Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ANTROPOLOGI

PENGUDUSAN HIDUP DALAM KALANGAN MAHASISWA TEOLOGI

Disusun oleh :

Kezia Filadelfy 227720011

Melissa Destry 227720062

Fitarius Laoli 227720055

Dedi Dores Gulo 227720026

Program Studi Teologi

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI EKUMENE JAKARTA

2023
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Salah satu tuntutan dan sekaligus ciri kekristenan adalah hidup kudus dan kekudusan.
Kekristenan tidak akan pernah bisa dilepaskan dengan soal hidup kudus. Ini bukan hanya
bagian dari para tokoh Alkitab atau orang-orang pilihan zaman dulu, tapi juga di sini dan
kini. Hal ini ditegaskan dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru; dari Kitab Kejadian
hingga Kitab Wahyu. Mengapa ini penting? Karena Allah yang kudus memang menuntut
supaya umat kepunyaan-Nya juga menjadi kudus. Pengudusan dalam hal status sudah
dilakukan oleh Allah melalui pekerjaan Roh Kudus dan merupakan akibat dari iman kepada
Kristus Yesus. Proses pengudusan—dalam pengalaman hidup—itu akan terus berlangsung
seumur hidup, sampai kita sudah meninggalkan dunia ini di mana Allah sendiri yang akan
menyempurnakan kekudusan kita. Namun demikian pengudusan dalam status/ kedudukan
kita di hadapan Allah—itu berlaku sekali seumur hidup, yaitu pada saat kita percaya.
Istilah pengudusan dalam teologi sistematika, dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu pengudusan
awal, pengudusan progresif dan pengudusan akhir (final). Pengudusan awal, terkait dengan
langkah Allah yang mengambil inisiatif untuk memisahkan manusia dari dosa. Kedua,
pengudusan secara pengalaman, yang juga lazim disebut progressive sanctification,
merupakan tindakan manusia dalam menjaga kekudusan hidupnya. Ketiga, pengudusan final
atau perfected sanctification menunjuk pada kedewasaan atau kesempurnaan total di saat
Yesus datang kedua kali. Hidup dalam kekudusan merupakan kehendak Tuhan pada manusia.
Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat manusia diciptakan menurut rupa dan gambar Allah
(Kej.1:26).
Penegasan tentang hidup kudus dapat juga dilihat dalam 1 Petrus 1:16 yang berkata:
―…Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.‖ Oleh karena Allah yang menciptakan manusia
adalah kudus maka manusia ciptaan-Nya juga haruslah kudus. Ada beberapa hal yang
menjadi problem statement dalam menyikapi hidup kudus di antaranya adalah: Pertama,
sekalipun manusia telah dikuduskan oleh Allah, telah dipisahkan dari dosa melalui
pengorbanan AnakNya Yesus Kristus sehingga ia disebut sebagai orang percaya, namun
unsur kedagingan menjadikan orang yang sudah percaya sekalipun tidak luput dari kegagalan
dan perbuatan jatuh dalam dosa (Mat. 26:41). Kehidupan manusia adalah kehidupan yang

