiatan penataan serta memperoleh pengalaman dalam :
a. Mengembangkan ide, memilih bahan-bahan, memilih hiasan-
hiasan display dengan tepat.
b. Menyusun kriteria keberhasilan suatu display.
c. Melakukan penilaian.
3) Sebagai Alat Publikasi atau Promosi
Merupakan suatu alat untuk mempromosikan hasil produk
kepada khalayak ramai, misalnya :
a. Suatu perusahaan mempromosikan hasil produksi atau
penemuan-penemuan baru kepada berbagai kelompok maupun
khalayak ramai dengan penataan display yang menarik.
b. Suatu sekolah memasang display yang menarik di
lingkungannya, di tempat yang strategis dimana banyak dilalui
tamu-tamu. Itu akan cepat menangkap kegiatan yang
berlangsung di sekolah tersebut.
c. Melalui display yang ditata dalam jendela (window display),
dan diletakkan di tempat strategis dapat mengundang orang
untuk mengetahui lebih dekat dan mendapat informasi lebih
jelas.
Widyabakti Sabatari dan Triyanto (2007:4-7) mengungkapkan
bahwa secara garis besar, display memiliki tiga fungsi utama yaitu:
display sebagai media pendidikan, display sebagai alat pengembang
kreativitas, dan display sebagai alat publikasi atau promosi. Adapun
fungsi display dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Sebagai Media Pendidikan
Display berfungsi sebagai media pendidikan disebabkan
oleh kemampuan display yang membuat orang lain sebelumnya
belum tahu menjadi tahu tentang sesuatu hal yang di displaykan.
Disisi lain jika dilihat secara proses, pembentukkan display
membutuhkan kerja kelompok, dan kekompakkan tim. Dengan
demikian, di dalamnya mengandung fungsi pendidikan untuk
membentuk sifat dan sikap kepemimpinan, gotong royong, tenggang
rasa, percaya diri, tanggung jawab, berdisiplin di dalam pelaksanaan
kerja display.
2) Alat Pengembang Kreativitas
Menata suatu produk diharapkan pada persoalan membuat
penampilan yang selalu baru, segar, sesuai dengan tema, dan
kejadian aktual. Kemampuan menata yang selalu berubah sesuai
tema itu menuntut daya imajinasi dan kreativitas yang baik.
Pengalaman estetis menjadi penentu, apakah di dalam mewujudkan
pengaturan display itu menjadi sebuah bentuk pengaturan display
yang kreatif dan indah. Semakin lama pengalaman estetis itu
diperoleh, maka semakin membumi kemampuan yang didapatkan.
Hal ini tidak berbeda dengan bentuk pengalaman-pengalaman
lainnya, seperti pengalaman menjahit, merias, dan memasak.
3) Media Publikasi atau Promosi
Fungsi display sebagai media publikasi atau promosi
merupakan fungsi utama yang dicapai oleh keseluruhan kegiatan
penataan dari berbagai jenis kegiatan display pada umumnya.
Publikasi atau promosi dianggap berhasil ataupun tidak berhasil
dapat terlihat dari seberapa baik penataan display yang dilakukan.
Display yang baik dalam segala keseluruhan penataan membuat
pengunjung tertarik untuk berduyun-duyun melihat, mengamati, dan
kemudian membeli produk yang ditawarkan. Di sisi lain keberadaan
suatu produk yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat,
kemudian produk itu dapat dikenali untuk kemudian dapat terjadi
apresiasi.
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa fungsi dari display adalah sebagai media pendidikan
karena dalam kegiatan penataan display mengandung nilai-nilai
kependidikan, selanjutnya penataan display juga dapat dikatakan
sebagai ajang pengembang keterampilan dan kreativitas, selain itu
penataan display juga dapat berfungsi sebagai media publikasi, promosi,
dan komunikasi sekolah kepada khalayak ramai tentang suatu produk
yang dipamerkan atau yang akan dipublikasikan, bisa juga hanya
sebagai hiasan untuk memenuhi kebutuhan dalam proses pembelajaran.
Display dalam Chatib dan Fatimah (2013:48) diartikan sebagai
segala benda yang secara visual dapat terlihat dan dirasakan oleh
pancaindra, serta dapat memberikan stimulus positif terhadap emosi
siswa. Menurut Sampurno (2013) display merupakan suatu media yang
digunakan untuk memberikan informasi penting yang digunakan
sebagai penunjang pembelajaran. Sampurno juga mengatakan bahwa
display menampilkan hasil karya anak didik, baik untuk di kelasnya
sendiri maupun untuk dipertontonkan pada lingkungan terbatas. Display
juga dapat dipahami sebagai sarana yang dimanfaatkan untuk
menampilkan gambar, kartun, poster dan objek kecil atau materi belajar
lainnya.
Display kelas merupakan kesan pertama yang ditangkap siswa
terhadap ruang kelas dan guru sangat berperan dalam menentukan dan
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (Chatib & Fatimah,
2013: 63). Display kelas juga dapat dimaknai sebagai sebuah media
untuk mempercantik lingkungan belajar mengajar dan memberikan
informasi-informasi penting berupa tempelan-tempelan gambar tokoh
pahlawan, hasil karya peserta didik, dan lain sebagainya. Dengan
demikian, kelas akan hidup dan siswa akan menikmati belajar di
dalamnya.
Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
display kelas merupakan suatu media pajangan berbentuk dua dimensi
maupun tiga dimensi yang dipajang untuk keperluan belajar mengajar
di dalam kelas yang dapat menciptakan suasana pembelajaran menjadi
aktif dan menyenangkan. Desain kelas sangat bergantung pada tujuan
proses belajar. Guru harus menetapkan tujuannya, lalu kelas akan
mengikutinya. Berbagai macam jenis display kelas yang bisa dilakukan
guru untuk membuat kelas menarik dan menyenangkan diantaranya
manajemen zona aktivitas, manajemen barang-barang di kelas, papan
buletin, display tema kelas, display hasil karya siswa, display prestasi
siswa, display peraturan kelas, display karakter, display tokoh dan
display emosi. Kelas yang dipenuhi dengan karya atau pekerjaan siswa
merupakan pemandangan yang menyenangkan karena memberi pesan
kepada mereka bahwa pekerjaan dan belajar mereka penting. Selama ini,
yang menentukan pemajangan karya siswa biasanya guru, bukan siswa.
Menurut Clayton (2002) yang dikutip dari laman
(https://zaifbio.wordpress.com/2009/07/02memajang-karya-siswa-
kolaborasi-siswa-guru/), mengajukan gagasan tentang pemajangan
karya siswa yang melibatkan siswa dan merupakan kolaborasi antara
siswa dengan guru. Ia beranggapan bahwa melibatkan siswa dalam
memajang hasil pekerjaan mereka dapat meningkatkan tanggung jawab
siswa dalam perkembangan belajarnya. Mereka bisa dibiarkan bebas
memilih pekerjaannya yang akan dipajang guru, bisa juga diberi tugas
mendesain dan memajang pekerjaan di papan bulettin atau mereka dapat
diberikan tugas untuk mengelola sendiri seluruh proses mulai dari
memilih, membuat tempat pajangan, dan memeliharanya.
Sharon E. Smaldo dalam bukunya Instructional Technology and
Media for Learning (Chatib & Fatimah, 2013: 63) menyebutkan
perincian manfaat display kelas yaitu sebagai berikut: 1) menyediakan
acuan konkret bagi gagasan; 2) membuat gagasan abstrak menjadi
konkret; 3) memotivasi siswa; 4) mengarahkan perhatian; 5) mengulang
informasi dalam bentuk format atau bentuk yang berbeda; 6) mengingat
kembali pada pembelajaran sebelumnya; dan 7) meringankan usaha
belajar. Jika mendapat sentuhan display seorang guru, sebuah ruang
kelas akan sangat banyak manfaatnya. Ada empat hal langkah awal
dalam mendesain kelas yang perlu diketahui guru yaitu: 1) syarat utama
desain kelas; 2) tujuan; 3) pendataan barang atau perangkat kelas; 4) tata
letak atau pengaturannya.
Chatib dan Fatimah (2013:51) dikutip dari situs scholastic.com,
penulis Linda Shalaway memberikan saran praktis dalam menata ruang
kelas yaitu sebagai berikut :
a) Pengaturan fisik kelas, dimulai dari mengevaluasi ruang kelas,
penataan meja dan kursi, serta peletakan papan bulletin, kemudian
memajang hasil karya siswa.
b) Sentuhan personal, buat ruang kelas senyaman mungkin,
menambahkan tanaman, karpet, bantal, atau poster-poster menarik
agar siswa merasakan bahwa ruang kelas adalah rumah kedua
mereka.
c) Ciptakan area-area berbeda di dalam kelas, membuat area untuk
siswa membaca buku, area kerja individual, area kerja kelompok,
atau area mendengarkan musik.
d) Menata meja dan kursi sesuai dengan tujuan belajar, untuk
meningkatkan kerjasama, guru bisa menata meja dengan cara
berkelompok. Misalnya, empat meja untuk satu kelompok.
Sedangkan untuk model diskusi, guru menata meja-meja sehingga
berbentuk “U”.
e) Meletakkan peralatan siswa ditempat yang terjangkau dan mudah
diakses, misalnya menyesuaikan tinggi rak dengan tinggi rata-rata
anak di kelas. Kemudian, biasakanlah siswa-siswi meletakkan
kembali barang-barang mereka pada tempatnya.

2. Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar menurut Dewantoro (dalam Watoyo, 2008),
mencakup lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut sebagai tripusat yang
mempengaruhi manusia secara bervariasi. Slameto (2012) dalam proses
pembelajaran, lingkungan belajar merupakan sumber belajar yang
berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.
Sama halnya dengan fasilitas belajar, lingkungan belajar juga
merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja
meskipun kelihatannya sangatlah sepele. Sebab, lingkungan merupakan
bagian dari manusia khususnya bagi siswa untuk hidup dan berinteraksi
dengan sesamanya. Kondisi lingkungan belajar yang kondusif baik
lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah akan menciptakan
ketenangan dan kenyamanan siswa dalam belajar, sehingga siswa lebih
mudah memahami dan menguasai materi belajar secara maksimal.
Lingkungan yang baik perlu diusahakan agar dapat memberi dampak
yang positif terhadap siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-
baiknya.
Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan
lingkungan belajar. Aktivitas dalam menata lingkungan belajar lebih
terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh
karena itu, dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas, guru
melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas
(classroom management). Menurut Rianto (2007:1), pengelolaan kelas
merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan
kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan atau
penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara
optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa
keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional
activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung
secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik hingga dapat
meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena
berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan
kemudahan bagi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar
(learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan
kemampuannya (kompetensi), yaitu spiritual, mental: intelektual,
emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata
lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang peserta
didik dalam pembelajaran, erat kaitannya dengan keadaan lingkungan
fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan peserta didik, dan
pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya. Oleh
karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik, lingkungan
belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta
menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Ruang kelas harus
bersih, tempat duduk ditata sedemikian rupa agar anak bisa melakukan
aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas dicat berwarna sejuk,
terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar
sesuai dengan tema kelasnya.
Rita Mariyana (2010:17) menyatakan bahwa lingkungan belajar
merupakan sarana bagi siswa untuk dapat mencurahkan dirinya dalam
beraktivitas, berkreasi, hingga mereka mendapatkan sejumlah perilaku
baru dari kegiatannya itu. Dengan kata lain, lingkungan belajar dapat
diartikan sebagai laboratorium atau tempat bagi siswa untuk
bereksplorasi, bereksperimen dan mengekspresikan diri untuk
mendapatkan konsep dan informasi baru sebagai wujud dari hasil belajar.
Beberapa ahli menggolongkan lingkungan belajar menjadi beberapa
bagian. Sumadi dalam Maesaroh (2012: 20), mengemukakan bahwa
lingkungan belajar dibagi menjadi dua yaitu lingkungan sosial dan
lingkungan non sosial.
1) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial meliputi lingkungan sekolah, lingkungan
sosial siswa (masyarakat), dan lingkungan keluarga. Seluruh warga
sekolah, seperti guru, karyawan, serta teman-teman satu kelas
merupakan lingkungan sosial di sekolah dan dapat mempengaruhi
semangat belajar siswa. Guru dan teman-teman satu kelas yang
mempunyai hasil belajar yang memuaskan menjadi suatu teladan
bagi siswa lainnya.
2) Lingkungan non Sosial
Lingkungan belajar yang kondusif diperlukan untuk
memperlancar kegiatan belajar siswa. Selain lingkungan sosial,
lingkungan non sosial juga perlu diperhatikan agar kegiatan belajar
dapat terlaksana sesuai dengan yang direncanakan. Lingkungan non
sosial meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal
keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, sumber belajar,
keadaan cuaca, pencahayaan, dan waktu yang digunakan oleh siswa
untuk belajar.
Gedung juga merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi oleh
sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Siswa dapat belajar
dengan baik apabila gedung sekolah disesuaikan dengan kebutuhan
siswa. Rumah dengan kondisi yang sempit dan berantakan serta kondisi
perkampungan tempat tinggal siswa yang padat dan bising sangat tidak
mendukung belajar siswa. Siswa membutuhkan tempat yang nyaman
dan tenang agar dapat berkonsentrasi dalam belajar. Sumber belajar
siswa seperti buku, gambar yang dirancang untuk pembelajaran, media
visual dan lain sebagainya, dapat mempermudah dan mempercepat
belajar anak. Ketersediaan sumber belajar akan mendorong siswa untuk
belajar. Sumber belajar siswa yang terbatas akan menghambat siswa
dalam belajar.
Bimo Walgito (2010: 146) menyatakan bahwa faktor lingkungan
memegang peranan penting dalam proses belajar. Faktor lingkungan
yang perlu diperhatikan dalam proses belajar siswa adalah tempat
belajar, alat-alat belajar, suasana, waktu, dan pergaulan.
a. Tempat belajar
Tempat belajar yang baik merupakan tempat yang tersendiri,
yang tenang, warna dinding tidak tajam, di dalam ruangan tidak ada
hal yang mengganggu perhatian, dan penerangan cukup.
b. Alat-alat belajar
Belajar tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya alat-
alat belajar yang lengkap. Proses belajar akan terganggu apabila
tidak tersedia alat-alat belajar. Semakin lengkap alat-alat
pelajarannya, maka siswa akan belajar dengan sebaik-baiknya.
Sebaliknya apabila alat-alat belajarnya tidak lengkap, maka proses
belajar akan terganggu.
c. Suasana
Suasana berhubungan erat dengan tempat belajar. Suasana
belajar yang baik akan memberikan motivasi yang baik dalam proses
belajar dan ini akan memberikan pengaruh yang baik pula terhadap
prestasi belajar siswa. Suasana yang tenang, nyaman, dan damai
akan mendukung proses belajar siswa.
d. Waktu
Pembagian waktu belajar yang tepat akan membantu proses
belajar siswa. Pembagian waktu yang dilakukan siswa dapat
membuat siswa belajar secara teratur.
e. Pergaulan
Pergaulan anak akan berpengaruh terhadap belajar anak.
Apabila anak dalam bergaul memilih dengan teman yang baik, maka
akan berpengaruh baik terhadap diri anak, dan sebaliknya apabila
anak bergaul dengan teman yang kurang baik, maka akan membawa
pengaruh yang tidak baik pada diri anak.
Dari penjelasan tersebut dapat dilanjutkan bahwa perubahan-
perubahan yang diakibatkan lingkungan dapat bersifat menetap dan
relatif permanen. Semakin kuat pengaruh lingkungan tersebut, maka
perubahan yang akan terjadi pada subjek belajar diprediksikan akan
semakin tinggi pula. Inilah kehebatan pengaruh lingkungan terhadap
perilaku seseorang. Untuk itu, akan sangat tidak bijak apabila seseorang
menampilkan peran lingkungan saja bagi perkembangan dan
pertumbuhan individu, terutama anak-anak. Setiap proses belajar selalu
menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai
sejauh mana hasil belajar yang telah dicapai. Jika dalam jangka waktu
tertentu seseorang telah menyelesaikan proses belajarnya, maka orang
tersebut dapat dikatakan berhasil.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan
belajar merupakan kondisi atau keadaan di sekitar lingkungan tempat
belajar siswa yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.
Kondisi lingkungan belajar di sekolah yang kondusif akan mendukung
kegiatan belajar dan siswa akan lebih mudah mencapai hasil belajar
yang maksimal.
Lingkungan belajar menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar. Beberapa ahli menggolongkan lingkungan belajar
menjadi beberapa bagian. Slameto (2012: 60) mengatakan,
“Lingkungan belajar menjadi tiga, yakni lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.” Berdasarkan
pendapat diatas maka lingkungan di kelompokan menjadi tiga. Adapun
kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1) Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang
ditemui oleh individu dan juga tempat pertama yang mempengaruhi
karakter individu tersebut. Adapun yang termasuk lingkungan
belajar dari keluarga adalah cara orang tua mendidik, relasi antara
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
Hasan Langgulung (1995: 346) menyatakan bahwa keluarga
adalah unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat dimana
hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya sebagian besar
bersifat hubungan-hubungan langsung. Keluarga merupakan
masyarakat alamiah yang pergaulan di antara anggotanya bersifat
khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan.
Disinilah pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan
tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya, artinya agar diketahui
dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Kartini Kartono (1992: 115-117) mengungkapkan bahwa
secara garis besar beberapa fungsi keluarga dalam mendewasakan
anak dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Fungsi protektif
Fungsi protektif yaitu fungsi yang melindungi dan menjaga
anak dari mara bahaya dan pengaruh buruk dari luar atau dalam
serta melindungi dari ketidakmampuan anak untuk bergaul dan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
b. Fungsi Biologis atau Prokreatif
Fungsi biologis yaitu fungsi yang semua kebutuhan
mencakup seluruh kebutuhan biologis antara lain melahirkan,
memelihara serta menjamin kesehatan dan pertumbuhan anak.
c. Fungsi Afektif
Fungsi afektif yaitu memberi kasih sayang, kehangatan,
kepercayaan, dan keakraban serta menumbuhkan emosi dan
sentimen positif terhadap diri anak dan menjaga dari hal-hal
yang bersifat negatif terhadap pertumbuhan diri anak.
d. Fungsi Rekreatif
Fungsi rekreatif yaitu menyajikan iklim keluarga yang intim,
hangat, ramah, santai serta tenang dan menyenangkan agar
seluruh anggota keluarga yang berada di rumah bisa betah
tinggal di dalam rumah.
e. Fungsi Ekonomis
Fungsi ekonomis maksudnya yaitu tercukupinya nafkah,
menjamin proses produksi dan konsumsi keluarga serta
tercukupinya biaya pendidikan terhadap anak.
f. Fungsi Sosialis
Fungsi sosialis maksudnya yaitu membina anak pada taraf
kedewasaan kemandirian, tanggung jawab, pengenalan nilai-
nilai moral dan melakukan tugas hidup sebagai manusia kreatif.
g. Fungsi Edukatif
Fungsi edukatif yaitu memperkenalkan anak pada norma
hukum, larangan, keharusan, kewajiban, dan norma peradaban
serta menjadi manusia budaya.
h. Fungsi Religius
Fungsi religius maksudnya yaitu mengajak anak dan semua
anggota keluarga untuk hidup dan suasana yang agamis yang
mempunyai keimanan yang kuat.
2) Lingkungan Sekolah
Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga turut
mempengaruhi siswa dalam belajar. Lingkungan sekolah
mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
Lingkungan sekolah adalah lembaga pendidikan formal terdapat
dimana kegiatan belajar mengajar berlangsung. Seorang pakar
dalam bidang pendidikan, Turshan Hakim (2003: 18) menyatakan
bahwa kondisi lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi
kondisi belajar antara lain adanya guru yang baik dalam jumlah
yang cukup memadai sesuai dengan jumlah bidang studi yang
ditentukan, peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung sekolah
yang memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya proses
pembelajaran yang baik, adanya teman dan keharmonisan diantara
semua personil sekolah.
Lebih lanjut Suhardan, D. (2010: 164) menyatakan bahwa
lingkungan belajar di sekolah meliputi:
a. Lingkungan fisik sekolah, seperti sarana dan prasarana belajar,
sumber-sumber belajar, dan media belajar.
b. Lingkungan sosial, menyangkut hubungan siswa dengan
teman-temannya dan siswa dengan guru-gurunya.
c. Lingkungan akademis, yaitu suasana sekolah dan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar dan berbagai kegiatan kurikuler.
Dari kedua pendapat di atas dapat dipahami bahwa terdapat tiga
jenis lingkungan belajar di sekolah yaitu lingkungan fisik,
lingkungan sosial, lingkungan akademis yang melibatkan siswa,
guru, sarana dan prasarana, sumber-sumber belajar, media belajar
hingga suasana belajar di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Berbagai hal tersebut terpengaruh terhadap kegiatan belajar dan
hasil belajar yang diperoleh siswa.
Lingkungan belajar siswa menurut Sonjia Poernomo (1990: 46)
di sekolah terdapat dua aspek pokok, yaitu:
a. Lingkungan Fisik Sekolah
Lingkungan fisik merupakan lingkungan belajar siswa yang
sangat penting. Peserta didik menginginkan belajar dalam
gedung dan perlengkapan fisik yang bagus serta dapat
dibanggakan, dengan demikian ada kesenangan untuk
bersekolah. Gedung sekolah dan perlengkapan fisik yang bagus
tidak hanya merupakan tempat belajar, akan tetapi merupakan
bagian penting dalam kehidupan peserta didik dimana dia
belajar, berolahraga, dan berkreasi. Adapun lingkungan fisik
meliputi sarana dan prasarana sekolah, kondisi bangunan dan
lokasi sekolah, fasilitas dan sarana umum.
b. Lingkungan Sosial Sekolah
Dalam mengikuti pendidikan di sekolah, peserta didik
menyesuaikan diri dengan lingkungan karena pada masa-masa
itu mulai timbul perkembangan kesadaran, kewajiban belajar
dan sebagainya. Perkembangan sosial anak itu tidak terjadi
dengan begitu saja, akan tetapi melalui tahap-tahap sampai ia
remaja. Oleh karena itu, tugas seorang guru harus bisa membina
siswa-siswanya di sekolah dengan lingkungan sekolah yang
baik. Adapun lingkungan sosial di sekolah meliputi :
1. Sikap dan Penampilan Guru
Faktor yang paling besar pengaruhnya dalam proses
pendidikan yang ada di sekolah adalah seorang guru, sehingga
guru di sini mempunyai andil yang sangat besar mengarahkan
anak didik dimana harus dibawa, oleh sebab itu sikap dan
penampilan seorang guru harus bisa menjadi panutan bagi anak
didiknya.
2. Sikap dan Perilaku Siswa
Slameto (67) menyatakan bahwa guru yang kurang
mendekati siswa dan kurang bijaksana, tidak akan melihat
bahwa di dalam kelas ada kelompok yang saling bersaing secara
tidak sehat dengan begitu jiwa kelas tidak terbina, bahkan
hubungan masing-masing siswa tidak tampak. Siswa
mempunyai sifat atau perilaku yang kurang menyenangkan
teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami
tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok,
akibatnya makin parah masalahnya dan akan mengganggu
belajarnya. Terlebih lagi ia menjadi malas untuk masuk sekolah
dengan alasan tertentu, karena di sekolah mengalami perlakuan
yang kurang menyenangkan dari teman-temannya. Jika hal ini
terjadi, segeralah siswa diberi pelayanan bimbingan dan
penyuluhan agar ia kembali ke dalam kelompoknya. Selain itu,
teman bergaul juga sangat berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku siswa. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh
baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul
yang buruk pasti akan mempengaruhi yang bersifat buruk juga.
Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlu diusahakan
agar siswa memiliki teman bergaul yang baik dengan
pembinaan yang baik dari guru di sekolah.
3) Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat juga mempengaruhi siswa belajar.
Lingkungan masyarakat mencakup kegiatan siswa dalam
masyarakat, media sosial, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat. Sebagai salah satu lingkungan terjadinya pendidikan,
masyarakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap
berlangsungnya segala kegiatan yang menyangkut masalah
pendidikan. Dilihat dari materi jelaslah bahwa kegiatan pendidikan
di masyarakat bersifat informal yang terdiri dari generasi muda
yang akan meneruskan kehidupan masyarakat itu sendiri, adapun
materi itu berupa kegiatan keagamaan, sosial serta kegiatan positif
lainnya. Oleh karena itu, bahan apa yang diberikan kepada anak
didik sebagai generasi tadi harus disesuaikan dengan keadaan dan
tuntutan masyarakat dimana kegiatan itu berlangsung. Pendidikan
dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan
secara langsung. Pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak
mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan dan pengalaman
sendiri dan keagamaan masyarakat, Ibid (180). Melalui pendidikan
inilah masyarakat mengajarkan bagaimana cara bertingkah laku
dalam hidup masyarakat.

