Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL KARYA SENI

LUKAT DURGA

Oleh :
I MADE SUBRATA

PROGRAM STUDI S-1 PEDALANGAN


FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
2016
LUKAT DURGA
Oleh:
Nama : I Made Subrata
NIM : 201203007

PENDAHULAN Pertunjukan wayang kulit dijaman era


Wayang kulit merupakan salah satu kesejagatan seperti dewasa ini perhatian
cabang kesenian Bali yang berperan sebagi masyarakat semakin memudar dalam
pemberi citra dan pembentuk identitas mengapresiasi pertunjukan wayang.
budaya Bali. Selain itu wayang kulit Menyikapi fenomena tersebut dalam upaya
berperan pokok sebagai pelengkap upacara keberlangsungan keberadaan wayang
keagamaan Hindu. Pertunjukan wayang dewasa ini, muncullah gagasan penggarap
kulit yang melingkup masyarakat untuk mengkemas dan mengkaji kembali.
penikmatnya dari berbagai kalangan umur, Bertujuan untuk meyakinkan
status sosial, memiliki tujuan yang beragam pertunjukannya yang bersifat tradisi
dan bervariatif. Didominasi oleh pertunjukan (Wayang Lemah) dengan menggunakan
yang kaitannya dengan ritual keagamaan, sentuhan pakem atau metode yang bersifat
baik sebagai wali maupun bebali, sudah tradisional di dasari oleh darma
tidak asing lagi berlangsung di masyarakat. pewayangan yang telah ada. Dengan
Untuk pertunjukan tontonan balih-balihan harapan kemasan tersebut nantinya dapat
wayang masih memiliki peran penting meningkatkan dan memperkuat pelestarian
sebagai media propaganda kegiatan pewayangan yang bersifat tradisi.
program pemerintahan, bahkan sebagai Meyakinkan betapa pentingnya seni
promosi produk perdagangan tertentu, tradisional dalam pewayangan dan
termasuk sebagai kemasan pertunjukan memberikan pemahaman kepada penonton
pariwisata. tentang pertunjukan pewayangan yang
bersifat tradisi (Wayang Lemah) sebagai
Dalam pertunjukan wayang perlu warisan masyarakat Hindu Bali, karena
melalui proses pembelajaran yang baik, Wayang Lemah salah satu seni pertunjukan
sistematis tepat guna, dan progresif, wayang Bali yang sangat erat kaitannya
niscaya Seni Pedalangan Bali ke depan dengan ritual keagamaan (Hindu),
akan dapat eksis dan mampu bertahan dari kehadirannya menjadi bagian yang tidak
pengaruh-pengaruh globalisasi tanpa harus terpisahkan dengan ritual-ritual utama
mengubur nilai-nilai kearifan. Bagi seperti banten, Pujastawa Sang Yogi
masyarakat Bali yang masih memiliki tradisi Swara, perlengkapa, Eed Yadnya untuk
kuat dalam berkesenian, seni pertunjukan tujuan keberhasilan dari yadnya yang
wayang kulit dianggap mempunyai arti dan digelar. Sehubungan dengan hal tersebut
makna yang penting dalam kehidupannya. tergugah keinginan penggarap untuk
Adapun arti dan makna: (1) sebagai mencoba merealisasikan keinginan tersebut
penggugah rasa indah dan kesenangan, (2) ke dalam kemasan yang bersifat tradisi
sebagai pemberi hiburan sehat, (3) sebagi (Wayang Lemah) dalam pewayangan.
media komunikasi, (4) sebagai Adapun judul karya cipta penggarap yaitu:
persembahan simbolis, (5) sebagai “Lukat Durga.” Judul Lukat Durga terdiri dari
penyelenggara keserasian norma-norma tiga kata yaitu “Lukat” yang berarti bersih
masyrakat, (6) sebagai pengukuhan atau membersihkan, sedangkan “Dur” yang
institusi sosial dan upacara keagamaan, (7) artinya sama dengan salah dan “ga” berarti
sebagai kontribusi terhadap kelangsungan jalan, jadi “Lukat Durga” berarti
dan stabilitas kebudayaan, dan (8) sebagai membersihkan perjalanan yang salah.
pencipta intergritas masyarakat (Widnyana,
2007 : 123). PROSES KREATIFITAS
Metode penelitian yang digunakan dilakukan selanjutnya meminta saran-
adalah; (1) penjajagan (eksplorasi); (2) saran dari keseluruhan pendukung
tahap penuangan (improvisasi); dan (3) garapan sebagai koreksi atau
pembentkan (forming). perbaikan ke arah yang lebih baik.
