FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 LUKAT DURGA Oleh: Nama : I Made Subrata NIM : 201203007
PENDAHULAN Pertunjukan wayang kulit dijaman era
Wayang kulit merupakan salah satu kesejagatan seperti dewasa ini perhatian cabang kesenian Bali yang berperan sebagi masyarakat semakin memudar dalam pemberi citra dan pembentuk identitas mengapresiasi pertunjukan wayang. budaya Bali. Selain itu wayang kulit Menyikapi fenomena tersebut dalam upaya berperan pokok sebagai pelengkap upacara keberlangsungan keberadaan wayang keagamaan Hindu. Pertunjukan wayang dewasa ini, muncullah gagasan penggarap kulit yang melingkup masyarakat untuk mengkemas dan mengkaji kembali. penikmatnya dari berbagai kalangan umur, Bertujuan untuk meyakinkan status sosial, memiliki tujuan yang beragam pertunjukannya yang bersifat tradisi dan bervariatif. Didominasi oleh pertunjukan (Wayang Lemah) dengan menggunakan yang kaitannya dengan ritual keagamaan, sentuhan pakem atau metode yang bersifat baik sebagai wali maupun bebali, sudah tradisional di dasari oleh darma tidak asing lagi berlangsung di masyarakat. pewayangan yang telah ada. Dengan Untuk pertunjukan tontonan balih-balihan harapan kemasan tersebut nantinya dapat wayang masih memiliki peran penting meningkatkan dan memperkuat pelestarian sebagai media propaganda kegiatan pewayangan yang bersifat tradisi. program pemerintahan, bahkan sebagai Meyakinkan betapa pentingnya seni promosi produk perdagangan tertentu, tradisional dalam pewayangan dan termasuk sebagai kemasan pertunjukan memberikan pemahaman kepada penonton pariwisata. tentang pertunjukan pewayangan yang bersifat tradisi (Wayang Lemah) sebagai Dalam pertunjukan wayang perlu warisan masyarakat Hindu Bali, karena melalui proses pembelajaran yang baik, Wayang Lemah salah satu seni pertunjukan sistematis tepat guna, dan progresif, wayang Bali yang sangat erat kaitannya niscaya Seni Pedalangan Bali ke depan dengan ritual keagamaan (Hindu), akan dapat eksis dan mampu bertahan dari kehadirannya menjadi bagian yang tidak pengaruh-pengaruh globalisasi tanpa harus terpisahkan dengan ritual-ritual utama mengubur nilai-nilai kearifan. Bagi seperti banten, Pujastawa Sang Yogi masyarakat Bali yang masih memiliki tradisi Swara, perlengkapa, Eed Yadnya untuk kuat dalam berkesenian, seni pertunjukan tujuan keberhasilan dari yadnya yang wayang kulit dianggap mempunyai arti dan digelar. Sehubungan dengan hal tersebut makna yang penting dalam kehidupannya. tergugah keinginan penggarap untuk Adapun arti dan makna: (1) sebagai mencoba merealisasikan keinginan tersebut penggugah rasa indah dan kesenangan, (2) ke dalam kemasan yang bersifat tradisi sebagai pemberi hiburan sehat, (3) sebagi (Wayang Lemah) dalam pewayangan. media komunikasi, (4) sebagai Adapun judul karya cipta penggarap yaitu: persembahan simbolis, (5) sebagai “Lukat Durga.” Judul Lukat Durga terdiri dari penyelenggara keserasian norma-norma tiga kata yaitu “Lukat” yang berarti bersih masyrakat, (6) sebagai pengukuhan atau membersihkan, sedangkan “Dur” yang institusi sosial dan upacara keagamaan, (7) artinya sama dengan salah dan “ga” berarti sebagai kontribusi terhadap kelangsungan jalan, jadi “Lukat Durga” berarti dan stabilitas kebudayaan, dan (8) sebagai membersihkan perjalanan yang salah. pencipta intergritas masyarakat (Widnyana, 2007 : 123). PROSES KREATIFITAS Metode penelitian yang digunakan dilakukan selanjutnya meminta saran- adalah; (1) penjajagan (eksplorasi); (2) saran dari keseluruhan pendukung tahap penuangan (improvisasi); dan (3) garapan sebagai koreksi atau pembentkan (forming). perbaikan ke arah yang lebih baik. 1. Penjajagan (eksplorasi) 3. Pembentukan (forming) Merupakan langkah awal mencari Dalam tahap pembentukan (Forming) sebuah ide/gagasan yang akan memadukan dua proses yaitu dituangkan dalam sebuah garapan. Ide penjajagan dan penuangan. Untuk atau gagasan yang bisa kita dapati mendapatkan bentuk dari kedua proses diantaranya melalui berpikir, merenung, tersebut sangatlah diperlukan satu berimajinasi maupun merespon keseriusan serta kerja keras dalam kejadian-kejadian alam disekeliling kita. melakukan latihan sehingga terwujud Mengumpulkan bahan-bahan, sumber- sebuah pakeliran yang layak sumber literatur yang nantinya ditampilkan dan layak dipertanggung dijadikan bahan garapan. Penjajagan jawabkan. Dalam tahap pembentukan berikutnya mencari cerita yang penggarap melakukan latihan secara merupakan kunci pokok dalam berkesinambungan untuk mendapatkan membuat sebuah garapan lewat sebuah harmonisasi dari menonton Pementasan Wayang Parwa keseluruhannya. (wayang Lemah) atau yang bersifat tradisi dan mencari buku tentang lakon- WUJUD GARAPAN lakon pewayangan. Setelah melalui Wujud garapan diterangkan kedalam proses yang cukup panjang serta beberapa point penting, diantaranya; (1) melalui pertimbangan yang matang deskripsi garapan; (2) analisa pola struktur; maka ditentukanlah lakon Lukat Durga (3) synopsis garapan; (4) pembabakan; (5) sebgai judul garapan. susunan pepeson; (6) analisis simbol; dan 2. Tahap penangan (improvisasi) (7) analisis materi. Pertama yang dilakukan adalah 1. Deskripsi garapan menseting klir (dalam bentuk wayang Sebuah garapan karya seni lemah) dengan cara meletakkan dikatagorikan mempunyai nilai seni batang pisang sebagai dasar klir. yang tinggi apabila terkandung nilai Selain sebagai dasar batang pisang ini Etika, Estetika dan Logika. Ketiga digunakan sebagai tempat unsur tersebut merupakan hal yang menancapkan dua buah batang pohon penting pada sebuah garapan yang dapdap (dedap) pada bagian kiri dan nantinya memberikan makna tersendiri kanan batang pisan sehingga terlihat bagi masyarakat seni tersebut. seperti gawang. Berisikan benang Penggarapan pakeliran ini memadukan tukel, pis bolong satakan, beras, dan unsur tradisi dan modern, dilihat dari pada bagian depan berisi lampu linting. segi unsur tradisi menggunakan kelir Langkah selanjutnya melakukan latihan (layar) tradisi (wayang Lemah) dengan dengan pendukung gerak wayang iringan Gender empat tungguh. Unsur (tututan atau ketengkong) dan modern pada penggarapan ini pendukung kerawitan. Penggarap menggunakan teater drama tari dengan memberikan pengarahan mengenai iringan suling tunggal. Adapun cerita pembabakan cerita yang akan digarap yang diangkat dalam garapan pakeliran pada saat latihan bersama pendukung ini mengambil sumber dari Epos garapan. Hal ini bertujuan untuk Wayang Parwa yang bersifat tradisi memberikan pemahaman kepada (wayang Lemah) dari Lontar pendukung garapan. Selanjutnya Siwagama. Menceritakan Batari Durga melakukan teknik-teknik gerak wayang bertemu dengan Sang Sahadewa dan atau tetikesan. Dipadukan dengan memita Sang Sahadewa untuk di pendukung lainnya, seperti drama tari mengakhiri kutukannya. Sang dan tandak agar mencapai harmonisasi Sahadewa awalnya menolak sehingga garapan. Setelah tahapan latihan membuat Batari Durga mencabut parangnya hendak mencoba pemarisudha dll. Setelah itu adegan membunuh Sang Sahadewa. dilanjutkan tari kayonan: lalu diikuti Mengetahui hal tersebut Batara Guru oleh penyacah parwa dan dilanjutkan masuk ke lobang sanggul dan dengan alas arum persidangan menjejakkan kakinya ke atas ubun- (peparuman) petangkilan Dewi Kunti ubun Sang Sahadewa. dengan abdinya Tualen lan Werdah. 