Anda di halaman 1dari 11

Skenario 1

Blok 21 Kedokteran Tropis TA 2023/2024

Seorang laki-laki berusia 65 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan


batuk berdarah sejak 1 hari yang lalu, dengan volume darah sekitar 1 sendok
teh. Gejala batuk dialami sejak 2 bulan, disertai demam naik turun, berkeringat
pada malam hari, serta berat badan dan nafsu makan menurun. Keluhan
dirasakan semakin memberat dalam 3 minggu terakhir. Enam tahun lalu pasien
terdiagnosis menderita TB paru, dan mendapatkan pengobatan TBC 6 bulan
dan gejala-gejala yang dirasakan membaik, dikatakan sudah sembuh dan
selesai berobat. Riwayat personal-sosial : pasien bekerja sebagai buruh
gendong di pasar sejak 10 tahun terakhir. Mempunyai kebiasaan merokok
sejak masa SMP. Istrinya meninggal 3 tahun yang lalu dikatakan terkena
penyakit paru-paru. Pasien tinggal bersama anak, menantu dan cucunya di
daerah yang berpenduduk padat. Kondisi rumah lantai dari semen, jendela
sulit dibuka karena jarak antar rumah terlalu dekat, pencahayaan ruangan
harus menggunakan lampu meskipun siang hari.

 Anamnesis yang kurang?


Warna darah,
 Mekanisme terjadinya batuk berdarah?

Batuk berdarah dapat menjadi salah satu gejala yang terkait dengan
tuberkulosis (TB), terutama dalam bentuk TB paru. Mekanisme
terjadinya batuk berdarah pada TB berhubungan dengan infeksi
tuberkulosis di dalam paru-paru dan kerusakan yang ditimbulkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Berikut adalah
mekanisme umumnya:

1. Infeksi Paru-paru: Bakteri TB masuk ke dalam tubuh melalui


udara dan menginfeksi paru-paru. Setelah infeksi awal,
tuberkulosis biasanya menjadi laten, yang berarti bakteri berada
dalam keadaan diam dalam tubuh tanpa menunjukkan gejala.

2. Pembentukan Tuberkel: Dalam upaya untuk melawan infeksi


TB, sistem kekebalan tubuh dapat membentuk nodul kecil yang
disebut tuberkel. Tuberkel ini adalah kumpulan sel-sel kekebalan
tubuh yang mencoba mengendalikan dan menahan pertumbuhan
bakteri TB. Namun, bakteri TB tetap berada dalam tuberkel dan
dapat terus berkembang secara perlahan.

3. Kerusakan Jaringan: Seiring waktu, tuberkel bisa merusak


jaringan paru-paru di sekitarnya. Ini dapat menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah di dalam paru-paru.
4. Perdarahan: Ketika pembuluh darah di dalam tuberkel atau di
sekitarnya rusak atau pecah, hal itu dapat menyebabkan
perdarahan. Darah ini dapat mencampur dengan dahak dan
mengakibatkan batuk berdarah.

5. Batuk Kuat: Batuk adalah cara tubuh mencoba membersihkan


dahak yang terinfeksi bakteri TB. Batuk yang kuat dapat
memperburuk kerusakan pembuluh darah yang sudah lemah,
sehingga meningkatkan risiko batuk berdarah.

 Penyebab terjadinya batuk berdarah?


Infeksi bakteri, peradangan kronis, atau trauma dapat menyebabkan
terjadinya batuk berdarah.  merusak pembuluh darah di paru
sehingga terjadi perdarahan. Batuk muncul sebagai respons alami
tubuh untuk mengeluarkan benda asing, seperti kuman, virus, debu, atau
zat iritatif, dari dalam saluran pernapasan.
 1 sendok teh = 5 ml
Batuk berdarah dapat terjadi dalam beberapa jenis, tergantung pada
penyebabnya dan karakteristiknya. Berikut beberapa jenis batuk
berdarah yang umum:

1. **Hemoptisis Primer:** Hemoptisis primer terjadi ketika darah


berasal langsung dari saluran pernapasan utama, seperti bronkus
atau paru-paru. Ini adalah jenis batuk berdarah yang paling umum
terkait dengan masalah paru-paru, seperti infeksi, tumor, atau
penyakit paru-paru lainnya.

