Anda di halaman 1dari 33

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

Menurut Pitirim Sorokin, sosiologi merupakan suatu ilmu yang


mempelajari tentang :

1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antar aneka macam gejala-gejala


sosial
2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala-gejala sosial dan non
sosial
3. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial
(Soekanto, 1990 : 20).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji masalah yang ada dengan

pendekatan sosiologis. Untuk mengkaji bentuk perubahan perilaku masyarakat

Jawa dalam penyelenggaraan resepsi pernikahan, peneliti menggunakan teori

Behavioral Sosiology yang diperkenalkan oleh B.F Skinner. Sedangkan untuk

mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat

Jawa dalam penyelenggaraan resepsi pernikahan, peneliti menggunakan

konsep fungsi dan disfungsi serta pola-pola adaptasi milik Robert K. Merton.

Teori merupakan asas, konsep dasar dan pendapat yang telah menjadi hukum

umum sehingga dipergunakan untuk membahas suatu peristiwa atau fenomena

dalam kehidupan manusia. Sebuah teori adalah seperangkat konstruk atau

konsep, batasan, dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis

commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antara variabel dengan

tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena itu (Kerlinger, 2004:16-17).

Behavioral sosiology diperkenalkan oleh B.F Skinner. Teori ini

dibangun dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip psikologi perilaku ke

dalam sosiologi. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara

akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan

tingkahlaku aktor. Akibat-akibat tingkah laku diperlakukan sebagai variabel

independen yang berarti bahwa teori ini berusaha menerangkan tingkah laku

yang terjadi melalui akibat-akibat yang mengikutinya kemudian. Secara

metafisik ia mencoba menerangkan tingkah laku yang terjadi di masa

sekarang melalui kemungkinan akibatnya yang terjadi di masa yang akan

datang. Yang menarik perhatian behavioral sosiology adalah hubungan

historis antara akibat tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan aktor dengan

tingkah laku yang terjadi sekarang. Akibat dari tingkah laku yang terjadi di

masa lalu mempengaruhi tingkah laku yang terjadi di masa sekarang. Dengan

mengetahui apa yang diperoleh dari suatu tingkah laku nyata di masa lalu akan

dapat diramalkan apakan seseorang aktor akan bertingkah laku yang sama

dalam situasi sekarang (Ritzer, 2010 : 73).

Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi

melalui interaksi dengan lingkungannya ini akan menimbulkan perubahan

tingkah laku. Menurutnya, respon yang diterima seseorang merupakan bagian

dari stimulus-stimulus yang saling berinteraksi dan berpengaruh terhadap

respon yang dihasilkan. Respon respon yang diberikan kemudian akan


commit to user

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memiliki konsekuensi-konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi

munculnya perilaku. Dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar

harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya. Selain

itu, memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi

yang mungkin timbul akibat respon tersebut juga diperlukan. Skinner

mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental

sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya

masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian

seterusnya (Slavin, 2000).

Diantara hubungan stimulus dan respon terdapat suatu proses yang

dinamakan proses interpretasi sebagai penengah dari stimulus dan respon.

Dalam kajian interaksionisme simbolik melihat bahwa dalam interpretasi

proses tanda diri (self-indication) sangat diperlukan. Pada proses ini, individu-

individu meninggalkan stimulus tertentu pada mereka dan kemudian

menafsirkan penampilan stimulus untuk mereka itu. Self indication merupakan

proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu,

menilainya, memberi makna dan memutuskan bertindak atas nama makna itu.

Blumer menyatakan bahwa hubungan social tidak barang sekali jadi,

melainkan dibentuk dengan interpretasi-interpretasi para aktor yang

mengambil makna didalamnya ( Susilo, 2008 : 166).

Bagi Blumer, interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis yang

meliputi : pertama manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-

makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. kedua, makna tersebut berasal
commit to user

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dari interaksi social seseorang dengan orang lain. Ketiga, makna-makna

tersebut disempurnakan di saat proses interaksi social berlangsung (Poloma,

2010 : 258).

Proses interpretasi yang menjadi penengah antara stimulus dan respon

menempati posisi kunci dalam teori interaksionisme simbolik. Menurut

Blumer, tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan

orang lain, tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan

orang lain itu. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan simbol-

simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami

maksud dari tindakan masing-masing. Jadi dalam proses interaksi manusia itu

bukan suatu proses dimana adanya stimulus secara otomatis dan langsung

menimbulkan tanggapan atau respon. Tetapi antara stimulus yang diterima dan

respon yang terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses interpretasi oleh si aktor.

Jelas proses interpretasi ini adalah proses berpikir yang merupakan

kemampuan yang khas yang dimiliki manusia (Ritzer, 2010 : 52).

Adanya perubahan tidak terlepas dari faktor-faktor yang berpengaruh

didalamnya. Dengan adanya perubahan, masyarakat akan dituntut untuk

beradaptasi dengan perubahan yang ada. Untuk mengkaji faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat Jawa dalam penyelenggaraan

resepsi pernikahan, peneliti menggunakan konsep fungsi manifes dan fungsi

laten serta pola-pola adaptasi milik Robert K. Merton. Robert K. Merton

seorang pentolan teori ini berpendapat bahwa obyek analisa sosiologi adalah

fakta sosial seperti: peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial,


commit to user

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

organisasi kelompok, pengendalian sosial dan sebagainya. Hampir semua

penganut teori ini berkecenderungan untuk memusatkan perhatiannya kepada

fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial lain. Fungsi adalah akibat-

akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu

sistem. Oleh karena fungsi itu bersifat netral secara ideologis maka Merton

mengajukan pula satu konsep yang disebutnya dis-fungsi. Sebagaimana

struktur sosial atau pranata sosial dapat menyumbang terhadap pemeliharaan

fakta-fakta sosial lainnya, sebaliknya ia juga dapat menimbulkan akibat-akibat

yang bersifat negatif. Dari uraian di atas terlihat bahwa suatu pranata atau

institusi tertentu dapat fungsional bagi suatu unit sosial tertentu dan sebaliknya

dis-fungsional bagi unit sosial lain (Ritzer, 2010: 25-26).

Merton pun mengemukakan tentang gagasan nonfungsi, yang ia

definisikan sebagai konsekuensi yang tidak relevan bagi sistem tersebut.

