Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HUKUM PERDATA

tentang

“BENDA TIDAK BERGERAK SEBAGAI JAMINAN HUTANG


(BEZWARING)”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:

Aris Rahman Hakim 1322001

Ummi Atika 1322007

Dara Aflia Sari 1322013

Ezima Putri 1322027

Alfi Rizki 1322028

Nofa Fitrianita 1322030

DOSEN PENGAMPU:

Rika Aryati, SH, MH

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYECH MUHAMMAD DJAMIL


DJAMBEK BUKITTINGGI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah yang Maha Esa, karna atas
limpahan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibuk Rika sebagai


dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


banyak kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah
ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Bukittinggi, 1 Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PNDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................1

C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 1-2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kebendaan Tidak Bergerak .....................................................................................3

B. Perikatan Jaminan ......................................................................................................6

1. Hak Tanggungan .........................................................................................................7

2. Hipotek .......................................................................................................................10

3. Fidusia ........................................................................................................................13

BAB III PEENUTUP

A. Kesimpulan ...............................................................................................................16

B. Saran .................................................................................................................... 16-17

iii
BAB I

PNDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benda (zaak) adalah segala sesuatu yang dapat dipakai oleh orang.
Yang berarti benda sebagai obyek dalam hukum. Ada juga perkataan
benda dipakai dalam arti yang sempit, yaitu sebagai barang yang dapat
dilihat saja, ada juga dipakai jika yang dimaksud kekayaan seorang. Jika
benda itu dipakai dalam arti kekayaan seorang maka, benda itu meliputi
barang-barang yang tak dapat dilihat yaitu hak hak, misalnya hak hak
piutang atau penagihan sebagai mana seorang dapat menjual dan
menggadaikan hak-haknya.

Hak kebendaan, ialah hak mutlak atas suatu benda di nama hak itu
memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat
dipertahankan terhadap siapa pun juga. Menurut, Subekti, suatu hak
kebendaan (zakelijk recht), ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan
langsung atas suatu benda, kekuasaan nama dapat dipertahankan terhadap
setiap orang. Hak kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu,
hak menikmati, seperti hak milik, bezit, hak memungut (pakai) hasil, hak
pakai, dan mendiami; hak memberi jaminan, seperti gadai, fidusia, hak
tanggungan, dan hipotek.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Apa saja yang termasuk ke dalam benda tidak bergerak?


2. Bagaimana bentuk jaminan benda yang tidak bergerak?

C. Tujuan Masalah

Adapun tujuan masalahnya sebagai berikut:

1
1. Mahasiswa/I mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam beenda
tidak bergerak.
2. Mahasiswa/I mengetahui bentuk jaminan bagi benda tidak
bergerak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebendaan Tidak Bergerak

Adapun suatu kebendaan dikategorisasikan sebagai kebendaan tidak


bergerak (kebendaan tetap) bisa:

a) Karena sifatnya;
b) Karena peruntukannya; atau
c) Karena ditetapkan menurut undang-undang.

Pengaturan kebendaan tidak bergerak tersebut diatur lebih lanjut dalam


ketentuan-ketentuan Pasal 506, Pasal 507 dan Pasal 508 KUH Perdata serta
Pasal 314 KUH Dagang, yang mengkategorisasikan kebendaan tidak bergerak
ke dalam tiga golongan, yaitu:

a) Kebendaan bergerak yang karena sifatnya tidak bergerak, artinya


kebendaan tersebut tidak dapat berpindah atau dipindahkan tempat.
Kebendaan seperti ini meliputi:
1) Tanah dan segala sesuatu yang melekat secara terpaku dan
tertancap padanya;
2) Pekarangan-pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya;
3) Penggilingan-penggilingan, kecuali yang ditentukan dalam
Pasal 510;
4) Pohon-pohon dan tanaman ladang, yang dengan akarnya
menancap dalam tanah;
5) Buah-buahan dari pohon yang belum dipetik;
6) Barang-barang tambang selama belum terpisah dan digali dari
tanah;
7) Kayu tebangan dari hutan;
8) Kayu dari pohon-pohon yang berbatang tinggi selama belum
dipotong;

