Anda di halaman 1dari 157

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

CETAK BIRU
PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PADA USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN


BATUBARA

PROVINSI MALUKU UTARA 2019-2024

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral


Provinsi Maluku Utara
2019
CETAK BIRU

PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


PADA USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PROVINSI MALUKU UTARA 2019-2024

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral


Provinsi Maluku Utara
2019
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

DAFTAR ISI

Judul
Lembaran Pengesahan ................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................ iii
Daftar Tabel ................................................................................... iv
Daftar Gambar ............................................................................... v
Daftar Lampiran ............................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................... 6
1.3 Dasar Hukum .................................................................. 7

BAB II CETAK BIRU (BLUE PRINT) PPM SEKITAR


PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA ........................... 9
2.1 Visi dan Misi PPM Provinsi .............................................. 9
2.1.1. Visi Misi PPM ....................................................... 9
2.1.2. Misi PPM Provinsi ................................................ 9
2.2 Kondisi Saat Ini ............................................................... 10
2.2.1 Indeks pembangunan manusia provinsi dan/atau
kabupaten/kota setempat .................................... 11
2.2.2 Ekonomi masyarakat sekitar tambang ................. 18
2.2.3 Sosial budaya dan lingkungan kehidupan
masyarakat sekitar tambang ................................ 20
2.2.4 Kelembangaan komunitas masyarakat sekitar
tambang .............................................................. 24
2.2.5 Infrastrukur Sekitar Tambang .............................. 33
2.3 Cetak Biru (Blue Print) PPM ............................................. 35
2.3.1 Filosofi Perencanaan PPM .................................... 35
2.3.2 Isu Strategis ......................................................... 39
2.3.3 Program Prioritas dan Alternatif Kegiatan Cetak
Biru PPM Provinsi Maluku Utara ........................... 45

BAB III PENUTUP .......................................................................... 90


LAMPIRAN

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral iii


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 1


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Provinsi Maluku Utara memiliki sumber daya mineral atau bahan galian
tambang berupa Tembaga, Uranium, Emas, Nikel, Batubara, Aluminium
(Bauksit), Magnesit, Pasir Besi, Titanium, Mangan, Asbes, Kaolin, Diatomit, Batu
Permata, Kromit, Pasir Kuarsa, Batu Gamping, Batu Apung, Granit, Talk, Migas,
Potensi Panas Bumi, dan Sumber Daya Air. Berbagai jenis sumber daya
(mineral, panas bumi, dan sumber daya air) ini tersebar hampir di seluruh
wilayah Maluku Utara. 1 P0F

Selain potensi tambang di atas, terdapat pula mineral tanah jarang yang
belum diolah. Kondisi ini menyebabkan sektor pertambangan cukup prospektif
di Maluku Utara. Potensi lainnya berupa temuan endapan epitermal di daerah
Gosowong, Halmahera Utara, dengan potensi yang terkandung dalam busur
magnetik. Selain itu, di wilayah Teluk Weda, Halmahera Tengah, terdapat pula
sumber pendapan nikel laterit yang diperkirakan sebanyak 92.000.000 ton.

Luasnya sebaran wilayah pertambangan dan potensi di dalamnya di


Provinsi Maluku Utara memerlukan peraturan perundang-undangan sebagai
acuan dalam pengembangan lokasi/kawasan beserta beserta pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya alam, khususnya tambang mineral dan batubara.

Pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertambangan pada tatanan kawasan


budidaya yang nonproduktif di bagian permukaan tanah perlu dilakukan agar
lahan tersebut dapat memberikan manfaat secara optimal bagi pembangunan
daerah. Pemanfaatan bahan galian tambang yang bernilai ekonomis tinggi
dapat memberikan kontribusi tinggi kepada daerah dalam hal peniningkatan

1
Sebagian besar data tentang kondisi pertambangan di Maluku Utara dalam bagian ini diacu
dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku Utara sebagaimana tertuang
dalam RPJMD Provinsi Maluku Utara 2019-2024.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 1


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

infrastrukur, peningkatan pendapatan asli daerah, dan mendorong percepatan


pembangunan daerah.