Termasuk didalamnya adalah bentuk-bentuk sosial yang “masih bertahan”

sejak masa awal sejarah. Meskipun bentuk-bentuk tersebut mungkin

mengandung konsekuensi negatif atau positif di masa lalu, tidak ada efek

signifikan yang mereka berikan pada masyarakat sekarang (Ritzer dan

Goodman, 2008:269).

Konsep lain dari Merton yaitu mengenai sifat dari fungsi. Merton

membedakan atas fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifes (manifest)

adalah fungsi yang diharapkan (intended). Sedangkan fungsi laten adalah

sebaliknya yakni fungsi yang tidak diharapkan. Penganut teori fungsional ini

commit to user

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memang memandang segala pranata sosial yang ada dalam suatu masyarakat

tertentu serba fungsional dalam artian positif dan negatif (Ritzer, 2010:27).

Secara lebih lengkap dan lebih detail dalam social structures and system,

ada beberapa ciri dari fungsi manfest. Pertama, fungsi manifest adalah jelas,

milik public, ideologis, nyata, alamiah / tidak dibuat-buat, memiliki maksud

dan penjelmaan dari akal sehat. Kedua, fungsi manifest adalah tujuan atau

penjelasan aktor dalam struktur yang berguna untuk menilai atau menjelaskan

fakta social, kelompok atau peristiwa. Sedangkan fungsi laten itu adalah

unintended and unrecognized consequences of the same order (Susilo, 2008 :

216)

Selain konsep diatas, Merton juga menjelaskan tipe-tipe adaptasi yang

dilakukan oleh individu dalam masyarakat yang menghasilkan budaya yang

dikenal dengan konsep pola-pola adaptasi. Pada konsep ini ada lima tipologi

cara adaptasi individu, meliputi :

1. Conformity

Conformity merupakan sikap menerima tujuan budaya dengan cara

mengikuti tujuan dengan cara yang sudah ditentukan oleh masyarakat.

Menurut Kelman, conformity merupakan jenis pengaruh social yang

melibatkan perubahan keyakinan atau perilaku untuk menyatu dengan

kelompok. Perubahan ini merupakan respon terhadap suatu tekanan nyata

(dorongan masyarakat) dan tekanan tidak nyata (Merton, 1968 : 193).

Adanya pembentukan dan perubahan perilaku yang terjadi pada

individu terbagi dalam tiga tahap, meliputi :


commit to user

14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Complience adalah tahap yang sangat awal dalam pembentukan dan

perubahan perilaku. Pada tahap ini individu mengikuti perilaku

masyarakat meskipun ia tidak menyetujuinya.

b. Identification yaitu perubahan perilaku yang terjadi ketika individu

melihat orang lain disekitarnya dan terpengaruh oleh perilaku orang

lain tersebut.

c. Internalization adalah proses penerimaan perilaku positif oleh individu

karena ia merasa sesuai dengan tata-nilai kehidupan yang berlaku.

(Kelman, 1958 : 53)

2. Innovation

Innovation merupakan sikap individu dalam menerima tujuan yang

sesuai dengan nilai budaya tetapi tanpa diimbangi internalisasi norma

institusi.

3. Ritualism

Ritualism merupakan sikap menerima cara-cara yang digunakan

dalam kebudayaan setempat, tetapi menolak tujuan-tujuan dari

kebudayaan tersebut. Ritualism ini berpegang teguh pada kaidah-kaidah

yang berlaku, tetapi nilai sosial budaya yang ada dikorbankan.

4. Retreatism

Retreatism merupakan penolakan terhadap tujuan maupun cara-cara

dalam mencapai tujuan yang telah menjadi bagian dari kehidupan

masyarakat maupun lingkungan sosialnya.

5. Rebellion
commit to user

15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rebellion merupakan sikap menolak sarana dan tujuan-tujuan yang

diakui oleh kebudayaan dalam masyarakat setempat. Tujuan tersebut

kemudian digantikan dengan tujuan yang baru.

(Merton, 1968 : 193)

B. Batasan Konsep

Dalam sebuah penelitian konsep sangat penting agar dapat membangun

teori. Sebuah teori dapat dibangun apabila telah ada pemahaman dengan baik

tentang konsep-konsep analitis serta diketahui cara penerapannya dalam

penelitian (Putra, 2001:6). Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan

dikemukakan tiga konsep yang mendukung yaitu konsep-konsep perubahan

perilaku, masyarakat Jawa dan resepsi pernikahan.

1. Perubahan Perilaku

Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar

maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa

tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan

tindakan). (Sarwono, 1997 :1)

BF Skinner menjelaskan dalam sosiologi perilaku ( behavioral

sociology- ) yaitu tingkah laku diulang bila aktor mendapat suatu ganjaran

yang membawa pengaruh berupa imbalan ( reward ) sedangkan tingkah


commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

laku tidak akan diulang bila aktor mendapat hukuman. Perilaku di masa

lalu mempengaruhi perilaku yang terjadi sekarang. Skinner merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar. Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui

proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme

tersebut merespons. (Notoatmodjo, 2007)

Didalam pembahasan tentang perilaku, sikap sangat erat kaitannya

dengan perilaku. Sikap merupakan faktor penting yang akan

mempengaruhi keputusan seseorang. Sikap menunjukkan apa yang

seorang sukai atau seorang tidak sukai. Sikap dianggap memiliki tiga

unsur yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (emosi/perasaan) dan konatif

(tindakan). Moven dan Minor menyebutkan bahwa pembentukan sikap

seringkali menggambarkan hubungan antara kepercayaan, sikap dan

perilaku. (Sumarwan, 2003 : 135).

Perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dari

dalam dan luar individu. Disamping system susunan syaraf yang

mengontrol reaksi individu terhadap segala rangsangan, aspek-aspek

didalam diri individu yang juga sangat berpengaruh dalam pembentukan

dan perubahan perilaku. Aspek-aspek tersebut adalah persepsi, motivasi

dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari

penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu.

Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan.

