Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Naskah menjadi penting bagi sebuah karya dokumenter karena
disitulah informasi bisa didapatkan untuk menguatkan visual pula bisa
memberi afeksi penonton. Sebagai penulis naskah, penulis membuat
naskah yang sesuai dengan topik yang diangkat, karena topik yang
diangkat membahas tentang cross gender dan masuk dalam kategori
“human interest”.
Nilai human interest dikembangkan bukan hanya dari sudut obyek
yang menjadi materi tulisan, tetapi diadopsi menjadi “teknik penyajian”
jurnalistik (Kurnia, 2002:244). Bahasa jurnalistik tidak lagi menjadi
bahasa yang kering yang cuma bertugas menyampaikan informasi. Selain
informasi, pembaca kini juga disuguhi bahasa yang enak dan indah
(Sarwoko, 2007:5).
Setiap penulis tentu memiliki gaya bahasa tersendiri. Dalam hal
ini bahasa dapat menjadi sarana untuk mengkespresikan ide dalam suatu
penciptaan komunikasi dalam berbagai hal, salah satunya dalam naskah
dokumenter sebagai karya sastra. Setiap karya sastra tidak sekadar
diciptakan untuk hiburan semata. Tetapi, ada maksud dan tujuan tertentu.
Sastra berfungsi sebagai penghibur sekaligus mengajarkan sesuatu
(Wellek dan Warren, 1990:25). Karena itu sastra sering dianggap indah
dan bermanfaat.
Seperti yang diungkapkan Keraf (2010:113), kita dapat
mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah
melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Untuk
membentuk gaya bahasa tersebut penulis menggunakan gaya bahasa
berupa majas ke dalam naskah. Sementara Nurgiyantoro (2014: 39-40)
menyatakan bahwa Style (stile’, ‘gaya bahasa’) menunjuk pada
penggunaan bahasa yang khas Majas (figure of speech) adalah pilihan kata
tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka
memperoleh aspek keindahan. Dengan kalimat lain, majas sering
disamakan dengan gaya bahasa (Ratna, 2009: 164).
Dalam karya produksi dokumenter ini, penulis berperan sebagai
penulis naskah. Penulis akan menuangkan berbagai ide agar tertuang
dalam naskah sehingga menguatkan ide yang sudah diciptakan produser.
Pada kesempatan ini penulis juga menerapkan beberapa jenis majas ke
dalam naskah. Slamet Mulyana dalam Prasetyono (2013:12)
mendefinisikan majas sebagai susunan perkataan yang terjadi karena
perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis yang menimbulkan
sutau perasaan tertentu dalam hati pembaca.

Menurut Himawan Pratista (2008: 4) Kunci utama dari dokumenter


adalah penyajian fakta, film dokumenter berhubungan dengan orang-
orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. dokumenter tidak
menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang
sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Maka dari itu penulis akan
menyusun naskah dengan kalimat berdasarkan pengamatan penulis
terhadap subjek selama proses pra produksi dan produksi sesuai dengan
kaidah penyajian dokumenter.

Lebih lengkapnya, penulis memaparkan tentang asal-usul kesenian


lengger lanang, tahapan ritual-ritual yang ada di dalamnya, bentuk pro dan
kontra dari masyarakat terkait isu gender, serta cara meningkatkan
eksistensi tari lengger lanang sehingga tidak punah.

