Nurhadi Siswanto
Program Studi Kriya Seni, Fakultas Seni Rupa
Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Jalan Parangtritis K.M. 6.5 Sewon, Bantul, Yogyakarta 55001
Email: nur.ghazy@yahoo.com
ABSTRACT
As a big nation with cultural diversity, Indonesia needs a strong leadership based on the values,
characters and culture of the society. All crises faced by Indonesian people today, is primarily a moral
crisis. These multidimensional crises have triggered to dig the noble values as references to do and
to act. This paper discusses abaut the leadership philosophy of Semar, by which some teachings and
moral values of Semar are connected with the leader’s characters and a!itudes. This is explorative
and analytical literature research by using hermeneutic, semiotic and iconographic approaches, to
find the meanings of Semar characters.
Semar is the Panakawan figure who symbolically teaches about being a good human or a good
leader. Some teachings and characters of Semar include the leader will not glorify his inheritance
and origin, the leader must be wise, think and view broadly, the leader can’t be anti critics, the leader
should be easily caring of the suffer of the people, the leader must be ready to serve the society in any
condition, and also can respect the previous leader’s achievements and cover up his badness (mikul
duwur mendem jero).
ABSTRAK
Sebagai bangsa yang besar dengan berbagai ragam budaya, Indonesia membutuhkan
kepemimpinan yang kuat, yang bersumber dari nilai kepribadian masyarakat dan budaya-
nya. Berbagai krisis yang ada saat ini, yang paling memprihatinkan adalah krisis moral.
Berbagai krisis tersebut menjadikan pentingnya penggalian nilai-nilai luhur bangsa yang
dapat dijadikan acuan dalam berpijak dan bertindak.Tulisan ini mengkaji tentang nilai nilai
filosofis yang ada pada Semar dikaitkan dengan kepemimpinan. Penulis mencoba mengkaji
berbagai ajaran dan nilai moral Semar dikaitkan dengan sifat dan sikap seorang pemimpin.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan metode penelitian eksploratif
deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode hermeneutika, semiotika, dan ikonografi
untuk mengkaji berbagai makna simbolis yang ada pada tokoh Semar.
Semar adalah tokoh Panakawan yang secara simbolis mengajarkan tentang bagaima-
na menjadi manusia atau pemimpin yang baik. Berbagai sifat dan ajaran tersebut antara
lain pemimpin tidak akan mengagungkan keturunan dan asal usulnya, pemimpin harus
(temuwo) berfikir dan berpandangan luas dan dalam, pemimpin tidak boleh anti kritik, pe-
mimpin seharusnya mudah terharu terhadap penderitaan rakyat, pemimpin harus selalu
siap melayani dalam kondisi apapun, serta pemimpin harus bisa mikul dhuwur mendehem
jero (menghargai hasil pemimpin sebelumnya dan menutupi segala keburukan yang ada).
dalam upaya merumuskan filosofi Kepe- Dalam kajian kepustakaan tersebut di-
mimpinan Semar. cari berbagai informasi yang berkaitan de-
Penelitian ini memiliki tujuan, yaitu: ngan berbagai simbol yang ada pada tokoh
(1) Mencari berbagai simbol yang terdapat Semar. Berbagai simbol tersebut akan dio-
pada tokoh Semar dalam pewayangan; lah dan dilakukan refleksi keberadaannya.
(2) Melakukan refleksi terhadap berbagai Refleksi dilakukan peneliti untuk me-
makna simbolis tokoh Semar untuk meru- mahami berbagai makna simbolik yang ada
muskan berbagai ajaran moral Kepemim- pada tokoh Semar baik pada bagian fisik,
pinan Semar. penamaan, maupun cerita. Memaknai sim-
bolisasi yang ada pada Semar tentunya di-
METODE dasarkan kepada penafsiran yang telah dan
Penelitian ini merupakan penelitian ke- mungkin dilakukan dari berbagai sumber
pustakaan (literature study), dengan mene- yang ada. Hasil pemaknaan ini akan dija-
liti berbagai buku yang membahas tentang dikan dasar untuk merumuskan filosofi
keberadaan tokoh Semar. Bahan dan materi Kepemimpinan Semar.
penelitian adalah berbagai keterangan yang Adapun langkah-langkah penelitian me-
didapatkan dari berbagai macam sumber liputi:
pustaka yang berkaitan dengan tema pene- 1. Eksplorasi terhadap berbagai sim-
litian, yaitu Semar. bol dan ikon yang ada pada tokoh Semar
Sumber pustaka yang diteliti meliputi melalui berbagai literatur yang ada.
