Naskah Ruang Tunggu Dan Pertanyaan Tentang Catatan Akhir

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 38

Naskah Drama

RUANG TUNGGU
& PERTANYAAN
TENTANG
CATATAN AKHIR
Tokoh:

1. 114
2. 120
3. 121/122/123/124/125
4. Suara

Tokoh-tokoh tidak memiliki nama, mereka dipanggil sesuai dengan nomor yang ada di tas tangan mereka.
Para tokoh menggunakan pakaian yang sama; sebuah topi kupluk kusam berwarna hitam, kaos berwarna
cokelat muda kusam, celana pendek berwarna hitam. Pakaian yang digunakan tidak diobras bagian ujung-
ujungnya. Para aktor tidak menggunakan alas kaki. Di dalam tas tangan mereka ada sebuah tongkat dari
bahan pipa (bisa pipa plastik yang dicat).

Tokoh 114 memiliki rambut yang panjang dan awut-awutan, seperti beberapa tahun tanpa bercukur.
Tubuhnya cukup lemah, berusia cukup tua, dan berbicara lebih lemah. Ia lebih terkesan sebagai seseorang
yang sudah tidak punya harapan untuk hidup lagi.

Tokoh 120 menggambarkan sosok yang energik, masih cukup bersemangat, mencoba melawan.
Rambutnya lebih pendek, akan lebih baik bila tidak terlihat di balik topi kupluknya.

Tokoh 121 hingga 126 adalah aktor/pemeran yang sama. Usahakan memiliki bentuk fisik yang jauh
berbeda dengan dua tokoh lainnya, seperti lebih gemuk, atau mungkin jauh lebih tinggi.

Sedangkan tokoh Suara adalah suara yang hadir dari luar ruangan. Usahakan, untuk tokoh Suara tidak
teridentifikasi sebagai seorang lelaki ataupun perempuan.

2 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


ADEGAN I

Ketika layar terbuka, tersaji sebuah ruangan yang cukup gelap, sebuah kusen pintu, tanpa daun pintu
berada di tengah dinding belakang. Dinding-dinding menutupi kiri dan kanan berwarna cukup kelam
(disarankan abu-abu tua), ada police line mengelilingi ruangan, sedangkan pencahayaan cukup
temaram. Satu atau dua lampu fokus mengarah ke tengah ruangan.

Ada tiga buah kursi, akan lebih baik bila dibuat dengan bahan kayu tanpa sandaran punggung. Seorang
tokoh duduk di kursi paling kanan, berdiam diri, membawa tas kain lengan (atau paper bag dengan
sedikit tali) bernomor 114.

Musik pengantar dibuat dengan piano untuk chord dan flute untuk melodi dengan nada minor. Musik
pengantar dibunyikan hingga suara pemanggil berbunyi dan tokoh dengan tas kain lengan bernomor 120
masuk ke ruangan.

114: (Duduk, statis, mata terpejam)

Suara: 120, silahkan masuk ruangan. Anda akan dipanggil kembali bila waktunya telah datang.

120 masuk ke ruangan. Melihat ke semua arah, lalu terhenti ketika melihat 114. Ia duduk di kursi paling
kiri.

120: Permisi. (pause) Hei, siapa namamu?

Responder
Permisi:
 pakeeet (Arita)
 yaaa (Keyko)
 masuk (Olis)
 yuhuu (Febi)
 siapa tuc (Ridwan)
Siapa namamu?
 Eva (Rinda)
 Dede (Olis)
 Marimar (Febi)
114: (statis, menghadap langit-langit)
120: Hei? Hei?
114: (diam)
120: Sudah lama di sini?
Responder:
Sudah lama disini?
 dah lama daahh (Olis)
 lumayan (Arita)
 dari kemareenn (Fikri)
3 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
 kamu nanyea? (Ridwan)
114: (diam)
120: Hei, apakah kau sudah lama di sini?
114: (Menoleh ke arah 120, kemudian kembali diam)
120: Astaga, apa kau bisu?
114: Baba bum baba
120: Apa?
114: Baba bum baba
120: Apa pula itu bababumbaba?
114: (diam)

Hening

120: Kita pasti mati. Setidaknya, kita berkenalan, mungkin?


114: Baba bum baba
120: Ah, sial bababum lagi.
114: Dada. Dada bababum. Baba bum baba.
120: Jadi, siapa namamu?
Responder:
Jadi siapa namamu?
 tadi kan dah bilang Eva dia Dede (Rinda)
 marimar (Febi)
 aah dia budeg nih (Rizal)
114: (diam)
120: Baiklah, aku juga dipanggil sesuai dengan nomorku, 120. Karena itu, aku akan memanggilmu sesuai
dengan nomormu, 114. Bagaimana?

Hening

114: (diam)
120: Eh, apa ini? (mengambil sesuatu dari tasnya). Apakah kita semua harus membawa ini, ketika masuk
ke sini?
Responder:
Eh, apa ini (komentar tongkat):
 tongkatnya letoy wkwkwkw (Olis)
 ah itu mah pensil inul (Rinda)
 ga banget (Ridwan)
 jelek (Fikry)
 loyo (Arita)
harus membawa ini:

 iya lah (Rizal)


 iyaaaa bawa aja (Keyko)
114: (diam)
4 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
120: Kalaupun kau menjawab, kau juga akan menjawab “baba bum baba”. Artinya, “iya, kita semua akan
membawa tongkat atau pipa atau apalah ini. Eh, kenapa panjangnya berbeda. Yang saya lebih pendek?
114: (memperhatikan tongkat pipa)
120: Setidaknya masih ada yang dipegang, ketimbang tangan kosong. Tangan kosong pasti lebih
membosankan.
Responder:
Tangan kosong (rusuh komentar):
 lebih baik tangan kosong (Rinda)
 daripada punya tongkat (Ridwan)
 Letoy (Olis)
 tangan kosong kalo berani (Rizal)
114: (diam)