B. RUMUSAN IDE PENCIPTAAN


1. Konsep Judul
a. Judul Skripsi
Judul yang penulis ambil dalam karya dokumenter ini adalah
“PENERAPAN GAYA BAHASA DALAM PENULISAN
NASKAH DOKUMENTER TELEVISI “CULTURENESIA”
EDISI KESENIAN CROSS GENDER DI KOTA SATRIA”
Dokumenter yang ditulis ini termasuk dalam kategori
dokumenter profil atau biografi seorang penari lengger, hal
tersebut tentu mempengaruhi naskah dalam membahas
culturenesia.
Penulis menggunakan gaya penulisan jurnalisme sastra
karena dapat merepresentasikan naskah yang telah penulis buat.
Melalui gaya penulisan jurnalisme sastra, penulis dapat
menggunakan kosakata sastra atau gaya bahasa dalam pelaporan
karya produksi ini sesuai dengan teori.
b. Judul Karya Penciptaan
Penulis memilih konsep Judul Culturenesia edisi Kesenian Cross
Gender Kota Satria. Kata “Culturenesia” dari kata kultur/ budaya
dan Indonesia. Memiliki makna tersirat bahwa di Indonesia
memiliki banyak budaya salah satunya dalam hal kesenian tari
tradisional.
2. Isi Program Acara
Penciptaan karya produksi “Culturenesia” edisi Cross Gender di
Kota Satria memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Penjelasan mengenai eksistensi Tari Lengger Lanang dalam
kesenian cross gender di kota Banyumas.
b. Pemaknaan cross gender oleh seniman Lengger Lanang dari
generasi ke generasi (dulu transgender sekarang crossdresser)
c. Mengedukasi khalayak yang menonton tentang beragam gender
salah satunya penerapannya dalam kesenian tari lengger lanang
d. Penjelasan tentang faktor pro dan kontra masyrakat terhadap penari
lengger lanang.
e. Perjuangan dalam upaya memperkenalkan kesenian tersebut dan
diterima oleh masyarakat luas dari prestasi yang sudah dimiliki.
3. Konsep Karya
Program dokumenter tlevisi “Culturenesia” edisi Kesenian Cross
Gender di Kota Satria memiliki konsep karya sebagai berikut :
a. Format Program Acara
Dalam skripsi penciptaan karya produksi penulis
menggunakan format dokumenter. Dipilihnya format dokumenter
karena dokumenter sangat netral untuk dinikmati siapa pun. Tidak
terbatas jenis kelamin maupun status ekonomi sosial.
b. Wawancara
Menurut Fachruddin (2012:129) ada tiga golongan besar yang
biasa diwawancarai jurnalis telvisi, yaitu :
a) Orang-orang yang ahli di bidangnya. Dalam produksi
dokumenter ini, penulis mewawancarai penari tari lengger
lanang, Riyanto penerus dari mbah Dariah (legenda lengger
lanang). Selain itu terkait dengan isu gender, penulis juga
mewawancarai Kak Tama sebagai penggiat kesetaran gender
dalam kolektif PLUSH Yogyakarta.
b) Orang-orang terkenal atau orang yang mempunyai kepribadian
menonjol. Penulis juga mengajak public figure dalam kesenian
tari traditional dan kesenian cross gender untuk berpendapat
yaitu, Didik Nini Towok
c) Orang-orang kebanyakan atau siapapun mereka dimanapun
mereka berada. Dalam hal ini penulis memilih keluarga
Riyanto, orang tua, anak, dan teman tari lengger.
c. Nama Program Acara
“Culturenesia” dipilih sebagai nama program acara
dokumenter televisi karena menggambarkan isi dari program yang
ditayangkan. Melalui program “Culturenesia”, team berharap
masyarakat lebih membuka pikiran terhadap hal-hal tabu yang ada
di budaya salah satunya kesenian lengger lanang.
d. Durasi
Produksi program dokumenter “Culturenesia” edisi
Kesenian cross Gender di Kota Satria berdurasi 27 menit 35 detik.
Hal ini sudah sesuai dnegan panduan skripsi penciptaan karya
produksi yang memberi batas durasi mulai 15 hingga 30 menit.
Selain itu durasi 27 menit diharapkan sudah mampu memuat data
dan pesan yang dibutuhkan dalam dokumenter ini.
e. Target Audience
1. Jenis kelamin
Penulis menargetkan pria dan wanita dapat menimati
Culturenesia, karena pada dasarnya dokumenter sangat netral
untuk disaksikan siapa pun
2. Usia
Target usia audiens adalah 15-60 tahun. Tayangan terbata
untuk dibawah 15 tahun karena memaparkan apa yang belum
tentu dipahami anak-anak dibawah umur 15 tahun.
3. Geografis
Geografis program dokumenter adalah Indonesia.
4. Penyiaran
Program “Culturenesia” disiarkan seminggu sekali setiap hari
Sabtu pukul 17:00.
f. Lokasi Penciptaan
Lokasi penciptaan “Culturenesia” edisi Kesenian Cross
Gender di Kota Satria ini dilakukan di Kota Banyumas yang mana
menjadi wilayah terlahirnya Lengger Lanang. Disini penulis juga
mewawancarai keluarga Riyanto di Kota Banyumas, sekaligus
sanggar tari lengger lanang yang juga berlokasi di Kota Staria
tersebut.
g. Kerabat Kerja
1. Produser : Nurry Aida Wardhani
2. Penulis Naskah : Arbida Nila Hastika
3. Pengarah Acara : Nurry Aida Wardhani
4. Tim Riset :
a) Atika Lulu Zahra
b) Arbida Nila Hastika
5. Unit Manajer : Arbida Nila Hastika
6. Kameramen :
a) Irsyad Alam
b) Atika Lulu Zahra
c) Arif Wibisono
7. Penata Suara : Hilmy Razan Raihan
8. Editor : Fuad Nababan