segala macam sumber pustaka yang me- 2. Melakukan klasifikasi berbagai ikon
mungkinkan dan memberikan informasi dan simbol yang ada pada tokoh Semar.
tentang tema penelitian. Sumber pustaka 3. Menggunakan hermeneutika, se-
dapat berupa buku, jurnal, artikel majalah miotika, dan ikonografi untuk menafsirkan
ataupun berita online. Namun demikian, semua simbol dan ikon yang telah ditemu-
peneliti berupaya sedapat mungkin untuk kan dan diklasifikasikan.
memastikan kebenaran dan validitas data 4. Melakukan refleksi terhadap berbagai
dan keterangan yang akan diambil dan di- penafsiran tersebut untuk diketemukan dan
tampilkan dalam laporan penelitian. dirumuskan Filosofi Kepemimpinan Semar.
Hermeneutika
Pengungkapan berbagai
Pemikiran reflektif, Filosofi
simbol yang ada
Semar pencarian ajaran moral Kepemimpinan
dari sisi nama, bentuk, Ikonografi
dari simbol yg ada. Semar
ukuran, dan ciri khas.
Semiotika
berpandangan bahwa Semar adalah tiruan agar pintar dalam menangkap maksud
dari tokoh Widhusaka dari India, dengan yang tersembunyi, dengan jalan berusaha
alasan tidak ada tradisi banyolan di tanah menahan nafsu, akal dan rasio agar dapat
Jawa pada waktu itu. Tokoh Wiidhusaka menangkap maksud sebenarnya).
dari india ini sama dengan ‘Hanjworst’ (pe- Penampilan orang Jawa penuh dengan
lawak) dari Germania atau sama dengan isyarat atau sasmita. Banyak hal yang terse-
polichinel atau ‘Harlekijhj’ (badut) dari Itali. lubung, diungkapkan menggunakan tanda-
Namun, pendapat ini dibantah oleh Hazeu tanda khas. Penampilan yang demikian di-
(1897) yang menyebutkan bahwa dalil- lakukan untuk menjaga atau menghindari
dalil Serrureir tidak dapat dipertahankan. konflik batin. Budaya semu juga sering
Menurutnya, pertunjukan bayang-bayang dipergunakan dalam hubungan sosial. Pe-
di Jawa yang dikenal dengan wayang dicip- nyampaian sikap dan perilaku yang tersa-
takan orang Indonesia, tokoh Semar juga mar merupakan bentuk kehalusan budi.
asli Indonesia; menurutnya banyol atau la- Orang Jawa tidak berperilaku vulgar, wa-
wak telah sering disebut dalam tulisan-tu- laupun harus bertindak kasar, misalnya
lisan kuno (Mulyono,1989: 24-26). marah, tetap disampaikan dengan semu.
Semar adalah simbolisasi dari karakter Diharapkan, dengan cara ini, jarak sosial
manusia. Banyak ajaran dan pelajaran yang tetap terjaga. Keretakan sosial akan dapat
dapat digali dari tokoh panakawan ini. Hal terhindari dan keharmonisan sosial akan
ini sesuai dengan karakteristik orang Jawa terjaga melalui budaya semu yang halus
yang selalu mengajarkan segala sesuatu se- (Endraswara, 2010: 24-25).
cara simbolis. Ada ungkapan Jawa klasik Budaya semu berarti budaya yang
yang dengan jelas menunjukkan hal terse- penuh dengan simbol, di dalamnya banyak
but, yaitu “Wong Jawa iku nggoning semu, menampilkan ungkapan. Simbol dan ung-
sinamun ing samudana, sesadone ingadu ma- kapan tersebut sebagai manifestasi pikir-
nis”. Artinya, orang Jawa itu tempatnya se- an, kehendak, dan rasa Jawa yang halus.
gala pasemon (perlambang/simbol), segala Segala sikap dan perilaku yang terbungkus
sesuatunya disamarkan dengan maksud dengan semu itu, diupayakan agar dapat
agar tampak indah dan manis. Meluap- mengenakkan sesama manausia dalam
kan marah adalah saru (tidak sopan). Si- hidupnya. Perilaku simbolis orang Jawa
kap among rasa (menjaga perasaan) sangat mengupayakan kesamaran dan kejelasan,
penting terutama dalam menjaga perasaan dalam arti melalui hal-hal yang tersamar,
orang lain (Hadiwijaya, 2010: 23). ada yang disembunyikan tetapi tetap jelas,
Orang Jawa, dalam berbahasa menggu- karena masing-masing pihak adalah pe-
nakan bahasa Jawa penuh dengan kembang makai simbol yang telah paham. Adapun
(bunga), lambang, dan sinamuning samu- bagi yang belum paham terhadap semu,
dana (tersembunyi dalam kiasan). Bahasa diharapkan mempelajari dan menyelami
yang demikian haruslah dibahas dan diku- keadaan dan kedalaman simbol tersebut.