2
memiliki roh dan tubuh (daging). Kecenderungan kehidupan roh manusia yang telah hidup di
dalam Tuhan adalah kecenderungan mengikuti kehendak Allah namun sebaliknya kehidupan
di dalam daging menjadikan manusia lemah dan mudah jatuh di dalam dosa. Kedua, dalam
menjalani kehidupan ini, merupakan hal yang sangat mustahil untuk dapat menjaga hidup
kudus selamanya, sampai Tuhan Yesus datang untuk kedua kali. Dalam Pengkhotbah 7:20
dikatakan: ―Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tidak
pernah berbuat dosa.‖ Ini membuktikan bahwa orang yang telah percaya dan telah
mengenakan kekudusan dari Allah tidak luput dari perbuatan dosa. Ketiga, tuntutan firman
Tuhan dalam hidup orang percaya adalah mengejar kekudusan (Ibr. 12:14). Hal yang paling
esensial dalam hidup orang percaya (manusia yang sudah mengalami pembaharuan) adalah ia
harus mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sebenarnya. Hal ini memberi pengertian bahwa setiap orang
percaya yang sudah dikuduskan Allah harus berusaha menjaga kekudusan hidupnya.
Gaya hidup seorang mahasiswa Teologi adalah gaya hidup yang mencerminkan sikap
seorang pelayan Tuhan. Pelayanan mencakup hal yang luas, baik pelayanan kepada Tuhan
maupun pelayanan kepada sesama manusia. Pelayanan kepada Tuhan bukan hanya kegiatan
di lingkungan gereja tetapi juga perilaku atau gaya hidup seorang pelayan itu sendiri. Jadi,
siapa pun bisa menjadi seorang pelayan Tuhan asalkan dia benar-benar bertobat dan rindu
untuk melayani Tuhan dengan segenap hatinya. Seorang pelayan Tuhan atau hamba Tuhan
adalah ia yang benar-benar siap untuk melayani Tuhan terutama umat-Nya. Seorang pelayan
Tuhan juga harus benar-benar memberi diri dalam pelayanannya kepada Tuhan. Ia harus
memiliki ketaatan yang penuh dan kerendahan hati, tidak perlu mencari hormat atau
meninggikan diri sendiri, harus siap sedia dalam segala keadaan, harus bisa menjaga rahasia,
selalu memperhatikan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, memiliki kesetiaan dan
tanggung jawab kepada rumah Tuhan dan ia harus mempersiapkan diri agar dapat melayani
dengan baik. Pemahaman akan doktrin kekudusan secara khusus bagi mahasiswa Sekolah
Tinggi Teologi masih menjadi suatu kerancuan, akibat definisi yang kurang jelas dari makna
kekudusan dikalangan mahasiswa. Untuk dalam pembahasan ini penulis lebih menekankan
apa sebenarnya makna kekudusan bagi umat percaya dan secara khusus bagi mahasiswa
sekolah tinggi teologi yang akan duduk sebagai calon-calon pemimpin. Dan yang seharusnya
menjadi teladan bagi yang dipimpinnya. Beberapa peristiwa para pemimpin belum menjadi

3
jaminan untuk menjadi keteladanan dalam kekudusan, bahkan terkadang lebih baik orang
awam untuk menjaga kekudusan.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan pengudusan hidup menurut Alkitab?
b. Bagaimana pengudusan hidup menurut para teolog?
c. Apa yang menjadi tantangan dalam hidup Kudus?
d. Bagaimana seharusnya kehidupan mahasiswa Teologi?

C. TUJUAN MASALAH
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengudusan hidup menurut Alkitab.
b. Mengetahui pandangan teolog tentang bagaimana pengudusan hidup.
c. Mengetahui apa yang menjadi tantangan dalam hidup Kudus.
d. Mengetahui bagaimana seharusnya kehidupan atau gaya hidup sebagai mahasiswa
Teologi.

4
BAB II

ISI

A. Pengudusan Hidup Menurut Alkitab


Pengudusan hidup atau penyucian hidup merupakan sesuatu hal yang sangat penting di
dalam kehidupan kekristenan, karena ini merupakan salah satu ajaran pokok tentang
keselamatan. Kata mengudukan di dalam bahasa Ibrani berasal dari kata Qadhas, dan kata
sifatnya adalah qadhos itu sendiri yang secara etimologi diartikan sebagai dipisahkan dari yang
lain untuk digunakan. Di dalam Perjanjian Lama kata dikuduskan biasanya dikaitkan dengan
benda yang selalu menunjuk kepada sesuatu hal yang dipisahkan dari yang lain atau dikhususkan
hanya digunakan oleh Allah. Jadi dapat disimpulkan bahwa dikuduskan merupakan sesuatu hal
yang dianggap layak atau pantas dipakai oleh Tuhan, dan biasanya berkenaan dengan ceremonial
di dalam ibadah Allah di kemah suci atau di Bait Allah. Di dalam bahasa Yunani kata
menguduskan berasal dari kata hagiazo atau hagiasmos yang memiliki arti sebagai
menguduskan. sedangkan dengan kata sifatnya adalah hagios. dan di dalam Matius 5:8
menggunakan kata katharoi yang artinya suci atau bebas dari campuran dan tidak
bernoda.(University, t.t.). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengudusan hidup
merupakan suatu karya anugerah Allah yang menjadikan orang pilihan yang kemudian
mempercayai Yesus Kristus itu sebagai orang kudus, dan akan memiliki kesinambungan atau
keberlanjutan di dalam proses kehidupan orang percaya untuk menghidupi kekudusan di dalam
kehidupan setiap hari melalui pertumbuhan iman dalam Kristus yang akan berlangsung seumur
hidup.(Mawikere, 2016).
Pengudusan hidup di dalam teologi sistematika, dibagi menjadi tiga bagian yaitu
pengudusan awal, pengudusan progresif dan juga pengudusan akhir. Pengudusan awal
merupakan Allah lah yang mengambil inisiatif dalam memisahkan manusia dari Dosa.
Sedangkan secara progresif merupakan pengudusan dimana manusia yang mengambil tindakan
di dalam menjaga kekudusan hidupnya dan yang terakhir pengudusan final atau biasanya disebut
sebagai perfected sanctification yang menunjuk kepada kedewasaan seseorang atau
kesempurnaan total di saat Yesus datang kedua kali.(Sarumaha, 2019). Dari penjelasan diatas
penulis berpendapat bahwa pengudusan hidup merupakan sesuatu hal yang tidak mudah, karena
pengudusan hidup berupa proses untuk bisa sesuai dengan keinginan Allah.

