Anda di halaman 1dari 9

1.

1 Latar Belakang

Dewasa ini manusia telah memasuki zaman pas modern, yaitu zaman yang

kehidupannya selalu bertumpu pada kemajuan dari ilmu pengetahuan dan

teknologi. Kemajuan teknologi merupakan kebutuhan pokok manusia dalam

melakoni setiap kehidupan. Manusia seakan-akan selalu bergantung pada

perkembangan yang sangat pesat, sehingga pada akhirnya manusia selalu

mendewakan produk-produk yang merupakan hasil dari ilmu pengetahuan dan

teknologi, masyarakat akan menjadi lebih dimudahkan dalam segala hal.

Kemajuan teknologi pada dasarnya dikembangkan dengan tujuan agar segala

kehidupan manusia dipermudah. Tentunya dipermudah dengan harapan manusia

mendapatkan pola hidup tenang dan bahagia. Imbas dari kemajuan teknologi

tersebut tidak hanya berdampak bagi golongan masyarakat tua keatas, akan tetapi

sudah menyentuh sampai golongan masyarakat kecil, orang tua dan terlebih lagi

generasi muda. Generasi muda saat ini tengah berada dalam situasi yang pelik, di

satu sisi generasi muda dituntut untuk dapat mempertahankan tradisi, budaya, dan

agama, tetapi disisi lain generasi muda harus dapat berjalan ditengah-tengah

gegap gempitanya arus zaman modernisasi. Kita tentu tidak ingin mereka

bertindak bobrok, bertentangan dengan norma-norma, sehingga mereka menyia-

nyiakan kehidupan mereka sendiri.

Para orang tua dan orang-orang yang peduli akan kelangsungan generasi

muda, sebenarnya menaruh perhatian pada yang lebih terhadap dunia pendidikan.

Para orang tua yakin dengan pendidikan yang baik, karakter anak akan

berkembang dengan baik dan dapat diarahkan.


Jika ada tanda-tanda bahwa hal yang tidak diinginkan itu kemungkinan besar

terjadi, maka tidak heran banyak kalangan orang tua merasa khawatir akan

kelangsungan hidup mereka sebagai generasi muda.

Terkait dengan pembentukan watak generasi maksa diperlukan pendidikan

yang mengarahkan anak kearah yang baik. Diperlukan pendidikan kepada anak

dalam ruang lingkup formal dan informal, maka yang berkewajiban sebagai

pendidik adalah guru di sekolah dan orang tua. Didalam pelaksanaannya

didukung oleh kebudayaan dan adat istiadat.

Kebudayaan dan adat istiadat di Bali khususnya merupakan warisan dari

leluhur dengan kandungan nilai adi luhurnya dan coraknya yang memiliki daya

tarik serta keunikan tersendiri. Namun didalam dunia pendidikan saat ini,

terutama pada peserta didik itu sendiri, sangat jarang memperhatikan nilai

adiluhung yang terdapat didalam kesusastraan bali tradisional ini. Dengan kata

lain, lokal genius seperti nilai-nilai yang terkandung dalam sekar alit sering

diabaikan. Padahal nilai sekar alit itu sendiri adalah sebuah tuntunan guna

membentangi anak didik itu sendiri dari pengaruh buruk perkembangan zaman.

Fenomena yang terjadi di masyarakat ialah semakin pintar seseorang dalam

ilmu pengetahuan dan teknologi, maka jiwa serta sisi rohaninya akan semakin

tipis dan memudar. Ini sangat buruk bagi sebuah keseimbangan dalam hal

pembentukan manusia yang seutuhnya, pandai serta berbudi pekerti yang luhur.

juga pengaruh buruk dalam hal apapun yang secara langsung mempengaruhi

pemikiran serta cara pandang anak didik didunia akademisi semakin terlihat.

Mereka dalam hal ini perlu sebuah tuntunan yang bersifat rohani dan beberapa
aspek pengetahuan spiritual serta yang berbau filsafat, guna menyeimbangkan sisi

rohani yang sedang mengalami keterpurukan akibat kikisan dari pengaruh

perkembangan tidak terbendung.

