DI KUTAI KARTANEGARA
DALAM FILM “ERAU KOTA RAJA”
(ANALISIS FILM DENGAN METODE ANALISIS SEMIOTIKA
JOHN FISKE)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya
"Almamater Wartawan Surabaya" Untuk memenuhi Salah Satu
Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi
Oleh :
KEKHUSUSAN : BROADCASTING
SKRIPSI
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya
"Almamater Wartawan Surabaya" Untuk memenuhi Salah Satu
Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi
Oleh :
KEKHUSUSAN : BROADCASTING
Film “Erau Kota Raja” merupakan film produksi East Cinema Picture yang
disutradarai oleh Bambang Drias. Sebuah film yang mengangkat sebuah
kebudayaan di Kutai Kartanegara. Melalui perjalanan seorang jurnalis dari Ibu
Kota Jakarta bernama Kirana yang di perankan oleh Nadine Chandrawinata.
Tokoh Kirana ditugaskan meliput secara langsung festival Erau di kota
Tenggarong Kutai Kartanegara, Kaltim.
Penelitian ini menginterpretasikan film “Erau Kota Raja” dari sudut
pandang akulturasi budaya sesuai dengan fokus judul yang dianalisis.
Metodologi penelitian yang digunakan dengan pendekatan kualitatif
supaya dapat menentukan, memahami, menjabarkan dan mendapatkan
gambaran secara mendalam mengenai "teks" atau tanda yang berupa gambar,
musik, adegan serta dialog pada tokoh yang dibangun untuk merepresentasikan
nilai-nilai budaya dalam film “Erau Kota Raja”.
Untuk keperluan analisis guna memperoleh jawaban bagaimana akulturasi
budaya di representasikan dalam film “Erau Kota Raja” maka dirasa tepat
menggunakan analisis semiotika dari John Fiske. Dengan menggunakan
analisis kualitatif berdasarkan model semiotika John Fikse yang terdiri atas tiga
tahapan analisis yaitu, pertama analisis pada level realitas, kedua analisis pada
level representasi, ketiga analisis pada level ideologi.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dengan analisis model semiotika
john Fikse. Melalui tiga level metode analisis tersebut dapat diketahui dalam
film “Erau Kota Raja” terdapat unsur-unsur kebudayaan sebagai hasil dari
proses akulturasi budaya Jawa, Cina, Melayu dan Islam, serta budaya-budaya
mancanegara seperti India, Tionghoa dan lain-lain yang tergambar secara
tersirat. Sebagai wujud dari keragaman budaya di Kutai Kartanegara.
MOTTO : .......................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR....................................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................................ vi
BAB 1 ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.4.2. Film.......................................................................................................................... 9
BAB 2 ............................................................................................................................... 50
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................................222
4.1. Kesimpulan................................................................................................................231
4.1. Saran........................................................................................................................225
LAMPIRAN.....................................................................................................................231
DAFTAR TABEL
Halaman
Gambar 1.2 Kerangka pemikiran menggunakan teori Semiotika John Fiske ........38
Gambar 3.31 Tokoh Kirana dan para pemuda kota Tenggarong .........................180
Gambar 3.53 Tokoh Reza, pak Camat, ibu Reza dan Rido .................................278
SKRIPSI
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya
"Almamater Wartawan Surabaya" Untuk memenuhi Salah Satu
Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi
Oleh :
KEKHUSUSAN : BROADCASTING
SKRIPSI
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya
"Almamater Wartawan Surabaya" Untuk memenuhi Salah Satu
Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi
Oleh :
KEKHUSUSAN : BROADCASTING
Surabaya, …………………………….
Mengesahkan,
Ketua,
Penguji I,
Penguji II,
Penguji III,
ii
iii
MOTTO :
KESEMPURNAAN TOTAL"
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Segenap puji syukur peneliti sampaikan kepada Allah SWT karena atas
Raja” (Analisis Film Dengan Metode Analisis Semiotika John Fiske). Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana komunikasi
Broadcasting.
v
5. Ratna Puspita Sari, M.Med.Kom Selaku dosen pembimbing skripsi yang
dapat terselesaikan.
9. Orang tua dan Saudara yang selalu memberikan dukungan dan do’a
kepada peneliti.
Semoga Allah SWT membalas segala amal baik semua pihak yang telah
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca saya harapkan demi
kesempurnaan terciptanya skripsi ini. Akhir kata seiring do’a semoga dapat
Peneliti
vi
vii
ABSTRAK
Film “Erau Kota Raja” merupakan film produksi East Cinema Picture
yang disutradarai oleh Bambang Drias. Sebuah film yang mengangkat sebuah
kebudayaan di Kutai Kartanegara. Melalui perjalanan seorang jurnalis dari
Ibu Kota Jakarta bernama Kirana yang di perankan oleh Nadine
Chandrawinata. Tokoh Kirana ditugaskan meliput secara langsung festival
Erau di kota Tenggarong Kutai Kartanegara, Kaltim.
Penelitian ini menginterpretasikan film “Erau Kota Raja” dari sudut
pandang akulturasi budaya sesuai dengan fokus judul yang dianalisis.
Metodologi penelitian yang digunakan dengan pendekatan kualitatif
supaya dapat menentukan, memahami, menjabarkan dan mendapatkan
gambaran secara mendalam mengenai "teks" atau tanda yang berupa gambar,
musik, adegan serta dialog pada tokoh yang dibangun untuk
merepresentasikan nilai-nilai budaya dalam film “Erau Kota Raja”.
Untuk keperluan analisis guna memperoleh jawaban bagaimana
akulturasi budaya di representasikan dalam film “Erau Kota Raja” maka
dirasa tepat menggunakan analisis semiotika dari John Fiske. Dengan
menggunakan analisis kualitatif berdasarkan model semiotika John Fikse
yang terdiri atas tiga tahapan analisis yaitu, pertama analisis pada level
realitas, kedua analisis pada level representasi, ketiga analisis pada level
ideologi.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dengan analisis model semiotika
john Fikse. Melalui tiga level metode analisis tersebut dapat diketahui dalam
film “Erau Kota Raja” terdapat unsur-unsur kebudayaan sebagai hasil dari
proses akulturasi budaya Jawa, Cina, Melayu dan Islam, serta budaya-budaya
mancanegara seperti India, Tionghoa dan lain-lain yang tergambar secara
tersirat. Sebagai wujud dari keragaman budaya di Kutai Kartanegara.
viii
DAFTAR ISI
MOTTO : .......................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR....................................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................................ vi
BAB 1 ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.4.2. Film.......................................................................................................................... 9
ix
1.4.8. Semiotika John Fiske ............................................................................................. 29
BAB 2 ............................................................................................................................... 50
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................................222
4.1. Kesimpulan..............................................................................................................222
4.1. Saran........................................................................................................................225
LAMPIRAN.....................................................................................................................231
x
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Kerangka pemikiran menggunakan teori Semiotika John Fiske ........38
xii
SCREEN SHOOT
xiii
Gambar 3.18 Tokoh Reza ....................................................................................120
Gambar 3.31 Tokoh Kirana dan para pemuda kota Tenggarong .........................180
xiv
Kode speech (Pembicaraan) Gambar 3.32 ...........................................................183
Gambar 3.53 Tokoh Reza, pak Camat, ibu Reza dan Rido .................................278
xv
Kode speech (Pembicaraan) Gambar 3.55 ...........................................................227
xvi
FORM ACC REVISI SIDANG SKRIPSI
xvii
3. Penguji II 1. Cover 1. Perbaikan pada
Ratna Puspita Sari, M.Med.Kom. 2. Analisa data cover
yang dikaitkan 2. Perbaikan pada
dengan teori latar belakang
3. Film bioskop 3. Perbaikan pada
bukan/tidak bisa latar belakang
digunakan 4. Hal 234
sebagai alasan
dalam penelitian
teks
4. Kesimpulan
terlalu luas
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
sebagai contoh dalam penelitian ini membuat Film dengan judul "Erau Kota
luas.
Kutai Kartanegara tercermin dari kebudayaan asli daerah yaitu suku Dayak
dan Melayu. Dalam hal ini pemerintah kabupaten dan kota bekerja sama
1
2
Selain itu, unsur-unsur percintaan sebagai daya tarik tersendiri bagi film
Dalam era modernisasi pada saat ini, nilai-nilai budaya tradisi tersebut dapat
dijadikan sebuah tontonan yang segar. Melalui karya dengan latar belakang
Film “Erau Kota Raja” merupakan sebuah film drama romance remaja
sebagai hasil dari proses akulturasi budaya Jawa, Cina, Melayu dan Islam,
budaya tradisi pada masyarakat Kutai Kartanegara. Selain itu, tarian topeng
Kemindu dan busana dengan motif batik yang dikenakan oleh para aktor
dalam film juga merupakan salah satu bentuk dari akulturasi budaya.
budaya yang dimuat atau direpresentasikan dalam film “Erau Kota Raja”
Kartanegara dapat terlihat dalam berbagai gambar dan dialog dalam film
3
akulturasi budaya jawa di representasikan dalam film “Erau Kota Raja” maka
Proses terjadinya akulturasi atau culture contact dalam film ini dapat
seni budaya tradisi dalam festival Erau, dan pengaruh budaya modern yang
terjadi terhadap realitas kehidupan para tokoh dalam film. Hal tersebut
belajar terhadap budaya asing yang diperankan oleh para aktor dalam film.
Dengan tujuan untuk mencapai tataran serta tuntutan yang lebih baik.
Kalimantan timur. Erau berasal dari bahasa kutai, eroh yang artinya ramai,
riuh, ribut, suasana yang penuh suka cita. Suasana yang ramai, riuh rendah
mempunyai hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual maupun
hiburan.
Di dalam film “Erau Kota Raja”, Erau tidak lagi dikaitkan dengan seni
berbagai produk seni dan budaya yang hidup dan berkembang di seluruh
serta Mancanegara, begitu juga Seni Musik, Seni Rupa, dll. Diadakannya
secara rutin pesta kebudayaan Erau pada tiap tahunnya, banyak sekali turis
4
masuk banyak digambarkan melalui adegan dalam film “Erau Kota Raja”.
Secara tidak langsung pertukaran budaya telah terjadi pada masyarakat kota
Kota Raja”. Peristiwa kebudayaan yang ditampilkan dalam film “Erau Kota
ini peneliti merasa tepat jika menggunakan teori semiotika John fiske untuk
1.4.1. Representasi
Isi media bukan hanya pemberiataan tetapi juga iklan dan hal-
hal yang lain di luar pemberitaan. Intinya bahwa sama dengan berita,
PERTAMA REALITAS
(Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara
transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti
perilaku, make up, pakaian, ucapan, gerak-gerik dan
sebagainya.
KEDUA REPRESENTASI
Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa
tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption,
grafik, dan sebagainya. Dalam TV seperti kamera,
musik, tata cahaya, dan lain-lain.) Elemen-elemen
tersebut di transmisikan ke dalam kode representasional
yang memasukkan di antaranya bagaimana objek
digambarkan. (karakter, narasi setting, dialog, dan lain-
lain).
KETIGA IDEOLOGI
Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan
kode-kode ideologi seperti individualisme, liberalisme,
sosialisme, patriarki, ras, kelas, materialisme, dan
sebagainya.
masyarakat.
1.4.2. Film
pertama film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan
besar, yaitu kategori film cerita (fiksi) dan non fiksi (dokumenter).
ciri, gaya, dan corak masing-masing. Selain itu, juga dikenal dengan
11
animasi.
ialah:
1. Film dokumenter
presentasi.
5. Iklan televisi
Area (PSA).
13
6. Program Televisi
fiksi.
7. Video Clip
modern ini. Selain itu, melalui film ini masyarakat akan secara
film tersebut.
1.4.4. Kebudayaan
Kata asing Culture yang berasal dari kata Latin Colere (yaitu
alam".
15
Orang Kutai, atau disebut juga Suku Kutai, atau suku Dayak
Kutai, saat ini tinggal di Kabupaten Kutai Timur, Kutai Barat, dan
dan kelahiran.
masyarakat.
yakni:
1. Bahasa
bahasa tulisan.
hidupnya.
6. Religi
7. Kesenian
1.4.5. Akulturasi
(Koentjaranigrat, 2005).
berkomunikasi.
berikut:
Gambar 1.1
Budaya A Budaya B
&
Pertemuan Budaya A & Budaya B
persegi enam.
budaya transmigran.
berbeda budaya.
22
diterima.
akulturasi tersebut.
diterima adalah:
23
lain-lain.
kebudayaan sendiri.
26
1.4.6. Semiotika
manusia, baik bahasa verbal dan non verbal. Sebagai bentuk pesan
1993:2).
tersebut.
berasal dari kata seemion, istilah yunani, yang berarti "teori tanda".
Menurut Paul Colbey, kata dasar semiotika diambil dari kata dasar
dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana
berikut.
Semiotika Deskriptif
tradisi ini karena setiap orang berhak memaknai teks dengan cara
berikut.
(Fiske, 2007:60).
makna.
(Fiske, 2007:60).
bahwa tiga unsur utama yang harus ada dalam setiap studi
2014).
metode penelitian.
animasi yang syarat akan makna. Dalam film ini juga terdapat
(petanda).
Kesetiakawanan Sosial.
ini yang dibahas ialah sejauh mana proses akulturasi budaya Jawa
Kutai Kartanegara yang terdapat pada film “Erau Kota Raja”. Maka untuk
John Fiske sebagai landasan teori untuk menganalisis nilai-nilai budaya Kutai
dikaji oleh John Fiske terdapat satu teori untuk menganalisis tentan film yaitu
kode-kode televisi.
38
Gambar 1.2 Kerangka pemikiran dengan menggunakan teori Semiotika John Fiske
ada dalam suatu teks sebagai sebuah proses dalam satu kesatuan.
39
tempat teks itu hidup yang tidak berdasar pada kisi-kisi lazim
8. Kalau boleh disebut variabel, maka isi pesan atau makna dari tanda
mencari penjelasan detil tentang fenomena sistem tanda yang ada dalam film
tanda-tanda yang ada dalam sebuah teks. Penelitian ini bertujuan untuk
Model semiotika John Fiske terdiri atas tiga tahapan analisis, yaitu analisis
memahami pemikiran dari subjek yang hendak diteliti (Kriyantono, 2008, hal.
Akulturasi dan kebudayaan serta konteks budaya Kutai Kartanegara yang ada
diartikan secara luas, bukan hanya teks tertulis saja. Segala sesuatu
John Fiske, semiotika adalah studi tentang pertanda dan makna dari
sebagainya.
musik, suara. Dalam bahasa tulis ada kata, kalimat, proposisi, foto,
pemilihan dan hanya satu unit dari kumpulan yang dipilih itu.
(Fiske, 2004)
paradigma adalah sebuah kosa kata dalam sebuah tata bahasa, maka
adalah seluruh visual dan suara di film Erau Kora Raja yang
kode sosial dalam fim “Erau Kota Raja”. Kode-kode sosial tersebut
sesuai dengan teri semiotika televisi John Fiske dimana kode kode
sosial tersebut dibagi kedalam tiga level yaitu level realita, level
adalah:
visual.
46
2014).
