Anda di halaman 1dari 104

KAWIH KAULINAN BARUDAK SEBAGAI MEDIA

PEMBELAJARAN MORAL

SKRIPSI
PENGKAJIAN SENI

Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana seni


Pada Program Studi Seni Karawitan
Fakultas Seni Pertunjukan, ISBI Bandung

OLEH
ERLYNA NADA PRATIWI
16123088

PROGRAM STUDI SENI KARAWITAN


FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG
2020

1
KAWIH KAULINAN BARUDAK SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN MORAL

SKRIPSI
PENGKAJIAN SENI

Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana seni


Pada Program Studi Seni Karawitan
Fakultas Seni Pertunjukan, ISBI Bandung

OLEH
ERLYNA NADA PRATIWI
16123088

PROGRAM STUDI SENI KARAWITAN


FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG
2020

2
3

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Penelitian

KAWIH KAULINAN BARUDAK SEBAGAI


MEDIA PEMBELAJARAN MORAL

Disusun oleh:

Erlyna Nada Pratiwi


16123088

TELAH DISETUJUI
Untuk diajukan ke Dewan Penguji

Bandung, 13 Juli, 2020

Pembimbing 1

Indra Ridwan., S.Sos., M.Sn., M.A., Ph.D.


NIP. 196806091998031002
4

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Penelitian

KAWIH KAULINAN BARUDAK SEBAGAI


MEDIA PEMBELAJARAN MORAL

Disusun oleh:

Erlyna Nada Pratiwi


16123088

TELAH DISETUJUI
Untuk diajukan ke Dewan Penguji

Bandung, 15 Juli, 2020

Pembimbing 2

Dra. Yupi Sundari, M.Si.


NIP. 196102101999032001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Program Studi Seni Karawitan

Dr. Lili Suparli, S.Sn., M.Sn.

NIP. 196706201997031002
5

PENGESAHAN

SKRIPSI

PENGKAJIAN SENI

KAWIH KAULINAN BARUDAK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN MORAL

Oleh

ERLYNA NADA PRATIWI

NIM. 16123088

Telah dipertahankan di depan dewan penguji melalui Sidang Tugas Akhir pada tanggal/
Juli 2020

Susunan Dewan Penguji : (…………………………)

Ketua Dewan Penguji : (…………………………)

Penguji Utama : (…………………………)

Anggota : (…………………………)

Pembimbing/anggota : (…………………………)

Pertanggungjawaban karya tulis ini disahkan sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjan Seni
Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Bandung, Juli 2020

Mengetahui,

Ketua Jurusan, Dekan,

Program Studi Seni Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan

Dr. Lili Suparli, S.Sn., M.Sn. Dr. Lilis Sumiati, S.Sen., M.Sn.

NIP. 196706201997031002 NIP. 196711141993022001


6

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa SKRIPSI PENGKAJIAN SENI dengan judul:

“KAWIH KAULINAN BARUDAK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

MORAL” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri.

Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atau tindakan plagiat

melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan akademik.

Saya bertanggung jawab dengan keaslian karya ini dan siap menanggung

resiko atau sanksi apabila dikemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak

sesuai dengan pernyataan ini.

Bandung, 15 Juli 2020

Yang membuat pernyataan

ERLYNA NADA PRATIWI

16123088
vi

ABSTRAK

Kawih Kaulinan Barudak sebagai Media Pembelajaran Moral

Skripsi ini membahas tentang kawih kaulinan barudak sebagai media


pembelajaran moral. Kawih kaulinan barudak dikategorikan sebagai seni vokal
Sunda buhun. Bentuk lagu kawih kaulinan barudak sangat sederhana, dan
liriknya berisi kearifan lokal masyarakat Sunda, di mana kontennya mengandung
makna yang dalam akan nilai sejarah, nilai sosial kemasyarakatan (moral dan
etika), serta nilai-nilai religiusitas masyarakat Sunda. Dalam konteks pendidikan,
lagu dan konten kawih kaulinan barudak serta metode pentransmisiannya kepada
anak didik dilakukan sebagai jembatan dalam hal pendidikan nilai moral dan etika
kepada anak-anak, khususnya anak-anak usia pra-sekolah di Yayasan Permata
Hati Bunda, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan konsep pembelajaran dari
Bafadal, yang menyatakan bahwa ada suatu upaya yang dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan untuk menghasilkan sebuah model pembelajaran yang
tepat guna, tepat sasaran, efektif dan efisien dalam menanamkan nilai-nilai moral
kepada anak-anak. Analisis musik dan lirik diaplikasikan untuk mendeskripsikan
kesederhanaan lagu-lagu dan makna mendalam dari kawih kaulinan barudak.
Proses pembelajaran dideskripsikan untuk menggambarkan proses pembelajaran
yang dilakukan yayasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di zaman modern
ini, nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Sunda dapat ditransmisikan melalui
metode gerak dan lagu. Metode pembelajaran ini dapat diterima oleh anak-anak
pra sekolah dengan baik.

Kata Kunci: kawih kaulinan barudak, pembelajaran moral, anak usia pra-sekolah.
vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Kawih Kaulinan Barudak sebagai Media Pembelajaran

Moral” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Seni program Seni Karawitan pada Fakultas Seni Pertunjukan

Institut Seni Budaya Indonesia Bandung.

Kawih kaulinan barudak merupakan salah satu seni yang tumbuh

dan berkembang di daerah Jawa Barat. Seni ini menyuguhkan berbagai

nyanyian anak yang biasanya dimainkan saat mereka bermain. Tak hanya

itu, penulis meyakini ada esensi yang lebih unik dari seni ini. Sebagai

akademisi seni tentunya penulis mempunyai tanggung jawab dalam

menggali mengenai hal apa yang dapat membantu dalam pengembangan

keilmuwan karawitanologi. Dalam hal ini penulis mencoba menggali

peran dari kawih kaulinan barudak sebagai media dalam pembelajaran

moral pada anak usia pra-sekolah.

Mengingat keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan

kemampuan penulisan, skripsi ini tidak luput dari kekurangan, namun


viii

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana

mestinya, baik bagi penulis khususnya serta semua pihak yang berkenan.

Proses penulisan skripsi ini tak luput dari dukungan, bantuan, dan

kontribusi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa

hormat dan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Een Herdiani, M.Hum., selaku Rektor ISBI Bandung.

2. Dr. Lilis Sumiati, S.Sen., M.Sn., selaku Dekan Fakultas Seni

Pertunjukan ISBI Bandung.

3. Dr. Lili Suparli, M.Sn., selaku Ketua Program Studi Seni

Karawitan.

4. Kedua orang tua tercinta yang senantiasa memberikan

dukungan moril maupun materil yang tak terhingga kepada

penulis. Kemudian terima kasih banyak untuk kakak

tercinta Pras dan adikku Eriza, juga segenap keluarga yang

selalu memberikan dukungan serta perhatian kepada

penulis.

5. Bapak Indra Ridwan, S.Sos., M.Sn., M.A., Ph.D, selaku

pembimbing I dan;

6. Ibu Dra. Yupi Sundari, M.Si, selaku pembimbing II yang

telah banyak meluangkan waktu serta memberikan


ix

bimbingan dan pengarahan dengan begitu baik sampai

terselesaikan skripsi ini, juga atas ilmu dan motivasi yang

selalu diberikan pada penulis.

7. Bapak Kari Mulyana, S.Sen., M.Sn, selaku dosen wali

penulis.

8. Segenap dosen dan seluruh staf akademik khususnya

Program Studi Karawitan yang senantiasa membantu dalam

memberikan ilmu, fasilitas, serta pendidikan kepada penulis

hingga dapat menunjang dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Pihak Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda dan

narasumber yang telah bersedia memberikan kesempatan

juga meluangkan waktu bagi penulis untuk dapat

melangsungkan penelitian dan memperoleh data.

10. Sahabat dekat, SEGINIAN SQUAD, terima kasih telah

menjadi sahabat yang baik bagi penulis yang selalu

memberikan rangkulan dan motivasi untuk penulis.

Kemudian terima kasih banyak untuk Vian Aprilliyanto dan

sahabat di luar institusi yang senantiasa memberikan

dukungan dan meluangkan waktu untuk membantu

penulis dalam perkuliahan dan proses penulisan skripsi.


x

11. Teman seperjuangan angakatan Dipati Karna yang selalu

memberikan dukungan dan berbagi informasi kepada

penulis.

12. Semua pihak yang berpengaruh dan berkontribusi dalam

dalam proses penulisan skripsi yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang

telah diberikan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi

peneliti umumnya kepada para pembaca.

Penulis

Bandung, Juli 2020


xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................iv

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................vi

KATA PENGANTAR ............................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................... xi


DAFTAR GAMBAR................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat ...................................................... 6

1. Tujuan ....................................................................... 6
2. Manfaat ..................................................................... 6

1.4 Tinjauan Pustaka ........................................................... 7

1.5 Landasan Teori ............................................................ 12

1.6 Metode dan Teknik Penelitian................................... 13

1.7 Sistematika Penulisan ................................................. 15

BAB II KAWIH KAULINAN BARUDAK DAN PEMBELAJARAN


MORAL ...................................................................................................... 17

2.1 Kawih Kaulinan Barudak............................................... 17


xii

1. Pengertian Kawih Kaulinan Barudak..................... 17


2. Fungsi Kawih Kaulinan Barudak di Masyarakat . 21
3. Konteks Pertunjukan Kawih Kaulinan Barudak .. 23
4. Musik dan Lirik Kawih Kaulinan Barudak ........... 27
1) Musik................................................................. 27
2) Lirik ................................................................... 32

2.2 Pembelajaran Moral .................................................... 37

1. Pengertian Pembelajaran Moral .......................... 37


2. Tujuan Pembelajaran Moral................................. 38

2.3 Yayasan Permata Hati Bunda .................................... 43

1. Profil Yayasan ........................................................ 43


2. Metode Pembelajaran yang Digunakan............. 44

BAB III ANALISIS MUSIK, MAKNA TEKS, DAN METODE


PEMBELAJARAN MORAL.................................................................... 47

1. Tokѐcang ......................................................................... 48

a. Melodi ....................................................................... 48
b. Irama ......................................................................... 49
c. Makna Teks .............................................................. 50
d. Implementasi dalam Pembelajaran ...................... 52

2. Oray-Orayan................................................................... 55

a. Melodi ....................................................................... 55
b. Irama ......................................................................... 56
c. Makna Teks .............................................................. 57
d. Implementasi dalam Pembelajaran ...................... 58

3. Jaleuleu Ja ........................................................................ 61

a. Melodi ....................................................................... 61
b. Irama ......................................................................... 62
c. Makna Teks .............................................................. 63
d. Implementasi dalam Pembelajaran ...................... 65

4. Sursѐr .............................................................................. 67

a. Melodi ....................................................................... 67
xiii

b. Irama ......................................................................... 68
c. Makna Teks .............................................................. 69
d. Implementasi dalam Pembelajaran ...................... 70

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 74

4.1 KESIMPULAN ............................................................. 74

4.2 SARAN.......................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 78

DAFTAR NARASUMBER...................................................................... 81

GLOSARIUM............................................................................................ 82

CURRICULUM VITAE ........................................................................... 84


LEMBAR BIMBINGAN I ......................................................................... 88

LEMBAR BIMBINGAN II ........................................................................ 90


xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pertunjukan kawih kaulinan barudak Desa Sabandar ...................................... 25

Gambar 2. Anak didik yang sedang bermain “Tokѐcang” di luar ruangan............... 53

Gambar 3. Anak didik yang sedang bermain “Tokѐcang” di dalam ruangan .......... 53

Gambar 4. Anak didik yang dibimbing berbaris untuk bermain “Oray-orayan”.... 59

Gambar 5. Anak didik yang sedang bermain “Jaleuleu Ja”............................................. 65

Gambar 6. Anak-anak yang sedang bermain “Sursѐr” ..................................................... 70

Gambar 7. Profil Yayasan Permata Hati Bunda ................................................................... 85

Gambar 8. Struktur Organisasi Yayasan Permata Hati Bunda ....................................... 85

Gambar 9. Visi misi dan tujuan Permata Hati Bunda ........................................................ 86

Gambar 10. Anak didik yang diperkenalkan dengan alat musik tradisional............ 86

Gambar 11. Anak didik yang sedang makan bersama di luar ruangan ...................... 87

Gambar 12. Anak didik yang mengantre cuci tangan sebelum memulai kegiatan . 87
xv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seni tradisi Jawa Barat merupakan seni yang tumbuh dan

berkembang di Jawa Barat dengan beragam keunikan dan sifat

yang berbeda dari masing-masing seni itu sendiri. Tak jarang seni

lahir dari hasil refleksi laku adat dan identifikasi realitas harian

masyarakat sehingga mampu menghasilkan kesenian yang dapat

dinikmati oleh penikmatnya. Salah satu contoh perwujudan nyata

hasil refleksi aktivitas masyarakat ialah lahirnya seni tradisi berupa

sebuah nyanyian rakyat (folksong). Erie Setiawan, seorang musisi,

menyatakan bahwa “nyanyian rakyat adalah kombinasi antara

musik, sastra, dan laku adat masyarakat” (2017: 89). Hal ini

menunjukkan bahwa seni suara yang lahir dan berkembang di

tengah masyarakat merupakan refleksi dari keadaan masyarakat

itu sendiri. Jawa Barat pun memiliki satu jenis nyanyian rakyat, di

mana pada praktiknya nyanyian ini disertai dengan gerakan dan


2

dimainkan oleh anak-anak. Masyarakat Jawa Barat mengenal

nyanyian ini sebagai kawih kaulinan barudak.

