Beberapa kegiatan yang mendukung (Program Swasembada daging Sapi) PSDS antara
lain optimalisasi (inesminasi Buatan) IB, penanganan gangguan reproduksi dan kesehatan
hewan, pengembangan pakan lokal dan pengembangan (Sumber Daya Manusia) SDM.
Inseminasi Buatan sebagai alat yang efektif untuk memperbaiki mutu genetik dan
meningkatkan populasi ternak. Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu bioteknologi
reproduksi alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki produktivitas usahaternak sapi
di Indonesia. IB merupakan alat yang efisien dan efektif dalam melaksanakan kebijaksanaan
pemuliaan ternak secara nasional untuk memperbaiki mutu genetik keturunannya secara cepat
(Purwantini, 2015). Keberhasilan IB ditunjukkan dengan jumlah anak yang dilahirkan dari
sejumlah induk yang diinseminasi. Penerapan teknologi IB diyakini memiliki nilai tambah
ekonomi dan praktis dalam usaha perbaikan genetik dan produktivitas (Purwantini, 2015).
Dengan demikian optimalisasi IB akan mempercepat peningkatan populasi ternak sapi dan
selanjutnya dapat sebagai bakalan untuk penyediaan daging sapi. Oleh karena itu dengan
mengetahui kinerja IB dan permasalahan serta solusinya merupakan informasi sangat penting
dalam kebijakan peternakan sapi potong/perah maupun penyediaan daging sapi untuk
konsumsi.
Upaya untuk meningkatkan kinerja IB antara lain dengan menurunkan angka CR dan
meningkatkan S/C, karena hasil kajian lapang (Biro Perencanaan, 2012) menunjukkan masih
terdapat kesenjangan yang cukup lebar diantara indikator S/C dan CR, kinerja ini tidak hanya
karena faktor pelaksana (Inseminator), tetapi faktor pakan juga sangat memengaruhi kinerja
Berbagai jenis kelainan gangguan reproduksi di sapi potong yang umumnya terjadi
meliputi endometritis, Retensi Palsenta, Silent heat, Hipofungsi ovari, dan Korpus luteum
persisten. Hal ini berarti kebijakan memiliki peluang buat dikembangkan dengan strategi
peternakan yang tersistematis dari hulu dan hilir pada penanggulangan gangguan reproduksi
sehingga tercipta kebijakan sinergis antara Pemerintah pusat serta Pemerintah Daerah
(Hasanah et al., 2022) . Dengan demikian, pentingnya kesehatan hewan dan penanggulangan
gangguan reproduksi sapi potong untuk mendukung pencapaian swasembada daging sapi.
Pengembangan pakan lokal salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan pakan
tanpa hijauan guna bertujuan untuk penggemukkan sapi. Menurut (Rachmawati et al., 2017)
jerami padi difermentasi secara sederhana dapat digunakan sebagai pakan sapi utamanya saat
musim kemarau sedangkan empon-empon dan temu-temuan dapat diolah menjadi growth
promotor dapat merangsang pertumbuhan berat badan sapi potong. Limbah pertanian, limbah
perkebunan dan limbah industri yang diolah menjadi pakan tanpa hijauan merupakan pakan
ternak yang bergizi dan berenergi serta dapat menekan biaya produksi.
sapi dengan menciptakan lingkungan ternak modern. Konsumsi daging nasional terus
meningkat kecuali saat terjadi krisis ekonomi. Konsumsi daging nasional pada periode krisis
ekonomi tahun 1998 turun 26 persen dari 1.661,2 ribu ton pada tahun 1996, menjadi 1.242,6
ribu ton pada tahun 1998. Pada rentang tahun 2000-2010 konsumsi daging nasional pulih
kembali pada tingkat rata-rata 1.517,5 ribu ton. Pada tahun 2011-2015 terjadi kenaikan
kembali, namun tingkat kenaikannya tidak begitu besar. Perkembangan konsumsi daging dari
sapi secara nasional, disisi lain kebutuhan konsumsi daging sapi ditentukan oleh jumlah
penduduk dan konsumsi daging sapi per kapita. Disamping itu kesadaran masyarakat Indonesia
terhadap pentingnya protein hewani makin meningkat, sehingga kebutuhan daging sapi
nasional akan semakin meningkat. Kebutuhan daging secara nasional yang terus meningkat
harus diimbangi dengan produksi daging sapi yang terus meningkat pula agar program
DAGING.
Hasanah, W. Y., Kurniawan, B. P. Y., & Hariono, B. (2022). Penentuan Prioritas Kebijakan
65–72. https://doi.org/10.25047/jii.v22i1.3134
Rachmawati, K., Mustofa, I., Wurlina, W., & Meles, D. K. (2017). PENGGEMUKAN SAPI
109