Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN AKSIOLOGI SEMAR GAYA YOGYAKARTA RELEVANSI DENGAN

PERANAN PENDIDIDKAN BUDI PEKERTI

Elnang Soewena
PPS UNY
2017

Abstrak

Wayang sebagai salah satu budaya adi luhung yang sarat akan simbol-simbol.
Wayang merupakan karya seni dan hiburan masyarakat yang sarat akan nilai-nilai
luhur. Semar merupakan salah satu tokoh punakawan. Aksiologi semar tiga bagian;
Pertama semar merupakan produk moral; Kedua semar sebagai ekspresi keindahan
atau estetis; dan ketiga semar dalam kehidupan sosial politik. Pentingnya pendidikan
budi pekerti dan cara mananamkan pada budaya. nilai kearifan lokal untuk
relefansinya terhadap pendididkan budi pekerti. Semar sebagai media menanamkan
pendidikan dalam budi pekerti.
Kata kunci: Aksiologi, Semar gaya Yogyakarta, Relefansi, Pendidikan Budi
Pekerti

A. PENDAHULUAN pekerti melalui budaya. Moral merupakan


Sistem Pendidikan Nasional di produk dari budaya dan agama. Moral juga
Indonesia sebagaimana tertuang dalam dapat diartikan sebagai sikap, perilaku,
Undang-Undang No 2/89 Sistem Pendidikan tindakan, kelakuan yang dilakukan
Nasional dengan tegas merumuskan seseorang pada saat mencoba melakukan
tujuannya pada Bab II, Pasal 4, yaitu: sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran,
mengembangkan manusia Indonesia suara hati, serta nasihat, dll.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa
seutuhnya. Maksud manusia Indonesia
dengan beragam kebudayaan, nilai dari seni,
seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
adat istiadat, mitos, cerita rakyat, hasil
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
kerajinan tangan, bangunan tempat tinggal
Berbudi Pekerti luhur. Di samping itu, juga
dan tempat ibadah, pakaian , dan hiburan
memiliki pengetahuan dan keterampilan,
masyarakat pada zaman dulu. Oleh karena
sehat jasmani dan rohani , kepribadian yang
itu nilai kearifan lokal yang terdapat dalam
mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
ruang lingkup wilayah dapat sebagi salah
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
satu media untuk penanamkan pendididkan
Pentingnya sistem pendidikan nasional
budi pekerti. Dalam kamus Bahasa
dengan mananamkan pendidikan budi
Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu karya seni dan hiburan yang bangsa
pengetahuan bagi kehidupan manusia Indonesia miliki. Pada wayang, nilai-nilai
tentang nilai-nilai khususnya etika. tersebut tampak pada tingkah laku sang
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah tokoh pada setiap cerita, pakaian yang
nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. dikenakan, dan tutur kata sang tokoh. Oleh
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang karenanya penulis ingin mengangkat nilai-
ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai nilai pendidikan karakter pada tingkah laku
budaya dan moral suatu masyarakat; dalam hidup keseharian dan simbol-simbol
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat yang ada pada diri salah satu tokoh kesenian
dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya wayang yang merupakan seni pertunjukan
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan asli Indonesia dan berkembang di pulau
sebaliknya menimbulkan bencana. Wayang Jawa dan Bali. Wayang memang hanya
merupakan salah satu karya seni dan hiburan selembar kulit, tetapi ia merupakan salah
populer di masyarakat Indonesia sejak suatu macam simbol yang sangat berharga
zaman dahulu. Wayang merupakan hasil untuk dipelajari. Kita sadar bahwa tidak ada
budaya yang harus dilestarikan karena suatu kehidupan tanpa simbol. Simbol
banyak mengandung makna mendalam adalah sarana bagi manusia tentang obyek,
tentang hubungan sosial dalam kehidupan. karena itu simbol juga merupakan suatu
Wayang bukan sekedar karya seni yang wujud dari konsepsi dari manusia. Karena
dipengaruhi oleh agama Islam, akan tetapi simbolisasi itu adalah kegiatan inti dari budi
wayang merupakan suatu karya seni, manusia, maka dari simbolisasi itu pula akan
hiburan, dan media dakwah. Oleh karenanya diketemukan suatu kunci pemahaman hakiki
penulis rasa relevan jika wayang disebut dari manusia yang memilikinya, baik
karya seni lintas agama dan kebudayaan. tentang wadag maupun yang tanwadag.