1. Dokumentasi
2. Observasi
pengamatan.
satu atau lebih teori, yaitu dengan cara penjelasan banding (rival
didapat dari berbagai macam data dengan teori yang sudah ada.
Pendekatan ini lebih menekankan pada logika dan tanda yang ada
budaya yang ada, sehingga menjadi satu kesatuan proses yang tidak
dapat dipisahkan.
Model analisis ini terdiri atas tiga level tahapan analisis yaitu,
expression (ekspresi).
Kota Raja”.
50
BAB 2
Sumber : http://uniqpost.com/wp-content/uploads/2014/08/erau-kota-raja-poster.jpg
51
inilah yang menjadi daya tarik para wisatawan lokal dan wisatawan
John Fiske dengan acuan analisis dalam tiga level yaitu level
Durasi : 90 min.
2.3. Sinopsis
kamar hotel kerena semua hotel penuh. Namun, Ia ditolong oleh Pak Camat
jatuh cinta kepada Reza. Reza merupakan tokoh pemuda yang ingin
Kisah cinta diantara mereka mendapat tentangan dari ibu Reza (Jajang C.
temannya Alya (Sally Dewantara) gadis pilihan Ibu Reza. Ibu reza telah
menjodohkan putranya dengan Alya. Hal ini yang mengakibatkan sang ibu
yang berperan dan peduli akan nilai-nilai budaya lokal Kota Tenggarong.
Ditinjau dari cerita, film drama ini termasuk kategori film romance karena
Reza terhadap budaya, cinta Reza sebagai seorang anak terhadap ibunya dan
sebaliknya, serta cinta Reza terhadap kirana. Reza dihadapkan dengan banyak
Film Drama romance remaja berdurasi sembilan puluh lima menit ini di
Exsekutif produser film “Erau Kota Raja” ia memilih film sebagai strategi
kemudian di capture dari sequence, scene, dan shot pada film “Erau Kota
Raja”. Gambar tersebut diseleksi sebagai bahan yang hendak diteliti sesuai
BAB 3
ANALISIS PENELITIAN
data yang ditentukan dalam unit analisis akulturasi berdasarkan film “Erau
Kota Raja”. Unit analisis pada film ini adalah akulturasi budaya yang terdapat
Raja” yang disutradarai Bambang Drias. File yang terdapat pada DVD film
menyeleksi setiap shot pada film “Erau Kota Raja”. Software yang digunakan
untuk memutar file DVD film “Erau Kota Raja” adalah Media Player Classic.
Pada saat memutar film shot yang dianggap mewakili kemudian dijadikan
ctrl + print screen yang terdapat pada keyboard kemudian diolah kedalam
dan pencarian data. Kemudian menganalisa data yang ditentukan dalam unit
analisis akulturasi berdasarkan film “Erau Kota Raja”. Unit analisis pada film
ini adalah akulturasi budaya yang terdapat pada film “Erau Kota Raja”.
Fiske melalui paradigma dan sintagma level realitas, level representasi dan
dari representasi akulturasi budaya Kutai Kartanegara yang ada di dalam film
“Erau Kota Raja”, dengan meneliti dari awal sampai akhir dari film tersebut.
Melalui unit analisis ini penulis memberikan gambaran serta analisis lebih
jauh bagaimana akulturasi budaya yang terjadi dalam film “Erau Kota Raja”.
Kode appearance (penampilan) pada Gambar 3.1 di atas ialah judul film
“Erau Kota Raja” yang disutradarai Bambang Drias. Pada Gambar 3.1 di atas
huruf atau font Trajan Pro dengan latar belakang animasi yang memberikan
efek dinamis pada judul tersebut. Hal tersebut dapat dilihat melaui gambar
berikut.
60
3.1 berkaitan dengan kode teknik dari kode music (musik) yang melatar
belakangi title judul film "ERAU KOTA RAJA" di atas. Kode music
tema) dari film “Erau Kota Raja”. Musik dari lagu tersebut ialah lagu
dengan judul "Izinkan" dari grup musik “Ada Band”. Lagu tersebut
musik Sampe tradisi dayak pada intro. Dari kode music (musik) pada credit
akulturasi kebudayaan pada musik tradisional khas kutai dengan musik pop
tradisi khas pada suku dayak yakni sampe’ di gabungkan dengan instrumen
musik dalam musik tema pada intro film “Erau Kota Raja”
Tampak dari kejauhan taksi tersebut melewati jalan yang berkelok-kelok serta
atas.
yang harus dilewati dari bandar udara Sepinggan Balikpapan menuju Kutai
pada film “Erau Kota Raja” di atas berupa wilayah perbukitan yang masih
topografi wilayah sebagian besar adalah perbukitan dengan hutan yang masih
Shot) adalah shot sangat jauh, pandangan yang luas, kamera mengambil
kecil dalam hubungannya dengan latar belakang (Sartono, 2008, hal. 312).
keseluruhan lingkungan dari jalan raya yang dilewati taksi bandara dalam
berliku, hutan yang sangat lebat dengan latar belakang pegunungan serta
perbukitan disekitarnya dari jarak yang sangat jauh merupakan gambaran dari
perjalanan tersebut.
gambar suatu subyek, pemandangan atau adegan. Dengan sudut tertentu kita
bisa menghasilkan suatu shot yang menarik, dengan perspektif yang unik dan
menciptakan kesan tertentu pada adegan yang kita sajikan (Sartono, 2008, hal.
313). Camera Angle (sudut pengambilan gambar) pada Gambar 3.2 di atas
63
menggunakan High Camera Angle. High Camera Angle. Posisi kamera lebih
kurang gairah, kehilangan dominasi. (Sartono, 2008, hal. 313). High Camera
pemandangan serta jalan yang dilalui dalam perjalanan tokoh Kirana menuju
sumber utama. Secara teknis pencahayaan pada Gambar 3.2 di atas bertujuan
agar memperoleh cahaya dasar (base light) sehingga kamera mampu melihat
antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak menyolok, begitu juga warna-
production editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
adegan yang terjadi di dalam bandara. Musik ilustrasi pada potongan Gambar
3.5 di atas berfungsi sebagai latar belakang dialog suara hati dari tokoh
berikutnya.
Konflik pada Gambar 3.2 menunjukkan konflik yang terjadi pada tokoh
jurnalis. Hal tersebut dapat dilihat dari perilakunya dalam mengatur segala hal
secara mandiri.
Aksi yang dilakukan pada tokoh Kirana pada Gambar 3.2 di atas
Dialog pada Gambar 3.2 di atas adalah ungkapan perasaan dari isi hati
pada tokoh Kirana. Ia berpendapat bahwa 90% dari pekerja kantor tidak
merupakan kemajuan pada sistem teknologi yaitu jalan raya. Gambar 3.2
diatas menunjukkan suatu wilayah yang terdapat jalan raya. Jalan merupakan
perekat kebutuhan bangsa dan negara dalam segala aspek sosial, budaya,
yang tampak pada Gambar 3.3 sebagian besar berada di daratan dan sebagian
sungainya.
Gambar 3.3 di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang
(Extreme Long Shot). ELS (Exstreme Long Shot) adalah shot sangat jauh,
utama dan obyek lainnya nampak sangat kecil dalam hubungannya dengan
latar belakang (Sartono, 2008, hal. 312). Extreme Long Shot pada Gambar
dengan batubara. Tongkang adalah bangunan apung seperti kapal yang tidak
memiliki mesin dan berfungsi untuk dimuati matrial yang akan dikirim ke ke
suatu tempat dengan ditarik oleh kapal (tug boat) penarik melalui media laut.
sungai selain kapal fery tradisional dan kapal-kapal milik nelayan di daerah
dari realitas tongkang yang melewati aliran sungai yang berwarna kecoklatan.
69
Tongkang ditarik oleh kapal tunda untuk dikirim ke kapal curah yang
sekitar 8.000 metrik ton batubara, yang diisikan dari terminal batubara yang
terdapat kapal industri yang dapat memuat batu bara dalam skala besar.
Gambar 3.4 di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang
(Extreme Long Shot). ELS (Exstreme Long Shot) adalah shot sangat jauh,
utama dan obyek lainnya nampak sangat kecil dalam hubungannya dengan
latar belakang (Sartono, 2008, hal. 312). Extreme Long Shot pada Gambar
bara. Batubara yang berada di kapal tongkang tersebut berasal dari lapisan
70
hitam tebal di dalam tanah, yang dihancurkan dan setelah itu dimuat ke truk
Dunia saat ini mengkonsumsi batu bara sekitar 4050 Jt metrik ton. Batu
dan baja, pabrik semen dan sebagai bahan bakar cair. Batu bara kebanyakan
digunakan untuk alat pembangkit listrik batu bara ketel uap atau lignit atau
produksi yang cukup tajam. Produsen terbesar batu bara dunia adalah AS,
Gambar 3.4 di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang
(Extreme Long Shot). ELS (Exstreme Long Shot) adalah shot sangat jauh,
utama dan obyek lainnya nampak sangat kecil dalam hubungannya dengan
latar belakang (Sartono, 2008, hal. 312). Extreme Long Shot pada Gambar
di pinggiran sungai Mahakam. Tampak dari kejauhan kapal tunda yang siap
bahwa sungai Mahakam merupakan sarana transportasi bagi masyarakat sekitar. Hal
banyak oleh masyarakat, dan peran pemerintah dalam investasi terutama pada
pembangunan dan kekuatan negara. Hal tersebut merupakan salah satu upaya
yang besar.
seperti kehidupan ekonomi, sarana untuk mencapai tempat kerja, sekolah, dan
tidak memakan waktu yang lebih lama, dibanding masyarakat yang harus
memutar jalan
Gambar 3.5 di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang
(Extreme Long Shot). ELS (Exstreme Long Shot) adalah shot sangat jauh,
utama dan obyek lainnya nampak sangat kecil dalam hubungannya dengan
latar belakang (Sartono, 2008, hal. 312). Extreme Long Shot pada Gambar
alam terjadi seperti musim hujan atau angin kencang (Rasidah, Efektivitas
dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal, dan terusan untuk
74
secara terpadu intra dan antar moda yang merupakan satu kesatuan tatanan
dilengkapi dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur. Sementara yang
disebur sebagai alur pelayaran di sungai antara lain dapat berupa kolam
jaringan jalur kereta api yang terputus karena adanya perairan, dan
sebagai bentuk dari akulturasi kebudayaan. Pulau seluas 76 hektar ini dulunya
adalah lahan tidur dan semak belukar. Saat ini, sebagian area sudah
dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti Sky Tower setinggi 100 meter
untuk menikmati keindahan dari udara, kereta api mini area permainan, kereta
Gambar 3.6 di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang
(Extreme Long Shot). ELS (Exstreme Long Shot) adalah shot sangat jauh,
utama dan obyek lainnya nampak sangat kecil dalam hubungannya dengan
latar belakang (Sartono, 2008, hal. 312). Extreme Long Shot pada Gambar
yang menunjukkan bahwa pulau yang terletak di sungai Mahakam ini merupakan
potensi pariwisata lokal yang menarik dan terjangkau. Hal ini merupakan upaya
Gambar 3.7
Patung Lembu Swana
Sumber : Film “Erau Kota Raja”
Swana yang terdapat di Pulau Kumala yang merupakan icon atau simbol dari
Kota Tenggarong. Patung tersebut mempunyai bentuk tubuh yang terdiri dari
berkaki empat serta berekor seperti lembu, bersisik seperti naga, bersayap
lembu swana yang berada di kawasan wisata. Suatu delta ditengah sungai
spiritual" dari Raja Mulawarman, yang merupakan raja Kutai pada jaman
kejayaan Hindu. Patung Lembu Swana dalam ukuran besar berdiri megah di
Gambar 3.7 di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang
(Long Shot) dari patung Lembu Swana dan ELS (Extreme Long Shot) patung
lebih dekat dibandingkan dengan ELS, obyek masih didominasi oleh latar
belakang yang lebih luas. ELS (Exstreme Long Shot) adalah shot sangat jauh,
utama dan obyek lainnya nampak sangat kecil dalam hubungannya dengan
Swana secara keseluruhan. ELS (Extreme Long Shot) pada Gambar 3.7 di atas
secara low angle di maksudkan untuk mencapai effect dari kemegahan patung
Lembu Swana. Low Camera Angle. Posisi kamera dibawah ketinggian mata
Pulau Kumala. High Camera Angle. Posisi kamera lebih tinggi di atas mata,
beserta obyek-obyeknya.
hewan mitos yang berasal dari India menjadi kepercayaan pada masanya
yaitu kerajaan Kutai Martadipura yang pada masa itu dipimpin oleh
mulawarman yang sejak saat itu mulai mengenal agama hindu. Patung
79
Kartanegara.
ciri fisik berbelalai tapi bukan gajah, bersayap tapi bukan burung, bersisik
tapi bukan ikan, berjengger tapi bukan ayam, Lembu suana adalah wahana
Batara Guru yang disebut dalam falsafah: "Paksi leman gangga yakso" yang
berarti: lembu bermahkota namun bukan raja, berbelalai namun bukan gajah,
bersisik namun bukan naga, bersayap namun bukan burung, bertaji namun
bukan ayam, bermuka raksasa namun bukan raksasa, bertanduk namun bukan
Gambar 3.8
Papan baliho menyongsong adat Erau
Sumber : Film “Erau Kota Raja”
Dari kode dress (kostum) yang dikenakan oleh para sultan atau
pemangku adat yaitu Pakaian Kustim khas kesultanan Kutai Kartanegara, jarit
batik sebagai aksesoris pakaian bawahan pada foto yang ada pada baliho
Gambar 3.8 di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang
(Long Shot).
lebih dekat dibandingkan dengan ELS, obyek masih didominasi oleh latar
keseluruhan dari baliho ukuran besar yang berada dipinggir jalan raya.
mempromosikan kebudayaan.
81
upacara Erau. Pakaian laki-laki terdiri atas tutup kepala, baju jas hitam
dengan hiasan dada segi empat dengan aplikasi, celana hitam dan sepatu. Di
luar celana ditutup semacam rok terbuka di depan dengan motif lar semen
pengaruh batik Jawa. Baju hitam dihiasi bentuk segi empat, kain nyamping
Gambar 3.9
Museum Mulawarman
Sumber : Film “Erau Kota Raja”
Mulawarman tampak dari depan. Bangunan museum ini tergolong megah dan
kepariwisataan.
Kartanegara. Di lingkungan istana itu sendiri terdiri atas: (1) Kedaton Hall
(kediaman Sultan Salehuddin II yang dinobatkan kaisar pada tahun 2002), (2)
2014).
