Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kalender adalah sistem untuk memberi nama pada sebuah periode waktu.
Nama-nama ini dikenal sebagai tanggal kalender. Tanggal ini bisa didasarkan dari
gerakan benda angkasa seperti matahari dan bulan. Tidak hanya sampai disitu,
kalender juga terkadang berisikan bentuk-bentuk hewan menarik yang biasanya
disebut dengan ramalan bintang. Ramalan bintang atau bisa disebut zodiak
berasal dari bahasa latin yaitu zodiacus yang berarti lingkara hewan. Fungsinya
secara umum untuk mencerminkan kepribadian. Tetapi dalam tataran personal,
zodiak bisa memberikan gambaran sifat, hari baik atau buruk. Umat Hindu
khususnya di Bali juga mempercayai tentang adanya hari baik dan hari buruk
dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari yang desebut dengan Padewasan.
Padewasan bagi umat Hindu di Bali sangatlah vital. Hampir seluruh aktivitas tidak
lepas dari ala ayuning dewasa (baik buruknya hari). Menurut Made Gami Sandi
Untara, S.Fil.H, M.Ag., mengatakan, padewasan merupakan pengetahuan untuk
menentukan hari baik dan hari buruk dalam melakukan aktivitas. Padewasan
dapat dilihat berdasarkan Triwara. Yaitu Pasah, Beteng, dan Kajeng. Dimana saat
Pasah baiknya melakukan upacara yang ditujukan kepada dewa. Kemudian
Beteng baiknya melakukan upacara yang ditujukan untuk manusia, dan Kajeng
bainya melakukan upacara yang ditujukan untuk bhuta. Adapun aktivitas yang
dilaksanakan umat Hindu di Bali sesuai dewasa ayu-nya sesuai dengan kalender
Bali, seperti hari baik melaksanakan gotong-royong yakni Semut Sedulur, hari
baik untuk membuka sekolah yaitu Tunut Masih dan masih banyak yang lainya.
Masyarakat Bali juga memparcayai hari baik dan buruk sesuai dengan individu.
Maksudnya setiap individu memiliki ramalan hari baik dan buruk beserta sifat
yang disebut dengan pelelintangan.
Ilustrasi pelelintangan merupakan pengetahuan astronomi tradisional yang
memuat informasi tentang ramalan watak/kepribadian dan nasib seseorang
menurut hari kelahiran. Selain pelelintangan wuku, tanda – tanda
pranatamongso, dan shio juga bisa dikatakan dapat mempengaaruhi watak
seseorang, tetapi itu sudah digambarkan secara umum dan diketahui oleh
masyarakat luas. Tetapi pelelintangan memiliki cara penyampaian isi atau makna
dari pelelintangan itu sendiri dengan media gambar – gambar ilustrasi yang
beragam dan unik, baik dari segi bentuk maupun makna yang ingin disampaikan.
Di Bali sendiri terdapat daerah yang menyampaikan makna pelelintangan lewat
media gambar atau lukisan. Seperti lukisan pelelintangan yang terdapat di Desa
Tenganan, Karangasem. Pelelintangan di Tenganan digambarkan pada media
yang cukup unik yaitu di daun lontar. Bentuk-bentuk yang ditampilkan seperti
figur dewa, hewan, dan aksara bali. Ilustrasi pelelintangan juga dapat dijumpai
pada langit – langit Taman Gili (Bale Kambang) Kerta Gosa Klungkung. Menurut
Primadi Tabrani (2005, 177), gambar-gambar naratif yang digolongkan sebagai
ilustrasi tradisi bukanlah dimaksud sebagai suatu karya seni Tetapi lebih sebagai
media komunikasi untuk bercerita dan menyampaikan informasi. Salah satu ciri
lukisan ini menampilkan informasi tentang ilmu astronomi yang dikenal dengan
istilah pelelintangan. Bentuk-bentuk yang ditampilkan sangatlah beragam, tetapi
karena lukisan Ilutrasi tersebut sudah ada sejak jaman kerajaan Klungkung
terdapat bagian-bagian yang sudah tampak pudar dan bentuknya tidak dapat
dilihat dengan jelas lagi. Selain di Kerta Gosa, ilustrasi pelelintangan juga dapat
dijumpai di salah satu desa yang berada di Kabupaten Klungkung yaitu di Desa
Kamasan tepatnya di sanggar Wasundari yang terletak di sebelah utara banjar
Sangging. Bebeda dengan lukisan di Kerta Gosa yang penggambaranya
menyamping dan lukisan di Desa Tenganan yang menggunakan daun lontar
sebagai medianya, pelelintangan yang ada di sanggar Wasundari divisualkan
dengan cara diurut dalam sebuah media kanvas yang dibagi dengan banyak
kolom. Bentuk – bentuk pelelintangan yang ditampilkan juga terlihat lebih rapi
dan berurutan sehingga lebih mudah untuk dipahami. Bentuk-bentuk yang
disajikan meliputi seperti bentuk kala, hewan, bentuk wayang, dan bahkan ada
yang digambarkan dengan bentuk gerobak. Untuk mengetahui lintang seseorang
perlu diketahui panca wara (pasaran atau pekenan) dan sapta wara (hari).
Contohnya rabu pon berarti orang yang lahir pada rabu pon lintangnya lumbung
yang memiliki makna pintar mengatur apa yang dimiliki seperti menabung uang.
Ada pula senin wage, orang yang lahir pada senin wage lintangnya lembu yang
memiliki makna tidak mudah tergesa – gesa. Total terdapat 35 pelelintangan
dengan visual bentuk dan makna yang berbeda sehingga sangat menarik untuk
dipelajari. Makna yang disampaikan merupakan ramalan kepribadian seseorang
sesuai dengan lintangnya yang dimana kepribadian merupakan kebiasaan, sikap,
sifat yang dimiliki seseorang yang berkembang ketika seseorang berhubungan
dengan orang lain (Koswara 2005: 35). Karya seni rupa hadir melalui proses
kreativitas dan serangkaian interpretasi yang tumbuh dan berkembang dari
pengalaman serta pengetahuan dalam menghadapi berbagai persoalan terkait
objek. Sebagai objek, Ilustrasi Pelelintangan di sanggar Wasundari sebagai
sumber inspirasi dalam karya seni.