1. Penjajagan (eksplorasi) 3. Pembentukan (forming)
Merupakan langkah awal mencari Dalam tahap pembentukan (Forming)
sebuah ide/gagasan yang akan memadukan dua proses yaitu
dituangkan dalam sebuah garapan. Ide penjajagan dan penuangan. Untuk
atau gagasan yang bisa kita dapati mendapatkan bentuk dari kedua proses
diantaranya melalui berpikir, merenung, tersebut sangatlah diperlukan satu
berimajinasi maupun merespon keseriusan serta kerja keras dalam
kejadian-kejadian alam disekeliling kita. melakukan latihan sehingga terwujud
Mengumpulkan bahan-bahan, sumber- sebuah pakeliran yang layak
sumber literatur yang nantinya ditampilkan dan layak dipertanggung
dijadikan bahan garapan. Penjajagan jawabkan. Dalam tahap pembentukan
berikutnya mencari cerita yang penggarap melakukan latihan secara
merupakan kunci pokok dalam berkesinambungan untuk mendapatkan
membuat sebuah garapan lewat sebuah harmonisasi dari
menonton Pementasan Wayang Parwa keseluruhannya.
(wayang Lemah) atau yang bersifat
tradisi dan mencari buku tentang lakon- WUJUD GARAPAN
lakon pewayangan. Setelah melalui Wujud garapan diterangkan kedalam
proses yang cukup panjang serta beberapa point penting, diantaranya; (1)
melalui pertimbangan yang matang deskripsi garapan; (2) analisa pola struktur;
maka ditentukanlah lakon Lukat Durga (3) synopsis garapan; (4) pembabakan; (5)
sebgai judul garapan. susunan pepeson; (6) analisis simbol; dan
2. Tahap penangan (improvisasi) (7) analisis materi.
Pertama yang dilakukan adalah 1. Deskripsi garapan
menseting klir (dalam bentuk wayang Sebuah garapan karya seni
lemah) dengan cara meletakkan dikatagorikan mempunyai nilai seni
batang pisang sebagai dasar klir. yang tinggi apabila terkandung nilai
Selain sebagai dasar batang pisang ini Etika, Estetika dan Logika. Ketiga
digunakan sebagai tempat unsur tersebut merupakan hal yang
menancapkan dua buah batang pohon penting pada sebuah garapan yang
dapdap (dedap) pada bagian kiri dan nantinya memberikan makna tersendiri
kanan batang pisan sehingga terlihat bagi masyarakat seni tersebut.
seperti gawang. Berisikan benang Penggarapan pakeliran ini memadukan
tukel, pis bolong satakan, beras, dan unsur tradisi dan modern, dilihat dari
pada bagian depan berisi lampu linting. segi unsur tradisi menggunakan kelir
Langkah selanjutnya melakukan latihan (layar) tradisi (wayang Lemah) dengan
dengan pendukung gerak wayang iringan Gender empat tungguh. Unsur
(tututan atau ketengkong) dan modern pada penggarapan ini
pendukung kerawitan. Penggarap menggunakan teater drama tari dengan
memberikan pengarahan mengenai iringan suling tunggal. Adapun cerita
pembabakan cerita yang akan digarap yang diangkat dalam garapan pakeliran
pada saat latihan bersama pendukung ini mengambil sumber dari Epos
garapan. Hal ini bertujuan untuk Wayang Parwa yang bersifat tradisi
memberikan pemahaman kepada (wayang Lemah) dari Lontar
pendukung garapan. Selanjutnya Siwagama. Menceritakan Batari Durga
melakukan teknik-teknik gerak wayang bertemu dengan Sang Sahadewa dan
atau tetikesan. Dipadukan dengan memita Sang Sahadewa untuk di
pendukung lainnya, seperti drama tari mengakhiri kutukannya. Sang
dan tandak agar mencapai harmonisasi Sahadewa awalnya menolak sehingga
garapan. Setelah tahapan latihan membuat Batari Durga mencabut
parangnya hendak mencoba pemarisudha dll. Setelah itu adegan
membunuh Sang Sahadewa. dilanjutkan tari kayonan: lalu diikuti
Mengetahui hal tersebut Batara Guru oleh penyacah parwa dan dilanjutkan
masuk ke lobang sanggul dan dengan alas arum persidangan
menjejakkan kakinya ke atas ubun- (peparuman) petangkilan Dewi Kunti
ubun Sang Sahadewa. dengan abdinya Tualen lan Werdah.