Selain itu wayang juga merupakan karya Seperti peribadatan, religi, mistis, mitos,
seni dan hiburan masyarakat yang sarat akan upacara, ritual, karya seni dan lain
nilai-nilai luhur. Memang nilai-nilai itu tidak sebagainya. Disinilah letak arti lambang
dieksplorasi secara gamblang layaknya Wayang Semar, lambing yang mempunyai
infotainmen atau berita-berita tentang sifat Esoteric (rahasia). Oleh karenanya
korupsi, akan tetapi menyisipkan dan dengan mempelajari tokoh wayang Semar
mengakulturasikan nilai-nilai tersebut pada diharapkan dapat difahami tentang
peribadatan, mitos ritual, religi, watak dan digunakan dengan norma-norma
sifat dari pendukungnya. Di dalam seni moral dan professional?. Jadi
pewayangan terdapat tokoh Semar yang Aksiologi juga diartikan teori nilai
berbeda dari pada yang lain. Hampir dapat yang berkaitan dengan kegunaan dari
dikatakan bahwa orang yang pernah pengetahuan yang diperoleh.
berkenalan dengan Wayang tak ada Aksiologi semar tiga bagian;
seorangpun yang tidak mengenal Semar. Pertama semar merupakan produk
Selain itu sepengetahuan penulis tokoh moral; Kedua semar sebagai ekspresi
wayang Semar merupakan tokoh yang lucu keindahan atau estetis; dan ketiga
dan dituakan diantara tokoh-tokoh yang semar dalam kehidupan sosial
lainnya. Oleh sebab itu penulis tergugah politik.
Semar sebagai Nilai etika moral
untuk melakukan penulisan tentang
Nilai-nilai moral yang
kajianaksiologi wayang semar gaya
terdapat dalam figur Semar tentunya
Yogyakarta delefansinya dengan peranan
diambil dari filosofi yang ada dalam
budi pekerti.
karakter Semar. Baik nama, julukan,
B. PEMBAHASAN gelar, maupun bentuk fisik Semar.
Semar dalam kajian aksiologi Tentu Sunan Kalijaga yang
Aksiologi merupakan cabang
menciptakan figur Semar membuat
filsafat ilmu yang mempertanyakan
karakter Semar sedemikian rinci,
bagaimana manusia menggunakan
yang mengandung perlambang
ilmunya, berasal dari kata Yunani
filosofis
axion (nilai) dan logos (teori) yang Pesan Moral dalam Nama dan Julukan
berarti teori tentang nilai. Pertanyaan Semar
Adapun nama lain dari Semar
di wilayah ini menyangkut antara
adalah Bathara Semar, Ki Lurah
lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu
Badranaya, Nayantaka, Saronsari,
digunakan? Bagaimana kaitan antara
Juru Dyah Puntaprasanta, Janggan
cara penggunaannya dengan kaidah-
Semarasanta, Bogajati, Wong Boga
kaidah moral? Bagaimana penentuan
Sampir, Bathara Ismaya, Bathara
obyek yang ditelaah berdasarkan
Iswara, Bathara Samara, Sang Hyang
pilihan-pilihan moral? Bagaimana
kaitan metode ilmiah yang
Jagad Wungku, Sang Hyang gemerlap syahwat dunia. Semar tidak pernah
Jatiwasesa, Sang Hyang Suryakanta. silau dengan gemerlap dunia.