Menurut Atik Soepandi dan Oyon Sofyan Umsari, “kawih

kaulinan barudak merupakan bentuk lagu-lagu dalam bahasa ikatan

yang dinyanyikan oleh anak-anak” (1985: 53). Dengan demikian

kawih kaulinan barudak merupakan seni sekar atau seni suara yang

substansinya adalah suara anak-anak dan biasanya dimainkan oleh

anak-anak saat bermain secara berkelompok. Kawih kaulinan

barudak termasuk jenis seni folklore di mana seni ini dilahirkan

karena hasil perefleksian keseharian masyarakat dan proses

pewarisan atau penyebarannya melalui lisan atau aural dari

generasi ke generasi. Kawih kaulinan barudak tidak terikat aturan

baku di dalamnya sehingga tak jarang kita menemukan beberapa

perbedaan di setiap wilayah di Jawa Barat, baik itu tata

permainannya maupun komponen-komponen lain di dalamnya.

Atik Soepandi dan Oyon Sofyan Umsari menyatakan

sebagai berikut:

“Dalam perwujudan kakawihan [kawih kaulinan] barudak Sunda


nampak kearifan orang Sunda dan tercermin bahasa budaya
yang mengandung nilai-nilai universal seperti gembira,
sengsara, duka, baik, buruk, benar, salah, hidup, maut, dan
unsur-unsur lain yang merupakan suatu keutuhan sehingga
3

merupakan suatu jalinan yang terpadu yang sering ditemukan


dalam kehidupan (1985: 105).”

Isi dari lirik kawih kaulinan barudak sebagai “penggubah ide pikiran,

tanggapan tentang apa yang dialami, yang dihayati mengenai

keadaan sosial, moral, etika” (1985: 100). Oleh karena itu, lirik lagu

dalam kawih kaulinan barudak mengandung nilai filosofis di samping

unsur karawitannya itu sendiri. Selain itu kawih kaulinan barudak

mengandung makna tersirat yang terkait kehidupan.

Selanjutnya Atik Soepandi dan Oyon Sofyan Umsari yang

menyebutkan bahwa isi dari kawih kaulinan barudak mengandung

makna kearifan yang seringkali terdapat pada kehidupan. Dengan

hal inilah kawih kaulinan barudak diharapkan dapat menjadi

jembatan dalam hal pendidikan nilai moral dan nilai kebaikan

kepada anak-anak khususnya anak-anak di Jawa Barat.

Franz dalam Sarmadi (2009: 51) menyebutkan bahwa nilai

moral dimaknai sebagai ajaran tentang kebaikan dan keburukan.

Moralitas merupakan kesesuaian sikap, perbuatan, dan norma

hukum batiniah yang dipandang sebagai suatu kewajiban. Moral

seringkali dikaitkan dengan perbuatan, sikap, kewajiban, budi

pekerti, dan susila.


4

Sosial emosional adalah salah satu nilai moral yang sudah

sepatutnya diajarkan kepada anak-anak guna menjadi pribadi yang

baik. American Academy of Pediatrics (2012) menyatakan bahwa

sosial emosional mengacu pada kemampuan anak untuk: (1)

memiliki pengetahuan dalam mengelola dan mengekpresikan

emosi positif maupun negatif, (2) mampu menjalin hubungan

dengan anak-anak lain dan orang dewasa di sekitarnya, (3) secara

aktif mengeksplorasi lingkungan melalui belajar (Femmi, 2015:

103). Dengan alasan usia, maka masa anak-anak dianggap periode

yang tepat, guna memasukkan materi pengajaran kepada mereka.

Dengan asumsi bahwa pembelajaran moral terhadap anak

melalui media seni musik bisa menjadi alternatif yang tepat dan

dianggap lebih fleksibel, maka nilai filosofis dan nilai sosial lain

yang terkandung dalam lagu dan permainan kawih kaulinan barudak

bisa dijadikan media pembelajaran guna penanaman nilai moral

pada anak-anak.

Terdapat banyak nilai filosofis yang dapat diambil dari

konten lagu dan permainan kawih kaulinan barudak. Tidak hanya

sekedar bermain, namun bisa pula sembari belajar bernyanyi dan

bergaul. Terkait dengan musik sebagai media pembelajaran, Fathur


5

Rasyid (2010: 110) menyatakan bahwa “Mengajarkan apa pun pada

anak usia dini akan efektif jika dilakukan sambil bermain, termasuk

bernyanyi. Secara tidak langsung, bernyanyi mengasah

kemampuan anak menyerap, mengingat, dan mengucapkan kata-

kata.” Rhonda Bunbury dalam Nia (1984: 75) berpendapat bahwa

“The child learns to move in rhythm and sing in tune by playing

with others” (Seorang anak belajar bergerak ritmis dan melagukan

nada adalah dengan jalan bermain bersama anak-anak lainnya).

Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda adalah salah satu

lembaga yang bergerak di bidang pendidikan anak usia pra-

sekolah yang sudah berdiri selama 13 tahun. Salah satu

pelajarannya mengimplementasikan lagu dan permainan kawih

kaulinan barudak ke dalam tata permainan tertentu dengan tujuan

menanamkan nilai-nilai moral kepada anak didiknya. Yayasan ini

berasumsi bahwa lagu dan permainan pada kawih kaulinan barudak

mengandung nilai-nilai penting, salah satunya nilai edukatif. Nilai

edukatif ialah sesuatu yang memiliki harga dan selalu dikaitkan

dengan kebaikan serta bersifat mendidik. Oleh karena itu,

penelitian ini penting dilakukan untuk menggambarkan lagu dan


6

permainan pada kawih kaulinan barudak sebagai media pembelajaran

moral pada tingkat anak-anak.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana

kawih kaulinan barudak sebagai media pembelajaran moral pada

anak usia pra-sekolah di Yayasan Pendidikan Permata Hati

Bunda?”

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kawih

kaulinan barudak sebagai media pembelajaran moral pada anak

usia pra-sekolah di Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda,

Kabupaten Sumedang.

2. Manfaat

a. Bagi Jurusan Karawitan ISBI Bandung, sebagai upaya

peningkatan wawasan mahasiswa tentang kesenian

tradisional dan sebagai sumber referensi perpustakaan


7

tentang salah satu tinjauan kesenian daerah yang digunakan

sebagai media dalam penyampaian nilai edukatif.

b. Bagi Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda dapat

dijadikan sebagai dokumentasi tertulis kegiatan belajar

mengajar dari yayasan ini yang memiliki keunikan

dibanding yayasan lainnya, di mana masih

mengimplementasikan kesenian tradisional di tengah

kemajuan zaman guna mencapai salah satu tujuan

pendidikan, yaitu mengembangkan kreativitas dan

keterampilan anak didik untuk mengekspresikan diri dalam

berkarya seni.

c. Bagi penulis sebagai langkah sederhana dalam sumbangsih

penulisan literatur kesenian sekaligus pelestarian seni tradisi

Sunda.

1.4. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka penulis mendapatkan beberapa sumber

yang dijadikan referensi penulisan, perbandingan data, dan untuk

menghindari tindak plagiarisme. Sejauh ini, penulis memperoleh


8

sumber-sumber pustaka dari Perpustakaan ISBI Bandung dan

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung. Literatur-

literatur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kakawihan Barudak (Nyanyian Anak-Anak Sunda), ditulis oleh Atik

Soepandi dan Oyon Sofyan Umsari, diterbitkan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal

Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan

Nusantara, tahun 1985 (179 halaman). Dalam buku ini Atik dan

Oyon memaparkan hasil penelitian dan pengkajian kebudayaan

Nusantara (Javanologi) yang menyangkut kehidupan anak-anak

Sunda dibidang seni. Yang menjadi sasaran dibidang penelitian

mereka adalah nyanyian anak-anak Sunda sekaligus kandungan

nilai kearifan di dalamnya. Di dalam buku ini pula terdapat

pendokumentasian serta analisis lagu-lagu kakawihan barudak di

Priangan. Objek kajian penelitian yang dilakukan penulis juga

kawih kaulinan barudak Sunda, namun fokusnya berbeda dengan

kajian yang dilakukan Atik dan Oyon. Penulis akan membahas

lebih jauh tentang kawih kaulinan barudak dalam konteks

pembelajaran moral.
9

2. Skripsi berjudul “Sebuah Studi Tentang Kegunaan Kawih

Kaulinan Barudak di Tatar Sunda dalam Pembinaan dan

Pembentukan Karakter,” ditulis oleh Nia Dewi Mayakania, STSI

Bandung, tahun 1984. Skripsi ini membahas mengenai

kegunaan kawih kaulinan barudak dan peranannya dalam

pembentukan karakter anak dan memaparkan kajian mengenai

nilai edukatif dalam kawih kaulinan barudak dari beberapa segi.

Konteks penelitian yang dilakukan penulis sama halnya dengan

kajian penelitian Nia yaitu menelaah bagaimana kawih kaulinan

barudak dapat menjembatani pembentukan karakter misalnya

penanaman nilai edukatif khususnya pada pendidikan anak.

Bedanya, penulis akan melakukan penelitian ini di lokasi

tertentu, yaitu Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda. Oleh

karena penerapan metode penelitian terhadap subjek penelitian

yang berbeda (anak usia pra-sekolah), memungkinkan hasil

yang berbeda pula.

3. Tesis berjudul “Kakawihan Barudak Sunda: Sundanese

Children's Song of West Java,” ditulis oleh Indra Ridwan,

Universitas Pittsburgh, tahun 2010. Isi tesis ini adalah analisis

musik dari lima jenis lagu kakawihan barudak Sunda serta


10

membahas makna yang terkandung dalam lirik dari masing-

masing lagu tersebut. Pada bagian kesimpulan dinyatakan

bahwa lagu-lagu kaulinan barudak Sunda dimungkinkan untuk

dijadikan media pembelajaran bahasa Sunda dan nilai-nilai

kesundaan, karena masing-masing lagu memiliki fungsi

edukasi. Objek kajian penelitian yang dilakukan penulis juga

kawih kaulinan barudak Sunda, namun penelitian yang dilakukan

penulis tidak hanya difokuskan pada lagu-lagu kawih kaulinan

barudak, namun lebih pada penggunaan kawih kaulinan barudak

dalam proses pendidikan dan pembelajaran moral pada anak

usia pra-sekolah.

4. Skripsi berjudul “Kajian Kakawihan Barudak Sunda,” ditulis

oleh Kos Koswara, Universitas Padjajaran, tahun 1987. Dalam

tulisan ini Koswara memaparkan kajian analisis mengenai

makna yang menyeluruh dari beberapa sampel kakawihan

barudak yang berisi kritik sosial dan yang berupa permainan.

Dalam kesimpulan dinyatakan bahwa kakawihan barudak

mengandung makna yang berguna bagi kehidupan masyarakat.

Ini artinya bahwa kakawihan barudak mengandung nilai atikan

(pendidikan), yang dapat digunakan sebagai media untuk


11

mendidik anak-anak. Objek penelitian penulis juga mengenai

kawih kaulinan barudak, namun lebih terfokus pada peranannya

sebagai media pembelajaran moral pada anak usia pra-sekolah.

5. Tulisan berjudul “Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya pada

Kakawihan Kaulinan Barudak Lembur serta Implementasinya

dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis

Multikultural,” ditulis oleh Yusida Gloriani, Universitas

Kuningan, tahun 2013. Dalam tulisan ini Yusida memaparkan

kajian nilai-nilai sosial dan budaya yang terkandung dalam

beberapa sampel kawih kaulinan barudak. Pada bagian

kesimpulan dinyatakan bahwa dengan nilai sosial dan budaya

yang terkandung dalam kawih kaulinan barudak lembur

merupakan materi yang cocok dan aplikatif untuk

pengembangan nilai-nilai multikultural yang menjadi

kebutuhan bangsa Indonesia yang beraneka ragam etnis dan

budayanya. Objek kajian penulis juga kawih kaulinan barudak dan

menganalisis nilai yang terkandung di dalam beberapa sampel

kawih kaulinan, namun penelitian lebih terfokus pada beberapa

jenis lagu dan permainan kawih kaulinan barudak yang

digunakan dalam pembelajaran moral.


12

1.5. Landasan Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan konsep

pembelajaran dari Bafadal. Bafadal, dalam Gina, mengutarakan

bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai segala usaha atau

proses belajar mengajar dalam rangka terciptanya proses belajar

mengajar yang efektif dan efisien. Konsep ini mengandung arti

bahwa ada suatu upaya yang dilakukan untuk menghasilkan

model pembelajaran yang tepat sasaran, efektif karena

menggunakan media yang sesuai, dan efisien (dalam arti mampu

menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna, dan

bertepat guna) dalam memilih dan mentransmisikan konten

pembelajaran kepada anak didik. Alur pemikiran Bafadal ini yang

akan dijadikan landasan oleh penulis dalam melakukan penelitian

ini. Langkah-langkah yang akan dilakukan oleh penulis adalah

dengan jalan menganalisis beberapa lagu dan permainan kawih

kaulinan barudak yang diimplementasikan dalam pembelajaran

moral di Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda, kemudian

menggambarkan metode pembelajaran melalui musik dan

permainan yang diaplikasikan oleh tim pengajar kepada anak didik

mereka.
13

Selanjutnya, penulis menggunakan pendekatan musikologi,

yaitu melakukan analisis musik (lagu dan lirik) dari beberapa lagu

kawih kaulinan barudak. Lagu-lagu ini ditranskripsikan ke dalam

notasi musik Sunda untuk mempermudah proses analisis dari

bagian-bagian komposisi lagu tersebut. Pada dasarnya, pendekatan

musikologi diaplikasikan untuk mengurai dan menelaah bagian

tertentu dari sebuah lagu. Dengan begitu, gambaran dari unsur

yang sudah dianalisis dapat dideskripsikan.

1.6. Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode

deskriptif analisis, yakni memusatkan pada pemecahan masalah

dengan cara memaparkan beberapa hasil penelitian di lapangan

maupun data yang diperoleh dari referensi yang dianggap relevan

dengan bahasan penelitian. Data yang dikumpulkan dari hasil

observasi pembelajaran melalui kawih kaulinan barudak di Yayasan

Pendidikan Permata Hati Bunda mula-mula disusun, dianalisis,

kemudian dideskripsikan secara sistematik. Adapun teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:


14

1. Studi Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi pustaka dengan

jalan mengumpulkan sumber tertulis atau data-data yang dianggap

memiliki keterkaitan dengan kajian atau bahasan yang diteliti.