3. Pembinaan
Menurut Mitha Thoha (2007:2007), pembinaan adalah suatu
tindakan, proses, hasil, atau pernyataan yang lebih baik. Dalam hal ini
menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan pertumbuhan, evolusi atas
berbagai kemungkinan, berkembang atau peningkatan atas sesuatu.
Sedangkan Ivancevich (2008: 46), mendefinisikan pembinaan sebagai
usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya
sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera.
Selanjutnya sehubungan dengan definisi tersebut,
Ivancevich mengemukakan sejumlah butir penting yaitu, pembinaan
adalah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang
atau sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi.
Pembinaan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pembinaan
berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai
keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk
berhasil dalam pekerjaannya. Ada dua unsur dari definisi pembinaan
yaitu; 1) pembinaan itu bisa berupa suatu tindakan, proses, atau
pernyataan tujuan, dan 2) pembinaan bisa menunjukkan kepada
perbaikan atas sesuatu.
Pembinaan secara etimologi berasal dari kata bina. Pembinaan
adalah proses, pembuatan, cara pembinaan, pembaharuan, usaha dan
tindakan atau kegiatan yang dilakukan dengan baik. Dalam pelaksanaan
konsep pembinaan hendaknya didasarkan pada hal bersifat efektif dan
pragmatis, dalam arti dapat memberikan pemecahan persoalan yang
dihadapi dengan sebaik-baiknya, dan pragmatis dalam arti mendasarkan
fakta-fakta yang sesuai dengan kenyataan sehingga bermanfaat karena
dapat diterapkan dalam praktek.
Kamus Umum Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pengertian
pembinaan adalah suatu proses, peraturan, cara membina dan
sebagainya atau usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
berdaya guna dan berhasil untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Secara umum pembinaan disebut sebagai sebuah perbaikan terhadap
pola kehidupan yang direncanakan. Setiap manusia memiliki tujuan
hidup tertentu dan ia memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan
tersebut. Apabila tujuan hidup tersebut tidak tercapai maka manusia
akan berusaha untuk menata ulang pola kehidupannya.
Dari pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pembinaan
adalah upaya yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur
dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan,
membimbing, mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah
ada agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka
pembentukan ke arah yang lebih maju, serta mendapatkan pengetahuan
dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup.

