PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Naskah menjadi penting bagi sebuah karya dokumenter karena
disitulah informasi bisa didapatkan untuk menguatkan visual pula bisa
memberi afeksi penonton. Sebagai penulis naskah, penulis membuat
naskah yang sesuai dengan topik yang diangkat, karena topik yang
diangkat membahas tentang cross gender dan masuk dalam kategori
“human interest”.
Nilai human interest dikembangkan bukan hanya dari sudut obyek
yang menjadi materi tulisan, tetapi diadopsi menjadi “teknik penyajian”
jurnalistik (Kurnia, 2002:244). Bahasa jurnalistik tidak lagi menjadi
bahasa yang kering yang cuma bertugas menyampaikan informasi. Selain
informasi, pembaca kini juga disuguhi bahasa yang enak dan indah
(Sarwoko, 2007:5).
Setiap penulis tentu memiliki gaya bahasa tersendiri. Dalam hal
ini bahasa dapat menjadi sarana untuk mengkespresikan ide dalam suatu
penciptaan komunikasi dalam berbagai hal, salah satunya dalam naskah
dokumenter sebagai karya sastra. Setiap karya sastra tidak sekadar
diciptakan untuk hiburan semata. Tetapi, ada maksud dan tujuan tertentu.
Sastra berfungsi sebagai penghibur sekaligus mengajarkan sesuatu
(Wellek dan Warren, 1990:25). Karena itu sastra sering dianggap indah
dan bermanfaat.
Seperti yang diungkapkan Keraf (2010:113), kita dapat
mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah
melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Untuk
membentuk gaya bahasa tersebut penulis menggunakan gaya bahasa
berupa majas ke dalam naskah. Sementara Nurgiyantoro (2014: 39-40)
menyatakan bahwa Style (stile’, ‘gaya bahasa’) menunjuk pada
penggunaan bahasa yang khas Majas (figure of speech) adalah pilihan kata
tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka
memperoleh aspek keindahan. Dengan kalimat lain, majas sering
disamakan dengan gaya bahasa (Ratna, 2009: 164).
Dalam karya produksi dokumenter ini, penulis berperan sebagai
penulis naskah. Penulis akan menuangkan berbagai ide agar tertuang
dalam naskah sehingga menguatkan ide yang sudah diciptakan produser.
Pada kesempatan ini penulis juga menerapkan beberapa jenis majas ke
dalam naskah. Slamet Mulyana dalam Prasetyono (2013:12)
mendefinisikan majas sebagai susunan perkataan yang terjadi karena
perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis yang menimbulkan
sutau perasaan tertentu dalam hati pembaca.
C. KEASLIAN KARYA
Penciptaan karya produksi dokumenter televisi “Culturenesia”
edisi Kesenian Cross Gender di Kota Satria merupakan hasil pemikiran
dan diskusi penulis bersama tim. Sebelum menentukan materi dan format,
penulis bersama tim melakukan riset terlebih dahulu dari riset pustaka
maupun riset lapangan.
Materi yang diangkat dalam karya ini terinspirasi dari kurangnya
kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu gender dan eksistensi
kebudayaan asli dalam negeri. Ditambah lagi dengan adanya pro dan
kontra masyarakat hingga membawa norma agama dalam suatu kesenian
yang berbasis budaya.
Helen Manurung, mahasiswi Sekolah Tinggi Multi Media
Yogyakarta pernah membuat Program Dokumenter Televisi
“Culturenesia” Edisi Tarian Sintren Pemalang. Karya ini merupakan
skripsi penciptaan karya produksi dibuat pada tahun 2015 yang memuat
tentang adanya penyimpangan dalam pertunjukan tarian sintren di era
sekarang.
Karya produksi televisi yang akan dibuat penulis merupakan
sejenis, namun perbedaannya terletak pada ide cerita yang dibuat di
masing-masing karya dokumenter. Helen Manurung mengarah pada
penyimpangan yang terjadi , sementara karya dari penulis lebih mengarah
tentang eksistensi penerus lengger lanang dan membahas isu gender di
masyrakat luas.
Hal baru yang diberikan penulis pada karya yang diciptakan adalah
pada respon masyarakat terhadap isu gender dalam kesenian cross gender
di Tari Lengger Lanang.
D. TUJUAN DAN MANFAAT
a. Tujuan
Tujuan dari penciptaan karya “Culturenesia” edisi Kesenian Cross
Gender di Kota Satria adalah:
1. Menyajikan program dokumenter dengan gaya bahasa dalam
penyampainnya
2. Memaparkan fakta sekaligus menggugah emosi penonton melalui
naskah
b. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
a) Memperoleh tayangan dokumenter yang informatif sekaligus
menghibur karena menggunakan jurnalisme sastra dalam
penyampaiannya.
b) Memperoleh fakta tentang bagaimana Tari Lengger Lanang di
era sekarang dari pemaparan Riyanto
2. Bagi Lembaga Pendidikan
a) Menambah arsip karya audio visual bagi Sekolah Tinggi Multi
Media MMTC Yogykarta yang bisa dijadikan referensi bagi
pihak yang membutuhkan.
b) Sebagai bahan promosi mengenalkan Sekolah Tinggi Multi
Media MMTC Yogyakarta ke pihak luar.