Dorongan ini diwujudkan dalam bentuk tindakan/perilaku. Motivasi yang


commit to user

17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

rendah biasanya menghasilkan tindakan yang juga kurang kuat. Selain itu,

perilaku dipengaruhi pula oleh emosi atau perasaan individu dimana emosi

berkaitan dengan kepribadian individu. (Sarwono, 1997 : 2-3)

Jadi dengan kata lain, perubahan perilaku merupakan hasil dari

reaksi atau respons seseorang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

berasal dari luar diri individu. Faktor-faktor tersebut membentuk sebuah

rangsangan bagi individu sehingga perilaku individu pun berubah

mengikuti faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Masyarakat Jawa

Menurut Emile Durkheim, masyarakat merupakan suatu kenyataan

yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang

merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat bukan hanya sekedar suatu

penjumlahan individu semata-mata. melainkan suatu sistem yang dibentuk

dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu

yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. (David Berry, 1995 : 5)

Ada empat kriteria yang perlu dipenuhi agar suatu kelompok dapat

disebut masyarakat, yaitu kemampuan bertahan melebihi masa hidup

individu, rekruitmen seluruh atau sebagian dari anggota melalui

reproduksi, kesetiaan pada suatu “sistem tindakan utama bersama”, adanya

sistem tindakan utama yang bersifat “swasembada”. Suatu kelompok

hanya dapat dinamakan masyarakat jika memenuhi empat kriteria tersebut,

atau jika kelompok tersebut dapat bertahan stabil dalam beberapa generasi
commit to user

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

walaupun sama sekali tidak ada orang atau kelompok lain diluar kelompok

itu (Inkeles dalam Sunarto, 2004:56).

Masyarakat Jawa atau yang lebih dikenal sebagai suku Jawa

merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Daerah asal

mereka adalah Pulau Jawa. Mereka mendiami bagian tengah dan timur

dari keseluruhan Pulau Jawa (Koentjaraningrat, 1994 :3-4). Masyarakat ini

memiliki kekayaan yang istimewa yaitu kekayaan dalam hal keragaman

kebudayaan. Keragaman kebudayaan yang ada ini dipengaruhi oleh

wilayah yang menjadi tempat tinggal mereka sehingga budaya yang

dihasilkan berkaitan dengan wilayah tempat mereka tinggal. Keragaman

budaya yang dimiliki masyarakat ini meliputi kebudayaan dalam bahasa,

kepercayaan, kesenian dan ritual-ritual adat.

Bahasa yang menjadi ciri khas masyarakat ini adalah bahasa Jawa

dengan tingkatan Jawa Ngoko, Madya dan Krama (tak resmi, setengah

resmi dan resmi). Bahasa resmi dalam masyarakat ini berupa Krama

Inggil, dimana bahasa ini digunakan untuk berbicara dengan orang yang

lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya (Koentjaraningrat, 1994 :21).

Dalam aspek kepercayaan, masyarakat Jawa memiliki kepercayaan

Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya berdasarkan kepercayaan

animisme dengan pengaruh agama Hindu-Buddha yang kuat. Sedangkan

dalam aspek ritual-ritual adat, masyarakat ini memiliki berbagai macam

jenis ritual seperti Upacara ari-ari, upacara puputan, upacara sepasaran,

upacara pernikahan dan masih banyak lagi.


commit to user

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa

ialah salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia yang memiliki daerah

asal di Pulau Jawa. Masyarakat ini memiliki keragaman budaya yang

masih digunakan dalam kehidupan kesehariannya seperti bahasa,

kepercayaan kesenian dan ritual-ritual adat.

3. Resepsi Pernikahan

Menurut Goodenough pernikahan adalah suatu transaksi dan kontrak

yang sah dan resmi antara seorang wanita dan seorang pria yang

mengkukuhkan hak mereka yang tetap untuk berhubungan seksual satu

sama lain dan yang menegaskan bahwa wanita yang bersangkutan sudah

memenuhi syarat untuk melahirkan anak. (Havilland, 1993 : 77)

Didalam pelaksanaannya, pernikahan memiliki berbagai urutan acara

yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan. Berbagai bentuk acara

pernikahan yang diadakan rata-rata dipengaruhi oleh adanya kebudayaan

setempat. Oleh karena itu antara daerah satu dengan daerah lainnya

terkadang memiliki bentuk acara pernikahan yang berbeda-beda.

Kebanyakan pernikahan tidak dilakukan hanya sekedar mengucapkan ikrar

janji tetapi juga dengan menyelenggarakan sebuah pesta yang lebih dikenal

sebagai acara resepsi pernikahan.

Sekarang ini terdapat beragam pilihan acara dalam penyelenggaraan

resepsi pernikahan. Biasanya acara ini diselenggarakan tepat setelah prosesi

ijab kabul dilangsungkan. Akan tetapi sekarang ini banyak pula yang
commit to user

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menyelenggarakan acara resepsi pernikahan beberapa hari setelah prosesi

ijab kabul dilangsungkan. Pada acara resepsi pernikahan biasanya diadakan

secara indoor maupun outdoor. Penyelenggaraan secara indoor dilakukan

pada suatu resepsi pernikahan yang bertempat di dalam ruangan. Sedangkan

penyelenggaraan secara outdoor adalah suatu acara resepsi pernikahan yang

bertempat di luar ruangan. Tujuannya dari diadakannya acara resepsi

pernikahan ini adalah agar kelak mereka dapat mengenang peristiwa

bersejarah tersebut dan agar anak cucu mereka dapat menyaksikannya

melalui foto-foto pernikahan ataupun film yang dibuat dalam pernikahan

tersebut (Kertamuda, 2009 : 36).

Dalam penyelenggaraan secara indoor, acara resepsi pernikahan dapat

dibagi menjadi dua gaya penyelenggaraan yaitu gaya konvensional dan

standing party. Gaya konvensional dapat diadakan dengan mengunakan adat

ataupun tidak. Jika tanpa menggunakan adat, biasanya prosesi dalam acara

resepsi meliputi pembukaan, sambutan wakil keluarga pengantin putri,

sambutan wakil keluarga pengantin pria, hiburan (jika ada), selingan

hidangan, nasehat untuk pengantin, doa bersama, foto bersama, jabat tangan

dan penutup. Sedangkan gaya konvensional dengan menggunakan adat

biasanya dilaksanakan sesuai dengan tradisi adat budaya yang mereka

miliki. Pada gaya standing party, acara resepsi pernikahan lebih terkesan

praktis. Dalam gaya ini, pengantin beserta kedua orang tuanya berdiri untuk

menerima ucapan selamat dari tamu-tamu undangan yang hadir. Selama

menunggu giliran untuk memberi ucapan dan berfoto bersama pengantin,


commit to user

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tamu-tamu dijamu dengan berbagai macam hidangan yang telah disediakan

sembari mendengarkan acara hiburan yang ada (Hariwijaya, 2007 : 134-

135).

