Naskah Publikasi-F100180131
Naskah Publikasi-F100180131
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Oleh:
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023
HALAMAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
Dosen
Pembimbing
i
HALAMAN PENGESAHAN
OLEH
RINDANG AGMARIDA MANURA
F 100 180 131
Dewan Penguji:
Dekan,
ii
HUBUNGAN INTENSITAS DAN ADIKSI PENGGUNAAN INSTAGRAM
TERHADAP KESEHATAN MENTAL GENERASI Z
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan intensitas dan adiksi penggunaan
instagram terhadap kesehatan mental Gen Z. Metode penelitian ini adalah kuantitatif
korelasional dengan menggunakan alat ukur Skala Intensitas Penggunaan Instagram,
Skala Adiksi Instagram dan Skala Kesehatan Mental. Sampel berjumlah 153 orang,
kriteria yang digunakan yaitu Mahasiswa aktif S1 Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, termasuk dalam Generasi Z (kelahiran 1995 – 2010) serta
aktif menggunakan sosial media Instagram. Teknik sampling yang digunakan adalah
purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier
berganda dengan bantuan SPSS 25.0 for windows. Hasil hipotesis mayor pada penelitian
ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan sebesar 0,001 (p<0,01)
dan koef korelasi sebesar 0,128 antara intensitas penggunaan instagram dan adiksi
instagram terhadap kesehatan mental Gen Z, dengan sumbangan efektif sebesar 12,8%.
Adapun hasil dari hipotesis minor menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif yang
sangat signifikan antara intensitas penggunaan instagram terhadap kesehatan mental
Gen Z dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) dan koef korelasi sebesar -0,212 serta
sumbangan efektif sebesar 5,35%. Kemudian terdapat hubungan negatif yang signifikan
sebesar 0,000 (p<0,01) dan koef korelasi sebesar -0,257 antara adiksi instagram
terhadap kesehatan mental Gen Z dengan sumbangan efektif 7,45%. Implikasi dalam
penelitian ini yakni menambah pemahaman dan wawasan kepada pembaca bahwa
intensitas dan adiksi instagram yang tinggi dapat memberikan dampak negatif terhadap
kesehatan mental.
2
THE RELATIONSHIP BETWEEN INTENSITY AND ADDICTION
INSTAGRAM USE TO GENERATION Z MENTAL HEALTH
Abstract
The purpose of this study was to determine the relationship between intensity and
addiction to using Instagram on the mental health of Gen Z. This research method is
quantitative correlation using the measuring instrument Instagram Use Intensity Scale,
Instagram Addiction Scale and Mental Health Scale. The sample size was 153 people,
the criteria used were active undergraduate psychology students at the Muhammadiyah
University of Surakarta, included in Generation Z (born 1995 – 2010) and actively used
social media Instagram. The sampling technique used is purposive sampling. The data
analysis used was multiple linear regression analysis with the help of SPSS 25.0 for
windows. The results of the major hypothesis in this study show that there is a very
significant relationship of 0.001 (p <0.01) and a correlation coefficient of 0.128 between
the intensity of Instagram use and Instagram addiction on Gen Z mental health, with an
effective contribution of 12.8%. The results of the minor hypothesis show that there is a
very significant negative relationship between the intensity of Instagram use and the
mental health of Gen Z with a significance of 0.000 (p <0.05) and a correlation
coefficient of -0.212 and an effective contribution of 5.35%. Then there is a significant
negative relationship of 0.000 (p <0.01) and a correlation coefficient of -0.257 between
Instagram addiction and Gen Z mental health with an effective contribution of 7.45%.
The implication of this research is to increase understanding and insight to readers that
high Instagram intensity and addiction can have a negative impact on mental health.
