Anda di halaman 1dari 14

PEWARISAN NILAI – NILAI KEPAHLAWANAN MELALUI

PEMENTASAN BARIS JANGKANG DI DESA PAKRAMAN PELILIT,


NUSA PENIDA, KLUNGKUNG, BALI

Oleh :
I KADEK WAHYU PRACIPTA
201802059

SENI KARAWITAN IV B
INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
2020
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) sejarah keberadaan Baris


Jangkang di Desa Pakraman Pelilit, Nusa Penida, Klungkung, Bali; (2) prosesi
pementasan Baris Jangkang dalam kaitannya dengan ritual di Pura Desa di Desa
Pakraman tersebut; dan (3) nilai-nilai kepahlawanan yang bisa diwariskan kepada
masyarakat di Desa Pakraman setempat lewat pementasan Baris Jangkang. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu: (1) metode penentuan informan; (2)
metode pengumpulan data (observasi, wawancara, dan studi dokumentasi); (3) metode
penjaminan keabsahan data; (4) metode analisis data; dan (5) metode penulisan hasil
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Baris Jangkang terlahir dari
kemenangan yang diperoleh oleh Desa Pelilit melawan Desa Watas dan Desa Tanglad
dalam sebuah perang perebutan wilayah kekuasaan yang terjadi di Desa Pelilit. Nama
Baris Jangkang sendiri berasal dari kalahnya musuh melawan Desa Pelilit dengan
berlari terjengkangjengkang, sehingga oleh I Jero Kulit diciptakanlah sebuah tarian
yang disebut dengan Baris Jangkang karena melibatkan barisan pasukan. Prosesi
pementasan Baris Jangkang diawali dengan tabuh oleh sekaa gong. Jro mangku
nyakap banten, sedangkan penari merias diri. Sebelum pementasan dimulai, semua
penari, penabuh, dan alat musik diberikan tirtha penglukatan untuk menyucikan agar
tidak terjadi hal yang tidak diharapkan dilanjutkan dengan melakukan
persembahyangan untuk memohon agar Ida Sang Hyang Widhi Wasa merestui dan
menghidupkan tarian sehingga memiliki taksu. Pementasan Baris Jangkang
berlangsung sekitar 15 menit diiringi dengan pesantian sebagai penetralisir kekuatan
jahat yang mengganggu para penari. Nilai-nilai kepahlawanan yang dapat diwariskan
kepada masyarakat di Desa Pakraman setempat lewat Baris Jangkang antara lain: (1)
nilai keberanian; (2) nilai persatuan; (3) nilai rela berkorban; (4) nilai patriotisme; dan
(5) nilai religius.

Kata Kunci : sejarah, prosesi, perawirasan nilai kepahlawanan. Baris Jangkang.

1
Nusa Penida sebagai salah satu (http://wordpress.org/wiki/seni-di-
kecamatan di Kabupaten Klungkung eraglobal.html// ). Untuk itu diupayakan
yang berada dalam satu pulau yang mencari jalan mulia jangan sampai konsep
berdiri sendiri, merupakan suatu daerah ngayah dan persembahan dalam seni
yang memiliki kesenian yang sama tersebut tergerus oleh zaman materialisme
dengan kesenian yang ada di Bali. Seni dan kehilangan nilai-nilai pendidikan dan
merupakan salah satu unsur kebudayaan kesejarahannya.
yang bersifat universal. Seni adalah
Sehubungan dengan seni untuk
produk dari tingkah laku yang spesifik,
ritual ngayah dan persembahan atau
penggunaan kreatif dari imajinasi kita
yadnya, ada beberapa bidang seni yang
untuk menolong kita berinterpretasi
dapat dipakai seperti: seni suara dalam
(Asmito, 1992: 45).
bentuk kidung, kekawin, geguritan, seni
Dalam masyarakat Hindu Bali, patung, dalam wujud patung dewa-dewi,
khususnya Nusa Penida seni dimaknai seni tari seperti yang dikemukakan oleh
sebagai simbol jati diri, media Bandem (1996: 50), yaitu seni tari dapat
ekspresivitas, acuan peradaban, kumulasi digolongkan menjadi tiga yaitu wali
nilai tambah secara sosial ekonomis, (sakral), bebali (untuk ritual), dan balih –
sistem ekologi, persembahan dalam balihan (untuk hiburan). Dalam
setiap ritual keagamaan dan media kaitannya dengan ritual ngayah maka
pembelajaran terhadap nilai-nilai tarian yang digunakan dalam bentuk tari
kesenian itu sendiri (Geria, 1996 : 42). sakral seperti
Rejang Dewa, Sanghyang, Sanghyang
Euforia globalisme dan modernisme
Jaran, Sanghyang Dedari, Baris Pati,
dalam berbagai bidang kehidupan,
Baris Jangkang, Baris Cina, Baris Gede,
termasuk bidang kesenian, maka
dan lain sebagainya.
globalisme, modernisme, dan
materialisme, sesungguhnya juga Namun,fakta di lapangan
merupakan ancaman sejak kesenian menyatakan bahwa ada beberapa
berwajah ganda, yaitu sebagai seni dan kesenian khususnya seni tari di Nusa
sebagai mata pencaharian Penida yang mengalami kepunahan atau