Oleh karena itu, sebuah khazanah kesusastraan bali klasik dihadirka guna

menyeimbangkan sisi kelam rohani anak didik. Sebagai sebuah acuan dalam

setiap pandangan dan cara hidup yang menuntun anak didik tersebut menghayati

kebesaran mengenai apa yang selama ini disebut dengan kebenaran hakiki. Agar

langkah mereka semakin terarah, dan tentu saja salah satunya diambil dari sebuah

puisis bali tradisianal yang disebut geguritan.

Peserta didik dapat mengambil salah satu dari sekian banyak tembang yang

ada sebagai sebuah acuan dalam hal cara pandang dalam menghadapi kehidupan.

Nyanyian klasik inilah yang paling banyak mengandung sebuah nilai tuntunan

rohani bagi para peserta didik utamanya dalam hal filosofis, guna memandu pola

pikir dan cara pandang dalam menatap kehidupan.

Sastra tembang dalam kesusastraan Bali secara garis besar dapat dibedakan

menjadi dua yakni klasik dan modern. Menurut I Nengah Tinggen (1982 : 29),

tembang bali klasik, atau tradisional, dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian,

yaitu :

1. Sekar Rare , yang sering disebut juga dengan gegendingan. Tembang

jenis ini sering digunakan dalam dolanan sebuah permainan anak

tradisional di Bali. Contoh : dari sekar rare ini ialah gending sang hyang

jaran, gending ratu bulan, gending made cenik, dll.


2. Sekar Alit, biasanya disebut juga sekar macepat. Biasanya tembang jenis

ini dipergunakan sebagai alat untuk memberikan sebuah wejangan

berupa tatwa dan juga dapat dipergunakan sebagai lakon cerita.

Tembang jenis ini terdiri dari beberapa pupuh dan dari masing-masing

pupuh tersebut memiliki aturan baku tersendiri yang disebut dengan

pada-lingsa.

3. Sekar Madya, biasanya disebut juga dengan kekidungan. Sering

dipergunakan sebagai sarana pemujaan dalam upacara ritual di bali. Jenis

tembang ini biasanya mengisahkan eloknya situasi yadnya dan kalimat

pujian kehadapan dewata.

4. Sekar Agung, biasanya juga disebut dengan wirama atau kakawin. Ini

merupakan sebuah tembang yang memiliki aturan ketat berupa guru-

laghu. Biasanya berisi cerita dari kakawin ini ialah cerita yang diambil

dari ithihasa dan juga purana. Seperti kakawin Bharatayuda,kakawin

Arjuna Wiwaha, Kakawin semarandana, kakawin Ramayana.

Pupuh atau sekar alit disebut juga geguritan, karena di Bali karangan

(kekawian) yang menggunakan pupuh atau sekar alit didalam menyanyikan atau

(nembangang) dinamai geguritan atau peparikan, yang mulai dikarang saat

bertahtanya para raja–raja di Keraton Klungkung sekitar abad ke–17.

Sekar alit merupakan salah satu satra tembang yang sifatnya kreatif yang

dapat ditembangkan atau dilantunkan serta dapat dikolaborasikan dalam seni

pertunjukan.
Sekar alit adalah salah satu hasil kebudayaan tradisional masyarakat Bali

yang masih hidup hingga saat ini. Kebudayaan tradisional merupakan dasar yang

paling fundamental dari setiap kesusastraan daerah bali yang berpredikat klasik

maupun modern atau kontemporeryang mempunyai latar belakang yang berbeda

dengan kesusastraan Indonesia yang wajib untuk digali, dilestarikan dan

dikembangkan. Orang akan merasaka tertarik pada sesuatu apapun bentuknya

apabila orang tersebut sudah mengerti dan mengetahui tentang apa fungsi atau

kegunaan dari apa yang disebarkan atau yang dilestarikan tersebut. Orang akan

tertarik kepada sesuatu yang dianggapnya penting dan menguntungkan. Dalam

Hal ini sekar alit dapat dijadikan alat untuk membentuk karakter siswa yakni

dengan mencari nilai pendidikan karakter yang terkandung didalamnya. Di dalam

Sekar alit terkandung unsur-unsur keindahan, etika, sopan santun, toleransi,

karakter, keagamaan yang merupakan jati diri bangsa Indonesia khususnya di

Bali.