3
9) Pipa-pipa dan got-got yang diperuntukan untuk menyalurkan
air dari rumah atau pekarangan;
10) Segala apa yang tertancap dalam pekarangan;
11) Segala yang terpaku dalam bangunan rumah.
b) Kebendaan yang karena peruntukkannya termasuk dalam kebendaan
tidak bergerak, karena benda-benda tersebut telah menyatu sebagai
bagian dari kebendaan tidak bergerak. Kebendaan yang demikian itu
meliputi:1
1) Kebendaan dalam perusahaan pabrik yang tertancap atau
terpaku, yaitu barang-barang hasil pabrik itu sendiri,
penggilingan-penggilingan, pengemblengan besi dan barang-
barang tidak bergerak yang sejenis itu, apitan besi, kuali-kuali
pengukusan, tempat api, jambang-jambang, tong-tong dan
perkakas-perkakas sebagainya yang termasuk dalam atau
bagian dari pabrik walaupun barang itu tidak terpaku;
2) Kebendaan dalam perumahan, yaitu cermin-cermin, lukisan-
lukisan dan perhiasan lainnya sepanjang barang-barang itu
diletakkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan
bagian dinding, pagar atau plesteran ruangan walaupun barang-
barang itu tidak terpaku;
3) Kebendaan dalam (kemilikan) pertanahan, yaitu lungkang atau
timbunan gemuk yang diperuntukkan guna merabuk tanah,
burung merpati termasuk kawanan burung merpati, sarang
burung yang dapat dimakan selama belum dikumpulkan atau
diambil, ikan yang ada di dalam kolam;
4) Kebendaan bahan pembangunan gedung yang berasal dari
perombakan atau perubuhan gedung, bila diperuntukkan guna
mendirikan kembali gedung itu;

1
Putri Ayi Winarsasi, Hukum jaminan di Indonesia, (CV. Jakad Media Publishing:
Surabaya, 2020) h 46-47

4
5) Kebendaan yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan
kebendaan tidak bergeraknya guna dipakai selamanya, yaitu
bilamana kebendaan itu dilekatkan kepadanya dengan
pekerjaan menggali, pekerjaan kayu atau pemasangan batu,
atau bilamana kebendaan itu tidak dapat dilepaskan dengan
tidak memutus atau merusaknya, atau dengan tidak memutus
atau merusak bagian dari kebendaan tidak bergerak tadi di
mana kebendaan itu dilekatkan.
c) Kebendaan yang karena undang-undang ditetapkan sebagai kebendaan
tidak bergerak, yaitu berupa:
1. Hak-hak yang melekat pada kebendaan tidak bergerak:
a. Hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak;
b. Hak pengabdian tanah:
c. Hak numpang karang;
d. Hak guna usaha;
e. Bunga tanah;
f. Hak sepersepuluhan;
g. Bazar atau pasar yang diakui oleh pemerintah dan hak
istimewa yang berhubungan dengan itu;
h. Gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan
kebendaan tidak bergerak.
2. Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m³ atau
yang dinilai sama dengan itu Pembedaan benda bergerak dan
benda tidak bergerak ini penting untuk penguasaan (bezzit),
penyerahan (levering), pembebanan (bezwaring) dan
kadaluwarsa (verjaring). Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
1977 ayat (1) KUH Perdata, orang yang menguasai (membezit)
suatu benda bergerak dianggap sebagai pemilik (eigenaar). Di
sini berlaku asas bezit sebagai titel yang sempurna (bezit geld
als volkomend titel). Artinya siapa yang menguasai (bezitter)
suatu benda bergerak dianggap sebagai pemilik (eigenaar) dari

5
benda bergerak tersebut. Adapun penguasaan terhadap benda
tidak bergerak tidak demikian halnya. Pasal 1977 ayat (1) KUH
Perdata menyatakan: Terhadap benda bergerak yang tidak
berapa bunga maupun piutang yang tidak atas tunjuk, maka
bezitnya berlaku sebagai alasan hak yang sempurna. Asas di
dalam bezit bagi benda bergerak yang tercantum dalam
ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata itu, pada saat ini sebenarnya
sudah tidak dapat diterapkan terhadap semua benda bergerak,
karena benda bergerak dalam perkembangannya terdapat
klasifikasi atas benda bergerak atas nama dan tidak atas nama
atau dapat pula dalam benda terdaftar dan tidak terdaftar.
Ketentuan Pasal 1977 hanya akan berlaku bagi benda bergerak
tidak terdaftar atau benda bergerak tidak atas nama saja
(Djuhaendah Hasan, 1996: 98). Pembedaan kebendaan atas
benda bergerak dan benda tidak bergerak penting pula bagi
penyerahan (levering). Penyerahan benda yang bergerak pada
umumnya dilakukan dengan penyerahan yang nyata (feitelijke
levering), kecuali benda tidak berwujud dilakukan dengan
cessie sebagaimana diatur di dalam Pasal 612 dan Pasal 613
KUHPerdata. Penyerahan nyata tersebut sekaligus penyerahan
yuridis (juridische levering).