5
B. Pengudusan Hidup Menurut Para Teolog
Terdapat beberapa doktrin yang berasal dari perspektif setiap teolog-teolog. Hal ini
terjadi karena adanya pandangan yang berbeda-beda. Namun, perlu diketahui bahwa tidak
banyak teolog yang membahas tentang doktrin kekudusan hidup. Sesungguhnya, di dalam
Alkitab banyak sekali tertera himbauan untuk hidup kudus. Dalam kitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru pasti memiliki makna dan pengertian tersendiri tentang masalah kekudusan,
tetapi kedua kitab tersebut sama-sama menunjukkan pentingnya kekudusan hidup tersebut bagi
setiap orang.(Sahardjo, 2017). Sering sekali doktrin kekudusan tersebut disamakan dengan
doktrin kebenaran. Untuk itu, dalam tulisan ini akan dipaparkan beberapa teolog dan teori yang
memberikan pemahamannya terhadap pengudusan hidup.
1. Makna Pengudusan Hidup Menurut R.C. Sproul
Pandangan dari Sproul tentang kekudusan yaitu ia mengatakan bahwa kudus memiliki
dua arti dalam Alkitab. Pertama, kudus berarti keterpisahan atau keberbedaan. Bahkan Sproul
menjelaskan bahwa kekudusan hidup yang Allah miliki menunjukkan bahwa Ia sangat berbeda
dengan makhluk ciptaan-Nya. Tidak hanya itu saja, kekudusan hidup menjelaskan bahwa bersifat
transenden dan kemahaan-Nya yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Sehingga, Dia layak
untuk mendapat pujian, penyembahan, penghormatan, dan kemuliaan. Kedua, Sproul
menjelaskan bahwa kudus merupakan sifat Allah yaitu kemurnian dan kebenaran. Hal ini
dikatakan karena Allah memiliki natur yaitu Allah maha kudus.(Sproul, 1997).
2. Makna Pengudusan Hidup Menurut Thiessen
Menurut Thiessen kekudusan berarti kita memisahkan diri dari dunia ini dan tidak
berkompromi lagi dengan dosa, hal ini dilakukan untuk Allah. Bahkan, kekudusan hidup berarti
kita telah dibersihkan dari kejahatan dunia ini untuk menjadi pribadi yang segambar dan serupa
dengan Kristus.(Thiessen, 1979).
3. Makna Pengudusan Hidup Menurut Peter Wongso
Wongso memberikan pendapat bahwa kekudusan merupakan pemisahan diri atau
diasingkan untuk Tuhan. Tidak hanya itu saja, Wongso menjelaskan bahwa umat percaya telah
disucikan melalui Roh Kudus untuk dapat dipakai Tuhan menjadi kudus, dan menyatakan
hubungan manusia dengan Tuhan.(Wongso, 1991).
Dari ketiga teolog yang menjelaskan tentang makna pengudusan hidup, maka dapat
disimpulkan bahwa pengudusan hidup merupakan sebuah tindakan dari Roh Kudus yang penuh