2
jarang dipentaskan. Misalnya Arja, nilai-nilai pendidikan apa saja yang
Sanghyang Dedari, dan Sanghyang Jaran terkandung dalam tarian tersebut. Mereka
sudah jarang dipentaskan dalam setiap hanya sekadar tahu bahwa Baris
ritual keagamaan seperti odalan atau Jangkang merupakan salah satu tarian
melaspas di pura. Hal ini sudah sakral yang dipertunjukkan pada saat
merupakan suatu bentuk perubahan dari upacara Dewa Yadnya yaitu pada saat
adanya pengaruh perubahan zaman yang odalan di Pura Desa.
mampu menggeser seni budaya tradisional
Berdasarkan hasil wawancara dengan
Bali.
I Made Monjong (45 tahun) selaku ketua
Akan tetapi, di antara sekian banyak Baris Jangkang di Desa Pakraman Pelilit
seni tari yang mengalami kepunahan, yang mengatakan bahwa Baris Jangkang
ternyata masih ada beberapa seni tari yang merupakan tarian sakral yang dipentaskan
masih tetap bertahan dan ajeg di tengah – pada saat upacara Dewa Yadnya yang
tengah masyarakat Nusa Penida. Salah sekaligus dipercaya sebagai penolak bala
satunya adalah Baris Jangkang yang dan melindungi desa dari wabah penyakit.
terdapat di Desa Pakraman Pelilit, Nusa Ada juga yang mengatakan Baris
Penida, Klungkung. Tarian ini biasanya Jangkang sebagai sarana untuk
dipentaskan setiap upacara Dewa Yadnya mengabulkan permintaan agar mendapat
di Pura Desa sebagai salah satu wujud keturunan atau bayar kaul. Namun,
persembahan atau yadnya kepada Ida pendapat lain juga dikemukakan oleh
Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan I Wayan Gedah (64 tahun) selaku Jro
Yang Maha Esa. Mangku yang mengatakan bahwa Baris
Jangkang merupakan salah satu tarian
Seni sebagai media persembahan
keprajuritan, pendapat ini didasarkan atas
atau yadnya juga memiliki nilai-nilai
riwayat lahirnya Baris Jangkang yang
pendidikan sejarah (nilai – nilai
merupakan wujud atau gambaran dari
kepahlawanan). Seperti halnya Baris
kemenangan yang diperoleh Desa Pelilit
Jangkang di Desa Pakraman Pelilit, Nusa
atas perang yang dilakukan untuk
Penida, Klungkung. Masyarakat setempat
melawan desa tetangganya yaitu Desa
kebanyakan belum menyadari bahkan
Watas dan Desa Tanglad guna
sama sekali tidak mengetahui bagaimana
mempertahankan wilayah Desa Pelilit.
sejarah lahirnya Baris Jangkang, serta