pas dengan perasaan yang dalam, sehingga Memahami bahwa sifat dan sikap orang
bisa tanggap ing sasmita (dapat menangkap Jawa yang selalu simbolik, maka dapat-
maksud sebenarnya). ”Wong Jawa kuwi ng- lah dipastikan bahwa di dalam wayang,
gone rasa, pada gulangening kalbu, ing sasmita khususnya tokoh Semar, juga merupakan
amrih lantip, kuwawa nahan hawa, kinemat hasil budaya yang dipenuhi simbol. Peng-
mamoting driya”. Artinya, orang Jawa itu ungkapan makna-makna simbolis dari ke-
tempatnya perasaan, mereka selalu ber- beradaan tokoh Panakawan Semar pastilah
gulat dengan kalbu, suara hati atau jiwa, sangat menarik dan sangat bermanfaat.
Panggung Vol. 29 No. 3, Juli - September 2019 259
Kebesaran dan kebijaksanaan para leluhur beradaan tokoh Semar sebagai kelanjutan
akan terungkap dengan memahami ber- atau pengislaman nama dari tokoh Tualen
bagai makna simbolik tersebut. pada panakawan sebelumnya.
Makna simbolik tersebut tentunya dapat Pada masa pra-Islam keberadaan Semar
digali dari berbagai aspek yang memung- digambarkan sebagai sosok abdi dan manu-
kinkan ada. Bentuk wayang kulit diyakini sia biasa (kasta rendah) yang berperan se-
sebagai penggambaran aspek lahiriah dan bagai pelayan dan penghibur (Hermawan,
sekaligus gambaran sebuah konsep yang 2013: 15). Peran dan posisi sebagai abdi dan
nonmaterial. Bentuk hidung, mulut, mata, penghibur ini pada masa Islam tetap diper-
tangan, jelas menggambarkan karakter ter- tahankan, namun diberikan peran tambah-
tentu. Di samping itu juga terdapat simbol an yang sangat berarti bagi dakwah Islam.
dari konsep yang berupa kedudukan dan Pada masa Islam, keberadaan Semar di-
status tertentu. gunakan sebagai salah satu sarana dakwah,
dengan salah satu fungsi untuk de-sakral-
Asal-Usul Semar isasi keberadaan Dewa. Semar sebagai
Mencermati perkembangan tokoh pa- manusia rendah justru digambarkan dan
nakawan berdasarkan sumber dan literatur dibuatkan silsilah sebagai manusia penjel-
yang ada, penulis menyimpulkan bahwa, maan Dewa, atau sebagaimana manusia
nama Semar mulai muncul pada masa utusan Tuhan. Serat Purwakandha (1847)
peralihan kekuasaan Majapahit ke Demak menjelaskan bahwa Semar adalah anak dari
(abad ke-15 M). Tokoh Semar merupakan Sang Hyang Tunggal sebagaimana juga
kelanjutan dari tokoh Tualen atau Nalader- Togog. Nama Semar adalah Sang Hyang
ma atau Prasanta. Terdapat juga pandang- Punggung, sedangkan Togog adalah Sang
an yang menyebutkan bahwa tokoh Semar Hyang Puguh (Sunarto, 2012: 57-58). Ke-
dan Panakawan adalah murni ciptaan Su- beradaan Semar disejajarkan dengan Kris-
nan Kalijaga yang diperkirakan lahir tahun na yang merupakan titisan Dewa Wisnu.
