ARTIKEL ILMIAH
Disusun Oleh:
KAJIAN PUSTAKA
1. Kewarganegaraan Digital
Choi (2016) menggambarkan kewarganegaraan digital sebagai etika
penggunaan internet yang sesuai, aman, etis, dan bertanggung jawab. Hal ini
menekankan terhadap kemampuan individu dalam mengakses, menggunakan,
membuat, serta menilai informasi dari komunikasi online yang dilaksanakan
dengan bijaksana, terutama evaluasi informasi, keterampilan kritis dalam media
online, dan ekspresi diri yang dilakukan secara online. Kewarganegaraan digital
menyoroti perlunya pendidikan mengenai perilaku online yang bertanggung jawab
dan aman, serta sesuai kriteria dalam menggunakan teknologi dan internet yang
etis, kesadaran digital, hak serta tanggung jawab digital (Lasiyo et al., 2021).
Kewarganegaraan digital mempunyai beberapa aspek menurut Ribble
(Alberta, 2012) aspek kewarganegaraan digital diantaranya yaitu: akses digital
yang komprehensif, komunikasi digital, literasi digital, etika digital, hukum
digital, keamanan digital, kesehatan dan kesejahteraan digital, serta hak dan
tanggung jawab digital. Kewarganegaraan digital bergantung pada sifat dasar
kewarganegaraan untuk berkembang, memerlukan prinsip moral yang tinggi guna
beroperasi efektif dalam masyarakat global yang terhubung.
Kewarganegaraan digital memerlukan prinsip moral untuk bisa bekerja
dengan efektif dalam masyarakat global yang berjejaring, sesuai waktu serta
kondisi geografisnya dari beragam budaya. Supaya mewujudkan
kewarganegaraan digital maka lembaga pendidikan mempunyai peranan penting
dalam mencapai hal ini, lembaga pendidikan khususnya guru, berperan dalam
menumbuhkan serta mengembangkan literasi digital siswanya sebagai generasi
muda supaya bijaksana serta kritis pada saat menggunakan media digital dan
internet (Alberta, 2012).
Dengan demikian, kewarganegaraan digital dalam lingkup negara
Indonesia sebagai negara multikultural harus diwujudkan. Kewarganegaraan
digital mempunyai ciri-ciri masyarakat yang melek digital ataupun mempunyai
kemampuan yang cakap dalam literasi digital yang bisa mencegah berbagai
tindakan menyimpang seperti cyber crime, menjaring berita hoax, meminimalisir
ujaran kebencian di media sosial, dan sebagainya. Sehingga masyarakat bukan
sekadar melek digital namun pula mempunyai etika digital dengan memiliki
pemikiran yang kritis, tanggung jawab serta mentaati norma atau peraturan dalam
suatu negara yang berlaku.
2. Good and Clean Government
Istilah good and clean government ialah terminology yang baru ada dalam
ilmu politik pada awal tahun 1990. Konsep tersebut menekankan terhadap seluruh
perilaku yang berhubungan dengan tindakan mengarahkan, mengendalikan,
maupun mempengaruhi urusan publik yang mempunyai sifat yang baik dan bersih.
Good governance bukan sekadar terbatas dalam manajemen lembaga
pemerintahan, namun pula seluruh lembaga baik pemerintah maupun yang non
pemerintah (Hidayat, 2007).
Secara linguistik, good and clean berarti baik dan bersih, yang mana
dalam konteks good konteks pemerintahan mempunyai dua pemahaman.
Pertama, nilai-nilai yang menghargai kehendak dan aspirasi rakyat serta nilainilai
yang meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai tujuan nasional,
kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial. Kedua, aspek yang
fungsional dan efektivitas pemeritahan untuk melaksanakan tugasnya supaya
tujuan yang diharapkan bisa tercapai (Ubaedillah, 2015). Sementara itu dalam
konteks clean pemerintahan yang bersih maka penyelenggaraan pemerintahan
dilakukan dengan amanan, tata pemerintahan yang baik, pengelokaan
pemerintahan dilakukan dengan baik serta bertanggung jawab.
Sedangkan government merujuk pada proses mengambil keputusan dan penerapan
keputusan tersebut (Sunarya, 2007).
Orientasi dalam mengembangkan sektor publik pada dasarnya
mempunyai tujuan menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih. Hal tersebut
membutuhkan reformasi di banyak tingkatan, terutama aparatur negara dan
administrasi negara yang bisa mendukung kelancaran dan keterpaduan dalam
menyelenggarakan tugas serta fungsi pemerintahan dan pembangunan
berdasarkan prinsip good and clean government. United Nations Development
Programme (UNDP) mengidentifikai beberapa kriteria dari good and clean
government, yakni (Ubaedillah, 2015):
a. Partisipasi; setiap warga negara mempunyai suara dalam menentukan
keputusan, baik secara langsung atau dengan diwakilkan oleh lembaga
sesuai kepentingan mereka. Partisipasi tersebut berdasarkan pada prinsip
demokrasi, terutama kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat guna mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek
pembangunan, regulasi birokrasi harus dikurangi.
b. Berbasis hukum; kerangka hukum harus dilaksanakan dengan adil dan
tanpa pandang bulu khususnya mengenai hak asasi manusia. Supaya good
and clean government bisa tercapai maka dibutuhkan komitmen
pemerintah dalam menegakkan hukum dengan terpenuhinya beberapa
unsur berupa supremasi hukum atau penegakan hukum pada seluruh
tindakan kekuasaan negara, kepastian hukum atau aturan hukum yang
jelas serta pasti, hukum yang responsive atau mengakomodasi kebutuhan
publik, penegakan hukum yang konsisten dan tidak diskriminatif, serta
peradilan yang independen.
c. Transparansi; transparansi berdasarkan dari kebabasan aliran informasi.