3
1. PENDAHULUAN
Menurut data World Health Organization (WHO), 1/4 orang di dunia menderita
gangguan jiwa yakni sekitar 450 juta orang menderita penyakit jiwa psikosis. Pernyataan
yang dikeluarkan oleh WHO memperkirakan pada tahun 2020 depresi berpotensi menjadi
penyebab utama kedua beban penyakitl di segala usia. Pada saat yang sama, beberapa hasil
penelitian yang daitemui menyimpulkan Generasi Z merupakan sekelompok orang yang
rentan terkena depresi. American Psychological Association (APA) melakukan penelitian
berjudul “Stress in America: Generation Z” di tahun 2018, yang menghasilkan data yang
menunjukan anak muda dengan rentang usia 15 - 21 tahun masuk dalam kelompok orang
dengan status kesehatan mental paling buruk dibandingkan generasi lainnya, mereka
termasuk dalam Generasi Z (Haryadi, 2019).
Drajat (2001) mengatakan kesehatan mental adalah ilmu koordinasi dan adaptasi diri
yang bertujuan untuk membangun keutuhan dan kesatuan individu sehingga dapat
mendatangkan kesejahteraan dan kenyamanan pikiran. Pendapat lain mengenai kesehatan
mental yang dikemukakan oleh Fakhriyani (2019) yaitu keadaan seseorang yang
memungkinkan berkembang dalam segala aspek perkembangan fisik, intelektual, dan
4
emosionalnya secara optimal dan sesuai dengan perkembangan orang lain sehingga mampu
berinteraksi dengan lingkungan. pikiran, perasaan, keinginan, sikap, persepsi, dan keyakinan
merupakan tanda atau fungsi mental yang harus selaras agar tercipta keharmonisan yang
menghindarkan dari segala perasaan seperti ragu, takut, cemas dan konflik batin.
Dua aspek dalam kesehatan mental yang diungkap oleh Veit dan Were (1983) yaitu:
1) Distress psikologis (Psychological distress) menggambarkan seseorang dengan kesehatan
mental yang negatif atau tidak baik. Dapat dikatakan kesehatan mental yang negatif apabila
daitemui gejala klinis yang dialami individu. 2) Aspek kesejahteraan (Psychological well-
being) psikologi adalah individu yang berada dalam kondisi baik secara mental. Hal-hal
yang berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis seseorang seperti kepuasan hidup,
hubungan emosional dan afek positif secara umum.
Menurut Daradjat (2001) ada dua faktor utama yang memiliki pengaruh terhadap
kesehatan mental, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal tersebut meliputi: kepribadian,
kondisi fisik, perkembangan dan kedewasaan, kondisi psikologis, keragaman, sikap terhadap
masalah hidup, makna hidup dan keseimbangan dalam berpikir. Faktor eksternal meliputi:
sosial, ekonomi, kondisi politik, adat istiadat, lingkungan, perkembangan teknologi, dll.
Pengguna jejaring sosial saat ini semakin meningkat dari hari ke hari. Menurut
Wearesocial Hootsuite, hasil riset yang dipublikasikan pada Januari 2019, peningkatan
pengguna media sosial telah mencapai 150 juta, atau 56% dari total populasi di Indonesia.
Data tersebut menunjukan peningkatan 20% dari survei sebelumnya. Sedangkan sekitar 48%
dari populasi atau sekitar 130 juta orang dari populasi menjadi pengguna dari media sosial
mobile (gadget) . (BPS (Biro Pusat Statistik), 2018).
Menurut artikel yang dikutip oleh Rizaty (2022), Hingga kuartal IV 2021, Indonesia
memiliki 92,53 juta pengguna Instagram. Jumlah tersebut meningkat sebesar 3,9 juta atau
4,37% dari 88,65 juta pengguna pada kuartal sebelumnya. Jumlah ini juga lebih tinggi dari
83,77 juta pengguna pada periode yang sama tahun lalu. Hingga kuartal IV tahun 2021,
mayoritas pengguna Instagram di Indonesia akan berada pada kelompok usia 18-24 tahun,
5
dengan total 34,4 juta. Secara khusus, lebih dari 20% pengguna aplikasi adalah wanita dan
17,2% adalah pria.
6
obat-obatan. Selain itu, Andreassen (2015) mendefinisikan adiksi terhadap media sosial
sebagai perilaku individu yang terlalu memperhatikan media sosial yang ia miliki, didorong
oleh motivasi yang sangat kuat untuk masuk atau menggunakan media sosial, dan
menghabiskan banyak waktu serta tenaga untuk bermain jejaring sosial.