1450 M (Sunyoto, 2012: 220), dan untuk Dalam kisah Mahabharata versi India,
menjaga kesinambungan cerita maka tokoh penasehat Pandawa adalah Krisna seorang,
Semar diidentikkan dengan tokoh Tualen namun dalam kisah pewayangan penasehat
atau Naladerma atau Prasanta. Hal ini bisa Pandawa ada dua, yaitu Krisna dan Semar
menguatkan hipotesa bahwa nama Semar (Hermawan, 2013: 11). Beberapa lakon ceri-
berasal dari bahasa Arab ismar/simaar yang ta dalam pewayangan justru menggambar-
berarti paku yang berfungsi sebagai pe- kan Semar lebih cerdik dan cerdas diban-
ngokohan dari yang goyah. Kata ini berasal dingkan dengan Krisna. Hal ini nampak
dari kata sebuah hadist Islami Ismaraddunya sekali upaya de-sakralisasi konsep Dewa
(Islam adalah pengokohan). Tokoh Semar yang sangat diagungkan pada masa Hindu-
juga telah muncul dalam candi Sukuh. Hal Budha. Misalnya, dalam lakon Semar Mba-
ini menunjukkan bahwa nama dan sebut- ngun Kayangan nampak jelas sosok Semar
an Semar telah ada sebelum candi Sukuh jauh lebih waskita dibandingkan dengan
didirikan. Candi Sukuh dibangun pada Krisna, perdebatan Semar dan Krisna di-
abad XV masa ketika kerajaan Majapahit menangkan oleh Semar. Keluhuran dan ke-
semakin surut, keberadaan umat Hindu bijaksanaan Semar ditampilkan lebih tinggi
dan Budha semakin terpinggirkan oleh dari Krisna, termasuk ditampilkannya po-
kekuatan politik dan dakwah Islam. sisi inferioritas Batara Guru dibandingkan
Keterkaitan Panakawan masa Islam dengan Semar (Hermawan, 2013: 97-100).
dan masa sebelumnya terletak pada ke- Kehebatan tokoh Semar juga banyak di-
Siswanto: Filosofi Kepemimpinan Semar 260
tampilkan dalam berbagai cerita carangan dan Dewi Kaniraras diangkat sebagai istri
(cabang) yang lain yang menempatkan sang resi. Sejak saat itu, Hyang Smara Santa
Semar sebagai tokoh sentral, seperti lakon menjadi teman bertapa Resi Manumayasa
Semar Nggugat, Semar Mbarang Jantur, Semar bersama-sama dengan Wasi Damyo dan
Boyong, Makuta Rama, Kilat Bhuana, Gatotka- Putut Supalawa (kera biru).
ca Sungging (Kresna, 2012: 258-270). Serat Purwakandha menceritakan bahwa
Semar sebagai manusia rendah juga Sang Hyang Tunggal memiliki putra em-
diberikan peran juru dakwah sebagai pe- pat, yaitu: Sang Hyang Puguh, Sang Hyang
nasehat yang mengajarkan nilai-nilai luhur Punggung, Sang Hyang Manan, dan Sang
bagi umat manusia. Seno Sastramijaya ber- Hyang Samba. Setelah dewasa, Sang Hyang
pandangan bahwa konsep Semar dan Pan- Tunggal memerintahkan kepada empat pu-
dawa itu melambangkan gagasan Kawulo tranya, bahwa Sang Hyang Samba nanti-
lan Gusti. Pandawa dapat ditinggalkan oleh nya akan dinobatkan menjadi Rajadiraja
Semar apabila mereka melampaui batas Swargadimulya yang menguasai Triloka.
kebenaran. Semar juga disebut dengan ju- Hal ini dengan pertimbangan bahwa Sang
lukan Semar Badranaya atau Nur Naya yang Hyang Samba dibandingkan dengan sauda-
berarti cahaya tuntunan, Semar dalam hal ra-saudaranya dipandang paling cakap,
ini dipandang sedang menjalankan tugas rupawan dan paling pantas duduk di sing-
dakwah sebagai penuntun jalan yang benar gasana Marcupundha dan paling sesuai jika
(Kresna, 2012: 287-288). menjadi junjungan segenap makhluk di
Tentang asal usul Semar dalam cerita Tribuwana. Hal itu menjadikan ketiga sauda-
pewayangan diceritakan dalam beberapa ranya iri. Maka, terjadi perkelahian antara
serat. Serat Paramayoga dan Serat Pustakaraja- Sang Hyang Samba melawan tiga saudara
purwa menceritakan turunnya Semar, yang tuanya. Perkelahian sangat dahsyat, tetapi
dikisahkan sebagai berikut. Pada suatu hari, karena hanya satu orang akhirnya Sang Hyang
setelah melakukan semadi Hyang Smara Samba kalah dan hampir dibunuh oleh sa-
Santa (nama lain Semar) berjalan-jalan di udara-saudaranya, namun bertepatan dengan
sekitar tempat tinggalnya. Tiba-tiba datang- itu datanglah Sang Hyang Tunggal untuk me-
lah dua ekor harimau yang sangat ganas lerai perkelahian itu.
