Anda di halaman 1dari 8

KEWARGANEGARAAN DIGITAL DALAM MEMBANGUN

GOOD AND CLEAN GOVERNMENT

DISUSUN OLEH :
NAMA : ESTIRA AMARFUAH TRISTIANINGSIH
NIM : 858531805

UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S1 PGSD
2023
KEWARGANEGARAAN DIGITAL DALAM MEMBANGUN GOOD AND CLEAN
GOVERNMENT

Estira Amarfuah
Tristianingsih

858531805
Prodi PGSD Universitas Terbuka
Semarang

DIGITAL CITIZENSHIP IN BUILDING A GOOD AND CLEAN GOVERNMENT

Abstract

In this digital era, the role of digital citizenship is becoming increasingly important in
establishing good and clean government. Digital citizenship includes the use of information
technology and social media to actively participate in democratic processes, access public
information, and monitor government actions. Digital Citizenship is also key in increasing
community participation in decision making, ensuring human rights, and building good
governance. Through analysis of case studies and recent literature, this article explores digital
citizenship best practices that can be implemented to create good, clean government. It is hoped
that the results of this research can contribute to the development of policy strategies to improve
the quality of government through the application of digital citizenship values.

Keywords: Digital Citizenship, Clean Government, Digital Era, Community Participation,


Transparency.

Abstrak

Dalam era digital ini, peran kewarganegaraan digital menjadi semakin penting dalam membentuk
pemerintahan yang baik dan bersih. Kewarganegaraan digital mencakup penggunaan teknologi
informasi dan media sosial untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi, mengakses
informasi publik, dan mengawasi tindakan pemerintah. Digital Citizenship juga menjadi kunci
dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, memastikan hak
asasi manusia, dan membangun tata kelola yang baik. Melalui analisis studi kasus dan literatur
terkini, artikel ini mengeksplorasi praktik terbaik kewarganegaraan digital yang dapat diterapkan
untuk menciptakan pemerintah yang baik dan bersih. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan konstribusi pada pengembangan strategi kebijakan untuk meningkatkan kualitas
pemerintah melalui penerapan nilai-nilai kewarganegaraan digital.

Kata Kunci: Kewarganegaraan Digital, Pemerintah Bersih, Era Digital, Partisipasi


Masyarakat, Transparansi.
I. PENDAHULUAN
Dalam era digital yang terus berkembang, kewarganegaraan digital tidak hanya sekadar
keterampilan teknologi, tetapi juga melibatkan pemahaman mendalam tentang tata kelola
pemerintahan dan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan publik. Kewarganegaraan
digital mencakup kemampuan untuk mengakses, menilai, dan menggunakan informasi digital
secara kritis. Selain itu, individu juga diharapkan memiliki integritas, etika digital, dan tanggung
jawab dalam menggunakan teknologi untuk kepentingan bersama.
Dalam konteks membangun good and clean government, kewarganegaraan digital menjadi
instrumen untuk meningkatkan transparansi lembaga pemerintah, menyediakan saluran
partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat, dan mendukung pertanggungjawaban pemerintah.
Melalui keterlibatan aktif dalam platform digital, warga negara dapat memantau kebijakan
publik, menyuarakan aspirasi mereka, dan berkontribusi pada upaya pencegahan korupsi.
Namun, pengembangan kewarganegaraan digital juga dihadapkan pada berbagai tantangan,
termasuk kesenjangan akses digital, keamanan data, dan penyalahgunaan informasi. Oleh karena
itu, perlu adanya upaya bersama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk
menciptakan lingkungan digital yang inklusif, aman, dan etis.
Kewarganegaraan digital dalam membangun good and clean government merujuk pada peran
serta aktif warga negara dalam penggunaan teknologi digital untuk mendukung tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih. Konsep ini mencakup pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) serta media sosial sebagai alat untuk memperkuat transparansi, akuntabilitas,
dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan pemerintah.
Dengan pemahaman yang matang tentang kewarganegaraan digital, diharapkan masyarakat
dapat menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif pada tata kelola pemerintahan.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam konsep kewarganegaraan digital dan
implementasinya dalam membangun good and clean government.