2. Analisis pola struktur Membahas tentang permohon Dewi Dalam pekeliran yang bersifat tradisi Kunti kepada leluhurnya di merajan sudah tentu harus memperhatikan pola agung jagat Indra Prasta guna yang tidak terlepas dari pakem tradisi memohonn agar upacara yadnya yang tersebut (wayang lemah). Supaya di buatnya mendapat restu. dapat disesuaikan dengan Namun tiba-tiba Dewi Kunti dikejutkan kebutuhannya seperti gending petegak, oleh kedatangan Sang Hyang Siwa dan gender empat tungguh sebagai tabuh bersabda bahwa Sang Hyang Siwa pembuka, gending pepeson untuk merasa kebingungan dan cemas di keluarnya kayonan, penyacah, gending sorga loka karena sudah sekian lama untuk mengiringi dalang. Mengucapkan tidak di dampingi oleh istrinya. Dewa kata-kata pembuka, peguneman, Siwa mengetahui sesuatu yang dapat gending untuk mengikuti suasana saat membuat istrinya agar cepat bisa adanya musyawarah. Gending pesiat kembali ke sorga loka. Diketahuilah atau angkat-angkatan waktu mengiringi anaknya dewi kunti yang bernama pada perang angkat-angkatan. Sang Sahadewa sudah menginjak Gending untuk mengikuti perjalanan remaja. Dewi Kunti diminta beberapa tokoh wayang. Bapang menghentikan sejenak hasratnya untuk Delem, gending untuk mengiringi tokoh melakukan upacara Yadnya oleh Sang Punakawan seperti Delem, Sangut dll. Hyang Siwa. Sebab Dewi Kunti harus 3. Sinopsis garapan menugaskan anaknya Sang Sahadewa Garapan saya ini merupakan bertemu dengan Betari Durga setelah pertunjukan wayang kulit tradisi yang diberikan penugerahan oleh Sang berjudul “Lukat Durga”. Pementasan Hyang Siwa yang bernama Tebu Sala. dimulai dengan adegan tabuh gender Ditugaskan Sang Sahadewa serta empat tungguh sebagai tabuh abdinya Tualen dan Merdah untuk pemungkah dilanjutkan dengan iringan berangkat menemui Betari Durga di suling tunggal munculnya dramatari. Setra Gandamayu. Tiba-tiba di dalam Drama tari dimuali dari seorang ibu perjalanan mereka dikejutkan oleh para meratapi nasibnya selalu dalam Raksasa-raksasa (Rencang Dewi kesusahan karena perlakuan dari Durga) yang dikomando oleh Delem anaknya yang berandal dan selalu dan Sangut yang amat sakti dan sudah merepotkan ibunya. Tiba-tiba datang bosan hidup. Suasana menjadi kacau anaknya dengan mengendarai sepeda balau serta tegang dan terjadilah motor dan memeras meminta uang pertempuran yang sangat sengit. kepada ibunya dengan nada marah- Semua raksasa-raksasa dapat marah. Terjadilah percekcokan antar dikalahkan oleh Sahadewa berkah kedua belah pihak, ketika itu datanglah wahyu (waranugraha) Sanghyang Ki Jero Bendesa menanyakan apa Siwa. Pada prosesi ini dilanjutkan sebenarnya yang telah terjadi atau dengan adegan drama tari, munculnya menimpa keluarga tersebut. Ki Jero Dewi Durga berbarengan dengan Sang Bendesa memberikan wejangan- Saha Dewa. Dewi Durga turun dari wejangan yang terkait tentang angkasa dengan prabawanya yang kehidupan seseorang yang patut sangat angker dan bertemu dengan dilaksanakan sebagai swadarmaning Sang Sahadewa. Dewi Durga merasa makauripan, Padewasan, Ala Ayu gembira karena bliau telah lama (ruwatan), anggah