dan buas yang akan menerkamnya. Hyang Sang Hyang Tunggal memberi penjelas-
Smara Santa terkejut dan takut. Oleh karena an tentang kebijaksanaan berkaitan dengan
itu, ia berlari tunggang langgang, namun pengangkatan Sang Hyang Samba yang
kedua ekor harimau itu tetap mengejarnya. dicalonkan menjadi Raja Tribuwana. Sang
Menghindari kejaran harimau Hyang Hyang Manan menerima dan taat pada
Smara Santa lari masuk percabaan Sapta- perintah ayahnya, sehingga ia mendapat
arga (Ratawu) minta perlindungan kepada pengampunan dan diganti nama menjadi
Manumayasa. Sang Resi memberi perto- Batara Narada. Sang Hyang Puguh dan
longan dengan menggunakan senjata pa- Sang Hyang Punggung tidak mau mentaati
nah saktinya dapat membinasakan kedua perintah ayahnya, maka Sang Hyang Tung-
ekor harimau secara bersama-sama. Terjadi gal murka. Pada saat itu, datanglah angin
suatu keajaiban; bersamaan dengan mati- ribut yang amat dahsyat yang kemudian
nya harimau itu berubah wujud menjadi membawa kabur kedua anak Sang Hyang
dua bidadari cantik yang bernama Dewi Tunggal. Sang Hyang Puguh jatuh di tanah
Kanestren dan Dewi Kaniraras. Atas ke- Sabrang dan Sang Hyang Punggung jatuh
hendak Resi Manumayasa Dewi Kanestren di tanah Jawa. Badan mereka berdua re-
dikawinkan dengan Hyang Smara Santa muk, namun masih sadar. Setelah diketahui
Panggung Vol. 29 No. 3, Juli - September 2019 261
agak tegak, karakter adalah mbranyak. Oleh kiri nuding, dan tangan kanan megar (mem-
karena itu, dalam mencermati watak atau buka) bentuk jari-jari tangannya Semar ini
karakter tokoh wayang perlu memerhati- dibuat berbeda. Tangan dengan jari nuding
kan bagian mata wayang. menunjukkan tegaknya jari telunjuk dan
Mulut cablek atau nyablek adalah bibir ketiga jari lainnya dilipat. Tangan megar di-
yang sangat tipis dengan dagu golen ber- wujudkan dengan jari-jari dan ibu jari ter-
susun dan tampak satu garis dari bawah. buka semua. Sabuk dawala, atribut ini mem-
Posisinya agak terbuka dengan dagu men- punyai pengertian tali pengikat. Dawala
jorok ke depan atau nyadhuk. Giwang lombok fungsinya sebagai pengikat dodot terbuat
abang, lombok abang (cabai merah) ditampil- dari sutra dan di-sungging warna-warni.
kan secara dekoratif dengan warna merah. Namun, ada yang di-sunggingkelopan dan
Giwang lombok abang sebagai bentuk simbol kembangan atau bludiran.
bahwa setiap nasihat baik akan selalu pe- Pocong dhagelan dengan motif poleng,
das didengarkan, kadang membuat telinga pemakaian kain dodot pada wayang purwa
panas. Perwujudan giwang lombok abang gaya Yogyakarta disebut pocong dhagelan.
di sungging dengan warna merah. Hal ini Motif yang digambar pada dodot untuk
berkaitan dengan masalah simbolisasi. tokoh Semar koleksi keraton Yogyakarta
Badan ngropoh dengan susu bulat, adalah motif poleng. Motif ini terbentuk
menunjukkan bentuk yang gemuk. Tubuh dari susunan bujur sangkar warna-warni
Semar bagian buah dada diwujudkan bulat hitam, kuning prada dan merah sebagai
besar bagai buah dada perempuan.Hal ini kontur dan tersusun secara selang seling.
sebagai personifikasi Semar yang dicerita- Tiga warna itu mengandung makna sim-
kan sosok dudu lanang dudu wadon nanging bolis dari Trimurti.
dudu banci (bukan laki-laki bukan perem- Semar wujudnya membulat, maksudnya
puan, namun bukan banci). tinggi dan lebar badan hampir sama. Tokoh
Gelang gligen, jenis gelang ini dinama- ini memiliki kebiasaan muka tengadah de-
kan juga gelang dhagelan.Wujudnya serupa ngan tangan nuding ke atas. Tokoh Semar
binggel bedanya pada bagian atasnya di- digambarkan sebagai tokoh yang usia uzur,
tambah ikal atau kecil. Jenis gelang ini un- hal ini nampak pada rambutnya yang me-
tuk semua panakawan, namun disesuaikan mutih (ubanan). Dedegnya tidak berdiri dan
dengan tokoh panakawan tertentu. Tangan tidak jongkok sehingga tampak aneh.