C. KEASLIAN KARYA
Penciptaan karya produksi dokumenter televisi “Culturenesia”
edisi Kesenian Cross Gender di Kota Satria merupakan hasil pemikiran
dan diskusi penulis bersama tim. Sebelum menentukan materi dan format,
penulis bersama tim melakukan riset terlebih dahulu dari riset pustaka
maupun riset lapangan.
Materi yang diangkat dalam karya ini terinspirasi dari kurangnya
kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu gender dan eksistensi
kebudayaan asli dalam negeri. Ditambah lagi dengan adanya pro dan
kontra masyarakat hingga membawa norma agama dalam suatu kesenian
yang berbasis budaya.
Helen Manurung, mahasiswi Sekolah Tinggi Multi Media
Yogyakarta pernah membuat Program Dokumenter Televisi
“Culturenesia” Edisi Tarian Sintren Pemalang. Karya ini merupakan
skripsi penciptaan karya produksi dibuat pada tahun 2015 yang memuat
tentang adanya penyimpangan dalam pertunjukan tarian sintren di era
sekarang.
Karya produksi televisi yang akan dibuat penulis merupakan
sejenis, namun perbedaannya terletak pada ide cerita yang dibuat di
masing-masing karya dokumenter. Helen Manurung mengarah pada
penyimpangan yang terjadi , sementara karya dari penulis lebih mengarah
tentang eksistensi penerus lengger lanang dan membahas isu gender di
masyrakat luas.
Hal baru yang diberikan penulis pada karya yang diciptakan adalah
pada respon masyarakat terhadap isu gender dalam kesenian cross gender
di Tari Lengger Lanang.
D. TUJUAN DAN MANFAAT
a. Tujuan
Tujuan dari penciptaan karya “Culturenesia” edisi Kesenian Cross
Gender di Kota Satria adalah:
1. Menyajikan program dokumenter dengan gaya bahasa dalam
penyampainnya
2. Memaparkan fakta sekaligus menggugah emosi penonton melalui
naskah
b. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
a) Memperoleh tayangan dokumenter yang informatif sekaligus
menghibur karena menggunakan jurnalisme sastra dalam
penyampaiannya.
b) Memperoleh fakta tentang bagaimana Tari Lengger Lanang di
era sekarang dari pemaparan Riyanto
2. Bagi Lembaga Pendidikan
a) Menambah arsip karya audio visual bagi Sekolah Tinggi Multi
Media MMTC Yogykarta yang bisa dijadikan referensi bagi
pihak yang membutuhkan.
b) Sebagai bahan promosi mengenalkan Sekolah Tinggi Multi
Media MMTC Yogyakarta ke pihak luar.
3. Bagi Penulis
a) Penulis mampu belajar bagaimana memproduksi suatu karya
terlebih dalam penciptaan karya dokumenter, dan memahami 3
step penciptaan karya yaitu pra produksi; produksi; dan pasca
produksi dari praktik yang telah diberikan di Sekolah Tinggi
Multi Media MMTC Yogyakarta
b) Penulis mampu belajar bekerja sama dengan berbagai pihak
tanpa dibatasi sekat kesenjangan gender dan fundamentalisme
masyarakat.
BAB II