3
Hal ini sejalan dengan pandangan dari sehingga mampu menjadi cerminan bagi
Putra (1980: 9), yang mengatakan Tari masyarakat dalam
Baris Jangkang adalah merupakan simbol melakukan berbagai aktivitas
keperwiraan atau kepahlawanan, oleh kehidupannya. Adapun judul penelitian
masyarakat setempat disebut sebagai yang ingin diangkat penulis yaitu:
Dewa penolong. “Pewarisan Nilai – Nilai
Kepahlawanan
Berdasarkan pendapat tersebut,
Melalui Pementasan Baris Jangkang di
menunjukkan bahwa tarian ini
Desa Pakraman Pelilit, Nusa Penida,
sesungguhnya mengandung arti serta
Klungkung, Bali”.
nilai – nilai kepahlawanan yang sangat
penting untuk diwariskan kepada Penelitian ini bertujuan untuk
masyarakat setempat. Namun, nilai – mengetahui sejarah keberadaan Baris
nilai inilah yang Jangkang di Desa Pakraman Pelilit, Nusa
belum diketahui oleh masyarakat Penida, Klungkung, Bali dan prosesi
setempat secara lebih mendalam, karena pementasan Baris Jangkang
kebanyakan masyarakat setempat masih dalam
berpikiran dangkal dan sederhana dalam kaitannya dengan ritual di Pura Desa di
memaknai suatu seni tari. Padahal, Desa Pakraman tersebut, serta nilai-nilai
pengetahuan ini sangatlah penting untuk kepahlawanan yang bisa diwariskan
diketahui dan diturunkan kepada kepada masyarakat di Desa Pakraman
generasi setempat lewat pementasan Baris
muda sebagai generasi penerus di Jangkang. Kajian teori yang digunakan
kemudian hari. adalah kajian teori yang berpedoman pada

Dilihat dari latar belakang di atas, rumusan masalah di antaranya: (1) Latar
maka penulis tertarik untuk mengkaji serta belakang seni tari sakral seperti yang
meneliti lebih jauh lagi tentang dikemukakan oleh Yudabakti (2007:58)

bagaimana Baris Jangkang itu lahir dan bahwa tarian ini diciptakan oleh Dewa

tumbuh di tengah-tengah masyarakat Brahma dan sebagai Dewa-nya adalah

Bali serta nilai – nilai apa yang Dewa Siwa yang terkenal dengan tarian

terkandung dalam tarian tersebut kosmisnya yakni Siwa Nataraja;


(2) Prosesi pementasan seni tari yang

4
meliputi lokasi, waktu, penari, kostum,
alat musik, dan sesaji. Semua komponen I Jero Kulit. Kesaktiannya terbukti
mampu membuat tirtha dengan memanah
itu saling terkait dan mendukung satu
batu.
sama lain dalam sebuah pementasan tari;
dan (3) Nilai-nilai seni seperti nilai Suatu hari I Jero Kulit mencoba
keindahan, kebaikan, kebenaran, memukul tempat makanan babi (gong)
dan tersebut, ternyata setelah dipukul
religius. mengeluarkan suara yang dahsyat. Saat
itu pula I Jero Kulit berkeinginan untuk
memiliki gong tersebut, tetapi dia harus

METODE PENELITIAN mempercayai cerita dari I Jero Kulit. Pada

(5) Penulisan hasil penelitian. suatu hari anak raja mengalami


Penelitian ini merupakan jenis
mengizinkan tanpa
kelumpuhan gong itu dibawa ke
diketahui
penyebabnya,
Pelilit untuk menyembuhkan
penelitian kualitatif
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan bersandarkan kemudian I Jero Kulit membunyikan
pada teknik – teknik pendekatan kualitatif masyarakat yang
tempat makanan babi (gong) tersebut
Sejarah Baris Jangkang saat itu sedang terkena wabah penyakit.
dan
di antaranya: (1) Penentuan informan;
saat itu pula anak raja bangun dan
(2) Pengumpulan data; (3) Penjaminan
langsung sembuh dari penyakit yang
keabsahan data; (4) Analisis data; dan dideritanya. I Jero Kulit meminta agar raja

