Anda di halaman 1dari 8

Critical Jurnal Review

Nama : Atika Melani Sinambela

Nim : 2212451003

Kelas : SENI RUPA B 21

Mata Kuliah : RAGAM HIAS NUSANTARA


Dosen : Adek Cerah Kurnia Azis, S.Pd., M.Pd.

Jurnal SENIRUPA
Nama Jurnal Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 38 No 1 (2023) 25-
30
Nama Penulis Komang Arba Wirawan, Made Ruta, Paul Trinidad,
Dewa Made Darmawan, Made Saryana5, Made Rai
Budaya Bumiarta
Judul Artikel Angkara Movie Based on Bali Traditional Art

Volume 38

Nomor 1

Tahun 2023
Sinta 2
Wirawan, K. A., Ruta, M., Trinidad, P., Darmawan,
Bibliography D. M., Saryana, M., & Bumiarta, M. R. Budaya.
(2023). Angkara Movie Based on Bali Traditional
Art. Mudra Jurnal Seni Budaya, 38(1), 25-30.

Pendahuluan Dalam era digital yang semakin berkembang,


produksi film tidak hanya menjadi hiburan semata,
tetapi juga merupakan alat yang efektif untuk
menyebarkan informasi, mendidik, membangun
kesadaran, dan menciptakan pengaruh persuasif
pada masyarakat. Film sebagai media visual
mampu menggambarkan cerita dan pesan dengan
cara yang kuat, sehingga memiliki potensi untuk
membentuk pemahaman dan pandangan dunia
penontanya. Makalah ini akan menjelaskan film
pendek berjudul "Angkara" yang merupakan hasil
kolaborasi mahasiswa dalam menciptakan karya
seni yang menggabungkan unsur tradisional Bali
dengan unsur komedi aksi.

"Angkara" adalah sebuah karya fiksi yang


menyajikan hiburan alternatif dalam genre aksi
komedi. Cerita film ini didasarkan pada fenomena
sosial yang terjadi di Bali, terutama seputar
Clekontong Emas, sekelompok pelawak yang
menjadi perhatian publik pada tahun 2018.
Angkara berhasil menggabungkan elemen-elemen
budaya Bali dengan humor, menciptakan sebuah
karya yang unik dan menghibur.

Ringkasan Tujuan utama dari produksi film selain menjadi


hiburan yang menyenangkan adalah memberikan
informasi, mendidik, membangun kesadaran
(persuasif), dan tujuan lainnya. Jika hanya untuk
mendapatkan informasi, mungkin media sosial
lebih memenuhi kebutuhan tersebut [2]. Film
adalah kebutuhan utama hiburan publik di era
digital saat ini [3]. Film fiksi, Angkara, adalah film
pendek dalam genre aksi komedi yang menyajikan
hiburan alternatif. Cerita film Angkara didasarkan
pada pelawak, yaitu Clekontong Emas. Clekontong
Emas [4], fenomena organisasi sosial yang
menyebar pada tahun 2018, telah menjadi
perhatian publik. Perhatian terhadap fenomena ini
juga dirasakan oleh sekelompok mahasiswa
Produksi Film dan Televisi di Institut Seni Indonesia
Denpasar. Dalam kelas Praktik Terpadu, kelompok
mahasiswa yang disebut Dream House Production
(DHP) mempresentasikan ide untuk membuat film
fiksi berdasarkan fenomena yang diliputi oleh
tradisi Balinese lokal. Ada beberapa penelitian
terkait film fiksi berdasarkan kebijaksanaan lokal
Balinese, termasuk Film Kole nak Nusa (Aku
Nusanese) sebagai film pendek [5], film ini bercerita
tentang orang-orang yang menggunakan budaya
mereka sendiri tanpa malu-malu meskipun kritik.
Film Aryadi menggambarkan aksen yang khas
sebagai ciri khas masyarakat Balinese. Film ini
kental dengan nuansa alam dengan aksen Balinese
yang lucu. Musik opera Jawa karya Garin Nugroho
adalah upaya untuk mengungkapkan metodologi
penciptaan musik film yang berdasarkan media
musik Jawa atau musik gamelan [6]. Serupa
dengan film Garin, tema yang diangkat adalah
kebijaksanaan lokal. Garin bercerita tentang musik
Jawa, dan Angkara bercerita tentang komedi dalam
fenomena sosial Balinese. Penelitian Aditya Triadi
yang berjudul Manak Salah dalam film Sekala
Niskala [7] menjelaskan arti kembar buncing
(kembar seiras) yang dipercayai akan membawa
nasib buruk dalam hidup, tetapi kembar seiras juga
memiliki hubungan yang kuat satu sama lain,
mereka hidup tanpa membawa stigma membawa
nasib buruk. Kesamaan dengan penelitian ini
adalah keduanya menjelajahi tradisi lokal.
Perbedaannya adalah Angkara menjelajahi film
komedi pendek seperti belum pernah sebelumnya.