ungguh, tata titi, menunggu kedatangan Sang saraswati, upacara upakara Sahadewa. Akhirnya Sahadewa ngelukat Betari Durga dengan sarana Kedatangan Sahadewa di perbatasan ajian Tebu Sala, Betari Durga Somia, setra ganda Mayu bersama abdinya dan menjadi Dewi Uma / Parwati. Tualen dan Merdah. Mereka Ditutup oleh tari kayonan. merasakan keadaan sekitarnya yang 4. Pembabakan sangat angker dan berbau amis. Tiba- Babak 1 tiba dikejutkan oleh raksasa besar Pertama adalah tabuh pategak sebagai Sang Kalika Maya dan bercakap-cakap tabuh pembuka yang dilanjutkan apa maksud dan kedatangan Sang dengan suling tunggal dan munculnya Sahadewa berada di perbatasan setra adegan teater drama tari. Seorang ibu Ganda Mayu. Terjadi kesalahpahaman yang bernyanyi sambil menyapu. Tiba- dan benturan sehingga memunculkan tiba datang dan dikejutkan oleh peperangan (siat). anaknya yang berandalan Babak 5 mengendarai sepeda motor. Meminta- Para raksasa berhamburan keluar ingin minta uang dengan marah-marah membunuh Sang Sahadewa. Sang kepada ibunya. Terjadi percekcokan Sahadewa bertempur dengan para dan keributan antara kedua belah raksasa-raksasa sakti yang tidak pihak. Munculah Ki Jero Bendesa sedikit jumlahnya membuat Sang melerai dan menasehati dengan cara Sahadewa merasa kewalahan dalam memberikan petuah-petuah tentang arti menghadapi para raksasa tersebut. kehidupan yang semestinya. Babak 6 Babak 2 (Dalam adegan teater atau tari) Kembali kepada pakeliran wayang mengetahui Sang Sahadewa lemah. Seorang dalang duduk di depan kewalahan dan tidak dapat menandingi kelir sambil mengucapkan mantra para raksasa tersebut munculah Sang semestinya dan diiringi dengan tabuh Hyang Siwa memberikan anugrah ajian gender empat tungguh. Dilanjutkan tebu sala sehingga Sahadewa dapat dengan tari kayonan sebagai tari mengalahkan para raksasa tersebut. pembuka, penyacah kanda, dan alas Muncul Dewi Durga merasa gembira arum. Pepeson Dewi Kunti dengan atas kedatangan Sahadewa. Tualen dan Merdah berdialog Kegembiraan Dewi Durga dikarenakan membicarakan keadaan di Indra Prasta Sahadewa mampu ngeruat atau akan membuat upacara yadnya. mengelukat sehingga melebur kutukan Sebelum upacara di gelar ada sabda pada dirinya dan dapat kembali ke dari Sang Hyang Siwa bahwa upacara khayangan. harus dihentikan terlebih dahulu karena Babak 7 sorga dalam keadaan sepi (Dewi Durga (Kembali ke kelir dalam adegan belum kembali ke khayangan). wayang) Batari Durga berubah wujud Diutuslah Sahadewa untuk pergi menjadi Dewi Uma dan kembali ke menghadap Bhatari Durga ke setra khayangan. Diakhiri dengan Tari Ganda Mayu bersama dengan Tualen kayonan sebagai tari penutup. dan Merdah. 5. Susunan pepeson Babak 3 Pertunjukan garapan ini Kayonan panyelah menceritakan menggabungkan antara teater drama keadaan setra Ganda Mayu. tari dengan wayang lemah. Kemunculan Delem dan Sangut yang Pertunjukan dimulai dengan adegan sangat gembira mengagung-agungkan teater drama tari; (1) Seorang Ibu Junjungannya. Setelah itu Delem beradu mulut dengan anaknya yang mengundang para raksasa dan berandalan; (2) Datang Ki Jero memprofokasi apabila ada yang lewat Bendesa melerai dan menasehati melintasi setra Ganda Mayu dapat dengan cara memberikan petuah dibunuh karena mengganggu Bhatari tentang arti kehidupan yang Durga sedang beryoga (nyuci laksana). semestinya; (3) (adegan pada kelir) Babak 4 Tari kekayonan sebagai tari pembuka, penyacah kanda dan alas arum; (4) wujud menjadi Dewi Uma setelah Diceritakan