6
kasih karunia yang diberikan Allah dalam diri manusia untuk membantu setiap umat-Nya keluar
dari rongrongan dosa dan telah dibenarkan melalui Tuhan Yesus Kristus. Hal ini dilakukan untuk
memperbaharui semua natur dalam gambar dan rupa Allah, dan memampukan orang percaya
untuk melakukan perbuatan baik dihadapan Allah.
C. Tantangan Hidup Kudus (Melisa: Berupa Teori)
Untuk berjuang dalam kekudusan hidup setiap manusia tidak langsung menjadi kudus,
tetapi kita akan melalui berbagai proses bahkan tantangan dalam mencapai kekudusan hidup
tersebut. Alkitab yang menjadi sumber utama orang Kristen memaparkan mengenai tantangan
dalam meraih kekudusan hidup.(Criswell, 1983). Tantangan-tantangan dalam meraih kekudusan
hidup telah dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
1. Teori yang berfokus pada faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Berikut
tantangan hidup kudus yang berasal dari diri sendiri, antara lain:
➢ Kelemahan Daging
Kelemahan daging merupakan kecenderungan seseorang untuk berbuat dosa. Banyak
yang berpendapat bahwa kelemahan daging tersebut berakar dari Adam dan Hawa. Dampak dari
kelemahan daging yaitu mudah berbuat dosa (dosa kesombongan, dosa kemarahan, dosa hawa
nafsu, dan lain sebagainya).
➢ Kemauan yang Lemah
Kita tahu bahwa kemauan merupakan sebuah keinginan terhadap sesuatu. Untuk itu,
dapat disimpulkan bahwa kemauan yang lemah adalah ketidakmampuan seseorang dalam
melakukan sesuatu hal atau tanggung jawab yang seharusnya dilakukan.
➢ Pengetahuan yang kurang
Untuk menyerap setiap kebenaran ataupun kebenaran firman Tuhan sangat dibutuhkan
pengetahuan yang luas. Namun, ketika manusia memiliki pengetahuan yang kurang akan
kebenaran dapat menyebabkan seseorang untuk melakukan dosa. Sehingga, seseorang yang
minim akan pengetahuan tentang kebenaran cenderung dia akan terus melakukan dosa tersebut.
2. Teori yang berfokus pada faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan sekitar dimana seseorang
itu berada (dari luar diri seseorang). Faktor ini dapat menjadi sebuah tantangan bagi seseorang
untuk hidup kudus, yaitu:

7
➢ Lingkungan yang tidak mendukung
Lingkungan yang tidak mendukung menjadi penyebab bagi seseorang untuk melakukan
dosa. Hal ini menjadi salah satu tantangan bagi orang Kristen untuk meraih kekudusan hidup
karena mereka tinggal di lingkungan yang penuh dosa, maka seseorang tersebut cenderung
mengikutinya.
➢ Iblis
Kita tahu bahwa Iblis tidak akan pernah tinggal diam untuk selalu mengganggu orang
percaya kepada Tuhan. Iblis akan selalu memiliki cara untuk menyesatkan manusia dengan
berbagai caranya, agar manusia dengan mudahnya jatuh ke dalam dosa.
Dari berbagai tantangan yang ada dalam meraih kekudusan hidup, maka penulis akan
memberikan penanggulangan dari tantangan tersebut.(Grudem, 1994). Berikut penanggulangan
dari tantangan hidup kudus, yaitu:
➔ Mendekatkan diri kepada Tuhan
Sebagai orang Kristen haruslah mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini agar kita dapat
meraih kekudusan hidup di hadapan Bapa. Setiap kita harus membangun hubungan yang intim
dengan Tuhan, karena Dia sumber kekuatan kita. Tidak itu saja, Tuhan akan selalu menyertai dan
menolong kita untuk melewati setiap proses pengudusan hidup tersebut.
➔ Mengikuti komunitas Kristen yang dapat membangun hidup
Bergabung dengan komunitas Kristen yang dapat membangun hidup seseorang dapat
menjadi salah satu penanggulangan tantangan hidup kudus. Sebab, dari komunitas tersebut kita
dapat menemukan support system untuk kita selalu berjuang mencapai kekudusan hidup tersebut.
➔ Memiliki pemahaman yang benar tentang kebenaran
Setiap kita harus memiliki pemahaman yang benar tentang kebenaran, karena
pemahaman akan kebenaran tersebut akan membantu kita untuk membedakan antara yang baik
dan jahat. namun, pemahaman yang benar tersebut hanya kita dapat dari Alkitab. Untuk itu kita
harus rajin membaca Alkitab agar dapat menemukan apa yang Tuhan kehendaki dalam
kehidupan setiap kita.
➔ Memiliki komitmen yang kuat
Orang percaya ketika berkeinginan untuk hidup kudus, maka dia harus memiliki
komitmen yang kuat. Namun, untuk berkomitmen tersebut harus kepada Tuhan. Sebab, mencapai
kekudusan hidup bukanlah hal yang mudah. Dengan demikian, setiap kita dituntut untuk