Tabel.1.1 Potensi Sumber Daya Mineral dan Batubara Menurut


Kabupaten/Kota Provinsi Maluku Utara
Kabupaten/Kota Jenis Lokasi
Nikel Weda, Gebe, Patani
Halmahera Tengah Pasir Besi Tolippe, Kecamatan Weda
Kromit Pulau Gebe, Kecamatan Gebe
Batubara Patani, Kecamatan Patani
Kapa-kapa, Kecamatan Galela
Emas Akelamo, Kecamatan Galela
Gamkehe, Kecamatan Loloda
Halmahera Utara Mangan Supu. Loloda Utara
Pulau Doi, Pulau Dagasuli
Besi Loloda Utara
Pasir Besi Dorume, Ngajam
Kromit Dodaga
Batubara Galela, Kecamatan Alela
Gosoma, Kecamatan Kao
Emas Aha, Kecamatan Morotai Selatan
Pulau Morotai Bere-bere, Kecamatan Morotai Utara
Mangan Pulau Rau
Yaba, Bacan Barat
Kaputusan, Bacan
Raroang, Bacan
Emas Pigaraja, Bacan Timur
Sawadae, Bacan
Sambiki, Obi
Anggai, Obi
Kayoa
Yaba, Bacan Barat
Halmahera Selatan Sayoang, Bacan
Tembaga Obi Selatan
Pulau Kasiruta, Bacan
Obilatu, Obi
Bibinoi, Bacan Timur
Obilatu, Obi
Bobo, Obi Selatan
Pasir Besi Manatahan, Obi
Akenia, Obi

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 2


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Nikel Obi
Sungai Huru, Obi
Cap, Obi
Batubara Kelo, Obi
Anggai, Obi
Amasing, Bacan
Halmahera Timur Nikel Buli, Maba
Pasir Besi Wayamli, Maba
Tanjung Buli, Maba
Batubara Bicoli, Maba Selatan
Kepulauan Sula Emas Tawate, Sanana
Mineral
Tanah
Jarang
Biji Besi
Emas Kuyu, Taliabu Barat
Pulau Taliabu Mineral
Tanah
Jarang
Biji Besi
Batubara Tabona, Taliabu Barat
Tidore Kepulauan Tembaga Payahe, Oba
Ternate -
Sumber: Dinas ESDM, November 2019.
Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Maluku Utara
sebanyak 137 IUP. Dari sejumah IUP ini, sebagian besar sudah diterima CNC,
yakni sebanyak 94 IUP. Sisanya sebanyak 43 IUP yang belum CNC. Dari sepuluh
kabupaten/kota di Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Selatan memiliki total
IUP terbanyak, yakni sebanyak 39 IUP. Selanjutnya disusul Kabupaten
Kepulauan Sula yang memiliki 27 IUP. Kabupaten Halmahera Barat yang hanya
memiliki 2 IUP adalah kabupaten dengan IUP terendah di Maluku Utara.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 3


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tabel. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Menurut Kabupaten/Kota


Provinsi Maluku Utara Tahun 2017
IUP
IUP
(Sudah Total
No. Provinsi/Kabupaten/Kota (Belum
Diterima IUP
CNC)
CNC)
1 Provinsi Maluku Utara 5 4 9
2 Tidore Kepulauan 4 2 6
3 Halmahera Barat - 2 2
4 Halmahera Utara 3 5 8
5 Halmahera Tengah 8 13 21
6 Halmahera Timur 5 15 20
7 Halmahera Selatan 15 24 39
8 Kepulauan Sula - 27 27
9 Pulau Morotai 3 2 5
Jumlah 43 94 137
Sumber: RPJMD Provinsi Maluku Utara 2019-2024.

Besarnya luasan kawasan tambang dan banyaknya IUP di Provinsi Maluku


Utara tidak hanya menuntut pentingnya penatakelolaan aktivitas bagi pelaku
usaha pertambangan. Kondisi masyarakat dan respons terhadap aktivitas
pelaku usaha pertambangan harus menjadi bagian penting dalam pengelolaan
pertambangan di daerah ini. Di sektor pertambangan Nikel, misalnya, para
pelaku usaha pertambangan yang sedang beroperasi seringkali berhadapan
dengan resistensi masyarakat di sekitar tambang. Hasil penelitian Rusdin
Alauddin dkk (2014; 2015) menunjukkan beberapa penyebab munculnya
resistensi masyarakat, di antaranya meliputi jumlah ganti rugi lahan yang
dianggap masyarakat tidak sesuai, tumpang tindih kepemilikan lahan, sengketa
batas antara dua wilayah, dan adanya pihak ketiga yang memanfaatkan situasi. 2 P1F