Raja merasa berhutang budi kepada


Sejarah Baris Jangkang dapat
I Jero Kulit, sehingga beliau
mengizinkan
diketahui dari beberapa sumber dari para gong itu dibawa dengan syarat I Jero
tetua di Desa Pakraman Pelilit yang
Kulit harus menciptakan sebuah tarian.
I
masih ingat sejarahnya yang sejak dahulu
Jero Kulit pun menerima persyaratan
selalu diceritakan secara lisan. Dari hasil tersebut dan segera membawa gong
wawancara dapat diketahui bahwa pada tersebut pulang. Hampir sebagian besar
5
zaman kerajaan Klungkung ada seseorang masyarakat yang terserang
wabah
yang berasal dari Dusun Pelilit Nusa
penyakit bisa disembuhkan dengan
Penida yang dianggap sakti bernama
meminta izin terlebih dahulu kepada sendiri. Melihat perang yang baru saja
sang raja sambil menceritakan apa yang terjadi, maka I Jero Kulit terpikir untuk
telah dialaminya. Akan tetapi raja tidak menciptakan sebuah tarian yang
memukul gong tersebut. Pada suatu hari menggambarkan tokoh keprajuritan.
gong tersebut dibawa ke kebun (jurang Sehingga terbentuklah sebuah tarian
kumut) di wilayah Pelilit oleh I Jero Kulit yang diberi nama tari Baris Jangkang.
dengan maksud digunakan untuk tempat Kostum Tari Jangkang
makan babi peliharaannya. Pada saat
Kostum Tari Jangkang
yang bersamaan Kelian Banjar Desa
Pakraman Pelilit mengetok kentongan
(kulkul) yang ada di Bale Banjar karena
wilayah Desa Pelilit diserang oleh
musuh dari Desa Tanglad dan Desa
Watas.
Perang pun berlangsung sangat
hebat, dan masyarakat dari Desa Pelilit
berperang layaknya seorang pasukan
prajurit yang berani mati guna membela
tanah kelahirannya, karena semakin
sengitnya perang yang terjadi maka I
kostum yang digunakan oleh penari Tari
Jero Kulit segera membunyikan gong
Baris. Jangkang sangat sederhana yaitu
tersebut untuk menghentikan
terdiri dari tongkat seperti tombak
peperangan.
dengan hiasan benang tridatu, kamben
Dahsyatnya suara yang dikeluarkan cepuk, kain, baju dan celana panjang
mampu mendatangkan yang putih, selendang kuning, putih, dan
angin
kencang dan membuat tanaman ilalang udeng/destar batik. Tombak memiliki
bergerak seperti senjata. Melihat hal makna kesiapan dalam melawan
tersebut musuh pun merasa ketakutan kejahatan dengan hiasan tridatu yang

dan berlari terjengkang – jengkang berarti kekuatan Tri Murti (Dewa

karena mengira tanaman ilalang tersebut Brahma, Wisnu, dan Siwa).Tombak ini

adalah senjata yang mampu bergerak seperti pada cerita sejarahnya bahwa

6
ilalang berubah menjadi senjata tombak. mempunyai taksu (berjiwa). Oleh karena
Kamben cepuk merupakan kain khas Baris Jangkang dipersembahkan kepada
tenunan yang berasal dari Nusa Penida. Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Kamben ini dipercaya sebagai simbul Yang Maha Esa), maka tarian ini harus
penolak bala, karena dalam motif dan benar-benar dilakukan dengan hati yang
warna kain yang digunakan tulus ikhlas dari para penari.
melambangkan symbol tri murti.
Setelah persembahyangan selesai,
Selendang kuning yang digunakan
maka penari langsung bersiap-
melambangkan symbol Dewa Mahadewa
siap mengatur barisan untuk
penguasa arah mata angin barat, baju
mulai
dan celana panjang putih perlambang
mementaskan Baris Jangkang. Barisan
kesucian dan juga penguasa arah mata
siap, penabuh langsung memainkan
angin timur. Udeng/destar batik
gamelan dan para penari pun mulai
melambangkan kesederhanaan dan
menari. Selama pementasan berlangsung,
perlambang aneka warna sebagai
pemangku tidak boleh berada jauh dari
symbol Dewa Siwa.
penari dan penabuh karena pemangku
Prosesi Pementasan berperan sebagai pengontrol jalannya
pentas agar para penabuh dan penari tetap
Pementasan Baris Jangkang
berada dalam keadaan yang baik jauh dari
diawali dengan sekaa gong menabuh
pengaruh negatif alam sekala dan
gamelan sebagai tabuh untuk mengawali
niskala. Pementasan Baris Jangkang juga
piodalan. Kemudian Jro Mangku nyakap
diiringi dengan pesantian (nyanyian suci)
banten yang akan digunakan sebagai
sebagai penetralisir kekuatan jahat yang
pemlaspas Baris Jangkang. Sedangkan
mengganggu para penari. Pementasan
penari merias diri di Bale payas yang
Baris Jangkang berlangsung selama
berada di sebelah Pura Desa. Sebelum
kurang lebih 15 menit dengan gerakan
pementasan dimulai, biasanya penari
sederhana yang diulang-ulang. Setelah
terlebih dahulu bersembahyang untuk
Baris Jangkang selesai dipentaskan, maka
memohon agar Ida sang Hyang Widhi
disusul dengan tarian lain seperti Rejang
Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) merestui
Dewa.
dan menghidupkan tarian yang akan
dibawakan, sehingga tarian tersebut