I. PEMBAHASAN
1. Pengertian Good and Clean Government
Istilah good and clean governance, di dalam Bahasa Indonesia biasa dikenal dengan istilah
tata Kelola pemerintah yang baik dan bersih. Sebelum bergulirnya reformasi, istilah ini tidak
banyak didengar di masyarakat. Istilah good governance dapat dipahami secara bermacam-
macam, antara lain governance dan government. Secara etimologis berasal dari kata to govern
yang artinya memerintah, yaitu menguasai atau mengurus negara atau mengurus daerah sebagai
bagian dari negara.[1]
Terkait dengan dua istilah tersebut, memang masyarakat umumnya memiliki pemahaman
yang bermacam-macam. Ada yang menyamakan governance dengan government, namun ada
pula yang membedakan keduanya. Government dan governance memang sama-sama dua istilah
yang berbeda. Istilah government, merujuk pada Lembaga eksekutif yang menjalankan
pemerintah atau memegang kekuasaan, mengacu pada keseluruhan elemen yang terlibat di dalam
tata Kelola pemerintah. Dengan menggunakan istilah governance, dengan demikian cakupannya
tidak hanya pada pemimpin eksekutif saja, tetapi termasuk unsur-unsur kecil di dalam birokrasi.
Governance, dengan demikian mengacu pada keseluruhan unsur yang menjalankan tata Kelola
pemerintah di masyarakat. Pembedaan ini senada dengan uraian di dalam buku berjudul
“Penerapan Good Governance di Indonesia” yang menguraikan bahwa istilah governance
merujuk pada Tindakan, proses, atau pola di dalam penyelenggaraan pemerintah. Dapat
disimpulkan bahwa konsep governance memiliki makna yang lebih kompleks jika dibandingkan
dengan government, manajemen penyelenggaraan negara dilihat sebagai serba pemerintah,
dimana pemerintah dinilai sebagai aktor sentral dalam mobilisasi sumber daya untuk
kepentingan Pembangunan. Sedangkan dalam governance pemerintah dipandang sebagai salah
satu aktor, di samping dunia usaha dna masyarakat. Hubungan ketiga actor tersebut dalam posisi
sejajar, setara, saling mengontrol (checks and balance), dan membentuk struktur jejaring
(networking) dalam suatu system sosial-politik.[1]
Perbedaan antara "government" dan "governance" mencerminkan evolusi dalam pemahaman
dan pendekatan terhadap bagaimana suatu entitas dikelola dan diatur. "Government" menunjuk
pada aspek formal dan resmi dari struktur pemerintahan, dengan penekanan pada lembaga-
lembaga resmi dan hierarki kekuasaan. Ini mencakup lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif
yang secara konvensional mengambil peran utama dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan kebijakan.
Di sisi lain, "governance" melibatkan pendekatan yang lebih luas dan inklusif terhadap
proses pengelolaan dan pengambilan keputusan. Selain lembaga-lembaga pemerintahan formal,
"governance" mencakup peran aktif dari sektor swasta, masyarakat sipil, dan elemen-elemen lain
dalam menentukan arah dan pelaksanaan kebijakan. Konsep ini menyoroti pentingnya
transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam upaya mencapai tata kelola yang
baik.

2. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Good Governance


Dalam era modern, "governance" menjadi semakin relevan karena munculnya kompleksitas
masalah global, keterlibatan aktor non-pemerintah, dan pergeseran paradigma ke arah partisipasi
publik yang lebih besar. Oleh karena itu, keseimbangan antara "government" dan "governance"
menjadi krusial dalam mencapai keberlanjutan, keadilan, dan efisiensi dalam pengelolaan suatu
entitas. Dengan kata lain, "government" menegaskan struktur formal, sementara "governance"
menggaris bawahi keterlibatan luas dan pendekatan kolaboratif dalam proses pengambilan
keputusan dan pengelolaan. Prinsip-prinsip dan karakteristik "good and clean government"
mencakup berbagai aspek tata kelola yang bertujuan untuk memastikan akuntabilitas,
transparansi, efisiensi, dan integritas dalam administrasi publik.
Menurut United Nations Development Programme (UNDP), terdapat beberapa karakteristik
dari good governance.
Pertama, Participation (partisipasi) adalah elemen kunci, di mana setiap warga negara
memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung
maupun melalui representasi institusi. Prinsip demokrasi, termasuk kebebasan berkumpul dan
menyampaikan pendapat, menjadi dasar bagi partisipasi menyeluruh ini. Untuk mendorong
partisipasi dalam berbagai aspek pembangunan, regulasi birokrasi perlu diminimalisir, tidak
hanya terbatas pada kegiatan politik.[2]
Kedua, Prinsip berbasis hukum (Rule of Law) menjadi landasan penting. Kerangka hukum
harus adil dan diterapkan tanpa pandang bulu, khususnya dalam konteks hak asasi manusia.
Pemerintah harus berkomitmen untuk menegakkan hukum dengan elemen-elemen seperti
supremasi hukum, yang menekankan penegakan hukum atas tindakan kekuasaan negara tanpa
diskresi; kepastian hukum, yang menuntut agar setiap aspek kehidupan diatur oleh hukum yang
jelas dan pasti; hukum yang responsif, yang mencerminkan aspirasi masyarakat dan
mengakomodasi kebutuhan publik secara adil; penegakan hukum yang konsisten dan tidak
diskriminatif, serta independensi peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa atau kekuatan
lainnya.[2]
Ketiga Transparansi (terbuka) adalah karakteristik ketiga dari good governance. Dalam
konteks ini, semua kebijakan publik harus bersifat transparan, mencakup proses pengambilan
keputusan, pelaksanaan, dan evaluasinya. Informasi tidak boleh terhalang dan harus mengalir
secara bebas. Transparansi ini dianggap sebagai langkah esensial untuk menghapus budaya
korupsi di kalangan pelaksana pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun di bawahnya. Dalam
pengelolaan negara, terdapat delapan unsur yang harus dijalankan secara transparan, seperti
penetapan posisi, jabatan, dan kedudukan, kekayaan pejabat publik, pemberian penghargaan,
penetapan kebijakan yang terkait pencerahan kehidupan, moralitas para pejabat dan aparatur
pelayanan publik, keamanan dan ketertiban, serta kebijakan strategis untuk pencerahan
kehidupan masyarakat.[2]
Keempat Responsiveness (responsif) adalah karakteristik keempat. Setiap lembaga dan
proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus berusaha melayani setiap
pemangku kepentingan (stakeholders). Sesuai dengan prinsip responsif, setiap unsur pemerintah
harus memiliki dua etika, yaitu etika individual dan etika sosial kualifikasi. Etika individual
menuntut pelaksanaan birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas
profesional. Sementara etika sosial menuntut mereka agar memiliki sensitivitas terhadap
berbagai kebutuhan publik.[2]
Kelima Orientasi Konsensus (consensus orientation) merupakan karakteristik kelima dari