3. Bagi Penulis
a) Penulis mampu belajar bagaimana memproduksi suatu karya
terlebih dalam penciptaan karya dokumenter, dan memahami 3
step penciptaan karya yaitu pra produksi; produksi; dan pasca
produksi dari praktik yang telah diberikan di Sekolah Tinggi
Multi Media MMTC Yogyakarta
b) Penulis mampu belajar bekerja sama dengan berbagai pihak
tanpa dibatasi sekat kesenjangan gender dan fundamentalisme
masyarakat.
BAB II
A. SUMBER PRIMER
1. Riyanto
2. Tora Dinata
3. Wahyuid
4. Masyarakat sekitar
B. SUMBER SEKUNDER
“Sumber informasi sekunder merupakan sumber-sumber informasi
yang mendukung sumber informasi primer. Sumber-sumber sekunder ini
berisi informasi yang telah dipublikasikan dan dapat didapat secara
umum” (Santana 2009:230). Adapun sumber sekunder yang dijadikan
acuan penulis adalah:
1. Narasumber
a) Didik Nini Towok, penari traditional cross gender
b) Asis Kusumandani, Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga,
Kebudayaan, dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten
Banyumas
c) Saeran Samsidi, Pemerhati Seni Budaya Banyumas
d) Mario Prajna Pratama, penggerak kesetaraan gender dan founder
Transition
e) Wisnu Dermawan, mahasiswa seni tari ISI Yogyakarta
f) Tata Novasiliana, mahasiswi MMTC
g) Cici Priskila, Penyiar Swaragama FM
2. Literatur
a) Buku Pengajaran Gaya Bahasa karya Henry Guntur Tarigan
Dalam buku ini penulis belajar untuk mengetahui gaya
bahasa yang dipakai dalam penciptaan karya dokumenter.
Sehingga menarik minat khalayak untuk menonton karya tersebut.
b) Buku “Jurnalisme Sastra” karya Septiawan Santana Kurnia
Untuk buku ini penulis fokuskan pada bab jurnalistik sastra
sebagai jurnalisme baru. Dari buku ini penulis mendapatkan
informasi yang mengarah pada sisi asal-muasal serta konsep-
konsep yang melingkungi jurnalisme sastra.
c) Buku Lengger Tradisi dan Transformasi karya Sunaryadi
Dari buku ini penulis bisa mempelajari munculnya tarian
lengger lanang meliputi kondisi dan peristiwa apa yang
melatarbelakangi munculnya lengger lanang ini. Kemudian
penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan dinamika
perjalanan kesenian tersebut dari awal muncul sampai sekarang.
Tarian tradisional sebagai kesenian yang dianggap sederhana
bukan sebuah hiburan semata tetapi juga merupakan sebuah
bentukan ekspresi perasaan dan keadaan yang dialami oleh
masyarakat pada saat tersebut, yang kemudian disampaikan lewat
kesenian. Salah satu tarian tradisional .
h)
BAB III
LANDASAN TEORI
A. PENULIS NASKAH
B. NASKAH
Dalam KBBI edisi III, 2005. Naskah yaitu: (a) karangan yang
masih ditulis dengan tangan, (b) karangan seseorang yang belum
diterbitkan, (c) bahan-bahan berita yang siap untuk diset, (d)
rancangan.
E. DOKUMENTER SEJARAH
Dokumenter memilki berbagai jenis. Salah satu jenisnya adalah
dokumenter sejarah. Di dalam karya ini, penulis menggunakan
dokumenter sejarah dalam penciptaannya. Penulis mengawali dengan
asal-usul lengger lanang, legenda tentang serat centhini, serta tahapan-
tahapan ritual yang meskipun berbau mistis, namun masih tetap
dilakukan secara turun temurun. Hal ini didukung dengan pernyataan
Fachruddin (2012:326) yaitu:
Film dokumenter genre sejarah sangat kental aspek
referential meaning-nya (makna yang sangat tergantung
pada referensi peristiwanya). Adapun tiga hal penting
dalam dokumenter sejarah adalah waktu peristiwa, lokasi
sejarah, dan tokoh pelaku sejarah tersebut.