Sehubungan dengan yang telah dipaparkann di atas, terlebih dahulu akan

ditentukan objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penilitian adalah sekar

alit yang ditembangkan oleh siswa setiap harinya yakni pupuh ginada, pupuh

ginanti, pupuh pucung, pupuh durma, dan pupuh mijil.

Kelima sekar alit ini dipilih karena pupuh ini yang dipakai atau

ditembangkan setiap harinya secara bergiliran yang dianggap mempunyai

karakakter masing-masing. Selain itu pupuh tersebut juga dikenal atau sering

ditembangkan pada waktu SD.


Pada Masing-masing sekar alit tersebut peneliti memiliki asumsi dasar

bahwa didalamnya mengandung manfaat dan nilai pendidikan karakter. Nilai

pendidikan karakter merupakan suatu nilai dalam pencarian jati diri untuk

membentuk karakter dari masing-masing anak atau siswa. Ada 25 karakter yang

perlu ditumbuh kembangkan pada siswa yakini : religious, jujur, bertanggung

jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa usaha,

berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu, sadar

diri, patuh pada aturan sosial, respek, santun, demokratis, ekologis, nasionalis,

pluralis, cerdas, suka menolong, tangguh berani mengambil resiko, berorientasi

tindakan (Muastari, 2011 : 1)

Dari 25 karakter tersebut akan diklasifikasikan kembali menjadi enam

karakter untuk membentuk karakter yakni : cinta kasih, cinta ilmu, tangguh, sadar

diri, berani mengambil resiko.Menurut asumsi dasar peneliti karakter-karakter

tersebut terkandung dalam sekar alit yang menjadi objek penelitian. Pupuh Mijil,

yang berwatak melahirkan perasaan, untuk menguraikan nasihat dan untuk orang

kasmaran. Karakter yang terdapat pada pupuh ini adalah karakter cinta kasih. Pupuh

Pucung, wataknya kendor tanpa perasaan yang memuncak. Untuk cerita-cerita yang enak

dan juga berisi tentang ajaran-ajaran. Dalam pupuh ini mengandung karakter cinta ilmu.

Pupuh Ginada, wataknya melukiskan perasaan sedih, merana dan kecewa. Dalam pupuh

ini mengandung karakter sadar diri.Pupuh Ginanti, wataknya senang, cinta kasih untuk

melahirkan ajaran filsafat. Dalam pupuh ginada mengandung karakter cinta kasih dan

cinta ilmu. Pupuh Durma, wataknya keras, bengis,marah. Untuk melukiskan perasaan

marah. Dalam pupuh ini mengandung karakter yang berani mengambil resiko.
Sesuai asumsi yang telah di paparkan diatas tentang sekar alit yang akan diteliti,

peneliti lebih lanjut akan mengadakan pengkajian lebih mendalam lagi tentang sekar alit.

Pengkajian tersebut khususnya mengenai manfaat, nilai pendidikan dan penerapan

tentang sekar alit tersebut. Pengkajian tersebut khususnya mengenai penerapan, manfaat

dan nilai pendidikan yang terkandung di dalam sekar alit : pupuh ginada, pupuh

ginanti, pupuh pucung, pupuh durma, dan pupuh mijil. Hasil penelitian ini

nantinya menjadi bahan yang cukup penting untuk pembentukan karakter anak

atau siswa.

Berdasarkan latar belakang itulah, maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian yang dengan judul “Peranan Sekar Alit Dalam Pembentukan Karakter

Siswa di SMP N 3 Bangli”.

Kebudayaan yang luhur tersebut dalam kontek pelestariannya perlu dikupas

secara mendalam. Melalui komponen-komponen yang dirangkai sedemikian rupa,

tembang berupa Sekar Alit ini mengandung nilai yang inplisit maupun eksplisit.