Pada penyelenggaraan secara outdoor, biasanya dilakukan di pinggir

pantai atau dengan tema garden party. Lokasi di pinggir pantai biasanya

dipilih karena view yang indah dan biasanya dilakukan ketika menjelang

sunset. Tema garden party biasanya diselenggarakan di luar ruangan seperti

balkon hotel maupun halaman rumah atau villa. Tema ini biasanya

digunakan agar acara terkesan lebih bersifat kekeluargaan. Karena biasanya

orang yang memilih resepsi dengan tema garden party hanya mengundang

keluarga dan teman dekan saja (Majalah Perkawinan, edisi 08/Tahun

XIV/2013).

Pada masyarakat Jawa di Kota Surakarta, acara resepsi pernikahan

umumnya dilakukan dengan menggunakan upacara perkawinan adat

tradisional Jawa. Acara resepsi ini dimulai dari mempelai perempuan yang

sudah dulu didudukkan di pelaminan bersama kedua orang tuanya. Sebelum

memasuki upacara panggih dimana mempelai perempuan dan mempelai

laki-laki dipertemukan, terdapat upacara penyerahan sanggan dan cikal

kepada ibu dan ayah mempelai perempuan serta menukar kembar mayang

(Hariwijaya, 2008 : 155).

Saat mempelai perempuan sudah didudukkan dipelaminan,

selanjutnya dilakukan upacara-upacara adat tradisional Jawa yang meliputi :

commit to user

22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Upacara Panggih : merupakan pertemuan seremonial antara pengantin

putra dengan pengantin putri yang diselenggarakan sesaat setelah

upacara ijab selesai. Tujuan dari upacara ini adalah mempertemukan

kedua pengantin di depan semua tamu undangan. Upacara panggih ini

merupakan puncak dari sebuah rangkaian Upacara Perkawinan Adat

Tradisional Jawa. Pada upacara panggih ini terdapat serangkaian prosesi

yang meliputi :

1) Upacara Bucalan Gantal atau lempar sirih : upacara ini dilakukan

ketika kedua mempelai berhadap-hadapan dengan jarak sekitar satu

setengah meter ditempat panggih. Kemudian kedua mempelai saling

melemparkan buncalan gantal dengan harapan agar keduanya saling

mengasihi dan member nasehat.

2) Upacara Ngidak Tigan lan Wiji Dadi atau injak telur dan bibit jadi :

upacara ini dilakukan dengan cara mempelai laki-laki berdiri dengan

kaki diposisikan menginjak telur yang ditaruh diatas nampan

sementara mempelai perempuan jongkok didepannya. Peristiwa ini

memiliki banyak makna, salah satunyasebagai simbol seksual kedua

pengantin sudah pecah pamornya. Usai telur diinjak, mempelai

perempuan kemudian mencuci dan mengeringkan kaki suaminya

dengan handuk dan kemudian dimasukkan kaki suaminya keselop.

Prosesi ini sebagai lambing seorang istri berbakti pada suaminya.

Setelah itu mempelai perempuan sungkem kepada suaminya. Setelah

itu kedua mempelai menyucikan tangannya didalam bokor yang


commit to user

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berisi kembang setaman. Ini merupakan simbol kesucian niat lahir

dan batin dalam menempuh hidup baru. Prosesi ini diakhiri dengann

mempelai perempuan mengitari mempelai laki-laki sebagai symbol

pelindung.

3) Sinduran : secara sederhana sinduran berarti isin mundur atau malu

bila mundur. Prosesi ini ditandai dengan kedua mempelai saling

berdampingan. Kemudian ibu pengantin pruti mengenakan dan

memegangi sindur dari belakang sementara sang ayah berada di

depan pengantin dan berjalan pelan-pelan didepan. Dengan

mengalungkan kain sindur di pundak mempelai ini sebagai symbol

untuk menyatukan kedua mempelai menjadi satu.

4) Upacara Kacar Kucur : upacara ini merupakan lambing bahwa suami

yang bertugas mencari nafkah untuk keluarga secara simbolik tengah

menyerahkan hasil jerih payahnya pada istrinya. Pengantin laki-laki

lalu berdiri di depan pengantin putri dalam posisi agak menunduk

lalu mengucurkan bungkusan kacar-kucur yang berisi , kedelai,

kacang, uang dan sebagainya ke bentangan sapu tangan tuak yang

berada diatas pangkuan pengantin putri. Setelah kacar-kucur sudah

ditumpahkan ke sapu tangan kemudian dibungkus lalu diserahkan

kepada ibundanya dengan didampingi oleh suaminya.

5) Upacara Nimbang / Pangkon : upacara ini sebagai lambang bahwa

kedua orang tua pengantin putri tidak membeda-bedakan antara anak

sendiri dan menantu. Tata cara dalam upacara ini adalah ayah
commit to user

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengantin putri duduk di pelaminan dengan posisi lutut tegak siku-

siku. Pengantin pria kemudian disuruh duduk dipaha kaki kiri

ayahnya. Setelah itu ayah pengantin putri berdiri dihadapan kedua

mempelai lalu didampingi oleh istrinya mendudukkan sepasang

pengantin itu ke pelaminan dengan gerakan menekan pundak. Acara

selanjutnya adalah upacara dhahar saklimah yang memiliki

kandungan makna bahwa kedua mempelai agar bisa hidup rukun,

saling mengisi dan tolong menolong. Upacara ini ditandai dengan

pengantin putra dan putri mulai membuat kepalan dari nasi punar

lalu saling menyuapi pasangannya sebanyak tiga kali.

b. Ngunjuk Rujak Degan lan Tilik Pitik : prosesi ngunjuk degan memiliki

makna sikap puas ayah maupun ibu pengantin putri atas pesta

perkawinan itu. Diawali minum oleh ayah pengantin putri setelah itu ibu

pengantin putri pun ikut meminum rujak degan disusul kemudian

pengantin putri dan putra. Acara selanjutnya adalah tilik pitikmemiliki

makna menunjukkan keinginan sang besan untuk lebih mempererat

persaudaraan diantara dua keluarga besar itu. Acara ini ditandai kedua

orang tua pengantin putra yang datang kemudian kedua orang tua

pengantin putri turun dari pelaminan untuk menjemput kedua orang tua

pengantin putra untuk memasuki ruang pesta dengan posisi ibu kedua

mempelai berada didepan, sementara kedua ayah mereka berada di

belakangannya. Maksud kehadiran besan ini untuk tilik atau menengok

putranya yang tengah menikah dan sekaligus ikut merestua acara ini.
commit to user