2. **Hemoptisis Sekunder:** Hemoptisis sekunder adalah ketika


darah berasal dari luar saluran pernapasan, seperti sinus hidung,
tenggorokan, atau mulut, dan kemudian tertelan. Ini bisa terlihat
sebagai batuk darah jika darah yang tertelan berakhir di dalam
saluran pernapasan sebelum dikeluarkan.

3. **Hematemesis:** Hematemesis adalah kondisi di mana darah


berasal dari sistem pencernaan dan masuk ke dalam saluran
makanan. Meskipun ini bukan batuk berdarah dalam arti yang
sebenarnya, darah ini dapat terlihat di dalam muntah. Hematemesis
dapat disebabkan oleh masalah seperti luka lambung, tukak
lambung, atau masalah pada pembuluh darah dalam saluran
pencernaan.

4. **Hemoptisis Non-Masif dan Masif:** Batuk berdarah dapat


dibagi menjadi dua kategori berdasarkan seberapa banyak darah
yang dikeluarkan. Hemoptisis non-masif biasanya terdiri dari
sedikit darah yang tercampur dengan dahak. Hemoptisis masif, di
sisi lain, melibatkan kehilangan darah yang signifikan dan biasanya
merupakan kondisi darurat medis.
5. **Hemoptisis Akut dan Kronis:** Hemoptisis akut adalah ketika
batuk berdarah terjadi tiba-tiba dan berlangsung dalam waktu
singkat. Hemoptisis kronis adalah ketika batuk berdarah
berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama atau berulang
kali.

6. **Hemoptisis yang Dapat Diraba (Palpable):** Dalam beberapa


kasus, dokter mungkin dapat meraba adanya getaran pada dada saat
pasien batuk, yang disebut fremitus. Ini dapat membantu dokter
menentukan sumber perdarahan.

Hemoptisis masif dan non-masif adalah istilah yang digunakan


untuk menggambarkan seberapa banyak darah yang keluar
selama batuk berdarah. Perbedaan antara keduanya adalah
signifikan dan biasanya bergantung pada jumlah darah yang
terlibat:

hemoptisis nonmasif (perdarahan ≤200 ml/24 jam) dan


hemoptisis masif (perdarahan >200 ml/24 jam).

1. **Hemoptisis Non-Masif:** Hemoptisis non-masif adalah


kondisi di mana jumlah darah yang keluar relatif kecil. Biasanya,
ini terjadi ketika darah yang berasal dari saluran pernapasan utama,
seperti bronkus atau paru-paru, dicampur dengan dahak. Jumlah
darah yang dikeluarkan mungkin cukup sedikit dan dapat terlihat
sebagai bercak kecil atau sedikit warna merah muda dalam dahak.
Hemoptisis non-masif biasanya tidak mengancam jiwa, tetapi
masih memerlukan perhatian medis untuk menentukan
penyebabnya dan merancang pengobatan yang tepat.

2. **Hemoptisis Masif:** Hemoptisis masif adalah kondisi yang


jauh lebih serius, di mana jumlah darah yang keluar sangat besar
dan bisa mengancam jiwa. Ini biasanya terjadi ketika terjadi
perdarahan hebat dari saluran pernapasan utama atau arteri besar di
paru-paru. Hemoptisis masif dapat menghasilkan volume darah
yang sangat besar dalam waktu singkat, dan ini dapat mengganggu
pernapasan dan sirkulasi darah. Ini merupakan keadaan darurat
medis dan memerlukan perawatan segera di unit gawat darurat
untuk menghentikan perdarahan dan mengatasi komplikasinya.

 Gejala batuk dialami sejak 2 bulan, disertai demam naik


turun, berkeringat pada malam hari, serta berat badan dan
nafsu makan menurun.