Gambar 3.14 di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang
83
level representasi kode-kode sosial yang termasuk pada potongan Gambar 3.9
di atas meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang digunakan pada
Shot). ELS (Exstreme Long Shot) adalah shot sangat jauh, pandangan yang
(Sartono, 2008, hal. 312). ELS (Exstreme Long Shot) dari gambar 3.9 di atas
Kode dress (kostum) yang dikenakan pada Gambar 3.13 pada tokoh
Kirana ialah pakaian casual dan santai dengan tambahan kacamata serta jam
pengunjung yang datang dari luar pulau yang ingin mengenal lebih jauh
icon, maskot ataupun aksesoris kota. Melalui gambar tersebut dapat diketahui
yang merupakan unsur dari wujud kebudayaan yaitu teknologi guna meliput
menunjukkan posisi tubuh berdiri dengan sikap badan yang agak sedikit
posisi tubuh yang secara teknis dalam memotret untuk memperoleh sudut
MCU (Medium Close Up). Shot amat dekat, obyek diperlihatkan dari bagian
dada sampai atas kepala. MCU inilah yang paling sering dipergunakan dalam
televisi.
lebih dekat dibandingkan dengan ELS, obyek masih didominasi oleh latar
tokoh Kirana saat sampai di Kutai Kartanegara. Tampak dari kejauhan taksi
tersebut berhenti di pinggir jalan raya dan Kirana memotret tugu yang di
MCU (Medium Close Up) pada Gambar 3.10 di atas menunjukkan detail
gestur atau gerakan pada tokoh Kirana saat memotret patung burung Enggang.
di atas.
Gambar 3.11
Patung burung Enggang
Sumber : Film “Erau Kota Raja”
obyek diperlihatkan dari bagian dada sampai atas kepala. MCU inilah yang
Kutai Kartanegara.
Dari kode setting (tata artistik) di atas dapat disimpulkan bahwa tugu atau
di wilayah Kalimantan, yang tidak ada di wilayah lainnya. Sebagai burung ini
sebagai simbolisasi alam atas (langit) dan naga sebagai simbolisasi alam
bawah (darat). Di sini burung enggang sebagai penjaga alam atas, yang
Suryadi, 2015).
seorang pemain musik yang sedang memainkan alat musik petik tradisional
Memainkan alat musik sampe di era modern seperti sekarang ini merupakan
salah satu bentuk gerakan melestarikan budaya karena Sampe semakin jarang
dimaksudkan untuk menghibur para audience yang datang pada dalam acara
pameran yang diadakan di lobby hotel. Alunan melodi yang dihasilkan dari
obyek menjadi titik perhatian utama di dalam shot ini, latar belakang sedikit
sekali. Untuk manusia biasanya ditampilkan wajah dari bahu sampai atas
(kamera) Close Up dari alat musik sampe yang dimainkan di hotel saat
satu budaya pada Suku Dayak, seni musik dan alat-alat musiknya menjadi
90
selain tentu saja berfungsi sebagai sarana hiburan. Sebagai unsur kebudayaan
alat musik khas etnis dayak tersebut sudah mengalami akulturasi dari asal-
Dulu, dawai sampe menggunakan tali dari serat pohon enau (sejenis
pohon aren), namun kini sudah memakai kawat kecil sebagai dawainya. Pada
dalam istilah lokal dikenal dengan nama burung temengan ini memang
menjadi ciri khas suku dayak dan dianggap sebagai burung keramat. Ukiran
Sampe adalah salah satu alat musik tradisional khas melayu orang-orang
Penyebutan alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik ini berbeda-beda
dalam tradisi masing-masing sub suku Dayak yang ada di Kalimantan Timur.
Orang-orang suku Dayak sendiri termasuk dalam ras rumpun melayu, yakni
Sampe dalam bahasa lokal suku Dayak dapat diartikan "memetik dengan
jari". Dari makna namanya itu diketahui dengan jelas bahwa Sampe adalah
perangkat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. Namun penamaan alat
musik Melayu dayak ini ternyata berbeda-beda di tiap-tiap sub etnis suku
Dayak yang ada di Kalimantan Timur. Nama Sampe (sampe') digunakan oleh
tokoh Kirana yang sudah sampai di depan Hotel. Tampak Kirana sedang
Selain itu tampak para warga asing yang berdiri di depan teras dan para
Kode dress (busana) pada Gambar 3.13 yang dikenakan oleh Kirana pada
shot di atas masih sama seperti pada shot sebelumnya, ini menandakan bahwa
yakni busana kasual sederhana dengan tambahan jam tangan dan kacamata
langsung merupakan proses dari akulturasi budaya. Dimana Erau tidak lagi
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.13 pada tokoh Kirana ialah
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.13 pada tokoh Kirana diatas ialah
berjalan membawa barang bawaanya menuju pintu utama hotel. Hal tersebut
Teknik kamera yang digunakan pada Gambar 3.18 MLS (Medium Long
Shot). Shot yang menyajikan bidang pandangan lebih dekat dari pada long
shot, obyek manusia biasanya ditampilkan dari atas lutut sampai diatas kepala
(Sartono, 2008, hal. 312). MLS (Medium Long Shot) pada Gambar 3.13 di
bagian latar belakang over light sehingga terjadi flare hanya warna putih saja
yang terlihat.
Cut adalah cara yang paling sering digunakan dalam perpindahan langsung
dari shot ke shot berikutnya. Cut pada shot Gambar 3.13 adalah Cut away,
intercut, reaction shot. Shot action yang diambil pada saat yang sama sebagai
Musik pada gambar 3.13 ialah musik ilustrasi pada Jatung Utang yang
independent, bukan dikelola oleh travel agent, dimulai dari mengurus tiket,
suasana pada saat pameran kerajinan tangan pada lobby hotel. Tampak
manekin yang digunakan untuk mendisplay pakaian adat pada suku dayak
95
dan keraton Kutai Kartanegara, selain itu aksesoris cindera mata dan
yang terdiri dari wisatawan asing serta wisatawan lokal sangat antusias
Kode dress (busana) pada Gambar 3.14 sangat beragam dari jenis
pakaian yang di pamerkan mulai dari pakaian khas keraton Kutai Kartanegara,
pakaian adat tradisional khas suku Dayak. Tampak para wisatawan asing
melakukan lobby dengan salah satu konsumen dan para penari yang
tangan tersebut.
pada lobby hotel yang diseting sedemikian rupa menjadi ruang display
saling bertukan informasi melakukan lobi pada barang yang di jual belikan.
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.14 ialah sikap apresiatif yang
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.14 di atas pada tokoh pak Camat
obyek masih didominasi oleh latar belakang yang lebih luas (Sartono, 2008,
hal. 312). LS (Long Shot) pada shot Gambar 3.14 di atas menggambarkan
hotel tersebut serta kegiatan yang dilakukan oleh para produsen dan
konsumen.
kira-kira setinggi mata subyek. Tentu saja normal angle sangat tergantung
contrast ratio yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat dan
production Editing yakni Editing yang dilakukan setelah shot dan scene
direkam dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting)
kemudian disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut
master editing (Sartono, 2008, hal. 326). Video transisi pada shot Gambar
97
3.14 di atas menggunakan cut away, intercut, reaction shot. Shot action yang
diambil pada saat yang sama sebagai reaksi dari shot utama.
Musik pada gambar 3.14 ialah musik tradisional Jatung Utang sebagai
ambience atau latar belakang yang merupakan salah satu pengisi acara pada
menyambut pesta adat Erau yang diadakan pada setiap tahun di Kutai
menandakan bahwa ia adalah orang yang tegas dan bertanggung jawab. Aksi
atau yang dikenal Ray sahetapy seorang aktor senior pada dunia film
Indonesia. Dalam film “Erau Kota Raja” sebagai tokoh pak Camat, Ray
Sahetapy memiliki karakter yang tegas dan berwibawa serta berwawasan luas
tangan tersebut.
Kutai Kartanegara dalam film “Erau Kota Raja” menjadi konsumen yang
barang kerajian yang ditawarkan selain nilai kebudayaan juga nilai ekonomis
kebudayaan yang ada pada aktivitas pameran seni di lobby hotel. Mereka
Arus globalisasi dalam hal ini adalah kebudayaan yang datang dari luar
dapat bersaing secara positif. Dalam film “Erau Kota Raja” terjadinya
pameran di lobby hotel tersebut. Beberapa anak dari warga negara asing
Kode dress (busana) pada Gambar 3.15 adalah penari yang menggunakan
Costume (Kostum) fantasy dan make-up (tata rias) fantasy yang dikenakan
100
pameran yang ada juga dapat berfoto dengan para peraga seperti yang terlihat
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.15 diatas ialah salah satu pose
yang dilakukan oleh peraga pada saat di potret. Hal tersebut merupakan
penonton disekitarnya.
suka cita dengan tersenyum agar membawa suasana kegembiran pada acara
tersebut.
atau bidang pandangan MCU (Medium Close Up) dan MS (Medium Shot).
101
MCU (Medium Close Up) adalah shot amat dekat, obyek diperlihatkan dari
bagian dada sampai atas kepala. MCU inilah yang paling sering dipergunakan
dan lebih dominan, obyek manusia dinampakkan dari atas pinggang sampai
diatas kepala. Latar belakang masih nampak sebanding dengan obyek utama
warga negara asing sedang melakukan foto bersama dengan perag busana
masyarakat suku dayak kepada seorang kliennya seperti tapung atau penutup
kepala. Berbagai macam kerajian yang dipamerkan pada saat itu seperti yang
tampak pada Gambar 3.16 yakni tameng atau perisai pada asyarakat suku
dayak.
Kode dress (busana) pada Gambar 3.16 pada tokoh pak Camat
Swasta) yaitu Pakaian Dinas Harian (PDH) dan sebagai aksesoris kopiyah,
kacamata dan jam tangan. Pada tokoh konsumen pada Gambar 3.16
103
mengenakan hijab dengan pakaian jas batik lengan panjang hampir seperti
lobby hotel dimana para pengunjung adalah para wisatawan baik lokal
maupun asing.
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.16 pada tokoh pak Camat
masyarakat suku dayak kepada para pengunjung. Tampak pada Gambar 3.16
Pak camat sedang fokus pada tapung atau penutup kepal khas suku dayak
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.16 diatas menunjukkan sikap pak
tersebut.
atau bidang pandangan MS (Medium Shot) Disini obyek tampak lebih besar
dan lebih dominan, obyek manusia dinampakkan dari atas pinggang sampai
dia atas kepala. Latar belakang masih nampak sebanding dengan obyek utama.
para konsumen. Shot tersebut dengan istilah lain adalah two shot (shot dua
orang).
menghasilkan contrast ratio yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat
dan bayangan yang tidak menyolok, begitu juga warna-warna yang terang dan
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
salah satu pengisi acara pada scene Gambar 3.16 juga sebagai sebagai latar
belakang.
Musik latar belakang. Jenis musik ini disebut juga “background music”
untuk menambah suasana lebih kondusif, maka perlu diatur intensitas volume
musik latar belakang ini tidak terlalu dominan, jika di presentasikan cukup
dengan 25% dari 100% volume suara (Drs. Rudi Susilana, 2009, hal. 50).
105
tokoh Rido yang memperlihatkan ekspresi wajahnya yang terpukau saat tidak
Kode dress (busana) pada Gambar 3.17 yang dikenakan pada tokoh Rido
ialah pakaian yang bersifat agak formal dengan kemeja lengan panjang
ruangan pada hotel yang merupakan fasilitas yang digunakan untuk kegiatan
pameran kerajinan tangan. Hal tersebut merupakan salah satu alternatif agar
dapat menarik wisatawan baik lokal maupun asing lebih mengenal produk-
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.17 ialah tokoh Rido yang
Dari kode speech (cara berbicara) pada tokoh Gambar 2.17 di atas dapat
diketahui bahwa tokoh tersebut adalah Rido teman Reza yang merupakan
salah satu pemuda dari Kota Tenggarong Kutai Kartanegara. Pada adegan
Kartanegara.
kalimat). Sedangkan grecek beneh artinya adalah cantik benar, dan anak bini
dalam bahasa kutai ialah anak perempuan. jadi kalau diartikan dalam bahasa
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.17 pada tokoh Reza merupakan
kecil pada badannya saat pandangan matanya fokus kepada tokoh Kirana
Santosa, 2008).
Kode ekspresi pada Gambar 3.17 diatas menunjukkan bahwa tokoh Rido
atau bidang pandangan MCU (Medium Close Up). Tokoh Rido pada Gambar
3.17 ditampilkan dari atas kepala sampai pada bagian dada. Latar belakang
manekin yang masih tampak sebanding dengan obyek utama yaitu tokoh Rido.
datang pada pameran kerajinan tangan di lobby hotel tersebut. MCU (Medium
Close Up). Shot amat dekat, obyek diperlihatkan dari bagian dada sampai atas
kepala. MCU inilah yang paling sering dipergunakan dalam televisi (Sartono,
kira setinggi mata subyek. Tentu saja normal angle sangat tergantung pada
tinggi subyek yang dishoting (Sartono, 2008, hal. 313). Normal Angle yang
dengan obyek.
cahaya dasar (base light) sehingga kamera mampu melihat obyek dengan
yang kuat dan bayangan tidak menyolok, begitu juga warna-warna yang
terang dengan warna yang gelap. Mengatur suhu warna yang tepat, sehingga
warna kulit manusia akan nampak alamiah. Secara artistik Tujuan penataan
perhatian pada unsur-unsur penting dalam suatu adegan (Sartono, 2008, hal.
317).
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
Musik pada gambar 3.17 ialah musik ilustrasi yang dimaksudkan untuk
memberikan fokus pada tokoh Kirana sebagai wanita cantik yang berada di
meliputi Naratif yang mengilustrasikan tokoh Rido yang secara tidak sengaja
tersebut.
Konflik yang ditimbulkan dari perilaku pada Gambar 3.17 di atas adalah
lepas dari tanggung jawab pada tokoh Rido yang seharusnya menjaga stand
pameran di tempat yang lain dalam cerita tersebut. Hal tersebut dapat dilihat
tokoh Rido yang lucu, hal tersebut nampak dari perilaku dan keusilannya
disetiap adegan.
Aksi pada gambar 3.17 adalah melakukan aksi sebagai seorang event
organizer dalam acara pameran yang secara tidak langsung melihat wanita
pada ruangan lobby yang secara khusus diseting sebagai pameran kerajinan
Casting pada Gambar 3.17 merupakan adegan yang dimainkan oleh Heri
S.Hartawan atau Herichan. Dalam Film “Erau Kota Raja” yang di Sutradarai
Bambang Drias ini Herichan berperan sebagai Rido. Seorang pemuda yang
apresiasi terhadap seni dan budaya pada masyarakat Kutai Kartanegara. Dan
adegan dialog pada tokoh Reza dan seorang konsumen diantara para
111
acara pameran tersebut. Pada gambar tersebut juga tampak beberapa manekin
tersebut merupakan salah satu produk dari berbagai macam produk yang
Kode dress (busana) pada Gambar 3.18 pada tokoh Reza mengenakan
kaos berkerah bewrna cokelat tua, sedangkan pada wanita yang menjadi
lawan bicaranya mengenakan blazer batik dan kerudung hitam dan memakai
aksesoris kacamata. Kaos berkerah sering juga disebut dengan kemeja polo
batik yang dikenakan pada lawan bicara tokoh Reza yang memberikan kesan
moment yang bertepatan dengan diadakannya pesta Erau pada setiap tahun.
Lobby hotel merupakan tempat yang efektif untuk mengadakan event tersebut.