KAJIAN SUMBER PENCIPTAAN

A. SUMBER PRIMER

“Sumber informasi primer diartikan sebagai sumber pokok yang


diperoleh penulis secara langsung dari sumber asli” (Santana, 2009:224).
Sumber primer tidak harus aktor utama dalam sebuah cerita, tapi mereka
yang mengetahui proses kehidupan Riyanto, bisa dari keluarga, teman, dan
warga sekitar. Penulis mendapatkan sumber primer melalui obrolan
dengan teman kolektif dan dengan teknik wawancara, yakni emotional
interview.

Sumber informasi primer penulis antara lain:

1. Riyanto
2. Tora Dinata
3. Wahyuid
4. Masyarakat sekitar
B. SUMBER SEKUNDER
“Sumber informasi sekunder merupakan sumber-sumber informasi
yang mendukung sumber informasi primer. Sumber-sumber sekunder ini
berisi informasi yang telah dipublikasikan dan dapat didapat secara
umum” (Santana 2009:230). Adapun sumber sekunder yang dijadikan
acuan penulis adalah:
1. Narasumber
a) Didik Nini Towok, penari traditional cross gender
b) Asis Kusumandani, Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga,
Kebudayaan, dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten
Banyumas
c) Saeran Samsidi, Pemerhati Seni Budaya Banyumas
d) Mario Prajna Pratama, penggerak kesetaraan gender dan founder
Transition
e) Wisnu Dermawan, mahasiswa seni tari ISI Yogyakarta
f) Tata Novasiliana, mahasiswi MMTC
g) Cici Priskila, Penyiar Swaragama FM
2. Literatur
a) Buku Pengajaran Gaya Bahasa karya Henry Guntur Tarigan
Dalam buku ini penulis belajar untuk mengetahui gaya
bahasa yang dipakai dalam penciptaan karya dokumenter.
Sehingga menarik minat khalayak untuk menonton karya tersebut.
b) Buku “Jurnalisme Sastra” karya Septiawan Santana Kurnia
Untuk buku ini penulis fokuskan pada bab jurnalistik sastra
sebagai jurnalisme baru. Dari buku ini penulis mendapatkan
informasi yang mengarah pada sisi asal-muasal serta konsep-
konsep yang melingkungi jurnalisme sastra.
c) Buku Lengger Tradisi dan Transformasi karya Sunaryadi
Dari buku ini penulis bisa mempelajari munculnya tarian
lengger lanang meliputi kondisi dan peristiwa apa yang
melatarbelakangi munculnya lengger lanang ini. Kemudian
penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan dinamika
perjalanan kesenian tersebut dari awal muncul sampai sekarang.
Tarian tradisional sebagai kesenian yang dianggap sederhana
bukan sebuah hiburan semata tetapi juga merupakan sebuah
bentukan ekspresi perasaan dan keadaan yang dialami oleh
masyarakat pada saat tersebut, yang kemudian disampaikan lewat
kesenian. Salah satu tarian tradisional .
h)
BAB III
LANDASAN TEORI

A. PENULIS NASKAH

Penulis naskah termasuk salah satu bagian penting dalam


sebuah paket produksi. Penulis Naskah turut mengambil bagian dalam
melengkapi karya visual yang ada dengan narasi, sesuai dengan yang
dibutuhkan Produser dan Pengarah Acara. Menuru Muda (2003:185),
seorang penulis naskah memiliki tugas untuk:

Penulis juga bertanggung jawab menulis dan mengedit kalimat-


kalimat penghubung, membuat kalimat pengenalan terhadap
suatu peristiwa, serta menguraikannya. Penulis berita harus
memiliki kemampuan dalam menggunakan bahsa secara efektif
dan menyampaikan suatu pemikiran dalam suatu ungkapan dan
kalimat yang singkat. Ia harus tahu dimana untuk mendapatkan
informasi dan bagaimana menerjemahkan informasi tersebut ke
dalam hal yang jelas dan dapat dimengerti oleh pemirsa.

