Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia ISSN: 1979-892X (print)

Vol. 14, No 1, Juli 2021, hal xx-xx ISSN: 2354-8797 (online)

KAJIAN POTENSI ANTIHIPERGLIKEMIA TANAMAN BAYAM


(Amaranthus sp.)

A REVIEW ON THE POTENCY OF AMARANTHUS SP. AS ANTIHYPERGLYCEMIC


AGENT

Riana Rahmawati 1), Penulis Kedua 1), Penulis Ketiga 2*)


1 Afiliasi/Institusi Penulis Pertama, alamat institusi ditulis lengkap termasuk nama negara
1 Afiliasi/Institusi Penulis Kedua, alamat institusi ditulis lengkap termasuk nama negara
2 Afiliasi/Institusi Penulis Ketiga, alamat institusi ditulis lengkap termasuk nama negara
*e-mail: riana.rahmawati@uii.ac.id

ABSTRACT
The abstract must be written in english, write the abstract using single spacing, Cambria 10, italic. The
abstract should include a background and aim of research, a brief description of the methods, results, a
conclusion. They are indicative only and will not be used for citation purposes. The abstract should be written
not more than 300 words.

Keywords: not more than 5 words or phrases, separated by commas (,), that it’s important, spesific, or
representative for the article

ABSTRAK
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, satu spasi, satu paragraf, font Cambria ukuran 10,. Abstrak
memuat latar belakang dan tujuan penelitian, deskripsi singkat metode yang digunakan, hasil dan
pembahasan. Tidak diperkenankan sitasi pada abstrak. Abstrak tidak lebih dari 300 kata.

Latar Belakang: Insidensi diabetes tipe 2 baik di Indonesia maupun dunia diprediksi akan meningkat
pada tahun 2030. Tatalaksana dari pengaturan pola makan dapat menjadi salah satu solusi. Berbagai
kandungan gizi baik, termasuk antihiperglikemia dapat ditemukan pada sayuran. Bayam merupakan jenis
sayur yang sering dikonsumsi di Indonesia dan memiliki aktivitas antihiperglikemia

Tujuan: Meninjau perkembangan penelitian terkini mengenai bukti aktivitas antihiperglikemia tanaman
bayam (Amaranthus sp)

Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan scoping review jurnal dari database artikel PubMed,
Google Scholar, Science Direct, ProQuest, EBSCO, Portal Garuda, dan Neliti yang terbit dalam rentang
tahun 2011-2021. Pencarian dilakukan menggunakan kata kunci bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Proses seleksi artikel didasarkan pada alur PRISMA-ScR.

Hasil: Terdapat 6 artikel yang meneliti aktivitas antihiperglikemia tanaman bayam. Keenam artikel
menggunakan tikus sebagai hewan coba model diabetes, 5 (83.33%) artikel berasal dari India dan 1
(16.67%) artikel berasal dari Amerika Serikat. Artikel mengenai potensi ekstrak etanol dari tiga spesies
Amaranthus terhadap tikus diabetes memiliki sitasi terbanyak dengan 165 sitasi. Semua studi
menunjukkan pemberian ekstrak tanaman bayam menurunkan kadar glukosa darah tikus model diabetes
secara signifikan.

Kesimpulan: Pada review ini ditemukan bahwa hasil penelitian in vitro dan pengujian dengan hewan
coba menunjukkan bahwa tanaman bayam memiliki potensi antidiabetik. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengembangkan pengolahan makanan yang dapat tetap menjaga bioaktivitas bayam.

Received
Revised
Accepted
Publish DOI https:................. 1
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia, 14(1): xx-xx, Juli 2021

Kata kunci: Diabetes tipe 2, Bayam, Amaranthus sp, Antihiperglikemia, tidak lebih dari 5 kata, dipisahkan
koma, penting, spesifik, merepresentasikan artikel.