Dewi Kunti dengan Tualen diruwat oleh Sang Sahadewa dan dan Merdah berdialog tentang dapat kembali ke khayangan; dan (18) keaadaan Indra Prasta yang akan Diakhri dengan tari kekayonan sebagai mengadakan suatu upacara yadnya; penutup. (5) Namun Dewa Siwa memberikan 6. Analisis simbol sabda kepada Dewi Kunti untuk Penggarapan pakeliran ini menunda upacara yadnya tersebut mempergunakan wayang dan karena Dewi uma atau Parwati tidak beberapa alat yang mempunyai simbol ada di Khyayangan atau sorga; (6) Bhuana Agung dan Bhuana Alit Berkaitan dengan hal tersebut diantaranya; (1) Kayonan merupakan diutuslah Sang Sahadewa untuk pergi simbul dari gunung, air, dan angin yang menghadap Batari Durga ke setra dipakai pada saat prolog, pergantian Ganda Mayu bersama Merdah dan babak dan penutup; (2) Kelir (tabir Tualen; (7) Tari kekayonan penyelah menceritakan bagaima keadaan di putih) merupakan simbol sebagian kecil setra Ganda Mayu; (8) Diceritakan dari ruang alam ini, yakni dianggap Dalem dan Sangut yang sedang sebagai permukaan bumi, dipakai bergembira mengagung-agungkan sebagai media untuk mengungkapkan Junjungannya; (9) Dalem mengundang bayangan wayang; (3) Gedog/ keropak para raksasa dan memprofokasi (bhs. Bali) sebagai tempat menyimpan apabila ada orang yang datang wayang; (4) Cepala, kalau di Jawa melintasi setra Ganda Mayu dapat disebut Cempala merupakan sarana dibunuh karena mengganggu Batari yang dipakai dalang didalam Durga yang sedang beryoga; (10) Sang memberikan aksen, tanda atau ilustrasi Sahadewa bersama dengan Merdah didalam pertunjukan. Dimana memakai dan Tualen tiba di perbatasan setra dua cepala yaitu dijepit ditangan kiri, Ganda Mayu. Mereka merasakan betapa seram dan angkernya setra dan dijepit pada ibu jari kaki kanan; dan Ganda Mayu; (11) Raksasa Besar (5) Lampu linting penempatan Sang Kalika Maya mempertanyakan bayangan dari simbol Sang Hyang kedatangan Sang Sahadewa di Surya memberikan penerangan pada perbatasan setra Ganda Mayu; (12) bumi. Terjadi kesalah pahaman antara Sang 7. Analisis materi Kalika Maya dengan Sang Sahadewa Demi terwujudnya Karya seni tentunya sehingga menimbulkan peperangan tidak bisa lepas dari perlengkapan (siat); (13) Para raksasa berhamburan peralatan yang ikut mendukungnya, keluar melawan dan berperang diantaranya adalah; (1) iringan, melawan Sang Sahadewa. Sang garapan pakeliran wayang tradisi Sahadewa merasa kewalahan dalam (wayang Lemah) yang berjudul ”Lukat menghadapi para raksasa; (14) Durga” ini memakai iringan Gender (kembali ke teater tari) Sang Hyang empat tungguh berlaras selendro Siwa muncul ketika mengetahui Sang dengan barungan (gender empat Sahadewa kewalahan dalam tungguh terdiri dari dua gangsa, dua menghadapi para raksasa dan kantil dan suling tunggal); (2) Kelir, kelir memberikan anugerah ajian Tebu Sala; (wayang Lemah) atau benang putih (15) Setelah Sang Sahadewa merupakan kias sebagian dari ruang mendapatkan anugerah ajian Tebu alam ini, yakni dianggap sebagai Sala, para raksasa dapat dikalahkan; permukaan bumi (bhur loka). Dalam (16) Batari Durga muncul dan merasa garapan ini akan memakai kelir gembira akan kedatangan Sang berukuran 270 x 1,5 meter lengkap Sahadewa karea ia dapat melukat dengan gawangnya; (3) Wayang, kutukan yang ada pada dirinya; (17) garapan pakeliran ini selain (kembali ke kelir) Batari Durga berubah mempergunakan wayang juga mempergunakan penari atau teater. mengandung rasa bakti kepada para Dewa. Wayang dan tari yang