Namun hanya beberapa julukan yang c. Hyang Maya
Semar juga bergelar Hyang Maya. Kata
maknanya diterangkan di dalam beberapa
maya di sini diartikan sebagai tidak
buku literatur, yaitu; Semar, Badranaya,
berwujud tetap atau selalu berganti-ganti
Nayantaka, Hyang Maya, Janggan
sifat, tidak tentu jenis kelaminnya laki-laki
Semarasanta, Ismaya
atau perempuan. Maka dapat ditarik
a. Bathara Semar
Dari segi etimologi, ada yang berpendapat kesimpulan, bahwa Semar bukanlah
bahwa Semar berasal dari kata sar yang manusia wajar, melainkan nama yang
berarti “cahaya”. Jadi Semar berarti suatu melambangkan unsur yang selalu mengikuti
yang memancarkan cahaya atau dewa dan melindungi seseorang atau perlambang
cahaya, sehingga ia disebut juga Nurcahya sebagai kawan. Pengertian yang lebih dalam
atau Nurrasa, sebab ia selalu menerangi adalah lambing sukma, roh atau jika yang
setiap jiwa yang sedang gelisah dan berada di dalam diri kita semua. Secara
membuat jiwa itu tenang dan tentram. filosofis mengandung arti hubungan antara
Dalam versi Islam, kata Semar berasal dari keluarga Pandawa dan Punakawan. Karena
bahasa Arab ismar yang berarti paku. Dalam itu, kehadirannya sebagai pengasuh
pengertian lain, paku adalah simbol perekat merupakan social control, pemberi koreksi,
dan pemersatu. Semar adalah sosok yang reaksi, dan kritik terhadap para ksatria
memersatukan antara penguasa dan rakyat Pandawa serta malambangkan hidupnya
jelata. demokrasi.
b. Ki Lurah Nayataka d. Semar Badranaya
Menurut Ki Resi Wahono, Ki Semar identik Semar sering pula dipanggil dengan Semar
dengan nama Ki Lurah Nayataka atau Badranaya. Badranaya berasal dari kata
Nayantaka. Naya artinya sinar atau cahaya. bebadra yang berarti membangun sarana
Sedangkan taka mempunyai arti pati atau dari dasar dan nayaka yang berarti utusan
mati. Jadi Nayataka mempunyai arti mangrasul. Sehingga badrayana berarti
sinarnya pati atau dzat luhur yang sudah melaksanakan perintah Allah demi
terluput dari pengaruh badan jasmani kesejahteraan manusia. Ia adalah utusan
terbebas dari segala keinginan duniawi. Ia Tetapi ada juga yang mengartikan
juga mati rasa dan terlepas terhadap Badranaya dengan arti yang berbeda. Badra
diartikan rembulan, sedangkan naya peristiwa Manunggaling Kawula Gusti, dan
diartikan sebagai perilaku kebijaksanaan. inilah yang merupakan konsep
Karena itu Semar Badranaya mengandung kepemimpinan ideal ala Semar. Dan konsep
makna: Di dalam perilaku kebijaksanaan, ini diabadikan oleh Sunan Kalijaga dalam
tersimpan sebuah keberuntungan yang baik alur cerita pewayangan yang dimainkan oleh
sekali, bagai orang kejatuhan rembulan atau sang dalang
mendapatkan wahyu.
Pesan Moral dalam Karakter Semar
e. Ismaya
Adapun pesan moral yang
Ada yang mengatakan Ismaya berasal dari
ditanamkan oleh Sunan Kalijaga dalam
maya yang berarti cahaya hitam, yaitu
karakter dan ciri fisik Semar adalah sebagai
cahaya untuk menyamarkan sesuatu. Juga
berikut;
disebut Semar karena ia samar, tidak jelas.