Adapun untuk penyerahan benda tidak bergerak, sesuai dengan


ketentuan dalam Pasal 616 KUHPerdata harus dilakukan dengan balik
nama dengan membukukannya pada register umum. Ketentuan dalam
Pasal 616 KUHPerdata menyatakan: Penyerahan atau penunjukan akan
kebendaan tidak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang
bersangkutan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 620. 2

B. Perikatan Jaminan

2
Ibid, h 48-49

6
Secara sederhana, mengapa bank-bank melakukan perikatan atas
jaminan adalah agar bank berada pada posisi didahulukan (preferent)
apabila jaminan kredit/pembiayaan tersebut dijual untuk pembayaran
debitur/nasabah. utang-utangnya Adapun perikatan jaminan untuk benda
tidak bergerak , lebih dikenal dengan istilah lembaga jaminan, yang antara
lain adalah: hak tanggungan; hipotik; dan fidusia.3

1. Hak Tanggungan

Hak Tanggungan adalah jaminan atas tanah untuk pelunasan


hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika debitur
cidera janji, Kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui
pelelangan, imum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu
daripada Kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut
sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara
menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Hak Tanggungan pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang


dibebankan atas tanah. Hal ini sesuai dengan asas pemisahan horisontal
yang dianut Hukurn Tanah Nasional kita yang didasarkan pada Hukurn
Adat. Narnun dalam kenyataannya di atas tanah yang bersangkutan
seringkali terdapat benda berupa bangunan, tanaman maupun hasil karya
lain yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Benda-
benda tersebut dalarn praktek juga diterima sebagai jarninan kredit
bersama-sama dengan tanah yang bersangkutan, bahkan harnpir tidak ada
pernberian Hak Tanggungan yang hanya mengenai tanah saja sedangkan
di atas tanah tersebut ada bangunannya. Oleh karena itu dalarn Pasal 4
ayat, (4) dan (6) diadakan ketentuan yang memberikan penegasan, bahwa
pembebanan Hak Tanggungan atas tanah dimungkinkan meliputi juga

3
Daeng Naja, Cidera janji pengakuan hutang dan jaminan pembiayaan bank syariah,
(Uwais Inspirasi Indonesia: Jawa Timur, 2019) h 56

7
benda-benda tersebut, seperti yang telah dilakukan dan dibenarkan dalam
praktek selarna ini. Untuk tetap berdasarkan pada asas pemisahan
horisontal, pernbebanan atas bangunan, tanarnan dan hasil karya tersebut
harus secara tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
atas tanah yang bersangkutan.

Syarat untuk dapat dibebaninya suatu hak atas tanah dengan Hak
Tanggungan adalah bahwa hak itu menurut sifatnya harus dapat
dipindahtangankan (karena jika terpaksa dilakukan eksekusi, hak itu akan
harus dijual untuk pelunasan hutang), dan harus didaftar dalam daftar
umum (untuk memenuhi asas publisitas).

Hak Tanggungan merupakan perjanjian acesoir yang tentunya


sebelum pembebanan atas suatu objek atau jaminan, sebelumnya didahului
dengan adanya Perjanjian Hutang piutang atau Pengakuan Hutang. Bahkan
dalam perjanjian hutang piutang tersebut telah disebutkan adanya janji
untuk memberikan Hak Tanggungan oleh debitur/pemilik jaminan,
sebagaimana juga disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang
Hak Tanggungan, yang berbunyi: "Pemberian Hak Tanggungan didahului
dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan
pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan
bagian tak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan
atau perjanjian yang menimbulkan hutang tersebut.”

Selanjutnya tahapan pemberian Hak Tanggungan berturut-turut


dapat dillhat pada Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang
Hak Tanggungan. Pasal 10 ayat (2) menyebutkan: "Pemberian Hak
Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Hak Tanggungan oleh
PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku." Dan
Pasal 13 ayat (1) menyebutkan: "Pemberian Hak Tanggungan wajib
didaftar pada Kantor Pertanahan."

8
Dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan
wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena suatu sebab tidak dapat hadir
sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, disingkat SKMHT, yang
berbentuk akta otentik. Pembuatan SKMHT selain kepada Notaris,
ditugaskan juga kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah
kecamatan, dalam rangka memudahkan pelayanan kepada pihak-pihak
yang memerlukan.

Penggunaan SKMHT saat ini tidaklah sesering sebelum berlakunya


Undang-Undang Hak Tanggungan, yang pada saat itu dikenal dengan
nama Surat Kuasa Membebankan Hipotik (SKMH). Hal ini disebabkan
adanya batas waktu penggunaan SKMHT oleh Undang-Undang Hak
Tanggungan.

Ketentuan yang mengatur mengenai SKMHT dalam Undang-


Undang Hak Tanggungan adalah Pasal 15 yang secara lengkap berbunyi
sebagai berikut :

 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan


akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai
berikut: Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum
lain daripada membebankan Hak Tanggungan; Tidak memuat
kuasa substitusi; Mencantumkan secara jelas objek Hak
Tanggungan, jumlah hutang dan serta identitas kreditumya, nama
dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak
Tanggungan.
 Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik
kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali
karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis
jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4).

9
 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas
tanah yang sudah didaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sesudah diberikan.
 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas
tanah yang belum didaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
sesudah diberikan.
 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak dilikuti
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu
yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau
ayat (4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.

Mengenai hal ini, lebih lanjut Pemerintah mengeluarkan suatu


peraturan melalui Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu
Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk
Menjamin Pelunasan Kredit-kredit Tertentu.

2. Hipotek

Hipotek, adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak


bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perikatan (Pasal 1162 BW). Benda lain yang dapat dibebani hipotek ialah
kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dan telah
terdaftar (Pasal 314 Wvk).

Hipotek harus memenuhi dua asas:

 Akta pemberian hipotek harus memuat suatu penyebutan khusus


tentang benda yang dijaminkan, begitu pula tentang sifat dan
letaknya (Pasal 1174, ayat (1) BW). Harus disebutkan pula jumlah

10
utangnya atau jumlah uang hipotek yang diberikan (Pasal 1176
BW). Inilah yang disebut dengan asas spesialitas (specialiteit).
 Hipotek harus didaftarkan supaya mempunyai akibat hukum (Pasal
1179 BW), yang disebut dengan asas publisitas (openbaarheid) dari
hipotek.4
 Calon-calon kreditur dan kreditur-kreditur lainnya supaya
mengetahui bahwa benda/tanah yang bersangkutan sesudah
dihipotek, diketahui berapa besar jumlah yang dicapai. Kalau
jumlah hipotek sudah mendekati harga barangnya, maka bagi
kreditur lainnya tanah jaminan itu tidak akan ada artinya lagi.
 Calon pembeli atau pihak ketiga lainnya yang ingin membeli tanah
itu. Mereka akan berpikir terlebih dahulu sebelum membelinya,
sebab sungguh pun sudah dibeli dan hak sudah beralih kepadanya,
hak hipotek tetap terus membebani tanah itu selama utang belum
dibayar oleh si debitur. Ini berarti, meskipun tanah sudah menjadi
kepunyaan pembeli kalau debitur tidak memenuhi kewajibannya,
tanah tersebut tetap dapat dijual untuk membayar debitur.

Tujuan hipotek adalah untuk memberikan jaminan kepada yang


berpiutang uang. Jaminan itu ialah apabila utangnya tidak dibayar, maka
barang-barang yang dibebani hipotek tersebut dapat dijual lelang, dengan
uang pendapatannya, pinjaman yang dijamin itu dibayar lebih dulu
daripada utang lainnya. Hak-hak atas tanah yang dibebani hipotek adalah:

a. hak milik (Pasal 25 UUPA),


b. hak guna bangunan (Pasal 33 UUPA), dan
c. hak guna bangunan (Pasal 39 UUPA).

Ketiganya adalah berikut semua bangunan, tanaman, dan segala


sesuatu yang ada di atas tanah tersebut. Kemudian juga segala sesuatu

4
Thomas Suyatno, Dasar-dasar perkreditan, (PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,
1997) h 87

11
yang melekat pada bangunan tersebut yang karena sifat dan kegunaannya
oleh undang-undang dianggap sebagai barang yang tidak bergerak.

Hipotek dapat dipasang lebih dari satu, sehingga ada hipotek


pertama, hipotek kedua, hipotek ketiga, dan seterusnya, tergantung dari
urutan pendaftarannya.

Cara Pemasangan Hipotek Adalah Sebagai Berikut:

Perjanjian hipotek harus dibuat seorang Pejabat Pembuat Akta


Tanah (PPAT), kemudian didaftarkan di Kantor Pendaftaran dan
Pengawasan Pendaftaran Tanah.

Sebelum ditandatangani akta hipoteknya, maka si berutang harus


terlebih dahulu membayar bea meterai hipotek sebesar 1% x jumlah
pemasangan hipotek. Bea meterai dibayar ke Kantor Inspeksi Pajak
dengan SKUM. Baru setelah bea meterai dibayar, akta hipotek dapat
ditandatangani oleh yang bersangkutan.

Akte Hipotek itu harus memuat:

 Nama-nama orang/badan yang mengutangkan;


 nama-nama orang/badan yang berutang;
 jumlah utang dan jumlah pemasangan hipotek;
 penunjuk benda yang dijadikan jaminan;
 khusus yang diperjanjikan, yaitu;
 syarat kuasa menjual sendiri (beding van eigenmachtige
verkoop, Pasal 1178 BW)
 syarat sewa (huwbeding, Pasal 1185 BW)
 syarat tanpa pembersihan (beding van niet zuiverning, Pasal
1210 BW
 syarat tanpa pembersihan (beding van niet zuiverning, Pasal
1210 BW)
 syarat asuransi (assurantie beding, Pasal 297 W.v.k).

12
Kemudian, salinan dari akta hipotek berikut sertifikat tanahnya,
dibawa ke kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah, untuk
didaftarkan dan dibuat buku sertifikat hipotek. Setelah itu bank akan
memegang:

a. Sertifikat tanah. Di sini akan tercatat tanah tersebut dibebani


hipotek pertama sejumlah uang dalam mata uang rupiah: atas utang
siapa dan untuk kepentingan kreditur (disebut namanya).
b. Sertifikat hipotek. Sertifikat ini merupakan sebuah buku yang
berbentuk sama dengan sertifikat tanah. Di dalamnya tercatat sta-
tus hak tanah, nomor berikut desanya, nama pemilik, nama debi-
tur, nama kreditur, besarnya pemasangan hipotek dan macamnya
Hipotek. Selain itu terdapat pula salinan dari akta hipotek.

Roya Hipotek. Bila utang telah lunas, untuk kepentingan pemilik


tanah hipotek yang bersangkutan perlu di roya, untuk membuktikan bahwa
hipotek telah dihapus. Caranya: Kedua srtifikat tersebut di atas, sertifikat
tanah dan sertifikat hipotk, dibawa ke kantor Pendaftaran dan Pengawasan
Pndaftaran Tanah disertai dengn surat keterangan dari kreditur yang
mnyatakan utang telah lunas.

3. Jaminan Fidusia

Aspek hukum benda tidak bergerak sebagai obyek jaminan fidusia


dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) periode yakni masa sebelum UU No.
4 Tahun 1996. tentang Hak Tanggungan, masa setelah diberlakukannya
UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan masa setelah UU No.
42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Ketentuan mengenai objek tidak
bergerak di sini adalah untuk mengakomodasi kebutuhan kredit untuk
pemilik bangunan tanpa hak atas tanah di mana bangunan ini memiliki
nilai ekonomi yang tinggi sesuai dengan prinsip pemisahan horizontal.

Perkembangan demikian kiranya sangat memenuhi kebutuhan


masyarakat dan perlindungan terhdap ekonomi lemah, dimana justru tidak

13
mempunyai hak milik di atas tanah yang dapat dijaminkan melalui Hak
Tanggungan dan hipotik, sedangkan barang jaminannya cukup berharga
yaitu bangunan, maka jalam keluarnya ialah lewat fidusia".

Syarat benda tidak bergerak khususnya bangunan yang dapat


dijaminkan melalui jaminan fidusia, yaitu:

a. Pemilik rumah atau bangunan dengan. pemilik hak atas tanah,


adalah orang yang berbeda. Dengan kata lain. pemilikan rumah
oleh bukan pemilik hak atas tanah;
b. Ada bukti kepemilikan bangunan yang terpisah dengan
kepemilikan tanah;
c. Ada izin dari pemilik tanah;
d. Ada klausul perjanjian atau kesepakatan;
e. Untuk bangunan yang didirikan di atas tanah. Hak Pengelolaan,
harus ada pernyataan dari penerima fidusia bahwa jika status tanah
ditingkatkan dari Hak Pengelolaan menjadi Hak Milik dan Hak
Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan, maka Jaminan Fidusia
harus dicabut. Ini sesuai dengan Surat Edaran Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor C.HT.01.10-22 tertanggal 15 Maret 2005
tentang. Standardisasi Prosedur Pendaftaran Fidusia, pada point (8)
delapan sub (a) dan sub (b).