Gejala TB  Demam
Respons Sistem Kekebalan Tubuh: TB disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Ketika bakteri ini masuk ke dalam
tubuh, sistem kekebalan tubuh merespons dengan melepaskan
sitokin (protein yang mengatur respons kekebalan tubuh) dan
mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh. Salah satu efek samping
dari respons kekebalan ini adalah peningkatan suhu tubuh, yang
dapat menyebabkan demam.

Siklus Reproduksi Bakteri: Demam pada TB bisa menjadi berkala


karena bakteri TB memiliki siklus reproduksi yang tertentu. Masa
inkubasi dan siklus hidup bakteri ini mungkin memengaruhi
demam sehingga terjadi naik turun.

Kerusakan Jaringan Paru-paru: Infeksi TB dapat merusak jaringan


paru-paru, menyebabkan pelepasan protein dan toksin yang dapat
memicu demam.

Sifat Bakteri TB: Bakteri TB memiliki sifat yang adaptif dan


mampu menghindari sistem kekebalan tubuh dalam beberapa
keadaan. Ini dapat mengakibatkan perubahan dalam gejala dan
respons terhadap pengobatan, termasuk demam yang naik turun.

Efek Terapi TB: Pengobatan TB (antibiotik) dapat mempengaruhi


respons demam. Demam yang terjadi selama pengobatan mungkin
merupakan tanda bahwa pengobatan sedang efektif dalam
membunuh bakteri TB.
 Enam tahun lalu pasien terdiagnosis menderita TB paru, dan
mendapatkan pengobatan TBC 6 bulan dan gejala-gejala yang
dirasakan membaik, dikatakan sudah sembuh dan selesai
berobat.
Durasi Pengobatan: Pengobatan TB paru yang efektif biasanya
memerlukan penggunaan obat anti-TB selama 6 bulan. Jika pasien
telah menyelesaikan seluruh durasi pengobatan sesuai dengan
rekomendasi medis, ini adalah langkah penting dalam pengobatan
TB yang efektif.

Gejala Membaik: Fakta bahwa gejala TB membaik selama


pengobatan adalah tanda positif bahwa pengobatan telah efektif
dalam mengendalikan infeksi TB.

Sembuh dan Selesai Berobat: Setelah menyelesaikan pengobatan,


pasien dianggap sudah sembuh dan selesai berobat. Ini berarti
bahwa pasien tidak lagi mengeluarkan bakteri TB aktif yang
menular dan diharapkan untuk tidak menularkan TB ke orang lain.

Tindak Lanjut: Meskipun sudah sembuh, ada kemungkinan bahwa


pasien akan menjalani tindak lanjut atau pemantauan rutin oleh
profesional medis. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa TB tidak
kambuh atau kembali setelah pengobatan selesai.

Pentingnya Pencegahan: Setelah sembuh dari TB, penting bagi


pasien untuk menjaga sistem kekebalan tubuh yang sehat dan
menghindari faktor risiko yang dapat memicu infeksi TB kambuh,
terutama jika pasien memiliki sistem kekebalan yang lemah.

Seseorang yang telah sembuh dari tuberkulosis (TB) setelah


menjalani pengobatan yang tepat dan lengkap memiliki risiko
terkena TB kembali. TB adalah penyakit infeksi bakteri yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, dan bakteri ini dapat
tetap berada dalam tubuh seseorang dalam bentuk laten setelah
pengobatan yang sukses. Ketika bakteri TB tetap berada dalam
tubuh dalam keadaan laten, mereka tidak menyebabkan gejala
penyakit TB dan tidak menular.

Namun, beberapa faktor dapat meningkatkan risiko kambuhnya TB


pada seseorang yang telah sembuh, termasuk:

Sistem Kekebalan Tubuh yang Lemah: Jika sistem kekebalan tubuh


seseorang melemah karena penyakit lain (seperti HIV),
penggunaan obat imunosupresan, atau faktor lain, bakteri TB yang
berada dalam keadaan laten dapat menjadi aktif kembali dan
menyebabkan TB aktif.