3 Hidung sunthi Jenis hidung sunthi ini khusus diterapkan pada tokoh
Semar wayang kulit purwa di Jawa. Menilik bentuk hi-
dung panakawan ini menunjukkan tokoh ini sudah beru-
sia lanjut, hal ini ditandai dengan adanya kerutan-kerutan
kulit disekitar hidung tersebut. Hidung sunthi menggam-
barkan bahwa dalam kehidupan manusia haruslah tajam
penciumannya, mencium segala keluh kesah yang ada di
sekelilingnya.
4 Giwang Telinga adalah salah satu indra yang sangat penting dalam
(anting) kehidupan sosial, banyak mendengarkan sebagai salah
Lombok abang satu sifat baik manusia. Semar akan selalu setia mende-
ngar semua keluh kesah tuannya dan dengan bijak ia akan
memberikan nasehat. Nasihat baik akan terdengar pedas
dan panas seperti lombok abang (cabai merah). Kritikan dan
nasehat yang sangat tajam (pedas) haruslah tetap kita per-
hatikan kalau menginginkan kehidupan yang jauh lebih
baik, jangan mudah marah karena kritikan.
9 Kain kampuh Setiap warna pada kampuh poleng mewakili amarah ma-
poleng nusia, jika berhasil mengendalikannya maka akan akan
hidup bahagia dan sejahtera. Kampuh poleng juga meng-
gambarkan lembaran kehidupan yang selalu berubah dan
berkembang, manusia haruslah selalu siap dalam semua
perubahan dan perkembangan. Kampuh poleng di-sung-
ging dengan warna merah, hitam, kuning, dan putih yang
merupakan simbol amarah, aluamah, supiah, dan mutmai-
nah. Keempat nafsu manusia itu selalu bersaing merebut-
kan singgasana telenging ati.
Selain berbagai ajaran yang terdapat minkan pada berbagai sebutan atau nama
pada berbagai simbol yang ada pada tokoh lain dari Semar, antara lain:
Semar, berbagai ajaran moral juga tercer- 1. Semar bermakna hèseming samar-
Siswanto: Filosofi Kepemimpinan Semar 264
samar yang artinya “sang penuntun kehi- memiliki keinginan untuk menyempurna-
dupan”. Semar artinya tersamar atau tidak kan keutamaan.
jelas. Semar secara semantik mempunyai 7. Janggan Smara Santa artinya dadi gu-
pengertian gaib atau misteri, tidak dapat runing saben wong kang gegulung tapa brata,
dijangkau oleh akal. Semar berasal dari sabar (menjadi guru setiap orang yang ge-
kata “Sar” yang berarti sesuatu yang me- mar bertapa, sabar, dan ikhlas) .
mancarkan cahaya (Mulyono, 1982: 41-42). 8. Drana, lila legawa (menjadi guru se-
Semar artinya datan kasamaran sakliring kah- tiap orang yang gemar bertapa, sabar, dan
anan, ingkang gumelar ya kang gumulung. ikhlas).
2. Tokoh Semar disebut pula dengan 9. Wong Boga Sampir artinya seorang
Badranaya yang terdiri dari kata badra yang yang telah terhindar dari segala godaan,
berarti rembulan (bulan) dan kata naya yang tidak terpengaruh oleh kenikmatan dan ge-
berarti pimpinan, tuntunan, namun dapat merlapan dunia, ia sebagai manusia yang
dimaknai sebagai wajah. Istilah Badranaya merdeka lahir dan batin.
berasal dari kata bebadra artinya memba- 10. Bojogati artinya pelayan yang sa-
ngun sarana dari dasar, dan kata naya atau ngat setia dan bertanggung jawab terhadap
nayaka artinya utusan pengrasul. Jika di- kewajibannya.
padukan memiliki makna mengemban sifat Filosofi Kepemimpinan Semar, dari
membangun dan melaksanakan perintah berbagai kajian yang telah dilakukan, dapat
Allah demi kesejahteraan umat manusia. dirumusan beberapa ajaran moral kepe-
Adapula penjelasan istilah Badranaya bera- mimpinan dari sosok Semar, seperti dapat
sal dari badra berarti bulan, naya berarti ulat dilihat pada tabel 3.
atau pasemon, artinya jika senang hati tokoh Berdasarkan berbagai pandangan dan
ini seperti bulan purnama. Hal ini berkait- penafsiran simbolisasi dari Semar yang di-
an dengan bahasa Arab, bahwa kata badra
berasal dari kata Bedru yang bermaknakan Tabel 2. Nama lain Semar dan maknanya
bulan tanggal 14, bulan yang bercahaya No. Nama lain Makna
sangat terang (Al Mochfoeld, 1976: 66). Semar
3. Semar juga disebut pula dengan 1 Semar hèseming samar-samar (sang
penuntun makna kehidupan).