Hening

120: (Menghembus napas panjang) Baiklah, 114, sepertinya kau tidak mengerti apa yang aku sampaikan.
Dan aku juga tidak mengerti babum-babum itu. Jadi, kita akan tetap diam menunggu waktunya kita
dipanggil untuk dieksekusi.
114: (diam)
120: (mendekatkan kursi ke kursi 114) Ayolah, kita sudah dipastikan mati. Setidaknya kita berbicara,
saling mengenal satu sama lain.
114: Ah, jangan ubah susunan di dalam ruangan! (mengembalikan kursi 120 ke posisi awal)

Responder:

Ah (adegan Esa jatuh):


 hahahahaha (semua)
 nah kan (Keyko)
 bebal deh (Fikri)
 mampus (Olis)
 yeeuuuu (Febi)
120: Lah, kenapa? Tidak boleh? (mendekatkan kursi ke 114)
114: Pokoknya bagaimanapun susunan ruangan jangan kau ubah, atau kau akan menyesalinya.
(mengembalikan kursi 120 ke posisi awal)
120: Apa yang akan terjadi? Eh, (pause) tunggu- tunggu, 114? Kau bisa bicara selain babum-babum saja.
114: Hanya itu caranya
120: Cara apa?
114: Cara agar aku dipanggil
120: Aku tak mengerti, mereka sudah bilang kita akan dipanggil lagi ketika waktunya datang. Kita akan
dieksekusi. Tidak dikatakannya kita harus berbabum-babum.
114: (diam)
120: Ah, sial.

Hening

5 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


120: Eh, 114. Kenapa kau masuk ke sini?
114: (diam)
120: Ah, kalau aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak tahu apa yang kuperbuat. Tiba-tiba aku dibawa
ke sini, katanya aku akan dieksekusi. Hu-ku-man ma-ti!

Responder:
 wajar sih (Olis)
 lebih baik mati (Ridwan)
 yakiiiin (Rinda)
 emang harusnya mati (Arita)
114: Kau tidak tahu apa yang terjadi?
120: Iya, ketika dibawa ke sini semua terasa gelap dan buta.
114: Dunia memang gelap dan buta
120: Kalau kau? Hei, kalau kau? Aku sudah bercerita tadi, sekarang giliranmu.
114: Aku sadar bahwa aku telah membuat satu kesalahan. Karena itu aku dihukum.
120: Apa kesalahanmu?
114: Aku dilahirkan
Responder:
 iya sih, betul (Fikry)
 ya ya ya ya harusnya ga lahir (Rizal)
 betul betul, (Febi)
120: Itu bukan kesalahan! Bukankah hidup adalah sebuah berkah
Responder:
 tergantung lahirnya dari siapa (Olis)
 recok responer
114: (diam)
120: Lahir bukanlah sebuah kesalahan
114: (menarik nafas, lalu menatap kea rah berlawanan dengan 120) Tapi kita tetap mendapat hukuman
mati karena kesalahan itu. Kartu merah.
120: Aku prihatin denganmu.
114: Prihatin ataupun tidak, toh kita berakhir di tempat yang sama.
Responder:
 setuju berkali kali (Rinda)
 tetep berakhir disana (Fikri)
 salah itu salah (Keyko)
 hidup terlalu banyak harapan (Febi)
Hening

120: (Berdiri, berjalan mondar-mandir) Ini terlalu lama, (berteriak) Kapan aku akan dieksekusi!
114: Kau tidak bertanya tadi?
120: Bertanya pada siapa?
Responder:
 pada bapaknya (Ridwan)
 pada rumput yang bergoyang (Rinda dan Olis)
6 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
114: Tidak ada seorang yang mengantarmu ke sini?
120: Tidak ada!
114: Astaga, malang sekali nasibmu. (berdiri) Aku diantarkan seseorang yang disebut sebagai penjaga
ruangan. Aku diantarnya masuk ke sini. Tepat sampai pintu, lalu aku dipersilahkan masuk.
120: Seperti apa orang yang mengantarmu?
114: Bahkan ia juga yang membuka dan menutupkan pintu itu untukku.
120: Eh, seperti apa orang yang mengantarmu. Pintu apa yang dibuka dan ditutupnya?
114: (diam, duduk perlahan)

Hening

120: Eh, apa kau bertanya padanya, kapan akan dieksekusi?


114: Dia tidak menjawab. Lain waktu, aku bertanya lagi dan ia tetap tak menjawab.
120: Ah, aku belum pernah bertemu sekalipun dan kau sudah bertemu dua kali.
114: Dan tak pernah kutemukan jawaban. Mungkin aku sudah bertahun-tahun di sini. Berbahagialah
orang-orang yang telah bertemu penjaga ruangan dua kali.
120: Eh, kau tidak pernah bertemu penjaga ruangan 2 kali?
114: Mungkin pernah, mungkin juga tidak. Ah, entahlah. Aku lupa.

Hening

120: Lalu kapan hari eksekusi itu?


114: Minggu
120: Besok? Sekarang hari Sabtu.