g. Punakawan Simbol Kesederhanaan
Mengenai sosok Semar, dikatakan: Yang ada Menurut Muhammad Zaairul Haq, Tokoh
itu sesungguhnya tidak ada. Yang Semar dan Punakawan seringkali
sesungguhnya ada, ternyata bukan. Yang diterjemahkan sebagai simbol rakyat jelata
bukan dikira iya. Yang wanter (bersemangat) yang penuh kesederhanaan. Dikarenakan
hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), kehidupannya sebagai seorang lurah desa.20
sebab takut kalau keliru. Tokoh Semar selalu berada di antara rakyat
f. Janggan Semarasanta
kecil. Kesederhanaan telah membawanya
Nama Janggan Semarasanta adalah nama
kepada kearifan sifat dan kesucian
seorang abdi dari pertapan Saptaarga. Ketika
pandangan tanpa bias terhadap suatu
Bambang Ismaya (nama Semar ketika masih
permasalahan sehingga bisa menangkap
berada di Kayangan) dititahkan turun ke
kebenaran seperti apa adanya. 21
bumi untuk mengabdi kepada Pandawa dan
Sri Mulyono dalam M. Zaairul Haq
membantu mereka dalam memerangi
menggambarkan tokoh Semar sebagai
kejahatan. Ia menitis ke dalam diri Janggan
manusia cebol. Gambaran ini mempunyai
Semarasanta, kemudian ia dijuluki Ki Lurah
makna simbolik dari gambaran semu akan
Semar. Setelah menitis ke bumi, lantas
jiwa dan watak manusia serta gambaran dari
Semar menjadi abdi Pandawa yang
kehidupan seisi jagat raya. Bentuk tubuhnya
senantiasa berada di belakang mereka.
bulat melambangkan dunia, bentuk perut
Proses titisan dalam konsep Hindu-Budha
dan pantatnya yang hampir sama besarnya
ini dipahami oleh Sunan Kalijaga sebagai
melambangkan bahwa dunia ini pecah
menjadi dua bagian, barat dan timur (pantat ajaran Islam yang melarang
dan perut). Suatu pembagian antara titik pelukisan makhlukh hidup (Sudarso,
pusar dan dubur tidak akan ketemu satu 1986: 6). Pada bagian di bawahnya
sama lain, ini melambangkan bahwa antara disambung dengan bahu yang
barat dan timur tidak akan pernah menjadi tampak dari depan. Sementara pada
satu, baik dalam bentuk falsafah, ideologi bagian dada tampak profil torso dan
maupun kebudayaannya.23 Sedangkan pada bagian kaki wayang tergambar
tangan Semar, dibuat karakteristik tangan secara en face. Dari uraian itu dapat
sebelah kiri menunjuk, dan sebelah kanan diketahui bahwa bentuk fisik wayang
menggenggam. Hal ini sebagai lambang kulit yang ada saat ini merupakan
bahwa peran Semar adalah sebagai tuntunan langgam yang unik. Dikatakan unik
jalan kebenaran yang selalu ia genggam erat karena dalam penggambarannya
dalam keyakinannya. Begitu juga kuncung apabila diperhatikan secara cermat
yang dimiliki Semar yang menyimbolkan akan ditemui keganjilan-keganjilan.
seorang pelayan pada masa jawa kuno. Beberapa keganjilan itu dapat
Pelayan yang menantiasa melayani umat diketahui dari bentuk mata, hidung
dengan berpegang pada ketauhidannya. atau wajah, bentuk bahu, dada
Semar sebagai Nilai estetika
tangan, dan kaki wayang. Namun
Bentuk fisik wayang kulit
tergambar dengan wajah terlukis
miring atau en profil. Pada leher
wayang tampak tergambar garis
trilaksana kanta, yakni satu tanda-
tanda orang besar. Garis itu terdiri
atas tiga garis lipatan yang seringkali
tampak pada tiap wayang yang
menggambarkan orang besar. Akan
tetapi, di suatu daerah gambar itu
dipandang sebagai pedang orang
Islam, untuk melukiskan bahwa demikian, dari beberapa keganjilan

tokoh tersebut merupakan tokoh itu justru terdapat nilai-nilai estetik.