Sengketa lahan akibat usaha pertambangan yang melibatkan masyarakat,


pemerintah daerah, dan pelaku usaha disebabkan oleh berbagai faktor, yakni:
regulasi yang kurang berpihak kepada masyarakat. Menurut Rusdin Alauddin

2
Rusdin Alauddin dkk. 2014. Model Penyelesaian Sengketa Lahan Akibat Usaha Pertambangan
Nikel di Provinsi Maluku Utara. Laporan Penelitian Hibah MP3EI Ristekdikti.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 4


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

dkk (2015), lemahnya perlindungan hukum kepada masyarakat pemilik lahan


yang lahannya masuk ke dalam konsesi pertambangan nikel. Ganti rugi yang
diberikan oleh pelaku usaha pertambangan hanya ganti rugi lahan saja, namun
tidak untuk tanamannya atau sebaliknya. Oleh karena itu, menurut Rusdin
Alauddin dkk (2015), diperlukan suatu mekanisme/model yang mampu
mengakomodir atau mengelola sengketa yang dapat diterima oleh semua
pihak.
Kehadiran perusahaan tambang seharusnya memberikan manfaat dan
dampak positif bagi masyarakat sekitar berupa peningkatan kesejahteraan
dalam aspek ekonomi. Pada aspek lainnya, yakni pendidikan, sosial budaya,
kesehatan, dan lingkungan seharusnya mengalami peningkatan kuantitas dan
kualitas dengan hadirnya perusahaan tambang di suatu wilayah. Dengan
melihat tingginya sumber daya alam, khususnya tambang mineral dan batubara
di Maluku Utara, dan dinamika hubungan antara masyarakat sekitar tambang
dengan pelaku usaha pertambangan (perusahaan) dan pemerintah, maka
keberadaan regulasi yang mengatur relasi tersebut menjadi penting. Dengan
demikian, hubungan sinergis antara dan terpadu antara masyarakat,
perusahaan, dan pemerintah dalam mewujudkan agenda pembangunan dapat
dicapai dan dikembangkan secara bersama.
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
(PPM) pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, selanjutnya
disebut Cetak Biru PPM, merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
mencapai kondisi harmonis bagi para pemangku kepentingan terkait
pengelolaan tambang mineral dan batubara. Cetak Biru PPM merupakan
dokumen yang berisi perencanaan strategis pembangunan terpadu yang
memuat arah kebijakan PPM di wilayah provinsi. Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya dalam rangka mendorong
peningkatan perekonomian, pendidikan, sosial budaya, kesehatan, dan
lingkungan kehidupan masyarakat sekitar tambang, baik secara individual

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 5


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

maupun kolektif, agar tingkat kehidupan masyarakat sekitar tambang menjadi


lebih baik dan mandiri.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN


Cetak Biru PPM dimaksudkan sebagai dokumen yang berisi perencanaan
strategis pembangunan terpadu yang memuat arah kebijakan PPM di wilayah
Provinsi Maluku Utara. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
merupakan upaya mendorong peningkatan perekonomian, pendidikan, sosial
budaya, kesehatan, dan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar tambang,
baik secara individual maupun kolektif, agar tingkat kehidupan masyarakat
menjadi lebih baik dan mandiri. Dengan demikian, Cetak Biru PPM menjadi
pedoman pokok bagi pelaku usaha pertambangan mineral dan batubara di
Provinsi Maluku Utara dalam menyusun Rencana Induk PPM.
Cetak Biru (Blue Print) PPM disusun dan ditetapkan dengan tujuan sebagai
berikut.
1) Terumuskannya visi, misi, arah kebijakan, sasaran, strategi, dan
program PPM sekitar tambang.
2) Memberikan gambaran tentang kondisi faktual Provinsi Maluku Utara
saat ini mengenai Indeks Pembangunan Manusia, Ekonomi, Sosial
Budaya dan lingkungan kehidupan, kelembagaan komunitas, dan
infrastruktur masyarakat sekitar tambang.
3) Menjadi pedoman bagi badan usaha pertambangan dalam
Penyusunan Rencana Induk PPM guna mewujudkan tujuan pemerintah
Provinsi Maluku Utara melalui program-program PPM dalam hal-hal
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, pembangunan ekonomi,
pengembangan sosial budaya dan lingkungan kehidupan,
pengembangan kelembagaan komunitas, dan pembangunan
infrastruktur masyarakat sekitar tambang.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 6