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.18 ialah sikap atau perilaku
ramah pada tokoh Reza terhadap para konsumen yang berminat terhadap
sadar adanya perbedaan merupakan hal yang menarik pada suatu masyarkat.
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.18 diatas tampak dari raut wajah
dari keduanya yang saling tersenyum. Hal tersebut merupakan ungkapan dari
gembira, segar dan bersemangat tampak dari raut wajah kedua tokoh pada
framing atau bidang pandangan MCU (Medium Close up). Tokoh Reza dan
seorang pengunjung pada Gambar 3.18 ditampilkan dari atas kepala sampai
pada bagian dada. Latar belakang manekin untuk menampilkan pakaian adat
dan para pengunjung yang masih tampak sebanding dengan obyek utama
yaitu tokoh Reza dan Tamu pak Camat pada Gambar 3.18 tersebut. Shot
sedang menghandle tamu pak Camat yang merupakan pemegang pasar dari
Turki ke Eropa. MCU (Medium Close Up). Shot amat dekat, obyek
diperlihatkan dari bagian dada sampai atas kepala. MCU inilah yang paling
adalah Normal Angle. Pada posisi normal angle, kamera ditempatkan kira-
kira setinggi mata subyek. Tentu saja normal angle sangat tergantung pada
tinggi subyek yang dishoting (Sartono, 2008, hal. 313). Normal Angle yang
dengan obyek.
cahaya dasar (base light) sehingga kamera mampu melihat obyek dengan
yang kuat dan bayangan tidak menyolok, begitu juga warna-warna yang
terang dengan warna yang gelap. Mengatur suhu warna yang tepat, sehingga
warna kulit manusia akan nampak alamiah. Secara artistik Tujuan penataan
perhatian pada unsur-unsur penting dalam suatu adegan (Sartono, 2008, hal.
317).
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
Musik dan suara pada gambar 3.18 terdiri dari musik suasana atau
atmosfer pameran kerajinan tangan dalam sebuah lobby hotel yang banyak
musik sekaligus ilustrasi dari para pemain musik jatung utang yang sedang
Reza mampu menghandle dengan baik tamu pak Camat yang berkunjung
dengan maksud agar pengunjung tersebut tertarik dan berminat pada hasil
Karakter pada tokoh dalam Gambar 3.18 menunjukkan pada tokoh Reza
yang pintar, cerdas serta berwawasan luas. Serta salah satu pengunjung
Aksi pada Gambar 3.18 di atas menunjukkan tokoh Reza yang sedang
pertanyaan dari tokoh Reza mengenai apa yang menarik dari sebuah
masyarakat. Jawaban yang diperoleh pada tokoh Reza dalam dialog tersebut
Seting yang digunakan pada Gambar 3.18 di atas ialah lobby hotel
dengan interior bermotif polka dot yang berulang. Motif berpola polka dot
merupakan salah satu pola dekorasi yang banyak disukai karena sifatnya yang
playful namun tetap teratur dan rapi. Polkadot sering dianggap kekanak-
kanakan, namun sebenarnya motif ini bisa juga serius dan maskulin,
Casting pada Gambar 3.18 di atas dalam film “Erau Kota Raja” yang
tokoh utama yang bernama Reza. Pada cerita terbut Reza merupakan salah
satu pemuda yan oleh pak Camat diminta tolong untuk menghandle salah satu
116
pengunjung yang juga merupakan tamu pak Camat. Sedangkan salah satu
pengunjung yang menjadi lawan bicara dalam adegan tersebut ialah bupati
Kutai Kartanegara Rita Widyasari, S.Sos, MM. Aksi yang ditunjukkan oleh
oleh Reza. Selain itu, juga sebagai latar belakang adegan tersebut para
multi yang berarti banyak (lebih dari dua) dan culture artinya kebudayaan.
(Waluya, 2007)
117
tokoh Kirana dan tokoh Rido sedang berada di dalam mobil yang hendak
Kode dress (busana) pada Gambar 3.19 pada tokoh Rido memakai
formal. Sedangkan pada tokoh Kirana memakai busana dengan gaya yang
kasual dan santai dengan tambahan kacamata dan jam tangan untuk
minimalis.
118
Kode environment (lingkungan) dari Gambar 3.19 adalah jalan raya pada
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.19 ialah sikap ingin tahu
diantara Kirana dan Reza, Rido dan pak Camat sebagai penduduk Kutai
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.19 di atas tokoh Kirana dan Rido
pada posisi duduk di dalam mobil yang bergerak. Pada tangan kanan tokoh
Kirana memegang kamera dan tangan kiri menunjuk pada suatu tempat. Hal
119
dikenalnya.
Kode ekspresi pada kedua tokoh dalam potongan Gambar 3.19 di atas
pada tokoh Rido menunjukkan ekspresi yang santai. Sedangkan tokoh Kirana
atau bidang pandangan MCU (Medium Close up). Tokoh Rido dan Kirana
pada Gambar 3.19 ditampilkan dari atas kepala sampai pada bagian dada.
fokus penuh terhadap tokoh Kirana dan Rido yang sedang mengobrol pada
bangku tengah di dalam mobil. MCU (Medium Close Up). Shot amat dekat,
obyek diperlihatkan dari bagian dada sampai atas kepala. MCU inilah yang
adalah Normal Angle. Pada posisi normal angle, kamera ditempatkan kira-
kira setinggi mata subyek. Tentu saja normal angle sangat tergantung pada
tinggi subyek yang dishoting (Sartono, 2008, hal. 313). Normal Angle yang
120
dengan obyek.
cahaya dasar (base light) sehingga kamera mampu melihat obyek dengan
yang kuat dan bayangan tidak menyolok, begitu juga warna-warna yang
terang dengan warna yang gelap. Mengatur suhu warna yang tepat, sehingga
warna kulit manusia akan nampak alamiah. Secara artistik Tujuan penataan
perhatian pada unsur-unsur penting dalam suatu adegan (Sartono, 2008, hal.
317).
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
editing (Sartono, 2008, hal. 326). Suara pada Gambar 3.19 merupakan kode-
pada jalan raya saat menuju rumah pak Camat. Konflik pada Gambar 3.19 di
atas adalah konflik yang terjadi pada Kirana. Sebagai wartawan yang datang
barunya.
Rido yang suka iseng dan humoris. Hal tersebut dapat dinyatakan pada
121
adegan sebelumnya, pada saat perjalanan di dalam mobil secara tiba-tiba Rido
meminjam dan mengajak foto bareng dengan kamera digunakan Kirana untuk
memotret. Karakter pada tokoh Kirana pada Gambar 3.19 menunjukkan pada
dirinya yang memiliki rasa ingin tahu mengenai hal-hal baru yang menarik
perhatiannya. Aksi pada Gambar 3.19 menunjukkan aksi pada tokoh Kirana
yang sedang menanyakan nama pelabuhan kepada Rido pada saat perjalanan
menuju rumah pak Camat. Dialog pada Gambar 3.19 antara Rido dan Kirana
pada ruangan lobby yang secara khusus diseting sebagai pameran kerajinan
adat tradisional khas Kutai Kartanegara. Casting pada Gambar 3.19 di atas
dalam film “Erau Kota Raja” yang disutradarai Bamabang Drias adalah Ray
Sahetapy yang berperan sebagai pak Camat Tenggarong. Apabila dilihat dari
segala aktifitas dari pak Camat dalam scene pameran kerajinan tangan di
lobby hotel ini, pak Camat mempunyai peranan yang aktif dan sangat
berpartisipasi dalam Festival Erau. Ia paham betul bahwa setiap festival Erau
semua hotel penuh. Maka dari itu ia menawarkan kepada Kirana untuk
Pak camat sangat senang sekali mendapat tamu wartawan dari Jakarta
ada pada Kota Tenggarong. Sifat positif pak Camat kepada Kirana
secara luas.
realitas pada keluarga pak Camat di saat makan malam bersama. Kirana juga
ikut makan malam bersama keluarga pak Camat di ruang makan. Hal tersebut
menunjukkan realitas pada keluarga pak Camat saat makan malam bersama.
merupakan suatu budaya dari keluarga pak Camat sebagai peduduk yang
aktifitas rutin dari sebuah keluarga yang dapat membentuk komunikasi yang
Kode dress (busana) pada Gambar 3.20 pada tokoh pak Camat
Camat juga demikian mengenakan baju blouse batik lengan panjang berwarna
cokelat tua. Pada tokoh kirana mengenakan t-shirt berwarna cokelat keunguan.
Sedangkan kely dan keny putri kembar anak pak Camat mengenakan kaos
harmonis. Hal tersebut ditunjukkan dalam realitas keluarga pak Camat disaat
Kode speech (cara bicara) pada scene Gambar 3.20 di atas menunjukkan
Dialog yang muncul adalah dialog ringan dengan tujuan dapat mengenal satu
124
sama lain. Selain itu juga merupakan usaha Kirana dalam memperoleh
informasi. Hal tersebut dapat diketahui melalui kode dialog yang dibicarakan
oleh tokoh Kirana dan pak Camat beserta keluarga sebagai berikut:
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.20 ialah sikap tenggang rasa
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.20 di atas ialah posisi duduk
tegap di kursi menghadap ke meja makan dan menyantap hidangan yang ada
sedang makan malam bersama pada Gambar 3.20 ditampilkan dari pinggang
keadaan di dalam rumah pak Camat pada malam hari. Shot tersebut
(Medium Shot). Di sini obyek menjadi lebih besar dan lebih dominan, obyek
belakang masih nampak sebanding dengan obyek utama. (Sartono, 2008, hal.
312).
adalah Normal angle. Normal Angle yang dimaksud pada Gambar 3.20 di
atas menunjukkan pandangan mata sejajar dengan obyek yaitu keluarga pak
Camat beserta tokoh Kirana yang sedang makan malam bersama di ruang
subyek. Tentu saja normal angle sangat tergantung pada tinggi subyek yang
antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak menyolok, begitu juga warna-
warna yang terang dengan warna yang gelap. Mengatur suhu warna yang
tepat, sehingga warna kulit manusia akan nampak alamiah. Secara artistik
126
Tujuan penataan cahaya adalah untuk memperjelas bentuk dan dimensi obyek.
(pencahayaan) dalam adegan Gambar 3.20 adalah suasana pada ruang makan
antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak menyolok, begitu juga warna-
warna yang terang dengan warna yang gelap. Dari kode lighting
komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh Kirana kepada keluarga Pak
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
Musik dan suara pada gambar 3.20 ialah musik ilustrasi sebagai
suasana pada ruang makan di dalam rumah pak Camat di malam hari. Selain
itu juga terdapat sound effect dari peralatan makan. Sound Effect adalah
127
suasana atau situasi tertentu. Sound effect dapat berupan suara alamiah, atau
suara gaduh, suara keramaian, suara letusan, dan lain-lain (Drs. Rudi Susilana,
tersebut merupakan salah satu upaya agar dapat menjalin komunikasi dengan
Kirana sebagai tamu baru di rumahnya. Kondisi pada Gambar 3.20 di atas
lingkungan barunya.
Karakter tokoh dalam Gambar 3.20 pada tokoh pak Camat menunjukkan
sosok yang memiliki banyak pengalaman dalam bidang seni dan budaya.
pengalaman yang sudah ditulisnya. Istri pak Camat pada Gambar 3.20
Keny dan kelly dalam adegan makan malam bersama di atas menunjukkan
ditepati oleh keluarga pak Camat. Seperti yang tampak pada Gambar tersebut
jenis rumah yang di tempati oleh pak Camat dan keluarga menunjukkan pada
rumah kayu. Rumah dengan dinding kayu yang tertata rapi sejajar horisontal
dengan cat bewarna kuning pudar. Pada dinding tersebut terdapat pintu yang
pada bingkai pintu yang dicat biru muda dan diberi tirai bewarna krem.
pak Camat yang terpajang pada dinding tersebut menunjukkan hunian yang
Casting pada Gambar 3.20 pada tokoh pak Camat di perankan oleh Ray
sebagai kepala keluarga yang mempunyai seorang istri yang di perankan oleh
Denaya bintang Azmi dan dua anaknya yaitu Kelly dan Kenny yang di
Mumtazah.
dan beserta keluarganya kepada Kirana sebagai salah satu wartawan yang
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Hal tersebut dapat dilihat dari
menampilkan realitas pada kantor Camat Tenggarong pada pagi hari di saat
Tenggarong.
Dari depan pada bagian atas kantor camat kota Tenggarong terdapat logo
rumah adat suku dayak secara modern yakni rumah lamin. Bahan material
seperti pada dinding, atap, tiang dan jendela. Tersedia tempat parkir yang
cukup luas bagi para pengunjung dan para pegawai. Selain sebagai tempat
dari kantor berupa sound system. Terdapat juga Slogan pada papan yang
Raja memiliki arti/makna khusus yaitu terdiri dari dua kosa kata yaitu
Gerbang dan Raja. Gerbang di artikan sebagai pintu depan atau pintu
makna Gerbang Raja dapat diartikan sebagai pintu depan atau pintu pengantar
irama pada musik rekaman yang mereka buat latihan. Sedang pada tokoh
sumber yang relevan seperti pak Camat. Sedangkan perilaku pak Camat
gerakan indah yang kompak dan dinamis pada para penari jepen yang sedang
Gerakan kamera pada Gambar 3.21 di atas adalah tilt down (menunduk
ke bawah). Tilt down pada Gambar 3.21 memberikan Gambaran dari kantor
Camat Tenggarong dan aktivitas dan kesibukan para pegawai yang sedang
bekerja pada hari itu. Gerakan tilt dilakukan untuk mengikuti gerakan obyek
(peluncuran balon, pesawat take off dan sebagainya), untuk menciptakan efek
alangkah baiknya apabila ditentukan dulu titik awal dan titik akhir shot
Seni dan Budaya. ELS (Extreme Long Shot). Shot sangat jauh, menyajikan
Obyek utama dan obyek lainnya nampak sangat kecil dalam hubungannya
adalah Low Camera Angle dari sebuah gedung bertingkat tampak dari depan.
dan megah sbagai kantor pemerintah yang ada pada wilayah tersebut. Low
kamera harus mendongak untuk merekam subyek. Dengan low camera angle
secara teknis bertujuan agar memperoleh cahaya dasar (base light) sehingga
yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak
menyolok, begitu juga warna-warna yang terang dengan warna yang gelap.