7
Nilai – Nilai Kepahlawanan tari yang kompak dalam membentuk
formasi atau barisan pertahanan yang
Baris Jangkang adalah tarian yang
menunjukkan bahwa mereka berperang
bermakna kepahlawanan, yang
dengan menyatukan kekuatan serta saling
menunjukkan kematangan diri seorang
bahu membahu dalam menghadapi
prajurit dalam mempertunjukkan
musuh; (3) Nilai Rela Berkorban, nilai ini
kecakapannya dan keahliannya
dapat ditunjukkan pada gerakan dalam
menggunakan senjata atau alat-alat
Baris Jangkang, yaitu pada saat salah satu
perang. Dalam Baris Jangkang tertanam
penari bergerak mundur seolah
nilai-nilai kepahlawanan yang sangat
mengalami kekalahan kemudian ditangkis
kental. Nilai-nilai itulah yang patut
oleh penari yang lain yang bergerak maju
diwariskan kepada masyarakat sebagai
dengan cepat. Gerakan ini menyiratkan
landasan atau pedoman hidup agar
makna bahwa setiap anggota pasukan siap
memiliki arah dan tujuan hidup yang
mengorbankan jiwa dan raganya untuk
pasti. Berdasarkan analisis mendalam
tetap mempertahankan kekuatan mereka;
terhadap sejarah Baris Jangkang dan
(4) Nilai Patriotisme, dapat ditunjukkan
analisis studi dukumen serta hasil
dalam gerakan Baris Jangkang yang terus
wawancara, maka nilai kepahlawanan
maju, pemimpin sambil meneriakkan
yang terkandung di dalam Baris Jangkang
paman te kita, dijawab oleh prajurit secara
yang patut diwariskan kepada masyarakat
bersama-sama paman te kita, yang artinya
setempat dapat diungkapkan antara lain:
kira-kira perintah agar prajurit terus maju
(1) Nilai Keberanian, nilai ini dapat
menyerang musuh; (5) Nilai Religius,
ditunjukkan dengan gerakan dalam tarian
dapat dilihat pada kostum yang
serta dengan menggunakan senjata
digunakan, yaitu Kamben cepuk
sederhana berupa tombak mereka maju
merupakan kain khas tenunan yang
dalam pertempuran. Hal ini karena
berasal dari Nusa Penida. Kamben ini
dilandasi dengan jiwa keberanian untuk
dipercaya sebagai simbol penolak bala,
mempertahankan wilayah Desa Pelilit.
karena dalam motif dan warna kain yang
Walaupun jumlah pasukan musuh lebih
digunakan melambangkan simbol Tri
besar, namun mereka tetap berjuang untuk
Murti. Selendang kuning yang digunakan
mengalahkan musuh; (2) Nilai Persatuan,
melambangkan simbol Dewa Mahadewa
nilai ini dapat ditunjukkan dengan gerak