PENDAHULUAN

Pada tahun 2030 diprediksi penderita diabetes tipe 2 di dunia akan mencapai 350 juta
dan lebih dari sepertiga jumlah tersebut berasal dari bangsa Asia (World Health Organization,
2003). Di Indonesia, diprediksi adanya lonjakan angka penyandang DM, sekitar 14,7% pada
daerah urban dan 7,2% pada daerah rural (PERKENI, 2019). Diabetes tipe 2 ditandai dengan
penurunan progresif fungsi sel beta pankreas dan peningkatan stress oksidatif yang
menyebabkan tidak terkontrolnya kadar gula darah dan komplikasi diabetes.
Beberapa spesies tanaman di dunia diketahui memiliki aktivitas hipoglikemik. Terlepas
dari keberadaan obat antidiabetes, pencarian sumber antidiabetes baru dari bahan alam terus
dilakukan untuk mendapatkan alternatif terapi yang efektif dan aman (Arifah et al., 2022; Jugran
et al., 2021). Amaranthus sp., atau dikenal sebagai ‘‘bayam’’, adalah salah satu tanaman yang
popular di Indonesia. Tanaman bayam mempunyai banyak spesies, antara lain bayam cabut atau
bayam hijau (Amaranthus viridis), bayam hijau atau bayam petik (Amaranthus hybridus,
Amaranthus caudatus), bayam putih (Amaranthus paniculatus), bayam merah (Amaranthus
gangeticus, Amaranthus tricolor), bayam itik atau bayam kotok (Amaranthus blitum), bayam
maksi (Amaranthus hypochondriacus, Amaranthus cruentus),dan bayam duri (Amaranthus
spinosus) (Sahat & HIdayat, 1996). Bayam yang umum dikonsumsi di Indonesia dan negara-
negara lain di Asia Tenggara adalah sayuran yang berasal dari genus Amaranthus, terutama
adalah bayam petik dan bayam cabut. Penyebutannya dalam bahasa Inggris adalah Chinese
amaranth. Jenis bayam tersebut berbeda dengan apa yang disebut sebagai “spinach” di Amerika
Serikat dan negara-negara barat lainnya, yang dalam Bahasa latin disebut sebagai Spinacia
oleracea. Tanaman ini berasal dari genus Spinacia, mempunyai suku yang sama dengan genus
Amaranthus yaitu suku Amaranthaceae. Meskipun potensi bayam sebagai antidiabetik telah
dilaporkan di beberapa penelitian (Peter & Gandhi, 2017), belum terdapat review yang mengkaji
perkembangan terkini penelitian bayam terkait dengan potensinya sebagai anti
antihipergklilemik.

METODE

Kriteria Artikel dan Strategi Pencarian


Artikel yang akan diulas dalam riset ini merupakan artikel yang memenuhi kriteria
inklusi sebagai berikut: original article dengan metode penelitian eksperimental atau
observasional, berbahasa Inggris atau Indonesia, bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman
Amaranthus sebagai antidiabetik dan diterbitkan dalam rentang tahun 2011-2021. Review ini
meliputi penelitian preklinik (in vitro, in vivo) maupun penelitian klinik.
Sumber informasi yang digunakan dalam scoping review ini merupakan database
elektronik. Database yang digunakan meliputi Google Scholar, PubMed, ScienceDirect, ProQuest,
EBSCO, Portal Garuda, dan Neliti. Strategi pencarian literatur bahasa Inggris menggunakan
Boolean search dengan kombinasi kata kunci “Amaranthus” AND “Diabetes Mellitus”. Pemakaian
kata kunci “Hyperglycemia”, “Antidiabetic”, “Blood glucose”, dan “Antihiperglycemic” digunakan

2 Rahmawati et al.: Judul artikel singkat..... (font Cambria ukuran 9)


Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia, 14(1): xx-xx, Juli 2021

dengan kombinasi OR “Diabetes Mellitus”. Sedangkan pencarian artikel berbahasa Indonesia


menggunakan kata kunci “Amaranthus”, “Bayam”, “Diabetes”, dan “Hiperglikemia”.

Proses Seleksi Artikel


Proses seleksi artikel dilakukan secara online berdasarkan diagram alur Preferred
Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses extension for Scooping Reviews
(PRISMA-ScR). Proses tersebut terdiri dari empat tahap, yaitu: (a) identification, yaitu proses
memasukkan kombinasi kata kunci di dalam database dan memperoleh jumlah artikel
berdasarkan kata kunci; (b) screening, yaitu proses menyingkirkan artikel yang sama; (c)
eligibility, yaitu proses menyingkirkan artikel yang tidak dapat diakses: dan (d) included, yaitu
proses untuk memilih artikel yang akan direview berdasarkan kriteria inklusi maupun eksklusi
yang telah ditentukan (Nyanchoka et al., 2019; The Joanna Briggs Institute, 2015). Gambar 1
merupakan alur proses pencarian artikel scoping review di dalam riset ini berdasarkan PRISMA-
ScR.