2. Analisis pola struktur Membahas tentang permohon Dewi
Dalam pekeliran yang bersifat tradisi Kunti kepada leluhurnya di merajan
sudah tentu harus memperhatikan pola agung jagat Indra Prasta guna
yang tidak terlepas dari pakem tradisi memohonn agar upacara yadnya yang
tersebut (wayang lemah). Supaya di buatnya mendapat restu.
dapat disesuaikan dengan Namun tiba-tiba Dewi Kunti dikejutkan
kebutuhannya seperti gending petegak, oleh kedatangan Sang Hyang Siwa dan
gender empat tungguh sebagai tabuh bersabda bahwa Sang Hyang Siwa
pembuka, gending pepeson untuk merasa kebingungan dan cemas di
keluarnya kayonan, penyacah, gending sorga loka karena sudah sekian lama
untuk mengiringi dalang. Mengucapkan tidak di dampingi oleh istrinya. Dewa
kata-kata pembuka, peguneman, Siwa mengetahui sesuatu yang dapat
gending untuk mengikuti suasana saat membuat istrinya agar cepat bisa
adanya musyawarah. Gending pesiat kembali ke sorga loka. Diketahuilah
atau angkat-angkatan waktu mengiringi anaknya dewi kunti yang bernama
pada perang angkat-angkatan. Sang Sahadewa sudah menginjak
Gending untuk mengikuti perjalanan remaja. Dewi Kunti diminta
beberapa tokoh wayang. Bapang menghentikan sejenak hasratnya untuk
Delem, gending untuk mengiringi tokoh melakukan upacara Yadnya oleh Sang
Punakawan seperti Delem, Sangut dll. Hyang Siwa. Sebab Dewi Kunti harus
3. Sinopsis garapan menugaskan anaknya Sang Sahadewa
Garapan saya ini merupakan bertemu dengan Betari Durga setelah
pertunjukan wayang kulit tradisi yang diberikan penugerahan oleh Sang
berjudul “Lukat Durga”. Pementasan Hyang Siwa yang bernama Tebu Sala.
dimulai dengan adegan tabuh gender Ditugaskan Sang Sahadewa serta
empat tungguh sebagai tabuh abdinya Tualen dan Merdah untuk
pemungkah dilanjutkan dengan iringan berangkat menemui Betari Durga di
suling tunggal munculnya dramatari. Setra Gandamayu. Tiba-tiba di dalam
Drama tari dimuali dari seorang ibu perjalanan mereka dikejutkan oleh para
meratapi nasibnya selalu dalam Raksasa-raksasa (Rencang Dewi
kesusahan karena perlakuan dari Durga) yang dikomando oleh Delem
anaknya yang berandal dan selalu dan Sangut yang amat sakti dan sudah
merepotkan ibunya. Tiba-tiba datang bosan hidup. Suasana menjadi kacau
anaknya dengan mengendarai sepeda balau serta tegang dan terjadilah
motor dan memeras meminta uang pertempuran yang sangat sengit.
kepada ibunya dengan nada marah- Semua raksasa-raksasa dapat
marah. Terjadilah percekcokan antar dikalahkan oleh Sahadewa berkah
kedua belah pihak, ketika itu datanglah wahyu (waranugraha) Sanghyang
Ki Jero Bendesa menanyakan apa Siwa. Pada prosesi ini dilanjutkan
sebenarnya yang telah terjadi atau dengan adegan drama tari, munculnya
menimpa keluarga tersebut. Ki Jero Dewi Durga berbarengan dengan Sang
Bendesa memberikan wejangan- Saha Dewa. Dewi Durga turun dari
wejangan yang terkait tentang angkasa dengan prabawanya yang
kehidupan seseorang yang patut sangat angker dan bertemu dengan
dilaksanakan sebagai swadarmaning Sang Sahadewa. Dewi Durga merasa
makauripan, Padewasan, Ala Ayu gembira karena bliau telah lama
(ruwatan), anggah ungguh, tata titi, menunggu kedatangan Sang
saraswati, upacara upakara Sahadewa. Akhirnya Sahadewa
ngelukat Betari Durga dengan sarana Kedatangan Sahadewa di perbatasan
ajian Tebu Sala, Betari Durga Somia, setra ganda Mayu bersama abdinya
dan menjadi Dewi Uma / Parwati. Tualen dan Merdah. Mereka
Ditutup oleh tari kayonan. merasakan keadaan sekitarnya yang
4. Pembabakan sangat angker dan berbau amis. Tiba-
Babak 1 tiba dikejutkan oleh raksasa besar
Pertama adalah tabuh pategak sebagai Sang Kalika Maya dan bercakap-cakap
tabuh pembuka yang dilanjutkan apa maksud dan kedatangan Sang
dengan suling tunggal dan munculnya Sahadewa berada di perbatasan setra
adegan teater drama tari. Seorang ibu Ganda Mayu. Terjadi kesalahpahaman
yang bernyanyi sambil menyapu. Tiba- dan benturan sehingga memunculkan
tiba datang dan dikejutkan oleh peperangan (siat).