B. NASKAH

Dalam KBBI edisi III, 2005. Naskah yaitu: (a) karangan yang
masih ditulis dengan tangan, (b) karangan seseorang yang belum
diterbitkan, (c) bahan-bahan berita yang siap untuk diset, (d)
rancangan.

“Dalam karya nonfiksi, cukup dengan meniru diksina (namun


harus sesuai dengan fakta), teknik dan gaya penulisan, cara penulis
menyambung satu ide ke ide lain dengan kata sambung dan kata
hubung tertentu, dan sebagainya” (Putra, 2010:15).

C. GAYA BAHASA PENULISAN


Pemilihan bahasa merupakan hal yang sangat penting bagi
seorang Penulis Naskah, terutama dalam penulisan naskah
dokumenter. Salah satu faktor pendukung terciptanya dokumenter
yang dapat dinikmati adalah dalam pemilihan gaya bahasa. Maka dari
itu, penulis memutuskan untuk menerapkan gaya bahasa di dalam
naskah dokumenter Culturenesia edisi Kesenian Cross Gender di Kota
Satria.
Menurut Dale dalam Sumadiria (2006:146) gaya bahasa
merupakan suatu bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan
efek, dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda
atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih. Itu artinya,
pengaplikasian bahasa yang indah bisa dilakukan dengan
menggunakan perbandingan atau perumpaan terhadap benda lain,
tanpa merubah makna yang sesungguhnya.
Pengaplikasian gaya bahasa di dalam anskah penulis
sampaikan melalui penggunaan empat buah majas, yaitu majas Simile,
Pleonasme, Paradoks, Alegori, dan Asonansi.
1) Majas
a. Majas Alegori
Majas alegori adalah “majas yang di dalam
penyampaiannya menggunakan kiasan atau penggambaran”
(Aryani, 2015:13)
b. Majas Simile
Nurgiyantoro (2009: 298) menyebutkan, “simile dengan
majas yang menyatakan pada adanya perbandingan tidak
langsung dan emplisit, dengan mempergunakan kata-kata
tugas terentu sebagai penanda keeksplisitannya yaitu
seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip dan
sebagainya”.
c. Majas Pleonasme
Pleonasme adalah menambahkan keterangan pada
pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan
yang sebenarnya tidak diperlukan.
d. Majas Paradoks
Paradoks adalah majas yang menggunakan dua perkataan
yang bertentangan. Paradoks merupakan majas yang
menyatakan sesuatu secara berlawanan, tetapi sebenarnya
hal itu tidak sungguh-sungguh bila kita pikirkan atau
rasakan atau dengan kata lain paradoks merupakan
penekanan penuturan yang sengaja menampilkan unsur
pertentangan di dalamnya.
e. Majas Asonansi
Majas asonansi adalah “sejenis gaya bahasa repetisi yang
berjudul perulangan vokal pada suatu kata atau beberapa
kata” (Prasetyono, 2013:45)
D. DOKUMENTER TELEVISI
Pengertian dokumenter menurut Fachrudin (2012:318) ialah:

Karya dokumenter merupakan film yang menceritakan


sebuah kejadian nyata dengan kekuatan ide kreatornya
dalam merangkai gambar-gambar menarik menjadi
istimewa secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Ira Konisberg (1998:103), “Dokumenter
sebuah film yang berkaitan langsung dengan suatu fakta dan nonfiksi
yang berusaha untuk menyampaikan kenyataan dan bukan sebuah
kenyataan yang direkayasa. Film-film ini peduli terhadap perilaku
masyarakat suatu tempat atau suatu aktivitas.”

