Kelompok 6 Hukum Lingkungan (H)
Kelompok 6 Hukum Lingkungan (H)
KELOMPOK 6
Anggota:
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumber daya alam yang
amat berlimpah baik yang dapat diperbaharui dan juga tidak dapat diperbaharui. Salah satu
wadah untuk menampung sumber–sumber daya tersebut adalah lingkungan hidup. Lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. kenyataan yang dapat terjadi dan bahkan
sudah terjadi di Indonesia adalah adanya perusakan lingkungan hidup. (Hamzah, 2008)
“Hukum lingkungan merupakan hukum fungsional, karena bertujuan untuk menanggulangi
pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan sehingga tercipta lingkungan yang baik,
sehat, indah, dan nyaman bagi seluruh rakyat. Untuk fungsi itu mempunyai instrumen seperti
disebutkan sebelumya yang dipergunakan secara selektif dan kalau perlu secara simultan”.
Kerusakan lingkungan hidup dapat terjadi karena ketidaktahuan masyarakat atas apa
yang diperbuatnya dapat menimbulkan dampak yang serius bagi lingkungan hidup, dan ada
yang sebenarnya telah mengetahui akan dampak yang terjadi tetapi tetap melakukan semata-
mata untuk keuntungan pihak tersebut. Untuk itu pemerintah membuat peraturan tentang
Lingkungan Hidup yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam peraturan tersebut mengatur mengenai menjamin
kepastian hukum serta memberikan kepastian hukum kepada setiap orang untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat, menjamin kualitas hidup yang mana pada saat ini
semakin menurun dan telah mengancam perkehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya,
mengatur tentang ketentuan pidana yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan sebagainya.
Berkaitan dengan Lingkungan Hidup Pesisir pantai juga termasuk kedadalamnya.
Hasil Diskusi
Pada 3 (tiga) kasus pencemaran air yang kami bahas di atas lokasinya tidak hanya di
laut tapi juga ada di sungai. Namun, dampak pencemaran yang terjadi di Sungai Cikijing tidak
menutup kemungkinan bahwa dampaknya akan terbawa ke laut. Sebagaimana kita ketahui
bahwa air itu mengalir dari hulu ke hilir dan nantinya akan berakhir di laut juga. Selanjutnya,
3 (tiga) pencemaran kasus tersebut memiliki kesamaan dalam hal limbah yang dihasilkan oleh
masing-masing PT. Dalam aktivitasnya, mereka kurang memperhatikan lingkungan sehingga
limbah yang dihasilkan mencemari lingkungan disekitarnya. Sebelum aktivitas PT tersebut
dijalankan, hendaknya didahului dan didasarkan pada izin prinsip dan analisis dampak
lingkungan (AMDAL). Dasar hukum yang menjadi acuan dari masalah tersebut menggunakan
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
peraturan lainnya terkait. Sementara itu, ketiga kasus ini juga melibatkan lembaga terkait
seperti BPLH, Dinas Lingkungan Hidup, dsb. Ketiga kasus tersebut juga sudah mendapatkan
putusan yang didalamnya memuat pencabutan izin, sanksi pidana penjara, sanksi administratif
berupa denda atau ganti rugi, rehabilitasi maupun restorasi terhadap lingkungan yang
terdampak.
Di sisi lain kelompok kita juga berdiskusi mengenai kasus pencemaran udara yakni
pada kasus pencemaran udara berupa transboundary haze pollution yang disebabkan
kepulauan Riau dan berdampak pada negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura juga
digunakan dasar hukum UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagai acuannya. Di Indonesia telah melanggar 3 perjanjian internasional
Deklarasi Stockholm 1972, Deklarasi Rio 1992, Draft Articles Responsibility of States for
Internationally Wrongful Acts, International Law Commission, 2001 dikarenakan asap
kebakaran yang bertiup ke Malaysia dan Singapura tersebut. Indonesia sejak 2 dekade lalu
memang sering terjadi kebakaran hutan hingga ASEAN mengajukan bantuan untuk mencegah
dan memadamkannya. Namun, beberapa kali pula Indonesia menolak pertolongan tersebut
hingga puncaknya pada 2019 silam kebakaran terjadi di kepulauan Riau yang asapnya meluas
hingga ke negara Malaysia dan Singapura dan membuat keresahan karena menyebabkan
penyakit pernapasan kepada para penduduknya. Tentu saja kedua negara tersebut meminta
pertanggung jawaban dan menawarkan bantuan, tetapi indonesia masih berusaha untuk
menanggulanginya sendiri dengan menghasilkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019
tentang Pedoman Teknis Penanggulangan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan. Terdapat
Pencegahan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan, dengan memberikan sanksi denda administratif
yang tinggi, pencabutan izin operasi, dan sebagainya yang diharapkan dengan demikian akan
membuat efek jera pelaku pembakaran hutan dan lahan. Maka apabila terjadi asap lintas batas,
perusahaan yang melakukan pembakaran dapat didenda sampai 80.000 Dolar AS untuk setiap
hari, di mana kabut tidak sehat menyelimuti Singapura. Selain itu, bagi perusahaan yang gagal
mengambil langkah-langkah pencegahan pada periode kabut tersebut bisa mendapat denda
tambahan sampai 40.000 Dolar AS perhari. Hukuman maksimum untuk masing-masing
pelanggaran dibatasi hingga sebesar 1,6 juta Dolar AS, sosialisasi, dan pelatihan jika terjadi
situasi serupa. Selain hal yang disebutkan, Indonesia juga melakukan upaya langsung pada
kebakaran dengan mengerahkan lebih dari 9.000 personil untuk memadamkan api di lebih dari
2.000 titik panas di sejumlah daerah di Kalimantan dan Sumatera. Dengan begitu kebakaran
yang terjadi dapat ditekan semaksimal mungkin dan pemerintah indonesia harus memberikan
penyuluhan hukum dibidang lingkungan tentang pentingya menjaga serta melestarikan
lingkungan, sehingga semua lapisan masyarakat biasa ikut ambil bagian bersama dengan
pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan.
Selain itu, kelompok kami juga berdiskusi mengenai penurunan produktivitas lahan
akibat pertambangan di Kalimantan Selatan. Kegiatan pertambangan di Kalimantan Selatan
yang semakin tidak terkendali merupakan salah satu masalah yang menimbulkan berbagai
dampak bagi masyarakat dan kehidupan sekitar tambang, di antaranya kerusakan lingkungan,
tingginya tingkat pencemaran (tanah, air, dan udara), juga mengakibatkan gangguan bagi
masyarakat luas berupa kerusakan bangunan rumah dan fasilitas umum terutama akibat
aktivitas peledakan dinamit untuk membuka lokasi tambang. Terganggunya aspek kehidupan
masyarakat, jika dilihat dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM), yakni terutama yang berkaitan
dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, tentulah sangat bersentuhan dengan dampak dari
pertambangan batubara ini. Karena hak asasi manusia meliputi aspek-aspek hak untuk hidup
dan berkehidupan yang baik, aman dan sehat yang merupakan hak atas lingkungan hidup yang
baik yang sehat yang diatur didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945. Lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara (selanjutnya ditulis Minerba) dengan sistem Undang-Undang yang baru didalamnya,
diharapkan dapat membawa perbaikan dalam pengelolaan sektor pertambangan di Tanah Air.
UU Minerba ini juga diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan UU No 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan, serta mampu mengembalikan fungsi dan
kewenangan negara terhadap penguasaan sumber daya alam yang dimiliki. Dengan demikian,
amanat konstitusi yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, benar-benar dapat diwujudkan.