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

4) Tersusunnya perencanaan strategis pembangunan terpadu yang


mencakup arah kebijakan PPM di Provinsi Maluku Utara secara
transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur,
berkeadilan, berwawasan lingkungan, serta sesuai dengan norma dan
budaya (kearifan lokal).

1.3. DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (Pasal 33 Ayat 2-3).


2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Pasal 74 Ayat 1-3)
4. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Pasal 95 d; Pasal 108 Ayat 1-2).
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Pasal 106,
107, 108, 109)
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan.
9. Peraturan Pemerintah 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara.
10. Peraturan Menteri BUMN Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Usaha Kecil
dan Program Bina Lingkungan.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 7


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

11. Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 tahun 2016 tentang Organisasi


dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
12. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25
Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan
Batubara.
13. Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan
Pertambangan Mineral dan Batubara.
14. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1824 tahun 2018 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan
Masyarakat.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 8


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 9


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

BAB II
CETAK BIRU (BLUE PRINT) PPM PERTAMBANGAN MINERAL DAN
BATUBARA PROVINSI MALUKU UTARA
2.1. Visi dan Misi PPM Provinsi Maluku Utara
2.1.1. Visi PPM Provinsi Maluku Utara
Visi PPM Provinsi Maluku Utara mempertimbangkan keselarasan visi
pembangunan jangka menengah daerah sebagaimana yang disusun dalam
RPJMD Provinsi Maluku Utara Tahun 2019-2024 adalah “MASYARAKAT
SEKITAR TAMBANG MALUKU UTARA SEJAHTERA, CERDAS, MANDIRI,
DAN BERKELANJUTAN”. Visi ini mengandung makna bahwa dengan
kehadiran PPM maka masyarakat di sekitar lingkar tambang akan dapat
mencapai taraf kesejahteraan secara cerdas, mandiri dan
berkesinambungan dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan alam
dan harmonisasi sosial budaya.

2.1.1. Misi PPM Provinsi Maluku Utara


Misi PPM Provinsi Maluku Utara sebagai berikut.
1. Membangun perekonomian masyarakat sekitar tambang secara sistematis
dan terarah;
2. Membangun tata kelola ekonomi sosial dan budaya untuk mencapai
kemandirian masyarakat sekitar tambang.
3. Menyiapkan SDM masyarakat sekitar tambang di bidang pendidikan yang
unggul, terampil, mandiri, dan berdaya saing tinggi agar mampu berkarya
dan berpartisipasi dalam proses dan percepatan pembangunan di berbagai
bidang.
4. Mewujudkan masyarakat yang peduli pada keberlanjutan lingkungan
sekitar tambang.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 9


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

2.2. Kondisi Saat Ini


Industri pertambangan sekalipun memiliki potensi yang besar di
Provinsi Maluku Utara, namun sektor ini masih berada di tingkatan
keempat dari sumber mata pencaharian penduduk secara umum. Bidang
pertanian dan perdagangan masih mendominasi lapangan usaha
masyarakat hingga tahun 2018. Lokasi izin pertambangan yang terdapat di
Provinsi Maluku Utara terbanyak berada di Kabupaten Taliabu dengan
jumlah 22 perusahan, Kabupaten Halmahera Tengah dengan 26
perusahaan, Kabupaten Halmahera Selatan dengan 13 perusahaan,
Kabupaten Halmahera Timur dengan 15 perusahaan, Kabupaten Sula
dengan 9 perusahaan, Kabupaten Pulau Morotai dengan 2 perusahaan,
Kabupaten Halmahera Utara dengan 8 perusahaan, Kabupaten Halmahera
Barat dengan 3 perusahaan, sementara Kota Tidore dengan satu
perusahaan. Tabel berikut menggambarkan jumlah usaha tambang di
Provinsi Maluku Utara, jenis mineral yang ditambang, dan luas wilayah
pertambangannya.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 10