Gambar 1. Diagram PRISMA pencarian sumber pustaka

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penulis pertama et al.: Judul artikel singkat........... (font Cambria ukuran 9) 3


Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia, 14(1): xx-xx, Juli 2021

Berdasarkan penelusuran pustaka pada 10 tahun terakhir, terdapat 5 artikel yang


memenuhi kriteria inklusi. Semua merupakan penelitian preklinik dengan hewan coba model
diabetes. Rentang tahun publikasi dari kelima artikel adalah dari tahun 2010 – 2016; semua
peneliti berasal dari India. Artikel tentang potensi ekstrak methanol tiga spesies pada tikus
diabetik mempunyai sitasi terbanyak dengan 165 sitasi (Girija et al., 2011). Rentang sitasi untuk
artikel lainnya adalah 13-112 sitasi.
Hewan coba yang digunakan pada penelitian adalah tikus. Tikus model diabetes diperoleh
dengan induksi aloksan, induksi streptozotocin. Ekstraksi data dari lima artikel yang direview
terdapat di Tabel 1.

4 Rahmawati et al.: Judul artikel singkat..... (font Cambria ukuran 9)


Tabel 1. Ringkasan artikel yang direview
No. Penulis Hewan coba Intervensi Lama Pembanding Hasil Hasil lain yang relevan
pertama, inter- (efek antidiabetik)
tahun, vensi
negara
1. Nawale, Tikus wistar, Ekstrak etanol daun 28 Plasebo, Penurunan signifikan (p<0.05) Parameter antiinflamsi:
2016, India induksi Amaranthus hari Glibenklamid kadar glukosa darah pada penurunan SGPT, SGOT, CRP
aloksan, n=30 paniculatus (dosis kelompok intervensi dan Parameter hiperlipidemik:
100 dan 150 glibenklamid. penurunan kolesterol dan
mg/kgBB) trigliserid

2. Pandhare, Tikus, induksi Ekstrak air dari 30 Plasebo, Penurunan kadar glukosa darah Parameter hiperlipidemik:
2012, India streptozotocin, batang Amaranthus hari glibenklamid (p<0.05) pada kelompok penurunan kolesterol total,
n=24 viridis, dosis 100, intervensi dan glibenklamid. trigliserid, LDL-C, VLCL-C,
200 dan 400 TTGO normal pada kelompok peningkatan kadar HDL-C
mg/kgBB intervensi dan glibenklamid

3. Kumar, Tikus wistar Ekstrak methanol 15 Plasebo, Penurunan kadar glukosa darah Parameter hiperlipidemik:
2012, India albino, induksi Amaranthus viridis hari glibenklamid pada kelompok intervensi dan penurunan kolesterol total,
aloksan, n=30 (semua bagian glibenklamid yang diamati trigliserid, LDL-C, VLCL-C,
tumbuhan) dosis setelah pemberian dosis peningkatan kadar HDL-C
200 mg dan 400 tunggal dan 15 hari. Parameter antioksidan:
mg/kgBB TTGO normal pada kelompok penurunan MDA, GSH, CAT, TT
intervensi dan glibenklamid

4. Mishra, Tikus albino, Ekstrak daun 21 Plasebo, Penurunan kadar glukosa darah Parameter hiperlipidemik:
2010, India induksi Amaranthus hari glibenklamid (p<0.05) pada kelompok penurunan lipid total,
stretozotocin- spinosus, dosis 250 intervensi dan glibenklamid. kolesterol total, trigliserid
nicotinamide, dan 500 mg/kgBB Parameter antioksidan:
n=30 penurunan GSH, GST, GPx, CAT,
SOD
Histopatologi: morfologi sel
pancreas pada kelompok
intervensi lebih mirip dengan
tikus normal dibandingkan
pada kelompok glibenklamid