114: Sekarang hari Sabtu? Bukankah hari ini adalah hari Jumat.
120: Kemarin hari Jumat. Sekarang Sabtu. Semua akan kacau bila kau tidak bisa membedakan antara hari
Jumat dan Sabtu.
114: Bagiku tak ada bedanya. Di sini semua telah kacau. Waktu telah kacau. Dan aku juga telah kacau.
120: Setidaknya kau harus bisa membedakan mana yang hari Sabtu dan mana hari Jumat.
114: (Diam)
120: Ah, sial! Eh iya, kau tadi bilang kita akan dieksekusi hari Minggu?
114: Aku tidak bilang "kita".
120: Iya, berarti kau. Besok kau dieksekusi?
114: Entahlah

Hening

7 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


ADEGAN II

Suara
121, silahkan masuk ke ruang tunggu. Anda akan kembali dipanggil lagi ketika waktunya telah datang

Aktor dengan paper bag bernomor 121 masuk, diiringi dengan musik piano dan flute

121: (Masuk ke ruangan dengan membungkuk, lalu jongkok, lalu membungkuk lagi dan duduk di kursi.
Memeriksa paper bag, menemukan tongkat pipa di dalamnya, kemudian ia memainkannya) Baba bum
baba. Baba bum baba!
114: Baba bum baba. Baba bum baba.
120: Sialan. Persetan dengan babum babum kalian.
114: Apa sulitnya kau tinggal berbicara dengan baba bum baba?
120: Apakah semua yang ingin kau sampaikan itu bisa tersampai hanya dengan baba bum baba.
114: Kenapa kau ingin semuanya tersampai?
121: Baba bum baba bum dada dum dada?
114: Baba bum baba, dada dum dada.
120: Kita ini manusia. Ada banyak keinginan yang harus kita sampaikan. Tak bisa dengan baba bum baba
bum baba bum sialan itu. (tanya responder 3 orang )
Responder:
 baba bum baba
121: Bum baba bum?
114: Dada dum dada. Baba bum baba.
120: Oh! Sial! Sial! Sial! Kalian dan bababum itu sama memuakan.

(Suara dari luar menggema)

Suara: 121, silahkan keluar. Hari eksekusi Anda telah tiba.


121: Dada dum dada! Dada dum dada!

120 dan 114 menatap 121

121: Dada dum dada! Baba dum baba! Dada dum dada! Baba bum baba. (melambai ke 120 dan 114)

121 keluar.

120: Sebentar-sebentar, (berteriak) lalu kapan aku akan dieksekusi?


114: (Bernyanyi) Entahlah….
120: Kau juga pasti ingin tahu jawabannya, bukan? Kau hanya malu bertanya!

Responder:
 tersesat di jalan (berjamaah)
114: Sesat di jalan? Ah, klasik. Peribahasa yang klasik dan menjemukan. Hanya memaksa kita untuk
terus bertanya seperti orang tolol.

8 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


120: Tapi kau butuh jawabannya, kau juga penasaran. Kau hanya malu bertanya.
114: Aku tidak malu bertanya. Aku hanya muak bertanya.
120: Haruskah aku ulangi, malu ataupun muak bertanya, akan sesat di jalan.
114: Tanpa malu bertanya pun kita sudah tersesat di jalan.
120: Tersesat di jalan mana? Siapa yang tersesat?
Responder:
Tersesat : tertawa
114: (Diam)
120: Ah sial!

Hening

120: Kenapa 121 yang dieksekusi? Apa karena dia berjalan membungkuk tak jelas itu ketika masuk
kemari?
114: Sebenarnya, itu karena…
120: Iya, karena apa?
114: Karena dia, tidak bertanya. Terpenting, dia berbicara dengan baba bum baba.
120: Ah? (mengangguk-angguk)
114: Dia tidak berbicara dengan bahasa apapun selain baba bum baba. Itu kata kuncinya. Lalu dia
dipanggil untuk dieksekusi.
120: Berarti?
114: Mulai berbaba bum baba.
120: Baba bum baba?
114: (bernyanyi bababumbaba bersama responder diiringi musik) Baba bum baba. Dada dum dada. Baba
bum baba bum baba bum baba.
120: Baba bum baba?
114: Baba bum baba bum baba. Dada dum. Baba bum baba.
120: Baba bum baba? Dada dum dada?
114: Baba bum.
120: Baba! Bababum bababum!
114: Baba. Baba bum baba bum baba.
Suara: 122, silahkan masuk ke ruang tunggu. Anda akan kembali dipanggil lagi ketika waktunya telah
datang

122 in membawa paper bag.

122: (Masuk ke ruangan seperti 121; membungkuk, lalu jongkok, lalu membungkuk lagi dan duduk di
kursi. Memeriksa paper bag, menemukan tongkat pipa di dalamnya, kemudian ia diam)
114: Baba bum baba ?
122: (diam)
120: Baba bum baba bum baba bum? eh... baba?
122: (diam, lalu memainkan tongkat pipanya)
120: (mendekat ke 114) Baba bum baba bum baba bum baba? (menunjuk 122)
114: Dada dum dada. Baba, baba bum baba.
120: Baba bum baba. (mendekat ke 122) Baba! Baba bum baba dada dum dada?