25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Upacara Sungkeman : upacara ini dilangsungkan sebagai wujud bahwa

kedua mempelai akan patuh dan berbakti kepada kedua orang tua

mereka. Sungkeman dimulai oleh pengantin putra kepada ayah dan

ibunya. Jika eyang dari ayah maupun ibunya masih ada juga ikut

disungkemi. Setelah itu sungkem kepada ayah mertua, dan ibu mertua

maupun eyang dari pihak pengantin putri jika ada. Demikian kemudian

disusul oleh pengantin putri mengikuti sungkem juga.

d. Prosesi Kirab Temanten : ada dua jenis kirab dalam perkawinan adat

Jawa yaitu Kirab Kanarendran dan Kirab Kasatriyan. Acara ini

menandai berakhirnya acara panggih yang merupakan puncak semua

acara pesta perkawinan adat Jawa. Diawali dengan kehadiran rombongan

Cucuk Lampah, Senopati Kembar, Patah Sakembaran, Putri Domas dan

Manggalayuda yang berjalan berurutan menuju pelaminan. Kemudian

kedua mempelai diikuti oleh kedua orang tua pengantin putri dan pria

langsung mengikuti rombongan ini menuju ke ruang ganti pakaian.

Setelah kedua mempelai dan kedua orang tua mereka berganti busana,

mereka pun langsung kembali kepelaminan seperti saat turun dari

pelaminan.

(Hariwijaya, 2008 : 151-184)

Selain upacara utama diatas, terdapat pula beberapa upacara tambahan

yang boleh digunakan ataupun tidak. Upacara tambahan tersebut meliputi :

1. Upacara Langkahan (Plangkahan)

commit to user

26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Upacara Langkahan adalah upacara yang dilakukan jika calon pengantin

perempuan masih memiliki kakak baik laki-laki maupun perempuan yang

belum menikah. Upacara uni dimaksudkan untuk permohonan ijin dan

mohon doa restu dari sang kakak. Biasanya ada bingkisan yang diberikan

oleh adiknya untuk sang kakak sebagai tanda baktu dan terima kasihnya.

Barang atau bingkisan yang diberikan pada sang kakak tersebut biasanya

sering disebut “pelangkah”.

2. Upacara Bubak Kawah

Upacara ini dilakukan jika tuan rumah baru pertama kali menikahkan

putrinya. Upacara ini hanya dilakukan jika yang dinikahkan pertama kali

adalah anak perempuannya, jika yang dinikahkan anak laki-lakinya,

upacara ini tidak perlu dilakukan karena tuan rumah hanya “ngunduh

mantu”.

3. Upacara Tumplak Punjen

Upacara ini dilaksanakan jika tuan rumah menikahkan putrinya yang

terakhir. Jika yang dinikahkan terakhir adalah anak laki-laki, upacara

tersebut juga tidak perlu dilakukan karena upacara ritual wajib dilakukan

dipihak calon pengantin perempuan. Upacara tumplak punjen juga

dilakukan untuk pemberitahuan bahwa tuan rumah sudah menyelesaikan

tanggung jawabnya menikahkan anak-anaknya.

(Yayasan Institut Andragogi Indonesia “INSANI”, 18)

Setelah acara resepsi pernikahan yang diadakan pihak mempelai

perempuan selesai, selang beberapa hari diadakan acara Ngunduh Mantu


commit to user

27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sebagai seremonial penutup dari perhelatan panjang dalam upacara

perkawinan adat Jawa. Upacara ngunduh mantu dimaksudkan untuk

memberikan pengalaman mempelai putri agar dapat hidup di lingkungan

keluarga mempelai putra. Dalam upacara ngunduh mantu, memiliki tatacara

sebagai berikut :

a. Sebelum upacara ngunduh mantu dimulai, pihak keluarga mempelai putra

mengirim utusan untuk membawa tebusan berupa pisang ayu, suruh ayu ke

rumah keluarga mempelai putri. Hal ini dimaksudkan agar pihak keluarga

mempelai putra diperkenankan membawa suami istri baru itu ke rumah

keluarga temanten putra. Setibanya di pintu masuk rumah besan,

rombongan berhenti dan dari arah dalam rumah kedua orang tua mempelai

pria bersama keluarga berdiri menyambutnya. Kemudian dilakukan

sambutan pembukaan pranata adicara. Acara selanjutnya dilanjutkan

dengan sambutan penyerahan kedua mempelai dari wakil orang tua

mempelai putri. Penyerahan ini biasanya dilakukan oleh utusan yang

ditunjuk oleh orang tua pengantin. Acara berikutnya adalah sambutan

penerimaan kedua mempelai dari wakil orang tua pengantin putra.

Sambutan ini pun dilakukan oleh orang yang ditunjuk mewakili orang tua

pengantin putra.

b. Upacara Wijik Pupuk : kedua kaki mempelai dibasuh dan dipupuki atau

ditempeli dengan kembang setaman oleh ibu mempelai putra. Hal ini

dilakukan agar kedua mempelai yang baru saja melakukan perjalanan jauh,

segera hilang sarab sawan atau kotoran spiritualnya. Kemudian mempelai


commit to user

28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diberi unjukan tirta wening atau minuman air ketenangan. Ayah mempelai

pria kemudian mengambil keris yang dipakai putranya lalu diganti dengan

pusaka lain yang sudah disiapkan. Setelah itu, kedua mempelai dikalungi

dengan kain sindur oleh ibu pengantin putra dan sementara ayahnya

berada dibarisan depan untuk menuntun ke pelaminan yang telah disiapkan

diikuti oleh kedua orang tua mempelai putri.

(Hariwijaya, 2008 : 192-196)

Unjukan tirta wening atau minum air bening yang ada didalam prosesi

upacara ini memiliki sebuah arti yaitu melambangkan pengantin akan

saling bertukar pikiran yang dilandasi kebeningan jiwa, tidak ada rahasia

(Pringgawidagda, 2006 : 197).

c. Setelah upacara wijik pupuk dilakukan, kedua mempelai melakukan

upacara sungkeman dan terakhir dilakukan kirab sebagai tanda

berakhirnya acara (Hariwijaya, 2008 : 197-198).