Kontak dengan Penderita TB Aktif: Kontak dengan seseorang yang


memiliki TB aktif dapat meningkatkan risiko infeksi ulang. Ini
terutama berlaku jika pasien sebelumnya memiliki kontak yang
erat dengan penderita TB aktif yang menularkan bakteri TB.

Paparan Lingkungan yang Tinggi Risiko: Tinggal atau bekerja di


daerah dengan tingkat infeksi TB yang tinggi dapat meningkatkan
risiko terkena TB kembali.

Tidak Menyelesaikan Pengobatan: Tidak menyelesaikan seluruh


durasi pengobatan yang diresepkan oleh dokter dapat
meningkatkan risiko TB kambuh dan resistensi obat.

 Riwayat personal-sosial : pasien bekerja sebagai buruh


gendong di pasar sejak 10 tahun terakhir.
Dalam kasus pasien yang bekerja sebagai buruh gendong di pasar,
ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi risikonya:

Kontak dengan Banyak Orang: Pekerjaan sebagai buruh gendong


di pasar mungkin melibatkan interaksi yang intens dengan banyak
orang, termasuk pedagang dan pelanggan. Ini meningkatkan risiko
paparan terhadap bakteri TB jika ada seseorang dalam lingkungan
tersebut yang memiliki TB aktif dan menularkan bakteri tersebut.

Kondisi Kerja dan Lingkungan: Lingkungan di pasar bisa sangat


padat dan berdebu, yang dapat memengaruhi kesehatan
pernapasan. Faktor-faktor seperti debu, asap, dan kondisi sanitasi
yang buruk dapat memperburuk risiko infeksi TB, terutama jika
sistem kekebalan tubuh pasien melemah.

Akses ke Layanan Kesehatan: Pekerjaan yang membutuhkan


banyak waktu dan tenaga fisik, seperti pekerjaan sebagai buruh
gendong, kadang-kadang dapat membuat akses ke layanan
kesehatan menjadi terbatas. Hal ini dapat menghambat pasien
dalam mencari perawatan medis jika mereka mengalami gejala TB
atau memiliki risiko tinggi terkena TB.

 Mempunyai kebiasaan merokok sejak masa SMP. Istrinya


meninggal 3 tahun yang lalu dikatakan terkena penyakit paru-
paru.
Peningkatan Risiko TB Aktif: Merokok dapat merusak sistem
pernapasan dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan
infeksi. Orang yang merokok memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan TB aktif jika mereka terpapar bakteri TB. Ini
berarti bahwa seseorang yang merokok dan terpapar bakteri TB
berisiko lebih besar untuk mengalami TB aktif dibandingkan
dengan mereka yang tidak merokok.

Perjalanan Penyakit Lebih Berat: Merokok dapat memperburuk


gejala TB dan membuat perjalanan penyakit lebih berat. Seseorang
yang merokok dan menderita TB aktif mungkin memiliki gejala
yang lebih parah, seperti batuk yang lebih parah, sesak napas, dan
penurunan fungsi paru-paru yang lebih signifikan.

Respon Terhadap Pengobatan: Merokok dapat mempengaruhi


respon terhadap pengobatan TB. Penelitian telah menunjukkan
bahwa merokok dapat membuat pengobatan TB kurang efektif dan
memperpanjang waktu yang diperlukan untuk sembuh.

Penularan TB: Orang yang merokok cenderung batuk lebih sering,


dan batuk adalah salah satu cara utama penularan bakteri TB. Oleh
karena itu, mereka yang merokok mungkin memiliki risiko lebih
tinggi untuk menularkan TB kepada orang lain jika mereka
memiliki TB aktif.
 Pasien tinggal bersama anak, menantu dan cucunya di daerah
yang berpenduduk padat.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi hubungan antara
lingkungan tempat tinggal dan risiko TB:
Penularan dari Kasus TB di Sekitar: Jika ada kasus TB aktif di
lingkungan tempat tinggal pasien, terutama jika tinggal bersama,
risiko penularan TB dapat meningkat. TB adalah penyakit menular
yang dapat dengan mudah menyebar melalui udara ketika
seseorang dengan TB aktif batuk atau bersin.