8
penguasa arah mata angin barat, baju dan piodalan. Kemudian Jro Mangku nyakap
celana panjang putih perlambang kesucian banten pemlaspas Baris Jangkang.
dan juga penguasa arah mata angin timur. Sedangkan penari merias diri di Bale
Udeng/destar batik melambangkan payas yang berada di sebelah Pura Desa.
kesederhanaan dan perlambang aneka Sebelum pentas, para penari dan
warna sebagai simbol Dewa Siwa. penabuh melakukan persembahyangan
yang sebelumnya telah mendapatkan
KESIMPULAN
tirtha penglukatan yang berfungsi untuk
Baris Jangkang terlahir dari sebuah menghapuskan segala hambatan dalam
kisah perang antara Desa Pelilit melawan pementasan Baris Jangkang baik itu
desa tetangganya yaitu Desa Watas dan hambatan dari dalam maupun hambatan
Tanglad dengan tujuan untuk dari luar diri. Selama pementasan
mempertahankan wilayah Desa Pelilit. berlangsung, pemangku tidak boleh
Perang terjadi di perbatasan Jurang berada jauh dari penari dan penabuh
Kumut, tempat dimana I Jero Kulit sedang karena pemangku berperan sebagai
memberi makan babi menggunakan gong pengontrol jalannya pentas agar para
yang dibawa dari kerajaan Klungkung. penabuh dan penari tetap berada dalam
Nama Tari Baris Jangkang ini terinspirasi keadaan yang baik jauh dari pengaruh
dari larinya musuh (Desa Watas dan negatif alam sekala dan niskala.
Tanglad) dari Jero Kulit (Desa Pelilit) Pementasan Baris Jangkang juga diiringi
dengan berlari jengkang-jengkang setelah dengan pesantian (nyanyian suci) sebagai
melihat ilalang berubah menjadi senjata penetralisir kekuatan jahat yang
seperti tombak akibat suara dahsyat yang mengganggu para penari. Setelah Baris
dikeluarkan oleh gong milik I Jero Kulit Jangkang selesai dipentaskan, maka
yang kemudian dibentuk menjadi tari disusul dengan tarian lain seperti Rejang
Baris Jangkang karena melibatkan barisan Dewa.
pasukan. Sehingga gerak dalam tarian ini
Baris Jangkang merupakan tarian
pun menggambarkan pasukan yang
sakral berfungsi sebagai pengiring upacara
sedang berlaga di medan perang.
yadnya yang memiliki nilai – nilai religius
Prosesi pementasan Baris Jangkang
yang sangat tinggi. Terlepas dari nilai
diawali dengan sekaa gong menabuh
tersebut dalam Baris Jangkang juga
gamelan sebagai tabuh untuk mengawali

9
tertanam nilai-nilai kepahlawanan yang I yang telah meluangkan waktunya kepada
sangat kental. Nilai-nilai itulah yang patut penulis untuk memberikan
diwariskan kepada masyarakat sebagai pengetahuannya, memotivasi dan

landasan atau pedoman hidup agar membimbing dari awal penyusunan artikel
memiliki arah dan tujuan hidup yang sehingga menjadi lancar dan dapat

pasti, seperti nilai keberanian, persatuan, terselesaikan dengan baik.


rela berkorban, patriotisme, dan nilai
religius. I Gusti Made Aryana,selaku
Pembimbing II yang juga memberikan
SARAN
saran serta motivasi dan membimbing
Bagi Pemkab Klungkung tetap
penulis dalam penyusunan artikel
semangat dalam upaya melegitimasi
sehingga dapat terselesaikan dengan baik
kebudayaan tradisional yang dimiliki serta
diharapkan untuk lebih memperhatikan
eksistensi tari sakral, dan DAFTAR RUJUKAN
mendokumentasikannya secara lengkap Anoname. 2011. “Pencitraan Seni di Era
sebagai upaya pelestariannya. Bagi Global”. Tersedia pada:
http://wordpress.org/wiki/seni-diera-
Masyarakat agar berusaha terus menerus global.html// diunduh tanggal 15
melestarikan Baris Jangkang, sebagai November 2012.
warisan budaya sakral dari leluhur yang Asmito, 1992. Sejarah Kebudayaan
bernilai suci dan adiluhung. Bagi Indonesia. Semarang: IKIP
Semarang Press
Generasi Muda disarankan untuk tidak
Bandem, I Made. 1996. Etnologi Tari
malu mempelajari Baris Jangkang,
Bali. Yogyakarta: Kanisius.
meskipun tari-tari modern pada era
Geria, Wayan. 1996. Pariwisata dan
globalisasi terus merambah dan Dinamika Kebudayaan Lokal,
menggerus keberadaan Nasional, dan Global (Bunga
Rampai Antropologi Pariwisata).
tari-tari tradisional dan sakral. Denpasar: Upada Sastra.
Putra, I Gst. Ag. Gd. 1980. Peranan
Ucapan terima kasih ditujukan kepada: Agama dalam Menjiwai
Nengah Bawa Atmadja, selaku Pariwisata Budaya.-----------.

Pembimbing Akademik dan Pembimbing Yudabakti, I Made dan Watra, I Wayan.


2007. Filsafat Seni Sakral

10
Dalam Kebudayaan
Bali.
Surabaya: Paramita.

11
11

Anda mungkin juga menyukai