Hal ini penting dilaksanakan guna memusnahkan budaya korupsi dalam
penerintahan pusat maupun daerah di bawahnya. Unsur dalam mengelola
negara perlu dilaksanakan dengan transparan dalam hal penetapan posisi,
jabatan, kekayaan pejabat publik, pemberian penghargaan, penetapan
kebijakan yang berhubungan dengan pencerahan kehidupan, kesehatan,
moralitas pejabat dan aparatur pelayanan publik, keamanan serta
ketertiban, dan kebijakan strategis guna kesejahteraan masyarakat.
d. Responsif; setiap lembaga dan proses dalam pemerintahan dan
pembangunan harus berupaya memberikan pelayanan seluruh pemangku
kepentingan. Responsive berarti pemerintah hasus memenuhi dua etika
yakni etika individual atau berkaitan dengan kapabilitas dan loyalitas
profesional dan etika sosial atau sensitivitas terhadap banyak kebutuhan
publik.
e. Orientasi konsesnsus; good governance memediasi kepentingan yang
berbeda guna mewujudkan pilihan paling baik untuk kepentingan yang
lebih luas. Walaupun pejabat tingkat tertentu bisa mengambil keputusan
secara pribadi berdasarkan kewenangan mereka, kebijakan penting serta
memiliki sifat publik harus diputuskan bersama dengan seluruh pihak
terkait.
f. Kesetaraan; seluruh warga negara berkesempatan guna meningkatkan
maupun memelihara kesejahteraan mereka. Asas kesetaraan
mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintahan harus bertindak adil,
khususnya dalam pelayanan publik, tanpa memandang perbedaan
keyakinan, suku, jenis kelamin, hingga kelas sosial.
g. Efektivitas dan efisiensi; proses serta lembaga pemerintahan dan
pembangunan perlu menghasilkan produk berdasarkan standar yang
sudah ditentukan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan
baik. Biasanya efisiensi diukur melalui rasionalitas biaya pembangunan
guna memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat.
h. Aakuntabilitas; para pihak yang membuat keputusan dalam
pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat haruslah bertanggung
jawab kepada publik serta berbagai lembaga pemangku kepentingan.
Dengan demikian, Standar Prosedur Operasional (SOP) dibutuhkan
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan maupun pelaksanaan
kebijakan guna memberikan dukungan akuntabilitas pemerintahan.
PEMBAHASAN
1. Kesimpulan
Kewarganegaraan digital membuka potensi besar dalam membangun
good and clean government, tetapi tantangan seperti ketidaksetaraan akses dan
keamanan digital harus segara diatasi. Dengan mengatasi tantangan ini,
kewarganegaraan digital bisa menjadi instrument yang efektif dalam
menciptakan pemerintahan yang lebih transparan, partisipatif, dan akuntabel.
2. Saran
Berdasarkan pembahasan artikel ini, penulis memberikan saran yaitu
pemerintah harus memastikan keamanan data digital dan perlindungan privasi
adalah prioritas. Pemerintah harus menerapkan kebijakan dan regulasi yang ketas
mengenai perlindungan data pribadi dan mencegah serangan siber yang bisa
membahayakan keberlanjutan good and clean government.
Daftar Pustaka
Alberta, E. (2012). Digital Citizenship Policy Development Guide. Alberta Education
School Technology Branch.
Benaziria, B. (2018). Pengembangkan Literasi Digital pada Warga Negara Muda dalam
Pembelajaran PPKn melalui Model VCT. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial,
10(1), 11–20.
Choi, M. (2016). A Concept Analysis Of Digital Citizenship For Democratic Citizenship
Education In The Internet Age. Theory & Research In Social Education, 0(0), 1–43.
Hidayat, K. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani (2nd ed.). ICCE.
Lasiyo, Wikandaru, R., & Hastangka. (2021). Modul MKWU4109 Pendidikan
Kewarganegaraan (3rd ed.). Universitas Terbuka.
Martini, D. (2007). Strategi dan Implementasi Good Governance Dalam Pemerintahan,.
Irjen Depag RI.
Sunarya, S. (2007). Implementasi Good Government dan Clean Governance dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan. Irjen Depag.
Ubaedillah, A. (2015). Pancasila Demokrasi dan Pencegahan Korupsi. In Al-Qanun.
Kencana.
Yunus, N. R. (2016). Menciptakan Good And Clean Government Berbasis Syariah
Islamiyah Dalam Tatakelola Pemerintahan Republik Indonesia. Nur El-Islam, 3(1),
143–175.