anaknya yang berandalan Babak 5
mengendarai sepeda motor. Meminta- Para raksasa berhamburan keluar ingin
minta uang dengan marah-marah membunuh Sang Sahadewa. Sang
kepada ibunya. Terjadi percekcokan Sahadewa bertempur dengan para
dan keributan antara kedua belah raksasa-raksasa sakti yang tidak
pihak. Munculah Ki Jero Bendesa sedikit jumlahnya membuat Sang
melerai dan menasehati dengan cara Sahadewa merasa kewalahan dalam
memberikan petuah-petuah tentang arti menghadapi para raksasa tersebut.
kehidupan yang semestinya. Babak 6
Babak 2 (Dalam adegan teater atau tari)
Kembali kepada pakeliran wayang mengetahui Sang Sahadewa
lemah. Seorang dalang duduk di depan kewalahan dan tidak dapat menandingi
kelir sambil mengucapkan mantra para raksasa tersebut munculah Sang
semestinya dan diiringi dengan tabuh Hyang Siwa memberikan anugrah ajian
gender empat tungguh. Dilanjutkan tebu sala sehingga Sahadewa dapat
dengan tari kayonan sebagai tari mengalahkan para raksasa tersebut.
pembuka, penyacah kanda, dan alas Muncul Dewi Durga merasa gembira
arum. Pepeson Dewi Kunti dengan atas kedatangan Sahadewa.
Tualen dan Merdah berdialog Kegembiraan Dewi Durga dikarenakan
membicarakan keadaan di Indra Prasta Sahadewa mampu ngeruat atau
akan membuat upacara yadnya. mengelukat sehingga melebur kutukan
Sebelum upacara di gelar ada sabda pada dirinya dan dapat kembali ke
dari Sang Hyang Siwa bahwa upacara khayangan.
harus dihentikan terlebih dahulu karena Babak 7
sorga dalam keadaan sepi (Dewi Durga (Kembali ke kelir dalam adegan
belum kembali ke khayangan). wayang) Batari Durga berubah wujud
Diutuslah Sahadewa untuk pergi menjadi Dewi Uma dan kembali ke
menghadap Bhatari Durga ke setra khayangan. Diakhiri dengan Tari
Ganda Mayu bersama dengan Tualen kayonan sebagai tari penutup.
dan Merdah. 5. Susunan pepeson
Babak 3 Pertunjukan garapan ini
Kayonan panyelah menceritakan menggabungkan antara teater drama
keadaan setra Ganda Mayu. tari dengan wayang lemah.
Kemunculan Delem dan Sangut yang Pertunjukan dimulai dengan adegan
sangat gembira mengagung-agungkan teater drama tari; (1) Seorang Ibu
Junjungannya. Setelah itu Delem beradu mulut dengan anaknya yang
mengundang para raksasa dan berandalan; (2) Datang Ki Jero
memprofokasi apabila ada yang lewat Bendesa melerai dan menasehati
melintasi setra Ganda Mayu dapat dengan cara memberikan petuah
dibunuh karena mengganggu Bhatari tentang arti kehidupan yang
Durga sedang beryoga (nyuci laksana). semestinya; (3) (adegan pada kelir)
Babak 4 Tari kekayonan sebagai tari pembuka,
penyacah kanda dan alas arum; (4) wujud menjadi Dewi Uma setelah
Diceritakan Dewi Kunti dengan Tualen diruwat oleh Sang Sahadewa dan
dan Merdah berdialog tentang dapat kembali ke khayangan; dan (18)
keaadaan Indra Prasta yang akan Diakhri dengan tari kekayonan sebagai
mengadakan suatu upacara yadnya; penutup.