good governance. Good governance berfungsi sebagai perantara kepentingan yang berbeda untuk
mencapai pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas. Meskipun pejabat pada tingkat
tertentu dapat mengambil keputusan secara personal sesuai dengan batas kewenangannya,
kebijakan yang bersifat penting dan bersifat publik harus diputuskan bersama dengan seluruh
unsur terkait. Kebijakan individu hanya dapat dilakukan dalam batas teknis pelaksanaan
kebijakan sesuai kewenangannya. Paradigma ini penting dalam pelaksanaan pemerintahan
karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan
kepada rakyat. Melibatkan sebanyak mungkin pihak dalam proses pengambilan keputusan
partisipatif akan mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan lebih baik. Selain itu,
semakin banyak pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan umum, semakin tinggi tingkat
kehati-hatian, dan pelaksanaan akuntabilitas dapat lebih dipertanggungjawabkan.[2]
Keenam Kesetaraan (equity) adalah karakteristik keenam dari good governance. Prinsip
kesetaraan menekankan bahwa semua warga negara harus memiliki kesempatan untuk
meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. Kesetaraan dalam perlakuan dan pelayanan
publik diharapkan dari setiap pelaksanaan pemerintahan, di mana pemerintah diwajibkan untuk
bersikap adil, terutama dalam memberikan pelayanan publik, tanpa memandang perbedaan
keyakinan, suku, jenis kelamin, atau kelas sosial.[2]
Ketujuh Efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency) merupakan karakteristik
ketujuh dari good governance. Proses-proses dan lembaga-lembaga pemerintahan diharapkan
menghasilkan produk sesuai dengan yang telah ditetapkan, dengan menggunakan sumber daya
yang tersedia sebaik mungkin. Asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat. Semakin kecil biaya yang
dikeluarkan untuk mencapai kepentingan yang terbesar, semakin efisien pemerintahan tersebut
dianggap.[2]
Kedelapan Akuntabilitas (accountability) adalah karakteristik kedelapan. Para pembuat
keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat (civil society) diharapkan
bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga pemangku kepentingan. Implementasi
Standar Operasional Prosedur (SOP) menjadi penting dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan atau pelaksanaan kebijakan. Untuk mendukung akuntabilitas, pengawasan menjadi
kunci utama dalam evaluasi dan kontrol dari pelaksanaan SOP yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, setiap tindakan dan keputusan dapat dipertanggungjawabkan dengan lebih baik kepada
masyarakat dan lembaga-lembaga terkait.[2]
Kesembilan Visi strategis (strategic vision) merupakan karakteristik kesembilan dari good
governance. Pada tingkat ini, para pemimpin dan publik diharapkan memiliki visi strategis yang
melihat ke depan, membangun masa depan yang lebih baik berdasarkan pada nilai-nilai
kemanusiaan yang universal, dan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan. Visi ini mencakup
pemahaman yang mendalam tentang arah yang diinginkan dan bagaimana mencapainya dalam
jangka panjang. Pemimpin yang memiliki visi strategis akan mampu merumuskan tujuan-tujuan
yang jelas dan memberikan panduan bagi pembangunan yang berkelanjutan. Visi ini juga
mencakup kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, seperti keadilan,
keberlanjutan, dan hak asasi manusia. Dengan memiliki visi strategis, pemimpin dan publik
dapat bekerja bersama untuk mencapai perubahan positif dan berkelanjutan dalam masyarakat. [2]