Kepadatan Penduduk: Daerah yang berpenduduk padat cenderung


memiliki tingkat kontak yang lebih tinggi antara individu, termasuk
kontak yang berpotensi menyebabkan penularan TB. Di lingkungan
yang padat, risiko penularan TB dari individu ke individu dapat
meningkat.

Kualitas Lingkungan: Kualitas lingkungan tempat tinggal juga


dapat memengaruhi risiko TB. Faktor-faktor seperti ventilasi yang
buruk, sanitasi yang kurang baik, dan akses terhadap perawatan
medis yang terbatas dapat meningkatkan risiko TB.

Keadaan Kekebalan Tubuh: Selain lingkungan, status kekebalan


tubuh individu juga memainkan peran penting dalam risiko terkena
TB. Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti
anak-anak kecil dan orang tua, memiliki risiko lebih tinggi terkena
TB setelah terpapar bakteri TB.
 Kondisi rumah lantai dari semen, jendela sulit dibuka karena
jarak antar rumah terlalu dekat, pencahayaan ruangan harus
menggunakan lampu meskipun siang hari.
Dalam konteks rumah dan lingkungan yang Anda sebutkan, ada
beberapa faktor yang dapat memengaruhi risiko TB:

Ventilasi dan Pencahayaan: Rumah yang memiliki ventilasi buruk


dan pencahayaan yang kurang memadai dapat meningkatkan risiko
TB. Ventilasi yang buruk dapat mengakibatkan penumpukan udara
yang terkontaminasi di dalam ruangan, meningkatkan risiko
penularan TB jika ada seseorang dengan TB aktif di rumah
tersebut. Pencahayaan yang buruk juga dapat mempengaruhi
kualitas udara dalam ruangan.

Kepadatan Penduduk: Jika rumah terletak di daerah yang


berpenduduk padat, risiko penularan TB dari individu ke individu
dapat meningkat. Dalam lingkungan yang padat, kontak yang lebih
dekat antar orang dapat meningkatkan risiko penularan TB.

Kualitas Rumah: Jenis lantai rumah dan struktur bangunan juga


dapat memengaruhi risiko TB. Lantai semen biasanya lebih mudah
dibersihkan daripada lantai yang berdebu atau kasar. Bangunan
yang rapat dan jendela yang sulit dibuka dapat mempengaruhi
ventilasi dan sirkulasi udara dalam rumah.
Edukasi tentang Pencegahan TB: Tingkat pengetahuan dan
pemahaman tentang pencegahan TB di antara penghuni rumah juga
dapat memainkan peran penting dalam risiko TB. Edukasi yang
baik tentang pentingnya etika batuk yang baik, menjaga kebersihan
pernapasan, dan tindakan pencegahan TB lainnya dapat membantu
mengurangi risiko penularan.

Penting untuk diingat bahwa TB adalah penyakit menular yang


dapat dengan mudah menyebar melalui udara ketika seseorang
dengan TB aktif batuk atau bersin. Oleh karena itu, menjaga
ventilasi yang baik, pencahayaan yang memadai, dan tindakan
kebersihan pernapasan adalah langkah-langkah penting untuk
mengurangi risiko TB dalam rumah dan lingkungan tempat tinggal.

Hasil pemeriksaan tanda vital :


KU : tampak sakit sedang,( Kesan umum "tampak sakit sedang"
adalah istilah yang digunakan dalam konteks pemeriksaan medis
atau catatan medis untuk menggambarkan kondisi pasien yang
tidak dalam keadaan sakit berat, tetapi juga tidak dalam kondisi
sehat yang optimal. Ini menunjukkan bahwa ada beberapa tanda
atau gejala penyakit atau gangguan, tetapi tidak sampai pada
tingkat yang mengancam jiwa atau parah.) GCS 15 (Skor 15 dalam
GCS menunjukkan bahwa pasien responsif baik terhadap
rangsangan visual (membuka mata saat diminta), verbal (menjawab
pertanyaan dengan benar dan komunikatif), dan motorik (bergerak
dengan baik sesuai perintah atau secara spontan). Pasien dengan
GCS 15 dianggap memiliki kesadaran yang baik dan responsif
terhadap lingkungannya.)