Ketentuan mengenai benda tidak bergerak di sini lebih untuk


mengakomodasi akan kebutuhan kredit bagi pemilik bangunan tanpa
memiliki hak atas tanah dimana bangunan tersebut mempunyai nilai
ekonomis tinggi sesuai dengan asas pemisahan horizontal sehingga orang
mempunyai hak milik atas tanaman, bangunan dan rumah terlepas dari
tanahnya.5

5
Celina Tri Siwi, Aspek hukum bnda tidak bergerak sebagai obyek jaminan fidusia, (Vol
1 No 2: Jurnal Notariil, 2017) h 9

14
Dengan demikian bangunan dapat dipindahtangankan terlepas dari
tanahnya. Demikian juga dapat menjaminkan bangunan itu terlepas dari
tanah dimana. bangunan itu berdiri terpisah dari tanahnya. Secara normatif
dan ekonomis, bangunan di atas tanah orang lain dapat dibebani dengan
jaminan hutang. Karena Hak Tanggungan tidak dimungkinkan untuk itu,
dicari jalan keluarnya melalui jaminan. fidusia. Dengan keluarnya
Undang-Undang Jaminan Fidusia menambah kepastian. hukum bahwa
pihak pemberi kredit tidak. perlu ragu lagi untuk mengikat bangunan
terlepas dari hak atas tanahnya dengan jaminan fidusia. Perkembangan
hukum jaminan fidusia tersebut menunjukkan bahwa pembentuk undang-
undang cukup merespon realitas bisnis dan memperhatikan prinsip hukum
tanah yang dianut dalam UUPA.

15
BAB III

PENUTUP

A. Ksimpulan

Pengaturan kebendaan tidak bergerak tersebut diatur lebih lanjut


dalam ketentuan-ketentuan Pasal 506, Pasal 507 dan Pasal 508 KUH
Perdata serta Pasal 314 KUH Dagang, yang mengkategorisasikan
kebendaan tidak bergerak ke dalam tiga golongan, yaitu: Kebendaan
bergerak yang karena sifatnya tidak bergerak, artinya kebendaan tersebut
tidak dapat berpindah atau dipindahkan tempat; Kebendaan yang karena
peruntukkannya termasuk dalam kebendaan tidak bergerak, karena benda-
benda tersebut telah menyatu sebagai bagian dari kebendaan tidak
bergerak; Kebendaan yang karena undang-undang ditetapkan sebagai
kebendaan tidak bergerak.

Jaminan benda tidak bergerak seperti, Hak Tanggungan adalah


jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur
lain; Hipotek, adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak
bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perikatan (Pasal 1162 BW); Perkembangan demikian kiranya sangat
memenuhi kebutuhan masyarakat dan perlindungan terhdap ekonomi
lemah, dimana justru tidak mempunyai hak milik di atas tanah yang dapat
dijaminkan melalui Hak Tanggungan dan hipotik, sedangkan barang
jaminannya cukup berharga yaitu bangunan, maka jalam keluarnya ialah
lewat fidusia".

B. Saran

Kami menyadari bahwasanya kami sebagai pemakalah masih


memiliki banyak kekurangan baik itu dalam segi penulisan ataupun dari
segi materi. Kami mohon kritik dan saran yang mendukung dari pembaca

16
agar tercapainya makalah yang sempurna. Dan semoga makalah kami bisa
bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi wawasan kita dalam memahami
makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Naja, Daeng. Cidera janji pengakuan hutang dan jaminan pembiayaan bank
syariah. Jawa Timur: Uwais Inspirasi Indonesia, 2019.

Siwi, Celina Tri. "Aspek hukum benda tidak bergerak sebagai obyek jaminan
fidusia." Jurnal Notariil, 2017: 13-22.

Suyatno, Thomas. Dasar-dasar perkreditan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama, 1997.

Winarsasi, Putri Ayi. Hukum jaminan di Indonesia. Surabaya: CV. Jakad Media
Publishing, 2020.

18

Anda mungkin juga menyukai