yang telah mati, sebuah kompromi Berikut akan disajikan nilai-nilai


estetis bentuk wayang kulit mulai Badan Semar diwarna dengan warna
dari wajah, dada, tangan, dan kaki kuning. Semar juga memakai perhiasan
wayang. anting-anting yang berupa cabai rawit
Gambar 18: Sketsa Semar warna merah dan kelopaknya warna hijau
(Sumber:.Poedjosoebroto, 1978: 56) pada telinganya. Cabai rawit adalah
Gambar perut, dada, kepala menampakkan 6 sebuah sayur yang rasanya sangat pedas,
tulisan “Allah” dan “Muhammad”. Prinsip biasanya untuk bumbu dalam memasak.
pokok dalam Islam: harus mengenal, Ini menggambarkan bahwa Semar itu
memahami dan memiliki pengertian Rukun sudah biasa menerima suara-suara yang
Iman yang berarti iman kepada Allah, sangat pedas (menyakitkan) perasaan.
Muhammad, Kitap-kitap Suci,Malaikat- Muka dicat dengan warna keemasan, dan
Malaikat, Kiyamat dan Takdir. Gambar pada rambut dicat warna hitam serta
anggota-anggota menampakkan 5 tulisan kuncungnya dibuat lurus keatas dan tidak
Allah yang merupakan prinsip pokok dalam terlalu panjang dan runcing. Kuncung
Islam juga. Harus mengamalkan dengan yang lurus keatas simbol bahwa Semar
ikhlas dari rukun Islam yang lima menurut selalu mempunyai jalan yang lurus dan
kekutan masing-masing.Syahadat, Sholat, selalu berpegang teguh pada Tuhan Yang
Puasa, Zakat dan Haji. Rukun Iman yang 6 Maha Esa. Bentuk perut Semar yang
dan rukun Islam yang 5 menjadi pathokan besar menggambarkan selalu menambah
(Man + ca + pat =Mancapat = Macapat ) ilmu. Secara fisik, Semar tidak laki-laki
untuk diajarkan dulu dengan cara yang dan bukan pula perempuan. Ia
sebaik-baiknya untuk dapat diamalkan agar berkelamin laki-laki, tetapi memiliki
dapat melaksanakan (Ismaya) dengan ikhlas payudara seperti perempuan, yang
dengan berbakti kepada Allah melalui ibadat merupakan simbol dari pria dan wanita.
khusus dan umum (Eko. 2012) Tangan kanan Semar ke atas, maknanya
bahwa sebagai pribadi tokoh semar
hendak mengatakan simbol Sang Maha
Tunggal. Sedang tangan kirinya ke
belakang, bermakna berserah total dan
mutlak serta sekaligus simbol keilmuan
yang netral namun simpatik.
memberi contoh menurut hukum yang
Semar dalam sosial politik
berlaku. Selo Soemardjan, yang dikutip oleh
Masalah pemimpin dan
Tuti Sumukti (2005: 93-94) menerjemahkan
kepemimpinan merupakan masalah
mengenai salah satu cerita dalam lakon
sosial. Konsep kepemimpinan Ideal
wayang yang berjudul Wahyu Tejamaya :
Ala Semar.
Manunggaling Kawula Gusti dalam ilmu Meskipun raja memegang kekuasaan
politik, Semar dapat dijadikan sebuah tertinggi atas rakyatnya, dia harus selalu
pengejawantahan dari ungkapan Jawa ingat bahwa dia satu-satunya penghubung,
tentang kekuasaan, yaitu Manunggaling yang sangat berpengaruh di antara
kawula-Gusti (kesatuan hamba-Raja). Semar kerajaannnya dan dunia (kekuatan) gaib. Dia
di antara punakawan adalah guru, tidak dapat lepas dari salah satu dari mereka,
sesepuh dan pemimpin mereka. Dalam dan tidak bisa berselisih dengan mereka
hubungannya dengan Arjuna salah satu dari juga. Nama yang dipakai oleh Sultan