Pengumpulan berbagai data dan informasi tertulis yang berkaitan

dengan bahasan yang diteliti diperoleh dari hasil kunjungan

penulis ke Perpustakaan ISBI Bandung, Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan Kota Bandung, Perpustakaan Kedai Layaran,

Perpustakaan Universitas Pasundan, data-data yang diberikan oleh

informan, buku elektronik, dan koleksi buku pribadi penulis.

2. Observasi

Kegiatan observasi dilakukan melalui pengamatan langsung di

Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda, Kabupaten Sumedang.

Sejauh ini penulis turut terlibat secara langsung di lokasi penelitian.

Penulis tercatat sebagai tim pengajar sekaligus magang selama

beberapa tahun ke belakang. Dengan cara inilah penulis

mendapatkan pengalaman empiris, memperoleh data-data dan

informasi tentang lagu-lagu kawih yang diimplementasikan dalam

proses belajar mengajar, serta mendapatkan gambaran tentang

proses pembelajaran dengan menggunakan kawih kaulinan barudak.


15

3. Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan demi mendapatkan data-data

mengenai bahasan dari objek penelitian yang dikaji. Narasumber

utama adalah Ibu Imas Aminah, pendiri sekaligus kepala sekolah

di Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda dan Ibu Dede Dedah,

anggota tim pengajar di yayasan tersebut. Kedua individu ini

memiliki pengalaman sebagai tim pengajar dan telah menempuh

pendidikan maupun pelatihan-pelatihan dalam profesinya.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika laporan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I: PENDAHULUAN. Bab ini memuat latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, serta

sistematika penelitian.

Bab II: (KAWIH KAULINAN BARUDAK DAN

PEMBELAJARAN MORAL). Pada bab ini terdapat pembahasan

umum mengenai kawih kaulinan barudak di tatar Sunda,


16

pembahasan mengenai pembelajaran moral pada anak usia pra-

sekolah, dan profil Yayasan Permata Hati Bunda.

Bab III: ANALISIS MUSIK, MAKNA TEKS, DAN METODE

PEMBELAJARAN MORAL. Pada bab ini terdapat pembahasan

mengenai persoalan nilai edukatif (moral) pada beberapa sampel

lagu dan permainan kawih kaulinan barudak yang

diimplementasikan di Yayasan Permata Hati Bunda.

Bab IV: Kesimpulan dan Saran.


BAB II

KAWIH KAULINAN BARUDAK DAN PEMBELAJARAN

MORAL

2.1. Kawih Kaulinan Barudak

1. Pengertian Kawih Kaulinan Barudak

Kawih kaulinan barudak tak terlepas dari salah satu substansi

utamanya yaitu kawih. Sadkar dalam Koswara (1987: 15)

menjelaskan bahwa kawih artinya adalah bahasa ikatan yang

merupakan curahan rasa yang disajikan memerlukan lagu.

Kaulinan barudak atau dalam hal ini permainan tradisional anak-

anak yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak dengan

menggunakan fasilitas sederhana serta telah dilakukan dari

generasi ke generasi (Bambang et all, 1994: 1). Dalam buku Intisari

Sastra Indonesia, Purwadarminta1 menyatakan:

Dalam kebudayaan Sunda dikenal adanya kakawihan barudak


yang lahir dari nenek moyangnya, yang hidup dan
berkembang secara turun temurun. Dalam isi sair
terkandung makna yang dalam sebagai curahan hati

1 Welfridus Joseph Sabarija Purwadarminta adalah orang Indonesia yang dikenal sebagai
ahli kamus dan tata bahasa. Beliau juga menulis buku, cerita pendek, puisi dan novel
(Indra Ridwan 2010: 4).

17
18

sebagaimana bentuk puisi dalam sastra Indonesia/Melayu


(Koswara, 1987: 2).

Kakawihan barudak sudah ada sejak lama; hadir mengiringi

laju kehidupan masyarakat Sunda dari zaman ke zaman. Liriknya

pun sarat akan makna yang tersirat dan sesuai dengan kultur dan

budaya lokal masyarakat Sunda.

Bila kita cermati, lirik dari kawih kaulinan barudak

mengandung makna dan pesan tertentu sebagaimana disampaikan

oleh Atik Soepandi bahwa isi kawih kaulinan barudak sebagai

“penggubah ide pikiran, tanggapan tentang apa yang dialami, yang

dihayati mengenai keadaan sosial, moral, etika” (1985: 100).

Mengacu pada pendapat Mursal Esten, Koswara mengurai

isi dari kawih kaulinan barudak menjadi dua bagian, yaitu (1) tema

dan (2) amanat. Tema yang terdapat dalam kawih kaulinan barudak

adalah unsur-unsur kontinuitas2 , yang merupakan kelangsungan

sosial budaya sebagai realitas dari kehidupan masyarakat.

Sedangkan amanat adalah pandangan hidup berdasarkan

pengalaman yang pengarang temui dan digambarkan melalui

karya dan diungkapkan secara eksplisit (terang-terangan) maupun

2 Keterusan, keberlangsungan, urutan (KBBI V)


19

implisit (tersirat) dan diharapkan dapat sampai kepada

penikmatnya (Koswara, 1987: 56).

Ada beberapa pesan yang diungkapkan terhadap anak yang

diekspresikan atau diungkapkan melalui kawih ini antara lain nilai

pendidikan dan pengetahuan seperti nilai-nilai luhur yang

merupakan suatu kesatuan dalam hal penanaman pendidikan

(Ahmad, 1993: 56). Selain itu, menurut Indra Ridwan “the lyrics

contain particular values in regard to Sundanese culture” (lirik [kawih

kaulinan barudak] mengandung nilai-nilai tertentu yang berkenaan

dengan budaya Sunda). Hal ini menggambarkan adanya persoalan

atau keadaan tertentu dengan kondisi masyarakat Sunda sesuai

pada zamannya yang diungkapan pencipta melalui lirik.

Ungkapan tersebut diharapkan dapat menjadi media guna

menyampaikan pesan kepada penikmat khususnya anak-anak

Sunda.

Kawih kaulinan barudak termasuk ke dalam folklor yang

terdiri dari lagu dan gerak juga tidak terikat oleh aturan baku

sehingga tak jarang kita menemukan perbedaan di setiap daerah

penyebarannya baik dalam tata permainan, lirik lagu, maupun

komponen lainnya. Danandjaja dalam Yusida menyatakan bahwa


20

folklor adalah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan

secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun isyarat.

Sebagai salah satu suku bangsa, masyarakat Sunda berhasil

mengembangkan folklornya, dalam hal ini lahirnya satu jenis

kesenian nyanyian rakyat yaitu kawih kaulinan barudak.

Kawih kaulinan barudak adalah salah satu genre atau bentuk

foklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu yang beredar secara

lisan di antara anggota kolektif tertentu berbentuk tradisional serta

banyak mempunyai variasi dan mengandung makna sesuai dengan

situasi pada zamannya (Koswara, 1987: 15). Kawih kaulinan barudak

tak terlepas dari kehidupan masyarakat Sunda sendiri karena

kelahirannya merupakan hasil perefleksian realitas harian

masyarakat Sunda yang tidak dibukukan sehingga tak jarang kita

menemukan kawih kaulinan barudak yang tidak diketahui

penciptanya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Yus Rusyana

dalam Soepandi “kakawihan barudak Sunda (nyanyian anak-anak

Sunda) merupakan hasil sastra lisan yang tidak diketahui

pengarangnya (anonim) sehingga dikatakan merupakan hasil

sastra balarѐa (komunal) (Ahmad et all, 1993: 14).


21

Kawih kaulinan barudak juga merupakan bagian dari hasil

sastra. Danandjaja menggolongkan kawih kaulinan barudak sebagai

puisi rakyat, permainan rakyat, dan nyanyian rakyat (Yusida, 2013:

198). Hal ini dapat kita lihat dari salah satu komponen kawih

kaulinan barudak yaitu lirik atau syair yang mengandung makna

yang dijadikan media sebagai pengungkapannya.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, penulis

berkesimpulan bahwa kawih kaulinan barudak merupakan salah satu

perwujudan seni karawitan yang tumbuh dan berkembang di Jawa

Barat; seni sekar atau seni suara yang substansinya adalah suara

anak-anak dan biasanya dimainkan saat mereka bermain.

Kawih kaulinan barudak juga seolah menjadi bagian yang

integral dari kearifan masyarakat Sunda, tidak hanya sebagai

cermin kehidupan masyarakat pada zamannya namun juga

merupakan hasil karya yang secara kolektif dan patut untuk

diapresiasi.

2. Fungsi Kawih Kaulinan Barudak di Masyarakat

Di samping segi karawitannya sendiri, kawih kaulinan barudak

mengandung komponen lain, baik fungsi maupun isi, jika kita

cermati lebih dalam lagi. Lagu-lagu permainan rakyat, dalam hal


22

ini kawih kaulinan barudak, ternyata tak hanya berfungsi sebagai alat

rekreatif saja. Ada beberapa fungsi lain di antaranya adalah fungsi

sosialisasi (socialization function) yang dapat mendorong

pertumbuhan dan perkembangan anak, dan fungsi pedagogi3

dalam hal ini sebagai media belajar yang mendidik manusia untuk

menjadi orang yang berjiwa sportif dan menyiapkan anak-anak

agar kelak dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat

(Ahmad et all, 1993: 2). Hal ini berkaitan dengan pendapat Koswara

bahwasanya kawih kaulinan barudak mengandung nilai atikan4 yang

merupakan bahan untuk kemajuan anak-anak Sunda.

Kawih kaulinan barudak memiliki fungsi rekreatif di mana

kawih kaulinan barudak biasa dimainkan anak-anak di saat mereka

bermain dengan teman-temannya di waktu luang dan seolah

terjadi secara spontan tanpa tujuan tertentu, dan mereka

menikmatinya sebagai hiburan.

Kawih kaulinan barudak juga memiliki fungsi sosial

sebagaimana kita terkadang menemukan kawih kaulinan barudak

yang melibatkan pemain atau partisipannya dengan jumlah pelaku

yang banyak. Hal ini secara tidak langsung dapat mengkondisikan

3 Ilmu pendidikan atau ilmu pengajaran dan bersifat mendidik.


4 Dalam bahasa Sunda artinya pendidikan.
23

anak agar dapat menjalin relasi, bekerja sama, dan melatih

hubungan komunikasi antar anak.

Selain daripada itu, fungsi lain dari kawih kaulinan barudak

adalah fungsi pendidikan. Melalui kawih kaulinan barudak, praktik

pendidikan multikultural dapat dilakukan. Pendidikan

multikultural adalah pendidikan yang berbasis kearifan lokal.

Menurut Indra Ridwan “kawih kaulinan barudak dapat digunakan

untuk mendidik anak-anak mengenai bahasa dan nilai-nilai

kesundaan” (2010: 62). Hal tersebut dapat menjadi salah satu

langkah dalam melestarikan dan memberdayakan budaya Sunda.

Dengan demikian, dari fungsi yang telah dipaparkan di atas,

kawih kaulinan barudak memiliki peran penting dan erat kaitannya

dengan beberapa aspek kehidupan manusia terutama dalam hal

penanaman nilai kearifan walaupun pemahaman setiap individu

bisa berlainan.

3. Konteks Pertunjukan Kawih Kaulinan Barudak

Pada mulanya kawih kaulinan barudak, biasa dilakukan anak-

anak pada zamannya saat terang bulan, khususnya anak-anak yang

tinggal di daerah pedesaan. Selain bernyanyi dan menari mereka

juga memainkan permainan tradisional lainnya sebagai aktivitas


24

ringan yang wajar dilakukan sebagai anak-anak (Indra Ridwan

2010: 9). Namun kini, kawih kaulinan barudak sudah jarang kita

temui pada aktivitas sehari-hari anak-anak karena beberapa faktor,

misalnya perkembangan dan kemajuan teknologi. Sejak tahun 1970

konteks pertunjukan kawih kaulinan barudak bergeser ke ranah

pertunjukan hiburan, kompetisi musik, dan festival (Indra Ridwan

2010: 9).

Tahun 2019 pada saat KKN (Kuliah Kerja Nyata), penulis

bersama tim pernah mengadakan suatu pergelaran seni tradisi

yang berjudul “Rekonstruksi Tradisi Kacaina.”5 Pergelaran ini

diadakan di halaman kantor desa daerah setempat6 , di mana salah

satu sajian hiburannya ialah kawih kaulinan barudak yang diiringi

alat musik tradisional. Anak-anak yang terlibat, bernyanyi dan

menari mengikuti musik. Terkadang mereka lupa dalam gerakan

dan liriknya, hal ini mengundang gelak tawa penonton yang hadir.

5 Sebuah pertunjukan merekonstruksi seni tradisi yang sudah hampir punah di desa
Sabandar. Tradisi ini adalah kegiatan mengarak anak menggunakan tanggungan (seperti
pada sisingaan) mengelilingi desa lalu ngeueumkeun/ngojaykeun (memandikan) anak yang
hendak di sunat di balong (empang) dengan tujuan agar sakitnya tidak terasa (ambѐh baal)
lalu anak tersebut disawer dan diberi berbagai macam hadiah oleh warga.
6 Lokasi tepatnya di Kampung Cisaat, Desa Sabandar, Kecamatan Karangtengah,

Kabupaten Cianjur.
25

Gambar 1. Pe rtunjukan kawih kaulinan barudak di De sa Sabandar, Ke camatan Karangte ngah,


Kabupate n Cianjur. (Foto/dokume ntasi: Crafte d Visual for KKN De sa Sabandar, 2019)

Pada tahun 2015, penulis juga pernah lulus seleksi

penyaringan sehingga tergabung dalam satu kelompok untuk

diikutsertakan mengikuti FLS2N bidang kompetisi kreativitas

drama kawih kaulinan barudak. Kompetisi tersebut memadukan

antara seni drama dan kawih kaulinan barudak. Kompetisi diadakan

di SMAN 1 Banjaran dan diikuti oleh murid dari berbagai sekolah

tingkat menengah atas se-Kabupaten Bandung.