5. Girija, Tikus Ekstrak metanol 21 Plasebo, Penurunan kadar glukosa darah Parameter hiperlipidemik:
2011, India daun Amaranthus hari glibenklamid pada semua kelompok Penurunan kadar kolesterol
caudatus, intervensi dan glibenklamid total, LDL, VLDL, trigliserida.
Amaranthus TTGO normal pada kelompok Tidak terdapat letalitas dan
spinosus dan intervensi dan glibenklamid reaksi toksik setelah pemberian
Amaranthus viridis, intervensi ekstrak Amaranthus
dosis 200 mg dan Perubahan histopatologi pada
sp.
400 mg/kgBB pancreas (hari ke-21)

6. Velarde- - Protein hidrosilat 14 Peptide dari Aktivitas inhibisi dipeptidyl


Salcedo, Amaranthus hours kedelai, peptidase IV (IC50=1.1 mg/mL)
2012, USA hypochondriacus kedelai hitam, in
dan gandum
Keterangan: MDA:malondehaldehide, GSH: glutation, GST: glutation-S-transferase, GPx: glutation peroksidase, CAT: katalase, TT: total thiol, SOD:superoxide
dismutase, SGPT: serum glutamic pyruvic transaminase, SGOT:serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT), CRP: C-reactive protein, LDL-C: low
density lipoproteins-cholesterol, VLDL: very low density lipoproteins-cholesterol, HDL-C: high density lipoproteins-cholesterol, TTGO: tes toleransi glukosa
oral
Bayam tumbuh baik di daerah tropis seperti Indonesia dan secara empirik telah
digunakan untuk berbagai masalah kesehatan (Sahat & HIdayat, 1996). Review ini
menggambarkan potensi berbagai spesies bayam yang dilaporkan oleh 6 uji preklinik. Semua
penelitian in vivo menunjukkan parameter kadar glukosa darah yang diukur pada tikus model
diabetes menunjukkan penurunan signifikan setelah pemberian ekstrak bayam. Secara umum
bayam terdiri dari bayam sayur cabut, bayam sayur petik, bayam biji, bayam untuk tanaman
hias dan bayam untuk obat tradisional. Taksonomi bayam mengalami “kekacauan” karena
persilangan tanaman sehingga variasi spesies menjadi sangat banyak (Sahat & HIdayat, 1996).
Pada review ini, jenis bayam yang menunjukkan efek antidiabetes adalah Amaranthus
panniculatus (daun), Amaranthus viridis (batang, seluruh bagian tanaman), Amaranthus
spinosus (daun), Amaranthus caudatus (daun), dan Amaranthus hipocandricus (protein
hidrosilat biji). Salah satu jenis spesies bayam yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia adalah bayam hijau atau bayam cabut atau dikenal dengan nama latin Amaranthus
viridis. Secara tradisional spesies ini digunakan secara tradisional sebagai antipiretik, analgesic
dan antiinflamasi (Kumar et al., 2009; Sarker & Oba, 2019). Penelitian dengan menggunakan
tikus model diabetes (diinduksi dengan streptozotozin) menunjukkan efek penurunan gula
darah dengan pemberian ekstrak air batang Amaranthus viridis dengan dosis 100,200, dan 400
mg/kgBB secara oral, selama 30 hari. Peningkatan dosis memberikan efek penurunan kadar
glukosa darah yang semakin besar. Efek ini setara dengan kelompok yang diintervensi dengan
glibenklamid (Pandhare et al., 2012).
Diabetes melitus menyebabkan berbagai komplikasi, seperti sindrom metabolik,
mikrovaskular, stres oksidatif makrovaskular, dan inflamasi. Stress oksidatif, peningkatan kadar
lipid, dan gangguan metabolisme glukosa merupakan faktor risiko diabetes. Oleh karena itu,
penelitian untuk mengidentifikasi tanaman obat yang memiliki antidiabetes dengan antioksidan
tambahan dan potensi anti-inflamasi sangat diperlukan untuk menangani diabetes dan