9 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


122: (hanya diam)

120 Berdiri dan memerhatikan 122 dengan seksama

120: Sebentar! Hei 114, dia ini adalah orang yang sama dengan 121. (tanya 3 orang responder )
Responder:
 mmmm???? 11, 15
 mmmm mirip
 aaahh ya, dia orang yang beda.
114: Ehm, mirip.
120: Bukan mirip, tapi orang yang sama
114: (berdiri, mendekat ke 122) Hei 120, ini 122 dan yang tadi 121, tentunya mereka adalah orang yang
berbeda.
120: Mereka adalah orang yang sama, aku yakin itu.
114: Kau pernah melihat korek api? Di dalamnya ada ratusan pentul korek. Lalu, bayangkan hari ini aku
memberikan kau satu pentul dan kau membakarnya. Lalu besok aku memberikan satu pentul lagi. Kau
pasti akan berteriak, ini pentul yang sama dengan yang kemarin!
Responder:
 tertawa
120: Kau samakan manusia dengan pentul korek?
Responder:
 masih tertawa
114: (tertawa kecil, kembali duduk, memainkan tongkat pipa)
120: Hei, 122 apakah kau orang yang sama dengan 121!
122: (diam)
120: Sial-sial. Selalu diam. Atau kalaupun bicara, baba bum baba.
114: Kita tidak akan dipanggil bila tidak berbababum baba
120: Tapi dia hanya diam, tidak bicara sedikitpun. Pastinya, dia tidak berbababum baba. Itu berarti, ia
tidak akan pernah dipanggil juga.
Suara: 122, silahkan keluar. Hari eksekusi Anda telah tiba.
122: (Berdiri dari tempat duduknya, lalu melihat 120 dan 114 bergantian, kemudian keluar)
120: Lah, kenapa dia dipanggil? Bukankah dia tidak berbaba bum baba?
114: Tapi dia memainkan tongkatnya
120: Sial-sial-sial. Apakah berarti tongkat sialan ini yang membuat kita tidak dipanggil-panggil?
114: (Menjawab dengan isyarat, lalu bermain tongkat pipa)
120: Ah! Hei (berteriak) Kapan aku akan dieksekusi!
114: (Masih memainkan tongkat pipa)
120: Ini memuakkan. Bahkan untuk kematian sendiri, kita tidak tahu pasti.
114: He-eh (kembali memainkan tongkat pipa)
120: Sebentar, bukankah kita bisa memastikannya?
114: Memastikan apa?
120: Memastikan kematian kita!
114: Caranya?
120: Kita bunuh diri!

10 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


Responder:
 ha? bundir? (Keyko)
 ngapain?, mau nyamain tuhan? (Olis)
 Bodoh kok dipelihara (Ridwan)
 kambing noh dipelihara (Rinda)
 makanya bangun pagi (Arita)
114: Ah, bunuh diri. Tidak menarik
120: Kenapa tidak menarik? Setiap orang berhak untuk hidup berarti juga berhak untuk mati
Responder:
 yaa, kita juga berhak untuk makan (Febi)
 kita juga batuk berdahak (chuaksss) (Ridwan)
 aku juga berhak bangun pagi (Rizal)
114: Yah, tapi kita akan mati karena kita sudah divonis mati. Adakah yang lebih tolol daripada bunuh
dirinya orang yang akan dieksekusi?
120: Dengan bunuh diri, kita telah merebut hak kita untuk tahu kepastian
Responder:
 dibahas lagiii (Olis)
 bunuh diri wae (Rizal)
 c to the u to the p to the u. t cupu (Ridwan)
 mikir (Fikri)
114: (Diam, kembali memainkan tongkat)
120: Dan, bukankah itu mendekatkan kita ke surga?
114: Tidak ada orang bunuh diri masuk surga, kau pasti akan tinggal di kerak neraka
120: Oh, aku rindu surga
Responder:
 hahaha, ha, surga?? (Rinda)
 kasur garaga (Fikri)
 sejenis saritem (Rizal)
114: Aku rindu rumah
120: Apakah kau terpikir untuk pulang?
114: Yah, aku rindu rumah
120: Ide bagus, kenapa kita tidak mencoba keluar dari sini?
114: (diam)
Hening

120: Aku tahu caranya agar setelah ini kita dieksekusi!


114: Heh?
120: Yah, kita harus bermain tongkat.
114: Selanjutnya?
120: Nah, itu yang aku tidak tahu. Dia masuk membungkuk tak jelas, lalu diam, tidak berbababum baba,
juga tidak bicara apapun. Dia hanya bermain tongkatnya. Tidak mungkin berjalan membungkuk tak jelas
itu yang menjadi penyebab ia dipanggil. Tapi, tongkat pipa. Itu kuncinya.
114: Lantas?
120: Kau dan aku sama-sama diberi tongkat ini. Tapi coba diingat-ingat, panjangnya beda. Yang mereka
11 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
sangat pendek. Di situ letak masalahnya.
114: Kemudian?
120: Kita harus mencari tongkat yang pendek.
114: Hemm?
120: Kita harus mencarinya. Di setiap sudut ruangan ini. Ayo, mulai mencari!

120 ke setiap sudut ruangan, mencari sesuatu.

120: Kau temukan tongkat yang pendek?


114: Tidak (tetap duduk)
120: Aku juga tidak

120 masih sibuk mencari, kemudian terhenti melihat 114 tidak bergerak sedikitpun.

120: Kenapa kau duduk saja?