Pandhawa, Semar juga abdi (pelayan). Yogyakarta yang pertama mencerminkan
Pelayan di sini dapat disamakan dengan kewajiban yang disadari karena
‘pembantu' tetapi bantuan yang diberikan kedudukannya yang penting itu. Sebagai
Semar lebih bersifat abstrak. Bantuan pangeran , dia diberi gelar “Mangkubumi”,
abstrak yang diberikan Semar adalah yang artinya memangku dunia ini. Tetapi
berupa ajaran. Arjuna dan Semar bersama- sebagai sultan atau raja, dia memakai
sama melambangkan (satuan) yang berupa gelar Hamengkubuwono , orang yang
‘manusia', Arjuna sebagai pribadi sedangkan melindungi alam semesta. Nama ini
Semar sebagai pikiran dan kesadarannya. memberi tanda kewajiban raja yang utama,
(Tuti Sumukti, 2005:93) Tidak dapat yaitu menyatukan kerajaannya dengan alam
dipisahkannya antara Arjuna dan para semesta dengan perantaraan dirinya. Dengan
punakawan terutama Semar ini tekanan pada kewajiban utama ini,
melembangkan konsep Jawa tentang pertimbangan terpenting kenegaraan ada
manunggaling kawula-gusti . Bahwa pada tercapainya persatuan antara kawula
seorang raja (gusti) dengan mengikuti atau rakyat dan rajanya yang disebut
hukum harus pasrah atau menyerahkan diri manunggaling kawula-gusti . Dalam aspek
pada ajaran tersebut. Dengan cara ini raja mistiknya, konsep ini bermakna persatuan
dapat mengajar rakyatnya (kawula) dengan antara alam gaib dan manusia dan juga
persatuan antara manusia dan penciptanya. yang dipimpinnya. Pemimpin sejati
Konsep persatuan yang harus dicapai dan itu menurut filsafat Semar adalah
merupakan kewajiban utama raja ini, disertai bersifat paradoks. Seorang
dengan adanya nilai-nilai sosial yang diikuti pemimpin adalah seorang majikan
para kawula . Tujuan utama dalam hidup sekaligus pelayan, kaya tetapi tidak
para kawula adalah tercapainya persatuan terikat dengan kekayaannya, tegas
tersebut diatas. Pada tingkat perseorangan, dalam keadilan untuk memutuskan
sesorang dapat bersatu dengan kekuatan mana yang benar dan yang salah.
alam gaib dengan menyerahkan diri atau Ajaran tua tentang kekuasaan politik
pasrah pada ajaran seorang guru, tetapi bersumber dari Hastabrata dan
untuk pemerintahan (kerajaan) dan dimitoskan dalam diri Semar.
Kehadiran Semar dalam
masyarakat seluruhnya, satu-satunya
kehidupan nyata ini sering ditunggu-
perantara adalah raja. Seorang pemimpin
tunggu mengingat kondisi negara
sebesar bangsa Indonesia seharusnya dapat
saat ini yang semakin kacau,
memadukan antara atas dan bawah,
kesengsaran dan penindasan oleh
pemimpin dan yang dipimpin, yang diberi
kaum kuat terhadap yang lemah
kekuasaan dan yang menjadi sasaran
semakin merajalela, moral dan etika
kekuasaan, kepentingan hukum negara dan
tidak lagi diindahkan, para pemimpin
kepentingan objek hukum. Hukum-hukum
yang hanya memikirkan kekayaan
negara yang baik belum tentu berakibat
pribadi tanpa peduli dengan keadaan
baik, jika yang dari atas itu tidak disesuaikan
rakyatnya yang semakin tertindas
dengan kepentingan dan kondisi rakyat,
dengan kebijakan-kebijakan yang
seperti dalam ajaran manunggaling kawula-
dikeluarkannya. Sebagai simbol
gusti .