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tabel 2.1 Luas areal pertambangan di Provinsi Maluku Utara


berdasarkan SIU hingga tahun 2018

LUAS
NO KABUPATEN/KOTA WILAYAH KOMODITAS
(HA)
1 Pulau Taliabu 199.981,00 Bijih Besi
2 Halmahera Tengah 18.362,70 Nikel
Emas, Tembaga Dmp, Mangan,
3 Halmahera Selatan 66.837,24
Nikel, Pasir Besi
4 Halmahera Timur 31.144,90
Nikel, Bauksit Dmp
5 Kepulauan Sula 84.908,85 Bijih Besi
6 Halmahera Utara 17.029,64
Mangan, Emas, Pasir Besi
Nikel, Pasir Besi, Tembaga
7 Halmahera Barat 11.612,55
Dmp, Emas Dmp
8 Pulau Morotai 2.609,00 Pasir Besi
9 Kota Tidore Kepulauan 8.879,00 Emas
Sumber: Dinas EDSM Provinsi Maluku Utara Tahun 2019
2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Maluku Utara
Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel dari indikator
komposit yang terdiri dari variabel kesehatan (angka harapan hidup),
pendidikan (rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah dari SD
hingga perguruan tinggi), serta ekonomi (pendapatan).
Berdasarkan data dari BPS, capaian pembangunan manusia di Provinsi
Maluku Utara ini tergolong IPM Sedang. Secara nasional, IPM Provinsi
Maluku Utara berada di tingkat ke-27 pada tahun 2016 dan hingga tahun
2018 angkanya masih berada di bawah IPM Indonesia. Meski demikian,
rata-rata IPM menunjukkan peningkatan sejak tahun 2013 hingga 2018. IPM
Provinsi Maluku Utara tahun 2013 sebesar 64,78, terus meningkat menjadi
67,20 pada tahun 2018 atau tumbuh 0,86 persen dibandingkan IPM tahun
2017. Tabel berikut memperlihatkan perkembangan IPM Maluku Utara
dalam perbandingannya dengan capaian nasional.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 11


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tabel 2.2 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Maluku


Utara dan Indonesia Tahun 2013-2018

ASPEK
KESEJAHTERAAN 2013 2014 2015 2016 2017 2018
MASYARAKAT
Fokus Kesejahteraan
Sosial
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
1 IPM Maluku Utara 64,78 65,18 65,91 66,63 67,20 67,76
2 IPM Indonesia
68,31 68,9 69,55 70,18 70,81 71,39
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2019
Kemajuan pembangunan manusia pada tahun 2018 juga terlihat dari
perubahan status pembangunan manusia di tingkat kabupaten/kota.
Pencapaian pembangunan manusia di tingkat kabupaten/kota cukup
bervariasi. IPM pada level kabupaten/kota berkisar antara 59,03 (Pulau
Taliabu) hingga 78,48 (Kota Ternate).
Pada dimensi umur panjang dan hidup sehat, Angka Harapan Hidup
saat lahir berkisar antara 61,32 tahun (Pulau Taliabu) hingga 70,27 tahun
(Kota Ternate). Sementara pada dimensi pengetahuan, Harapan Lama
Sekolah berkisar antara 11,87 tahun (Pulau Taliabu) hingga 15,3 tahun (Kota
Ternate), serta Rata-rata Lama Sekolah berkisar antara 6,89 tahun (Pulau
Morotai) hingga 11,25 tahun (Kota Ternate). Sedangkan, pengeluaran per
kapita disesuaikan di tingkat kabupaten/kota berkisar antara 5,89 juta
rupiah per tahun (Pulau Morotai) hingga 12,99 juta rupiah pertahun (Kota
Ternate).
Status kesehatan dalam pencapaian IPM adalah Umur Harapan Hidup.
Angka ini mencerminkan rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani
oleh seseorang sejak lahir. Umur Harapan Hidup tinggi akan dicapai jika
penduduk mempunyai derajat kesehatan yang baik. Umur Harapan Hidup
(UHH) Provinsi Maluku Utara, dari tahun 2014 sampai dengan 2018 terus