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat dapat

menyelenggarakan resepsi pernikahan secara indoor maupun outdoor. Resepsi

pernikahan secara indoor bertempat di dalam ruangan sedangkan outdoor

berada diluar ruangan. Bentuk dari acara resepsi pernikahan itu sendiri dapat

menggunakan tradisi pernikahan adat maupun tidak. Pada masyarakat Jawa,

penyelenggaraan resepsi pernikahan biasanya menggunakan serangkaian

prosesi upacara adat. Resepsi pun terjadi dua kali yang meliputi resepsi

pernikahan yang diadakan pihak perempuan dan resepsi pernikahan yang

diadakan pihak laki-laki yang biasanya disebut acara ngunduh mantu. Kedua
commit to user

29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

resepsi ini tidak terlepas dari upacara-upacara adat yang telah menjadi bagian

dari tradisi budaya pernikahan adat masyarakat Jawa.

C. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian tentang “Perubahan Perilaku Masyarakat Jawa dalam

Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan di Kota Surakarta” ini, peneliti

memakai referensi dari penelitian-penelitian terdahulu yaitu berupa disertasi

dan jurnal. Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan ada beberapa

pustaka yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Diantaranya peneliti

kutip dibawah ini:

1. Skripsi dengan judul “Proses Pernikahan Pada Jamaah Salafiyyah (Studi

Deskriptif Mengenai Proses Pernikahan Pengikut Dakwah Salafiyyah di

Kota Medan)” milik Iqbal, Muhammad

Abstrak :

Skripsi ini berjudul; Proses Pernikahan Pada Jamaah Salafiyyah. Hal-hal

yang dijelaskan adalah tata cara dan aturan-aturan tentang pernikahan

yang dilakukan oleh jamaah salafiyyah. Fokus yang diteliti meliputi;

upacara atau tata cara sebelum pernikahan berlangsung, kemudian tahapan

pelaksanaan pernikahan, dan selanjutnya tata cara setelah pernikahan.

Alasan ketertarikan penulis untuk melaksanakan penelitian ini adalah

adanya asumsi bahwa jamaah salafiyyah memiliki pola perilaku yang khas

dalam pemahaman mereka terhadap ajaran Islam, termasuk dalam hal ini

adalah upacara pernikahan yang mereka selenggarakan, menurut mereka


commit to user

30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sesuai dengan aturan yang ada di dalam Qur an dan sunnah nabi. Dengan

penelitian yang bersifat deskriptif, penulis mencoba mengungkapkan

proses pernikahan pada jamaah salafiyyah. Data diambil penulis dari hasil

wawancara mendalam dengan beberapa informan kunci yaitu para ustadz

dari jamaah salafiyyah, juga para informan lain yaitu pengikut dakwah

salafiyyah yang sedang melangsungkan pernikahan. Penelitian dilakukan

dengan observasi atau pengamatan secara langsung pelaksanaan

penyelenggaraan pernikahan pada jamaah salafiyyah. Selain itu data juga

diperoleh melalui studi literature atau studi kepustakaan. . Tujuan

pernikahan menurut jamaah salafiyyah yang paling utama adalah

beribadah kepada Allah, ini berarti semua tata cara dan aturan pernikahan

dan pelaksanaannya harus sesuai dengan hukum-hukum agama yang

mereka pahami, dari mulai pembatasan jodoh atau perempuan-perempuan

yang tidak boleh dinikahi menurut jamaah salafiyyah hingga bentuk

pernikahan yang dilarang. Selanjutnya, sebelum penyelenggaraan

pernikahan ada tahap-tahap yang harus dilalui oleh calon mempelai laki-

laki dan perempuan yaitu dimulai dari bagaimana memperoleh informasi

tentang jodohnya, bagaimana kriteria perempuan yang dianjurkan untuk

dinikahi, masa perkenalan calon jodoh dan saling melihat satu sama

lainnya, penentuan hari pernikahan dan penentuan mas kawin, dan hal-hal

apa saja yang dilarang sebelum pernikahan pada jamaah salafiyyah seperti

pacaran misalnya. Pada tahapan penyelenggaraan pesta atau pernikahan

dimulai dari akad nikah dan syarat sahnya pernikahan, kemudian


commit to user

31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dilanjutkan dengan khutbah nikah, penyelengaraan pesta, dan hal-hal yang

dilarang dilakukan pada penyelenggaraan pesta pernikahan seperti

memotret, menghias pengantin, menyelenggarakan hiburan dengan alat-

alat musik dan lainlain. Kemudian dilanjutkan dengan adab-adab setelah

pernikahan yang dimulai darisalat dua rakaat setelah akad nikah bersama

isteri dan mendoakannya, kemudian hal-hal yang berhubungan dengan

peraturan hidup berumah tangga yaitu mengenai hak-hak suami dan hak-

hak isteri. Kesimpulan hasil penelitian proses pernikahan yang

diselenggarakan oleh jamaah salafiyyah dengan segala aturan dan hukum-

hukumnya yang sesuai Qur an dan sunnah menurut pemahaman mereka

adalah merupakan bagian dari sebuah ritus dan upacara keagamaan yang

dilaksanakan dalam rangka wujud bakti mereka kepada Tuhan. Hal itu

sesuai dengan tujuan pernikahan menurut mereka yang merupakan suatu

ibadah kepada Tuhan.

Skripsi ini memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena

membahas tentang bentuk penyelenggaraan pernikahan serta tahapan-

tahapan yang dilakukan. Skripsi ini menambah masukan bagi peneliti

terkait bentuk-bentuk dari pernikahan yang ada sekarang ini.

2. Pasaribu (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Perubahan Adat

Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa

Onom Hudon Turuan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang

Hasundutan)”. Penelitian ini mengangkat permasalahan yang berkaitan

commit to user

32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan hilangnya budaya perkawinan dari Pakpak Kelasen yang

digantikan dengan adat perkawinan Batak Toba.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan

teknik pengambilan data berupa wawancara dengan menggunakan

pedoman wawancara. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam

melaksanakan adat telah didominasi oleh adat Batak Toba. Perubahan

yang terjadi ini terlihat jelas pada seluruh upacara adat perkawinan yang

digunakan. Adat Pakpak terkadang masih digunakan tetap digunakan

apabila adat Batak Toba adalah pemberian Todoan. Penyebab dari

perubahan adat perkawinan ini adalah adat Pakpak yang terlalu rumit dan

masyarakat lebih memilih menggunakan adat lain. Kurangnya dukungan

dari pemerintah setempat juga menjadi penyebab kurang berkembangnya

adat Pakpak.

Relevansi penelitian Pasaribu dengan penelitian ini ialah sama-sama

mengkaji tentang tradisi budaya dalam pernikahan adat. Hal ini menambah

wawasan peneliti tentang tradisi budaya yang ada.