Semar menghormati rakyat kearifan dalam dunia wayang, Semar
jelata lebih dari menghormati para adalah dewa yang menyamar sebagai
dewa pemimpin. Cerminan seorang orang kecil untuk mengembalikan
pemimpin yang baik melihat yang perdamaian saat Negara dalam
dipimpinnya tidak dari atas keadaan gawat. Nampaknya hal ini
singgasana yang terpisah, tetapi menjadikan banyak masyarakat atau
melihat dari sudut pandang rakyat segelintir orang yang masih peduli
dengan kelangsungan hidup negara hitam dan yang putih belum tentu putih, ikan
ini mendambakan sosok Semar yang yang gemuk pun masih berduri sedangkan
menjelma dalam kehidupan real saat ikan yang kurus pun masih memiliki daging;
ini, yang mampu menyelamatkan (4) tulus. Karakter ini diambil dari makna
bangsa dari berbagai krisis rambut Semar kuncung atau jarwadasa,
multidimensi yang sedang melanda sesuai artinya akuning sang kuncung, sifat
bangsa. tulus Semar, serta profesi Semar yang
Semar dalam pendidikan budi pekerti
bertindak sebagai pamomong Pandawa,
Dari pemaparan mengenai Semar
penasihat spiritual dan teman bercengkrama
dari sudut pandang pendidikan budi pekerti
di kala susah serta ajaran budi pekerti Semar
dapat dirumuskan 12 karakter antara lain:
yang menyatakan bahwa kita hendaknya
(1) religius, karakter ini diambil dari makna
senantiasa setia, tulus dan ikhlas dalam
nama Badranaya dan simbol tangan kanan
pengabdian baik kepada lembaga, suami
menunjuk ke atas serta ajaran budi pekerti
ataupun orang tua; (5) disiplin, karakter ini
dari Semar yang mengajarkan bahwa kita
diambil dari makna Semar yang berjalan
senantiasa harus selalu sadar, mengingat,
menghadap ke atas. (6) peduli sosial,
bersyukur dan berupaya melaksanakan
karakter ini diambil dari makna Semar
perintah Tuhan Yang Maha Esa; (2) netral,
adalah simbol atasan dan bawahan dan
karakter ini diambil dari makna simbol
ajaran budi pekerti Semar yang mengajarkan
tangan kiri Semar yang berada di belakang
bahwa hendaknya kehidupan yang kita
sebagai lambing keilmuan yang netral serta
miliki ini adalah kehidupan yang bermanfaat
ajaran budi pekerti Semar yang menyatakan
bagi orang lain. Diwujudkan dengan
bahwa berlakulah adil; (3) toleransi,
menerima konseli dari latar belakang budaya
diwujudkan dengan menerima konseli tanpa
manapun; (7) bersahabat, karakter ini
melabeli. Karakter ini diambil dari postur
diambil dari pergaulan Semar yang tidak
keseluruhan Semar yang nampak buruk
membedakan dari lapisan manapun dan
namun simbol kebaikan serta ajaran budi
ajaran budi pekerti Semar yang menyatakan
pekerti Semar yang mengajarkan bahwa
bahwa kita hendaknya menganggap semua
jangan melabeli orang lain berdasarkan
orang sama; (8) adil dalam memberikan
kondisi fisiknya, yang tampak buruk tak
pelayanan terhadap peserta didik. Karakter
selamanya buruk dan yang tampak baik tak
ini diambil dari Kain Batik Kawung yang
selamanya baik, yang hitam belum tentu
dipakai Semar serta ajaran budi pekerti sebagai profduk moral untuk
Semar yang menyatakan bahwa berlakulah menumbuh kembangkan akhlak budi
adil, netral dan tidak menjadi provokator pekerti. Semar sebagai ekspresi
dalam konteks negatif; (9) jujur, karakter ini keindahan atau estetis serta semar
diambil dari sifat bawaan Semar yang jujur dalam kehidupan social politik.
dan tidak munafik; (10) luwes/tidak kaku Setiap nama dari Semar memiliki
dalam menyikapi budaya konseli yang nilai tersendiri antaralain Bathara
berbeda. Karakter ini diambil dari sifat Semar, Ki Lurah Badranaya,
Semar yang sabar, ramah, suka humor, Nayantaka, Saronsari, Juru Dyah
sederhana, tenang dan rendah hati; (11) Puntaprasanta, Janggan Semarasanta,
demokratis, karakter ini diambil dari makna Bogajati, Wong Boga Sampir,
kentut Semar ini adalah wujud suara rakyat Bathara Ismaya, Bathara Iswara,
yang dapat diserukan kepada para pemimpin Bathara Samara, Sang Hyang Jagad
serta ajaran budi pekerti Semar yang Wungku, Sang Hyang Jatiwasesa,
menyatakan bahwa berwibawalah tanpa Sang Hyang Suryakanta. Semar,
mengandalkan kekuasaan/ kekuatan/ Badranaya, Nayantaka, Hyang Maya,
keturunan/ kekayaan yang kita miliki; (12) Janggan Semarasanta, Ismaya.