8
berkomitmen kepada Tuhan dalam kekudusan hidup. Hal ini dilakukan agar setiap tantangan
hidup yang dihadapi tidak membuat kita berpaling dari Tuhan. Untuk itulah kita sebagai umat
percaya harus berkomitmen untuk Tuhan dalam mencapai kekudusan hidup tersebut.
D. Kehidupan Mahasiswa Teologi
Kehidupan mahasiswa teologi tentunya akan tidak jauh dan memiliki hubungan erat
tentang bagaimana gaya hidup seorang mahasiswa teologi, gaya hidup seorang mahasiswa
teologi merupakan gaya hidup yang mencerminkan bagaimana sikap sebagai seorang pelayan
Tuhan, karena gaya hidup seorang mahasiswa yang dapat mempengaruhi dan yang dapat dinilai
oleh orang diluar sana. Berdasarkan riset sebelumnya yang menemukan masalah tentang
kehidupan mahasiswa teologi yang memiliki kurangnya kepedulian terhadap sesama, contohnya
seperti jika memiliki teman yang sakit sesama anak teologi, tidak mempedulikan, membiarkan
sampah sembarangan, dan kurangnya inisiatif untuk menjaga lingkungan hidup (Sarumaha &
Pasuhuk, 2020). Untuk itu sangat penting sekali memiliki bagaimana kehidupan atau gaya hidup
sebagai mahasiswa teologi. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa gaya hidup seorang
mahasiswa teologi merupakan bagaimana gaya hidup yang mencerminkan sikap sebagai seorang
pelayan Tuhan. Tentunya sebagai seorang pelayan Tuhan harus mampu dan benar-benar
memiliki sikap yang siap untuk melayani Tuhan terutama umat-Nya melalui perbuatannya,
memiliki ketaatan yang penuh dan kerendahan hati, tidak mencari kehormatan dan memiliki
sikap yang selalu siap dalam segala keadaan apapun dan juga mampu untuk menjaga apa yang
menjadi privasi seseorang dan memiliki sikap kepedulian terhadap sesama dalam memenuhi
kebutuhannya, dan bertanggung jawab.(Norma, 2020). Berdasarkan penjelasan diatas penulis
berpendapat bahwa kehidupan mahasiswa teologi merupakan sesuatu hal yang dapat membawa
pengaruh terhadap perkembangan kekristenan, karena mahasiswa teologi merupakan generasi
yang akan melanjutkan kekristenan yang telah ada selama ini, untuk itu mahasiswa teologi di
dalam kehidupannya harus mampu mencerminkan bagaimana seharusnya gaya hidup dan
selayaknya sebagai mahasiswa teologi, atau sebagai pelayan Tuhan yang sesungguhnya.