Tahun 2018 juga pernah diadakan pertunjukan kawih

kaulinan barudak dalam Festival Seni dan Budaya Tradisional –

Kaulinan Budak Lembur yang diselenggarakan oleh Disparbud

Majalengka. Festival ini diikuti oleh siswa-siswi tingkat Sekolah


26

Dasar dan mempertunjukkan sajian berbagai kawih kaulinan barudak

diiringi dengan alat musik tradisional.7

Di tempat tinggal penulis kadang kala kawih kaulinan

dijadikan ajang kompetisi yang sederhana dan hiburan. Misalnya,

pada saat perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik

Indonesia, di mana warga atau anak-anak membentuk beberapa

kelompok untuk saling berkompetisi dengan kelompok lainnya,

mempertahankan kekompakkan dalam bermain pѐrѐpѐt jѐngkol.8

Setiap kelompok saling mempertahankan kaki yang disilangkan

satu sama lain untuk menjadi pemenang. Hal ini tentu menghibur

dan mengundang tawa bagi warga lainnya.

Tak hanya sekedar di daerah saja, kawih kaulinan barudak pun

sudah banyak diangkat ke berbagai acara, sebagai contoh

Komunitas Hong9 memperkenalkan kembali kawih kaulinan barudak

kepada anak-anak Sunda melalui road show ke taman kanak-kanak

dan sekolah dasar di Jawa Barat.

7https://youtu.be/exfQ5dE_rDg
8Salah satu kawih kaulinan barudak yang dimainkan oleh dua orang atau lebih dengan cara
mengangkat sebelah kaki yang dikaitkan satu sama lain dan saling membelakangi,
seperti meniru buah jahe (Koswara, 1987: 103).
9 Komunitas Hong adalah pusat penelitian tentang permainan anak-anak Indonesia.

Organisasi ini didirikan di Bandung pada tahun 2003 dan dipimpin oleh Muhammad
Zaini Alif (Indra, 2010: 10).
27

Komunitas Hong juga menyelenggarakan dua acara yaitu

Olimpiade Kakawihan Barudak Sunda dan Festival Kakawihan

Barudak Sunda (Indra Ridwan, 2010: 10). Selain itu, Festival

Permainan Tradisional Anak-Anak Jawa Barat juga pernah

dilaksanakan pada tahun 1992 berdasarkan Program Kerja Balai

Kajian Sejarah dan Nilai Tradisioanl Jawa Barat dan diikuti oleh

duta pelajar tingkat Sekolah Dasar tiap kabupaten dan kotamadya

se-Jawa Barat (Bambang et all, 1994: 20).

4. Musik dan Lirik Kawih Kaulinan Barudak

Dalam pembahasan ini penulis hanya memaparkan

beberapa aspek yang biasanya digunakan dalam kawih kaulinan

barudak, yaitu musik dan lirik. Bagi penulis, kedua hal tersebut

penting untuk dibahas karena keduanya tidak dapat dipisahkan

dari kawih kaulinan barudak; antara satu dengan yang lain saling

melengkapi. Bunyi vokal yang berisikan lirik yang dipadukan

dengan bunyi musik seringkali mendukung terciptanya suasana

dari kawih kaulinan barudak itu sendiri. Hal ini juga disampaikan

oleh Nia Dewi, bahwa unsur-unsur musikal dan unsur-unsur

bahasa dan sastra yang tertuang di dalam kakawihan kaulinan


28

barudak buhun, pada umumnya mencuatkan keindahan bunyi yakni

bunyi musikal dan bunyi vokal (2016: 46).10

1) Musik

a. Laras

Dalam pemaparan berikut penulis menjelaskan

mengenai laras salѐndro. Hal ini dilakukan karena dalam

penelitian ini penulis hanya akan menganalisis kawih

kaulinan barudak yang berlaras salendro.

Laras disebut juga sebagai tangga nada, rangkaian,

deretan nada-nada yang tertentu jaraknya dalam satu

gembyang (oktaf) di antaranya nada 1 (da), 2 (mi), 3 (na), 4

(ti), dan 5 (la). Laras salѐndro dibagi menjadi dua bagian

yaitu salendro padantara11 dan salendro bedantara12 . Laras

salѐndro biasanya digunakan sebagai acuan dalam

penggunaan laras lain dalam karawitan Sunda13 .

10 Dalam Jurnal Sosioreligi Volume 14 Nomor 1, Edisi Maret 2016.


11 Laras salendro yang interval atau jarak nadanya sama yaitu 240 cent.
12 Laras salendro yang jarak nada atau intervalnya berbeda.

13 http://rinaldyalvin92.blogspot.com/2015/04/teori-dasara-karawitan-sunda.html?m=1
29

Penulis berpendapat bahwa hampir semua kawih

kaulinan barudak berlaras salѐndro. Penulis menemukan kawih

kaulinan barudak yang dimuat dalam buku berjudul

Bincarung, ditulis oleh Mang Koko,14 hampir semua lagu

kawih kaulinan berlaras salѐndro. Jaap Kunst, dalam bukunya

yang berjudul Music in Java, menyatakan bahwa kawih

kaulinan barudak sebagian berlaras salѐndro dan sebagian lagi

berlaras ringkung melodi. Atik Soepandi dan Umsari juga

menyatakan bahwa sebagian besar kawih kaulinan barudak

berlaras salѐndro (Indra, 2010: 11).

Laras salѐndro dalam kawih kaulinan barudak dapat

menggambarkan berbagai ekspresi, sebagaimana

disampaikan oleh Jakob Sumardjo dalam Indra (2020: 11)

“saléndro is commonly used to express a range of emotions

including prestige, anger, cruelty, happiness, and arrogance”

(salѐndro pada umumnya digunakan untuk

mengekspresikan berbagai emosi, mencakup martabat,

kemarahan, kekejaman, kebahagiaan, dan kesombongan).

14Dikenal sebagai seniman, budayawan, pengajar, maestro seni karawitan Sunda,


pencipta lagu sekaligus pelopor berkembangnya kakawihan Sunda, dan seni drama.
30

b. Embat/Tempo

Dalam karawitan Sunda istilah embat atau laya dikenal

sebagai tempo. Dalam teknis garapnya, embat menyesuaikan

pada prinsip penyajian. Embat juga mengakibatkan

penyempitan dan pelebaran matra. Embat dapat juga berarti

penentuan ukuran waktu tentang cepat lambatnya

perjalanan musikal, atau periode struktural yang

berdasarkan aksentuasi melodi, yang diletakkan pada

bagian garapan melodi dan ditandai dengan nada pancer,

kenong, dan gong (Irawan 2014: 235). Tingkatan embat ialah

embat gurudugan (embat kering tilu)15 , embat kering hiji (embat

sawilet)16 , embat dua wilet 17 , embat opat wilet (embat lalamba)18 .

Namun yang lebih umum, biasanya dikenal tiga embat, yaitu

embat lambat (lambat), embat sedeng (sedang), dan embat

gancang (cepat).

15 Batasan waktu yang dipergunakan dalam sebuah lagu (terdiri dari satu matra/birama).
16 Batasan waktu yang dipergunakan dalam sebuah lagu (terdiri dari empat
matra/birama dan setiap birama empat ketukan).
17 Hasil kelipatan pelebaran matra menjadi delapan matra/birama.

18 Hasil pelebaran matra menjadi enam belas matra/birama.


31

c. Irama

Dalam musik Barat, istilah irama ialah sesuatu yang

dibentuk oleh panjang pendeknya (durasi) not-not sehingga

membentuk irama (Hanna, 2010: 8). Sedangkan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V dinyatakan bahwa

“irama adalah gerakan berturut-turut secara teratur, turun

naik lagu (bunyi dan sebagainya) yang beraturan.” Dalam

karawitan Sunda, irama atau wirahma dapat berarti

pergantian tekanan ringan dan tekanan berat secara teratur

dalam satu matra/wiletan (birama).

Irama atau wirahma dalam kawih kaulinan barudak

merupakan salah satu unsur yang saling berkaitan dengan

unsur sastra yang ada dalam kawih kaulinan barudak itu

sendiri. Hal ini juga disampaikan oleh Koswara bahwa

“wirahma itu unsur yang penting dari hasil karya pengarang

kakawihan, karena akan menunjang terhadap indahnya atau

enaknya sebuah kakawihan, dan bisa diketahui bagaimana

sifat dari kakawihan itu” (1987: 44). Dengan begitu, kita

mengetahui bahwa keterkaitan musik dengan karya


32

kakawihan kaulinan barudak ialah unsur yang mendukung

akan gambaran sifat dari sebuah lagu.

2) Lirik

Lirik menurut Panuti Sudjiman adalah: (1) sajak yang

merupakan susunan kata sebuah nyanyian; (2) karya sastra

yang berisi curahan perasaan pribadi, yang diutamakan

adalah lukisan pribadinya (Ely, 1998: 49).

Atik Soepandi mengungkapkan bahwa “lirik lagu itu

memberi penjelasan kepada lagu itu sendiri, memberi

makna yang lebih memperjelas lagu” (Ely, 1998: 49).

Sementara Epe Syafei (1984: 5), menjelaskan bahwa “lirik

yaitu sajak yang melukiskan perasaan seperti pada guguritan

dan rumpaka lagu-lagu lepas.”

Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa

lirik adalah bentuk pengungkapan atau ekspresi dari

berbagai macam perasaan atau kejadian yang digunakan

oleh pencipta melalui kata atau kalimat dalam sebuah lagu

guna terjalin suatu komunikasi. Di bawah ini penulis

memaparkan beberapa bagian yang berhubungan dengan

lirik, di antaranya bahasa, kalimat, dan makna.


33

a. Bahasa dan Kalimat

Cahyono dalam Fortunata menyebutkan bahwa

“kalimat adalah bagian terkecil dari ujaran atau teks yang

mengungkapkan pikiran yang utuh secara kebahasaan”

(2014: 163-168). Dalam sebuah lagu, kalimat biasanya

memiliki bagian-bagian seperti bagian inti dan bukan inti.

b. Makna

Panuti Sudjiman menjelaskan pengertian makna

sebagai kata atau frase yang ditautkan dengan perasaan,

ditentukan oleh perasaan. Adapun menurut Atik Soepandi:

“Lirik lagu yang digubah oleh pengarang atau


pencipta lagu memiliki makna yang beragam. Makna-
makna dimaksudkan adalah informasi-informasi
kehidupan manusia dalam alam sekelilingnya,
sebagai himbauan kepada para anggota masyarakat
penonton. Makna-makna dimaksudkan terjalin dalam
lirik-lirik lagu yang bertalian dengan (a) agama; (b)
kehidupan masyarakat; (c) keadaan alam; (d) keadaan
nasib; (e) gambaran rasa” (Ely, 1998).

Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa

makna lirik lagu merupakan gambaran dari kejadian yang

aktual yang beragam temanya dan biasanya sesuai dengan


34

pengalaman si pencipta, baik itu mengenai kejadian di

sekitarnya atau mungkin pengalaman pribadinya.

Berikut penulis paparkan makna dari salah satu kawih

kaulinan barudak yang berjudul Cingcangkeling.

Cing cang keling


Manuk cingkleung cineten
Blos ka kolong
Bapa Satar buleneng19

Manusia yang hidup di dunia tidak boleh seperti

Bapa Satar. Bapa Satar ialah tokoh yang dianggap memiliki

sifat cing (ucing) atau kucing. Lunda-lѐndѐ (santai dan selalu

ingin disayang) bersikap baik jika ada majikan, jika tidak ada

majikan terkadang mencuri makanan. Dalam hal ini

menggambarkan perilaku buruk sebagian manusia yang

terbiasa mengambil hak orang lain tanpa berkeinginan

untuk bekerja keras.

Bapa Satar memiliki sifat cang (peucang) atau tupai,

uclang-acleng tujah-tѐjѐh (loncat ke sana ke mari dan

menendang-nendang). Hal ini menggambarkan perilaku

manusia yang kurang konsisten dan kurang profesional

19 Informasi dari narasumber.


35

dalam keseharian atau tidak ingin bersaing secara sehat, di

mana mengorbankan posisi orang lain demi tujuan dan

kepentingan pribadinya.

Bapa Satar memiliki sifat keling atau cѐngos (sifat dari

heulang atau elang). Jika elang sudah di atas maka ia kawasa

atau berkuasa; tajam penglihatannya akan mangsa yang ada

di bawah. Hal ini menggambarkan perilaku manusia yang

selalu mencari keuntungan pribadi walaupun menindas

masyarakat lemah yang berada di bawah kuasanya.

Bapa Satar memiliki sifat manuk cingkleung (burung

pipit); jika sudah menempati posisi yang nyaman ia mugen

dan cineten (hanya berdiam). Ia enggan beranjak untuk

berpindah tempat. Hal ini menggambarkan perilaku

manusia yang malas dan tidak mau berusaha mencoba

melakukan perubahan dan terlalu mementingkan kekuasaan

atau kedudukan.

Hingga pada akhirnya Bapa Satar blos ka kolong

(perumpamaan ke liang lahat), Bapa Satar buleneng, yang

dimaknai ia tidak membawa amal sedikitpun, apa yang


36

telah ia capai di dunia hanya bersifat keduniawian yang

sementara dan hanya keburukan yang dituainya.

Penulis berpendapat bahwa kawih ini sebagai pѐpѐling

atau sesuatu yang mengingatkan sesama untuk selalu

berusaha berbuat kebajikan dan menghindari sifat yang

buruk.

Dari pemaparan di atas yang menyangkut lirik,

kalimat, dan makna dapat kita simpulkan bahwa lirik erat

kaitannya dengan musik itu sendiri. Raditya dalam

Fortunata menyebutkan bahwa eksistensi dari lagu

hendaknya mempunyai fungsi dan guna dalam masyarakat

dan musik sebagai media dalam menyampaikan pesan-

pesan dalam liriknya. Penulis berpendapat bahwa contoh

kawih yang sudah dipaparkan di atas memiliki makna yang

baik dan mengingatkan bagi penikmatnya walaupun

pemaknaan sebuah karya setiap orang bisa berbeda.