rasa ingin tahu, diwujudkan dengan Semar sebagai nilai ekspresi
memanfaatkan dan meningkatkan potensi keindahan terdapat terlihat dari
diri. Karakter ini diambil dari makna kentut bentuk tubuhnya wajah, perut, dada,
Semar dan ungkapan yang sering tangan, dan kaki semar. Setiap
dikeluarkan oleh Semar yaitu mbergegeg bagian dari estetik semar terdapat
ugeg-ugeg, hmel-hmel, sak ndulit langgeng nilai yang sangat mendalam; dari
serta ajaran budi pekerti. perut salah satu contohnya
menampakkan 6 tulisan “Allah” dan
Kesimpulan
Aksiologi merupakan cabang “Muhammad”. Dua belas kategori
filsafat ilmu yang mempertanyakan antara lain religious, netral, toleransi,
bagaimana manusia menggunakan tulus, disiplin, peduli, bersahabat,
ilmunya. Semar merupakan karya adil, jujur, luwes, demokratis, rasa,
seni dan hiburan masyarakat yang ingin, tahu semua itu ada dalam semar
sarat akan nilai-nilai luhur. Semar
yang bermanfaat untuk pendidikan budi
pekerti .
Daftar pustaka
Achmad, S. W. 2012. Wisdom van Java : Mendedah nilai-nilai kearifan Jawa.
Ardian Kresna. 2012. Dunia Semar. Yogyakarta: Penerbit DIVA Press.
Kresna. Dunia Semar, Bantul, Yogyakarta : IN AzNa Books.
Budaya. Volume 11 No. 2 Desember 2013. Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung
Kattsoff, Louis. O. 1996. Pengantar Filsafat . Yogyakarta : Tiara Wacana.
Mulder, Niels. 1996. Pribadi Dan Masyarakat Di Jawa. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Mulkhan, Abdul Munir. 2005. Menunggu Semar Di Zaman Edan . Dalam Kompas, 19 Maret
2005. Jakarta
Soedarso, SP. 1987. Morfologi Wayang Kulit.Wayang Kulit dipandang dari Jurusan Bentuk.
Pidato Ilmiah pada Dies Natalis III Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Subagya. Timbul. 2013. Nilai Nilai Estetik Bentuk Wayang Kulit. Jurnal Seni
Sudarso. 1986. Wanda. Suatu Studi Tentang Resep Pembuatan Wanda-Wanda Wayang Kulit
Purwa dan Hubunganya dengan Presentasi Realistik. Jakarta: Javanologi.
Sumukti, Tuti. 2005. Semar: Dunia Batin Orang Jawa. Yogyakarta: Galang Press.
Suyanto, Eko. 2012. Perbandingan Karakteristik antara Tokoh Panakawan Wayang Kulit Purwa
Gaya Yogyakarta dengan Wayang Ukur Karya Sigit. skripsi. Pendidikan Seni
Kerajinan. FBS. UNY
Yuwanto, L. (2012). Pengungsi Merapi dan Etika Hidup Orang Jawa. Dalam Untaian bunga-
bunga kesadaran dan butir-butir mutiara pencerahan : Kumpulan Catatan Reflektif
Kami di Merapi (L. Yuwanto & K. Batuadji, Eds.) (pp 74-81). Jakarta : Dwiputra
Pustaka Jaya.

Webside
https://web.facebook.com/notes/wayang-nusantara-indonesian-shadow-puppets/konsep-
kepemimpinan-semar-dalam-wayang-purwa-ditinjau-dari-filsafat-politik-2/339544721109/?
_rdc=1&_rdr diakses pada tanggal 3 Januari 2018 pukul 08.30

Anda mungkin juga menyukai