114: Aku lebih nyaman dengan duduk saja.
120: Hidup adalah perjuangan (sambil tetap mencari)
Responder (mengejek):
 he-eh
114: He-eh (memerhatikan tongkatnya)
120: Hidup adalah perjalanan.
Responder (mengejek):
 bener he-eh
114: He-eh.
120: Kita hanya harus percaya pada takdir. Karena itu adalah penunjuk arah agar kita tidak tersesat.
Responder (mengejek):
 iya-iya
114: Iya-iya.
120: Kita juga harus percaya pada tradisi, leluhur, nenek moyang dan semua keindahan peradaban sejak
dulu kala.
Responder(mengejek):
 he-eh aamiin.
114: Iya-iya
120: Alam bahkan terus memberikan tanda, agar kita membacanya. Agar kita tahu ke mana harus
melangkah.
Responder (mengejek):
 iya-iya
114: (mengangguk)
120: Tempat yang sangat indah dijanjikan untuk kita, bila kita mengikuti tanda-tanda itu.
Responder (mengejek):
 he-eh
114: (mengangguk)
120: Dan kita harus tetap punya harapan!
Responder(mengejek):

12 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


 heem
114: (mengangguk, bibir dikerucutkan)
120: (berhenti mencari) Kau seperti menentang semuanya?
114: Aku menentang dan kau tidak menentang. Toh, kita berdua berakhir di tempat yang sama! Sama-
sama menjadi tolol dengan menunggu hari eksekusi yang tidak tahu kapan itu.
Responder:
 nahh
 tambah dengan respon ekspresi
120: Satu-satunya kesialan kita adalah, bahkan untuk kematian kita sendiri, kita tidak tahu pasti.
114: Satu-satunya yang pasti adalah kita akan mati, meski tidak tahu kapan. Selain itu, sejak dilahirkan,
kita memang sudah dihukum dengan ketidakpastian.

Hening

120: Dalam kondisi seperti ini, mati sepertinya lebih baik.


114: (diam)
120: Jadi, bunuh diri adalah pilihan yang terbaik.
Responder:
 aaahhh bunuh diri lagi? (Rizal)
 haa? dibahas lagi? (Keyko)
 bundir bundir bundir (Rinda & Olis)
114: (Menghembus nafas panjang) Kenapa yang ada di pikiranmu itu selalu bunuh diri?
120: Atau bagaimana bila aku membunuhmu, dan kau membunuhku. Kita saling membunuh.
114: Lalu?
120: Bukankah kita tetap mati, dan kita tidak bunuh diri?
114: Kenapa kita harus tidak sabar? Kita akan dieksekusi mati. Kenapa harus capek-capek saling
membunuh.
120: Itu ide terbaik saat ini
114: Kau ingin membunuhku dengan apa? Dan dengan apa aku membunuhmu? Kupukul dengan tongkat
ini?
120: Bagaimana kalau kita saling mencekik?
114: Bagaimana caranya?
120: Begini...
Responder (rusuh):
 hayolooooh
 haleug siah
 hayolooooh hayoloh
 ih mati matii iihh
 loh e matiii itu

120 mencekik 114

114: Hei-hei-hei! (114 statis)


13 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
120: Hei, 114? Kau mati? (menggoyang-goyangkan tubuh 114, dan 114 terjatuh) Astaga, 114? (berdiri,
bolak-balik) Sial-sial. Bagaimana kau bisa mati secepat ini. Sial! Siapapun, tolong! (Bolak-balik,
kebingungan) 114, kau tidak apa-apa, kan? 114? Apakah kau mati?
114: (tetap pada posisi dan mata terpejam) Aku sudah lama mati.
120: Ah. Untunglah, kau masih hidup.

14 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


ADEGAN III

Suara: 123, silahkan masuk ke ruang tunggu. Anda akan kembali dipanggil lagi ketika waktunya telah
datang.

123 masuk ke ruangan dengan membungkuk, lalu jongkok, lalu membungkuk lagi dan duduk di kursi.
membawa paperbag masuk ke ruangan lalu duduk di tengah. 114 dan 120 memberi isyarat pada paper
bag. 123 memeriksa paperbag lalu mengeluarkan alat musik triangle di dalamnya. Ia memainkannya.

120: Tunggu, kau adalah orang yang sama. Yah, kau adalah 122 juga 121.
Responder:
 ah yang bener lah
 ah beda kok,
 semuanya beda
114: Ada apa dengan pikiranmu saat ini? Kau terlalu banyak berkhayal.
Responder:
 imaajinaasiii
 menghayal terus
 semua semua disamain
120: Lihat, semuanya. Wajahnya, tubuhnya, pipinya dan panjang tongkatnya. Semua sama! Hanya
nomornya yang berbeda. Benar yang aku duga! Bukan baba bum baba sialan itu yang membuat mereka
dipanggil. Tapi ini! Tongkatnya! Harus pendek, tidak sepanjang kita.
114: Berarti?
120: Apa kau berpikir sama denganku?
Responder:
 tidak
 mamir (males mikir)
 apa yang dia pikirkan? (Rinda &Olis)
114 dan 120: (saling melihat. Lalu, 120 memegangi tubuh 122 dan 114 mendekat mengambil tongkat dari
tangan 122).
122: (diam, berbalik badan menghadap dinding belakang).
114: (Memainkan tongkat dengan suka hati, menari-nari)
120: Hei, aku yang punya ide. Ayo gantian.
114: (memberikan tongkat)
120: Setelah ini kita akan dipanggil. Penantian kita berakhir.
Responder:
 kata siapa?
 sotoy
 huuu
114: Entahlah, aku takut sebenarnya.
120: Coba sambil bernyanyi.
114: Bernyanyi?
120: Yah, bernyanyi saja baba bum baba. Mungkin kita harus sambil menari?
114: Bisa jadi, tapi mereka tidak menari.
15 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
120: Menari saja dulu
114: Ah, mungkin menari bisa menolong kita.
120: Mari menari, baba bum baba. (Bermain tongkat sambil mengajak responder bernyanyi-nyanyi dengan
riang gembira diiringi alunan musik)
114: (kembali ke kursi)
Suara: 123 (120 dan 114 terdiam, statis), silahkan keluar dan menuju ruang eksekusi. Hari eksekusi Anda
telah tiba.
123: (berbalik dengan wajah cemberut, mengambil lagi tongkat dari 120/114, memasukkannya dalam
paper bag, lalu keluar)
120: Kenapa?
114: Kenapa apanya? (Berjalan balik ke tempat duduk, lalu memainkan tongkat pipa)
120: Kenapa bukan kita?
114: Entahlah.
120: Aku sudah tidak tahan lagi, aku akan bunuh diri!
Responder:
 bunuh diri lagi, teu bararoseun?!
 heh. Berisik
 itu Mulu
 udah gila ya?
114: Aku sebenarnya juga menolak untuk hidup. Tapi aku ingin mati dengan sebaik-baiknya.
120: Bunuh diri juga sebaik-baiknya mati. Setidaknya, bukan orang lain yang mengambil kehidupanmu.
114: Kita tidak bebas untuk mati.