VS : Tekanan darah : 130/80 mmHg, denyut nadi 100x/mnt,


suhu: 37,9⁰C, frekuensi napas 26x/mnt
Tekanan Darah: 130/80 mmHg
Tekanan darah terdiri dari dua angka: tekanan sistolik (angka
pertama) dan tekanan diastolik (angka kedua).
Tekanan sistolik (130 mmHg) mengukur tekanan dalam arteri
ketika jantung berkontraksi, atau saat darah dipompa keluar dari
jantung.
Tekanan diastolik (80 mmHg) mengukur tekanan dalam arteri
ketika jantung beristirahat antara kontraksi.
Tekanan darah 130/80 mmHg dalam batas normal untuk sebagian
besar orang dewasa.

Denyut Nadi: 100x/menit


Denyut nadi adalah jumlah detak jantung dalam satu menit.
Denyut nadi yang lebih tinggi (100x/menit) mungkin menunjukkan
takikardia, yaitu denyut nadi yang lebih cepat dari biasanya.
Penyebab takikardia bisa bervariasi, termasuk kecemasan,
olahraga, dehidrasi, atau kondisi medis tertentu.
Penting untuk mengevaluasi penyebab takikardia jika itu adalah
gejala yang baru atau persisten.

Suhu: 37,9⁰C
Suhu tubuh diukur dalam derajat Celsius (⁰C).
Suhu tubuh normal bervariasi, tetapi rata-rata sekitar 36,5-37,5⁰C.
Suhu 37,9⁰C menunjukkan sedikit demam atau peningkatan suhu
tubuh di atas batas normal.
Demam bisa menjadi tanda infeksi atau respons tubuh terhadap
kondisi lainnya.

Frekuensi Napas: 26x/menit


Frekuensi napas mengukur jumlah napas yang diambil dalam satu
menit.
Frekuensi napas 26x/menit tergolong di atas normal (normal
biasanya sekitar 12-20 napas per menit).
Penyebab frekuensi napas yang lebih cepat bisa termasuk stres,
aktivitas fisik, demam, atau masalah pernapasan.

BB/TB : 49 kg/165 cm
BMI = Berat Badan (kg) / (Tinggi Badan (m) * Tinggi Badan (m))
BMI = 49 kg / (1,65 m * 1,65 m)

Sekarang, mari hitung nilai BMI:

BMI = 49 kg / (2,7225 m²)


BMI ≈ 18,02

Hasil perkiraan BMI adalah sekitar 18,02. BMI ini masuk dalam
kategori berikut:

BMI di bawah 18,5: Berat badan kurang.


BMI antara 18,5 dan 24,9: Berat badan normal.
BMI antara 25 dan 29,9: Kelebihan berat badan.
BMI 30 atau lebih: Obesitas.

Pemeriksaan Fisik :
Kepala : conjunctiva subanemis, sklera non ikterik
Conjunctiva Subanemis: Ini mengindikasikan bahwa konjungtiva
mata (lapisan tipis di atas sklera dan di bawah kelopak mata)
tampak pucat, tetapi tidak tampak benar-benar anemis (merah
muda). Subanemis mungkin merupakan tanda dari berbagai
kondisi, termasuk anemia ringan atau masalah sirkulasi darah yang
ringan.
Sklera Non Ikterik: Sklera adalah putih mata. "Non ikterik" berarti
bahwa sklera mata tidak menunjukkan gejala ikterus, yang
biasanya terjadi ketika ada peningkatan kadar bilirubin dalam darah
dan dapat mengakibatkan mata tampak kuning.

Leher : teraba limfonodi sepanjang musculus


sternocleidomastoideus, multiple, ukuran 0,5 cm, tidak nyeri
tekan
Teraba Limfonodi: Ini mengindikasikan bahwa dokter atau
profesional medis telah meraba atau merasakan limfonodi (kelenjar
getah bening) di daerah leher.