E. DOKUMENTER SEJARAH
Dokumenter memilki berbagai jenis. Salah satu jenisnya adalah
dokumenter sejarah. Di dalam karya ini, penulis menggunakan
dokumenter sejarah dalam penciptaannya. Penulis mengawali dengan
asal-usul lengger lanang, legenda tentang serat centhini, serta tahapan-
tahapan ritual yang meskipun berbau mistis, namun masih tetap
dilakukan secara turun temurun. Hal ini didukung dengan pernyataan
Fachruddin (2012:326) yaitu:
Film dokumenter genre sejarah sangat kental aspek
referential meaning-nya (makna yang sangat tergantung
pada referensi peristiwanya). Adapun tiga hal penting
dalam dokumenter sejarah adalah waktu peristiwa, lokasi
sejarah, dan tokoh pelaku sejarah tersebut.
BAB IV
PERENCANAAN PROSES PENCIPTAAN

A. IDE PENCIPTAAN
1. Sinopsis

Kategori Acara Informasi


Format Acara Dokumenter
SINOPSIS PRODUKSI Mata Acara Culturenesia
DOKUMENTER Edisi Acara Kesenian Cross Gender di
Kota Satria
TELEVISI Durasi 27 Menit 35 Detik
Pengarah Acara Nurry
Penulis Naskah Arbida Nila Hastika
Kesenian tari lengger lanang merupakan salah satu kesenian tradisional yang
ada di Indonesia. Namun perbedaanya adalah penari diperankan oleh laki-laki yang
berdandan layaknya wanita. Menggunakan sanggul, berdandan cantik, dan tidak
lupa memakai pakaian ala penari wanita. Tari lengger lanang ini berlokasi di Desa
Somakaton, KecamatanSomagede, Banyumas, Jawa Tengah.
Sampai sekarang Tari Lengger Lanang masih eksis ditampilkan sebagai
sarana hiburan masyarakat, namun dibalik itu masih banyak pro dan kontra dari
masyarakat terkait laki-laki yang berdandan sebagai perempuan. Sehingga banyak
kontra dari masyarakat yang mengaitkan dengan norma agama kepada kebudayaan
dan tradisi.
Disini penulis ingin mengangkat tentang Tari Lengger Lanang dengan
pemaknaan cross gender pada seniman dan keseniannya. Memaparkan asal-usul tari
lengger lanang serta ritual-ritual yang dilakukan sebelum melakukan pertunjukan.
Tidak lupa juga penulis akan memberi informasi soal Dariah sebagai maestro
legendaris dari Lengger Lanang yang sudah meninggal sehingga penulis tertarik
untuk mencari tahu penerusnya.
2. Treatment

Kategori Acara Informasi

Format Dokumenter

Mata acara Culturenesia

Durasi 27’ 35’’


TREATMENT
Pengarah Acara / PD Nurry Aidawardhani

Penulis Naskah Arbida Nila Hastika

NO VISUAL AUDIO DUR

1. FADE TO BLACK ---- 3”

2. COLOUR BAR TUNE 5”

3. COUNT DOWN COUNT DOWN 8”

4. CLAPPER IN BLANK

5. ID’S PROGRAM ILUSTRASI MUSIK

6. EYE CATCHER ILUSTRASI MUSIK


LENGGER LANANG
 PERTUNJUKAN
LENGGER LANANG
 WILAYAH
NARASI OPENING
BANYUMAS
 RITUAL SEBELUM
PENTAS

7. SI : NARASI SINGKAT
TENTANG SENIOR
DARIAH
LENGGER, DARIAH
LEGENDARIS TARI
LENGGER LANANG
CUE:

 DARIAH DUDUK
 DARIAH MEMAKAI
SANGGUL
 DARIAH
MENUNJUKKAN
ALAT RIAS
NARASI TENTANG
SEDERHANA
KEPOPULERAN
 REKA ADEGAN
TRANSGENDER DI MASA
ASAL-USUL TARI
ORDE BARU
LENGGER