(5) Namun Dewa Siwa memberikan 6. Analisis simbol
sabda kepada Dewi Kunti untuk Penggarapan pakeliran ini
menunda upacara yadnya tersebut mempergunakan wayang dan
karena Dewi uma atau Parwati tidak beberapa alat yang mempunyai simbol
ada di Khyayangan atau sorga; (6) Bhuana Agung dan Bhuana Alit
Berkaitan dengan hal tersebut diantaranya; (1) Kayonan merupakan
diutuslah Sang Sahadewa untuk pergi simbul dari gunung, air, dan angin yang
menghadap Batari Durga ke setra
dipakai pada saat prolog, pergantian
Ganda Mayu bersama Merdah dan
babak dan penutup; (2) Kelir (tabir
Tualen; (7) Tari kekayonan penyelah
menceritakan bagaima keadaan di putih) merupakan simbol sebagian kecil
setra Ganda Mayu; (8) Diceritakan dari ruang alam ini, yakni dianggap
Dalem dan Sangut yang sedang sebagai permukaan bumi, dipakai
bergembira mengagung-agungkan sebagai media untuk mengungkapkan
Junjungannya; (9) Dalem mengundang bayangan wayang; (3) Gedog/ keropak
para raksasa dan memprofokasi (bhs. Bali) sebagai tempat menyimpan
apabila ada orang yang datang wayang; (4) Cepala, kalau di Jawa
melintasi setra Ganda Mayu dapat disebut Cempala merupakan sarana
dibunuh karena mengganggu Batari yang dipakai dalang didalam
Durga yang sedang beryoga; (10) Sang memberikan aksen, tanda atau ilustrasi
Sahadewa bersama dengan Merdah didalam pertunjukan. Dimana memakai
dan Tualen tiba di perbatasan setra
dua cepala yaitu dijepit ditangan kiri,
Ganda Mayu. Mereka merasakan
betapa seram dan angkernya setra dan dijepit pada ibu jari kaki kanan; dan
Ganda Mayu; (11) Raksasa Besar (5) Lampu linting penempatan
Sang Kalika Maya mempertanyakan bayangan dari simbol Sang Hyang
kedatangan Sang Sahadewa di Surya memberikan penerangan pada
perbatasan setra Ganda Mayu; (12) bumi.
Terjadi kesalah pahaman antara Sang 7. Analisis materi
Kalika Maya dengan Sang Sahadewa Demi terwujudnya Karya seni tentunya
sehingga menimbulkan peperangan tidak bisa lepas dari perlengkapan
(siat); (13) Para raksasa berhamburan peralatan yang ikut mendukungnya,
keluar melawan dan berperang diantaranya adalah; (1) iringan,
melawan Sang Sahadewa. Sang garapan pakeliran wayang tradisi
Sahadewa merasa kewalahan dalam (wayang Lemah) yang berjudul ”Lukat
menghadapi para raksasa; (14) Durga” ini memakai iringan Gender
(kembali ke teater tari) Sang Hyang empat tungguh berlaras selendro
Siwa muncul ketika mengetahui Sang dengan barungan (gender empat
Sahadewa kewalahan dalam tungguh terdiri dari dua gangsa, dua
menghadapi para raksasa dan kantil dan suling tunggal); (2) Kelir, kelir
memberikan anugerah ajian Tebu Sala; (wayang Lemah) atau benang putih
(15) Setelah Sang Sahadewa merupakan kias sebagian dari ruang
mendapatkan anugerah ajian Tebu alam ini, yakni dianggap sebagai
Sala, para raksasa dapat dikalahkan; permukaan bumi (bhur loka). Dalam
(16) Batari Durga muncul dan merasa garapan ini akan memakai kelir
gembira akan kedatangan Sang berukuran 270 x 1,5 meter lengkap
Sahadewa karea ia dapat melukat dengan gawangnya; (3) Wayang,
kutukan yang ada pada dirinya; (17) garapan pakeliran ini selain
(kembali ke kelir) Batari Durga berubah mempergunakan wayang juga
mempergunakan penari atau teater. mengandung rasa bakti kepada para Dewa.