9
BAB III

KESIMPULAN

Hidup kudus dan kekudusan merupakan tuntutan utama dalam kekristenan, bukan hanya
sebagai bagian dari masa lalu tetapi juga relevan dalam konteks saat ini. Teks menekankan
bahwa kekudusan merupakan respons terhadap kekudusan Allah, yang menuntut umat-Nya
menjadi kudus. Pengudusan dalam status sudah dilakukan oleh Allah melalui pekerjaan Roh
Kudus, dan proses pengudusan dalam pengalaman hidup akan berlangsung seumur hidup,
mencapai kesempurnaan saat kita meninggalkan dunia ini. Teks mengidentifikasi tiga bagian
pengudusan dalam teologi sistematika: pengudusan awal, progresif, dan akhir. Meskipun
manusia ciptaan-Nya telah dikuduskan, kehidupan ini masih penuh tantangan, seperti
ketidakmampuan menjaga kekudusan selamanya. Selain itu, hidup kudus juga menjadi tuntutan
firman Tuhan bagi orang percaya. Gaya hidup seorang mahasiswa teologi mencerminkan sikap
seorang pelayan Tuhan, yang harus memiliki ketaatan, kerendahan hati, kesiapan, dan tanggung
jawab dalam melayani Tuhan dan sesama manusia. Meskipun pemahaman tentang kekudusan
mungkin masih kabur di kalangan mahasiswa teologi, penekanan pada makna kekudusan bagi
umat percaya dan khususnya bagi calon pemimpin sangat penting. Kesimpulan akhir adalah
bahwa hidup kudus tetap menjadi prinsip sentral dalam kekristenan, dan para pemimpin,
termasuk mahasiswa teologi, harus memberikan teladan dalam menjaga kekudusan.
Pengudusan hidup memegang peran sentral dalam ajaran kekristenan, diidentifikasi
sebagai salah satu ajaran pokok tentang keselamatan. Pengudusan hidup mengacu pada
pemisahan atau pengkhususan diri untuk digunakan oleh Tuhan. Dalam konteks Perjanjian
Lama, istilah ini terkait dengan benda-benda yang dianggap layak dipakai oleh Allah, sedangkan
dalam Perjanjian Baru, pengudusan hidup dihubungkan dengan keyakinan kepada Kristus dan
pertumbuhan iman progresif sepanjang hidup. Dalam teologi sistematika, pengudusan hidup
dibagi menjadi tiga bagian: pengudusan awal, progresif, dan akhir. Penjelasan dari beberapa
teolog, seperti R.C. Sproul, Thiessen, dan Peter Wongso, memberikan sudut pandang yang
beragam tentang makna kekudusan hidup, yang pada intinya menggambarkan pemisahan dari
dunia dan penyerahan diri untuk Tuhan. Tantangan dalam meraih kekudusan hidup mencakup
faktor internal, seperti kelemahan daging dan kemauan yang lemah, serta faktor eksternal, seperti
lingkungan yang tidak mendukung dan pengaruh Iblis. Penanggulangan tantangan tersebut

10
melibatkan mendekatkan diri kepada Tuhan, bergabung dengan komunitas Kristen yang
mendukung, memiliki pemahaman yang benar tentang kebenaran, dan memiliki komitmen yang
kuat. Gaya hidup mahasiswa teologi mencerminkan sikap seorang pelayan Tuhan, yang harus
memiliki ketaatan, kerendahan hati, kepedulian terhadap sesama, dan tanggung jawab terhadap
lingkungan dan privasi. Kehidupan mahasiswa teologi dianggap memiliki dampak signifikan
terhadap perkembangan kekristenan, sehingga perlu mencerminkan nilai-nilai kekudusan dan
pelayanan Tuhan.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Criswell, W. A. (1983). The Bible Knowledge Commentary (Vol. 1). Victor Books.
Grudem, W. (1994). Systematic Theology.
Mawikere, M. C. S. (2016). Pandangan Teologi Reformed Mengenai Doktrin Pengudusan Dan
Relevansinya Pada Masa Kini. Jurnal Jaffray, 14(2), Art. 2.
Norma, E. (2020). GAYA HIDUP MAHASISWA TEOLOGI YANG MENCERMINKAN SIKAP
SEORANG PELAYAN TUHAN. OSF Preprints. https://doi.org/10.31219/osf.io/zgdt8
Sahardjo, H. P. (2017). Hidup Kudus: Buah atau Anugerah. Vol. 6 No. 2.
https://doi.org/10.51828/td.v6i2.56
Sarumaha, N. (2019). Pengudusan Progresif Orang Percaya Menurut 1 Yohanes 1:9. KURIOS
(Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen), 5(1), Art. 1.
https://doi.org/10.30995/kur.v5i1.90
Sarumaha, N., & Pasuhuk, N. D. (2020). Strategi Membangun Karakter Peduli Sesama di
Kalangan Mahasiswa Teologi Berdasarkan Filipi 2:1-8. JURNAL TERUNA BHAKTI,
2(2), Art. 2. https://doi.org/10.47131/jtb.v2i2.38
Sproul, R. C. (1997). Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen.
Thiessen, H. C. (1979). Teologi Sistematika (4 ed.). Gandum Mas.
University, B. (t.t.). Pengudusan. Persekutuan Oikumene. Diambil 23 November 2023, dari
https://student-activity.binus.ac.id/po/2016/10/pengudusan/
Wongso, P. (1991). Soteriologi: Doktrin Keselamatan.

11

Anda mungkin juga menyukai