4. Mutu Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah ukuran baik
buruk suatu benda, keadaan, taraf, atau derajat (kepandaian, kecerdasan,
dan sebagainya) menurut pendapat lain mutu adalah gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan
kemampuan dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang
tersirat. Mutu pembelajaran merupakan hal pokok yang harus dibenahi
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, dalam hal ini guru menjadi
titik fokusnya.
Pandangan Zamroni (2007; 2) dikatakan bahwa peningkatan mutu
sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang
berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar target sekolah dapat dicapai
dengan lebih efektif dan efisien. Adapun manfaat mutu pembelajaran
menurut Usman (2008; 481) bagi dunia pendidikan; (a) meningkatkan
pertanggung jawaban (akuntabilitas) sekolah kepada masyarakat atau
pemerintah yang telah memberikan semua biaya kepada sekolah, (b)
menjamin mutu lulusannya, (c) bekerja lebih professional, dan (d)
meningkatkan persaingan yang sehat.
Berkaitan dengan pembelajaran yang bermutu, Pudji Muljono
(2008:29) menyebutkan bahwa konsep mutu pembelajaran mengandung
lima rujukan, yaitu:
1) Kesesuaian, meliputi indikator sebagai berikut, sepadan dengan
karakteristik peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat
maupun perorangan, cocok dengan kebutuhan masyarakat,
sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan
zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan nilai baru dalam
pendidikan.
2) Daya tarik, pembelajaran yang bermutu juga harus
mempunyai daya tarik yang kuat, indikatornya meliputi; (a)
kesempatan belajar yang tersebar karena mudah dicapai dan
diikuti, (b) isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah
diolah sedemikian rupa, (c) keterandalan yang tinggi terutama
karena kinerja lembaga dan lulusannya yang menonjol, (d)
keanekaragaman sumber, baik yang dengan sengaja
dikembangkan maupun yang sudah tersedia kemudian dapat
dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar, dan (e)
suasana yang akrab hangat dan merangsang pembentukan
kepribadian peserta didik.
3) Efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya
tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam
mengelola suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian
ini mengandung ciri: bersistem (sistematik) yang dilakukan
secara teratur, konsisten atau berurutan melalui tahap
perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan
penyempurnaan. Sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar
dan kebutuhan pembelajar, kejelasan akan tujuan dan
selanjutnya dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak
dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan
(peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah).
4) Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan
antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil
yang diperoleh atau dapat dikatakan sebagai mengerjakan
sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung meliputi; (a)
merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model mengacu
pada kepentingan, (b) poin kedua yaitu kebutuhan kondisi
peserta didik dengan pengorganisasian kegiatan belajar dan
pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar
belakang diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya
dengan pembagian tugas seimbang, serta pengembangan dan
pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan, (c)
pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang
merupakan penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarak
jauh dan pembelajaran terbuka yang tidak mengharuskan
pembangunan gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang
digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah mengembangkan
berbagai faktor internal maupun eksternal (sistemik) untuk
menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan
yang paling menguntungkan.
5) Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang
memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih
banyak. Produktivitas pembelajaran dapat mengandung arti
perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan mengingat
ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam
proses pembelajaran (dengan menggunakan berbagai macam
sumber belajar), peningkatan intensitas interaksi peserta didik
dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya dalam kegiatan
belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih
baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan
lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan
berkurangnya angka putus sekolah.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa


peningkatan mutu pembelajaran yaitu suatu rangkaian proses kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan oleh pendidik dan peserta didik untuk
memperbaiki kualitas atau mutu dari pembelajaran tersebut secara terus
menerus dengan tujuan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan
efisien, guna memberi nilai tambah pada hasil lulusan dari suatu lembaga
pendidikan.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian terdahulu yang relevan sebagai uraian sistematis tentang
keterangan yang dikumpulkan dan beberapa pustaka yang ada hubungannya
dengan penelitian ini, untuk mendukung telaah yang lebih mendalam serta
komprehensif. Dalam hal ini, peneliti melakukan kajian yang memiliki
relevansi dengan topik yang akan diteliti. Beberapa penelitian yang relevan
dengan penelitian ini, diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2015)
Penelitian berjudul Persepsi dan Pengetahuan Guru tentang Display
Kelas di Sekolah Dasar. Tujuan dari penelitian tersebut untuk
menggambarkan persepsi guru tentang display kelas dan implementasi
display kelas. Metode yang digunakan adalah dengan metode survey
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian
Yuwono tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang
lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel lain. Oleh
karena itu, Yuwono berusaha mendeskripsikan persepsi dan
pengetahuan guru tentang display kelas memiliki persepsi pada kategori
baik dengan skor rata-rata 4,1. Kemudian pengetahuan guru terkait
display kelas dapat dikatakan kurang sekali, hal tersebut berdasarkan
skor rata-rata yaitu 49,54. Sedangankan implementasi display kelas di
sekolah dasar dikatakan cukup, hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil
analisis angket yaitu diperoleh skor rata-rata sebesar 0,61.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmadyanti (2017)
Penelitian dengan judul Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kelas
Melalui Manajemen Display Kreatif Bagi Kelompok Kerja Guru SD
Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Tujuan dari penelitian ini untuk
membangun motivasi, pemahaman, dan keterampilan guru Sekolah
Dasar dalam merancang, membuat, dan mengelola display kelas yang
kreatif. Hal yang mendasari penelitian ini yaitu akibat banyaknya guru
yang belum memahami teknik dan bentuk pengelolaan display kelas
yang kreatif. Hakikat Kurikulum 2013 yang berbasis tema ini juga
memungkinkan guru untuk mengkreasikan pembelajaran sesuai tema,
baik melalui materi yang disampaikan maupun melalui desain kelas.
Penelitian dilakukan dengan multi metode, sehingga memungkinkan
peserta mendapatkan tantangan dalam mengikuti kegiatan. Hasil
kegiatan berupa berbagai bentuk display kelas yang menunjukkan
antusias guru dalam merancang dan membuat display kelas yang kreatif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Syadiah (2017)
Penelitian berjudul Efektivitas Pembelajaran Menggunakan Media
Display Materi Permasalahan Lingkungan Hidup dan
Penanggulangannya Siswa Kelas VIII SMP N 10 Semarang Tahun
Ajaran 2016/2017. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektivitas pembelajaran menggunakan display materi permasalahan
lingkungan hidup dan penanggulangannya dilihat dari aktivitas siswa,
tujuan selanjutnya yaitu mengetahui efektivitas pembelajaran
menggunakan display materi permasalahan lingkungan hidup dan
penanggulangannya dilihat dari respon siswa, dan mengetahui
efektivitas pembelajaran menggunakan display materi permasalahan
lingkungan hidup dan penanggulangannya dilihat dari hasil belajar
siswa. Penelitian ini merupakan penelitian Pre Experiment Design
dengan desain penelitian One Group Pretest and Posttest. Teknik
pengambilan data menggunakan lembar angket, observasi, tes, dan
dokumentasi. Sedangkan analisis data menggunakan analisis deskriptif
presentase, uji t-test sampel berkorelasi dan uji gain. Hasil penelitian ini
yaitu aktivitas belajar siswa kelas eksperimen mendapat nilai 73%
dengan kriteria aktif. Respon siswa kelas eksperimen mendapat nilai 81%
dengan kriteria baik. Nilai rata-rata pretest siswa kelas kontrol yaitu
66,89 dan kelas eksperimen yaitu 65,73. Syadiah mengungkapkan
bahwa sekolah perlu melengkapi sarana dan prasarana sebagai tempat
untuk mendukung guru dalam mendisplay dan display kelas harus
dikelola agar tidak menjadi sampah display. Cara yang bisa dilakukan
antara lain disimpan dalam gudang jika sudah lewat materi yang telah
di ajarkan, dibuat pameran produk, dikembalikan kepada siswa, atau
menjadi sampel untuk sekolah lain yang membutuhkan.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana (2015)
Penelitian ini berjudul Pengaruh Lingkungan Sekolah Terhadap
Motivasi Belajar Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Daerah Binaan I
Kecamatan Limpung Kabupaten Batang. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh lingkungan sekolah terhadap
motivasi belajar siswa kelas V. Penelitian dilakukan di sepuluh Sekolah
Dasar di daerah Binaan I yaitu SD N Sempu, SD N Dlisen 01, SD N
Dlisen 02, SD N Rowosari, SD N Pungangan 01, SD N Pungangan 02,
SD N Kalisalak 01, SD N Kalisalak 02, SD N Kalisalak 03, dan SD N
Babadan 02. Penelitian ini menggunakan metode survey. Teknik yang
digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik Proporsional
Random Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar
angket, observasi dan dokumentasi. Perhitungan pengujian hipotesis
menggunakan bantuan program SPSS versi 22. Teknik pengujian
hipotesis menggunakan analisis regresi, sebelum dilakukan uji analisis
maka dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan cara uji One
Sample Kolmogorov-Smirnov dan uji linieritas serta uji analisis korelasi.
Pengujian hipotesis dengan taraf signifikansi 5% diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh lingkungan sekolah terhadap
motivasi belajar siswa. Ditunjukkan oleh hasil R sebesar 0,799 dan
koefisien determinasi (R2) 63,9% nilai probabilitas 0,000 ≤ 0,05 (Sig.)
Hal ini menunjukkan bahwa 63,9% motivasi belajar dipengaruhi oleh
lingkungan sekolah. Sedangkan 36,1% dipengaruhi oleh faktor lain
yang tidak dibahas dalam penelitian. Oktaviana mengungkapkan bahwa
hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi bagi para guru dan
seluruh pihak sekolah agar dapat menciptakan kondisi lingkungan yang
kondusif bagi peserta didik.
Mengacu pada keempat hasil penelitian diatas, maka relevan sekali
terhadap penelitian yang peneliti lakukan dengan judul “Aransi Kelas
Sebagai Lingkungan Belajar yang Menarik Dalam Rangka Pembinaan Mutu
Pembelajaran Pada Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01” karena dengan
penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan referensi bagi peneliti
juga teman sejawat untuk mengaransi kelas agar menjadi menarik, sehingga
mutu pembelajaran dan kualitas mengajar guru di Sekolah Dasar Negeri
Kedungpane 01 nantinya diharapkan dapat meningkat dengan baik.
C. Kerangka Berpikir
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan guru di Sekolah Dasar
Negeri Kedungpane 01 yang masih mengalami kesulitan dalam membuat
lingkungan belajar yang menarik dalam rangka pembinaan mutu
pembelajaran di sekolah. Berdasarkan indentifikasi permasalahan diatas,
peneliti tertarik meneliti bagaimana kualitas mengajar guru di Sekolah
Dasar Negeri Kedungpane 01.
Guru mempunyai peranan penting untuk menciptakan suasana kelas
yang menarik minat dan aktivitas belajar siswa agar proses pembelajaran
dapat bermakna. Aransi kelas merupakan kesan pertama yang ditangkap
siswa terhadap ruang kelas dan guru sangat berperan dalam menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan. Oleh karena itu, penggunaan aransi
kelas dibutuhkan dalam pembelajaran, dalam hal ini aransi kelas yang
dimaksud adalah display kelas. Berdasarkan yang dikemukakan pada latar
belakang masalah, guru masih melaksanakan pembelajaran dengan suasana
kelasyang monoton, belum ada variasi dalam kegiatan belajar mengajar,
serta kurangnya keahlian guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang
dapat menarik minat siswa menjadi salah satu faktor yang membuat guru
lebih banyak mengajar dengan metode konvensional atau ceramah. Selain
itu, ruangan kelas baik di kelas IV, V, dan VI display kelas atau aransi
kelasnya belum dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran. Pada
penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana kualitas mengajar guru
dengan aransi kelas, faktor apa saja yang mempengaruhi aransi kelas dapat
meningkatkan aktifitas proses mengajar guru, dan apakah dengan aransi
kelas dapat menjadikan barometer kerja sama antara guru dan siswa di
Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01 Kota Semarang.
Rumusan Masalah
 Kesulitan guru membentuk lingkungan belajar yang menarik
 Guru belum memanfaatkan aransi kelas untuk kepentingan
pembelajaran.