37

2.2. Pembelajaran Moral

1. Pengertian Pembelajaran Moral

Bafadal, dalam Gina, mengutarakan bahwa pembelajaran

dapat diartikan sebagai segala usaha atau proses belajar

mengajar dalam rangka terciptanya proses belajar mengajar

yang efektif dan efisien. Sedangkan moral menurut Jamie dalam

Lia menyebutkakan bahwa “moral diartikan sebagai

seperangkat ide-ide tentang tingkah laku dengan warna dasar

tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia dalam

lingkungan hidup tertentu. Pembelajaran moral dalam konteks

ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang terjadi

dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi

pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan

ciri utamanya senang bermain” (Gunadi, 2013: 87).

Penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran moral

adalah suatu kegiatan atau usaha penanaman nilai atau ide-ide

tentang tingkah laku, khususnya dalam hal ini pada anak usia

pra-sekolah melalui pembiasaan dalam kegiatan pendidikan

non-formal namun tetap bersifat mengedukasi.


38

2. Tujuan Pembelajaran Moral

Pembelajaran moral bertujuan untuk membentuk dan

mengembangkan akhlak atau karakter anak melalui pendidikan

dan hal ini penting karena bisa dikatakan sebagai peletakkan

dasar atau fondasi bagi seorang anak (Imas Aminah,

wawancara, Mei 2020). Pembelajaran moral pada anak usia pra-

sekolah juga bertujuan untuk mengoptimalkan kompetensi

moral anak melalui pendekatan-pendekatan yang berlaku

dalam pembelajaran. Implementasi pembelajaran moral

tentunya melalui usaha pendekatan atau metode yang dianggap

sesuai dengan usia anak.

Pembelajaran moral peserta didik dilakukan agar

terbentuk perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia

dini yang memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap

dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi (Andi,

2013: 85). Dengan dilenggarakannya pembelajaran moral

terhadap anak usia pra-sekolah ini, dapat menjadi peletakkan

dasar ke arah pertumbuhan sumber daya yang lebih baik.

Peserta didik dalam pembelajaran moral, khususnya

anak-anak, membutuhkan orientasi, contoh, saksi nilai yang


39

hidup, atau teladan yang dapat dilihat, dirasakan, dan akhirnya

diikuti menjadi tindakan atau perilaku (Andi, 2013: 85).

Mengingat pencapaian atau keberhasilan dari usaha atau

penerapan pembelajaran moral terhadap anak didik, maka

diperlukan kerja sama yang baik antara siapapun yang turut

andil dalam tumbuh kembang anak. Misalnya pola asuh;

dengan siapa dan bagaimana cara anak dibimbing.

Pembelajaran moral menitikberatkan pada pembiasaan. Oleh

karena itu pembelajaran moral bukanlah hal yang mudah untuk

dilakukan. Kadang terdapat kendala dalam aplikasinya,

misalnya ketidaksinkronan antara pembelajaran moral yang

dilakukan di sekolah dengan cara orang tua. Semua aspek

kembali pada latar belakang dan kesadaran orang tua siswa.

Contohnya, tim pengajar di sekolah telah berusaha memberikan

pendidikan, seperti cara bicara atau bersikap, yang baik pada

anak; tetapi saat di rumah, orang tua sendiri yang tidak

menerapkannya (Imas Aminah, wawancara, Mei 2020). Oleh

karena itu, beberapa aspek yang terlibat dalam pembelajaran

moral juga perlu diperhatikan dan tidak dilakukan di

lingkungan sekolah saja. Usaha ini perlu diupayakan guna


40

menyiapkan bagaimana cara manusia bertingkah laku dalam

masyarakat.

Terdapat beberapa jenis pembelajaran moral, di

antaranya (1) pembelajaran moral yang mengajarkan hubungan

manusia dengan Tuhan, (2) hubungan manusia dengan

manusia, (3) manusia dengan dirinya sendiri, dan (4) hubungan

manusia dengan alam (Amirul dan Kundharu, 2017: 173). Tanpa

kita sadari, hal di atas adalah sesuatu yang bersinggungan

dengan kehidupan manusia sehari-hari.

Kita juga dapat mengupayakan pembelajaran moral

tersebut dalam setiap aktivitas yang dilakukan, sebagaimana

disampaikan oleh Amirul dan Kundharu bahwa “ajaran moral

dapat dimasukkan di dalam peristiwa yang bersifat bebas”

(2017: 173).

Pendapat lain disampaikan oleh Nurgiyantoro, “bahwa

jenis-jenis ajaran moral dapat masuk di dalam peristiwa hidup

dan berkehidupan; hal yang mempunyai hubungan dengan

harkat dan martabat manusia” (2017: 173). Dengan begitu kita

perlu menyadari bahwa pembelajaran moral merupakan


41

langkah yang harus kita upayakan bersama demi menunjang

keberlangsungan hidup manusia.

Dari pemaparan tersebut penulis berkesimpulan bahwa

pembelajaran moral sebenarnya adalah hal yang dapat

ditempuh melalui aktivitas apa saja yang seringkali dilakukan

manusia. Namun hal ini tentu tidak mudah, mengingat banyak

faktor yang mendukung maupun yang menjadi kendala akan

keberhasilannya, seperti lingkungan, pola asuh, dan kesadaran

setiap orang. Pembelajaran moral pada anak usia pra-sekolah

diharapkan dapat mencapai hasil yang baik karena masa inilah

masa yang dianggap tepat untuk memasukkan stimulus atau

pembelajaran kepada anak.

Hurlock menyampaikan bahwa “perilaku moral ialah

sebagai perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok

sosial” (2006: 43). Pembelajaran moral pada anak usia pra-

sekolah dapat membantu mendorong terciptanya perilaku

moral baru dalam sistem masyarakat yang sesuai dengan

harapan, aturan, dan norma yang berlaku di manapun manusia

itu tinggal.
42

Pembelajaran moral pada anak usia pra-sekolah adalah

salah satu langkah guna melahirkan masyarakat baru dengan

moralitas yang baru pula. Tujuannya adalah untuk menciptakan

peradaban manusia yang berlandaskan nilai moral dan etika

dengan harapan dapat menekan kesenjangan dari kejadian yang

seringkali merendahkan martabat sesama manusia maupun

lingkungan.

Di lembaga pendidikan anak usia dini, pembelajaran

moral ditanamkan melalui pembiasaan. Salah satu contoh

pembiasaannya yaitu dengan dibimbing untuk senantiasa

berperilaku sopan kepada siapa saja yang berada di lingkungan

sekolah dan peduli kepada teman.

Pembelajaran moral tak hanya berlaku di lingkungan

pendidikan saja. Kita dapat mengaplikasikannya pada setiap

kegiatan yang dilakukan anak. Hal ini dijabarkan dalam

kurikulum pendidikan anak usia dini. Pendidikan moral dan

nilai-nilai agama ditanamkan tidak hanya dalam kegiatan

ibadah agama yang sifatnya rutinitas, tetapi juga melalui

berbagai aktivitas anak dalam kehidupan sehari-hari (Farida

Agus, 2006: 47).


43

2.3. Yayasan Permata Hati Bunda

1. Profil Yayasan Permata Hati Bunda

Yayasan Permata Hati Bunda merupakan yayasan yang

bergerak di bidang pendidikan anak usia pra-sekolah. Atas

prakarsa Ibu Imas Aminah, yayasan ini berdiri pada tanggal 3

Maret 2007, berdasarkan Surat Keputusan Operasional No.

421.10/Kep.558/Dikbud dan Surat Keputusan Pendirian

DIKBUD Kabupaten Sumedang. Lokasi yayasan tersebut berada

di Bunter RT 2 RW 3, Desa Cihanjuang, Kecamatan

Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Maksud dan tujuan dari

didirikannya Yayasan Pendidikan Permata Hati Bunda

terutama dalam upaya mengoptimalkan sumber daya manusia

dengan pendidikan dan menyiapkan peserta didik memasuki

jenjang pendidikan dasar, dengan ketercapaian kompetensi

dasar sesuai tahapan perkembangan anak.

Selain dari itu, Ibu Imas Aminah menuturkan bahwa

didirikannya yayasan ini adalah sebagai bentuk dedikasinya

terhadap dunia pendidikan dan ingin menjadi manusia yang

bisa bermanfaat dan membantu; dimulai dari lingkungan


44

terdekat dengan harapan dapat menciptakan sumber daya

manusia yang baik.

2. Metode Pembelajaran yang Digunakan

Dalam menyampaikan materi atau pembelajaran pada

anak didik, yayasan ini menyesuaikan tema dan mata pelajaran

dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH)

yang berlaku di mana tim pengajar terlebih dahulu

merumuskan materi apa yang hendak disampaikan per harinya.

Adapun metode pembelajaran yang digunakan oleh yayasan ini

ialah:

a. Metode ceramah;

b. Metode demonstrasi;

c. Metode latihan;

d. Metode imitasi.

Metode-metode di atas digunakan dalam menyampaikan materi

secara umum.

Selain metode di atas, yayasan ini menerapkan cara

mendidik melalui berbagai media, misalnya melalui bantuan

musik. Dalam memilih materi musik, biasanya tim pengajar


45

mengajarkan lagu dengan lirik yang mudah dimengerti anak.

Dengan harapan pesan yang terkandung dalam lagu dapat

sampai dan mudah dipahami anak-anak.

Dengan menggunakan musik sebagai media, pesan yang

terkandung dalam sebuah lagu secara tidak langsung akan

terbawa dalam alam bawah sadar anak sehingga tanpa dihafal

pun selalu teringat dengan sendirinya; dan yang terpenting

anak bisa menikmati berbagai pesan dan nasehat tanpa mereka

sadari (Imas Aminah, wawancara, Mei 2020).

Metode lain yang digunakan dalam hal pembelajaran

moral pada anak usia pra-sekolah di yayasan ini ialah sebagai

berikut:

a. Metode bermain;

b. Metode bercerita;

c. Metode pemberian tugas;

d. Metode bercakap-cakap.

Metode tersebut biasanya digunakan oleh tim pengajar dalam

mata pelajaran tertentu. Tim pengajar juga diberi keleluasaan

untuk melakukan usaha pembelajaran yang sesuai dengan

kebutuhan, kultur, dan budaya lokal.


46

Karena Yayasan Permata Hati Bunda berdomisili di

daerah yang mayoritasnya orang Sunda, maka dalam hal

pemilihan materi yang menggunakan musik sebagai media atau

secara khusus kawih kaulinan barudak, tentu diperbolehkan.

Aturan ini terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014

tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, di mana

disebutkan bahwa pembelajaran dapat menyesuaikan dengan

potensi lokal (Dede Dedah, wawancara, Mei 2020).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mood anak.

Metode pengajaran bisa saja disesuaikan dengan situasi

maupun kondisi. Tim pengajar tentunya harus bijaksana dan

pandai dalam membangun mood anak agar anak mampu

mengikuti pembelajaran. Bahkan anak yang sudah kehilangan

mood tak perlu dipaksa mengikuti kegiatan pembelajaran.

Semua hal kembali kepada tim pengajar tentang bagaimana

setidaknya pembelajaran moral dapat tetap dilaksanakan dan

sampai kepada anak melalui aktivitas apa yang ia inginkan.


BAB III

ANALISIS MUSIK, MAKNA TEKS, DAN METODE

PEMBELAJARAN MORAL

Pada bagian ini penulis akan memaparkan analisis musik (melodi

dan irama) dan makna dari empat kawih kaulianan barudak yang

diimplementasikan di Yayasan Permata Hati Bunda, yaitu (1) Tokѐcang,

(2) Oray-Orayan, (3) Jaleuleu Ja, dan (4) Sursѐr. Kawih kaulinan barudak ini

dipilih untuk dianalisis karena memiliki melodi sederhana dan lirik yang

pendek, dengan tujuan agar mudah diingat oleh anak didik. Meski begitu,

pemilihan keempat lagu ini tetap berpatokan pada konten pesan moral

yang terdapat pada masing-masing lagu.

Analisis musik diaplikasikan untuk mendeskripsikan kompenen

atau bagian tertentu yang ada dalam suatu lagu, sedangkan analisis teks

digunakan untuk mendeskripsikan makna atau unsur kebahasaan lain

yang terkandung dalam lirik lagu.

47
48

3.1. Analisis Musik dan Makna Teks

1. “TOKÈCANG”

Laras: Salѐndro

Embat: Sedeng

0 0 0 2j j j 1 1 j2j j 1 j1j j 1 j2j j 1

To- kѐ - cang to- kѐ - cang ma - ling pen-

t 3 j3j j j g1 j2j j j 1 j1j j j1 j2j j 1 j1j j 1 j2j j 1

dil tos - blong A - ngeun ka - cang a - ngeun ka- cang sa - pa - ri -

t 4 4 0

uk ko - song

a. Melodi

Sesuai strukturnya, ”Tokecang” memiliki satu kalimat tanya

dan satu kalimat jawab. Di awali dengan nada 2 (mi), ketukan

keempat, matra pertama, sebagai kalimat tanya, sampai nada 3


49

(na), ketukan ketiga, matra ketiga. Sedangkan kalimat jawabnya

dimulai dengan nada 2 (mi) pada ketukan keempat, matra ke

tiga, dan diakhiri nada 4 (ti), ketukan ketiga, matra keempat.

Dalam hal ini, pada matra pertama dan kedua melodinya

mempunyai nada yang kebanyakan nada 1 (da) dan 2 (mi).

Nada 1 (da) pada awal kalimat jawab (matra ke tiga, ketukan ke

tiga, pada bagian arsis) merupakan nada peralihan nada.

Biasanya dinyanyikan dengan penekanan tertentu. Pada bagian

ini juga tidak terdapat jarak nada atau tanda berhenti yang

signifikan sehingga melodi lagunya terdengar tetap mengalir.