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 12


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Umur Harapan Hidup tahun 2014


sebesar 67,34 tahun dan meningkat menjadi 67,80 tahun pada tahun 2018.
Peningkatan indikator ini menunjukkan bahwa setiap tahun derajat
kesehatan penduduk Provinsi Maluku Utara meningkat. Namun demikian,
bila dibandingkan dengan angka UHH Nasional, UHH Maluku Utara masih
di bawah UHH Nasional yang mencapai 71,20 tahun di tahun 2018.
Selain perkembangan indikator Umur Harapan Hidup, juga perlu
dilihat capaian di tingkat kabupaten/kota di Maluku Utara. Nilai indikator
Umur Harapan Hidup tertinggi berada di Kota Ternate dengan nilai 70,50
tahun sedangkan terendah di Kabupaten Pulau Taliabu dengan nilai 61,58
tahun. Nilai ini menunjukkan bahwa status kesehatan penduduk di Kota
Ternate lebih baik dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Maluku
Utara. Status Kota Ternate sebagai daerah perkotaan dan fasilitas serta
akses terhadap pelayanan kesehatan umumnya lebih baik memberikan
derajat kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya
di Maluku Utara.

Tabel 2.3. Perkembangan Dimensi Kesehatan Menurut


Kabupaten/Kota Provinsi Maluku Utara Tahun 2015-2018

Umur Harapan Hidup (Tahun)


Kab/Kota
2015 2016 2017 2018
Halmahera Barat 65.35 65.45 65.55 65,78
Halmahera Tengah 62.40 62.60 62.80 63,16
Kepulauan Sula 62.39 62.50 62.60 62,83
Halmahera Selatan 65.03 65.11 65.20 65,42
Halmahera Utara 68.77 68.86 68.94 69,15
Halmahera Timur 67.49 67.67 67.85 68,19
Pulau Morotai 65.98 66.13 66.28 66,58
Pulau Taliabu 61.08 61.20 61.32 61,58
Kota Ternate 70.07 70.17 70.27 70,5
Tidore Kepulauan 68.43 68.54 68.64 68,87
MALUKU UTARA 67.44 67.51 67.54 13,56
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2019

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 13


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Dari sisi pendidikan, rata-rata penduduk Maluku Utara bersekolah


hingga kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Data BPS menunjukkan
bahwa rata-rata lama sekolah di Provinsi Maluku Utara sebesar 8,72 tahun.
Capaian ini mengindikasikan bahwa secara rata-rata program Wajib Belajar
9 tahun belum sepenuhnya tercapai di provinsi ini. Namun demikian, bila
dibandingkan dengan capaian Indonesia secara umum, nilai rata-rata lama
sekolah penduduk Maluku Utara berada di atas capaian nasional yang
hanya tercatat sebesar 8,17 tahun.
Bila dilihat dari penduduk 15 tahun ke atas menurut ijazah tertinggi
yang dimiliki, pada tahun 2018, jumlah penduduk Maluku Utara yang tidak
punya ijazah mencapai 17,47 persen, yang memiliki ijazah SD 24,53 persen,
SMP 19,53 persen, SMA/SMK 27,39 persen, sedangkan perguruan tinggi
hanya 11,08. persen. Nilai Harapan Lama Sekolah (HLS) Provinsi Maluku
Utara tahun 2018 tercatat sebesar 13,62 tahun. Hal ini berarti bahwa
penduduk Maluku Utara usia 7 tahun ke atas berpeluang bersekolah hingga
lulus SMA.
Melihat pada perbandingan indikator pendidikan antar
kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara dapat diketahui bahwa secara
umum, bahwa Kota Ternate memiliki kualitas pembangunan di bidang
pendidikan paling baik se-Provinsi Maluku Utara. Angka harapan lama
sekolah tertinggi di Kota Ternate (15,72 tahun) dan Kota Tidore Kepulauan
(13,91), sedangkan harapan lama sekolah terendah di Kabupaten Pulau
Taliabu (12,14 tahun) dan Kabupaten Pulau Morotai (12,41 tahun). Rata-rata
lama sekolah yang mencerminkan rata-rata tingkat pendidikan yang
dicapai penduduk di suatu wilayah pada tahun 2018 tertinggi berada di Kota
Ternate dengan nilai 11,26 tahun dan Kota Tidore Kepulauan dengan nilai
9,63 tahun. Sedangkan posisi terendah adalah Kabupaten Pulau Morotai
dengan nilai 6,96 tahun yang mencerminkan bahwa secara rata-rata
penduduk di Kabupaten Pulau Morotai hanya menamatkan jenjang