120: Kita bebas menentukan apa yang akan kita lakukan?


114: Kau tidak bebas, itu hukuman pertama atas kelahiranmu. Apalagi untuk mati.
120: Omong kosong.
114: Kebebasan adalah omong kosong.
120: Aku ingin mati
114: Tak perlu ingin, kita pasti mati. Tinggal menunggu kapan tanggal eksekusi kita.
120: Aku ingin mati! Aku akan bunuh diri!
Responder:
 sadar masih banyak dosa
 makanya mikir dong
 udahlah sabar aja
 coba jangan jadi manusia lemah
114: Pertama, tidak ada bunuh diri yang tidak sakit. Kedua, kau mau bunuh diri dengan apa? Dengan
tongkat pipa? Bagaimana caranya?
120: Ah, ide bagus, coba dengan tongkatku sendiri (memukulkan tongkatnya ke kepala dan bahu)
Responder:
 ha ha ha
 EA EA EA EA (serentak)
 huuu
114: Sudah puas?
Responder:
16 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
 sudah puas
 gimana gimana
 jangan coba coba
120: Kalau begitu, coba dengan tongkatmu. (mengambil tongkat 114, melakukan yang sama seperti
sebelumnya)
114: Sadarlah!
120: Kau bilang aku tidak sadar?
114: Kenapa harus capek-capek bunuh diri, kalau akhirnya kau juga akan dieksekusi?
120: Kapan kita akan dieksekusi?
114: (menarik nafas panjang) Entahlah, entahlah, entahlah.

Hening

120 dan 114 kembali memainkan lagu bababumbaba bersama responder diiringi dengan alunan musik

120: Hentikan, hentikan, hentikan!( b e r d i r i ) Ini memuakkan. Seharusnya kita dipanggil dan
dieksekusi. Kenapa kita harus menghabiskan waktu dengan hal-hal yang bodoh seperti bermain tongkat
sialan ini.
114: Saat ini, bermain tongkat itu satu-satunya kesempatan untuk kita melupakan sejenak beban hidup
120: Aku tak pernah terbebani oleh hidup (berjalan selangkah).

114: Tapi kau terbebani oleh mati


120: Tak ada yang pernah dan bisa membebani kita, apapun itu
114: Yah, kecuali, menunggu. Menunggu itu tak sama dengan hidup juga tak sama dengan mati
120: Kita harus bunuh diri!
114: Ah... itu lagi!
120: Kau memilih menghabiskan waktu dengan tolol menunggu waktu eksekusi kita yang tak kunjung
sampai?
114: Darimana kau tahu waktu eksekusi itu tak kunjung sampai?
120: Jadi kapan kita dieksekusi
114: Entahlah, (dinyanyikan)
120: Berhenti bernyanyi!
114: Entahlah, (datar)
120: Berhenti memulai dengan entahlah
114: Eh?
120: Kau selalu memulai dengan entahlah
114: Apakah tidak boleh?
120: Setidaknya, kau tahu apa itu "entahlah"
114: Kenapa aku harus tahu "entahlah", apa ada sesuatu yang akan berubah di hidupku?
120: (berbalik badan) Tidak ada yang boleh bicara sesuatu yang tidak diketahuinya. Itu aturan baku!
114: Aturan baku siapa?
120: Entahlah.
114: Kenapa kau juga mengatakan "entahlah"?
120: Apa kau punya hak veto terhadap kata "entahlah"
114: Mungkin iya, setidaknya di ruangan ini hanya aku yang paling sering dan paling pertama menyebut
17 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
kata "entahlah"
120: Lalu, apa arti “entalah”?
114: Yah, kenapa kau bersikeras mencari arti dari kata "entahlah"
120: Karena semua yang ada di sekitar kita saat ini, menurutmu adalah "entahlah"
114: Tidak pernah ada orang sekonyol dirimu di dunia ini, yang mencari definisi "entahlah". Ah,
entahlah.
120: Jadi entahlah itu apa? Coba jelaskan!
114: Kenapa harus aku?
120: Karena kau yang paling sering mengucapkan kata itu
114: Aku tahu arti "entahlah"
120: Apa itu?
114: Entahlah
120: Apa itu!
114: Karena entahlah adalah entahlah. Semua yang entahlah biarlah selamanya menjadi entahlah. Itu
tidak perlu diperdebatkan lagi. Apa kau memilih untuk melanjutkan perdebatan, atau kita memilih yang
lain?
120: Eh, bunuh diri misalnya?
114: Kecuali bunuh diri dan bicara tentang kata entahlah
120: Jadi apa yang bisa kita lakukan sekarang?
114: Entahlah. (berbalik menatap)