Dari fenomena dan hasil pengamatan tersebut, muncul sebuah ide dari penulis
untuk menciptakan karya dengan menampilkan ilustrasi pelelintangan sebagai
inspirasi dalam berkarya. Penulis merasa bahwa ilustrasi pelelintangan adalah
objek yang sangat menarik untuk diwujudkan dalam karya seni lukis sebagai ide
penciptaan karena ilustrasi pelelintangan. Karena ketertarikan penulis terhadap
bentuk–bentuk ilustrasi pelelintangan yang begitu beragam. Dalam penciptaan
seni lukis ini, penulis akan memvisualkan ilustrasi pelelintangan tersebut dengan
menggunakan pelelintangan sebagai sumber inspirasi kemudian dipadukan
dengan warna-warna yang kekinian pada saat ini sehingga diharapkan
menghasilkan karya seni lukis yang menarik dan kreatif.
Rumusan Masalah
Setiap penciptaan karya seni memunculkan permasalahan yang menjadi dasar
dalam Proses penciptaan. dalam penciptaan proses karya seni, Adapun rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana memvisualisasikan bentuk-bentuk pelelintangan dalam
karya lukis?
2. Bagaaiman teknik memvisulisasikan tema pelelintangan
pada media kanvas?
3. Makna-makna apa yang terkandunng dalam pelelintangan?

Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah
untuk dapat menginformasikan atau memberi sumbangan
pengetahuan kepada masyarakat luas tentang pelelintangan.
Tujuan Khusus
a. Ingin memahami bahasa rupa tentang ilustrasi pelelintangan
b. Mengtahui makna-makna yang di kandung dalam tema lukis
pelelintangan
c. Salah satu syarat dicapai dalam kelulusan mahasiswa sebagai
sarjana isi Denpasar

Manfaat
Manfaat Akademik

Secara Akademis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi


sumbangan pengetahuan tentan astronomi tradisi Bali (pelelintangan)
bagi pengembangan ilmu di bidang seni khususnya. Pengetahuan itu,
mengenai hal-hal yang terkait dengan latar belakang seperti
bagaimana cara menciptakan bentuk – bentuk baru dengan
pelelintangan sebagai inspirasi dengan konsep yang baru dan tetap
berpatokan kepada objek utamanya.