Lagu ini biasanya diulangi sebanyak dua kali atau sesuai

kebutuhan dan situasi maupun kondisi di dalam pembelajaran.

Pada dasarnya lagu ini terdiri dari urutan nada yang sama

namun terdapat beberapa perbedaan di kalimat melodi A

berakhir di nada 3 (na), kalimat melodi B berakhir di nada 4 (ti).

Terdapat transisi pada nada 1 (da) sebelum kalimat melodi B.

b. Irama

Irama dalam lagu “Tokecang” terdiri dari irama yang sama

yang diulang dua kali, namun terdapat perbedaan pada kalimat

lagu melodi B pada kata cang – a menggunakan harga nada


50

setengah, sedangkan pada kalimat lagu A menggunakan nada

satu ketuk pada suku kata –cang.

Pada matra ke tiga menggunakan kombinasi harga not satu

ketuk dan setengah, sedangkan matra ke lima hanya

menggunakan nada satu ketuk.

Lagu “Tokѐcang” memiliki irama yang cukup sederhana,

penekanan pada bagian ujung kalimat lagu A menuju B saja dan

diakhiri dengan harga not yang konstan, sehingga memberikan

kesan stabil dan memberi tanda akan berahirnya lagu.

c. Makna Teks

“Tokѐcang” di sini diasumsikan kepanjangan dari tokѐ

ngadahar kacang (tokek makan kacang), hal ini tidak lazim

dilakukan oleh tokek yang biasanya memangsa serangga.

Kalimat maling pendil tosblong (mencuri pendil [wadah atau

tempat untuk sayur yang terbuat dari tanah liat] tosblong

[kosong]). Hal ini menggambarkan perilaku buruk sebagian

manusia yang melakukan apa saja untuk mengenyangkan diri

sendiri meskipun dengan cara yang tidak lazim, mencuri dan


51

sebagainya adalah hal yang tidak diperbolehkan dalam agama

maupun hukum.

Selanjutnya kalimat angeun kacang angeun kacang sapariuk

kosong (sayur kacang sayur kacang yang ada di wadah kosong).

Kalimat ini dimaknai bahwa barang atau segala sesuatu yang

didapat dari hasil curian, pada akhirnya tidak akan bermanfaat

dan berfungsi dengan baik; perumpamaan wadah yang bolong

jika diisi dengan sesuatu maka akan percuma dan tidak bersisa.

Hal ini mengingatkan kita untuk tidak menjadi manusia

yang serakah dan menghalalkan segala cara guna mendapatkan

apa yang diinginkan; seperti mencuri adalah tindakan yang

tidak dibenarkan dan hanya akan membawa kemudaratan bagi

si pelakunya.

Dengan begitu kita dapat memaknai “Tokѐcang” bahwa

setiap perilaku dan perbuatan yang kita lakukan harus disertai

dengan kejujuran; begitu pula dengan segala sesuatu yang ingin

kita dapatkan hendaknya diperoleh dengan cara yang baik dan

disertai dengan kerja keras.


52

d. Implementasi dalam Pembelajaran

Dalam pembelajaran, anak-anak duduk dan membentuk

lingkaran, mengestafetkan barang atau makanan dari satu anak

ke anak lain, dengan cara menengadahkan tangan, sehingga

tangan anak yang satu dan yang lain saling bersentuhan,

mengikuti jalannya lagu hingga selesai. Sebagai alternatif lain,

bisa juga anak laki-laki dan perempuan saling berpasangan dan

berhadapan, mengayunkan tangan.

Setelah selesai mempraktikkan gerak dan lagu “Tokecang,”

tim pengajar menjelaskan pengertian dari lirik lagu dan

maknanya. Kemudian setelahnya, memberikan kesempatan

pada anak didik untuk bertanya. Sesuai pengalaman penulis,

anak-anak begitu antusias, terekspresi dengan mengajukan

beberapa pertanyaan. Proses selanjutnya, anak didik diberi

tugas sederhana, seperti menyebutkan nama hewan,

membedakan benda yang dibuat oleh manusia atau ciptaan

Tuhan.
53

Gambar 2. Anak didik yang se dang be rmain “Tokѐ cang” di luar ruangan dibimbing ole h tim
pe ngajar. (Foto/dokume ntasi: Kole ksi pribadi pe nulis, 2019)

Gambar 3. Anak didik yang se dang be rsiap untuk be rmain “Tokѐ cang” di dalam ruangan yang
dibimbing ole h pe ngajar. (Foto/dokume ntasi: Kole ksi pribadi pe nulis, 2019)
54

Permainan ini mengedukasi anak didik agar terbiasa berbagi

apa yang dimilikinya dengan teman, menjauhi sifat kikir. Ini

dapat dilihat dari cara bermain yang mengestafetkan barang

atau makanan. Selain itu, lagu ini pula melatih anak agar

terbiasa berkomunikasi dengan teman-teman, dengan cara

duduk melingkar dan saling berdekatan satu sama lain; saling

berhadapan dan berpegang tangan agar anak bisa menerima

persamaan dan solidaritas. Secara tidak langsung anak juga

dilatih untuk bersosisalisasi.

2. “ORAY-ORAYAN”

Laras: Salѐndro

Embat: Sedeng

0 j2j j 1 j2j j 1 j1j j j k.1 jtj j 1 j2j j 3 j2j j 3 3

O – ray o - ray - an lu - ar lѐ - or ma - pay sa - wah

j0j j 3 j5j j ! j5j j ! j!j j j k.! j!j j ! j5j j 4 j5j j 4 4

En - tong ka sa - wah pa - rѐ - na keur se - deng beu – kah


55

0j j 4 2 j2j j 3 j3j j j j k.4 j3j j 2 j0j j k3j2 j1j j 2 3

Men-ding ka leu - wi - di leu - wi lo-ba nu man - di

j0j j 2 j1j j 1 j1j j 1 j4j j j jk.4 j4j j 4 j4j j 4 j4j j 5 4

Sa ha a- nu man- di a - nu man - di na pan - deu ri

a. Melodi

“Oray-orayan” memiliki melodi yang turun naik secara

signifikan. Sepanjang lagu, tidak terdapat pengulangan kalimat

melodi. Lagu ini memiliki empat kalimat melodi.

Kalimat melodi pertama diawali dengan nada 2 (mi), pada

ketukan kedua, matra pertama, sampai nada 3 (na) pada

ketukan ke empat, matra ke dua. Kalimat melodi dua dimulai

dari nada 3 (na), pada ketukan pertama bagian arsis, matra

ketiga, sampai dengan nada 4 (ti), pada ketukan keempat, matra

keempat. Kalimat tiga dimulai pada nada 4 (ti), pada ketukan

pertama bagian arsis, matra ke lima, sampai nada 3 (na), pada

ketukan keempat, matra ke enam. Kalimat melodi empat


56

dimulai dari nada 2 (mi), pada ketukan pertama bagian arsis,

matra ke tujuh, dan diakhiri dengan nada 4 (ti), pada ketukan

keempat, matra kedelapan. Empat kalimat melodi tersebut

memiliki melodi yang berbeda dengan lirik yang tidak terlalu

panjang, sehingga membentuk kalimat lagu yang sedang.

b. Irama

Lagu ini memiliki nada yang ditekankan dan terkesan

meloncat seperti pada kalimat lagu B. Kata mending, mungkin

dimaksudkan untuk menekankan makna tertentu. Dengan

intonasi yang ditekankan biasanya akan mudah diingat, begitu

pula dengan maknanya. Bagian ini juga menandakan awal

kalimat lagu yang baru. Selanjutnya kalimat lagu B dan D,

memiliki irama yang sama dengan nada yang berbeda. Irama

dalam setiap kalimat lagu naik turun sehingga tekanan berat

dan ringannya cukup signifikan. Hal ini menciptakan suasana

yang naik-turun juga, terkadang barisan anak-anak melambat

dan menjadi aktif kembali pada saat bagian irama yang

ditekankan pula.
57

c. Makna Teks

“Oray-orayan” adalah kata berulang yang memakai akhiran

-an yang artinya meniru atau menyerupai oray (ular). Kalimat

tong ka sawah parѐna keur sedeng beukah (jangan ke sawah padinya

sedang mengembang) dimaknai sebagai pengingat agar

manusia menghargai jerih payah dari hasil yang telah ditanam

dan bersabar untuk menuainya kelak. Lalu kalimat mending ka

leuwi di leuwi loba nu mandi (lebih baik ke sungai, di sungai

banyak yang sedang mandi) memiliki makna selagi sabar

menunggu hasil yang akan dituai kita bisa mandi

(perumpamaan membersihkan diri dan melakukan hal yang

baik). Lagu ini juga mengingatkan kita agar menghindari sifat

dari oray atau ular (meliuk-liuk dan hidup di dua alam) agar

kita lebih konsisten dan teguh pendirian.

Seperti yang kita ketahui, masyarakat Sunda yang tinggal di

pedesaan pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani

yang sehari-harinya berada di sawah atau di ladang. Biasanya

para orang tua membawa anaknya, sehingga pada saat di

ladang atau di sawah, anak-anak dapat berkumpul dengan

temannya dan memainkan permainan ini.


58

d. Implementasi dalam Pembelajaran

Pada permainannya, anak-anak berbaris memanjang ke

belakang; tangannya memegangi bahu atau pinggang temannya

yang ada di muka, lalu mereka melakukan gerakan meliuk-liuk

seperti ular sambil bernyanyi. Anak laki-laki biasanya berada di

barisan depan, sedangkan anak perempuan berada di barisan

belakang. Yang menjadi kepala ular mesti menangkap bagian

ekor ular sehingga memerlukan kecekatan antara anak yang

menjadi bagian kepala dan ekor. Begitu pula yang menjadi

bagian badannya mesti peka dan pandai dalam bekerja sama.

Jika kepala ular meliuk ke kanan, maka bagian badan mesti

mengikuti gerakan ke kanan. Terkadang barisan atau badan

ular terputus, sehingga sering terjadi gelak tawa antara anak-

anak. Apabila badan ular terputus, anak-anak kembali memulai

permainan dari awal.


59

Gambar 4. Anak yang dibimbing be rbaris untuk be rmain “Oray-orayan”. (Foto/dokume ntasi:
Kole ksi pribadi pe nulis, 2019)

Pada tata permainannya, bagian kepala diumpamakan

menggigit atau memegang teman yang menjadi bagian ekor

sehingga kepala dan ekor bertemu dan membentuk lingkaran.

Lingkaran ini diasumsikan sebagai jalinan silaturahmi atau

hubungan sesama manusia yang tidak mudah terputus dan

menggambarkan pola kehidupan manusia yang dinamis.

Bila kita kaji makna dari tata permainan dan liriknya,

nilai yang terkandung di dalamnya adalah nilai tolong

menolong atau gotong royong dalam pola kehidupan


60

masyarakat. Mengajarkan kita sebagai mahluk sosial agar lebih

peka terhadap lingkungan, senantiasa terus melakukan hal baik,

menjaga komunikasi dengan sesama manusia.

“Oray-orayan” memiliki melodi dan irama yang cukup

beragam pada setiap kalimat lagunya. Hal ini menambah kesan

yang khas dibanding dengan kawih kaulinan barudak yang lain.

“Oray-orayan” juga membimbing anak-anak untuk

menumbuhkan rasa solidaritas, kepekaan, kekompakkan,

kebersamaan, mengenal kearifan lokal, kepemimpinan,

mengenal perbedaan ciptaan Tuhan dan buatan manusia

(misalnya seperti digambarkan dalam lirik yang menyebutkan

oray, sawah, parѐ, leuwi, dan lainnya), serta konsep kehidupan

manusia.
61

3. “JALEULEU JA”

Laras: Salѐndro

Embat: Sedeng

0 0 0 j2j j 1 1 jk2jk j3j j j jkg1jk 1 j2j j 1 j2j j 1

Ja - leu - leu ja a tu - lak tu - ja È-

B A

1 j2j j 3 j.j j 1 j2j j 1 1 j2j j 3 j.j j 1 j2j j 1

man gog seu - reuh leu - weung bay jam - bѐ ko-

1 kj2kj j3j j j k 1 j1j j kj1jk 1 j2j j 1 1 1 0 0

lot bug u- cing ka-ting - gang song- song ngѐk

a. Melodi

Lagu ini terdiri dari 5 (lima) kalimat melodi. Kalimat

melodi pertama dimulai dari nada 2 (mi), pada ketukan

keempat, matra pertama, sampai ketukan kedua, matra kedua.

Kalimat melodi dua dimulai dari nada 1 (da), pada ketukan

kedua bagian arsis, matra kedua, hingga nada 3 (na), matra


62

ketiga, pada kata gog. Kalimat melodi tiga dimulai dari nada 1

(da), pada ketukan ketiga bagian arsis, matra ketiga, sampai

nada 3 (na), ketukan kedua bagian arsis, matra keempat, pada

kata bay. Kalimat melodi empat dimulai dari nada 1 (da), pada

ketukan ketiga bagian arsis, matra keempat, hingga nada 3 (na),

pada ketukan kedua, matra ke lima, pada kata bug. Kalimat

melodi kelima dimulai dari nada 1 (da), pada ketukan kedua

bagian arsis, matra kelima, diakhiri dengan nada 1 (da), pada

ketukan kedua, matra keenam, pada kata ngek.

Melodinya cukup sederhana, hanya terdiri dari tiga nada

1 (da), 2 (mi), 3 (na). Kalimat lagu ketiga dan keempat memiliki

melodi yang sama. Terdapat beberapa legato pada tiap ujung

kalimat lagu, kecuali kalimat lagu terakhir untuk menandakan

lagu berakhir.

b. Irama

Irama antar kalimat lagu hampir mirip, namun ada

penekanan nada 1 (da) pada kalimat lagu ke lima (kata ucing).