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 14


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

pendidikan kelas 6 SD. Angka ini menunjukkan bahwa Kabupaten Pulau


Morotai masih tertinggal dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Maluku
Utara dalam hal jenjang pendidikan yang diselesaikan oleh penduduknya.
Hal ini juga menunjukkan adanya ketidakmerataan kualitas sumber daya
manusia (SDM) dari sisi pendidikan antar-Kabupaten/Kota di Provinsi
Maluku Utara.

Tabel 2.4. Perkembangan dimensi pendidikan menurut


Kabupaten/Kota Provinsi Maluku Utara Tahun 2015-2018

Harapan Lama Sekolah Rata-rata Lama Sekolah


Kab/Kota (Tahun) (Tahun)
2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018
Halmahera Barat 12.61 13.05 13.06 13,07 7.77 7.86 7.87 7,88
Halmahera Tengah 12.29 12.70 12.92 12,93 7.85 8.14 8.37 8,65
Kepulauan Sula 11.83 12.23 12.38 12,66 7.95 7.96 8.33 8,57
Halmahera Selatan 11.91 12.31 12.52 12,76 7.15 7.42 7.43 7,62
Halmahera Utara 12.69 13.06 13.06 13,58 8.06 8.35 8.36 8,37
Halmahera Timur 12.09 12.48 12.48 12,73 7.57 7.77 7.89 7,97
Pulau Morotai 11.59 11.92 12.17 12,41 6.84 6.88 6.89 6,96
Pulau Taliabu 11.48 11.73 11.87 12,14 7.41 7.42 7.43 7,44
Kota Ternate 15.05 15.06 15.3 15,72 11.12 11.13 11.25 11,26
Tidore Kepulauan 13.27 13.74 13.9 13,91 8.91 9.11 9.39 9,63
MALUKU UTARA 13.1 13.45 13.56 13,62 8.37 8.52 8.61 8,72
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2019

Berdasarkan indikator Pengeluaran perKapita Disesuaikan di Provinsi


Maluku Utara terlihat bahwa perkembangan indikator ini sejak tahun 2014
sampai dengan 2018 terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini
mencerminkan bahwa tingkat pendapatan penduduk Provinsi Maluku Utara
terus meningkat setiap tahunnya. Meskipun terus mengalami peningkatan,
namun capaian indikator pengeluaran per kapita disesuaikan Provinsi
Maluku Utara pada tahun 2018 yang sebesar 7.980 ribu rupiah masih
tertinggal cukup jauh dari angka Indonesia yang sebesar 11.059 ribu rupiah.
Selain melihat pada perkembangan indikator pengeluaran per kapita
disesuaikan, perlu juga dilihat bagaimana capaian indikator ini pada di

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 15


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

tingkat kabupaten/kota di Maluku Utara. Pada tahun 2018, nilai indikator ini
tertinggi terdapat di Kota Ternate sebesar 13.166 ribu rupiah dan Tidore
Kepulauan yang tercatat sebesar 8.232 ribu rupiah sedangkan yang
terendah berada di Kabupaten Pulau Morotai sebesar 6.294 ribu rupiah dan
Pulau Taliabu sebesar 6.455 ribu rupiah. Melihat pada data ini maka terlihat
bahwa tingkat pendapatan penduduk Kabupaten Pulau Taliabu dan Pulau
Morotai perlu perbaikan agar bisa meningkatkan daya beli dan
meningkatkan kesejahteraan. Dilihat dari indikator PDRB per kapita
Provinsi Maluku Utara pada tahun 2018 tercatat sebesar 29,61 juta rupiah.
Di tingkat kabupaten/kota, tercatat bahwa Nilai PDRB Perkapita tertinggi
terdapat di Kota Ternate yang tercatat sebesar 42,58 juta rupiah sedangkan
terendah berada di Kabupaten Halmahera Barat sebesar 17,95 juta rupiah.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 16