120: Lagi-lagi entahlah, entahlah, entahlah! Ah sial! Sial! Persetan dengan entahlah. (menarik nafas
panjang) Aku sudah bosan di sini! Kita harus mencari ruangan lain
114: Ruangan lain?
120: Yah, selain ruangan ini.
114: Ehm..
120: Jangan jawab dengan “entahlah”.
114: Yah, mungkin
120: Kita harus mencari ruangan lain itu, sekarang?
114: Eh?
120: Kalau kau tidak ada ide lain, berarti ikut dengan usulku
114: Eh?
120: Ayo bergerak sekarang! (sambil menarik tangan)
114: Eh?
120: Ayo cepat! Kita harus bergerak! Anggap saja ada musuh yang datang, sehingga kita harus pergi
secepatnya!
114: Hah?
120: Astaga! Musuh telah datang, kita harus segera kabur, selamatkan dirimu.
114: Hah!
120: Tas dan tongkatmu jangan tertinggal.
114: Kenapa?
120: Tidak ada waktu untuk menjawab. Kita harus pergi sekarang! Hei, ayo cepat.

120 dan 114 keluar, berjalan dengan mode slomotion dan responder ikut melihat dengan mode respon
slowmotion, diiringi oleh alunan musik, satu putaran berjalan kemudian kembali ke tempat semula.

18 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


120: Nah, kita menemukannya! Jadi, ini ruangan yang lain? Lihat kursi ini tadi posisinya beberapa
sentimeter ke sebelah kanan.
114: Sudah kukatakan, kita akan kembali ke ruangan yang sama!
120: Tidak! Ini ruangan yang lain. Tinggi kursinya juga berbeda, di sini lebih pendek.
114: Sial, apakah matamu buta? Kita kembali ke ruangan yang sama! Kursi ini tetap di sini! Tidak
bergeser sesentipun. Tinggi kursinya juga sama. Jumlah kursinya juga sama.
120: Ini ruangan yang berbeda! Semua ruangan memang hampir mirip.
114: (diam)
120: Untuk membuktikannya, coba kali ini kita tinggalkan tas dan tongkat di sini. Kau tinggalkan di
kursimu, aku tinggalkan di kursiku.
114: Ah!
120: Ayo keluar sekarang, musuh sudah datang. Bahkan lebih banyak! Cepat cari ruangan lain!

120 menarik 114 keluar,diiringi musik dengan berjalan mode slomotion

Suara: 124, silahkan masuk ke ruang tunggu. Anda akan kembali dipanggil lagi ketika waktu eksekusi
telah datang

Iringan musik masih berjalan ketika 124 Masuk ke ruangan dengan membungkuk, lalu jongkok, lalu
membungkuk lagi dan duduk di kursi, musik pun berhenti. Ia menatap ruangan yang kosong, kemudian
membuka paper bag lalu memainkan tongkatnya.

120 dan 114 in. 114 masuk dengan cara yang sama dengan 120-124.

120: Siapa kau? (kepada 124)


124: Baba bum baba.
114: Baba bum baba
120: Sial, kembali baba bum baba. (duduk) Bahkan di ruang yang lain ini, juga tetap berbababum baba!
114: Tidak ada ruangan lain! Kita kembali ke ruangan yang sama! Ah sudahlah, aku benar-benar
menyerah.
120: Hei, ini ruangan yang berbeda. Lihat langit-langitnya lebih tinggi!
114:Lihat tas kita dan (memeriksa isi tas)ini masih ruangan yang sama. Lupakanlah semua harapanmu
tentang ruangan yang berbeda. Kita kembali ke ruangan yang sama! Kau sudah mencobanya dan gagal
124: (bingung) Baba bum baba. Bum baba?
114: Baba bum baba
120: Ah (marah), hentikan baba bum baba sialan itu.
Hening
120: Kita hanya harus bunuh diri.
Responder:
 lagi-lagi bunuh diri

114: Lihat dia (menunjuk 124)


124: (menunjuk dirinya) Baba bum baba?
120: Kenapa dia?
19 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
114: Dia diam saja, hanya baba bum baba, tidak sibuk bunuh diri sepertimu. Tidak juga menjadi depresi
sepertiku.
120: Tunggu-tunggu. Sebentar. (menatap lekat-lekat 124) Sial, kau orang yang sama dengan 121, 122 dan
123. Kau, eh, 124. Sial sudah kuduga!
114: Kau mengira dia adalah orang yang sama lagi?
120: Dia adalah orang yang sama. Hanya…
114: Hanya identitasnya yang beda. Identitas adalah tanda yang sebenarnya. Beda identitas, berarti beda
orangnya.
120: Bagaimana kalau kita membuktikan?
114: Caranya?
120: Ah, sial. Bagaimana caranya. (mondar-mandir berpikir keras) Begini saja, aku akan memukulinya
sampai babak belur dan berdarah-darah. Nanti, kalau kau dipanggil keluar, lalu ada orang yang masuk
kembali dengan babak belur dan berdarah-darah, itu berarti kau orang yang sama.
114: Eh, kau gila?
120: Ah! (berlari ke 124, menatap lama, kemudian berkelahi dengan angin)

Adegan perkelahian, 120 berkelahi dengan diri sendiri, diiringi dengan solois flute dan berhenti setelah
120 terjatuh dan berbaring dilantai.

Suara: 124, silahkan keluar. Waktu eksekusi Anda telah datang.