Pada kalimat lagu kedua menuju tiga terdapat transisi jeda,

begitupun dari tiga ke empat, namun tidak ada jeda antara

kalimat lagu pertama dan kedua, juga kalimat lagu ke empat


63

menuju ke lima. Dengan terdapatnya jeda pada setiap akhir

kalimat lagu dan iramanya sederhana, membuat lagu ini

menjadi mudah diingat.

c. Makna Teks

“Jaleuleu ja” artinya semacam seruan atau panggilan

yang berisi berita (dari suku kata -ja [bѐja]). Biasanya diteriakkan

oleh seorang anak kepada anak-anak lainnya untuk berkumpul.

Tulak tuja Eman gog, tulak adalah alat untuk mengunci pintu

yang terbuat dari kayu yang ditendang (asal dari kata tuja/tujah/

yang berarti ditѐjѐh) oleh Eman yang sedang nagog atau cingogo

(jongkok). Seureuh leuweung bay artinya sirih hutan yang

panjang (dari suku kata –bay kependekan dari ngagebay yang

menunjukkan sesuatu yang panjang menjuntai). Jambe kolot bug

artinya pinang yang sudah tua (dari kata jebug/kolot atau sudah

tua). Ucing katinggang songsong ngѐk, artinya kucing yang

tertimpa songsong (alat untuk meniup udara agar api bisa

menyala pada alat masak tradisional atau hawu). Ngѐk adalah

suara dari kucing yang tertimpa.

Lagu ini menggambarkan seorang anak pemberani yang

berteriak kepada tema-temannya menyampaikan berita,


64

diasumsikan sebagai nasehat bahwa urang Sunda kudu wani jadi

pamingpin (orang Sunda harus berani menjadi seorang

pemimpin). Lagu ini memiliki makna tersirat yang

menggambarkan perlawanan orang Sunda dahulu yang

melawan penjajah di masa penjajahan. Tulak tuja ѐman gog

adalah perumpamaan bahwa penjajah sudah mendobrak atau

menduduki wilayah Sunda, dan mereka berniat mengambil

atau mencuri rempah-rempah atau hasil pertanian (seureuh

leuweung dan jambe). Ucing katinggang songsong ngѐk bermakna

bahwa orang Sunda harus bisa melawan ucing

(menggambarkan penjajah yang memiliki sifat seperti kucing

yang kadang suka mencuri) walaupun hanya dengan

menggunakan bambu sebagai senjata.

Lagu ini mengingatkan kita agar berjuang dan memiliki

sikap patriotisme, mencintai tanah air, dan menghargai jasa

pahlawan yang telah tiada. Mempertahankan keutuhan bangsa

dengan cara menjadi warga negara yang baik. Membina

karakter anak dalam kepemimpinan, mendorong anak agar

berani megutarakan pendapat, dan membangun komunikasi

yang baik antar anak dengan sesama atau berbeda lawan jenis.
65

Memperkenalkan kepada anak dengan berbagai macam benda,

tumbuhan, dan ciptaan Tuhan (dapat kita lihat dari lirik, seureuh

leuweung, jambѐ, ucing, songsong).

Gambar 5. Anak didik yang se dang be rmain “Jale ule u Ja.”


(Foto/dokume ntasi: Kole ksi pribadi pe nulis, 2019).

d. Implementasi dalam Pembelajaran

Pada pembelajarannya, anak-anak dibimbing

membentuk dua kelompok, laki-laki dan perempuan. Mereka

lalu berbaris menyamping dan saling berhadapan satu sama

lain. Hal ini bertujuan agar anak dapat menjalin komunikasi

dengan temannya, menghargai orang yang sedang berbicara,


66

belajar mengenal waktu kapan harus menjawab dan bertanya.

Dengan begitu anak dilatih untuk bersabar menunggu giliran.

Lagu dimulai oleh anak laki-laki dengan kedua tangan

yang didekatkan pada bagian sisi kanan dan kiri bibirnya secara

horizontal dan saling bersahutan dengan anak perempuan,

maupun sebaliknya, anak perempuan yang memulai. Anak laki-

laki berekspresi seolah sedang mencari seseorang dan dengan

lantang berseru “Jaleuleu..!!!” kemudian dijawab oleh anak

perempuan yang berseru “Jaa..!!!”, dan seterusnya sembari

menggerakkan badan dan kaki, mengikuti jalannya lagu hingga

lagu selesai. Hingga pada kata “ngѐk!!!” anak-anak

membungkuk seolah-olah menyerupai kucing yang kesakitan,

dengan muka yang ekspresif.


67

4. “SURSÈR”

Laras: Salѐndro

Embat: Sedeng

j1j j 2 2 j1j j 2 j2j j g2 j1j j 2 j3j j 2 j1j j 2 j2j j G2

Sur sѐr sur sѐr eu - pan u – seup ca - cing ka - lung di-

B A

j1j j 2 j3j j 2 j1j j 2 2 j1j j 2 2 j1j j 2 2

gѐ-gѐl ku lѐ - lѐ bun - tung nyep em nyep em

a. Melodi

“Surser” memiliki tiga kalimat melodi. Kalimat melodi

pertama mulai dengan nada 1 (da), pada ketukan pertama,

matra satu, hingga 2 (mi), pada ketukan keempat, matra ke dua,

pada suku kata –lung. Kalimat melodi kedua dimulai dari nada

2 (mi), pada ketukan keempat bagian arsis, matra kedua, sampai

nada 2 (mi), pada ketukan keempat, matra ketiga, suku kata –

tung. Kalimat melodi ketiga dimulai dari nada 1 (da), pada


68

ketukan pertama, matra keempat, sampai nada 2 (mi), pada

ketukan keempat, matra keempat, pada suku kata –em sebagai

akhir lagu.

Lagu ini terdiri dari tiga nada saja yaitu 1 (da), 2 (mi), 3

(na). Terdapat melodi yang sama yaitu matra pertama dan

keempat. Hanya saja pada matra pertama terdapat transisi pada

suku kata –eu. Dengan begitu melodi dan liriknya mudah

diingat karena dengan lagu ini memiliki pola yang sederhana

dan kalimat lagu yang pendek.

b. Irama

Lagu ini memiliki irama yang sederhana, seperti halnya

dengan melodinya yang juga sederhana. Matra kedua dan

ketiga yang hampir sama, namun bedanya matra kedua

memiliki nada transisi yang menunjukkan kalimat baru. Matra

ketiga diakhiri nada 2 (mi) dengan harga satu ketuk. Matra

terakhir terdiri dari harga nada setengah dan satu ketuk

menandakan akhir lagu. Iramanya tidak terlalu kompleks dan

kesannya ringan, sesuai dengan suasana anak-anak yang

bermain lagu ini dengan kaki yang diselonjorkan dan terkesan

santai.
69

c. Makna Teks

“Sursѐr” ialah kependekan dari susur-sasar yang

maksudnya mencari sesuatu dengan disasar dengan memakai

telapak tangan yang diselusurkan.

Kalimat sursѐr sursѐr eupan useup cacing kalung (sursѐr

sursѐr umpan pancing cacing kalung), dimaknai dengan

mencari sesuatu yang dilakukan melalui kegiatan nguseup

(memancing), biasanya memancing memakan waktu banyak

sehingga membuat lupa waktu. Perilaku demikian terkadang

tidak membuahkan hasil. Seperti tergambar pada kalimat digѐgѐl

ku lѐlѐ buntung (digigit oleh lele buntung), sesuatu yang

dilakukan secara berlebihan hasilnya tidak akan baik pula. Hal

ini mengingatkan kita untuk bijaksana dalam memprioritaskan

suatu hal, pandai memilih dan memilah keperluan mana yang

terlebih dahulu harus diselesaikan.

Jika melihat makna kawih ini dari tata permainan

maupun liriknya, secara tidak langsung anak-anak dibimbing

untuk berkomunikasi lebih dekat dengan temannya, menerima

perbedaan, dan bersolidaritas. Selain itu kawih ini mengenalkan

anak-anak pada jenis hewan sebagai makhluk ciptaan Tuhan,


70

melatih motorik anak saat anak menggerakkan tangan, dan

mengenal warna. Berdasarkan pengalaman empiris penulis,

anak-anak mengenakan kaus kaki dengan warna yang beragam.

Gambar 6. Anak didik yang se dang be rmain “Surs ѐ r” dibimbing ole h pe ngajar.
(Foto/dokume ntasi: Kole ksi pribadi pe nulis, 2019).

d. Implementasi dalam Pembelajaran

Biasanya anak-anak memainkan permainan ini sukuna

disanghunjarkeun (kaki yang diselonjorkan) dengan membentuk

lingkaran dan saling berdekatan sehingga ujung jari anak-anak

saling bertemu satu sama lain. Anak laki-laki dan perempuan

dapat secara terpisah atau bisa juga disatukan dalam lingkaran

yang sama. Hal ini bertujuan untuk mengenal diri sendiri dan

orang lain (jenis kelamin), menerima perbedaan dari segi fisik,


71

dan menumbuhkan jiwa solidaritas. Sembari bernyanyi, tangan

anak-anak menyelusuri atau seolah mengusap-usap punggung

kaki, lutut, sampai jari-jari kaki hingga berulang-ulang.

Selain diimplementasikan dalam pembelajaran moral,

sursѐr juga kadang digunakan oleh tim pengajar sebagai media

guna pemulihan energi anak setelah melakukan aktivitas

motorik kasar sekaligus mengembalikan mood anak dan tidak

melepas daripada fungsi pembelajaran moral itu sendiri.

Dari pemaparan di atas, jika kita lihat dari analisis musik

pada beberapa kawih kaulinan barudak, melodi dan iramanya

sederhana sehingga mudah diajarkan dan dipahami oleh anak.

Selanjutnya lirik lagunya pun sarat dengan pesan moral. Kawih

kaulinan barudak dapat membangun pembelajaran moral melalui

suasana bermain dan terkesan tidak dipaksakan, sehingga

dengan suasana hati anak yang tenang dan tidak terpaksa,

stimulus dapat dilakukan dan diterima dengan baik.

Pembelajaran moral melalui kawih kaulinan barudak, tetap

diusahkan pada lingkup kompetensi dasar pembelajaran moral

daripada pendidikan anak usia pra-sekolah itu sendiri, seperti:

(1) mempercayai adanya Tuhan melalui ciptaan-Nya;


72

(2) berperilaku baik yang bersumber dari nilai agama dan

moral;

(3) pembiasaan melalui kegiatan yang melibatkan

kekompakkan, kebersamaan, kepemimpinan,

toleransi, dan solidaritas;

(4) mewujudkan suasana untuk berkembangnya

eksplorasi, ekspresi, dan apresiasi seni, melalui

pembelajaran yang dibangun dalam suasana dan

konteks bermain;

(5) mewujudkan suasana pembelajaran yang

menyenangkan dan nyaman untuk tujuan

pembelajaran.

Selanjutnya, Zaini Alif dalam Webinar Nasional

“Permainan Tradisional di dalam Rumah sebagai Media dalam

Membangun Kegembiraan Anak di Masa Adaptasi New

Normal di Keluarga”20 menyampaikan bahwa kawih kaulinan

barudak (permainan tradisional) mencakup konsep nilai untuk:

(1) mewujudkan masa yang akan datang;

(2) melatih anak belajar melakukan aktivitas yang

20Seminar online yang diselenggarakan oleh KEMEN PPPA (Kementerian Pemberdayaan


Perempuan dan Perlindungan Anak). Sabtu, 27 Juni 2020, 09.00-12.00 WIB.
73

memerlukan keseimbangan antara tubuh dan

jiwanya;

(3) mendorong anak untuk bersosialisasi dan

membangun konektivitas;

(4) melatih anak dalam pembinaan karakter seperti

berbagi peran dan kepemimpinan; dan

(5) melatih anak untuk problem solving secara tidak egois.

Pendapat lain juga diutarakan oleh Azzahro (2018: 33), bahwa

“permainan tradisional (dalam hal ini kawih kaulinan barudak)

menuntut partisipannya untuk turut aktif berpartisipasi,

bergerak, bernyanyi, dan berpikir.”

Dari pemaparan di atas, dapat kita lihat bahwa kawih

kaulinan barudak cukup menunjang aspek-aspek yang mendasar

dalam pembelajaran moral anak usia pra-sekolah. Kawih

kaulinan barudak juga dapat menciptakan suasana belajar yang

santai, melalui permainan yang disertai dengan nyanyian dan

gerakan yang sederhana. Kawih kaulinan barudak dapat menjadi

media yang baik dalam memberikan stimulus pada anak

sebagai media dalam pembelajaran yang melibatkan saling

terhubungnya jiwa, tubuh (fisik), dan pikiran seorang anak.


74

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis musik dan observasi di Yayasan Pendidikan

Permata Hati Bunda, di Kabupaten Sumedang, dapat diketahui bahwa

pembelajaran moral melalui kawih kaulinan barudak sebagai medianya,

menitikberatkan pada pembiasaan, pelatihan bermain dan bernyanyi

kawih kaulinan barudak. Pembelajaran tersebut melibatkan beberapa aspek

yang dapat menunjang dari pembelajaran moral itu sendiri, seperti

kesolidaritasan, kekompakkan, kepemimpinan, pembiasaan berlaku taat,

tertib, dan disiplin, pembiasaan menerima perbedaan, belajar menghargai

orang lain, peka terhadap lingkungan, dan mengenal budaya.

Tim pengajar mengaplikasikan kawih kaulinan barudak pada saat awal

pembelajaran sebagai kegiatan motorik pembuka, kegiatan inti, atau

penutup. Melalui kegiatan tersebut, anak dibimbing untuk

mengaplikasikannya secara konsisten. Tim pengajar melakukan

pembelajaran secara berulang dalam setiap minggunya. Pembiasaan

tersebut diusahakan dalam suasana belajar yang nyaman dan penuh kasih

sayang sehingga sedikit demi


76

sedikit terbentuklah kebiasaan dan perilaku anak yang mengarah pada

indikator pencapaian perkembangan anak dengan hasil yang cukup baik.