BAB IV
PERENCANAAN PROSES PENCIPTAAN
A. IDE PENCIPTAAN
1. Sinopsis
Format Dokumenter
4. CLAPPER IN BLANK
7. SI : NARASI SINGKAT
TENTANG SENIOR
DARIAH
LENGGER, DARIAH
LEGENDARIS TARI
LENGGER LANANG
CUE:
DARIAH DUDUK
DARIAH MEMAKAI
SANGGUL
DARIAH
MENUNJUKKAN
ALAT RIAS
NARASI TENTANG
SEDERHANA
KEPOPULERAN
REKA ADEGAN
TRANSGENDER DI MASA
ASAL-USUL TARI
ORDE BARU
LENGGER
8 SI : STATEMENT
NARASUMBER :
RIANTO
Meceritakan sedikit
PENERUS TARI LENGGER
tentang lengger lanang
LANANG
di masa orde baru
CUE
Menceritakan dirinya
RIANTO DUDUK sebagai seniman
MENJELASKAN lengger lanang di
LS PENTAS pandangan orang tua
MS RUMAH RIANTO
MS KELUARGA
RIANTO
LATIHAN TARI DI
SANGGAR
STATEMENT
SI : NARASUMBER :
SEQUENCE 2
TANGGAPAN TANGGAPAN
BEBERAPA NARASUMBER TENTANG
NARASUMBER PENGETAHUAN MEREKA
TERKAIT CROSS GENDER
DAN CROSS DRESSER
PENARI LENGGER
LANANG LATIHAN
NARASI TENTANG ISU
MENARI
CROSS GENDER DALAM
RAMAI
KESENIAN
MASYARAKAT
MS TAWA
MASYARAKAT
PEMAIN GENDANG
CU SENYUM
RIANTO
WILAYAH
BANYUMAS
MARIO PRAJNA
PRATAMA NARASUMBER
NARASI PANDANGAN
MASYARAKAT YANG
MASIH KONSERVATIF
DAN FUNDAMENTALIS
DALAM MELIHAT
BUDAYA
SEQUENCE 3
PENARI BERJALAN
BERIRINGAN
NARASI TENTANG AKAN
CS TANGAN
DIADAKAN RITUAL
MEMBAWA
SEBELUM PEMENTASAN
PERSIAPAN RITUAL
PENARI MEMAKAI
KAIN
MAKAM
PANEMBAHAN
LENGGER
PENARI MASUK
BERDOA
MATA AIR
PENARI MASUK KE
DALAM AIR
16. SI : STATEMENT
NARASUMBER:
TORA DINATA
Harapan kedepan
PENERUS TARI LENGGER
tentang pelestarian dan
LANANG
pendidikan seni
CUE macapat?
TORA
MENJELASKAN
HARAPAN
MS KELUARGA
TORA
LS RUMAH TORA
PEMENTASAN
LENGGER
MS PEMAIN
GENDANG
NARASI PENUTUP
CONCLUSION &
QOUTES
----------ILUSTRASI
MUSIK--------
3. Teknik Produksi
Penulis melakukan tahap penuangan ide ke dalam sebuah
buku catatan. Catatan tersebut menjadi acuan dalam menyusun
naskah. Pada proses produksi, penulis melakukan editing by script
jika pada kenyataan di lapangan berbeda dengan keinginan Penulis
Naskah. Karena program dokumenter bersifat kondisional dan
penulis naskah harus mampu menciptakan ide baru yang
disesuaikan dengan peristiwa di lapangan.
C. TAHAPAN PENCIPTAAN
1. Pra Produksi
Pada tahap pra produksi, penulis dan tim melakukan rapat untuk
menentukan tema dari program yang akan diproduksi dengan
melakukan riset. Riset yang dimaksud diantaranya: mengumpulkan data
atau informasi melalui observasi mendalam mengenai subyek,
peristiwa, dan lokasi yang akan diangkat; menyeleksi bahan dan
mengolah materi yang didapat sesuai dnegan ide dan gagasan,
menyusun bahan dan membuat sinopsis, treatment dan rancangan
naskah. Penulis turut memikirkan alur yang ingin dimunculkan dalam
karya, disesuaikan dengan judul yang akan penulis angkat.
Penulis juga melakukan riset ke lapangan, yaitu Desa Somakaton
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Disini, penulis dan team mendapat
informasi baru mengenai tari lengger lanang sekaligus menyambangi
sanggar tarinya.
Selain itu, penulis juga membantu produser dan pengarah acara
dalam membuat kerangka sinopsis, menyusun treatment dan kerangka
pemikiran yang telah dibuat. Sehingga didalam treatment, setiap
sequence ditulis dengan jelas dan detail.
2. Produksi
Produksi adalah tahap dilakukannya proses perekaman atau
shootingi di lokasi penciptaan. Di dalam produksi, penulis
bertanggungjawab mengamati alur cerita dengan berpegangan pada
treatment dan rancangan naskah, serta melakukan pencatatan kembali
keterangan-keterangan dari narasumber dan gambar-gambar yang
mengalami perubahan. Selain itu, penulis juga bertugas untuk
mengingatkan Pengarah Acara agar proses produksi tetap berjalan
sesuai alur cerita yang sudah disusun.
3. Pasca Produksi
a. Pembuatan Naskah Akhir
Pada tahap ini, penulis membentuk fullscript yang mengacu pada
treatment berdasarkan hasil editing offline yang sudah jadi. Naskah
ini tidak akan bisa diubah lagi karena akan digunakan sebagai bahan
recording narasi.
b. Take Voice Narasi
Pada tahap ini, penulis mendampingi narator dalam melakukan take
voice narasi dengan menggunakan naskah fullscript yang telah
disesuaikan dengan hasil editing offline.
c. Preview
Preview merupakan tahap untuk penulis dan tim melihat hasil
editing online baik visual dan juga audio, serta melakukan koreksi
secara bersama-sama.