digunakan Bagaimana usaha Dewi Kunti berbakti adalah Ibu, Anak, Bendesa, Kayonan, kepada Bhatara Guru/ Siwa, begitu pula Dewi Kunti, Tualen, Merdah, kepada kerajaan masyarakat Indra Prasta, Sahadewa, Raksasa- raksasa, Delem, demikian pula Sang Sahadewa berbakti Sangut, Dewi Uma, Bhatari Durga, kepada Ibunya Dewi Kunti. Dengan ketulus Sanjata-sanjata, Pohon-pohonan; (3) iklasan dan rasa bakti yang sangat luhur Pendukung, terwujudnya sebuah segala usaha Sang Sahadewa dapat garapan tentunya tidak bisa lepas dari melukat / meruwat kekotoran –kekotoran peran para pendukung yang membantu yang ada pada dewi Durga menjadi somya. di dalam mewujudkan sebuah garapan dan memberikan masukan-masukan SARAN untuk menutupi kekurangan- Diperlukan suatu tekad yang kuat dan kekurangan dari penggarap dalam kokoh serta perjuangan yang berat di dalam mendapatkan hasil yang memuaskan; usaha untuk melestarikan seni budaya (4) Perlengkapan, dalam penyajian khususnya seni Pedalangan. Sebagai garapan ini mempergunakan beberapa penyeimbang diperlukan sebuah filtrasi dari perlengkapan, diantaranya: Dua batang serbuan pengaruh budaya luar atau asing dapdap (dedap) ditancapkan pada demi tetap eksisnya sebuah seni bagian kanan dan kiri batang pisang pewayangan. Satu hal yang perlu dengan bentangan benang tukel diperhatikan dalam mengarap sebuah karya bergaris tiga berisikan pis bolong, dan seni khususnya pewayangan yang sifatnya sedikit beras dibuat dalam ukuran 2,70 tradisi (wayang lemah) adalah batasan- x 1,5 cm, Gedog sebagai tempat batasan yang perlu dijaga dan wayang, Gedebong (batang pisang), dipertahankan, jangan sampai esensi dari Dua buah cepala untuk memukul wayang akan berubah. propak, Instrument gender empat Dengan melakukan kegiatan apresiasi tungguh berlaras slendro dipakai dalam terhadap pagelaran ujian Tugas Akhir yang dua gangsa dan dua buah kantil dan telah dilaksanakan, para calon sarjana- seruling sebagai mengiasi di dalam sarjana seni di harapkan mampu adegan teater drama tari. mengaplikasikan ilmunya untuk kemajuan seni pedalangan pada khususnya. Rasa SIMPULAN tanggung jawab yang harus dipikul dan Lakon “Lukat Durga” memberikan dipertanggungjawabkan setelah titel pemahaman makna serta memberikan kesarjanaan diperoleh harus kesan dan amanat dalam kehidupan. Hidup disosialisasikan kepada masyarakat untuk sebagai manusia janganlah mabuk oleh melestarikan seni pewayangan yang kita kepintaran, kekayaan, kecantikan dan cintai. ketampanan, karena semua itu hanyalah Bagi lembaga-lembaga seni yang hiasan hidup semu belaka. Dalam cerita ini bergerak dalam bidang seni pedalangan, “Lukat Durga” merupakan simbul dari sifat agar lebih memperhatikan keberadaan para yang sangat keji, mistik/magis, dalang agar mampu menempatkan diri di kesombongan, keserakahan, sifat masyarakat. Disarankan agar pemerintah keraksasan, kotor karena badannya diliputi yang mengayomi seni pewayangan lebih oleh unsur-unsur sadripu dan sapta timira. memperhatikan dan memberikan Teruwatnya Batari Durga “Lukat Durga” kesempatan bagi para dalang pemula untuk oleh Sang Sahadewa dengan sebuah dilibatkan dalam setiap event-event seni. hajian Tebu sala yang dianugrahkan oleh Bhatara Guru. Merupakan simbul untuk DAFTAR PUSTAKA meleburkan / meruat (somya) sifat-sifat keji, mistik/magis, kesombongan, keserakahan, Widnyana, I Kadek, 2007, ““Pengetahuan sifat keraksasan, kotor karena unsur-unsur Pedalangan I dan II”: sadripu dan sapta timira. Selain itu juga