Film pendek telah menjadi tren dan pusat


perhatian publik untuk ditonton selama pandemi
Covid-19 WFH (Work From Home) di Bali. Berbagai
tema lokal yang dieksplorasi memiliki konten yang
dapat membawa film pendek ke berbagai festival.
Beberapa film pendek yang memenangkan festival
adalah: "Angkara" (2018) Dream House Production,
"Lintang Ayu (2017), dan "Nganten" Sri Redjeki Film
(2016). Film pendek ini adalah film yang diproduksi
dalam kursus Praktik Terpadu. Kursus terpadu
adalah salah satu mata pelajaran dalam Program
Studi Produksi Film dan Televisi ISI Denpasar.
Kursus semester 7, produksi kelompok
berdasarkan kompetensi utama yang dipilih oleh
mahasiswa dalam kursus produksi terpadu. Setiap
mata kuliah Praktik Terpadu selalu ditentukan oleh
suatu tema. Tema yang dipilih pada tahun 2018
adalah lokalitas (kebijaksanaan lokal). Tema ini
menjelajahi fenomena sosial, seni, dan budaya
dalam masyarakat Balinese. Eksplorasi juga
dilakukan pada kebijaksanaan lokal dalam
masyarakat Indonesia. Kursus praktik terpadu
adalah proyek produksi film fiksi sebagai evaluasi
kompetensi utama mahasiswa. Kursus ini juga
mengevaluasi bagaimana mahasiswa bekerja dalam
kelompok (kerja sama tim). Pembelajaran dalam
Kursus Praktik Terpadu adalah studi kasus. Studi
kasus melatih kompetensi mahasiswa dalam
produksi secara profesional. Tahap produksi
profesional dari pra-produksi hingga pasca-
produksi. Tahap pra-produksi dimulai dengan
penelitian eksploratif, ide, dan perdebatan untuk
menentukan dan mengatur tema dan gagasan yang
sedang dikerjakan.
Jurnal SENDRATASIK

Pertimbangan terkait a) Kekuatan


kelebihan dan
 Kajian terperinci tentang film "Angkara."
kelemahan
 Relevan dengan tren film pendek dan
kebudayaan lokal.
 Menekankan pelestarian kebudayaan lokal..

b) Kelemahan
 Kurang penekanan pada aspek teknis
produksi dan distribusi film.
 Keterbatasan dalam menjelaskan dampak
penghargaan internasional
Komentar evaluative Materi ini memberikan pemahaman yang baik tentang
film "Angkara" dan upaya promosi kebudayaan lokal.
Namun, perlu lebih banyak data kuantitatif dan
analisis yang mendalam untuk memberikan
perspektif yang lebih kuat.
Posisi Peneliti Pesamaan.
Memiliki tujuan yang sama yaitu menyampaikan
pesan melalui seni visual.
Perbedaan nya yaitu dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif sedangkan
yangbsaya gunakan yaitu menggunakan berbagai
metode penciptaan seni dan teori sosial.

Nama Jurnal Journal of Urban Society's Arts


Nama Penulis Ching Ching Mai

Judul Artikel Perjalanan Menemukan Tuntunandalam Menarikan


Tarian Keraton Jawa melaluiPengalaman Sensori
dan Somatik Orang Taiwan
Volume 8

Nomor 2

Tahun 2021
Sinta 2
Mai,Ching-Ching,.(2021). The Journey of Finding
Bibliography Paths in Javanese Court Dance by Sensory and
Somatic Experiences of Taiwanese. Journal of
Urban Society's Arts Vol 8, No 2 ,69-75

Pendahuluan Tarian adalah salah satu bentuk seni yang


mengungkapkan budaya dan tradisi suatu
masyarakat. Dalam jurnal yang kita bahas, penulis
berbagi perjalanannya dalam mencoba memahami
dan merasakan tarian keraton Jawa melalui
pengalaman sensori dan somatik. Saat melakukan
perjalanan ini, penulis, seorang individu Taiwan,
merasa terjebak dalam labirin tarian yang
kompleks, yang sebelumnya tidak dikenalnya.

Lewat pengarahan instruktur yang berpengalaman,


Melati, yang merupakan seorang penari istana di
Pakualaman, Jogja, penulis dan rekan-rekan
sekelasnya mencoba untuk meresapi tarian keraton
Jawa tanpa pengetahuan mendalam tentang
budaya Jawa. Pertanyaan mendasar muncul,
apakah mungkin menemukan dan merasakan
semangat budaya lain hanya melalui perasaan dan
tanpa pengetahuan yang cukup? Bagaimana reaksi
mereka saat mereka bertemu dengan tarian keraton
Jawa dengan tubuh dan indera saja?