Untuk memahami lagu yang dirangkai sedemikian rupa dalam Sekar Alit sangat

berpengaruh dalam intelektual seseorang, pengetahuan, dan kemampuan dalam

mengekspresikan karya sastra. Mengekspresikan karya sastra tembang sangat

penting agar karya sastra itu lebih bermanfaat dan bernilai bagi masyarakat.

Apabila suatu karya sastra dirasakan bermanfaat, bernilai serta mengandung unsur

pendidikan , maka hal tersebut akan dipertahankan dan ditumbuh kembangkan

oleh masyarakat pendukungnya.


Kehadiran unsur nilai pendidikan dalam karya sastra adalah suatu

keberadaan sastra itu sendiri , bahkan suatu nilai sastra akan tumbuh dan

berkembang melalui pendidikan itu sendiri. Dilihat dari nilai pendidikan anak atau

siswa karya sastra semacam ini memang sangat perlu dipaparkan dalam proses

pembelajaran, yang juga bisa digolongkan kedalam media pendidikan. Pentingnya

pembelajaran sastra terhadap siswa di sekolah guna mengembangkan kreatifitas

seni khususnya dalam bidang kesusastraan. Peran minat generasi muda untuk

melestarikan tentu sebuah harapan bagi sastrawan dan pendidik, dengan tujuan

meningkatkan kemampuan anak tentang pemahaman terhadap sastra, namun hal

tersebut tidak terlepas dari sisi teori dan penerapan prakteknya sebagai dasar

kepada siswa untuk mendalami kesusastraan Indonesia. Kehadiran karya sastra

merupakan imajinasi pengarang dalam mengolah kemampuan mengeksploitasi

ide-ide baru dalam karya sastra sesuai dengan perkembangan yang ada, menarik

atau tidaknya pemikat/peminat sebagai penilainya.

Agar karya satra tersebut mengalami kesempurnaan, hal tersebut bukanlah

sebagai perbandingan antara pengarang dengan pembaca tapi bagaimana sebuah

karya sastra diterima kehadirannya di masyarakat serta hubungannya terhadap

pembelajaran sastra di sekolah. Karena itu minat baca terhadap karya sastra harus

dipupuk kembangkan terhadap generasi penerus sebagai bagian dari media

pembelajaran, sebab kita ketahui pemahaman siswa terhadap karya sastra hanya

terpaku pada karya yang dibaca tetapi bagaimana karya sastra tersebut

dihubungkan dengan aspek sosial yang ada di masyarakat ataupun dalam

kehidupan sehari-hari. Ini merupakan pandangan kepada guru dalam memperluas


pengetahuan sastra khususnya Tembang perlu mendapat perhatian guna dikaji

dari segi pendidikannya, sebab kehadiran tembang karya sastra di Indonesia

memang digali dari kandungan bumi nusantara itu sendiri.

Keberadaan tembang/ sekar alit di sekolah pada siswa Sekolah Menengah

Pertama Negeri 3 Bangli dijadikan salah satu media pendidikan kepada anak atau

siswa, sebagai motifasi untuk agar pembelajaran tidak terlalu menoton, Seperti

kita ketahui pendidikan di sekolah merupakan hal yang penting dalam

pembentukan karakter anak atau siswa. Adanya inisiatif dari sekolah untuk

mengajak siswa-siswanya untuk matembang sekar alit di awal atau akhir

pelajaran, ini membuktikan bahwa adanya rasa untuk melestarikan karya sastra

khususnya tembang masih tinggi.

Dari uraian tersebut di atas maka perlu diadakan penelitian terhadap sekar

alit yang biasa dilantunkan di smpn3 bangli.baik itu nilai yang

tekandung,manfaat yang diperoleh. Dalam sekar alit dari berbagai aspek yang

sangat perlu dipahami secara mendalam terutama dari segi karya sastranya.

Karena tujuan ini dapat diharapka bermanfaat dalam dunia pendidikan maka hal

ini peneliti tertarik melakukan penelitian dengan berjudul “ Peranan Sekar Alit

Dalam Pembentukan Karakter Siswa Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3

Bangli”.

Anda mungkin juga menyukai