Manfaat Praktis

1. Dapat menumbuhkan kreativitas penulis dalam mewujudkan


karya seni lukis melalui konsep ilustrasi pelelintangan yang
mengambil tema “Bentuk-bentuk Pelelintangan di Sanggar
Wasundari Desa Kamasan sebagai Sumber Inspirasi Seni Lukis”

2. Menambah pengetahuan atau wawasan bagi penulis tentang


bentuk-bentuk rupa pelelintangan

RUANG LINGKUP STUDI/PROJEK INDEPENDEN


Dalam pelaksanaan projek independen pada studio sudah pasti ada batasan yang
diberikan kepada mahasiswa yang melakukan kegiatan tersebut. Ruang lingkup
kerja dan pekerjaan yang dilakukan dalam proses mangang hanya bersifat
transparan dimana ada pihak mitra yang mengoreksi apabila ada yang perlu
diperbaiki selama pelaksanaan projek independen ini berlangsung. Kegiatan
dilakukan si sanggar Wasundari yang berlokasi di kabupaten Klungkung, Desa
Kamasan, Bali. Adapun batasan yang dilakukan yaitu dalam projek independen,
penulis akan mempelajari kemudian mengambil bentuk-bentuk dan motif
sekaligus mempelajari makna dari pelelintangan itu sendiri dan memberi nama
sesuai dengan lintang yang diambil dengan menggunakan akasara Bali.

Terkait dengan proses berkarya penulis hanya mengambil beberapa dari total 35
lintang. Lintang tersebut dipilih karena bentuk atau visualnya unik bagi penulis.
Karya yang ingin diciptakan oleh penulis adalah dengan memadukan ide, emosi,
imajinasi, dan elemen-elemen visual dalam seni rupa dengan menggunakan
beberapa teknik agar dapat tercipta karya yang unik dan menarik.
BAB II
MITRA DAN TINJAUAN PUSTAKA

Mitra
Lokasi Mitra
Sanggar Wasundari adalah sanggaar seni lukis tradisi wayang kamasan
yang terdapat di desa Kamasan. Desa Kamasan merupakan salah satu dari 53
Desa yang ada di Kabupaten Klungkung, terletak di Kecamatan Klungkung,
Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Jarak dari Denpasar ke desa ini sekitar 43
km. Akses sangat mudah karena dekat (±4km) dari pusat Kota Semarapura,
Klungkung. Secara geografis Desa Kamasan termasuk desa dataran rendah dekat
dengan pantai Klotok atau pantai Jumpai ± 3 km yang terletak pada ketinggian
tempat wilayah desa ± 75 m diatas permukaan laut.
Secara geografis Desa Kamasan termasuk desa dataran rendah dekat
dengan pantai Klotok atau pantai Jumpai ± 3 km. Untuk menuju lokasi Desa
Kamasan sebenarnya bisa ditempuh melalui beberapa jalur, tiga diantaranya
sebagai berikut :
1. Jalur Barat dari tengah-tengah kota kabupaten ke arah selatan
sepanjang 1,5 km berbelok ke kiri langsung sampai banjar Sangging
yang merupakan pusat sentra pengrajin dan seniman seni lukis
wayang Kamasan. Ke selatan sedikit lagi sampai ke banjar Pande Mas,
pusat ukiran emas dan perak.
2. Jalur utara dari kota kabupaten Klungkung agak di bagian timur ke
arah selatan melalui belokan-belokan jalan sampai di banjar Siku.
3. Jalur selatan dari tengah-tengah kota Kabupaten Klungkung ke arah
selatan sepanjang 3 km melalui desa-desa Tojan dan Gelgel sampai ke
banjar Pande, pusat kerajinan ukiran tradisional bahan peluru.

Batasan-batasan
1. Batas Sebelah Utara : Kelurahan Semarapura Klod Kangin
2. Batas Sebelah Timur : Desa Tangkas
3. Batas Sebelah Selatan : Desa Gelgel
4. Batas Sebelah Barat : Desa Tojan

Sejarah Sanggar Wasundari


Sejarah Sanggar Lukis Klasik Wasundari dirintis oleh bapak I Nyoman
Mandra seorang Seniman seni lukis klasik Kamasan yang mendedikasikan hidup
dan napasnya untuk pelestarian seni lukis wayang Kamasan. Beliau yang seorang
yatim piatu berusaha menghidupi dirinya dengan melukis wayang kamasan. Dari
lingkungan dan keluarga seorang seniman lukis yang bernama I nyoman Dogol,
bapak I nyoman Mandra mengenal lukisan klasik yang merupakan warisan
secara turun- temurun. Dari umur 11an beliau sudah mampu berkarya dan
menghidupi diri dan keluarganya. Berakat ketekunannya beliau dengan karyanya
menjadi seorang seniman yang banyak dikenal masyarakat luas. Karya beliau
hadir dalam berbagai pameran baik lokal maupun nasional. Tema-tema yang
sering di angkat seperti wiracerita Mahabarata contohnya karya beliau yang
berjudul (Labuh Geni Sita,1972) kemudian ada cerita Ramayana, Sutasoma,
Tantri, Kamasutra, Palendon, dan Pelelintangan. Pada tahun 1970an beberapa
anak ingin belajar melukis pada beliau. Tidak hanya belajar namun dapat
menghasilkan uang untuk menambah uang jajan dan bebrapa dari anak tersebut
merupakan anak yatim piatu dan putus sekolah. Dengan motivasi dari beliau
mereka dapat melanjutkan sekolah kembali dengan belajar melukis dan bekerja
dengan melukis wayang kamasan. Dari hal tersebut mendorong anak anak yang
lain dilingkungan sanggar untuk belajar melukis wayang pada beliau bahkan
sangat didukung oleh orang tua mereka. Karena selain mendapat ilmu anak-anak
juga dapat menambah teman, kreatifitas dan menghasilkan uang pula. Aktifitas
sanggar dan peranannya dalam masyarakat mendapat perhatian dari pemerintah
setempat. Berdirinya sanggar tidak lepas dari dukungan pemerintah khususnya
dinas pendidikan dan kebudayaan pada saat itu. Untuk mempermudah
koordinasi sehingga pada tahun 1976 resmi menjadi sebuah sanggar bernama
Sanggar Lukis Tradisional Wayang Kamasan. Berbagai kunjungan dari dinas
terkait memberi motivasi anak anak dan dalam belajar dan berkarya berkarya.
Dalam perkembangannya setiap tahun nya semakain banyak yang berminat
belajar melukis tidak hanya dilingkungan Kamasan bahkan dari luar daerah.
Karena berhubungan dengan hoby bliau dibidang tabuh sanggar ini tidak hanya
membina melukis namun juga membina anak anak untuk belajar tabuh mulai
tahun 2000 an. Anakanak diajak untuk belajar tabuh disela sela belajar melukis
sehingga merasa terhibur dan mejadi sarana menghilangkan kejenuhan .
beberapakali anak-anak yangsudah mampu berkarya mengikuti pameran
bersama sanggar di Art Centre, Museum Bali dan Bentara budaya Jakarta bahkan
karya mereka juga di pamerkan diluar negeri di Jerman dan Canada. Karya anak-
anak juga diikutkan dalam lomba lukis tingkat provinsi, nasional bahkan
internasional. anak didik di sanggar ini sudah beberapa kali meraihprestasi
meraih emas, perak dan prunggu di tingkat nasional internasional yang
diselenggarakan oleh UNESCO dan Tokyo Jepang.
Pada tahun 2006 sanggar Lukis Tradisional Wayang Kamasan berubah
nama menjadi Sanggar Lukis Klasik Wasundari karena keikut sertaan sanggar
dalam lomba Gong Kebyar anak-anak sebagai duta kabupaten Klungkung dalam
rangka Pesta Kesenian Bali. Sepeninggal bapak I Nyoman Mandra pada tahun
2018 sanggar dilanjutkan oleh putri beliau Ni Wayan Sri Wedari, S.Sn. Sanggar
Lukis Klasik Wasundari masih tetap beraktifitas membina anak-anak yang ingin
belajar melukis dan memproduksi lukisan wayang Kamasan bersama anggota
sanggar. Karena peran sanggar dan didikasi sanggar eksistensi membina dan
melestarikan seni lukis Kamasan , pada tahun 2019 Sanggar mendapat
penghargaan Kerti Bhuwana Sandhi Nugraha dari Bapak Gubernur Bali I Wayan
Koster . Peranan sanggar lukis Klasik Wasundari dianggap mampu melahirkan
seniman seniman muda sebagai pewaris seni lukis Kamasan yang dikenal
memiliki nilai budaya yang tinggi yang harus dilestarikan.

Bentuk Usaha
Sanggar Lukis Klasik Wasundari merupakan sanggar yang dibangun dalam
usaha pelestarian budaya Bali khususnya seni lukis Kamasan. Bentuk bidang
usaha yang dijalani adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sanggar lukis yang membina anak-anak belajar Weyang Kamasan
2. Memproduksi Lukisan wayang Kamasan dalam berbagai media seperti
Lukisan, kipas,Topi, tempurung kelapa, Tas, bamboo sebagai dekorasi
ruang atau souvenir
3. Sebagai Art shop yang memasarkan karya lukis dan kerajinan dengan
ornament wayang kamasan
4. Sebagai museum yang memajang karya lukis wayang I Nyoman Mandra
5. Sebagai tempat worshop yang berkaitan tentang lukisan wayang
kamasan

Steuktur Organisasi
Ketua sanggar : Ni Wayan Sri Wedari, S. Sn
Wakil Ketua : I kadek Sesangka Puja Laksana
Sekretaris : Ni Made Sri Rahayu
Bendahara : I Nyoman Adi Prabawa
Anggota pengerajin : Ni Wayan Kartini
: Ni Wayan Jempiring
: Ni Made Widanti
: Ni Ketut Wartini
: Ni Nyoman Mandri
: I kadek Darmanta
: I Wayan Ginarta
: I Made Gita

Pengalaman Studi/Proyek
Sanggar Lukis Klasik Wasundari beberapa kali sudah megikuti aktivitas
berkesenian dalam melukis wayang Kamasan seperti:
1. Pameran lukis bersama sanggar di Art Centre
2. Pameran lukis bersama sanggar di Museum Bali
3. Pameran lukis bersama sanggar di Bentara Budaya Jakarta
4. Pameran bersama sanggar di Jerman dan Canada
5. Mengikuti lomba gong kebyar anak-anak duta kabupaten Klungkung
6. Workshop wayang Kamasan bersama Bali Studio Westrn Australia
7. Workshop melukis Wayang Kamasan bersama Mahasiswa ISI Denpasar
8. Workshoop melukis bersama Kuta Internasional School
9. PKL SMSR/SMKN 1 Sukawati Gianyar
10. Proyek lukisan Bali Beach Hotel
11. Proyek lukisan Nusa dua Beach Hotel
12. Proyek perbaikan Lukisan Kerta Ghosa
13. Demontrasi bersama seniman lukis Kamasan di kerta Ghosa

Keunggulan Mitra
Sanggar lukis wayang Wasundari berkembang dibawah pembinaan I
Noman Mandra samapi sekarang tetap mempertahankan tradisi melukis wayang
Kamasan dengan pakem-pakem khas yang dimilikinya. Tehnik yang diterapkan
masih mempertahanka proses tradisional namun tetap meneripa perkembangan
tehnologi sebatas tidakmenghilangkan kekhasanlukisan kamasan. Seperti
pewarnaan sudah mengkobinasikan warna alam dengan sintetis begitu pula alat
dari tradisional ke modern seperti penggunaan pena yip beralih ke pulpen selain
praktis dan lebih mudah penggunaannya. Dari segi tema lukisan tidak hanya
menampilkan cerita pewayangan Ramayana, Mahabarata, sutasoma namun
sudah menampilkan cerita kegiatan sehari hari sesuai pesanan seperti cerita
aktivitas kepura, disungai, alam lingkungan dan cerita keagamaan seperti kristus
yang tetap dalam pakem wayang Kamasan.

Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang mendukung sanggar lukis KlasikWasundari
adalah tempat kerja proses membuat produk wayang Kamasan, Art shoop
tempat memasarkan produk, tempat belajar melukis anak-anak yang luas ,
tempat proses ngerus atau setrika lukisan, tempat belajar nabuh untuk hiburan
bagi anggota sanggar dan tempat karya Edukasi I Nyoman Mandra.

Strategi Bisnis
Lukisan wayang Kamasan dalam perkembangnya menjadi bisnis yang
menghasilkan kususnya bagi masyarakat Kamasan. Banyak art shop dan gallery
yang memasarkan produk yang sama sehingga perlu strategi bisnis dalam
memasarkan produk lukisan wayang Kamasan yaitu selain dari mulut kemulut
tetap mengikuti perkembangan tehnologi melaui jejaring social seperti
Whatsapp, Instagram, facebook. Mempertahankan kwalitas produk sangat
penting agar produk tetap diminati konsumen baik dari proses persiapan bahan.
Proses berkarya sampai pengemasan produk yang memenuhi standar produk.
Bekerja sama dengan pihak travel dan Hotel sangat berpengaruh kelancaran
usaha. Sikap ramah tamah, kenyamanan dan penataan lingkungan yang
mendukung juga memberikan nilai plus terhadap usaha sehingga pelanggan
tetap setia membeli jasa atau produk.

Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dilakukan melalui penelusuran


beberapa teks, hasil penelitian yang bertemakan bentuk-bentuk pelelintangan
sebagai sumber inspirasi seni lukis. Merupakan satu topik yang dijadikan
penelitian untuk menganalisis makna-makna yang terkandung dalam tema
pelelintangan. Secara culture studies ada beberapa studi yang dijadikan acuan
sebagai informasi dalam mengetahui bentuk dan makna yang terkandung
dalam pelelintangan, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama. I Wayan Rupa (2014), dalam bukunya yang berjudul “Kajian


Astronomi Tradisional Pelelintangan di Lombok Nusa Tenggara Barat”, Dalam
sejarah suatu masyarakat, baik yang sifatnya tradisional maupun modern,
perhitungan waktu merupakan hal yang amat vital. Perhitungan waktu
senantiasa menemani hidup suatu masyarakat, baik dalam kaitannya dengan
kegiatan ekonomis, religius maupun sosial. Bahkan tidak jarang ditemukan
kepercayaan bahwa perhitungan waktu dapat menentukan tingkat
keberhasilan dan keberkahan dalam menjalankan suatu kegiatan. Perhitungan
waktu disini adalah kalender yang dalam beberapa masyarakat tradisional
merupakan anak kandung dari ilmu perbintangan. I Wayan Rupa lebih
mendeskripsikan waktu merupakan hal terpenting atau vital dalam kegiatan
manusia. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan, penulis ingin berfokus
pada bentuk-bentuk dari pelelintangan.

Kedua. Kalender, yang berisikan makna dari setiap lintang. Perbedaan


kalender dengan penelitian penulis adalah memvisualkan bentuk dari
pelelintangan.

Tinjauan Tentang Pelelintangan


Ilustrasi pelelintangan merupakan pengetahuan astronomi tradisional yang
memuat informasi tentang ramalan watak/kepribadian dan nasib seseorang
menurut hari kelahiran. Dengan membaca pelelintangan seseorang dapat
mengetahui ramalan kepribadian serta keberuntungan. Hal ini memiliki
kesamaan dengan apa yang kita kenal dengan ramalan bintang, yang mengacu
dari tradisi bangsa Yunani. Dalam menentukan lintang sesorang dilakukan
dengan menghitung pertemuan antara sapta wara dengan panca wara menurut
penanggalan Bali. Sapta wara antara lain Redite, Soma, Anggara, Buda, Wrespati,
Sukra, dan Saniscara. Panca wara yaitu Umanis, Paing, Pon, Wage, Kliwon.
Pertemuan sapta wara dengan panca wara menghasilkan 35 istilah dan bentuk
dari lintang antara lain:

1. Minggu Legi (Redite Umanis) menghasilkan lintang Kala Sungsang. Lintang


ini menampilkan bentuk kala yang memiliki posisi kepala dibawah dengan
kaki di atas

2. Minggu Paing (Redite Paing) menghasilkan lintang Gajah. Lintang ini jelan
menampilkan hewan gajah yang memiliki badan besar dan belalai

3. Minggu Pon (Redite Pon) menghasilkan lintang Patrem. Lintang ini


menampilkan bentuk senjata keris
4. Minggu Wage (Redite Wage) menghasilakan lintang Waluku. Lintang ini
menampilkan bentuk orang yang sedang membajak sawah

5. Minggu Kliwon (Redite Kliwon) menghasilkan lintang Laweyan. Lintang ini


menampilkan bentuk tubuh tanpa kepala

6. Senin Legi (Soma Umanis) menghasilkan lintang Kelapa Sunde. Lintang ini
menampilkan bentuk pohon kelapa

7. Senin Paing (Soma Paing) menghasilkan lintang Kuskus. Lintang ini


menampilkan bentuk dupa

8. Senin Pon (Soma Pon) menghasilkan lintang Wulanjar. Lintang ini


menampilkan orang yang memberi hadiah

9. Senin Wage (Soma Wage) menghasilkan lintang Lembu. Lintang ini


menampilkan seekor hewan lembu

10. Senin Kliwon (Soma Kliwon) menghasilkan lintang Pedati. Lintang ini
menampilkan bentuk pedati/gerobak

11. Selasa Legi (Anggara Umanis) menghasilkan lintang Kuda. Lintang ini
menampilkan bentuk seekor hewan kuda

12. Selasa paing (Anggara Paing) menghasilkan lintang Rakata. Lintang ini
menampilkan bentuk kepiting

13. Selasa Pon (Anggara Pon) menghasilkan lintang Sona. Lintang ini
menampilkan bentuk seekor hewan anjing

14. Selasa Wage (Anggara Wage) menghasilkan lintang Jong Sarat. Lintang ini
menampilkan bentuk perahu yang penuh dengan muatan

15. Selasa Kliwon (Anggara Kliwon) menghasilkan Lintang Sidamalung. Lintang ini
menampilkan bentuk hewan babi betina yang dijumpai dalam kisah Adiparwa

16. Rabu Legi (

17. Rabu Paing


18. Rabu Pon

19. Rabu Wage

20. Rabu Kliwon

21. Kamis Legi

22. Kamis Paing

23. Kamis Pon

24. Kamis Wage

25. Kamis Kliwon

26. Jumat Legi

27. Jumat Paing

28. Jumat Pon

29. Jumat Wage

30. Jumat Kliwon

31. Sabtu Legi

32. Sabtu Paing

33. Sabtu Pon

34. Sabtu Wage

35. Sabtu Kliwon

36.
BAB III

METODE

Metode penciptaan
Menurut Sugiyono (2017,194) cara atau teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan interview (wawancara), observasi (pengamatan), dan
dokumentasi gabungan ketiganya.
a. Wawancara

Menurut Sugiyono (2017,194) Wawaneara digunakan sebagai teknik


pengumpulan data apabila peneliti ingin melaksanakan studi pendahuluan
untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti, dan apabila peneliti juga
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
dari responden tersebut sedikit. Pada penelitian ini wawancara dilakukan
kepada pemilik sekaligus pemimpin dari Sanggar Wasundari.

b. Observasi

Menurut Sugiyono (2017,203) Observasi sebagai teknik pengumpulan data


yang mempunyai ciri spesifik bila dibangingkan dengan teknik yang lainnya.
Observasi dilakukan dengan melihat langsung di lapangan misalnya kondisi
ruang kerja, lingkungan kerja, dan alat yang digunakan dalam proses
berkarya.

c. Dokumetasi

Menurut Sugiyono (2018;476) suatu cara yang digunakan untuk memperoleh


data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan
gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung
penelitian. Dokumentasi dilakukan dengan memotret lukisan yang mengarah
terhadap tema yang diangkat yaitu pelelintangan. Guna memudahkan
penulis dalam proses penciptakan karya yang terinpirasi dari bentuk-bentuk
pelelintangan.
Medium dan Media

Pada penciptaan karya ini, penulis akan menggunakan medium cat tesla,
acrylic, kuas dan tinta pada kanvas berukuran 100cm x 150cm. Pemilihan ini
merupakan keingiinan dari penulis yang ingin menciptakan karya dengan
nuansa warna pop art. Jadi pada bentuk visual karya penulis mendapat
inspirasi dari enam bentuk-bentuk pelelintangan yaitu lintang kalasungsang,
pedati, naga, pohon kelapa, perahu pegat, dan bunga. Keenam lintang itu
dipilih karena menurut penulis bentuknya sangat menarik, selain lintang
penulis juga akan memasukan bentuk-bentuk baru sebagai penunjang pada
karya sekaligus memperkaya isi dan makna dari karya tersebut.

Ukuran kanvas 100cm x 150cm ini merupakan ukuran yang sudah disepakati
oleh penulis dengan dosen mitra dan dosen pembimbing. Ukuran ini dipilih
agar nanti karya bisa lebih terlihat isi dan maknanya dan terlihat lebih jelas.
Maka dari itu ukuran tersebut sangat cocok bagi penulis agar dapat
menampilkan karyanya dengan maximal.
BAB IV
PROSES PENCIPTAAN DAN KARYA

Konsep

Karya seni rupa merupakan suatu perwujudan karya yang diciptakan


berdasarkan ide-ide dari para kreatornya. Macam karya seni rupa khususnya
seni lukis merupakan suatu karya yang dimana sebagian hasil karyanya dibuat
menggunakan ide-ide kreatif unik dan menarik. Demikian dengan karya yang
penulis buat, Yaitu membuat karya tugas akhir dengan menggunakan bentuk-
bentuk palintangan sebagai ide atau gagasan penciptaan karya seni.

Dalam penciptaan karya ini penulis memperoleh ide dari bentuk-bentuk dari
sebuah ilustrasi pelelintangan yang terdapat di sanggar Wasudari. Terdapat
35 lintang tetapi penulis hanya mengambil enam dari keseluruhan
pelelintangan yaitu, lintang kalasungsang, pedati, naga, pohon kelapa, perahu
pegat, dan bunga. Keenam lintang itu dipilih karena menurut penulis
bentuknya sangat menarik, selain lintang penulis juga akan memasukan
bentuk-bentuk baru sebagai penunjang pada karya sekaligus memperkaya isi
dan makna dari karya tersebut.

Tahapan Penciptaan
Penciptaan “Bentuk-bentuk Pelelintangan di Sanggar Wasundari Desa
Kamasan sebagai Sumber Inspirasi Seni Lukis” dilandasi/berbasis riset dengan
metodenya yakni metode penciptaan. Penciptaan seni adalah pengetahuan,
metode, dan aktivitas seniman dalam menyelenggarakan dan mengadakan karya
seni. Jadi, penciptaan seni memiliki dimensi pengetahuan, metode, dan aktivitas.
Berdasarkan pandangan Lachman (1969), penciptaan seni dapat dikatakan
sebagai ilmu, karena penciptaan seni merupakan bagian dari kumpulan
pengetahuan mengenai berbagai fenomena alam semesta, fenomena tentang
dunia seisinya. Konkritnya, kumpulan pengetahuan yang berada dalam lingkup
penciptaan seni adalah fenomena bagaimana seni dilahirkan. Di dalam dunia
penciptaan seni terdapat himpunan pengetahuan yang digunakan oleh seniman.
Dalam proses perwujudannya, penciptaan ini mengacu pada pendapat
Hawkins dalam bukunya Creating Through Dance yang diterjemahkan oleh RM.
Soedarsono (2001: 207), menyebutkan; penciptaan seni lukis dan seni tari yang
baik, selalu melewati tiga tahap: pertama exploration (eksplorasi); kedua
improvisation (improvisasi); dan yang ketiga forming (pembentukan atau
komposisi).
1) Eksplorasi
Pada tahapan awal proses penciptaan seni lukis ini, penulis akan melakukan
wawancara terhadap Ibuk Sri Wedari untuk dapat mengetahui apa itu
pelelintangan dan bagaimana tahapan beliau dalam menciptakan karya, agar
dapat penulis jadikan inspirasi dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan
pengamatan dan eksplorasi terhadap bentuk-bentuk pelelintangan. Pengamatan
terhadap objek akan penulis lakukan dengan cara mengamati karya-karya yang
ada di sanggar Wasundari, dan juga mengamati segala bentuk pelelintangan
yang ada di daerah lain sebagai perbandingan..

2) Improvisasi
Setelah penulis mengamati bagaimana wujud dan bentuk dari setiap
pelelintangan yang ada pada sanggar Wasundari dan daerah lain di Bali,
kemudian dilanjutkan dengan kontemplasi untuk menentukan visualisasi
bagaimana yang tepat untuk merespon tema yang ingin penulis hadirkan,
kemudian penulis tuangkan pada bidang kertas untuk dapat mengimajinasikan
wujud karya dan keterkaitannya dengan makna yang ingin disampaikan.

3) Pembentukan
Tahap pembentukan dalam penciptaan ini adalah memilah sketsa-sketsa yang
dikerjakan pada tahap improvisasi untuk kemudian ditransformasikan dan
direkontstruksi kembali pada bidang kanvas. Dalam hal ini, kadang kala terjadi
perubahan pemikiran yang signifikan terhadap rancangan sketsa sebelumnya,
karena dalam proses kreatif pasti akan melibatkan intuisi untuk melakukan
terobosan-terobosan baru terhadap berbagai aspek. Dalam proses perwujudan
karya, penulis menggali/memanfaatkan nilai-nilai probabilitas dari berbagai
aspek yang terkait dengan visual maupun teknik artistik lainnya.

Deskripsi

a. Karya 1
Karya yang berjudul “Lintang Kala Sungsang” ini divisualkan dengan bentuk raksasa yang
terbalik(kaki di atas kepala dibawah) dan sato garuda. Lintang kala sungsang merupakan
pertemuan antara saptawara “Redite” dengan pancawara “Umanis”, yang memiliki arti
sesuai dengan ramalan kepribadian yaitu suka berdebat dan hatinya kaku tetapi pandai
menyembunyikan perasaan hatinya meskipun didalam hatinya marah. Pada karya ini
menampilkan figur raksasa yang terbalik dengan kedua tangannya bertumpuan pada
dua kepala yang saling berhadapan. Makna dari visual tersebut adalah penggambaran
dari sebuah kepribadian yang suka berdebat.

Anda mungkin juga menyukai