Idenfikasi masalah
1. Mutu Pembelajaran yang masih kurang.
2. Kurangnya kreativitas dan variasi pembelajaran.
3. Aktifitas mengajar Guru masih rendah.
4.

Lingkungan belajar yang menarik: Faktor kualitas mengajar:


1. Aransi kelas 1. Faktor Pendukung
2. Kelas yang bersih 2. Faktor Penghambat
3. Lingkungan yang nyaman

Penelitian deskriptif kualitatif

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian
merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam melakukan suatu
penelitian, karena pada dasarnya metode penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
pendekatan dan jenis data yang digunakan, penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian kualitatif sehingga akan menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata. Data yang dianalisis di dalamnya berbentuk deskriptif dan tidak
berupa angka-angka seperti halnya pada penelitian kuantitatif. Menurut
Arikunto (1998:309) penelitian kualitatif dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu
keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian itu dilakukan. Oleh
karena itu, penelitian kualitatif mampu mengungkap fenomena-fenomena
pada suatu subjek yang ingin diteliti secara mendalam. Sedangkan
penelitian kualitatif menurut Sukmadinata (2007:60) yaitu suatu penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang
secara individu maupun kelompok. Dalam penelitian ini digunakan sebuah
pendekatan yang dikenal dengan pendekatan kualitatif.
Creswell menyatakan penelitian kualitatif sebagai suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden
dan melakukan studi pada situasi yang alami. Penelitian kualitatif
merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu
agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu, landasan
teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar
penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat
penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen kunci.
Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas
agar dapat bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi objek yang diteliti
menjadi lebih jelas. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas,
mengetahui makna yang tersembunyi untuk memahami interaksi sosial,
mengembangkan teori, memastikan kebenaran data dan meneliti sejarah
perkembangan (Noor, 2011: 35).