Nayantaka, naya berarti ulat atau polatan dan
2 Badranaya Mengemban sifat membangun
antaka berarti mati, jadi nama ini bermakna dan melaksanakan perintah
wajah Semar yang pucat pasi laksana mayat Allah demi kesejahteraan umat
manusia.
(Prawiroatmojo, 2001: 533).
3 Nayantaka Wajah pucat pasi laksana mayat
4. Semar juga memiliki sebutan Saron-
4 Saronsari Semua tingkah lakunya selalu
sari memiliki makna semua tingkah laku memikat.
Semar selalu memikat. 5 Dhudha Bukan laki-laki, bukan perem-
5. Dhudho Manang Munung wujud tokoh Manang puan, dan bukan banci.
Munung
panakawan ini serba membingungkan, jika ia
6 Juru Dyah Pamomong bagi para satria
laki-laki memiliki payudara besar, tetapi jika Punta
ia perempuan memiliki kumis, tidak mena- Prasanta
ngis tidak tertawa, bukan manusia ataupun 7 Janggan Menjadi guru setiap orang yang
Smara gemar bertapa, sabar, dan ikh-
dewa, dan ia bukanlah banci. Tokoh ini jika Santa las
dipandang secara duniawi berpenampilan 8 Wong Boga Manusia yang merdeka lahir
tidak lain sebagai tanda-tanda dari Ilahiah. Sampir dan batin
6. Juru Dyah Punta Prasanta memiliki 9 Bojogati Pelayan yang sangat setia dan
bertanggung jawab terhadap ke-
arti sebagai pamomong bagi para satria yang wajibannya.
Panggung Vol. 29 No. 3, Juli - September 2019 265
kaitkan dengan Kepemipinan maka pene- barbagai ajaran moral kepada masyarakat.
liti merumuskan secara sederhana seperti Keberadaan Semar sampai saat ini masih
dapat dilihat pada gambar 3. eksis, kuat dan mengakar pada masyarakat
Jawa khususnya. Banyak ajaran moral yang
SIMPULAN bisa digali dari berbagai hal yang bersifat
Semar merupakan tokoh panakawan simbolik pada tokoh Semar.
dalam pewayangan yang bagi masyarakat Berbagai simbol secara jelas terdapat
bukan sekedar tokoh fiksi, namun diang- pada sosok fisik Semar maupun dalam ber-
gap sebagai sosok yang mencerminkan bagai julukan yang disandang oleh Semar.
Siswanto: Filosofi Kepemimpinan Semar 266
Simbol fisik pada tokoh Semar terdapat ikhlas), Wong Boga Sampir (Manusia yang
pada unsur utama dari sang tokoh, yaitu merdeka lahir dan batin), Bojogati (Pelayan
pada bagian muka, kepala (dan perhiasan- yang sangat setia dan bertanggung jawab
nya), badan, tangan, posisi kaki (pemakaian terhadap kewajibannya).
dodot) dan atribut busananya. Berkaitan dengan kepemimpinan, ter-
Semar menyandang banyak nama atau dapat berbagai simbolisasi yang terdapat
sebutan yang mencerminkan berbagai ajar- pada tokoh semar yang dapat dijelaskan
an moral secara simbolis. Nama-nama antara lain:
tersebut antara lain: Semar hèseming samar- Kuncung Putih: (Temuwo) Pemikiran
samar (sang penuntun makna kehidupan), dan pandangan yang tua, luas dan dalam,
Badranaya (Mengemban sifat membangun bijaksana dalam menyampaikan pemikiran
dan melaksanakan perintah Allah demi dan pandangan pada berbagai golongan
kesejah-teraan umat manusia), Nayantaka rakyat.
(Wajah pucat pasi laksana mayat), Saron- Mata Rembesan: Seorang pemimpin ha-
sari (Semua tingkah laku selalu memikat), rus memiliki pandangan yang tajam, me-
Dhudho Manang Munung (Bukan laki-laki, ngetahui dan mudah tersentuh terhadap
bukan perempuan, dan bukan banci), Juru penderitaan yang dihadapi rakyatnya.
Dyah Punta Prasanta (Pamomong bagi para Hidung Sunthi: Seorang pemimpin ha-
satria), Janggan Smara Santa (Menjadi guru rus memiliki penciuman yang tajam, me-
setiap orang yang gemar bertapa, sabar, dan ngetahui semua persoalan yang ada pada
Panggung Vol. 29 No. 3, Juli - September 2019 267
rakyatnya, mengetahui keinginan dan ke- gali Mutiara Kebijakan dan Intisari Fil-
butuhan rakyatnya. safat Kejawen. Yogyakarta: Cakrawala.