124 Keluar

120: Sial! Penjaga ruangan! Kapan aku akan dieksekusi! (berteriak)


114: (Memainkan tongkat pipa)
120: Aku sudah bosan! (berteriak)
114: (tetap memainkan tongkat pipa)
120: Dan kau, 114, kau bisa dengan santainya bermain tongkat?
114: Lah, apa yang salah dengan bermain tongkat?
120: Tidakkah kau tersiksa dengan kenyataan ini. Kita terkurung dan kau bertingkah seperti tidak terjadi
apa-apa.
114: Itu karena kau gila!
120: Kau bilang aku gila, padahal sekarang kau yang gila.
114: Kau berlarian kesana kemari lalu berteriak seperti orang gila.
120: Sedangkan kau berdiam diri, seakan kita saat ini sedang berbahagia dan ruang tunggu ini penuh
dengan cahaya. Tapi kau lihat? Gelap! Gulita!
114: Itu karena kau takut kegelapan
120: Kau juga takut mati, itulah kenapa kau tak bernyali untuk bunuh diri.
114: Aku tidak pernah takut mati.
120: Kepastian akan kematian itu adalah hak kita. Kita harus memperjuangkannya!
114: Perjuangan? Perjuangan omong kosong!
120: Kau hanya takut. Kau penakut yang cengeng. Kau tak berani melawan keadaan yang menyiksa ini.
Aku benar-benar sudah muak, sudah bosan. Hei, penjaga ruangan! Kapan aku akan dieksekusi! Aku
bertanya mewakili teman seruanganku yang penakut dan cengeng. Kau dengar aku, penjaga ruangan!
114: Aku bilang tidak pernah ada jawaban! Tidak akan pernah.
20 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
120: Pasti akan ada jawaban!
114: Tidak akan pernah ada jawaban!
120: Pasti akan ada jawaban!
114: Tidak akan pernah ada jawaban! Karena semesta ini tak akan pernah mengacuhkanmu. Kau dan
semua pertanyaan-pertanyaanmu itu hanya akan menjadi debu yang berserakan. Sejak lahir kita memang
telah dikutuk untuk kalah! (pause) Bila kau mengira hidupmu sudah sangat tak berarti, maka matimu juga
jauh lebih tidak berarti! Karena kematian memang bukan jawaban. Kematian tak pernah berarti awal bagi
sesuatu yang baru, tapi akhir dari segala-galanya. Dan bunuh diri hanya menegaskan bahwa kau
menerima kenyataan bahwa hidup yang berantakan ini berhasil menang atas dirimu. (pause) Mengapa kau
tidak mencoba menikmati kehidupan ini? Menikmati tongkat pipa sialan itu, menikmati setiap langkah
saat kau berlari-larian ke sana-kemari, mencari ruangan lain yang sebenarnya tidak pernah ada.
120: (terdiam)
(pause)
114: Aku juga sepertimu dulu. Mencoba melawan, mencari jawaban dan menanti sebuah harapan. Aku
juga berteriak-teriak sepertimu agar mendapatkan jawaban. Aku mengulanginya bertahun-tahun tapi sia-
sia, dan sekarang aku telah berdamai, berdamai dengan gelap, berdamai dengan sunyi dan berdamai
dengan tongkat pipa sialan ini. Sebenarnya, aku juga ingin dieksekusi secepatnya. (pause) Entahlah apa
yang akan terjadi nanti. Kita akan mati dieksekusi, atau mungkin mati di sini. Aku benar-benar sudah
tidak peduli. Karena aku sudah tidak lagi memiliki tujuan untuk hidup dan juga tidak lagi memiliki tujuan
mati.

Hening

21 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


ADEGAN IV

120 dan 114 menarik sambil berjalan kembali duduk di kursinya masing-masing.alunan musik mengisi
suasana Ruang Tunggu. Mereka berbababumbaba dengan raiang gembira.
120: Baba bum baba. Baba bum baba. Bum baba
114: Baba bum. Dada dum dada dum.
120: Baba bum baba. Baba.
114: Baba.
Suara: 125, silahkan masuk ke ruang tunggu. Anda akan kembali dipanggil lagi ketika waktunya telah
datang.
125: (Masuk ke ruangan dengan membungkuk, lalu jongkok, lalu membungkuk lagi dan duduk di kursi)
120: (menatap 114) Bum baba?
114: (mengangguk)
120 dan 114 kemudian keluar ruangan lalu masuk ke ruangan dengan cara 125 masuk ke ruangan. 125
melihat 120 dan 114 bergantian. Kemudian, 125 membuka tas dan mengambil tongkat. 120 dan 114
mengikuti semua gerak-gerik 125.
125: Baba bum baba. Bum baba?
120: Baba bum baba. Baba bum baba bum baba.
114: Baba, baba bum baba.
125: Baba bum.
114: Baba, bum baba bum.
120: Baba bum baba!
Ketiganya kemudian memainkan tongkatnya. 125 dan 120 bernyanyi-nyanyi (baba bum baba).
Suara: 125, silahkan keluar. Waktu eksekusi Anda telah datang.

Musik berjalan kemudian terdengar suara memanggil 126 dan musik berhenti seketika.

Suara: 126, silahkan masuk ke ruang tunggu. Anda akan kembali dipanggil lagi ketika waktunya telah
datang.

126 masuk ke ruangan berjalan membawa paper bag, kemudian duduk di kursi sambil melihat ke semua
arah.

126: Permisi. (pause)


Lalu 114, 120, dan responder tertawa serentak. Lampu meredup hingga black out. Kemudian alunan musik
berjalan sebagai tanda bahwa pertunjukan berakhir. Musik berhenti dam semua pemain keluar, responder
berdiri dan tepuk tangan.

SELESAI

22 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir


23 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
24 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
25 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
26 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
27 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
28 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
29 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
30 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
31 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
32 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
33 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
34 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
35 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
36 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
37 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir
38 | Ruang Tunggu & Pertanyaan Tentang Catatan Akhir

Anda mungkin juga menyukai