Anda di halaman 1dari 4

Klausula Eksonerasi dalam Tiket Bus Penumpang Antar Kota Antar Provinsi a.

Pencantuman Klausula
Eksonerasi Dalam Tiket Bus Penumpang Antar Kota Antar Provinsi Menurut karyawan PT. Putra Pelangi
Perkasa umumnya semua perusahaan bus penumpang antar kota antar provinsi bermusyawarah dengan
Organda, pihak Jasa Raharja dan pihak lainnya yang terkait dalam merumuskan mengenai isi atau klausul
yang terdapat dalam tiket tersebut, meskipun beberapa perusahaan memiliki kebijakan sendiri dengan
menambahkan beberapa klausul yang berbeda dengan perusahaan bus penumpang antar kota antar
provinsi lainnya. Secara garis besar perumusan klausul tersebut sama dengan perusahaan angkutan bus
antar kota antar provinsi lainnya4 . Kebijakan penambahan klausul baku tertentu juga dilakukan oleh
perusahan CV. Bintang Sempati, perusahaan ini mencantumkan sepuluh klausula baku dalam tiketnya.
Klausul tersebut merupakan klausul baku yang telah dirumuskan dari musyawarah dengan pihak
Organda, Dinas Perhubungan, Jasa Raharja, dan perusahaan bus penumpang antar kota antar provinsi
lainnya.5 Penerapan kebijakan penambahan klausula baku juga dilakukan oleh pihak PT. Sanura. Dalam
merumuskan klausul yang terdapat didalam tiket bus antar kota antar provinsi bus yang mereka punya
beserta penambahan klausul lainnya, Hal ini merupakan hal yang lumrah dalam usaha angkutan karena
mengingat untuk efisiensi dan efektifitas waktu. Dalam tiket yang sudah dirumuskan tersebut pun para
konsumen tidak keberatan dengan adanya pencantuman klausul baku tersebut.6 Klausul yang terdapat
dalam tiket bus penumpang antar kota antar provinsi tersebut merupakan hasil musyawarah antara
Organda sebagai mitra pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan, Jasa Raharja, dan perusahaan
angkutan umum bus penumpang antar kota antar provinsi. Adapun musyawarah tersebut bertujuan
untuk menyeragamkan klausul atau isi kesepakatan yang ada di dalam tiket tersebut, meskipun 4Uskam,
Wawancara, karyawan , PT. Putra Pelangi Perkasa Kota Banda Aceh, Tanggal 21 Maret 2017. 5Khaidir,
Wawancara, karyawan CV. Bintang Sempati Kota Banda Aceh, Tanggal 21 Maret 2017. 6Ade, Wawancara
,Karyawan PT. Sanura Kota Banda Aceh, tanggal 21 Maret 2017. JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol.
2(1) Februari 2018 202 Putri Pratiwi Lubis, Yunita beberapa perusahaan memiliki kebijakan sendiri untuk
menambahkan. Hal tersebut dibebaskan oleh para pihak Organda, Jasa Raharja maupun Dinas
Perhubungan sendiri.7 Hasil penelitian diketahui bahwa semua perusahaan umumnya merumuskan
kontrak baku atau klausul baku yang telah mereka rumuskan sebelumnya tanpa adanya persetujuan dari
pihak kedua dalam hal ini konsumen pengguna jasa bus penumpang antar kota antar provinsi. Dengan
adanya penggunaan klausula baku tersebut konsumen pengguna jasa bus penumpang antar kota antar
provinsi tidak memiliki pilihan lain, atau dapat dikatakan mereka hanya dapat mengambil sikap take it or
leave it. Dengan adanya kebijakan penambahan klausul dalam tiket merupakan salah satu bentuk
perwujudan adanya asas kebebasan berkontrak yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa bus, namun jika
pihak penyedia jasa bus terlalu bebas untuk menentukan isi klausulnya maka hal yang dikhawatirkan
akan terjadi karena klausul yang ditetapkan sepihak oleh pihak penyedia jasa bus akan menjadi klausula