Mulut Cablek: Seorang pemimpin ha- Haryanto, S. (1985). Bayang-bayang Adhilu-
ruslah berkata yang baik, dapat menghi- hung: Filfasat, Simbolis, dan Mistik da-
bur dan memberikan solusi bagi persoalan lam Wayang. Semarang: Dahara Prize.
rakyatnya, selalu memberi nasehat dan se- Hazeu, G. A. J. (1897). Bijdragetot de Kennis van
mangat pada kebaikan. Pemimpin haruslah het Javaansche Toneel. Leiden: E.J,. Brill.
cakap dalam berbicara, pandai menyam- Kresna, A. (2012). Punakawan Simbol Kerendah-
paikan ide dan gagasan. an Hati Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Giwang lombok abang: Pemimpin harus- Maharsi. (1999). Simbolisme dan keselarasan
lah tahan terhadap kritikan dan masukan sosio-budaya Jawa dalam Lakon Wayang
sepedas apapun itu (tidak anti Kritik), men- Babad Wanamarta: Kajian Sikap dan Pan-
dengarkan semua keluh kesah rakyatnya. dangan Hidup Jawa. Tesis Program Stu-
Badan Ngropoh (bulat) warna hitam: di Antropologi Pascasarjana UGM,
Seorang pemimpin memiliki tekat yang Yogyakarta.
bulat, citacita yang kuat. Machfoeld, M. A. L. (1976). Priagung dar-Us-
Tangan Nuding: pemimpin harus dapat Salam Almarhum Drs. Sosrokartono di
menjadi panutan menunjukkan kearah ke- Jln Pungkur no 7 Bandung; Langkah-
benaran, menunjukan jalan & solusi perso- Laku, Tata-hidup, Kehidupan dan Kepri-
alan yang dihadapi rakyatnya. badiannya, Ditinjau dari segi keislaman.
Pocong Dhagelan: Pemimpin harus mi- Yogyakarta: Yayasan Sasrakartono.
kul dhuwur mendhem jero, menghargai jasa Mulyono, S. (1975). Wayang, Asal-usul, Filsa-
siapapun dan menyembunyikan aib atau fat, dan Masa Depannya. Jakarta: Gu-
segala yang tidak baik. nung Agung.
Kain Kampuh Poleng: pemimpin harus ---------------. (1974). Simbolisme dan Mistikisme
mampu mengendalikan hawa nafsunya, dalam Wayang. Jakarta: Gunung Mas.
mengutakan kepentingan rakyat dari ke- Satoto, B. H. (2001), Simbolisme dalam Budaya
pentingan pribadi, lebih menghormati Jawa. Cet. 4. Yogyakarta: Hanindita
golongan rakyat jelata dibandingkan go- Graha Widia.
longan atas/kaya. Soelardi, R. M. (1953). Gambar Princening
Posisi jongkok sekaligus berdiri: Se- Ringgit Purwa. Jakarta: Balai Pustaka.
orang pemimpin harus selalu siap sedia Soetarno dan Sarwanto. (2010). Wayang Kulit
melayani rakyatnya, selalu dekat dengan dan Perkembangannya. Solo: ISI Press.
rakyat, berperan ganda sebagai majikan Sunarto. (2009). Wayang Kulit Purwa dalam
sekaligus pelayan. Pemimpin adalah pela- Pandangan Sosial Budaya. Yogyakar-
yan yang selalu setia, dan bertanggung ta: Arindo Nusa Media.
jawab pada kewajibannya. ---------------. (2012). Panakawan Yogyakarta.
Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Daftar Pustaka ---------------. (2012). Panakawan Wayang Ku-
Amir, H. (1991). Nilai-nilai Etis dalam Wayang. lit Purwa: Asal-usul dan Konsep Per-
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. wujudannya. Panggung, 22 (3), 242-255.
Cahya. (2016). Nilai, Makna, dan Simbol da- Suseno, F.M. (1995). Wayang dan Panggilan
lam Pertunjukan Wayang Golek seba- Manusia Jawa. Jakarta: Gramedia
gai Representasi Media Pendidikan Pustaka Utama.
Budi Pekerti. Panggung, 26 (2), 117-127. Suyanto. (2013). Pertunjukan Wayang seba-
Endraswara. (2010). Falsafah Hidup Jawa, Meng- bagai Salah Satu Bentuk Ruang Me-
Siswanto: Filosofi Kepemimpinan Semar 268