3. Jurnal berjudul “The Ritual Dimension of Consumer Behavior” yang

ditulis oleh Dennis W. Rook dalam Journal of Consumer Research Vol.12

No.3, pp.251-264 University of Chicago Press.

Jurnal ini berisi tentang perilaku konsumsi dalam sebuah ritual,

dimana didalamnya terdapat berbagai macam komponen pengalaman

ritual. Dalam jurnal ini dijelaskan bahwa ritual mengacu kepada jenis

aktivitas ekspresif dan simbolik yang dibangun dari beberapa perilaku


commit to user

33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang terjadi dalam urutan tetap dan memiliki tahapan serta cenderung dari

waktu ke waktu. Kategorisasi beberapa jenis ritual yang berdasarkan

sumber utama perilaku dan jenis ritualnya juga dipaparkan dalam jurnal

ini. Kategorisasi tersebut berkaitan erat dengan status. Karena pada

konteks pengambilan keputusan konsumen, status ini dipandang lebih

sebagai kepemilikan status prodak dibandingkan sebuah reputasi. Status

disini memiliki peranan yang besar, sebab satus merupakan bentuk

kekuatan yang mencakup penghormatan, perhatian dan rasa iri dari orang

lain yang mencerminkan tujuan dari sebuah budaya. Jadi dalam

pengkonsumsian suatu produk ritual, individu lebih mempertimbangkan

pemilihan-pemilihan produk konsumsi agar mendapatkan nilai lebih

dibanding yang lain. Jadi dengan kata lain, jurnal ini menjelaskan tentang

keterkaitan antara ritual yang dipengaruhi oleh pola konsumsi seseorang

terhadap produk yang dikonsumsinya sehingga dalam mengkonsumsinya

seseorang tersebut terpacu untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain

agar mereka dipandang memiliki status yang lebih.

Jurnal ini memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena sama-

sama membahas tentang perilaku masyarakat dalam mempertimbangkan

suatu keputusan.

4. Jurnal berjudul “Consumption in the Korean Wedding Ritual: Wedding

Ritual Values, Consumer Needs, and Expenditures” yang ditulis oleh Park

Cheol dalam Journal of Family and Economic Issues.

Abstrak :
commit to user

34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Recently, consumer researchers have been interested in rituals that

concisely express the consumption system in a culture. This article studies

the Korean wedding ritual. The particular focus is on consumer values,

needs, and expenditures related to Korean weddings. Research hypotheses

were developed by analyzing the consumption phenomena in a

sociocultural context and using focus groups and in-depth interviews. The

author suggests that hedonic values relating to wedding rituals influence

conspicuous and female-focused consumption. Implications of the study

and further consumption research issues are discussed.

Jurnal ini memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena sama-

sama membahas tentang gaya hidup yang berpengaruh terhadap konsumsi

pada upacara pernikahan.

5. Artikel berjudul “A Soolip Wedding 2013: The Modern Bridal Event” oleh

PR Newswire US. 02/19/2013.

Abstract:

LOS ANGELES, Feb. 19, 2013 /PRNewswire/ -- A Soolip Wedding, the

highly anticipated modern bridal event, returns to Los Angeles on Sunday,

March 3, 2013 at the prestigious Bel Air Bay Club. The vision of gracious-

living guru Wanda Wen, A Soolip Wedding has established notoriety as

one of the wedding industry's most prolific events and is essential for

soon-to-be-wed couples, wedding planners or anyone looking for inspired

event resources. The 2013 celebration decorously themed "Crystal

Showers, Eternal Flowers" will feature a well-edited pool of L.A.'s most


commit to user

35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

prestigious brands and secret gems, all from which create the most

stylishly-inspired yet personal wedding.

Artikel ini berisi tentang penawaran penyelenggaraan acara

pernikahan yang diselenggarakan secara modern. Acara ini berlangsung di

Bel Air Bay Club dengan tema “Crystal Showers, Eternal Flowers”.

Konsep pernikahan ini merupakan pernikahan dalam kategori mewah.

Disini juga menawarkan gaun pengantin dengan hiasan permata dan

kristal.

Artikel ini memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena

membahas tentang pentingnya pilihan dalam menyelenggarakan acara

pernikahan. Pilihan penyelenggaraan pernikahan dalam bentuk sederhana

maupun mewah diputuskan tergantung kepada si penyelenggara yang

bersangkutan.

D. Kerangka Berpikir

Masyarakat Jawa atau yang lebih dikenal sebagai suku Jawa atau Wong

Jawa merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Masyarakat ini

terkenal dengan keragaman budaya yang dimilikinya. Salah satu keragaman

budaya yang dimiliki Masyarakat Jawa adalah budaya dalam penyelenggaraan

acara pernikahan. Setiap pernikahan bagi Masyarakat ini merupakan suatu

momen yang sakral sehingga didalam pelaksanaannya terdapat berbagai

macam runtutan prosesi tradisi yang diselenggarakan. Tradisi ini sudah

melekat pada Masyarakat Jawa sehingga dalam penyelenggaraannya


commit to user

36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dilakukan secara turun-temurun. Dalam penyelenggaraan acara resepsi

pernikahan saja, Masyarakat Jawa juga memiliki runtutan prosesi yang bisa

dikatakan banyak dan pada setia prosesi yang dilakukan memiliki makna serta

filosofi yang kuat.

Penyelenggaraan acara resepsi pernikahan pada dasarnya merupakan

tradisi yang melekat pada masyarakat, bukan hanya Masyarakat Jawa saja

tetapi juga masyarakat yang ada di dunia. Acara ini merupakan suatu

momentum kebahagiaan yang digelar secara mewah atau sederhana untuk

merayakan kebahagiaan seseorang ketika menikah. Masyarakat Jawa dalam

penyelenggaraan acara ini memiliki tradisi khusus yang telah dilakukan dari

jaman dulu hingga sekarang. Tradisi yang ada dalam Masyarakat Jawa inilah

yang menjadi acuan bagi orang tua mempelai untuk menyelenggarakan acara

resepsi pernikahan anaknya. Tetapi sekarang ini perilaku orang tua dalam

pengambilan keputusan untuk menyelenggarakan acara resepsi pernikahan

dipengaruhin oleh beberapa bermacam-macam hal. Tidak hanya mengacu

pada tradisi lama yang sudah turun-temurun dilakukan, penyelenggaraan acara

resepsi pernikahan dimasa sekarang dipengaruhi oleh beberapa faktor entah itu

faktor internal maupun faktor eksternal.