4.2. SARAN

Saran yang diberikan ialah sebagai berikut:

1) Penelitian selanjutnya sebaiknya lebih mengeksplorasi peran

kawih kaulinan barudak dalam aspek pembelajaran yang lebih

luas di lingkungan pendidikan formal/non-formal agar

mengetahui lebih dalam lagi peran dari kawih kaulinan

barudak sebagai budaya dan kearifan lokal masyarakat

Indonesia.

2) Penelitian selanjutnya hendaknya mengangkat hasil budaya

daerah khususnya kawih kaulinan barudak yang mempunyai

kedudukan dan sama penting dengan mata pelajaran lain

yang ada di lingkungan pendidikan formal.

3) Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan periode

waktu yang lebih panjang, dengan periode waktu yang lebih

panjang diharapkan dapat memungkinkan hasil yang

diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Alvin, Rinaldy. 2015. Teori Dasar Karawitan Sunda. Diunduh di


http://rinaldyalvin92.blogspot.com/2015/04/teori-dasar-
karawitan-sunda.html?m=1 (diakses pada Juni 2020).

Azzahro, Nursyifa. 2018. Kajian Etnografi Komunikasi terhadap Permainan


Oray-Orayan sebagi Kaulinan Barudak jeung Kawih. Tesis.
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang.

Gloriani, Yusida. 2013. Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya pada


Kakawihan Kaulinan Barudak Lembur serta Implementasi
dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis
Multikultural. Jurnal LOKABASA-online. Volume 4 Nomor 2
(195-208).

Gunadi, R. Andi Ahmad. 2013. Membentuk Karakter melalui


Pendidikan Moral pada Anak Usia Dini di Sekolah
Raudhatul Athfal (R.A) Habibillah. Jurnal Ilmiah WIDYA-
online. Volume 1 Nomor 2 (85-91).

Irawan, Endah. 2014. Lagu Gede dalam Karawitan Sunda Sebuah Kajian
Karawitanologi. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Koswara, Kos. 1987. Kajian Kakawihan Barudak Sunda. Skripsi.


Universitas Padjajaran. Bandung.

Maryam, Gina. 2014. Penanaman Nilai-Nilai Patriotisme dan Kebangsaan


melalui Pembelajaran Lagu Wajib di Sekolah Dasar Negeri
Cihaurkuning 4 Kecamatan Malangbong. Skripsi. Universitas
Pasundan, Bandung.

Mayakania, Nia Dewi. 1984. Sebuah Studi Tentang Kegunaan Kawih


kaulinan barudak di Tatar Sunda dalam Pembinaan dan
Pembentukan Karakter. Skripsi. STSI Bandung, Bandung.

-----------------------------. 2016. Penerapan Ajѐn Atikan Untuk Anak-Anak

78
79

Koumunitas Hong Melalui Seni Kakawihan Kaulinan Barudak


Buhun dalam Upaya Membina Kesalehan Budaya. Jurnal
Sosioreligi-online. Volume 14 Nomor 1 (46-60).

Mudjilah, Hanna Sri. 2010. “Diktat Teori Musik 1.” Universitas


Negeri Yogyakarta.

Nurmalitasari, Femmi. 2015. “Perkembangan Sosial Emosi pada Anak


Usia Prasekolah.” Buletin Psikologi-online. Volume 23 (2): 103-
111.

Priatna, Dedy. Teori Dasar Karawitan. Diunduh di


https://www.academia.edu/35948325/BAB_I_TEORI_DASAR
_KARAWITAN (diakses pada Kamis 09 April 2020, 07.41
WIB).

Rasyid, Fathur. 2010. Cerdaskan Anakmu dengan Musik! Yogyakarta:


Penerbit DIVA Press.

Ridwan, Indra. 2010. Kakawihan Barudak Sunda: Sundanese Children’s


Songs of West Java. Tesis. University of Pittsburgh.

Salim, Ely Kusumawaty. 1998. Tinjauan Kreativitas Doel Sumbang dalam


Lagu-Lagu Pop Sunda. Skripsi. Sekolah Tinggi Seni Indonesia
Bandung.

Sarmadi, L.G. 2009. Kajian Strukturalisme dan Nilai Edukatif dalam


Cerita Rakyat kabupaten Klaten. Tesis. Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.

Setiawan, Erie. 2007. Filosofi Pendidikan Musik. Yogyakarta: Penerbit Art


Music Today.

Setiawati, Farida Agus. 2006. Pendidikan Moral dan Nilai-Nilai Agama


pada Anak Usia Dini: Bukan Sekedar Rutinitas. Paradigma-
online. No. 02 Th. I, Juli (41-48).

Soepandi, Atik dan Oyon Sofyan Umsari. 1985. Kakawihan Barudak


(Nyanyian Anak-Anak Sunda). Jawa Barat: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
Nusantara.
80

Syafei, Epe. 1984. Sastra Lagu Sunda. Jawa Barat: Proyek Pengembangan
Institut Kesenian Indonesia Sub Proyek Akademi Seni Tari
Indonesia Bandung.

Tyasrinestu, Fortunata. 2014. Lirik Musikal pada Lagu Anak


Berbahasa Indonesia. Resital-online. Vol. 15 No. 2: (163-168).

Wahid, Amirul Nur & Kundharu Saddhono. 2017. Ajaran Moral dalam
Lirik Lagu Dolanan Anak. MUDRA Jurnal Seni Budaya-
online. Edisi Mei Volume 32, Nomor 2 (172-177).

Wahyu, Bambang Moh. et all. 1994. Permainan Tradisional Anak-Anak


Jawa Barat. Jawa Barat: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional.

Yuliana, Lia. 2013. Penanaman Nilai-Nilai Moral Pada Anak Usia Dini.
Jurnal Ilmiah WUNY. 15 (1-10). Diunduh di
https://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:ZiXe
HxYdtOsJ:scholar.google.com/+pembelajaran+moral+anak+us
ia+dini&hl=id&as_sdt+0,5 (Diakses pada Juni 2020).

Yunus, H. Ahmad et all. 1993. Pengukuhan Nilai-Nilai Budaya Melalui


Lagu-Lagu Permainan Rakyat (Pada Masyarakat Sunda). Jawa
Barat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional Proyek Penelitian dan Pembinaan Nilai-Nilai
Budaya.
DAFTAR NARASUMBER

Nama : Dede Dedah


Umur : 50 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tim Pengajar Yayasan Permata Hati Bunda
Kab. Sumedang

Nama : Imas Aminah


Umur : 50 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Kepala Sekolah Yayasan Permata Hati Bunda
Kab. Sumedang

81
GLOSARIUM

American Academy
of Pediatrics : Asosiasi profesional pediatrik Amerika.
Sebuah asosiasi yang berdedikasi untuk
kesehatan anak-anak.
Atikan : Pendidikan atau sesuatu yang bersifat
mendidik.
Balarѐa : Komunal (milik rakyat/umum).
Buhun : Menandakan waktu yang artinya sudah lama
atau zaman dahulu.
Embat/laya : Tempo atau ukuran waktu yang
menunjukkan cepat lambatnya perjalanan
musikal atau jalannya sebuah lagu.
Embat lambat : Tempo yang berjalan lambat.
Embat sedeng : Tempo yang berjalan sedang
Embat gancang : Tempo yang berjalan cepat.
FLS2N : Festival Lomba Seni Siswa Nasional.
Folklore : Cerita rakyat.
Folksong : Nyanyian rakyat.
Gembyang : Oktaf (dalam Karawitan Sunda terdapat lima
nada dalam satu gembyang yaitu 1 [da], 2 [mi],
3 [na], 4 [ti], dan 5 [la]).
Gong : Alat musik tradisional. Menandakan akhir
dari sebuah garapan melodi dalam lagu.
Guguritan : Karya sastra yang diikat oleh aturan seperti
puisi.
Kakawihan : Nyanyi-nyanyian.
Kenong : Alat musik tradisional dalam gamelan yang
berfungsi penentu batas dan menegaskan
irama.
Mood : Suasana hati.
Pancer : Nada yang menandai aksentuasi melodi pada
bagian garapan melodi sebuah lagu.
Pѐpѐling : Sesuatu yang mengingatkan.
PERMENDIKBUD : Peraturan Menteri Pendidikan dan

82
83

Kebudayaan.
Pѐrѐpѐt jѐngkol : Salah satu judul lagu permainan anak-anak
Sunda.
Problem solving : Pemecahan masalah.
RPPH : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian.
Road show : Pertunjukan keliling.
Rumpaka : Lirik lagu.
Salѐndro : Salah satu skala dalam karawitan Sunda.
Salѐndro bѐdantara : Laras salendro yang interval atau jarak
nadanya berbeda.
Salѐndro padantara : Laras salendro yang interval atau jarak
nadanya sama yaitu 240 cent.
Socialization function : Fungsi sosial.
Wirahma : Irama yang menandakan tekanan berat dan
ringan sebuah nada dalam suatu lagu.
CURRICULUM VITAE

Nama : Erlyna Nada Pratiwi


Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 06 Oktober 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Raya Rancaekek KM 26 Pangsor RT 01 RW
04. Desa Nanjung Mekar, Kec. Rancaekek
Kab. Bandung, Jawa Barat.
No. Tlp/Hp : 089656195422
Email : erlynanada@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL
Tahun 2010 : Lulus dari SD Negeri Pangsor Kab. Sumedang
Tahun 2013 : Lulus dari SMP Negeri 1 Cimanggung Kab.
Sumedang
Tahun 2016 : Lulus dari SMA Bina Muda Cicalengka Kab.
Bandung
Tahun 2016 : Tercatat sebagai mahasiswa ISBI Bandung.

84
85

Gambar 7. Profil Yayasan Pe rmata Hati Bunda. (Foto/dokume ntasi: Kole ksi pribadi pe nulis, 2019).

Gambar 8. Struktur Organisasi Yayasan Pe rmata Hati Bunda. (Foto/dokume ntasi: Kole ksi pribadi
pe nulis, 2019).
86

Gambar 9. Visi Misi dan Tujuan Yayasan Pe rmata Hati Bunda. (Foto/dokume ntasi: Kole ksi pribadi
Pe nulis, 2019).

Gambar 10. Anak didik yang dipe rke nalkan de ngan alat musik tradisional. (Foto/dokume ntasi:
Kole ksi pribadi pe nulis, 2019).
87

Gambar 11. Anak didik yang se dang makan bersama di luar ruangan. (Foto/dokume ntasi: Kole ksi
pribadi pe nulis, 2019).

Gambar 12. Anak didik yang se dang me ngantre untuk cuci tangan se be lum me mulai ke giatan.
(Foto/dokume ntasi: Kole ksi pribadi pe nulis,2019).
88

LEMBAR BIMBINGAN TUGAS AKHIR

Nama : Erlyna Nada Pratiwi

NIM : 16123088

Minat Utama : Pengkajian Seni

Pembimbing I : Indra Ridwan., S.Sos., M.Sn., M.A., Ph.D.

No. Tanggal Pokok Bahasan

1. 27 Maret 2020 Mengirimkan draft skripsi BAB I-II.


2. 28 Maret 2020 Bimbingan mengenai fokus bahasan dan
outline draft skripsi.
3. 30 Maret 2020 Bimbingan mengenai outline dan
pengembangan bahasan pada pada BAB
II.
4. 01 April 2020 Bimbingan mengenai cara
menginterpretasi dan mendeskripsikan.
5. 16 April 2020 Bimbingan mengenai pengutipan dan
pemilihan literatur.
6. 09 Juni 2020 Mengirimkan draft skripsi.
7. 18 Juni 2020 Bimbingan mengenai referensi dan
pembahasan konten.
8. 20 Juni 2020 Mengirimkan BAB I dan BAB II.
9. 23 Juni 2020 Bimbingan mengenai pembahasan
konten pada BAB II beserta penulisan
dan tekniknya.
10. 24 Juni 2020 Bimbingan mengenai revisi pada bagian
BAB II.
11. 26 Juni 2020 Mengirimkan draft skripsi BAB I-III.
12. 03 Juli 2020 Bimbingan mengenai penulisan BAB IV.
13. 06 Juli 2020 Mengirimkan draft skripsi dan
89

bimbingan mengenai pembahsan


konten.
14. 09 Juli 2020 Bimbingan mengenai teknik penulisan
notasi.
15. 10 Juli 2020 Mengirimkan draft skripsi lengkap.

16. 13 Juli 2020 Penandatanganan lembar persetujuan.


90

LEMBAR BIMBINGAN TUGAS AKHIR

Nama : Erlyna Nada Pratiwi

NIM : 16123088

Minat Utama : Pengkajian Seni

Pembimbing II : Dra. Yupi Sundari M.Si.

No. Tanggal Pokok Bahasan

1. 17 Maret 2020 Cek proposal yang sudah diujikan pada


kolokium dan pengarahan pembuatan
outline untuk skripsi.
2. 23 Maret 2020 Bimbingan mengenai pengutipan.
3. 27 Maret 2020 Mengirimkan draft skripsi BAB I-II.
4. 09 April 2020 Bimbingan mengenai pengutipan yang
bersumber dari literature berbahasa
Inggris.
5. 09 Juni 2020 Mengirimkan draft skripsi.
6. 15 Juni 2020 Bimbingan mengenai progres penulisan
draft skripsi dan kendala dalam mencari
data di tengah pandemi.
7. 17 Juni 2020 Bimbingan mengenai BAB I dan BAB II
yang sudah direvisi dari Pembimbing 1.
8. 20 Juni 2020 Mengirimkan BAB I dan BAB II yang
sudah di revisi Pembimbing I.
9. 26 Juni 2020 Mengirimkan BAB I-III.
10. 30 Juni 2020 Bimbingan mengenai teknik penulisan.
11. 05 Juli 2020 Koreksi BAB I-II dan bimbingan
mengenai penulisan abstrak.
12. 07 Juli 2020 Bimbingan mengenai keseluruhan bab
91

skripsi.
13. 14 Juli 2020 Bimbingan mengenai revisi yang belum
dikoreksi dan bagian yang masih kurang
dalam skripsi dan penandatanganan
lembar persetujuan.

Anda mungkin juga menyukai