Wayang dan tari yang digunakan Bagaimana usaha Dewi Kunti berbakti
adalah Ibu, Anak, Bendesa, Kayonan, kepada Bhatara Guru/ Siwa, begitu pula
Dewi Kunti, Tualen, Merdah, kepada kerajaan masyarakat Indra Prasta,
Sahadewa, Raksasa- raksasa, Delem, demikian pula Sang Sahadewa berbakti
Sangut, Dewi Uma, Bhatari Durga, kepada Ibunya Dewi Kunti. Dengan ketulus
Sanjata-sanjata, Pohon-pohonan; (3) iklasan dan rasa bakti yang sangat luhur
Pendukung, terwujudnya sebuah segala usaha Sang Sahadewa dapat
garapan tentunya tidak bisa lepas dari melukat / meruwat kekotoran –kekotoran
peran para pendukung yang membantu yang ada pada dewi Durga menjadi somya.
di dalam mewujudkan sebuah garapan
dan memberikan masukan-masukan SARAN
untuk menutupi kekurangan- Diperlukan suatu tekad yang kuat dan
kekurangan dari penggarap dalam kokoh serta perjuangan yang berat di dalam
mendapatkan hasil yang memuaskan; usaha untuk melestarikan seni budaya
(4) Perlengkapan, dalam penyajian khususnya seni Pedalangan. Sebagai
garapan ini mempergunakan beberapa penyeimbang diperlukan sebuah filtrasi dari
perlengkapan, diantaranya: Dua batang serbuan pengaruh budaya luar atau asing
dapdap (dedap) ditancapkan pada demi tetap eksisnya sebuah seni
bagian kanan dan kiri batang pisang pewayangan. Satu hal yang perlu
dengan bentangan benang tukel diperhatikan dalam mengarap sebuah karya
bergaris tiga berisikan pis bolong, dan seni khususnya pewayangan yang sifatnya
sedikit beras dibuat dalam ukuran 2,70 tradisi (wayang lemah) adalah batasan-
x 1,5 cm, Gedog sebagai tempat batasan yang perlu dijaga dan
wayang, Gedebong (batang pisang), dipertahankan, jangan sampai esensi dari
Dua buah cepala untuk memukul wayang akan berubah.
propak, Instrument gender empat Dengan melakukan kegiatan apresiasi
tungguh berlaras slendro dipakai dalam terhadap pagelaran ujian Tugas Akhir yang
dua gangsa dan dua buah kantil dan telah dilaksanakan, para calon sarjana-
seruling sebagai mengiasi di dalam sarjana seni di harapkan mampu
adegan teater drama tari. mengaplikasikan ilmunya untuk kemajuan
seni pedalangan pada khususnya. Rasa
SIMPULAN tanggung jawab yang harus dipikul dan
Lakon “Lukat Durga” memberikan dipertanggungjawabkan setelah titel
pemahaman makna serta memberikan kesarjanaan diperoleh harus
kesan dan amanat dalam kehidupan. Hidup disosialisasikan kepada masyarakat untuk
sebagai manusia janganlah mabuk oleh melestarikan seni pewayangan yang kita
kepintaran, kekayaan, kecantikan dan cintai.
ketampanan, karena semua itu hanyalah Bagi lembaga-lembaga seni yang
hiasan hidup semu belaka. Dalam cerita ini bergerak dalam bidang seni pedalangan,
“Lukat Durga” merupakan simbul dari sifat agar lebih memperhatikan keberadaan para
yang sangat keji, mistik/magis, dalang agar mampu menempatkan diri di
kesombongan, keserakahan, sifat masyarakat. Disarankan agar pemerintah
keraksasan, kotor karena badannya diliputi yang mengayomi seni pewayangan lebih
oleh unsur-unsur sadripu dan sapta timira. memperhatikan dan memberikan
Teruwatnya Batari Durga “Lukat Durga” kesempatan bagi para dalang pemula untuk
oleh Sang Sahadewa dengan sebuah dilibatkan dalam setiap event-event seni.
hajian Tebu sala yang dianugrahkan oleh
Bhatara Guru. Merupakan simbul untuk DAFTAR PUSTAKA
meleburkan / meruat (somya) sifat-sifat keji,
mistik/magis, kesombongan, keserakahan, Widnyana, I Kadek, 2007, ““Pengetahuan
sifat keraksasan, kotor karena unsur-unsur Pedalangan I dan II”:
sadripu dan sapta timira. Selain itu juga

Anda mungkin juga menyukai