Mengatur suhu warna yang tepat, sehingga warna kulit manusia akan nampak
133
bentuk dan dimensi obyek. Menciptakan ilusi dari suatu realitas. Menciptakan
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
yang meliputi musik ilustrasi yang juga merupakan musik dari adegan dalam
kota Tenggarong pada jam kerja. Kondisi pada Gambar 3.21 adalah bentuk
fisik dari bangunan kantor Camat Tenggarong sebagai obyek utama dari Kota
Tenggarong. Selain itu kesibukan dan aktivitas para pegawai yang tampak
kode-kode representasi bahwa hal tersebut sebagai bentuk dari usaha dalam
diri dan rasa kesatuan bangsa sebuah cermin kebudayaan dan peradaban di
134
tersebut nampak pada bentuk kantor yang memanjang seperti pada bangunan
dari rumah adat tradisional suku Dayak yaitu rumah Lamin. Sedangkan
perisai di samping cetakan keterangan dan alamat kantor pada bagian atas
Perisai atau tameng dalam bahasa Dayak Bahau disebut kelabit. Orang
mandau. Semua kelabit dihiasi dengan ukiran timbul yang menunjukkan kelas
sosial pemiliknya, atau dilukis dengan ragam pola berwarna dasar putih,
hitam, merah dan kuning. Warna hitam diperoleh dari campuran getah kayu
jelutung dan arang, warna merah dari campuran kapur dan gambir, sedangkan
warna kuning dari campuran kapur dan kunyit yang diaduk dengan minyak
tokoh Kirana yang sedang meliput para penari jepen yang sedang berlatih di
halaman depan kantor kecamatan kota Tenggarong. Pak camat yang sedang
Kode dress (busana) pada Gambar 3.22 pada tokoh Kirana mengenakan
t-shirt dengan lengan panjang tiga perempat dengan aksesoris kacamata, jam
tangan, id pers dan membawa tas kamera, tas samping, dan kamera digital.
Sedangakn pada tokoh pak Camat mengenakan baju Miskat dengan aksesoris
pada kantor camat kota Tenggarong pada pagi hari dengan cuaca yang cukup
cerah. Tampak pada tokoh Kirana dan pak Camat tengah berbicara saat para
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.22 ialah sikap apresiatif pada
tokoh Kirana dalam mengamati latihan tari zapin di halaman depan kantor
meliput latihan tersebut. Hal tersebut merupakan salah satu upaya pada tokoh
kesenangan dan kegembiraan pada tokoh Kirana saat meliput para pemuda
pada pagi hari. Menunjukkan dialog yang diutarakan oleh pak Camat
tersebut dapat diketahui melalui dialog pada tokoh kirana dan pak Camat
berikut ini.
kedua tokoh pada posisi berdiri. Ekspresi pada kedua tokoh di atas tampak
137
Gerakan kamera pada Gambar 3.22 di atas adalah Pan right (kamera
gambaran dari aktivitas dari tokoh Kirana sebagai jurnalis. Tampak pada
adegan tersebut tokoh Kirana yang tengah sibuk memotret para pemuda yang
sekaligus mewawancarai pak Camat yang sedang mengamati pada saat itu.
Pan adalah gerakan kamera secara horisontal (mendatar) dari kiri ke kanan
(Medium Shot) pada Gambar 3.22 memberikan gambaran pada tokoh Kirana
sebagai jurnalis yang datang dari kota Jakarta dan Pak Camat kota
obyek menjadi lebih besar dan lebih dominan, obyek manusia dinampakkan
dari atas pinggang sampai di atas kepala. Latar belakang masih ampak
adalah Low Camera Angle dari sebuah gedung bertingkat tampak dari depan.
dan megah sbagai kantor pemerintah yang ada pada wilayah tersebut. Normal
Angle. Pada posisi normal angle, kamera ditempatkan kira-kira setinggi mata
subyek. Tentu saja normal angle sangat tergantung pada tinggi subyek yang
secara teknis bertujuan agar memperoleh cahaya dasar (base light) sehingga
yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak
menyolok, begitu juga warna-warna yang terang dengan warna yang gelap.
Mengatur suhu warna yang tepat, sehingga warna kulit manusia akan nampak
bentuk dan dimensi obyek. Menciptakan ilusi dari suatu realitas. Menciptakan
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
yang meliputi musik ilustrasi yang juga merupakan musik dari iringan yang
digunakan oleh para pemuda yang sedang berlatih menari. Musik tersebut
merupakan iringan musik yang biasa digunakan dalam tarian tari jepen Kutai
Kartanegara. Selain musik iringan tari jepen juga terdapat sound effect dari
kamera digital yang dipakai Kirana saat memotret para pemuda yang sedang
berlatih menari.
sebagai jurnalis sedang mewancarai Pak Camat sebagai nara sumber. Kondisi
pada karakter ketertarikan dan rasa ingin tahu pada kegiatan para pemuda
yang sedang giat berlatih tarian tradisional kota Tenggarong. Pak Camat
dan budaya.
Dialog pada Gambar 3.22 membicarakan mengenai asal tarian jepen pada
yaitu seni pesisir atau melayu yang dipengaruhi oleh kebudayaan Islam dan
kebudayaan Keraton.
Casting pada Gambar 3.22 pada tokoh pak Camat di perankan oleh Ray
kedekatan Kirana dan pak Camat dalam upaya pelestarian budaya. Kirana
para pemuda masa kini yang masih peduli dan mau melestarikan terhadap
dikenakan oleh pak Camat selain merupakan hal yang positif dalam hal
masyarakat Kutai Kartanegara. Baju Miskat sama halnya dengan Baju Cina,
untuk upacara adat khusus dan dalam perkembangannya sekarang ini baju
Kabupaten Kutai Kartanegara, yang khusus dipakai pada hari kamis. Baju
Miskat ini memiliki keunikan tersendiri di samping baju adat kutai lainnya,
dengan bentuk design mirip baju dari Korea. Ini menunjukkan bahwa
harapan agar bisa menari di hotel dengan begitu mereka akan tambah
melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh
142
ahli atau anggota masyarakat. Para pemuda ini merupakan generasi penerus
kota Tenggarong.
Kode dress (busana) pada Gambar 3.23 secara umum para penari baik
dapat secara bebas bergerak. Kaos merupakan pakaian yang memang cocok
untuk mereka yang melakukan banyak gerakan, simple, nyaman dan dapat
peristiwa tersebut terjadi pada siang hari di halaman depan kantor Camat
Dalam hal ini ialah kondisi para pemuda saat melakukan evaluasi sesudah
bahwa para pemuda ingin sekali agar dapat pentas di hotel. Hal tersebut
punya dapat di pentaskan dalam ranah yang lebih luas. Kebudayaan modern
merupakan hal positif yang dapat menjadi penyemangat bagi generasi muda
143
agar tetap eksis dan lebih maju. Hal tersebut dapat diketahui melalui dialog
Gambar 3.23
berdiri dan pandangan mata fokus pada satu arah. Hal tersebut menunjukkan
sikap peduli, memeperhatikan, dan setuju pada peristiwa yang sedang terjadi.
saat itu.
tradisi di kota Tenggarong. MCU (Medium Close Up). Shot amat dekat,
obyek diperlihatkan dari bagian dada sampai atas kepala. MCU inilah yang
adalah Normal Angle agar perhatian dari para pemuda tersebut dapat secara
langsung ditangkap oleh mata penonton. Normal Angle. Pada posisi normal
angle, kamera ditempatkan kira-kira setinggi mata subyek. Tentu saja normal
angle sangat tergantung pada tinggi subyek yang dishoting (Sartono, 2008,
hal. 313).
secara teknis bertujuan agar memperoleh cahaya dasar (base light) sehingga
yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak
menyolok, begitu juga warna-warna yang terang dengan warna yang gelap.
Mengatur suhu warna yang tepat, sehingga warna kulit manusia akan nampak
bentuk dan dimensi obyek. Menciptakan ilusi dari suatu realitas. Menciptakan
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
dari suasana disaat para pemuda sedang melakukan evaluasi bersama tokoh
Reza sesudah berlatih. Suara pada adegan tersebut fokus terhadap dialog yang
jelas.
pemuda yang mempunyai semangat dan sikap peduli terhadap seni budaya
Tokoh Reza pada dialog tersebut memberikan stimuli kepada para pemuda
agar lebih bersemangat dalam berlatih karena akan tampil pad festival Erau.
untuk dapat tampil di hotel, dengan mereka bisa tampil maka semangat
kode-kode representasi bahwa hal tersebut sebagai bentuk dari semangat para
harapan yang diungkapkan oleh salah satu dari pemuda tersebut untuk dapat
tampil di hotel.
realitas pada kantor Camat Tenggarong pada pagi hari di saat jam kerja.
kantor Camat Tenggarong pada waktu itu cerah. Kantor Camat Tenggarong
sehubungan dengan tari jepen tersebut dan pak Camat menjelaskan kepada
Kirana mengenai gambaran dari tari jepen di halaman depan kantor Camat
Tenggarong di atas.
menjadi kebiasaan memakai kaos pada atasan dan celana panjang pada
bawahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka memilih kaos agar bisa
bebas bergerak selain itu juga dapat menyerap keringat. Penggunaan kaos
pada kalanga para pemuda pada Gambar 3.24 menunjukkan gaya hidup yang
sederhana. Pada tokoh Kirana dan pak Camat masih mengenakan pakaian
pada shot sebelumnya yakni pada tokoh Kirana mengenakan pakaian t-shirt
dengan lengan panjang tiga perempat dan celana cargo serta mengenakan
sepatu sebagai alas kaki. Sedangan pada tokoh pak Camat mengenakan baju
mengenakan kopiyah berwarna hitam dan sarung bewarna biru muda senada
rumah adat suku dayak secara modern yakni rumah lamin. Bahan material
seperti pada dinding, atap, tiang dan jendela. Tersedia tempat parkir yang
cukup luas bagi para pengunjung dan para pegawai. Selain sebagai tempat
irama pada musik rekaman yang mereka buat latihan. Sedang pada tokoh
sumber yang relevan seperti pak Camat. Sedangkan perilaku pak Camat
sebagai berikut.
149
Gambar 3.24
gerakan indah yang kompak dan dinamis pada para penari jepen yang sedang
gerakan menulis sambil berjalan. Sedang kan pak camat melakukan gerakan
diutarakan pada tokoh Kirana. Juga tampak beberapa para pegawai yang
Seni dan Budaya. ELS (Extreme Long Shot). Shot sangat jauh, menyajikan
Obyek utama dan obyek lainnya nampak sangat kecil dalam hubungannya
adalah High Camera Angle dari kantor Camat Tenggarong tampak dari depan
dan aktifitas para pemuda yang sedang berlatih di halaman depan kantor
Camat, pak Camat dan tokoh Kirana, serta beberapa pegawai yang keluar
disekitarnya. High Camera Angle. Posisi kamera lebih tinggi di atas mata,
secara teknis bertujuan agar memperoleh cahaya dasar (base light) sehingga
yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak
menyolok, begitu juga warna-warna yang terang dengan warna yang gelap.
Mengatur suhu warna yang tepat, sehingga warna kulit manusia akan nampak
bentuk dan dimensi obyek. Menciptakan ilusi dari suatu realitas. Menciptakan
151
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
yang meliputi musik ilustrasi yang juga merupakan musik dari iringan yang
digunakan oleh para pemuda yang sedang berlatih menari. Musik tersebut
merupakan iringan musik yang biasa digunakan dalam tarian tari jepen Kutai
Kartanegara.
pada tokoh Kirana menunjukkan pada perhatiannya kepada pak Camat yang
Dialog pada Gambar 3.24 membicarakan mengenai asal tarian jepen pada
yaitu seni pesisir atau melayu yang dipengaruhi oleh kebudayaan Islam dan
kebudayaan Keraton.
Casting pada Gambar 3.24 pada tokoh pak Camat di perankan oleh Ray
kode-kode representasi bahwa hal tersebut sebagai bentuk dari usaha dalam
diri dan rasa kesatuan bangsa sebuah cermin kebudayaan dan peradaban di
kota Tenggarong. Sedangkan Kirana yang semakin dekat dengan Pak Camat
tokoh Reza yang hendak menemani Kirana meliput seputar kota Tenggarong,
pelabuhan sendirian.
Kode dress (busana) pada Gambar 3.25 pada tokoh Reza mengenakan
kaos berkerah berwarna biru tua. Penggunaan kaos polo pada tokoh Reza
menunjukkan kesan yang rapi namun santai. Sedangkan pada tokoh Rido
mengenakan kaos oblong atau t-shirt bewarna abu-abu dengan desain yang
ramai. Pada tokoh Kirana mengenakan kaos lengan panjang tiga perempat.
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.25 pada tokoh Rido saat
yang juga sahabat Rido memiliki sikap atau perilaku peduli terhadap potensi
sapaan kepada teman sebaya dalam bahasa melayu kutai yaitu kata "awak"
bahasa pada film “Erau Kota Raja” menggunakan Bahasa Indonesia sebagai
Gambar 3.25
posisi tubuh berdiri dan fokus terhadap apa yang mereka bicarakan. Gerakan-
Kode exspression (ekspresi) pada Gambar 3.25 di atas pada tokoh Reza
menunjukkan ekspresi yang serius dan fokus terhadap apa yang dikatakan
lebih besar dan lebih dominan, obyek manusia dinampakkan dari atas
adalah Normal Angle agar dramatik dari percakapan diantara tokoh Reza dan
Rido. Angle tersebut dibuat agar dapat memperlihatkan secara detail gerak-
gerik atau aksi mereka. Normal Angle. Pada posisi normal angle, kamera
ditempatkan kira-kira setinggi mata subyek. Tentu saja normal angle sangat
tergantung pada tinggi subyek yang dishoting (Sartono, 2008, hal. 313).
secara teknis bertujuan agar memperoleh cahaya dasar (base light) sehingga
yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak
menyolok, begitu juga warna-warna yang terang dengan warna yang gelap.
Mengatur suhu warna yang tepat, sehingga warna kulit manusia akan nampak
bentuk dan dimensi obyek. Menciptakan ilusi dari suatu realitas. Menciptakan
production Editing. Editing yang dilakukan setelah shot dan scene direkam
dalam pita atau kaset (lazim disebut original atau master shoting) kemudian
disusun sesuai alur cerita dalam naskah. Hasil editingnya disebut master
Musik dan suara pada Gambar 3.25 menunjukan musik ilustrasi yang
melatarbelakangi dialog antara tokoh Reza dan Rido. Atmosfer pada keadaan
akrab Reza yang memiliki sifat jenaka dalam setiap adegan yang dimainkan.
Karakter tokoh dalam Gambar 3.25 menunjukkan tokoh Rido yang suka
melempar tanggung jawab. Hal tersebut dapat diliha dari dialog Reza kepada
Aksi pada Gambar 3.25 di atas menunjukkan pada adegan Rido yang
Reza sudah berjanji kepada Kirana untuk mengajaknya pergi mencari berita,
maka ia menolak ajakan Rido. Dengan berat hati Rido kembali ke pelabuhan
kantor Camat tenggarong pada pagi hari setelah para pemuda selesai berlatih
menari.