Pendekatan yang diambil dalam lokakarya ini tidak


hanya menantang secara fisik, tetapi juga meminta
para peserta untuk merasakan irama musik
gamelan yang mengiringi tarian tersebut. Penulis
menjelaskan bagaimana, dalam perjalanan ini, ia
mulai memahami hubungan antara gerakan tubuh
dan irama musik gamelan. Selain itu, jurnal ini
juga mencerminkan pengalaman individu lain
dalam kelas tersebut, mengungkapkan beragam
reaksi dan pemahaman terhadap tarian keraton
Jawa yang kompleks.
Ringkasan Dalam jurnal ini, penulis, Ching-Ching Mai, berbagi
pengalamannya dalam belajar tarian keraton Jawa
dengan pendekatan sensori dan somatik. Ia
awalnya merasa kesulitan untuk mengikuti
instruktur tarian dan merasa gagal. Namun, setelah
beberapa bulan berlatih, ia mulai bisa meniru
gerakan dan merasakan aliran dalam tubuhnya.

Pentingnya menggabungkan gerakan tubuh dengan


irama musik gamelan menjadi perhatian utama
penulis. Ia merasa seperti sedang berada dalam
labirin musik dan mencoba menemukan jalannya.
Selama proses pembelajaran, penulis mulai
memetakan tubuhnya dalam kerangka tarian, baik
dalam ruang dan waktu. Proses ini memungkinkan
penulis untuk merasakan perubahan dalam
tubuhnya dan mengikuti musik dengan lebih baik.

Di dalam kelas tarian, penulis dan teman-temannya


diharapkan untuk mengikuti dan merasakan
gerakan tanpa analisis yang berlebihan. Mereka
menciptakan "perangkap indera" mereka sendiri,
yang akhirnya membuat mereka merasa lebih
dalam dengan gerakan dan atmosfer kelas.

Pada akhirnya, penulis menyimpulkan bahwa


belajar teknik khusus seperti menari dapat
membuka pandangan baru terhadap budaya orang
lain. Proses "know how" membantu mereka
memahami budaya tarian secara lebih mendalam.
Penulis merasa bahwa belajar tarian keraton Jawa
adalah perjalanan yang merangsang penemuan diri
sendiri, baik dari dalam maupun luar. Setelah
menemukan jalannya, seseorang bisa menjadi
lebih berani, rendah hati, bertanggung jawab, dan
mempertimbangkan orang lain. Belajar untuk
menghentikan pemikiran analitis kadang-kadang
sangat membantu dalam memahami budaya baru.

Pertimbangan terkait a. Kekuatan


kelebihan dan
 Pengalaman Pribadi: Materi ini
kelemahan
menggambarkan pengalaman pribadi penulis
dalam belajar tarian Jawa dengan cara yang
unik dan menarik. Ini memberikan
pandangan yang sangat pribadi dan
mendalam tentang proses pembelajaran.
 Pendekatan Sensori dan Somatik: Pendekatan
yang digunakan oleh penulis, yaitu
pendekatan sensori dan somatik, memberikan
wawasan yang berbeda dalam memahami dan
merasakan tarian. Ini membantu pembaca
untuk memahami pentingnya
menggabungkan tubuh dan indera dalam
pembelajaran tarian.
 Pemahaman Budaya: Materi ini membantu
pembaca untuk lebih memahami budaya
Jawa, terutama dalam konteks tarian keraton.
Penulis merenungkan hierarki, estetika, dan
nilai-nilai yang terkait dengan tarian ini.
 Pesan Filosofis: Materi ini mengandung pesan
filosofis tentang pembelajaran, kesabaran,
dan pemahaman diri. Ini dapat menjadi
inspirasi bagi pembaca dalam berbagai aspek
kehidupan

b. Kelemahan
 Subjektif: Materi ini sangat subjektif karena didasarkan
pada pengalaman pribadi penulis. Ini mungkin tidak
mencakup semua aspek tarian keraton Jawa atau
memberikan pandangan yang seimbang.
 Kurangnya Data Latar Belakang: Materi ini tidak
memberikan banyak informasi tentang latar belakang
tarian keraton Jawa, sejarahnya, atau konteks
budayanya. Informasi ini mungkin diperlukan bagi
pembaca yang kurang familiar dengan topik ini.
 Tidak Ada Data Pendukung: Penulis tidak menyertakan
data empiris atau referensi untuk mendukung
argumennya. Ini dapat mengurangi kredibilitas materi.
 Bahasa yang Rumit: Terdapat beberapa kalimat yang
panjang dan rumit dalam materi ini, yang mungkin sulit
dipahami oleh pembaca yang kurang terbiasa dengan
subjek ini.
Komentar evaluative materi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya
kesabaran dan pemahaman diri dalam
pembelajaran. Meski demikian, materi ini bisa lebih
kuat dengan data empiris dan referensi yang lebih
mendukung.
Posisi Peneliti Pesamaan.
Artikel ini dan penelitian saya menggunakan
metode deskriptif.
Perbedaan.
Penelitian ini membahas kebudayaan yang ada di
daerah Jawa, sedangkan yang saya gunakan
merupakan etnis sumatera utara

Anda mungkin juga menyukai