Sepanjang Musculus Sternocleidomastoideus: Penjelasan ini


menggambarkan lokasi limfonodi yang teraba, yaitu sepanjang otot
sternocleidomastoideus. Otot ini terletak di kedua sisi leher dan
berjalan dari belakang telinga ke bawah ke arah leher.

Multiple: Ini mengindikasikan bahwa ada lebih dari satu limfonodi


yang teraba.

Ukuran 0,5 cm: Ini mengukur ukuran limfonodi yang teraba, yaitu
sekitar 0,5 cm. Ini adalah ukuran yang relatif kecil untuk
limfonodi.

Tidak Nyeri Tekan: Ini menggambarkan bahwa limfonodi yang


teraba tidak terasa nyeri atau sakit saat ditekan.

Temuan ini menunjukkan bahwa ada beberapa limfonodi yang


teraba di daerah leher, dan ukurannya relatif kecil. Kondisi ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti infeksi ringan atau
peradangan lokal. Limfonodi adalah bagian dari sistem kekebalan
tubuh dan bisa membesar sebagai respons terhadap infeksi atau
masalah kesehatan lainnya.

Thorax:
Inspeksi: Normal, tidak ada retraksi intercostal
Palpasi : vocal fremitus meningkat pada apex kanan atas
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara dasar : vesikuler, suara tambahan : ronchi
kasar (+) di lapang paru kanan dan kiri, dan terdengar suara
amforik di apex paru kanan
Inspeksi: Hasil inspeksi menunjukkan bahwa tidak ada retraksi
intercostal. Retraksi intercostal adalah penarikan masuknya ruang
antara tulang rusuk, yang dapat terjadi saat seseorang mengalami
kesulitan bernapas atau masalah pernapasan lainnya. Tidak adanya
retraksi intercostal adalah tanda positif.
Palpasi: Vocal fremitus meningkat pada apex kanan atas. Vocal
fremitus adalah getaran yang dihasilkan oleh suara saat seseorang
berbicara dan dapat dirasakan melalui palpasi (perabaan) pada
dada. Meningkatnya vocal fremitus di apex kanan atas dapat
menunjukkan peningkatan transmisi suara dan dapat berhubungan
dengan kondisi tertentu.

Perkusi: Suara perkusi adalah suara yang dihasilkan saat dokter


atau profesional medis memukul atau mengetuk dada pasien
dengan jari mereka. Suara sonor di seluruh lapang paru adalah hasil
perkusi normal. Suara sonor adalah tanda bahwa udara hadir di
dalam rongga paru-paru dan bukan cairan atau massa yang mengisi
rongga tersebut.

Auskultasi:

Suara dasar vesikuler adalah suara pernapasan normal yang


terdengar saat seseorang bernapas secara normal. Ini adalah temuan
normal.
Suara tambahan ronchi kasar (+) di lapang paru kanan dan kiri
menunjukkan adanya suara tambahan yang kasar saat bernapas.
Ronchi kasar dapat mengindikasikan adanya obstruksi saluran
udara atau peradangan. Rhonchi adalah suara musik bernada
rendah yang mirip dengan dengkuran, biasanya menandakan
adanya sekret di saluran napas

Terdengar suara amforik di apex paru kanan. Suara amforik adalah


suara yang terdengar seperti suara yang dihasilkan oleh benda
berongga seperti botol berisi cairan. Suara ini bisa
mengindikasikan adanya rongga dalam paru-paru atau adanya
kondisi seperti pneumotoraks. Respirasi amforik adalah jenis
pernapasan bronkial abnormal yang menghasilkan suara bergema
yang kuat dengan nada bernada tinggi.
Hasil pemeriksaan thorax ini menunjukkan beberapa temuan yang
mengindikasikan adanya perubahan dalam fungsi atau struktur
paru-paru.

Abdomen dan ekstremitas dalam batas normal

Anda mungkin juga menyukai