eksonerasi yang menyatakan membatasi bahkan menghapuskan tanggung jawab pelaku usaha dimana
tanggung jawab tersebut merupakan kewajibannya. Hal ini justru akan merugikan konsumen sebagai
pihak yang akan dirugikan. Implementasi klausula baku dalam tiket angkutan bus penumpang umum
antar kota antar provinsi tersebut dikeluarkan dalam bentuk klausula eksonerasi yang dikeluarkan oleh
beberapa perusahaan penyedia layanan jasa angkutan umum antara lain sebagai berikut:. a. Barang-
barang berharga berupa emas dan uang serta dokumen dan surat berharga, barang pecah belah bila
kecelakaan atau hilang pihak perusahaan penyedia jasa tidak bertanggung jawab, walaupun dalam tas
atau koper. b. Apabila terjadi kecelakaan, kerusakan ataupun hilangnya barang-barang/bagasi diluar
tanggung jawab perusahaan. Berdasarkan keterangan yang telah dicantumkan dalam beberapa tiket bus
penumpang antar kota antar provinsi tersebut bentuk klausula eksonerasi yang dicantumkan
merupakan klausula eksonerasi dengan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha dan juga ada beberapa
tiket mencantumkan klausula yang letaknya sulit terlihat, hal ini jelas dilarang dalam Pasal 18 ayat (1)
huruf a dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 7Marfin,
Wawancara, Organda Aceh, Tanggal 21 Maret 2017. JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 2(1) Februari
2018 203 Putri Pratiwi Lubis, Yunita 2. Akibat Hukum Pencantuman Klausula Eksonerasi Pada Kontrak
Baku Tiket BusPenumpang Antar Kota Antar Provinsi Berdasarkan ketentuan yang telah dicantumkan
dalam Pasal 18 ayat (3) UUPK menjelaskan bahwa “setiap klausula yang telah diteapkan oleh pelaku
usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum”. Dengan kalimat lain, upaya untuk menyatakan batalnya
klausul baku tersebut tidak harus perlu ada putusan hakim. Hal ini merupakan pengaturan lebih lanjut
dan lebih tegas dari ketentuan umum yang diatur dalam pasal 1337 sebagai dasar hukum terlanggarnya
kausa halal dari suatu perjanjian, yang merupakan syarat objektif dari keabsahan suatu kontrak
berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata. Seperti diketahui bahwa Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan
bahwa suatu perjanjian dikatakan sah apabila memenuhi empat (4) syarat yakni: (1) adanya kesepakatan
yang bebas, (2) dilakukan oleh pihak yang dianggap cakap, (3) adanya objek perjanjian, serta (4) kausa
yang halal. Untuk syarat (1) dan (2) dinamakan syarat subjektif, artinya syarat yang berkaitan dengan
pihakpihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Apabila syarat subjektif ini tidak dipenuhi, maka
perjanjian dapat dibatalkan, dikatakan dapat dibatalkan adalah kontrak yang tidak memenuhi syarat
subjektif dapat dimintakan pembatalan melalui pengadilan (Pasal 1266 jo 1267 KUH Perdata), atau
pembatalan perjanjian tersebut harus dinyatakan oleh hakim, kecuali dapat diselesaikan secara damai.
Sedangkan untuk syarat (3) dan (4) dinamakan syarat objektif. Syarat objektif merupakan syarat yang
berkaitan dengan perjanjian itu sendiri, jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka syarat tersebut akan
batal demi hukum. Arti batal demi hukum adalah kontrak tersebut secara hukum telah batal, sehingga
kontak tersebut dianggap tidak pernah atau dengan kata lain isi pasal dalam perjanjian tersebut batal.
Perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi dapat diajukan ke pengadilan dan hakim dapat
memutuskan untuk membatalkan demi hukum perjanjian tersebut, Maka klausula eksonerasi tersebut
menjadi batal. Akibat hukum yang timbul akibat pencantuman klausula eksonerasi dalam tiket bus
penumpang antar kota antar provinsi berhubungan erat dengan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh penyedia jasa bus penumpang antar kota antar penumpang karena melakukan hal-hal
yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Perbuatan melawan hukum adalah segala perbuatan
yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain8 . Dikatakan 8Azhari, Wawancara, Akademisi Fakultas
Hukum Universitas Syiah Kuala, Tanggal 7 Juni 2017. JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 2(1) Februari
2018 204 Putri Pratiwi Lubis, Yunita sebagai perbuatan melawan hukum apabila terpenuhi syarat-syarat
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yakni “Tiap Perbuatan melanggaran hukum,
yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugain tersebut”. Berdasarkan rumusan pasal tersebut dapat dipahami suatu
perbuatan dikatakan melawan hukum apabila: 1) Perbuatan tersebut melawan hukum. 2) Perbuatan
tersebut menimbulkan kerugian. 3) Perbuatan tersebut harus dilakukan dengan kesalahan. 4) Antara
perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausalitas. Syarat Perbuatan melawan hukum
bukan hanya melanggar apa yang tertulis tetapi juga melanggar segala perbuatan yang tidak sesuai
dengan ketertiban umum, kepatutan, kesusilaan dan undang-undang yang berlaku. Apabila terjadi
kehilangan barang, kerusakan barang, tercecernya barang bawaan penumpang dalam hal ini merupakan
kerugian materil maupun kerugian immaterial yang mungkin dialami juga oleh penumpang maka hal
tersebut termasuk dalam perbuatan melawan hukum, karena terdapat hubungan kausalitas antara
perbuatan yang melanggar hukum dengan kesalahan yang dilakukan pihak penyedia jasa bus
penumpang antar kota antar provinsi dan kerugian yang dialami oleh penumpang (konsumen).9 Akibat
hukum akibat pencantuman klausula eksonerasi lainnya selain perbuatan melawan hukum adalah
wanprestasi. Dikatakan sebagai wanprestasi karena berhubungan dengan perjanjian yang telah
disepakati oleh kedua pihak. Selain itu wanprestasi lebih melihat pada kerugian dalam perjanjian,
sedangkan perbuatan hukum tanpa adanya perjanjian sudah diatur dalam undang-undang. Dengan
demikian, kontrak baku yang mengandung klausula eksonerasi di dalamnya dapat berakibat hukum dua
hal yakni wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sekaligus.10 Wanprestasi didasari empat alasan,
yaitu: 1) Tidak melakukan sesuatu sesuatu. 2) Melakukan sesuatu tetapi tidak sesuai dengan apa yang
diperjanjikan. 3) Melakukan sesuatu tetapi terlambat. 4) Melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan
9Azhari, Wawancara, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Tanggal 7 Juni 2017. 10Azhari,
Wawancara, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Tanggal 7 Juni 2017. JIM Bidang Hukum
Keperdataan : Vol. 2(1) Februari 2018 205 Putri Pratiwi Lubis, Yunita 3. Upaya Hukum Yang Dapat
Dilakukan Oleh Pengguna Jasa Akibat Pencantuman Klausula Eksonerasi Pada Tiket Bus Penumpang
Antar Kota Antar Provinsi Mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa akibat
pencantuman klausula eksonerasi dalam tiket bus penumpang antar kota antar provinsi, Undang-
undang tentang Perlindungan konsumen sendiri secara jelas memberikan alternatif penyelesaian litigasi,
yakni melalui pengadilan umum dan jalur non litigasi yakni melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK). Mengenai upaya hukum penyelesaian sengketa dalam hukum perlindungan
konsumen diatur dalam Bab X yang terdiri dari empat pasal yakni mulai dari Pasal 45 hingga Pasal 48
UUPK dan khusus mengenai BPSK diatur dalam Bab XI Pasal 49 hingga Pasal 58 UUPK.Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan melalui BPSK bukanlah suatu keharusan untuk ditempuh konsumen sebelum
pada akhirnya sengketa tersebut diselesaikan melalui lembaga peradilan. Meskipun demikian hasil
putusan BPSK memiliki suatu daya hukum yang cukup untuk memberikan Shock Teraphy bagi pelaku
usaha yang nakal, karena putusan tersebut dapat dijadikan bukti permulaan bagi penyidik. Ini berarti
tidak menghilangkan tanggung jawab pidana menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang
berlaku. Undang-undang Perlindungan Konsumen memberikan kewenangan kepada BPSK untuk
menjatuhkan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar larangan tertentu yang dikenakan
bagi pelaku usaha. Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, membedakan jenis gugatan yang
dapat diajukan ke BPSK berdasarkan persona standi in judicio. Rumusan Pasal 46 ayat (1) UUPK yang
menyatakan bahwa setiap gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh: seorang
konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya, sekelompok konsumen yang memiliki kepentingan yang
sama, lembaga konsumen swadaya masyarakat yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang
memiliki anggaran dasar tujuannya untuk kepentingan konsumen dan kegiatan lainnya yang
berhubungan dengan perlindungan konsumen, serta pemerintah dan atau instansi terkait apabila
barang atau jasa yang dikonsumsi atau yang dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar
dan atau memakan korban yang tidak sedikit. Lebih lanjut ketentuan Pasal 46 ayat (2) UUPK
menentukan bahwa gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah hanya dapat diajukan kepada peradilan umum. Terkait
upaya hukum yang akan ditempuh oleh konsumen, Pihak YaPKa terlebih dahulu menyarankan kepada
konsumen untuk mengambil langkah melakukan musyawarah mufakat antara konsumen dengan pelaku
usaha. Musyawarah mufakat yang JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 2(1) Februari 2018 206 Putri
Pratiwi Lubis, Yunita dilakukan agar masalah dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak secara
kekeluargaan. Jika pada musyawarah mufakat antar keduanya tidak menemukan solusi atau jalan keluar
maka dapat dilakukan upaya hukum pada tahap selanjutnya yakni melalui jalur non litigasi melalui BPSK,
Namun saat ini di Kota Banda Aceh belum ada BPSK11 . Langkah selanjutnya jika konsumen sudah jelas
mengalami kerugian, maka konsumen dapat memberikan pengaduan dengan sejelas-jelasnya. Setelah
pengaduan diterima oleh pihak YaPKA maka akan dilanjutkan dengan proses pengkajian dan penelaahan
terhadap pengaduan tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung saat hari pengaduan. Jika
pengaduan tersebut telah dikaji maka akan ditindak lanjuti dengan dilengkapi bukti-bukti yang
menyatakan bahwa konsumen atau sekelompok konsumen tersebut mengalami kerugian. Setelah itu
dilakukanlah mediasi dengan pihak yang berselisih, apabila tidak menemukan jalan keluar maka
ditempuh jalur pengadilan12 . Dalam melakukan usaha upaya hukum terhadap pencantuman klausula
eksonerasi dalam tiket bus penumpang antar kota antar provinsi, konsumen harus dapat membuktikan
bahwa segala hal yang berkaitan dengan kontrak tersebut yang dianggap sebagai tanggung jawab pelaku
usaha. Apabila musyawarah mufakat antara konsumen dengan pelaku usaha tidak membuahkan hasil,
maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang secara jelas
memberikan pilihan alternatif penyelesaian sengketa baik secara non litigasi melalui BPSK atau melalui
jalur litigasi yakni melaui sistem peradilan badan pengadilan kepada kedua belah pihak untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Sehingga dapat menemukan solusi terhadap permasalahan
tersebut dan menjamin adanya keadilan serta kepastian hukum bagi para pihak yang bersengketa,
khusunya bagi konsumen sebagai pihak yang lemah yang sering mengalami kerugian

Anda mungkin juga menyukai