8 SI : STATEMENT
NARASUMBER :
RIANTO
 Meceritakan sedikit
PENERUS TARI LENGGER
tentang lengger lanang
LANANG
di masa orde baru
CUE
 Menceritakan dirinya
 RIANTO DUDUK sebagai seniman
MENJELASKAN lengger lanang di
 LS PENTAS pandangan orang tua

LENGGER dan masyarakat

 MS RUMAH RIANTO
 MS KELUARGA
RIANTO
 LATIHAN TARI DI
SANGGAR
STATEMENT
SI : NARASUMBER :

SAERAN SAMSIDI  Memaparkan sejarah


dan asal-usul tari
PEMERHATI SENI
BUDAYA BANYUMAS lengger lanang
 Menjelaskan eksistensi
CUE
lengger lanang di
 REKA ADEGAN masyarakat banyumas
SEJARAH

SEQUENCE 2

ISU GENDER DALAM KESENIAN

9. CUE VOX POP

 TANGGAPAN TANGGAPAN
BEBERAPA NARASUMBER TENTANG
NARASUMBER PENGETAHUAN MEREKA
TERKAIT CROSS GENDER
DAN CROSS DRESSER

10. CUE: -ATMOSPHERE-

 PENARI LENGGER
LANANG LATIHAN
NARASI TENTANG ISU
MENARI
CROSS GENDER DALAM
 RAMAI
KESENIAN
MASYARAKAT
 MS TAWA
MASYARAKAT
 PEMAIN GENDANG
 CU SENYUM
RIANTO
 WILAYAH
BANYUMAS

11. SI: STATEMENT

MARIO PRAJNA
PRATAMA NARASUMBER

FOUNDER TRANSITION  Menerangkan gender


dan SOGIESC
 Menerangkan isu
gender dalam lingkup
Transgender

12. SI: STATEMENT


NARASUMBER :
DIDIK NINI TOWOK
 Menerangkan gender
SENIMAN TARI CROSS
dalam kesenian
DRESSER
 Menerangkan cross
CUE:
gender dan cross
 LAKI-LAKI PENARI dresser
TRADISIONAL  Menjelaskan sudah
 DIDIK MENARI berapa lama menjadi
GAMBYONG seniman dan memilih
iconic seperti wanita

13. CUE ILUSTRASI MUSIK

 NARASI PANDANGAN
MASYARAKAT YANG
MASIH KONSERVATIF
DAN FUNDAMENTALIS
DALAM MELIHAT
BUDAYA

SEQUENCE 3

RITUAL DALAM TARI LENGGER LANANG

14. CUE: ILUSTRASI MUSIK


 TIMELAPSE SUNRISE
DI BANYUMAS
ATMOSPHERE
 LANDSCAPE
KAWASAN
KECAMATAN
SOMAGEDE
 AYAM KELUAR
KANDANG
 PENARI
MENGOBROL DI
SANGGAR
 TEMPAT RITUAL
 LS TEMPAT RITUAL
 CS PERALATAN
YANG DISIAPKAN

15. CUE : -ATMOSPHERE-

 PENARI BERJALAN
BERIRINGAN
NARASI TENTANG AKAN
 CS TANGAN
DIADAKAN RITUAL
MEMBAWA
SEBELUM PEMENTASAN
PERSIAPAN RITUAL
 PENARI MEMAKAI
KAIN
 MAKAM
PANEMBAHAN
LENGGER
 PENARI MASUK
BERDOA
 MATA AIR
 PENARI MASUK KE
DALAM AIR

16. SI : STATEMENT
NARASUMBER:
TORA DINATA
 Harapan kedepan
PENERUS TARI LENGGER
tentang pelestarian dan
LANANG
pendidikan seni
CUE macapat?
 TORA
MENJELASKAN
HARAPAN
 MS KELUARGA
TORA
 LS RUMAH TORA
 PEMENTASAN
LENGGER
 MS PEMAIN
GENDANG