Menurut Young (2010), kecanduan Instagram memiliki tiga aspek: (1) Gejala
penarikan diri dan masalah sosial (Withdrawal and social problems). Pecandu Instagram
akan merasa kesulitan ketika hidupnya terasing dan penggunaan Instagram mereka dibatasi,
penggunaan Instagram yang berlebihan menyebabkan masalah interpersonal. Individu
tersebut akan merasa tidak nyaman saat offline. Gejala yang muncul seperti merasa gelisah,
murung, depresi, dan mudah marah. (2) Manajemen waktu dan kinerja (Time management
and performance). Ini adalah manajemen waktu penggunaan Instagram yang tidak terkontrol
dan tidak dapat dikurangi. Aktivitas Instagram meningkat baik dalam frekuensi maupun
durasi karena tidak memiliki kendali atas berapa banyak waktu yang dihabiskan. Kurangnya
pengendalian diri saat menggunakan Instagram menyebabkan masalah kinerja akademik dan
profesional. (3) Pengganti realita (Reality substitute) mencerminkan bagaimana individu
melihat Instagram sebagai suatu hal yang bisa menggantikan kehidupan nyata dan sebagai
pengalih perhatian untuk memecahkan masalah dunia nyata. Individu lebih suka melakukan
aktivitas di Instagram karena dianggap sebagai strategi koping. Melarikan diri atau
mengabaikan masalah yang sebenarnya. Seperti ketika individu merasa bahwa dengan
mengakses instagram dapat menenangkan pikirannya pada akhirnya menjadikan aktivitas
instagram sebagai hal yang terpenting.
7
kesehatan mental, variabel adiksi instargram memiliki hubungan yang negatif dengan
variabel kesehatan mental, dan kedua variabel baik intensitas dan adiksi penggunaan
instagram memiliki hubungan secara simultan dengan kesehatan mental generasi z.
2. METODE
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan skala likert
terdapat 3 skala pada penelitian ini yaitu skala intensitas penggunaan instagram, skala adiksi
instagram dan skala kesehatan mental. Setiap skala terdiri dari aaitem favorable dan
unfavorable dengan skor 1-4. Pilihan pernyatan favorable memiliki skor 4 untuk jawaban
sangat sesuai, skor 3 jawaban sesuai, skor 2 jawaban tidak sesuai, skor 1 jawaban sangat
tidak sesuai. Untuk pernyataan unfavourable sebaliknya skor 1 jawaban sangat sesuai, skor 2
jawaban sesuai, skor 3 jawaban tidak sesuai, skor 4 jawaban sangat tidak sesuai. .Sedangkan,
untuk penghitungan durasi dan frekuensi dijumlahkan.
Skala intensitas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari
skala yang disusun oleh Taqwa (2018) berdasarkan aspek-aspek teori Del Bario (2004) yaitu
perhatian, penghayatan, durasi dan frekuensi. Dalam skala ini terdapat 15 aitem pertanyaan,
6 aitem favorable dan 6 aitem unfavorable. Sedangkan untuk ukuran durasi dikelompokkan
kriteria durasi sebagai berikut: 1) Tinggi = ≥ 3 jam/hari, 2) Rendah = 1-3 jam/hari. Untuk
pengukuran frekuensi peneliti juga dengan pengelompokkan frekuensi sebagai berikut: 1)
8
Tinggi = 4 kali/hari, 2) Rendah = 1-4 kali/hari. Modifikasi yang peneliti lakukan yakni
menambahkan satu aaitem pada aspek durasi sebagai beriku: 1) Tinggi = ≥ 21 jam/minggu,
2) Rendah = < 7 jam/minggu. Untuk mengetahui validitas dari skala ini peneliti
menggunakan uji validitas konten atau validitas isi Hasil pengujian validitas isi dapat
diperoleh dari perbandingan materi pembelajaran yang telah disampaikan dengan isi
instrumen melalui expert judgement (Sugiyono, 2008). Expert judgement dalam penelitian
ini adalah 3 orang expert (rater) dari 3 dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta untuk mengecek kebenaran butir-butir skala sebelum diberikan kepada responden.