3. Tujuan dari Good Governance


Pemerintah Indonesia memandang perlu untuk menerapkan konsep pemerintahan yang baik
dan melakukan reformasi birokrasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara mengeluarkan Peraturan Nomor PER/15/M.PAN/7/2008, yang
berfungsi sebagai pedoman umum dalam melaksanakan reformasi birokrasi di berbagai instansi
pemerintah. Tujuan utama peraturan ini adalah sebagai berikut:
a. Menciptakan Birokrasi yang Bersih: Tujuan pertama adalah untuk menciptakan birokrasi
yang bersih, artinya bebas dari korupsi, kolusi, dan juga nepotisme.
b. Menciptakan Birokrasi yang Efektif, Efisien, dan Produktif: Tujuan kedua adalah untuk
menciptakan birokrasi yang efektif, efisien, dan produktif agar masyarakat dapat merasakan
manfaatnya. Contohnya seperti proses pengurusan administrasi yang lebih praktis, bersih
dari pungutan liar, dan tidak berbelit-belit.
c. Menciptakan Birokrasi yang Transparan: Tujuan good governance yang ketiga yaitu untuk
menciptakan birokrasi yang transparan dengan tetap melindungi berbagai informasi yang
sifatnya rahasia.
d. Membangun Birokrasi yang Melayani Masyarakat: Pemerintah berkomitmen untuk melayani
segala kebutuhan masyarakat sebaik-baiknya. Seperti memberikan akses yang mudah bagi
semua masyarakat dan sebagainya. Dengan begitu, pelayanan masyarakat dapat dilakukan
dengan prima dan cepat.
e. Mewujudkan Birokrasi yang Akuntabel: Terakhir adalah mewujudkan birokrasi yang
akuntabel atau bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang dilakukan. Ini berarti
pemerintah akan bekerja keras untuk menjalankan setiap kebijakan atau program. Jika
kemudian terjadi kesalahan, pemerintah tidak akan mencari kambing hitam.[3]
Dengan menerapkan pedoman reformasi birokrasi ini, diharapkan setiap instansi pemerintah
dapat berkontribusi secara positif terhadap pembangunan negara dan kesejahteraan
masyarakat. Selain itu, peraturan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk terus
meningkatkan tata kelola pemerintahan menuju arah yang lebih baik dan sesuai dengan
prinsip-prinsip good governance.
4. Implementasi Good Governance di Indonesia
Implementasi Good Governance di Indonesia melibatkan konsep yang mengarah pada
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan yang dapat dipertanggungjawabkan bersama.
Upaya untuk menerapkan Good Governance di Indonesia dimulai sejak era Reformasi, yang
menekankan pentingnya demokrasi yang bersih. Meskipun demikian, pencapaian Good
Governance di Indonesia belum sepenuhnya mencapai tujuan Reformasi karena masih terdapat
kejadian-kejadian kecurangan dan kebocoran dalam manajemen anggaran dan akuntansi. [3]
Beberapa prinsip Good Governance yang diterapkan di Indonesia meliputi partisipasi, rule
of law, transparansi, responsive, consensus orientation, equity, efisien dan efektif, akuntabilitas,
dan strategic vision.[4] Upaya untuk menciptakan Good Governance di Indonesia melibatkan
kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki Pemerintah, serta prinsip-prinsip
akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien[5]
Penerapan konsep good governance memerlukan kerjasama yang solid antara pemerintah,
sektor swasta, dan masyarakat sipil. Kerjasama ini menjadi landasan untuk pembuatan kebijakan
dan program yang selalu melibatkan keputusan bersama. Setiap entitas memiliki peran
khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan yang efektif. Oleh karena itu, keselarasan di
antara ketiganya akan menjadi kekuatan yang signifikan. Dengan kata lain, pemerintah, sektor
swasta, dan masyarakat sipil perlu berkolaborasi dalam mengelola aspek ekonomi, sumber daya
alam, lingkungan, dan sektor sosial.[6]