Casting pada Gambar 3.25 pada tokoh Reza diperankan oleh Denny
Sumargo. Reza dalam adegan ini berperan sebagai relawan yang menemani
tokoh Kirana mencari berita seputar kota Tenggarong. Sedangkan tokoh Rido
diperankan oleh Heri S. Hartawan atau Herichan. Rido dalam adegan pada
kode-kode representasi bahwa Bahasa melayu kutai adalah salah satu bahasa
daerah yang masih ada dan berkembang di kalimantan Timur. Sebagai bahasa
ibu bahasa Melayu Kutai merupakan bahasa yang paling banyak digunakan di
lisan maupun tulis antar warga masyarakat Kutai, yang berada di daerah
Kutai (Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Kutai Barat). Bahasa melayu
Kutai ini dipakai dalam berinteraksi antar anggota masyarakat dari latar
upacara ada Erau yang dilakukan setiap tahun. Gambar tersebut menandakan
bagaimana proses akulturasi terjadi, baik antar individu dan antar golongan
atau kelompok. Erau sendiri sudah menjadi icon dari masyarakat Kutai
Kartanegara.
kebudayaan yang ada pada masyarakat Kutai Kartanegara mulai dari pakaian
159
adat Kutai Kartanegara yang dikenakan oleh para penyelengara, pakaian para
tamu undangan, serta para pengunjung yang ikut memeriahkan pesta adat
Erau tersebut.
tahunnya.
kode-kode representasi bahwa Erau adalah suatu ritual dalam budaya keraton
penobatan Putra Mahkota Kerajaan pada Pesta Adat Erau, kerabat keraton
Kemudian sejak tahun 1970, upacara Erau tidak lagi dilaksanakan untuk
Proses Erau dimulai dengan Menjamu Benua yakni upacara untuk memberi
makan pada orang-orang halus di bagian hulu, tengah, dan hilir Benua (kota).
Kemudian mendirikan Ayu, dengan didirikannya Tiang Ayu maka Pesta Adat
arak-arakan dari salah satu rangkaian pesta adat Erau di Kutai Kartanegara
yaitu mengulur naga. Pada gambar 3.27 di atas tampak para masyarakat pada
Kemudian dibelakang para pembawa sesaji terdapat Dua buah replika naga
yang dipikul oleh puluhan orang. Pada samping kanan dan kiri para pnegawal
yang lain tampak dari para masyarakat, aparat, wartawan dan lain-lain yang
Kode dress (busana) pada Gambar 3.27 pada para pembawa sesaji pada
kuning yang diikatkan dikepala, ada juga yang mengenakan udeng dengan
bebagai motif. Baju dengan bahan kain halus lengan panjang berwarna putih
atau biasa disebut baju Cina, kain sarung yang diikatkan melingkar di
pinggang dan celana panjang dari bahan kain batik. Sedang para pengawal
pada bagian atas mengenekan ikat kepala dengan jalinan kain berwarna
merah, kuning, hitam baju miskat sarung dan celana panjang berwarna hitam.
Properti yang dibawa adalah sebuah tombak yang panjang sebagai senjata.
Kode environment (lingkungan) dari Gambar 3.27 adalah jalan raya kota
masyarakat Kutai Kartanegara dalam prosesi adat atau ritual mengulur naga
yang merupakan adat tradisi dari salah satu rangkaian upacara adat Erau.
Ditinjau dari prosesi yang dilakukan hal tersebut dapat diketahui adaya
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.27 di atas ialah berjalan bersama-
kegembiraan para masyarakat dalam merayakan pesta adat Erau yang hanya
3.27 meliputi kode teknis kamera. Teknik kamera yang digunakan pada shot
Camera Angle (sudut pengambilan gambar). Camera angle adalah sudut penempatan
Dengan sudut tertentu kita bisa menghasilkan suatu shot yang menarik, dengan
perspektif yang unik dan menciptakan kesan tertentu pada adegan yang kita sajikan
(Sartono, 2008, hal. 313). Camera Angle (sudut pengambilan gambar) pada Gambar
cahaya natural, cahaya matahari adalah sumber cahaya utama. Pencahayaan pada
Gambar 3.27 secara teknis bertujuan agar memperoleh cahaya dasar (base light)
sehingga kamera mampu melihat obyek dengan jelas. Menghasilkan contrast ratio
yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak menyolok,
begitu juga warna-warna yang terang dengan warna yang gelap. Mengatur suhu
warna yang tepat, sehingga warna kulit manusia akan nampak alamiah. Secara
artistik tujuan penataan cahaya adalah untuk memperjelas bentuk dan dimensi obyek.
Memusatkan perhatian pada unsur-unsur penting dalam suatu adegan (Sartono, 2008,
hal. 317).
164
Dewa dari Khayangan. Awalnya ia seekor ulat kecil yang dipelihara oleh
Petinggi dusun bersama istrinya yang tidak memiliki keturunan. Setelah besar
ulat kecil itu berubah menjadi seekor naga yang sangat besar. Ketika Naga
dusun dan istrinya terjadi peristiwa yang sangat dahsyat. Air sungai bergolak,
Setelah peristiwa tersebut berhenti, sang Naga menghilang dan air sungai
dipenuhi dengan buih dan ditumpukan buih mereka menemukan sebuah gong
besar yang didalamnya ada seorang bayi. Bayi itulah ketika besar menjadi
3.28 di atas menampilkan keramik dari bahan tanah liat yang berbentuk
bahwa guci merupakan harta berharga karena merupakan benda warisan dari
zaman nenek moyang. Guci merupakan sebuah harta berharga karena tidak
Guci merupakan suatu tanda yang identik dengan nenek moyang suku
dayak yang berasal dari daratan Cina yang bermigrasi pada masa lalu ke
Kutai Kartanegara. Para tamu tersebut merupakan delegasi dari luar negeri
Kode dress (busana) pada Gambar 3.29 meskipun tidak secara detail para
masing-masing.
singgasana maupun interior yang lain seperti kursi tamu, tiang penyangga dan
lain-lain.
167
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.29 berdiri berjajar membuat lingkaran
besar.
suasana keraton Kutai Kartanegara pada saat adat Erau dilaksanakan. Hal
melakukan ceremonial.
Erau International Folklore & Art Festival (EIFAF). Selain Kutai Kartanegara
yang mewakili Indonesia sebagai tuan rumah, kegiatan ini juga diikuti
bernagai negara yakni dari Latvia, Belanda, Hungaria, Italia, Kroasia, Rusia,
2014).
168
tokoh Kirana, Reza dan pak Camat sedang berada di halaman rumah pak
Camat.
Kode dress (busana) pada Gambar 3.30 pada tokoh Reza mengenakan
kaos berkerah berwarna biru tua celana jeans pensil dan sepatu. Hal tersebut
rapi, santai dan juga bergaya. Pada tokoh Kirana mengenakan kaos lengan
panjang tiga perempat, celana cargo, dan sepatu. Sedangkan pada pak Camat
mengenakan kaos berkerah dan pada bawahan hanya memakai sarung dan
sendal.
169
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.30 ialah pak Camat yang sudah
mulai mencoba membiasakan diri dengan sikap Reza dan Kirana. Pak Camat
segala kreatifitasnya. Reza yang masih nampak belum terbiasa dengan Kirana
sebagai wartawan dari kota Jakarta. Sedangkan Kirana sendiri sudah terbiasa
sebagai wartawan.
berdi pada semua tokoh. Pak Camat yang sedang pada posisi berdiri dengan
sepeda pak Camat, sedang kan Reza berdiri dengan kepala agak menunduk
perasaan gembira pada tokoh pak Camat. Kirana yang hanya datar saja karena
memang sudah terbiasa dengan profesinya sebagai Wartawan, dan Reza yang
tokoh. Pak Camat yang sudah terbiasa dan terbuka terhadap pekerjaan Kirana
Reza sebagai tokoh pemuda yang berperan aktif dalam melestarikan seni
asing. Sikap reza terhadap Kirana dianggap sebagai tanda bahwa ia adalah
individu yang dapat menerima kebudayaan asing yang datang dari luar. Hal
tokoh Kirana dan para pemuda sedang berlatih menari di pagi hari.
Kode dress (busana) pada Gambar 3.31 pada umumnya dari semua yang
tidak begitu luas seperti balai yang digunakan untuk latihan menari para
pemuda pada pagi hari. Latar belakang pada Gambar 3.31 masih terdapat
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.31 adalah Kirana yang sedang
langsung.
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.31 di atas ialah (gerakan) dari
tokoh Kirana dalam film “Erau Kota Raja” yang menirukan tarian jepen
Adanya kontak sosial antara Kirana dan merupakan salah satu dari proses
akulturasi.
bersamaan.
172
Kode dress (busana) pada Gambar 3.32 pada tooh ibu Reza mengenakan
kemeja batik lengan panjang berwana abu-abu dan rok panjang berwarna
hitam. Aksesoris yang dikenakan kacamata dan kalung perhiasan. Kesan yang
tokoh Aliya mengenakan blouse dengan lengan terbelah berwarna biru serta
kalung, gelang dan jam tangan. Model tata busana yang dikenakan pada
tokoh Aliya merepresentasikan pada sosok wanita karir masa kini yang selalu
rumah ibu Reza. Hampir semua material yang digunakan adalah kayu mulai
dari struktur bangunan hingga perabot. Terdapat meja, kursi sebagai tempat
duduk dari kayu, jendela dari kayu dengan nuansa klasik pada posisi terbuka,
serta tembok yang terbuat dari papan kayu yang telah ditata sedemikian rupa.
menunjukkan bahwa ia sedang bertamu ke rumah Reza. Ibu reza yang dengan
Gambar 3.32
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.32 di atas pada posisi duduk
sungai mahakam.
gambaran dari bentuk atap pada rumah Lamin khas Kalimantan. Dapat
pada saat ini menempati rumah secara individu atau terdiri dari satu keluarga
lamin adat.
bebas dan santai. Pada tokoh Reza mengenakan t-shirt ketat berwarna hitam
Reza sedang mengemudikan perahu mesin degan posisi dukuk, tangan kanan
berpegangan atap bagian atas perahu, sedangkan tangan kiri memegang mesin
atas perahu.
Kode-kode yang termasuk pada level representasi ini berkaitan dengan kode-
menujukkan realitas Reza dan Kirana yang meliput seputar Kota Tenggarong.
177
Seperti yang tampak pada Gambar 3.34 di atas adalah salah satu kegiatan
yang dilakukan Kirana bersama Reza dalam hal mencari inforamasi. Kirana
transportasi perahu motor sebagai salah satu tempat pariwisata yang ada di
Kota Tenggarong.
Kirana dan Reza untuk memajukan potensi daerah yang ada di Kota
yang dibawa oleh Kirana diterima dengan baik oleh Reza. Bagi kehidupan
maju dan berkembang sesuai dengan arus globalisasi. Usaha-usaha tersebut akan
dapat terwujud jika dilakukan secara kontinyu. Ide-ide dan kreatifitas akan mulai
pak camat dan ibu reza yang mengenakan batik sebagai pakaian sehari-hari
Kode dress (busana) pada Gambar 3.35 pakaian batik long dress yang
dikenakan menunjukkan realitas sehari-hari pada tokoh Ibu Reza dan istri pak
Camat.
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.35 ialah nyaman dan terbiasa
duduk pada istri pak camat dan terbaring pad ibu Reza. Hal tersebut
179
Kode dress (busana) yang dikenakan pada tokoh dalam Gambar 3.35
ialah baju batik. Seperti busana batik yang dikenakan pada Gambar 3.35 oleh
ibu Reza dan Istri Pak camat yang merupakan representasi realitas di Kota
batik pada umumnya dapat dikenakan sebagai pakaian sehari-hari atau dalam
Kode dress (busana) pada Gambar 3.36 penutup kepala yang terbuat dari
manik-manik.
Camat Tenggarong.
dilakukan oleh tokoh Kirana mengenai detail dari penutup kepala tersebut.
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.36 diatas ialah tokoh Kirana
yang sedang duduk pada sebuah kursi dan mencgamati penutup kepala khas
framing CU (Close Up) pada Tapung atau penutup kepala dengan ornamen
menjadi berbagai hiasan, salah satunya ialah manik-manik sebagai hiasan dari
penutup kepala pada etnis suku dayak. Dalam hal akulturasi budaya mengenai
bahan dari alam seperti bebatuan dan lainnya. Melainkan manik-manik yang
hingga saat ini yaitu seni kerajinan tangan atau handy craft membuat manik-
manik.
Sultan Kutai Kartanegara yang sedang melaksanakan adat Erau. Selain itu
juga tampak para rombongan dari keraton yang sedang melakukan arak-
Kode dress (busana) pada Gambar 3.37 di atas dapat diketahui bahwa
Raja atau Sultan memakai penutup kepala bernuansa batik, celana panjang
182
batik, baju cina lengan panjang putih, sarung diikatkan di pinggang dan di
kepala diikatkan potongan kain batik disebut pesapu pada saat upacara adat
Erau berlangsung.
dipengaruhi oleh kebudayaan jawa dan melayu. Pakaian adat traditional inilah
yang hingga kini relatif masih bertahan dari pengaruh perkembangan mode
dengan suhu udara daerah itu yang relatif panas. Oleh karenanya dipilih kain
Dari kode dress (kostum) di atas dapat diketahui bahwa Raja atau Sultan
memakai penutup kepala bernuansa batik, celana panjang batik, baju cina
potongan kain batik disebut pesapu pada saat upacara adat Erau berlangsung.
inilah yang hingga kini relatif masih bertahan dari pengaruh perkembangan
disesuaikan dengan suhu udara daerah itu yang relatif panas. Oleh karenanya
bersama untuk melaksanakan adat beseprah yang merupakan salah satu dari
Kode dress (busana) pada Gambar 3.38 Dari kode dress (kostum) pada
Gambar 3.38 yang dikenakan adalah baju dengan lengan panjang serta
penutup kepala pada pria dan wanita yang biasa digunakan oleh orang
muslim pada umumnya, yaitu jilbab pada perempuan dan peci pada laki-laki.
kesultanan Kutai Kartanegara. Seperti upacara adat, tata krama Kerajaan dan
tari khusus Keraton yang ditampilakan pada setiap acara Erau di kedaton.
turis macanegara yang turut serta melaksanakan upacara adat tradisi beseprah.
Kode dress (busana) pada Gambar 3.39 pada turis satu mengenakan
pakaian hitam dan kerudung putih dengan motif bunga, pada turis dua
mengenakan t-shrit dengan bahan kain yang tipis. Kemudian pada masyarakat
lokal mengenakan kemeja lengan panjang bewarna hijau dengan motif batik.
sebagai salah satu rangakaian dari pesta adat Erau Kutai Kartanegara.
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.39 di atas pada umumnya duduk
Gambar 3.39 di atas ini menunjukkan adanya komunikasi antar budaya lokal
Kutai Kartanegara dengan budaya asing. Para turis mancanegara yang datang
meriahnya para masyarakat dalam merayakan pesta adat Erau pada setiap
berkumpul untuk menyaksikan dan turut serta dalam adat tradisi Erau di
Kutai Kartanegara.
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.40 diatas ialah pada posisi berdiri
masyarakat Kutai Kartanegara sebagai ritual pensucian diri agar tehidar dari
pengaruh jahat.
Festival Erau. Tradisi ini menjadi wujud rasa syukur masyarakat atas
dari rangkaian upacara adat Erau yaitu belimbur. Melihat pentingnya budaya
Erau sebagai salah satu budaya yang memegang sejarah bagi Kabupaten
Kutai Kartanegara dan merupakan budaya yang berasal dari Kerajaan tertua
di Indonesia yang masih berjalan dan bertahan sampai saat ini, menjadikan
188
budaya Erau sebagai ikon yang tidak terpisahkan dari masyarakat Kutai
Kartaneagara.
sebuah ritual yang dilakukan oleh Sri sultan dan kerabat keraton dalam
upacara ada Erau. Tampak pada Gambar 3.41 Sri sultan, para kerabat keraton
dan para abdi keraton mengenakan pakaian adat untuk melaksanakan ritual
tersebut.