Setelah dilakukan expert judgment hasil kesepakatan penilai yang kompeten (rater)
kemudian dianalisis menggunakan rumus Aiken’s content validity coefficient s/[n(c-1)]
(Azwar, 2013). Kriteria yang dipakai oleh peneliti yaitu jika nilai VCI ≥ 0,6 dengan
demikian dinyatakan valid, serta apabila VCI < 0,6 maka dinyatakan gugur. Setelah
dilakukan uji validitas pada skala intensitas semua aitemnya dinyatakan valid dengan
validitas skala berkisar 0.750 – 0.833.
Skala Adiksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala adaptasi dari
penelitian yang dilakukan oleh Andriany (2019) alat ukur ini dikembangkan dari IAT
(Internet Addiction Test) yang dibuat oleh Young (2010) dengan aspek-aspek Gejala
penarikan diri dan masalah sosial (withdrawal and social problems), Menejemen waktu dan
Kinerja time management and performance, serta Pengganti realita (reality substitute).
Dalam skala ini terdapat 17 aitem pertanyaan favorable. Pengujian validitas pada penelitian
ini menggunakan teknik uji validitas konstruk analisis faktor. Pegambilan keputusan valid
atau tidaknya suatu aitem dengan menggunakan uji validitas konstruk analisis faktor adalah
dengan melihat nilai KMO (Kaiser meyer olkin measure) > 0,50 dan loading factor > 0,50.
Pada skala Adiksi Instagram diperoleh nilai KMO 0,891 > 0,50 yang mengartikan skala ini
layak untuk diuji dengan analisis faktor dan nilai loading factor berkisar 686 – 836 > 0,50
dengan begitu maka seluruh aitem dinyatakan valid.
Skala kesehatan mental yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala adaptasi
dari penelitian yang dilakukan oleh Taqwa (2018) berdasarkan aspek-aspek teori Veit dan
9
Were (1983) yaitu aspek Psychological distress (distress psikologi) dan aspek Psychological
well-being (Kesejahteraan Psikologis). Dalam skala ini terdapat 14 aitem pertanyaan, 6
aitem favorable dan 8 aitem unfavorable. Pengujian validitas pada penelitian ini
menggunakan teknik uji validitas konstruk analisis faktor. Pegambilan keputusan valid atau
tidaknya suatu aitem dengan menggunakan uji validitas konstruk analisis faktor adalah
dengan melihat nilai KMO (Kaiser meyer olkin measure) > 0,50 dan loading factor > 0,50.
Pada skala Kesehatan Mental memiliki nilai KMO 0,947 > 0,50 yang mengartikan skala ini
layak untuk diuji dengan analisis faktor serta memiliki nilai loading factor berkisar 0,745 –
818 > 0,50 dengan begitu maka seluruh aitem dinyatakan valid
Adapun syarat dari teknik analisis yakni harus melewati uji asumsi yang terdiri dari
uji normalitas, uji multikolinieritas dan uji heterokedasitisitas (Mardiatmoko, 2020) yang
dianalisis dengan bantuan SPSS versi 25.0 for windows.
10
Heteroskedasitas pada variabel intensitas penggunaan instagram terlihat bahwa nilai
signifikansi p = 0,317 (p > 0,05) sehingga variabel intensitas penggunaan instagram terbukti
tidak terjadi heteroskedasitas. kemudian pada variabel adiksi instagram terlihat bahwa nilai
signifikansi p = 0,688 sehingga variabel adiksi instagram terbukti tidak terjadi
heteroskedasitas.
Hipotesis mayor pada penelitian ini diterima, dengan demikian dapat membuktikan
bahwa intensitas penggunaan instagram dan adiksi instagram memiliki hubungan dengan
kesehatan mental generasi z, hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung 7,662 dengan
signifikansi 0,0001 (p<0,01). Terdapat sumbangan efektif sebesar 12,8% antara intensitas
dan adiksi penggunaan instagram terhadap kesehatan mental generasi z. Hal tersebut sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Purba dkk (2021) bahwa kesehatan mental manusia
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal
dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Faktor eksternal
merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang seperti lingkungan dan keluarga. Faktor
luar lain yang berpengaruh seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, perkembangan
teknologi, pekerjaan dan lain sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental
sehat seseorang, namun faktor eksternal yang buruk/tidak baik dapat berpotensi
menimbulkan mental tidak sehat. Pendapat tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan Felita dkk (2018) dalam jurnal pemakaian media sosial dan self concept pada
remaja, bahwa salah satu faktor menurunnya kesehatan mental berasal dari segi aspek sosial
budaya dalam psikologi yaitu penggunaan instagram yang berkaitan dengan konsep diri di
media sosial. Penelitian ini mengungkap bahwa sebagian besar remaja yang aktif
menggunakan media sosial instagram ingin terlihat baik, bagus dan ideal dalam profil media
sosial mereka, walaupun hal tersebut tidak sesuai dengan konsep diri yang sebenarnya.
Kemudian dipertajam dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Martanatasha &
Primadini (2019) yaitu beberapa gangguan mental yang dapat ditimbulkan media sosial,
khususnya instagram antara lain berupa gangguan kecemasan, gangguan pola makan,
gangguan kepercayaan diri dan gangguan terhadap citra tubuh.
11
Hipotesis minor pertama antara intensitas penggunaan instagram terhadap kesehatan
mental memperoleh koefesien regresi sebesar 0,100 dan p = 0,024 (p < 0,05), kemudian r
hitung = -0,212 dan t = -2,286, sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara intensitas penggunaan instagram dengan kesehatan mental generasi z
dengan arah hubungan yang negatif, sehingga hipotesis minor pertama dalam penelitian ini
diterima. Terdapat sumbangan efektif dalam intensitas penggunaan instagram yang
berkontribusi sebesar 5,35% terhadap kesehatan mental. Hasil tersebut didukung dengan
temuan Yurdagul et al. (2019), Intensitas penggunaan instagram yang tinggi memiliki efek
negatif terhadap kesejahteraan psikologis individu melalui laporan yang menyatakan bahwa
menghabiskan waktu dengan melihat foto orang lain di Instagram dapat menyebabkan
peningkatan mood negatif dengan membandingkan diri dengan orang lain. Bila mengingat
waktu yang dihabiskan untuk mengakses Instagram bisa lebih dari dua jam perharinya dapat
meningkatkan kecenderungan tekanan psikologis. Kemudian dipertajam dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah, dkk (2022) mendapatkan hasil analisis bahwa
penggunaan Instagram memiliki hubungan terhadap kecemasan sosial remaja, hal tersebut
bisa diketahui pada hasil analisis regresi linier sederhana yang dilihat dari nilai sig. di tabel
coeffecients memperoleh nilai Sig. sebanyak 0,000 < 0,05 maka bisa diartikan bahwa
penggunaan media sosial Instagram berhubungan terhadap kecemasan sosial.
Kemudian hipotesis minor kedua antara adiksi instagram terhadap kesehatan mental
memperoleh koefesien regresi sebesar -0,348 dan p = 0,007 (p < 0,01), kemudian r hitung =
-0,257 dan t = -2,769, sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara adiksi instagram dengan kesehatan mental, sehingga hipotesis minor kedua
dalam penelitian ini diterima. Terdapat sumbangan efektif dalam adiksi instagram yang
berkontribusi sebesar 7,45% terhadap kesehatan mental. Hasil tersebut didukung oleh
penelitian Susanti & Safitri (2021) yang menemukan dengan tingginya tingkat
ketergantungan seseorang terhadap media sosial Instagram secara tidak langsung akan
memhubungani tingkat kualitas kehidupan sosial seseorang dalam bermasyarakat. Tentunya
seseorang yang kecanduan untuk mengakses Instagram, maka ia hanya memiliki sedikit
waktu untuk berkomunikasi dengan seseorang secara nyata menyebabkan sikap apatis dan
12
kurang mampu mengaktualisasikan potensi dirinya di dunia nyata. Selain itu hasil penelitian
oleh Diferiansyah, dkk (2016) menemukan dua masalah kesehatan mental yang dapat timbul
akibat kecanduan penggunaan Instagram. Masalah kesehatan mental yang dimaksud yaitu
depresi dan gangguan kecemasan. Secara singkat, gangguan kecemasan dapat dideskripsikan
sebagai kondisi dimana penderita mengalami kecemasan berlebih yang disertai dengan
respons perilaku, emosional dan fisiologis.
Temuan ini juga diperkuat dengan teori kesehatan mental yang dikemukakan oleh
Tangney, dkk (2004) seseorang yang memiliki kontrol diri yang tinggi cenderung memiliki
kesehatan yang tinggi pula, hal ini dikarenakan kontrol diri merupakan kemampuan individu
untuk menentukan cara berfikir dan berperilaku sehingga mengarahkannya sesuai dengan
norma dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat sehingga menjadi sesuatu yang
positif. Pendapat tersebut didukung oleh Ariyanto (2017) yang mengatakan bahwa seseorang
yang memiliki kontrol diri yang baik maka akan menuntun individu tersebut kearah yang
baik. Begitu juga sebaliknya, jika seseorang memiliki kontrol diri yang rendah maka akan
menuntun individu tersebut kearah yang negatif. Kedua pendapat tersebut dipertajam oleh
hasil penelitian Harsono & Winduwati (2020) yang mengemukakan bahwa Instagram
13
merupakan media sosial yang netral. Namun penggunaan Instagram yang salah berakibat
Instagram menjadi toxic. Pengguna yang tidak dapat mengontrol diri dan menyaring
konsumsi visual dari Instagram akan cenderung mengalami perubahan self-esteem. Jika
individu tidak memiliki pendirian yang kuat maka dapat melemahkan self-esteem individu
yang berakibat menurunnya kesehatan mental individu tersebut. Setelah informan
menemukan bahwa konsumsi berlebihan pada Instagram tersebut toxic bagi hidupnya dan
memutuskan untuk berhenti, hasil yang didapatkan adalah mereka menjadi lebih dapat
menerima diri sendiri, memiliki pemahaman bahwa manusia tidak ada yang sempurna.
Mereka juga memutuskan untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan bakat
daripada menghabiskan waktu untuk melihat dan iri akan kehidupan orang lain.
4. PENUTUP
Kesimpulan dari penelitian ini bahwasannya ketiga hipotesis peneliti dapat diterima.
Pertama, hipotesis mayor peneliti yaitu adanya hubungan negatif yang signifikan antara
intensitas penggunaan instagram dan adiksi instagram terhadap kesehatan mental generasi z,
kemudian hipotesis kedua yang merupakan hipotesis minor pertama yaitu adanya hubungan
negatif yang signifikan antara intensitas penggunaan instagram terhadap kesehatan mental
generasi z, dan yang ketiga adalah hipotesis minor kedua yaitu terdapat hubungan negatif
yang signifikan antara adiksi instagram terhadap kesehatan mental generasi z.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan memberikan hasil sumbangan
efektif intensitas penggunaan instagram dan adiksi instagram terhadap kesehatan mental
sebesar 12,8%. Dengan rincian sumbangan variabel intensitas penggunaan instagram (X1)
sebesar 5,35% dan sumbangan efektif variabel adiksi instagram (X2) sebesar 7,45%.
Sedangkan 87,2% lainnya dihubungani oleh variabel lain yang tidak ada dalam penelitian
ini. Dalam penelitian ini diambil kesimpulan bahwasannya adiksi instagram memiliki
hubungan yang cenderung lebih besar daripada intensitas penggunaan instagram dengan
kesehatan mental generasi z.
14
Saran yang diberikan peneliti untuk generasi z dalam penelitian ini yakni mahasiswa
Fakultas Psikologi UMS agar senantiasa memanfaatkan media sosial khususnya Instagram
dengan sebaik mungkin, bukan untuk kepentingan eksistensi atau hiburan semata tetapi
untuk hal-hal yang dapat mempererat persaudaraan, menambah pemasukan atau membuka
lapangan kerja baru, menyalurkan potensi diri secara optimal, mencari informasi,
meningkatkan kemampuan komunikasi secara langsung dan tidak langsung, serta dapat
menjadikannya media untuk mempromosikan tentang kesehatan mental yang begitu penting.
Bagi instansi tempat yang digunakan untuk mengambil data penelitian agar menggencarkan
edukasi tentang bagaimana menggunakan media sosial yang bijak dan baik sehingga
mahasiswa tidak terlalu terdampak hubungan negatif dari media sosial khususnya instagram.
Kemudian saran untuk peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian terkait
generasi dan penggunaan media sosial dengan variasi media sosial atau generasi yang lain,
pemilihan lingkup sampel yang lebih luas dan lebih teliti dalam mengawasi subjek saat
mengisi kuesioner. Sehingga penelitian tersebut dapat dijadikan komparasi untuk
mendapatkan luaran yang lebih baik dan bermanfaat untuk banyak kalangan. Contoh
platform media sosial yang dapat digunakan adalah Telegram, Tiktok, Twitter, dan lain
sebagainya.
5. PERSANTUNAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Al Aziz, A.A. (2020). Hubungan Antara Intensitas Penggunaan Media Sosial dan Tingkat
Depresi pada Mahasiswa. Acta Psychologia, 2(2), 92-107
Andreassen, C. S., & Pallesen, S. (2015). Social network site addiction: An overview.
Current Pharmaceutical Design, 20, 4053–4061.
Andriany, W. (2019). Kontrol diri dan kecanduan internet pada mahasiswa di Universitas X
di Yogyakarta. Yogyakarta: Skripsi: Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Dan
Ilmu Sosisl Budaya Universitas Islam Indonesia.
Ariyanto, A. (2017). Hubungan Kontrol Diri Dengan Kecanduan Internet Pada Remaja di
Surakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi UMS
BPS (Biro Pusat Statistik). 2018. Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial
Indonesia
Del Barrio, V. (2004). Relationship between emphaty and the big five personality traits in a
sample of spanish adolescents, social behavior and personality, vol. 32(7); 677-682
Diferiansyah O., Septa, T., & Lisiswanti, R. (2016). Gangguan Cemas Menyeluruh. Jurnal
Medula Unila. Vol: 5(2). 1– 6
Dradjat, Z. (1987). Kesehatan jiwa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Jakarta:
Bulan Bintang.
Felita, P., Siahaja, C., Wijaya, V., Melisa, G., Chandra, M., & Dahesihsari, R. (2018).
Pemakaian Media Sosial dan Self Concept Pada Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi
MANASA
Harsono, L., Winduwati, L. (2020). Detox Instagram pada Self-Esteem Pengguna. Jurnal
Koneksi. Vol: 4(1). 83-89
16
Martanatsha, M & Primadini, I. (2019). Relasi Self-Esteem dan Body Image dalam Terpaan
Media Sosial Instagram. Jurnal Ultimacomm. Vol: 11(2). 158-172
Nurhasanah, R., Nursanti, S., & Lubis, F. M. (2022). Hubungan Penggunaan Media Sosial
Instagram Terhadap Kecemasan Sosial Pada Remaja. NUSANTARA: Jurnal Ilmu
Pengetahuan Sosial. Vol: 9(10). 3885-3893
Rizaty, M.A. (2022). Pengguna Instagram di Indonesia Bertambah 3,9 Juta pada Kuartal
IV – 2021. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/10/pengguna-
instagram-di-indonesia-bertambah-39-juta-pada-kuartal-iv-2021
Susanti, A. F., & Safitri. D. (2021). Dismiliaritas Kecanduan Pemakaian Media Sosial
Generasi Y dan Generasi Z. Jurnal Edukasi IPS. Vol: 5(2). 37-45
Tangney, J. P., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High Self-control Predicts Good
Adjustment, Less Pathology, Better Grades, and Interpersonal Success. Journal of
Personality. Vol: 72(2). 271-324
Taqwa, M.I. (2018). Intensitas Penggunaan Instagram Stories Terhadap Kesehatan Mental.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang
Veit, C. T. & Ware, J. E. (1983). The structure of psychological distress and well being in
general populations. Journal of Consulting and Clinical sychology. 51,(5) 730-742
17