komplikasinya. Penelitian Nawale et al (2016) melaporkan potensi efek ekstrak bayam.
Penelitian Kumar et al (2012), Pandhare et al (2012) dan Nawale et al (2017) menunjukkan efek
antihiperglikemik, pemberian ekstrak bayam juga memberikan efek antihiperlipidemik dan
antioksidan ekstrak bayam pada tikus model diabetes. Stress oksidatif pada pasien
hiperglikemia berperan penting dalam timbulnya komplikasi mikro maupun makrovaskular
diabetes mellitus (Jaitak, 2019). Penelitian in vivo pada tikus yang diinduksi streptozotocin-
nicotinamide menunjukkan potensi dekstrak daun Amaranthus spinosus sebagai
antihiperglikemia, dengan cara penurunan stres oksidatif dan kerusakan sel pancreas.
Parameter yang diukur adalah glutation (GSH), superoxide dismutase (SOD), catalase (CAT), dan
glutation peroksidase (GPx) di hepar dan ginjal. Analisis histopatologis dilakukan pada organ
pancreas, hepar dan ginjal(Mishra et al., 2012). Aktifitas antihiperglikemik bayam duri diduga
terkait denga kandungan flavonoid, sterol dan alkaloid. Flavonoid merupakan metabolit
sekunder dari polifenol yang dapat ditemukan dalam sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,
teh, kakao, biji gandum, dan tanaman herbal. Flavonoid memiliki enam subkelas antara lain
flavon, flavonol, flavanon, flavan-3-ols, isoflavon, dan antosianosida. Flavonoid memiliki
beberapa efek yang baik pada gangguan metabolisme, seperti penyakit kardiovaskular, kanker,
obesitas, dan diabetes. Aktivitas antidiabetes flavonoid mendukung regulasi metabolisme
karbohidrat, perangsangan sekresi insulin, penyerapan glukosa, dan deposisi adiposa. Efek
antidiabetes dari fitokimia ini terjadi dengan cara meningkatkan atau menekan aktivitas
translokasi GLUT 4, pengambilan glukosa oleh jaringan, dan aktivitas enzim hati. Selain itu,
flavonoid juga dapat menyebabkan penurunan apoptosis dan penghambatan tirosin kinase yang
meningkatkan patogenesis diabetes (Al-Ishaq et al., 2019).
Diketahui bahwa, dipeptidyl peptidase IV (DPPIV) merupakan enzim yang dapat
menghambat inkretin, suatu hormone peptide yang berperan dalam sekresi insulin (Nauck &
Vardarli, 2010). Inaktivasi inkretin oleh DPPIV menyebabkan waktu aksi inkretin memendek.
Penelitian tentang agen yang dapat menghambat DPPIV diharapkan dapat meningkatkan waktu
kerja inkretin dan meningkatkan sekresi hormon insulin (Conarello et al., 2003). Pada review
ini, dilaporkan penelitian in vitro oleh Velarde-Salcedo et al. yang bertujuan mengevaluasi
aktivitas penghambatan DPPIV melalui model digesti gastrointestinal yang diperoleh dari
peptide hidrosilat biji bayam. Spesies bayam yang digunakan adalah Amaranthus
hipocondricatus (Velarde-Salcedo et al., 2013). Simulasi docking molekular menggambarkan
pengeluaran peptide triptik dari globulin bayam. Dalam penelitian ini juga disimpulkan bahwa
proses pemanasan dapat merusak struktur protein dan dapat menurunkan kemampuan enzim
untu mengeluarkan peptide aktif Di sisi lain, bayam mengandung kadar oksalat tinggi, terutama
dalam bentuk oksalat tak larut. Rendahnya absorpsi oksalat meningkatkan konsentrasi oksalat
bebas yang berpotensi menimbulkan batu ginjal (Gelinas & Seguin, 2007). Perebusan bayam
akan mengurangi kadar oksalat tak larut namun tidak menurunkan kadar total. Kandungan
kalsium dan magnesium dalam bayam juga mengurangi absorbsi oksalat.