B. Setting Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01
dengan sasaran penelitian yaitu guru kelas IV, V, dan VI. Karena
sekolahan tersebut ditemukan permasalahan kualitas mengajar guru
yang masih kurang. Alasan mengambil tempat penelitian di Sekolah
Dasar Negeri Kedungpane 01, karena sebelumnya sudah melakukan
observasi dan wawancara kepada guru kelas IV dan mendapati sebuah
permasalahan yang terjadi pada kelas tinggi. Dalam hal ini, peneliti
ingin mengetahui kualitas mengajar guru di sekolah tersebut, faktor apa
saja yang mempengaruhi aransi kelas agar dapat meningkatkan aktifitas
mengajar guru di kelas tinggi, kemudian peneliti ingin mengetahui
bagaimana aransi kelas dapat dijadikan barometer kerja sama antara
guru dan siswa di sekolah.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini yaitu guru kelas IV, V, dan VI. Guru
berperan besar dalam proses pembelajaran di sekolah, terutama
bagaimana kualitas mereka dalam melakukan pembelajaran. Peneliti
melakukan observasi dengan guru kelas IV,V, dan VI untuk mengetahui
kualitas mengajar guru, faktor apa saja yang mempengaruhi aransi kelas
agar dapat meningkatkan aktifitas mengajar guru di kelas tinggi, dan
ingin mengetahui bagaimana aransi kelas dapat dijadikan barometer
kerjasama antara guru dan siswa di Sekolah Dasar Negeri Kedungpane
01.

C. Data, Sumber Data, dan Instrumen Penelitian


1. Data
Data adalah informasi empiris dan dokumentatif yang didapatkan oleh
peneliti saat di lapangan sebagai pendukung konstruksi ilmu secara
ilmiah dan akademis (Sugiyono, 2015: 4). Data merupakan serangkaian
hasil pemerolehan peneliti baik berupa transkip maupun dalam bentuk
angka (Sidiq, Umar, 2019: 108).
Dari beberapa pendapat di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
data merupakan sebuah informasi dan dokumentasi yang diperoleh
peneliti ketika terjun di lapangan serta data yang didapatkan dapat
berupa transkip maupun angka. Data yang terkait dengan penelitian ini
adalah semua informasi yang diperoleh dapat berupa transkip maupun
angka yang berkaitan dengan pelaksanaan, faktor-faktor pendukung,
dan faktor-faktor penghambat dari aransi kelas di Sekolah Dasar Negeri
Kedungpane 01 Semarang.
2. Sumber Data
Sumber data dalam peneliti dibedakan menjadi dua yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder. Menurut Sugiyono (2016: 308-309)
sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data, dan sumber data sekunder merupakan sumber
data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen. Sumber data primer
dalam penelitian ini yaitu kuisioner, wawancara, dan observasi yang
dibagikan langsung kepada peneliti yang berisi beberapa pertanyaan
tentang aransi kelas. Hasil kuisioner diperoleh dari kepala sekolah, guru
kelas IV, V, dan VI. Sedangkan sumber data sekunder pada penelitian
ini yaitu dokumentasi.
Data yang diperoleh peneliti yaitu bagaimana kualitas mengajar guru
di sekolah, kemudian faktor apa saja yang mempengaruhi aransi kelas
agar dapat meningkatkan aktifitas mengajar guru di kelas tinggi, dan
bagaimana aransi kelas dapat dijadikan barometer kerja sama antara
guru dan siswa di sekolah.
3. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2016: 305-306) menjelaskan bahwa dalam penelitian
kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu
sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi
seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang
selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai
instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian
kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan
peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik
maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri,
melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode
kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti,
serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.
Instrumen bantu pada penelitian ini adalah pedoman observasi,
pedoman wawancara, lembar kuesioner (angket), serta dokumentasi
untuk mengumpulkan data tentang peningkatan kualitas mengajar,
aktifitas mengajar dan barometer kerja sama antara guru dan siswa
dalam mengaransi kelas pada Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01.

D. Prosedur Pengumpulan Data


Sugiyono (2016: 308) menyatakan bahwa teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah dengan mendapatkan data. Tanpa mengetahui
teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan.
Prosedur pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam
melakukan penelitian ini adalah :
1. Observasi
Observasi atau yang sering disebut dengan pengamatan meliputi
kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera. Dalam penelitian ini observasi
dilakukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan aransi kelas sebagai
lingkungan belajar yang menarik dapat meningkatkan mutu
pembelajaran. Observasi dilakukan peneliti dengan bertanya kepada
guru kelas untuk mencari bukti data berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran dengan aransi kelas di Sekolah Dasar Negeri Kedungpane
01.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang
memberikan jawaban atas pernyataan itu (Lexy J. Moeloeng, 2010: 186).
Ciri utama wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka
antara pencari informasi dan sumber informasi. Dalam wawancara
sudah disiapkan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan tetapi muncul
berbagai pertanyaan lain saat meneliti.
Melalui wawancara inilah peneliti menggali data, informasi, dan
kerangka keterangan dari subyek penelitian. Peneliti melakukan
wawancara kepada kepala sekolah, dan guru yang bertujuan untuk
mengetahui bagamana pelaksanaan pembelajaran dengan aransi kelas
serta faktor pendukung maupun penghambat yang mempengaruhi
peningkatan aktifitas pengajaran guru.
3. Kuesioner (Angket)
Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui
formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara
tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan
jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti
(Mardalis, 2008: 66).
Penelitian ini menggunakan angket atau kuesioner, daftar
pertanyaannya dibuat secara berstruktur dengan bentuk pertanyaan
pilihan berganda (multiple choice questions) dan pertanyaan terbuka
(open question). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang
aransi kelas. Kuesioner diberikan kepada kepala sekolah, dan guru kelas
IV, V, dan VI. Kuesioner tersebut berisi 11 butir pernyataan pilihan
berganda dengan rentang skor 1-4 untuk Kepala Sekolah dan 12
pernyataan pilihan berganda dengan rentang skor 1-4 untuk guru.
Validasi kuesioner juga dilakukan terhadap kesesuaian setiap butir soal
yang akan di ujicobakan dengan indikator.
4. Dokumentasi
Penggunaan dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai
sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan
(Lexy J. Dokumentasi adalah sebuah teknik pengumpulan data yang
tidak langsung ditunjukkan kepada subjek penelitian. Dokumen yang
diteliti dapat berupa dokumen resmi seperti surat putusan, surat instruksi,
sementara dokumen tidak resmi seperti surat nota dan surat pribadi yang
dapat memberikan informasi pendukung terhadap suatu peristiwa (Sidiq,
Umar, 2019: 73).

E. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2013: 368) menyatakan bahwa pengujian
keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang pengamatan,
meningkatkan ketekunan, triangulasi, analisis kasus negatif, menggunakan
bahan referensi, dan mengadakan pengecekan anggota. Peneliti melakukan
pengecekan keabsahan data menggunakan poin meningkatkan ketekunan,
dan triangulasi. Untuk lebih rinci peneliti menguraikan sebagai berikut :
1. Meningkatkan ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara
cermat dan berkesinambungan. Melalui cara tersebut maka kepastian
data dan urutan peristiwa tersebut dapat direkam secara pasti dan
sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat melakukan
pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau
tidak. Peneliti dapat meningkatkan ketekunan dengan cara membaca
berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi yang
terkait dengan temuan yang diteliti. Diharapkan wawasan peneliti akan
semakin luas dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa
data yang ditemukannya untuk memastikan bahwa data yang ditemukan
itu benar dapat dipercaya atau tidak. Demikian juga dengan
meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi
data yang akurat dan sistematis tentang apa yang telah diamatinya. Di
dalam melakukan peningkatan ketekunan, peneliti menggunakan cara
membaca dan meneliti kembali data-data yang telah didapat selama
penelitian yang berupa data yang diperoleh melalui wawancara, angket,
dan dokumen lain yang mendukung untuk memperoleh kepastian data
agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan analisis data.
2. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas dapat diartikan sebagai
pengecekan data yang didapat dari berbagai sumber dengan cara apapun,
dan berbagai waktu. Triangulasi terbagi dalam tiga macam yaitu
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi
waktu. Teknik triangulasi data, merupakan teknik pemeriksaan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekkan atau sebagai pembanding data yang diperoleh (Moleong,
2014: 32).
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Sedangkan triangulasi sumber adalah untuk mendapatkan data dari
sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Triangulasi yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik,
yang berarti menggunakan pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan
pedoman wawancara, lembar kuesioner, dan dokumentasi untuk sumber
data yang sama secara serempak.

F. Metode Analisis Data


Menurut Sugiyono (2016: 244) analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain.
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2016: 246-252) menjelaskan
bahwa dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction (reduksi data), data
display (penyajian data), dan data conclusion drawing/verification
(kesimpulan).
Dalam analisis data, peneliti menggunakan interactive model yang
unsur-unsurnya meliputi data reduction, data display, dan data conclusion
drawing/verification. Alur teknik analisis data pada penelitian ini dapat
dilihat seperti gambar berikut.

Data Collection Data Display

Data Conclusion
Reduction
Drawing/Verification
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Data) Menurut
Miles dan Huberman

Berikut ini merupakan tahap-tahap dalam analisis data antara lain:


a. Data Collection (Pengumpulan Data)
Pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti melakukan
pengumpulan data yang bersumber dari hasil pengamatan peneliti
selama melakukan penelitian diantaranya pengamatan aransi kelas,
wawancara kepada kepala sekolah, wawancara guru kelas IV, V, dan VI,
pemberian angket kepada kepala sekolah, dan pemberian lembar angket
kepada guru.
b. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
mengumpulkan data selanjutnya.
Dalam tahap reduksi data, peneliti merangkum dan memilih data yang
telah diperoleh. Pemilihan data ditujukan untuk memfokuskan pada hal-
hal penting yang berhubungan dengan aransi kelas. Peneliti
menyederhanakan data yang telah dipilih kemudian membuat ringkasan
singkat.
c. Data Display (Penyajian Data)
Peneliti yang telah mereduksi data kemudian melakukan penyajian
data. Penyajian data dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Peneliti
menyusun data yang telah diperoleh mengenai aransi kelas, kemudian
peneliti menyusun data-data tersebut berupa deskripsi dan bagan
sebagai panduan untuk menarik kesimpulan.
d. Conclusion Drawing/verification (Verifikasi dan Penegasan
Kesimpulan)
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti berdasarkan hasil
observasi, wawancara, dan lembar kuesioner yang sudah direduksi
disajikan dengan cara yang mudah dipahami, maka dapat ditarik
kesimpulan berdasarkan data-data tersebut.

G. Tahapan Penelitian
Menurut Moleong dalam Sidiq, Umar (2019: 24-38) menyatakan
bahwa ada tiga tahap dalam kegiatan penelitian yang harus dilakukan oleh
peneliti yaitu tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap
analisis data. Untuk penjelasan lebih lanjut, peneliti menjelaskan sebagai
berikut:
1) Tahap Pra-lapangan
Tahap pra-lapangan merupakan tahap awal sebelum penelitian. Pada
tahap ini, peneliti akan menentukan obyek penelitian serta merancang
penelitian yang dilakukan. Tahapan ini meliputi: menyusun rancangan
penelitian, menentukan obyek penelitian (tiga episode), dan menyiapkan
perlengkapan penelitian. Peneliti memilih lapangan penelitian
berdasarkan fokus dan masalah penelitian. Sebelumnya peneliti
melakukan observasi di Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01 dan
menyakinkan bahwa permasalahan yang akan diteliti bukan hanya
dugaan dari peneliti melainkan memang terjadi di Sekolah Dasar Negeri
Kedungpane 01. Peneliti mengurus perizinan dengan meminta izin
kepada Kepala Sekolah untuk melaksanakan penelitian. Penjajakan
lapangan yang dilakukan oleh peneliti dilakukan dengan datang ke
Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01 untuk mengenali lingkungan
sosial, fisik, dan keadaan alam yang ada di sekolah, selain itu tujuan dari
penjajakan lapangan bertujuan untuk mempersiapkan diri dan
mempersiapkan perlengkapan sebelum penelitian dilaksanakan. Peneliti
memilih kepala sekolah, guru kelas IV, V, dan VI sebagai informan saat
penelitian berlangsung. Perlengkapan yang akan disiapkan oleh peneliti
antara lain mencangkup, perlengkapan fisik seperti lembar observasi,
lembar wawancara, angket, dan surat izin mengadakan penelitian.
2) Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap pekerjaan lapangan yaitu dimana peneliti terjun langsung ke
lapangan yang bertujuan untuk melakukan penelitian. Pada saat
penelitian berlangsung, tahap pekerjaan lapangan disini meliputi:
memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan
berperan serta dalam mengumpulkan data, yakni dengan cara observasi,
dokumentasi, angket, dan wawancara dengan narasumber yaitu kepala
sekolah dan guru. Dalam hal memasuki lapangan peneliti akan dengan
aktif mencari informasi di Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01
mengenai kualitas guru dalam mengajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas mengajar di kelas IV, V, dan VI. Peneliti akan
membagikan lembar kuesioner atau angket yang nantinya akan dibagikan
kepada kepala sekolah dan guru kelas IV, V, dan VI. Angket tersebut
berisi tentang bagaimana aransi kelas dapat meningkatkan kualitas
mengajar guru, faktor apa saja yang dapat mempengaruhi peningkatan
aktifitas mengajar guru dan barometer kerja sama antara guru dan siswa
dalam mengaransi kelas pada Sekolah Dasar Negeri Kedungpane 01.
3) Tahap Analisa Data
Tahap setelah penelitian atau analisis data yang meliputi mengolah
data yang kemudian dianalisis, sebelum proses analisis dilakukan yaitu
langkah pertama yaitu dengan mengumpulkan data dan dokumen.
Setelah data-data terkumpul tahap selanjutnya akan direduksi dengan
mengelompokkan data untuk memudahkan analisis. Data yang sudah
dikelompokkan selanjutnya disajikan ke dalam bentuk naratif untuk
memudahkan mengetahui informasi yang terjadi dilapangan dan untuk
menarik sebuah kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai