Anda di halaman 1dari 8

NILAI BUDAYA BALI DALAM KARTUN EDITORIAL SANGUT

DELEM PADA KORAN BALI POST


Ni Nyoman Sri Witari
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha
Jalan Jend. A. Yani 67 Singaraja 81116, Telp. 0362-21541, Fax. 0362-27561
Email: sri.witari@undiksha.ac.id

ABSTRACT

Wayang kulit is one of the assets of Balinese culture that developed from generation to genera-
tion. The existence of the characters even merge with the daily life of the Balinese. Including prominent
punakawan shadow puppets inspired many artists to develop into different media at once more modern.
This article examines two clown character named Sangut and Delem composed the cast of Bali Post
newspaper editorial cartoons. Although packaged in the form of modern discourse, but cultural values
are displayed in the visualization and the story is still showing the values of traditional Balinese shadow
puppets.
To analyze this case the author uses iconography and iconology approach Erwin Panofsky
(1934) studied in three stages. An analysis of the preikonografi, iconography and iconology indicates
that the visual appearance, function and meaning of editorial cartoons Sangut and Delem laden with
cultural values Bali.

Keywords: Shadow puppets, cultural values, cartoon, iconography-iconology

ABSTRAK

Wayang kulit merupakan salah satu aset seni budaya Bali yang berkembang secara turun te-
murun. Keberadaan tokoh-tokohnya bahkan menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.
Termasuk tokoh punakawan wayang kulit yang banyak menginspirasi seniman untuk mengembangkan-
nya ke dalam media berbeda sekaligus lebih modern. Tulisan ini mengkaji dua tokoh punakawan yang
bernama Sangut dan Delem yang digubah menjadi tokoh kartun editorial suratkabar Bali Post. Meski-
pun dikemas dalam bentuk wacana modern, namun nilai budaya yang ditampilkan dalam visualisasi dan
ceritanya masih memperlihatkan nilai-nilai wayang kulit tradisional Bali.
Untuk menganalisa hal ini penulis menggunakan pendekatan ikonografi dan ikonologi Erwin
Panofsky (1934) yang dikaji dalam tiga tahap. Hasil analisa pada preikonografi, ikonografi dan ikonolo-
gi menunjukkan bahwa tampilan visual, fungsi dan makna dari kartun editorial Sangut dan Delem sarat
dengan nilai-nilai budaya Bali.

Kata kunci: Wayang kulit, nilai budaya, kartun, ikonografi-ikonologi

PENDAHULUAN mentasan, seni wayang ini tidak ada peruba-


han yang mencolok. Masih mempergunakan
Pulau Bali merupakan salah satu pulau tema-tema wayang pada umumnya, yaitu
di Indonesia yang mempunyai beragam bu- tentang mitos Ramayana dan Mahabharata.
daya tradisional yang masih bertahan hingga Kedua wiracarita ini merupakan cermin bagi
kini. Salah satunya adalah seni pertunjukan masyarakat Bali dalam berkehidupan. Tidak
wayang kulit. Bahkan ditinjau dari lakon pe- mengherankan jika tokoh-tokohnya tetap di-

| PRASI | Vol. 11 | No. 01 | Januari - Juni 2016 | 71


akrabi oleh masyarakat Bali hingga kini, semi- pa besar nilai-nilai budaya Bali mengilhami
sal tokoh-tokoh Pandawa dan Kurawa dalam keberadaan Kartun Sangut Delem, maka ka-
Mahabharata, atau pun Hanoman dan Rahwa- jian ini dilakukan.
na dalam Ramayana. Begitu pula dengan to- Ada berbagai pendapat para ahli ten-
koh-tokoh parekan atau panakawan (Delem, tang pengertian kebudayaan. Alo Liliweri
Sangut, Merdah dan Tualen) yang menjadi dalam bukunya Konsep Dasar Komunikasi
tokoh tetap dalam pertunjukan wayang Bali. Antarbudaya, mengutip pengertian kebu-
Sejatinya mereka muncul sebagai “trademark” dayaan menurut Iris Varner dan Linda Beamer
wayang kulit. Bertugas sebagai penyegar sua- dalam Intercultural Communication in The
sana yang menghidupkan lakon pertunjukan. Global Workplace, sebagai berikut:
Saking melekatnya ketokohan mereka di Kebudayaan adalah komunikasi simbolis,
kalangan masyarakat Bali, sehingga nama simbolisme itu adalah ketrampilan kelompok,
mereka sering digunakan untuk julukan terten- pengetahuan, sikap, nilai, dan motif. Makna
tu bagi orang-orang yang mempunyai karakter dari simbol-simbol itu dipelajari dan disebar-
menyerupai punakawan tersebut. luaskan dalam masyarakat melalui institusi
Bahkan karakter unik Sangut dan (2002: 10).
Delem kemudian diadaptasi ke dalam cerita Kebudayaan terdiri dari pola-pola ek-
kartun strip. Kedua tokoh ini digubah menjadi splisit maupun implisit dari dan untuk sebuah
bentuk kartunal oleh seorang kartunis lokal prilaku tertentu yang dialihkan oleh simbol-
yang bernama Gus Martin. Kartun itu dinamai simbol yang merupakan prestasi kelompok
sesuai dengan nama kedua tokoh panakawan manusia – termasuk peninggalan yang ber-
itu, yaitu Kartun Sangut Delem. Kartun San- bentuk artefak yang merupakan inti atau es-
ensi dari gagasan-gagasan tradisional- dan
dikemas dalam nilai-nilai yang telah mereka
terima. Dengan kata lain, sistem kebudayaan
dapat diterangkan melalui produk atau tinda-
kan, yang dipandang menjadi faktor berpen-
garuh terhadap tindakan mereka.
Kebudayaan telah dipelajari dan
didefinisikan dengan berbagai cara oleh ban-
yak ahli yang berasal dari pelbagai disiplin.
Adler (1997, hlm.15) mengajukan sintesis
bahwa meskipun ada banyak definisi, namun
kebudayaan itu sebenarnya segala sesuatu
yang dimiliki bersama oleh seluruh atau seba-
gian anggota kelompok sosial. Segala sesuatu
yang coba dialihkan oleh anggota yang tertua
gut Delem ini dimuat setiap minggu sebagai dari sebuah kelompok kepada anggota yang
kartun editorial dari Koran Bali Post. muda. Segala sesuatu (dalam kasus ini mis-
alnya moral, hukum, dan adat istiadat) yang
Gambar 1. Tokoh Delem dan Sangut versi kar- mempengaruhi prilaku atau membentuk struk-
tun Sangut Delem (sumber: Bali Post, 4 Janu- tur persepsi kita tentang dunia (Alo Liliweri,
ari 2009) 2002).
Berdasarkan definisi para ahli di atas,
Unsur budaya Bali klasik yang mele- simbol-simbol kebudayaan yang akan dijabar-
kat pada sosok wayang Sangut Delem menjadi kan dalam tulisan ini adalah tokoh Sangut dan
daya tarik yang unik ketika kemudian sosok Delem dalam cerita kartun sebagai simbolik
dan kepribadiannya dihibrid menjadi tokoh falsafah budaya tradisi Bali yang diambil dari
kartun yang kritis. Untuk mengetahui sebera- seni pertunjukan wayang kulit.

72 | PRASI | Vol. 11| No. 01 | Januari - Juni 2016 |


Wayang kulit adalah jenis seni pertun-
jukkan yang berkembang di Pulau Bali dan
sebagian Pulau Jawa. Wayang dalam seni
budaya Indonesia-Hindu merupakan kisah
tentang para tokoh dalam wiracarita Rama-
yana dan Mahabharata yang dimainkan oleh
seorang dalang dalam pertunjukan yang pada
dasarnya bermuatan pesan pendidikan. Dalam
perkembangannya , sumber cerita meliputi
juga cerita sejarah dan legenda atau mitologi
dalam khasanah kebudayaan Indonesia, khu-
susnya di Jawa dan Bali. Gambar 2. Tokoh Sangut dan Delem pada
Asal-usul Wayang Kulit di Indonesia wayang kulit (sumber:
hingga kini masih diperdebatkan oleh para
ahli dan masih belum ada kesepakatan apakah nakan bahasa Kawi (Jawa Kuno). Sehingga
Wayang Kulit memang asli Indonesia, dari In- dialog itu diperjelas kembali oleh panakawan,
dia ataupun dari negara lain. Namun menu- agar pesan yang disampaikan dapat dimenger-
rut ahli sejarah Wiyoso Yudoseputro, asal ti oleh penonton.
usul wayang Bali adalah dari perkembangan Dalam pewayangan Bali, ada empat
kaidah rupa wayang yang telah dirintis pada tokoh panakawan, dua di antaranya adalah
zaman Singosari dan Majapahit. Hal ini ber- Delem dan Sangut. Kedua panakawan ini san-
dasarkan acuan persamaan bentuk perwujudan gat terkenal karena lucu. Dialog mereka sarat
tokoh-tokoh pada pahatan relief candi-candi dengan lelucon yang sejatinya diselipi oleh
dari Jawa Timur dari zaman tersebut dengan nasehat. Penampakan kedua tokoh ini digam-
bentuk rupa wayang kulit di Bali. Penciptaan barkan buruk rupa. Delem bermata juling, le-
bentuk wayang kulit Bali berdasarkan gaya hernya gondok, pendek, dan berkulit merah
wayang pada relief candi Jawa Timur dari tua. Delem bersifat angkuh, sombong, licik,
sekitar abad 13 dan 14 memperlihatkan pola dan suka omong besar. Sementara Sangut di-
ungkap dua dimensional dengan stilasi bentuk lukiskan bertubuh kurus, perut buncit, kulit
seperti tampak pada relief candi Jago, Pena- kuning, bibir monyong dan berkuncir. Wa-
taran, Kedaton dan Surawana. Persamaannya taknya opportunis, plin plan, suka mengadu
ada pada gelung rambut. Kepala diwujudkan domba dan cari aman sendiri Saking terk-
dari samping atau menghadap ¾ dan batang enalnya, orang Bali sering menganalogikan
leher seperti menyatu dengan pundak badan orang yang wataknya seperti Sangut dengan
(2008:137). sebutan nyangut atau seperti Sangut.
Jenis-jenis cerita wayang yang Penggunaan ide mengartunkan Sangut
ditampilkan adalah: Wayang Parwa (Mahab- dan Delem sebagai kartun editorial, berkore-
harata), Wayang Calonarang (cerita Calona- lasi dengan fungsi kartun sebagai media rep-
rang), Wayang Gambuh (cerita Malat atau rensentasi atau simbolik, yang mengandung
Panji), dll. Dalam lakon-lakon wayang ku- sindiran dalam bentuk lelucon atau humor
lit inilah tokoh Delem dan Sangut kerap kali (Setiawan, 2002:34). Sebagai media yang
muncul. Posisi mereka adalah sebagai golon- dipublikasikan di media massa, kartun Sangut
gan panakawan (abdi) dari keturunan Pan- Delem mengangkat masalah politik atau peri-
dawa dan Kurawa dalam cerita Mahabharata. stiwa aktual pada masa itu. Bahkan menurut
Mereka ditampilkan untuk menjadi penghibur Priyanto (2005:4) dalam kartun politik, ser-
sekaligus menterjemahkan dialog-dialog to- ingkali muncul figur dari tokoh terkenal yang
koh utama dalam alur cerita ke dalam bahasa dikaitkan dengan tema yang sedang hangat-
Bali, karena dalam tradisi wayang Bali untuk hangatnya yang terjadi di dalam masyarakat.
para tokoh utamanya sang dalang mempergu- Karakter Sangut dan Delem dalam

| PRASI | Vol. 11 | No. 01 | Januari - Juni 2016 | 73


kartun strip yang dimuat di Koran Bali Post HASIL DAN PEMBAHASAN
hampir mirip dengan karakter dalam versi
wayang kulitnya. Bentuk tubuh dan wajahnya Cerita kartun pada gambar 3 meng-
tidak mengalami banyak perubahan. Ciri khas kritik tentang sikap peduli pembesar Indone-
kuncir pada rambut tetap ditonjolkan. Kuncir sia yang diwakili oleh tokoh Sekuni, paman
yang disesuaikan dengan karakter masing- daripada Kurawa (antagonis) terhadap kondi-
masing. Perbedaan yang lain adalah pada kos- si peperangan dan bencana yang menimpa
tum yang dikenakan. Pada kartun, atribut yang para Negara tetangga. Sikap solidaritas itu
berupa keris atau senjata ditiadakan. Yang ditunjukkan dengan sikap mengirimkan ban-
berubah hanya dari garis-garis yang bercorak tuan tentara sukarela ke Negara yang dilanda
wayang disesuaikan menjadi garis yang ber- perang; dan juga paket pangan, sandang
corak kartunal. ke negara yang terkena bencana alam. Tetapi
sayangnya, sikap solider kepada bangsa lain
METODE PENDEKATAN terkesan terlalu berlebihan, karena jika me-
mang para pemimpin dan rakyat yang bersim-
Penulisan makalah ini menggunakan pati itu mau membuka mata terhadap realitas
pendekatan teori ikonografi dari Erwin Panof- bangsa sendiri, maka bantuan itu sebenarnya
sky (1939) untuk menjelaskan secara visual masih lebih dibutuhkan oleh rakyat sesama
nilai budaya Bali pada wacana kartun editorial bangsa sendiri. Karena Negara kita sendiri
Sangut Delem. Dalam Basnendar (2010) dije- juga masih mengalami kekurangan dana dan
laskan bahwa teori ini terdiri dari tiga tahapan, bala bantuan dalam menanggulangi arus ben-
yaitu: cana yang sering menimpa beberapa daerah di
Pertama, preiconographical yaitu ta- Negara Indonesia. Dalam kartun ini ditunjuk-
hap awal untuk mendiskripsikan ciri-ciri vis- kan sikap masa bodoh pembesar Negara ter-
ual yang tampak. Tahap ini mengamati den- hadap penderitaan rakyat di negaranya sendiri
gan mengidentifikasi unsur artistik dari obyek yang tertimpa bencana. Tokoh Sangut beru-
gambar, hubungan-hubungan yang terjadi saha mengingatkan majikannya tentang realita
pada obyek dan identifikasi kualitas ekspre- rakyatnya yang memprihatinkan.
sional tertentu dengan melakukan pengamatan Pada edisi Minggu 18 Januari 2009
pose atau gestur pada obyek. (gambar 4) mengangkat tema tentang para
Kedua, tahap iconography yaitu ta- “pembual” dalam kampanye calon legislatif
hapan untuk mengidentifikasi makna sekunder 2009. Rakyat yang tengah menderita karena
dengan melihat hubungan antara motif sebuah bencana alam dan keamanan yang tidak ter-
seni dengan tema, konsep atau makna yang jamin masih dibujuk dan disuguhi janji-janji
lazim terhadap peristiwa yang diangkat oleh kosong tentang pogram-program caleg yang
sebuah gambar. tidak bertanggung jawab. Kampanye yang
Ketiga, tahap iconology yaitu tahapan sengaja memanfaatkan penderitaan rakyat
melakukan interpretasi dengan mempertim- sebagai ajang menarik simpati. Pada cerita
bangkan pemaparan mengenai obyek dari kar- ini sosok Delem tidak berperan secara aktif.
tunisnya. Pada tahapan ini makna yang paling Ia hanya berlaku sebagai panakawan yang
hakiki dan mendasar dari isi sebuah kartun mengemban dan menyimak dengan santun
benar-benar dipahami. khotbah majikannya.
Namun dalam kajian ini analisis yang Dari kedua contoh cerita kartun edito-
dilakukan adalah praikonografi dan ikono- rial ini, kartun Sangut Delem secara eksplisit
grafi. Hal ini dilakukan karena tulisan ini ber- mempergunakan pendekatan budaya Bali den-
sifat kajian yang tidak melibatkan penelitian gan menganalogikan fungsi dan makna dari
mendalam terhadap kartunisnya. wayang kulit Bali ke dalam lakon kartun edito-
rial Sangut Delem. Budaya Bali diadopsi untuk
mendekatkan pembaca dengan pesan-pesan

74 | PRASI | Vol. 11| No. 01 | Januari - Juni 2016 |


Gambar 3. Kartun Sangut Delem Bali Post edisi Minggu 11 Januari 2009

tersirat yang direfleksikan oleh desain kartun pak pada cerita kartun Sangut Delem menun-
Sangut Delem. Dalam penelitian angket yang jukkan adanya unsur budaya Bali yang kental
dilakukan pada tahun 2011 tentang eksistensi terutama pada penonjolan peran tokoh Sangut
Sangut dan Delem sebagai tokoh wayang ku- dan Delem sebagai ikon. Karakter fisik San-
lit mendapat respon positif 83,6% (Sri Witari, gut dan Delem adalah kurus dan gendut den-
2012: 32). Hal ini menguatkan pendapat bah- gan menggunakan atribut kuncir, telanjang
wa pendekatan dengan simbol pewayangan dada, serta mengenakan kain/kancut. Penam-
efektif dipakai untuk memikat masyarakat pakan visual mereka dengan mudah dike-
pembaca Bali Post. Pendekatan budaya Bali nali karena fisik mereka mengacu pada ben-
dalam desain kartun Sangut Delem terkias se- tuk wayangnya. Dalam pewayangan bentuk
cara eksplisit ditampilkan dalam cerita. Jika fisik, atribut, dan rupa mereka adalah filosofi
dianalisis dengan pendekatan teori ikonografi dari watak mereka. Ciri-ciri fisik Sangut dan
dan ikonologi Erwin Panofsky (1939) yang Delem sama melekatnya dengan perwatakan
diterjemahkan dalam Basnendar (2010), maka yang telah dikenal secara turun-temurun oleh
analisisnya sebagai berikut: penggemar wayang kulit Bali. Perut gendut
1. Pada tahap preiconographical keti- menggambarkan ketamakan, mulut lebar mel-
ka mendeskripsikan ciri-ciri visual yang tam- ambangkan kesombongan, mata juling mela-

| PRASI | Vol. 11 | No. 01 | Januari - Juni 2016 | 75


Gambar 2. Kartun Sangut Delem Bali Post Minggu, edisi 18 Januari 2009
mbangkan ketidakkonsistenan, mulut panjang makna yang lazim terhadap peristiwa yang di-
melambangkan kelihaian beradu bicara, dan angkat oleh sebuah gambar; tahap ini secara
lain-lain. Keunikan rupa Sangut dan Delem tersirat tampak dari tampilan visual dan fungsi
ini merupakan warisan budaya visual yang kartun editorial Sangut Delem, yaitu: a) Dari
turun temurun. Dan pada cerita kartun San- tampilan visual fisik tokoh kartun Sangut dan
gut Delem sekalipun, ciri-ciri visual mereka Delem adalah gambaran nyata tentang adanya
tidak digantikan. Secara preiconografi, tampi- perbedaan dalam kehidupan. Sosok mereka
lan visual tokoh Sangut dan Delem memang yang gemuk dan kurus bukan semata-mata un-
merupakan reka visual wayang kulit yang tuk kelucuan, namun merupakan simbolisme
otomatis telah menjadi milik masyarakat Bali konsep nilai rwa bhineda yang bermakna dua
dari zaman para tetua/leluhur yang diwariskan hal yang bertolakbelakang namun selalu ber-
secara turun temurun hingga kini. dampingan. Konsep rwa bhineda ini merupa-
2. Pada tahap iconography yaitu se- kan filosofi dasar kehidupan masyarakat Bali
bagai tahapan untuk mengidentifikasi makna yang selalu menerima perbedaan sebagai pe-
sekunder dengan melihat hubungan antara nyeimbang siklus kehidupan.
motif sebuah seni dengan tema, konsep atau b) Dari fungsinya sebagai kartun editorial pada

76 | PRASI | Vol. 11| No. 01 | Januari - Juni 2016 |


media surat kabar yang memberi pendidikan al sebagai tontonan.
moral kepada masyarakat Bali melalui bahasa Secara fisik tampilan tokoh kartun
humor yang satire. Cuma yang membedakan Sangut dan Delem sesuai dengan interpretasi
antara Sangut dan Delem di wayang dan kar- yang dilekatkan secara turun temurun oleh
tun adalah cara penyampaiannya, media yang masyarakat Bali. Karakter fisik gendut dan
dipakai, dan latar belakang situasi, serta tema kurus menggambarkan nilai rwa bhineda yang
cerita yang diangkat. Jika dalam wayang ku- dianut oleh masyarakat Bali dalam meyakini
lit aspek pendidikan yang ditekankan adalah keseimbangan siklus kehidupan.
tatwa (filsafat), yadnya(upakara), etika (ting-
kah laku), dan ajaran-ajaran spiritual Hindu; Saran
sementara kartun Sangut Delem menekankan Ide mempertahankan identitas bu-
pendidikan moral dengan cara mengkritik daya Bali pada karakter kartun Sangut Delem
yang berupaya mengingatkan masyarakat ten- merupakan wacana yang unik dan mewakili
tang situasi dan kondisi sosial politik Negara masyarakat Bali. Dengan bercermin pada ke-
Indonesia dengan konteks kekinian. berhasilan kartun Sangut Delem yang sempat
c) Sebagai media kontrol sosial; Sangut dan populer di kalangan pembaca Bali Post era
Delem dipergunakan untuk membawa misi 1981-2009, para kartunis muda dapat men-
sebagai kritisi terhadap hal-hal yang meny- jadikannya sebagai referensi yang mampu
impang, meskipun dalam cerita wayang ku- memacu generasi muda lainnya untuk tetap
lit mereka termasuk tokoh antagonis. Den- menghargai identitas budaya lokal yang
gan karakter yang khas, pada kartun editorial bernilai positif.
Sangut Delem di Bali Post, tokoh Sangut dan
Delem selalu tampil dengan sentilan yang DAFTAR PUSTAKA
keras terhadap ketimpangan sosial politik
yang terjadi. Basnendar. 2010. Kajian Makna Kartun Edito
d) Sebagai cerita yang menghibur melalui ek- rial melalui Pendekatan Ikonografi. http://
spresi, dialog, dan adegan penuh kelucuan. www.letitpass.com/images/punch1946.gif
Melalui kelihaiannya, Dalang memanfaat- diakses 4 Mei 2016.
Gung Man. 2004. Gambar Kartun, Seni Kelas
kan tokoh Sangut Delem sebagai penyegar
Kambing? http://www.balipost.co.id/
suasana, sehingga menjadi daya tarik bagi
BALIPOSTCETAK/2004/8/29/g4.html ,
penontonnya untuk selalu menyimak cerita diakses 4 Mei 2016.
yang ditampilkan. Jika dalam wayang kulit Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komu -
kelucuan itu tampak pada aksi adu dialog dan nikasi Antar budaya. Yogyakarta: LKis.
argumentasi yang diungkapkan Sang Dalang, Panofsky, Erwin. 1939. Studies in Iconology. Hu-
maka dalam kartu Sangut Delem kelucuan manitic Themes in The Art of Renais-
itu diungkapkan melalui adegan dalam frame sance. New York: Oxford University Press.
yang berupa ekspresi, gesture, baloon kata, Pemoeda-pemoedi. 2007. Tokoh-tokoh Wayang
dan visualisasi garis dan bentuk-bentuk tert- http://pemoeda-pemoedie.blogspot.
entu untuk menandakan tingkah laku mereka. com/2007_09_26_archive.htmlRabu, 26
September 2007 ,diakses 4 Mei 2016.
Priyanto, S. 2005. Metafora Visual Kartun pada
PENUTUP
Surat Kabar Jakarta 1950-1957. Diser-
tasi. Bandung: FSRD ITB.
Simpulan Senen, I Wayan. 2005. Perempuan dalam Seni
Sangut dan Delem dihadirkan sebagai Pertunjukan Bali. Yogyakarta: BP ISI
tokoh kartun dalam wacana editorial Balipost Yogyakarta
karena mereka sangat familiar, mempunyai Setiawan, M.N. 2002. Menakar Panji Koming. Ja-
kedekatan psikologis dengan kehidupan kes- karta: Penerbit Buku Kompas.
eharian orang Bali, yang sebagian besar masih Sri Witari, Ni Nyoman. 2012. Pengaruh Tokoh Pu-
menyukai pertunjukan wayang kulit tradision- nakawan Sangut dan Delem Terhadap

| PRASI | Vol. 11 | No. 01 | Januari - Juni 2016 | 77


Pemahaman Pembaca Kartun Editorial
Sangut Delem di Harian Bali Post. Prasi
Vol. 7, No. 13 : 28-36.
Sri Witari, Ni Nyoman. 2012. Tokoh Wayang Kulit
Sangut dan Delem sebagai Kartun
Editorial pada Harian Bali Post. Tesis.
Bandung: FSRD ITB.
Yudoseputro, Wiyoso. 2008. Jejak-jejak Tradisi
Bahasa Rupa Indonesia Lama. Jakarta:
Yayasan Seni Visual Indonesia (YSVI).

Koran:
Gus Martin. 2009. Kartun Sangut Delem. Den
pasar: Bali Post. Edisi Minggu 11 dan 18
Januari 2009.

78 | PRASI | Vol. 11| No. 01 | Januari - Juni 2016 |

Anda mungkin juga menyukai