KESIMPULAN

Hasil kajian in vitro dan pengujian pada hewan coba menunjukkan tanaman bayam
mempunyai potensi sebagai antidiabetik. Penelitian lanjut diperlukan untuk mengembangkan
pengolahan makanan yang dapat tetap menjaga bioaktivitas bayam. Berbagai bukti di uji
preklinik merupakan langkah untuk mengembangkan obat bahan alam dari bayam melalui uji
klinik yang berkualitas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Fakultas Kedokteran UII yang memberikan


dukungan untuk menyelesaikan artikel review ini.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ishaq, R. K., Abotaleb, M., Kubatka, P., Kajo, K., & Bü sselberg, D. (2019). Flavonoids and their anti-
diabetic effects: Cellular mechanisms and effects to improve blood sugar levels. Biomolecules, 9(9).
https://doi.org/10.3390/biom9090430
Arifah, F. H., Nugroho, A. E., Rohman, A., & Sujarwo, W. (2022). A review of medicinal plants for the
treatment of diabetes mellitus: The case of Indonesia. South African Journal of Botany, 149, 537–558.
Conarello, S. L., Li, Z., Ronan, J., Roy, R. S., Zhu, L., Jiang, G., Liu, F., Woods, J., Zycband, E., & Moller, D. E.
(2003). Mice lacking dipeptidyl peptidase IV are protected against obesity and insulin resistance.
Proceedings of the National Academy of Sciences, 100(11), 6825–6830.
Gelinas, B., & Seguin, P. (2007). Oxalate in grain amaranth. Journal of Agricultural and Food Chemistry,
55(12), 4789–4794.
Girija, K., Lakshman, K., Udaya, C., Sachi, G. S., & Divya, T. (2011). Anti–diabetic and anti–cholesterolemic
activity of methanol extracts of three species of Amaranthus. Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine, 1(2), 133–138.
Jaitak, V. (2019). A review on molecular mechanism of flavonoids as antidiabetic agents. Mini Reviews in
Medicinal Chemistry, 19(9), 762–786.
Jugran, A. K., Rawat, S., Devkota, H. P., Bhatt, I. D., & Rawal, R. S. (2021). Diabetes and plant‐derived natural
products: From ethnopharmacological approaches to their potential for modern drug discovery and
development. Phytotherapy Research, 35(1), 223–245.
Kumar, B. S. A., Lakshman, K., Jayaveera, K. K. N., Shekar, D. S., Muragan, C. S. V., & Manoj, B. (2009).
Antinociceptive and antipyretic activities of Amaranthus viridis Linn in different experimental
models. Avicenna Journal of Medical Biotechnology, 1(3), 167.
Mishra, S. B., Verma, A., Mukerjee, A., & Vijayakumar, M. (2012). Amaranthus spinosus L.(Amaranthaceae)
leaf extract attenuates streptozotocin-nicotinamide induced diabetes and oxidative stress in albino
rats: A histopathological analysis. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 2(3), S1647–S1652.
Moher, D., Liberati, A., Tetzlaff, J., & Altman, D. G. (2009). Preferred reporting items for systematic reviews
and meta-analyses: the PRISMA statement. Journal of Clinical Epidemiology, 62(10), 1006–1012.
https://doi.org/10.1016/j.jclinepi.2009.06.005
Nauck, M. A., & Vardarli, I. (2010). Comparative evaluation of incretin‐based antidiabetic medications and
alternative therapies to be added to metformin in the case of monotherapy failure. Journal of
Diabetes Investigation, 1(1‐2), 24–36.
Nyanchoka, L., Tudur-Smith, C., Thu, V. N., Iversen, V., Tricco, A. C., & Porcher, R. (2019). A scoping review
describes methods used to identify, prioritize and display gaps in health research. Journal of Clinical
Epidemiology, 109, 99–110. https://doi.org/10.1016/j.jclinepi.2019.01.005
Pandhare, R., Balakrishnan, S., Mohite, P., & Khanage, S. (2012). Antidiabetic and antihyperlipidaemic
potential of Amaranthus viridis (L.) Merr. in streptozotocin induced diabetic rats. Asian Pacific
Journal of Tropical Disease, 2, S180–S185.
Peter, K., & Gandhi, P. (2017). Rediscovering the therapeutic potential of Amaranthus species: A review.
Egyptian Journal of Basic and Applied Sciences, 4(3), 196–205.
Sahat, S., & HIdayat, I. M. (1996). Bayam: Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran.
Sarker, U., & Oba, S. (2019). Nutraceuticals, antioxidant pigments, and phytochemicals in the leaves of
Amaranthus spinosus and Amaranthus viridis weedy species. Scientific Reports, 9(1), 1–10.
Velarde-Salcedo, A. J., Barrera-Pacheco, A., Lara-Gonzá lez, S., Montero-Morá n, G. M., Díaz-Gois, A., De Mejia,
E. G., & De La Rosa, A. P. B. (2013). In vitro inhibition of dipeptidyl peptidase IV by peptides derived
from the hydrolysis of amaranth (Amaranthus hypochondriacus L.) proteins. Food Chemistry, 136(2),
758–764.

Anda mungkin juga menyukai