Cina dalam upacara adat Erau. Baju Cina adalah baju yang di pakai sehari-
189
Baju Cina berfungsi sebagai baju dalam kegiatan adat biasanya di pakai
pada waktu menghadiri Upacara adat mandi-mandi atau ngulur naga pada
waktu Erau. Baju Cina ini terlihat sederhana sekali tanpa aksesoris, tetapi
memiliki keunikan tersendiri dengan lengan baju yang turun ke bawah persis
memakai sanggul Kutai dan Tajok berupa bunga mawar, serta bawahan
memakai ampik caul, dan untuk lelaki memakai hiasan kepala menyerupai
topi yang terbuat dari sehelai kain yang dinamakan sesapu, untuk
bawahannya memakai celana panjang terbuat dari kain batik dan tajong yang
sebuah ritual yang dilakukan oleh Sultan Kutai Kartanegara beserta kerabat,
abdi keraton dan seluruh lapisan masyaraka. Gambar 3.41 dalah ritual yang
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.41 ialah perayaan pesta adat
Erau yang dilakukan oleh Sultan Kutai Kartanegara berasama para kerabat
prosesi dari ritual berlimbur yang merupakan salah satu rangkaian dari pesta
dengan kostum yang berbeda selain obyek utama dari gambar tersebut. Hal
Kode dress (busana) pada Gambar 3.42 pada pemain alat musik sampe’
digunakan ialah tapung atau penutup kepala khas pada masyarakat suku
atau panggung terbuka diantara para pemain musik yang lainnya. Gambar
rangkaian dari acara Erau Adat Kutai dan Internatinal Folk Art 2014.
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.42 ialah memaikan sebuah alat
musik petik tradisional Sampe. Alat musik tersebut merupakan ciri khas pada
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.42 diatas ialahpada posisi duduk
tegap, tangan kanan memetik senar dari alat musik tersebut dan tangan kiri
bunyi.
tersebut.
Kutai Kartanegara yang memainkan alat musik khas Dayak yaitu Sampe
dengan latar belakang koor oleh ibu-ibu yang mengenakan busana muslim
agama Islam. Hal tersebut menandakan adanya akulturasi budaya dari dua
etnis yang berbeda yaitu melayu dan dayak. Suatu keberagaman yang dinamis
penari wanita dan tiga penari pria serta pemain musik rebana yang terdiri dari
Gambar 3.43 di atas merupakan tarian tradisional khas pada masyarakat Kutai
Kode dress (busana) pada Gambar 3.43 pada penari wanita mengenakan
kostum lebar bewarna biru laut dan hiasan kepala seperti bentuk pita lebar di
sisi kepala. Begitu juga pada bagian bawah mengenakan rok panjang lebar
bewarna hijau kebiruan dengan motif garis-garis dan sepatu slop. Properti
yang di gunakan ialah sejenis wadah terbuat dari logam yang mirip bokor
pria juga serasi dengan kostum yang dikenakan penari wanita yaitu baju
lengan panjang bewarna biru laut dan rompi memanjang bewarna hijau
bahan yang halus dirangkap dengan kain mirip seperti sarung dan jarit,
menggunakan alas kaki sepatu slop. Properti yang digunakan ialah sebuah
tongkat panjang yang pada ujungnya dihiasi oleh rangkaian janur kuning,
bambu atau lidi yang dihiasi pada posisi menacap, menjuntai tidak beraturan.
bewarna oranye dengan motif batik dan celana panjang hitam. Sebagai
dan alas kaki sepatu berwarna hitam. Properti yang digunakan adalah alat
musik rebana dengan ukuran yang berfariatif, dimainkan dengan cara di pukul.
digunakan untuk para penampil dalam acara Erau Adat Kutai dan
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.43 di atas adalah sebuah tari
dalam acara Erau Adat Kutai dan International Folk Art Festival 2014.
kode-kode representasi bahwa tari Jepen adalah kesenian rakyat Kutai yang
dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Kesenian ini sangat populer
Tari Jepen ini diiringi oleh sebuah nyanyian dan irama musik khas Kutai
yang disebut dengan Tingkilan. Alat musiknya terdiri dari gambus (sejenis
tari ini berkembang pesat dengan munculnya kreasi-kreasi baru seperti Tari
Jepen Tungku, Tari Jepen Gelombang, Tari Jepen 29, Tari Jepen Sidabil dan
Tari Jepen Tali. Tari Jepen Eroh adalah tari garapan yang tidak meninggalkan
ragam samba setangan, ragam samba penuh, ragam gengsot, ragam anak, dan
lain-lain. Eroh dalam bahasa Kutai berarti ramai, riuh dan gembira. Oleh
sebab itu, penataan Tari Jepen Eroh ini penuh dengan gerak-gerak yang
dinamis dan penuh unsur kebahagiaan (Riandana, Tari Jepen Kutai, 2012).
195
Kode dress (busana) Gambar 3.44 pada para penari topeng mengenakan baju
lengan pendek bewarna kuning dan jarit pada bagian bawahan. Aksesoris yang
kepala, dan topeng sebagai properti yang dikenakan saat menari, periasan kalung,
gelang, sabuk yang terbuat dari logam, selendang, keris dan lain sebagainya. Dari
terbuka dimana tari kemindhu pada Gambar 3.44 di atas juga merupakan
salah satu penampil pada acara erau Adat Kutai dan International folk art
kemindu kepada khalayak. Selain dari wujud kebudayaan hal tersebut juga
Kartanegara.
mengenakan topeng dan selendang atau sampur saat menari. Gerakan tersebut
Berdasarkan pada level ideologi dari Gambar 3.44 di atas menunjukkan kode-
kode representasi bahwa dari sisi koreografi, aransemen, dan genre tarian, tari
topeng kemindhu masih memiliki hubungan yang erat dengan tari topeng
yang berkembang di Pulau jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Hal ini terjadi karena adanya pengaruh budaya peninggalan Majapahit yang
cukup kuat.
kemiripan alur cerita, busana, dan watak topeng yang dikenakan para penari
(Kristian, 2014).
pertunjukan pada malam hari dari berbagai negara yang turut berpartisipasi
dalam acara EIFAF (Erau International Folk Art dan Festival 2014).
Kode dress (busana) pada Gambar 3.45 menunjukkan dari pakaian khas
tradisional dari masing-masing negara sebagai ciri khas penampil dalam acara
panggung, tata cahaya dan sebagainya. Tata artistik pada Gambar 3.45 di atas
seniman yang tengah beratraksi melalui alat musik tradisional dan tari-tarian
secara berkelompok dalam acara EIFAF (Erau International Folk Art and
gerakan dalam memainkan alat musik pukul tradisional dari luar negeri dan
mancanegara.
tidak saja dimaksudkan sebagai sebuah ungkapan rasa syukur, tetapi lebih
kegiatan dalam kalender event budaya daerah yang berlevel nasional maupun
Folk Arts).
dipadukan dengan International Folklore And Art Festival (EIFAF) (Aulia, 2015).
tokoh Reza dan Kirana sedang berada pada sebuah kafe setelah selesai
Kode dress (busana) pada Gambar 3.46 pada tokoh Reza mengenakan
kemeja lengan panjang bewarna biru muda dan celana panjang bewarna abu-
200
dan celana cargo. Aksesoris yang dikenakan adalah kacamata, gelang etnik
dll.
langsung berpengaruh serta mudah diterima oleh Reza sebagai pemuda yang
menyukai gaya kekinian. Namun, pola pikir serta karakter dalam diri Reza
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.46 ialah santai atau rehat pada
sebuah cafe sembari menikmati makanan dan minuman yang sudah dipesan.
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.46 diatas ialah pada posisi duduk
tokoh Reza dan Rido yang sedang berada diats perahu di sekitar sungai
Mahakam.
Kode dress (busana) pada Gambar 3.47 pada tokoh Reza mengenakan
kaos berkerah atau polo t-shirt, aksesoris yang dikenakanan adalah jam
sungai Mahakam.
202
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.47 adalah kondisi Reza yang
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.47 di atas ialah pada posisi duduk
di atas kapal.
dilakukan oleh Reza, sebagai sahabat Rido mengetahui betul perubahan sikap
yang terjadi pada Reza. Sebagai masalah dalam hal akulturasi perilaku Reza
tersebut. Reza harus mampu menyesuaikan diri dengan banyak hal agar dapat
seimbang diantaranya.
tokoh Reza yang sedang memeriksa keadaan ibunya yang dalam keadaan
sakit.
Kode dress (busana) pada Gambar 3.48 pada tokoh reza mengenakan
ruangan tertutup yang biasa digunakan untuk beristirahat atau kamar tidur.
tidur. Sedangkan ibunya pada posisi terlentang di atas tempat tidur sedang
bahwa Reza adalah seorang dokter, ia memeriksa kondisi ibunya yang sedang
sakit. Reza adalah seorang dokter serta mempunyai wawasan yang luas.
kebudayaan asing serta peralatan modern yang di pakai oleh Reza seperti
tokoh Donny dan Dicky sebagai sahabat Kirana dari Jakarta yang sedang
Kode dress (busana) pada Gambar 3.49 Dicky mengenakan kaos lengan
tiga perempat bewarna putih kombinasi biru dan celana jeans hitam.
Sedangkan donny memakai t-shirt bewarna biru dan celana jeans bewarna
hitam.
ketinggian.
Sedangkan donny pada Gambar 3.49 di atas tampak khawatir dengan keadaan
Kirana.
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.49 di atas pada tokoh Dicky
dalam posisi duduk sambil menuangan kopi ke dalam cangkir. Pada tokoh
serius.
Dari kode setting (tata artistik) pada Gambar 3.49 di atas menunjukkan
bahwa setting tempat yang terdapat akulturasi budaya pada arsitektur serta
halnya rumah Lamin pada masyarakat Suku Dayak serta budaya modern
sebagai fungsional dari tempat tersebut yaitu cafe, menara pantau, serta rest
area. Setting tempat tersebut juga menujukkan status sosial dari pengunjung
tokoh Kirana dan Reza sedang meliput orang hutan secara langsung di salah
satu hutan lindung. Pada Gambar tersebut tampak juga petugas hutan yang
Kode dress (busana) pada Gambar 3.50 pada tooh Kirana mengenakan T-
shirt bewarna abu-abu dan celana panjang bewarna abu-abu. Aksesoris yang
dikenakan ialah kacamata, perhiasan gelang dan kalung etnik tas samping dan
tas kamera. Properti yang digunakan ialah kamera digital sebagai alat untuk
sebuah wilayah hutan lindung di siang hari, dimana hutan tersebut merupakan
dan perhatian Kirana terhadap penjelasan Reza secara detail mengenai orang
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.50 diatas pada tokoh Reza berdiri
sambil menunjuk ke arah obyek yang ia jelaskan kepada Kirana. Dan Kirana
juga pada posisi berdiri tidak jauh dengan Reza sambil melihat-lihat hasil
potretannya.
Kode behavior (perilaku) Reza dan Kirana pada Gambar 2.50 di atas
beberapa kali mendapatkan teguran dari Ibunya, Reza tetap membatu Kirana
memperoleh berita.
tokoh Reza, Kirana, Dicky, dan Donny. Tampak pada Gambar 3.51 di atas
Kode dress (busana) pada Gambar 3.51 pada tokoh Donny, Dicky, dan
tanpa kerah.
tepat terbuka yang merupakan wilayah hutan lidung dan tempat bagi spesies
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.51 ialah tokoh Donny yang
secara spontan marah ketika melihat Kirana bersama Reza, Kirana berusaha
melerai agar tidak terjadi perseteruan diantara Donny dan Reza. Reza yang
tidak merasa bersalah karena tidak tahu menahu urusan antara Kirana dan
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.51 di atas ialah Donny pada
Dan Dicky pada posisi berdiri menghadap Kirana dan Reza. Sedangkan Reza
209
dan Kirana pada posisi berdiri menghadap Donny yang sedang marah kepada
Reza.
marah pada tokoh Donny. Pada tokoh Kirana menunjukkan eksprasi heran
Sedangkan keberadaan Reza dengan Kirana pada saat itu membuat Donny
tidak jarang sulit diterima dengan baik karena latar belakang budaya yang
baru ini bersifat alami dan normal. Tetapi perasaan itu dapat mengarah pada
rasa takut, tidak percaya diri, tekanan dan frustasi. Apabila hal demikian
yakni masa khusus transisi serta perasaan-perasaan unik yang timbul dalam
210
seperti pusing, sakit perut, tidak bisa tidur, ketakutan yang berlebihan
terhadap hal yang kurang bersih dan kurang sehat, tidak berdaya dan menarik
tokoh Kirana yang sedang bersedih karena Kirana mendapatkan tuduhan dari
warga desa bahwa tindakannya selama ini membuat resah warga sekitar.
211
Kode dress (busana) pada Gambar 3.52 pada tokoh Kirana mengenakan
t-shirt bewarna hijau dan celana pendek bewarna krem. Aksesoris yang
Kode behavior (perilaku) pada Gambar 3.52 ialah pada tokoh Kirana
Camat juga merasa sangat bersedih karena keadaan tersebut, sementara pak
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.52 diatas ialah pada tokoh kirana
suasana sendu yang dialami oleh tokoh dalam film. Effect yang ingin dicapai
Gambar 3.53 Tokoh Reza, pak Camat, ibu Reza dan Rido
tokoh Reza, Rido, Ibu Reza dan pak Camat sedang bermusyawarah di kantor
ini tidak lain adalah membicarakan tentang keberadaan Kirana yang dianggap
Kode dress (busana) pada Gambar 3.53 pada tokoh Reza mengenakan
kemeja dan celana jeans. Pada tokoh Rido mengenakan t-shirt, ibu reza
mengenakan gaun yang memanjang seperti pada pakaian cheongsam dan pak
Tenggarong.
secara keseluruhan semua tokoh pada posisi duduk. Pak Camat duduk di kursi
kerjanya sambil berpegangan pada kursi tersebut. Reza pada posisi duduk di
kepada kirana terhadap tulisan-tulisan yang dia buat. Sedangkan Rido juga
duduk pada kursi tamu menghadap pada ibu Reza memperhatikan dengan
kecewa pada pak Camat yang beranggapan bahwa Kiranalah yang sebenarnya
perkataan ibunya mengenai Kirana, Reza merasa tidak yakin atas segala
berbeda pandangan atas tuduhan serta prasangka negatif Ibu Reza kepada
Tenggarong. Demikian juga sama dirasakan oleh Pak Camat yang selama ini
214
informasi terhadap Kirana yang dapat membuka jalan terhadap orang asing
yang ingin mencuri benda-beda pusaka serta budaya yang ada di Kutai
tokoh Kirana yang memberanikan diri untuk datang ke rumah Reza menemui
215
ibu Reza untuk meminta maaf atas perbuatannya yang dianggap telah
Kode dress (busana) pada Gambar 3.54 pada tokoh Kirana mengenakan
kemeja kotak-kotak lengan panjang dan celana panjang cargo bewarna krem.