 NARASI PENUTUP
CONCLUSION &
QOUTES
----------ILUSTRASI
MUSIK--------

17. CREDIT TITLE ORIGINAL SOUND TARI


LENGGER LANANG
B. PENDUKUNG KARYA
1. Media
Media yang digunakan untuk mewujudkan ide dan gagasan
dalam dokumenter Culturenesia adalah media televisi, dengan
tujuan agar pesan yang ingin disampaikan tim produksi dapat
diterima penonton dengan lebih maksimal.
2. Peralatan
Peralatan yang digunakan penulis selama penciptaan karya
produksi meliputi:

No. Nama Alat atau Bahan Jumlah


1. Laptop 1 Buah
2. Printer 1 Buah
3. Tinta Printer 1 Paket
4. Kertas HVS A3 4 Rim
5. Notebook 1 Buah
6. Bolpoint 1 Buah
7. Id card 1 Buah

3. Teknik Produksi
Penulis melakukan tahap penuangan ide ke dalam sebuah
buku catatan. Catatan tersebut menjadi acuan dalam menyusun
naskah. Pada proses produksi, penulis melakukan editing by script
jika pada kenyataan di lapangan berbeda dengan keinginan Penulis
Naskah. Karena program dokumenter bersifat kondisional dan
penulis naskah harus mampu menciptakan ide baru yang
disesuaikan dengan peristiwa di lapangan.

C. TAHAPAN PENCIPTAAN
1. Pra Produksi
Pada tahap pra produksi, penulis dan tim melakukan rapat untuk
menentukan tema dari program yang akan diproduksi dengan
melakukan riset. Riset yang dimaksud diantaranya: mengumpulkan data
atau informasi melalui observasi mendalam mengenai subyek,
peristiwa, dan lokasi yang akan diangkat; menyeleksi bahan dan
mengolah materi yang didapat sesuai dnegan ide dan gagasan,
menyusun bahan dan membuat sinopsis, treatment dan rancangan
naskah. Penulis turut memikirkan alur yang ingin dimunculkan dalam
karya, disesuaikan dengan judul yang akan penulis angkat.
Penulis juga melakukan riset ke lapangan, yaitu Desa Somakaton
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Disini, penulis dan team mendapat
informasi baru mengenai tari lengger lanang sekaligus menyambangi
sanggar tarinya.
Selain itu, penulis juga membantu produser dan pengarah acara
dalam membuat kerangka sinopsis, menyusun treatment dan kerangka
pemikiran yang telah dibuat. Sehingga didalam treatment, setiap
sequence ditulis dengan jelas dan detail.
2. Produksi
Produksi adalah tahap dilakukannya proses perekaman atau
shootingi di lokasi penciptaan. Di dalam produksi, penulis
bertanggungjawab mengamati alur cerita dengan berpegangan pada
treatment dan rancangan naskah, serta melakukan pencatatan kembali
keterangan-keterangan dari narasumber dan gambar-gambar yang
mengalami perubahan. Selain itu, penulis juga bertugas untuk
mengingatkan Pengarah Acara agar proses produksi tetap berjalan
sesuai alur cerita yang sudah disusun.
3. Pasca Produksi
a. Pembuatan Naskah Akhir
Pada tahap ini, penulis membentuk fullscript yang mengacu pada
treatment berdasarkan hasil editing offline yang sudah jadi. Naskah
ini tidak akan bisa diubah lagi karena akan digunakan sebagai bahan
recording narasi.
b. Take Voice Narasi
Pada tahap ini, penulis mendampingi narator dalam melakukan take
voice narasi dengan menggunakan naskah fullscript yang telah
disesuaikan dengan hasil editing offline.
c. Preview
Preview merupakan tahap untuk penulis dan tim melihat hasil
editing online baik visual dan juga audio, serta melakukan koreksi
secara bersama-sama.

Anda mungkin juga menyukai