Faktor internal yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan orang

tua si mempelai diantaranya adalah faktor penghasilan, status sosial, dan

keterbatasan waktu. Faktor penghasilan menjadi faktor terpenting dalam

penyelenggaraan resepsi pernikahan. Besar atau kecilnya pendapatan orang

tua akan menjadi pertimbangan utama dalam permasalahan dana


commit to user

37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penyelenggaraan resepsi pernikahan. Bagaimana bentuk resepsi, lokasi dan

acara yang digunakan semua tergantung oleh dana yang disiapkan orang tua.

Maka dari itulah faktor ini menjadi faktor terpenting dalam penyelenggaraan

resepsi pernikahan. Faktor internal selanjutnya yang mempengaruhi orang tua

adalah status sosial. Perbedaan status social antara masyarakat satu dengan

masyarakat lainnya menyebabkan pola pikir terhadap sesuatu berbeda-beda.

Pesatnya perkembangan zaman membawa berbagai macam perubahan baik

dibidang teknologi maupun pendidikan. Bagi masyarakat yang memiliki status

social kelas menengah keatas mereka akan benar-benar memperhatikan segala

perkembangan dalam pendidikan baik itu dari orang tua maupun anak.

Terlebih lagi didukung oleh adanya kemajuan teknologi yang lebih

mempermudah mereka dalam mengakses segala informasi. Dengan tingginya

tingkat pendidikan mereka akan membedakan pola pikir mereka dengan

masyarakat lainnya. Sehingga perbedaan status inilah yang menyebabkan

pemikiran orang tua pada zaman dahulu dengan sekarang dan antara orang

tua satu dengan lainnya menjadi berbeda.Faktor internal terakhir yang

mempengaruhi orang tua adalah keterbatasan waktu. Keterbatasan waktu erat

kaitannya dengan pekerjaan seseorang. Dimasa sekarang ini, masyarakat

terpaku terhadap urusan pekerjaannya. Dapat dikatakan jika pekerjaan yang

mereka lakukan rata-rata menyita banyak waktu. Oleh karena itu, faktor ini

menjadi faktor yang berpengaruh bagi orang tua dalam menyelenggarakan

resepsi pernikahan.

commit to user

38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Selain faktor internal, keputusan orang tua juga dipengaruhi oleh faktor

eksternal yang meliputi tradisi yang ada dalam Masyarakat Jawa itu sendiri,

pengaruh dari keluarga dan kerabat, dan pengaruh lingkungan. Setiap

Masyarakat Jawa, dalam menyelenggarakan acara resepsi pernikahan akan

selalu menyertakan unsur tradisinya walaupun tidak semua dihadirkan dalam

penyelenggaraan acara tersebut. Ini berkaitan dengan tradisi turun-temurun

yang telah menjadi kebiasaan pada setiap Masyarakat Jawa. Oleh karena itu

mau tidak mau sebagai orang Jawa, mereka akan menyertakan unsur-unsur

yang mencirikan mereka itu orang Jawa. Selain itu, keluarga dan kerabat juga

memiliki peran dalam memberikan pengaruh. Pengaruh yang ditimbulkan

berasal dari saran dan masukan terkait bagaimana penyelenggaraan resepsi

pernikahan itu sendiri. Bagi orang tua, saran dan masukan yang diberikan oleh

keluarga serta kerabat ini menjadi pertimbangan khusus. Namun keputusan

untuk menerima atau membiarkan saja saran dan masukan tersebut tetaplah

berada ditangan orang tua itu sendiri. Faktor terakhir adalahpengaruh dari

lingkungan. Pengaruh dari lingkungan ini dapat disebabkan oleh lingkungan

tempat orang tua berinteraksi seperti tetangga dan kelompok pertemanannya.

Pengaruh lingkungan dapat juga disebabkan oleh budaya konsumsi yang

menyebabkan gaya hidup masyarakat cenderung terbawa oleh perubahan yang

ada.

Dari adanya faktor-faktor tersebut menjadikan perilaku orang tua

berubah, sehingga tindakan yang diputuskan pun sesuai dengan pertimbangan

serta pengaruh yang ada. Adanya perubahan perilaku pada orang tua ini akan
commit to user

39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memberikan dampak pada penyelenggaraan acara resepsi pernikahan itu

sendiri. Hal ini menjadikan orang tua memiliki beberapa pilihan yang menjadi

hasil dari perubahan perilaku mereka. Pilihan tersebut meliputi

penyelenggaraan pernikahan secara tradisional atau modern.

Uraian diatas merupakan kerangka berfikir yang akan digunakan peneliti

didalam mengerjakan penelitiannya. Untuk lebih jelasnya lagi, kerangka

berfikir dibuat dengan bagan seperti dibawah ini :

commit to user

40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bagan 1

Kerangka Pemikiran

Penyelenggaraan Acara
Resepsi Pernikahan pada
Masyarakat Jawa
Faktor Eksternal :

Faktor Internal : 1. Tradisi yang Ada dalam


1. Penghasilan Masyarakat Jawa
2. Status Sosial 2. Pengaruh dari Keluarga
3. Keterbatasan Perilaku Orang Tua dan Kerabat
waktu 3. Pengaruh dari
Lingkungan

Perubahan Perilaku Orang Tua dalam Penyelenggaraan Acara Resepsi


Pernikahan Anak :

Penyelenggaraan Pernikahan secara Penyelenggaraan Pernikahan secara


Tradisional Modern

1. Menggunakan bentuk 1. Menggunakan bentuk


pernikahan dengan tema adat pernikahan indoor atau outdoor
Jawa dan menggunakan adat
tradisional maupun modern.
2. Busana pengantin menggunakan
basahan atau kebaya dengan 2. Busana pengantin
sanggul khas tradisi Jawa menggunakan kebaya modern,
kebaya muslim/busana muslim
3. Dekorasi pernikahan dibuat maupun busana pengantin
tradisional dengan memakai modern.
janur dan properti adat Jawa
lainnya. 3. Dekorasi minimalis atau
mewah tergantung tema yang
4. Melibatkan keluarga dan digunakan
kerabat dekat dalam
mempersiapkan 4. Pemakaian jasa wedding
penyelenggaraan acara organizer maupun jasa paket
gedung pernikahan untuk
mempersiapkan
penyelenggaraan acara

commit to user

41

Anda mungkin juga menyukai