Aksesoris yang digunakan kacamata, perhiasan kalung dan gelang etnik. Ibu
Reza mengenakan baju cina lengan panjang atau cheongsam bewarna merah
hati dan pada bawahan mengenakan rok panjang bewarna hitam. Aksesoris
menunjukkan sikap jujur kepada ibu Reza dengan ia datang ke rumah dan
meminta maaf kepada ibu Reza. Pada Ibu Reza menunjukkan sikap yang
tegas dan bertanggung jawab kepada anaknya. Ibu Reza yang mempunyai
sifat teguh pendirian dan berkomitmen dengan apa yang sudah menjadi
keputusannya.
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.54 di atas pada tokoh Kirana
menunjukkan posisi berdiri menghadap ibu Reza, sebaliknya ibu Reza juga
wajah Kirana yang tidak bisa berkata apa-apa mendengar perkataan ibu Reza
kepadanya. Ibu Reza dengan ekspresi yang tegas mengusir Kirana dari
Kode behavior pada Gambar 3.54 di atas menunjukkan sikap tegas Ibu
Reza terhadap kirana sebagai orang asing yang telah membawa pengaruh
untuk bertemu dengan Reza tetapi, justru ia ingin meminta maaf secara
langsung pada Ibu Reza. Dalam akulturasi budaya sikap Ibu Reza yang
tokoh Reza yang sedang berdialog dengan Kirana di atas perahu di sungai
Mahakam.
217
motif kotak-kotak. Make-up atau tata rias pada tokoh Reza adalah natural
minimalis yang memberikan kesan realis atau sesuai pada aktivitas sehari-hari.
aliran sungai Mahakam. Suasana yang tenang dan santai sehingga dapat
tokoh Reza dan Kirana dalam salah satu adegan pada film “Erau Kota Raja”
Gambar 3.55
Hal ini Sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) menyatakan negara memajukan
Kode gesture (gerakan) pada Gambar 3.72 pada posisi duduk diatas kapal
dan sedang berdialog dengan lawan bicaranya yakni Kirana. Gerakan tangan
tokoh Reza yang sedang berdiri pada sebuah kapal besar. Ia melambaikan
tangan kepada Kirana yang sedang berlayar menaiki kapal untuk pulang.
219
panjang, celana jeans bewarna berwarna hitam dengan aksesoris jam tangan.
masa kini. Make-up atau tata rias pada tokoh Reza dalam Gambar 3.56 ialah
make-up natural minimalis yang memberikan kesan realis atau sesuai pada
aktivitas sehari-hari.
Kode behavior (perilaku) dari Gambar 2.56 di atas adalah reza yang
tersebut merupakan salah satu sikap kepedulian Reza terhadap Kirana sebagai
kota Tenggarong.
Reza yang berada di atas kapal adalah upaya agar dapat menjangkau Kirana
komunikasi non verbal yang diciptakan oleh bagian-bagian tubuh yang dapat
transpotasi sungai yaitu kapal fery tradisional. Tokoh Reza pada Gambar 3.56
di atas sedang tersenyum dan senang sekali, hal tersebut merupakan ungkapan
rasa kepada Kirana karena dapat bertemu dan berteman dengan Kirana.
sesuatu yang baru mengenai dirinya. Terbukanya wawasan pada tokoh Reza
menuju pengetahuan yang lebih luas dari banyak pengalaman bersama tokoh
yang sedang melambaikan tangan kepada tokoh Kirana. Shot tersebut dibuat
seting tempat yang digunakan pada shot tersebut yaitu Kapal yang sedang
bidang pandangan yang lebih dekat dibandingkan dengan ELS, obyek masih
didominasi oleh latar belakang yang lebih luas (Sartono, 2008, hal. 312).
atau adegan. Dengan sudut tertentu kita bisa menghasilkan suatu shot yang
menarik, dengan perspektif yang unik dan menciptakan kesan tertentu pada
adegan yang kita sajikan (Sartono, 2008, hal. 313). Camera Angle (sudut
pengambilan gambar) pada Gambar 3.56 di atas menggunakan Bird Eye View.
Gambar 3.56 dibuat dari tempat tinggi agar memeperoleh sudut pandang yang
membawa penonton pada suasana hati (mood) yang sesuai, dan pemandangan
tersebut merupakan latar belakang dari para tokoh pada akhir cerita dalam
film.
teriakan etnis khas suku dayak dan dari tari perang suku dayak pada intro lagu
closing title akhir film. Hal tersebut merupakan akulturasi kebudayaan antara
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
pada film “Erau Kota Raja” Yang disutradarai Bambang drias dengan
film “Erau Kota Raja” sebagai salah satu contoh meliputi tampilan
akulturasi budaya pada kode kostum dapat diketahui pada pakaian adat atau
budaya pada kode riasan terdapat pada penari yang menggunakan Costume
dimana para pengunjung adalah para wisatawan baik lokal maupun asing.
terjadi konflik diantara Reza dan Donny. Dalam hal akulturasi budaya
proses komunikasi diantara individu tidak jarang sulit diterima dengan baik
pada kode cara berbicara terdapat pada tokoh Rido yang merupakan salah
akulturasi budaya pada kode gestur tampak pada tokoh Reza yang sedang
akulturasi budaya pada kode ekspresi dapat diketahui pada tokoh Reza
mengecewakan ibunya.
dalam film “Erau Kota Raja” sebagai salah satu contoh meliputi Kode
teknik camera (kamera) pada adegan tokoh Kirana, Reza dan Rido di tepi
dengan type shot three shot (shot tiga orang) dan framing MS (Medium
tokoh Kirana yang sedang bersedih atas tuduhan dari warga atas tulisan-
tulisan yang di buatnya. Seting ruang tamu rumah pak camat pada malam
dengan tujuan untuk menghidupkan suasana sendu yang dialami oleh tokoh
pada saat berbagai macam seni pertunjukan baik lokal dan internasional
ditampilkan dalam acara Erau Adat Kutai International Folk Arts Festival
teriakan-teriakan etnis khas suku dayak dan dari tari perang suku dayak
3. Pada level ideologi setiap potongan gambar film “Erau Kota Raja” yang
Kirana dan Reza di atas perahu tentang seni dan budaya di kota Tenggarong.
ideologi Pancasila. Sikap dan perilaku tokoh Reza yang gigih untuk terus
dengan latar belakang event tahunan Festival Erau. Kedatangan tokoh Kirana
dari ibukota Jakarta berperan sebagai penggerak dari proses akulturasi. Hal
Kartanegara.
ada di Kutai Kartanegara. Oleh karena itu banyak sekali pada adegan-adegan
dalam film yang menampilkan berbagai macam unsur serta bentuk kebudayaan
4.2. Saran
Dalam era globalisasi ini, segala kreatifitas dan upaya para pemuda untuk
Tenggarong.
571 – 586.
Anwar, A. S. dan Supanggah, R., Sumarno, M., Wijaya, I. G. (2009). Sejarah Kebudayaan
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Cangara, Hafied. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo
Persada.
Effendy. (2002). MARI MEMBUAT FILM, Panduan untuk menjadi produser. Yogyakarta:
Konfiden.
Elvisa. (2013). Peran Humas Pemerintah Dalam Membangun Citra melalui Slogan
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. yogyakarta: LKIS.
Hoynes. (2000). Media/society, industries image and audiences. California: Pine forge
Ida. (2014). Metode Penelitian Media dan Kajian Budaya. Prenada Media Grup
KARTANEGARA.
Kalimantan Timur.
Kutai Kertanegara.
Santosa, Eko. (2008). Seni Teater Jilid 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Matusin. (2014). ERAU (Festival Rakyat dan Budaya Kutai Kartanegara). NewsLetter
Vera, Nawiroh. (2014). Seomiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Rusbiyantoro. (2011). Penggunaan Kata Sapaan Dalam Bahasa Melayu Kutai. Parole Vol.2
Rusmanto. (2010). Mengenal Lembu Suana. Buletin Chelonia Edisi IV , Ragam Kaltim,
hal. 38.
Sartono. (2008). Teknik Penyiaran dan Produksi Program Radio, Televisi dan Film Jilid 2
Studio. (2015, Oktober 23). Tren Design. Polka dot untuk interior, hal. 5.
Sumidi. (2011). Menjelajah hutan tropis dataran rendah Taman Nasinal Kutai. Kutai,
Wibowo. (2013). Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi
Pasifik Amoniak.
229
Online
https://ndalempoerwahadiningratan.wordpress.com/message-
studies/message-studies-menuju-teori-dan-metode-analisis-pesan-
komunikasi/
Deliana. (2013, 12 19). Pulau Kumala, Terpuruk Kalau Kurang Mahir Kelola.
https://kitadankota.wordpress.com/tag/lembuswana/
www.kutaikartanegara.com:
http://erau.kutaikartanegara.com/index.php?menu=Asal_Mula_Erau
Lingkungan (Bagian-1):
http://www.mongabay.co.id/2014/10/22/batubara-tantangan-ketahanan-
energi-serta-persoalan-sosial-dan-lingkungan-bagian-1-dari-2-tulisan/
Diambil kembali dari Kebudayaan yang maskulin, Macho, Jantan dan Gagah:
www.kunci.or.id
230
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/tari-topeng-kemindu-jejak-
akulturasi-seni-tari-jawa-di-kutai-kartanegara
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2711/sampe-alat-musik-tradisional-
melayu-dayak-di-kalimantan-timur
Riandana, A. (2012, 05 2012). Baju Cina. Dipetik 12 12, 2015, dari Perpustakaan
http://budaya-indonesia.org/Baju-Cina/
Riandana, A. (2012, 10 20). Baju Miskat. Dipetik 12 29, 2015, dari Perpustakan
http://budaya-indonesia.org/Baju-Miskat/
http://budaya-indonesia.org/Tapung/
Riandana, A. (2012, 5 24). Tari Jepen Kutai. Dipetik 12 13, 2015, dari Perpustakaan
http://budaya-indonesia.org/Tari-Jepen-Kutai/
Sianipar, T. (t.thn.). SENI. Dipetik 12 31, 2015, dari KUKAR NEWS KORAN
https://pariwisatakukar.wordpress.com/seni/
231
http://www.tempo.co/read/news/2014/07/04/140590899/erau-warisan-
budaya-leluhur-kutai-kartanegara
citizen journalist :
http://mestizo.sayang.web.id/id1/kumpulan-ilmu-1683/DKI-Jakarta---Daerah-
Khusus-Ibukota-Jakarta_12550_mestizo-sayang.html
Wirawan, S. (2011, Mei 09). Prospek Usaha Tambang Batubara di Kaltim. Dipetik
https://id.scribd.com/doc/54993797/Prospek-Usaha-Tambang-Batubara-di-
Kaltim
Yeliang, D. (2015). Lepau Kenyah. Dipetik 12 28, 28, dari Jaatung Utang Alat
http://demabetuen.blogspot.co.id/2015/06/jatung-utang-alat-musik-
tradisional.html
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. S. dan Supanggah, R., Sumarno, M., Wijaya, I. G. (2009). Sejarah Kebudayaan
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Cangara, Hafied. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo
Persada.
Effendy. (2002). MARI MEMBUAT FILM, Panduan untuk menjadi produser. Yogyakarta:
Konfiden.
Elvisa. (2013). Peran Humas Pemerintah Dalam Membangun Citra melalui Slogan
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. yogyakarta: LKIS.
Hoynes. (2000). Media/society, industries image and audiences. California: Pine forge
Ida. (2014). Metode Penelitian Media dan Kajian Budaya. Prenada Media Grup
KARTANEGARA.
Kalimantan Timur.
Kutai Kertanegara.
Santosa, Eko. (2008). Seni Teater Jilid 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Matusin. (2014). ERAU (Festival Rakyat dan Budaya Kutai Kartanegara). NewsLetter
Indonesia.
Rusbiyantoro. (2011). Penggunaan Kata Sapaan Dalam Bahasa Melayu Kutai. Parole Vol.2
Rusmanto. (2010). Mengenal Lembu Suana. Buletin Chelonia Edisi IV , Ragam Kaltim,
hal. 38.
Sartono. (2008). Teknik Penyiaran dan Produksi Program Radio, Televisi dan Film Jilid 2
Studio. (2015, Oktober 23). Tren Design. Polka dot untuk interior, hal. 5.
Sumidi. (2011). Menjelajah hutan tropis dataran rendah Taman Nasinal Kutai. Kutai,
Wibowo. (2013). Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi
Pasifik Amoniak.
Online
https://ndalempoerwahadiningratan.wordpress.com/message-
studies/message-studies-menuju-teori-dan-metode-analisis-pesan-
komunikasi/
Deliana. (2013, 12 19). Pulau Kumala, Terpuruk Kalau Kurang Mahir Kelola.
https://kitadankota.wordpress.com/tag/lembuswana/
www.kutaikartanegara.com:
http://erau.kutaikartanegara.com/index.php?menu=Asal_Mula_Erau
Lingkungan (Bagian-1):
http://www.mongabay.co.id/2014/10/22/batubara-tantangan-ketahanan-
energi-serta-persoalan-sosial-dan-lingkungan-bagian-1-dari-2-tulisan/
Diambil kembali dari Kebudayaan yang maskulin, Macho, Jantan dan Gagah:
www.kunci.or.id
Kristian, Y. D. (2014, 08 05). www.budaya-indonesia.org. Dipetik 12 10, 2015, dari
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/tari-topeng-kemindu-jejak-
akulturasi-seni-tari-jawa-di-kutai-kartanegara
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2711/sampe-alat-musik-tradisional-
melayu-dayak-di-kalimantan-timur
Riandana, A. (2012, 05 2012). Baju Cina. Dipetik 12 12, 2015, dari Perpustakaan
http://budaya-indonesia.org/Baju-Cina/
Riandana, A. (2012, 10 20). Baju Miskat. Dipetik 12 29, 2015, dari Perpustakan
http://budaya-indonesia.org/Baju-Miskat/
http://budaya-indonesia.org/Tapung/
Riandana, A. (2012, 5 24). Tari Jepen Kutai. Dipetik 12 13, 2015, dari Perpustakaan
http://budaya-indonesia.org/Tari-Jepen-Kutai/
Sianipar, T. (t.thn.). SENI. Dipetik 12 31, 2015, dari KUKAR NEWS KORAN
https://pariwisatakukar.wordpress.com/seni/
TEMPO.CO. (2014, 07 07). Erau Warisan Budaya Leluhur Kutai Kartanegara.
http://www.tempo.co/read/news/2014/07/04/140590899/erau-warisan-
budaya-leluhur-kutai-kartanegara
citizen journalist :
http://mestizo.sayang.web.id/id1/kumpulan-ilmu-1683/DKI-Jakarta---Daerah-
Khusus-Ibukota-Jakarta_12550_mestizo-sayang.html
Wirawan, S. (2011, Mei 09). Prospek Usaha Tambang Batubara di Kaltim. Dipetik
https://id.scribd.com/doc/54993797/Prospek-Usaha-Tambang-Batubara-di-
Kaltim
Yeliang, D. (2015). Lepau Kenyah. Dipetik 12 28, 28, dari Jaatung Utang Alat
http://demabetuen.blogspot.co.id/2015/06/jatung-utang-alat-musik-
tradisional.html