5. Contoh Good Governance di Indonesia


Untuk mewujudkan good governance di Indonesia, pemerintah telah
mengimplementasikan berbagai inovasi dan perubahan sejak dimulainya era reformasi hingga
saat ini. Berikut beberapa contoh good governance yang masih dapat kita saksikan:
 Pembatasan Masa Jabatan: Pemerintah mengubah masa jabatan yang awalnya dapat
berlangsung seumur hidup menjadi dibatasi hanya sampai 5 tahun dengan maksimal 2
periode. Ini berarti bahwa seseorang yang terpilih sebagai Presiden hanya dapat menjabat
selama dua periode.
 Pemilihan Umum yang Partisipatif: Sistem pemilihan umum untuk legislatif dan eksekutif
melibatkan partisipasi langsung rakyat mulai dari masa kampanye hingga pemungutan suara
di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ini merupakan perubahan signifikan dari praktik
pemilihan umum di masa lalu yang sering diwakilkan oleh anggota DPR.
 Reformasi Sistem Penerimaan CPNS: Pemerintah mengubah sistem penerimaan Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) menjadi terbuka dengan mengadakan Tes CPNS. Tes ini dapat diikuti
oleh seluruh warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan, mengeliminasi praktik
nepotisme yang kerap terjadi di masa lalu.
 Transparansi APBN: APBN dibuat lebih transparan untuk mencegah terjadinya korupsi pada
dana APBN. Langkah ini memungkinkan masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk
mengawasi serta melakukan audit terhadap penggunaan dana APBN oleh pemerintah.[3]
Upaya-upaya ini mencerminkan komitmen pemerintah Indonesia dalam mewujudkan good
governance dengan memperkuat transparansi, partisipasi publik, dan pencegahan praktik-praktik
korupsi.
III. PENUTUP
Dalam konteks mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, konsep Good Governance
dan penerapannya di Indonesia memiliki peran krusial. Berbagai prinsip-prinsip seperti
partisipasi, rule of law, transparansi, dan akuntabilitas menjadi landasan utama dalam upaya
meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
regulasi, seperti Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, untuk memandu reformasi
birokrasi dan mendorong implementasi Good Governance.
Dalam era digital, konsep kewarganegaraan digital menjadi semakin penting sebagai
instrumen untuk meningkatkan transparansi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas
pemerintah. Kewarganegaraan digital melibatkan penggunaan teknologi informasi dan media
sosial untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi, mengakses informasi publik, dan mengawasi
tindakan pemerintah.
Meskipun telah ada upaya konkret dalam menerapkan Good Governance, tantangan dan
hambatan masih ada, termasuk kesenjangan akses digital, keamanan data, dan penyalahgunaan
informasi. Oleh karena itu, kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil
menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan digital yang inklusif, aman, dan etis.
Contoh konkret implementasi Good Governance di Indonesia, seperti pembatasan masa
jabatan, pemilihan umum partisipatif, reformasi sistem penerimaan CPNS, dan transparansi
APBN, mencerminkan komitmen pemerintah untuk menciptakan pemerintahan yang lebih
efektif, bersih, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian, upaya penerapan Good Governance dan kewarganegaraan digital
menjadi fondasi penting dalam membangun good and clean government di Indonesia. Dengan
terus mengembangkan kebijakan, praktik, dan literasi digital, diharapkan masyarakat dapat lebih
aktif berpartisipasi dalam pembangunan negara dan mengawasi kinerja pemerintah untuk
mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Lasiyo, dkk. (2022). Pendidikan Kewarganegaraan. MKDU4111. Banten: Universitas Terbuka.

Fista Pujiani, dkk. (2020). Good and Clean Governance, [PDF]. SCRIBD, 2-4. Diakses tanggal 21
November 2023.
https://id.scribd.com/document/517918588/MAKALAH-Good-and-Clean-Governance

Mochamad Aris Yusuf, (Tahun tidak tersedia). Pengertian Good Governance: Sejarah, Tujuan, dan
Implementasinya, [PDF]. Gramedia. Diakses tanggal 19 November 2023.
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-good-governance/#Prinsip_Good_Governance

PENGERTIAN, PRINSIP DAN PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA, (2017).


Prokomsetda. Diakses tanggal 19 November 2023.
https://prokomsetda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pengertian-prinsip-dan-penerapan-
good-governance-di-indonesia-99

Varia Justicia, (2019). General Principles of Good Governance in Indonesia: What are The Legal
Bases?, [PDF]. Journal Unimma, 6. Diakses tanggal 18 November 2023.
https://journal.unimma.ac.id/index.php/variajusticia/article/view/2464/1430

UPAYA MENCIPTAKAN GOOD AND CLEAN GOVERNMENT, (2011). Kementrian Pekerjaan


Umum dan Perumahan Rakyat. Diakses tanggal 17 November 2023.
https://pu.go.id/berita/upaya-menciptakan-good-and-clean-government

Anda mungkin juga menyukai