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tabel 2.5. Perkembangan dimensi Pengeluaran (Standar Hidup Layak)


menurut Kabupaten/Kota Provinsi Maluku Utara Tahun 2015-
2017

Pengeluaran Per Kapita disesuaikan (Rp. 000)


Kab/Kota
2015 2016 2017 2018
Halmahera Barat 6889 7076 7266 7 418
Halmahera Tengah 7359 7481 7688 7 885
Kepulauan Sula 6545 6741 6859 7 044
Halmahera Selatan 6791 6894 7026 7 156
Halmahera Utara 6957 7110 7302 7 519
Halmahera Timur 7410 7560 7841 7 969
Pulau Morotai 5809 5888 6167 6 294
Pulau Taliabu 6158 6208 6306 6 455
Kota Ternate 12529 12643 12989 13 166
Tidore Kepulauan 7631 7772 8044 8 232
MALUKU UTARA 7423 7545 7792 7 418
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2019
Peningkatan IPM di tingkat Maluku Utara juga tercermin pada level
kabupaten/kota. Selama periode 2015 hingga 2017, seluruh kabupaten/kota
mengalami peningkatan IPM. Pada periode ini, tercatat tiga
kabupaten/kota dengan kemajuan pembangunan manusia paling cepat,
yaitu Pulau Morotai (1,40 persen), Halmahera Tengah (1,33 persen) dan
Halmahera Timur (1,31persen). Sementara itu, kemajuan pembangunan
manusia di Halmahera Barat 0,56 persen, Pulau Taliabu 0,63 persen, serta
Halmahera Selatan dan Halmahera Utara masing-masing 0,76 persen,
tercatat paling lambat selama periode tersebut.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 17


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tabel 2.6. Perkembangan IPM menurut Kabupaten/Kota Provinsi


Maluku Utara Tahun 2015-2017

IPM
Kab/Kota Capaian Pertumbuhan
2015 2016 2017 2015-2016 2016-2017
Halmahera Barat 62.97 63.83 64.19 1.37 0.56
Halmahera Tengah 62.07 63.05 63.89 1.58 1.33
Kepulauan Sula 60.5 61.25 62.04 1.24 1.29
Halmahera Selatan 61.26 62.17 62.64 1.49 0.76
Halmahera Utara 65.14 66.02 66.52 1.51 0.76
Halmahera Timur 63.99 64.92 65.77 1.45 1.31
Pulau Morotai 59.27 59.87 60.71 1.01 1.40
Pulau Taliabu 58.26 58.66 59.03 0.69 0.63
Kota Ternate 77.64 77.8 78.48 0.21 0.87
Tidore Kepulauan 67.45 68.37 69.25 1.36 1.29
MALUKU UTARA 65.91 66.63 67.2 1.09 0.86
Sumber: Berita Resmi Statistik No. 22/04/82/Th XVI, 17 April 2017. BPS Provinsi
Maluku Utara, 2017

2.2.2. Ekonomi Masyarakat Sekitar Tambang


Pembangunan manusia memerlukan pertumbuhan ekonomi. Tanpa
pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia tidak dapat berlanjut.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi juga tidak dapat berlanjut tanpa
pembangunan manusia. Kebijakan yang proaktif diperlukan untuk
memperkuat hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan manusia tersebut.
Secara umum, angka PDRB menunjukkan besarnya nilai produksi
bersih yang tercipta dari aktivitas perekonomian di suatu wilayah. PDRB
Provinsi Maluku Utara tahun 2018 sebesar 36,50 triliun rupiah, sedangkan
bila dihitung berdasarkan harga konstan 2010, nilai PDRB Provinsi Maluku
Utara tercatat sebesar 25,05 triliun rupiah.
Bila dilihat menurut Kabupaten/Kota, nilai tambah terbesar dihasilkan
dari aktivitas ekonomi di Kota Ternate, yaitu mencapai 9,7 triliun rupiah di
tahun 2018. Kemudian Halmahera Selatan (6,3 triliun rupiah) serta

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 18


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Halmahera Utara (5,3 triliun rupiah). Sedangkan PDRB terkecil di Pulau


Taliabu (1,3 triliun rupiah) di tahun 2018. Perekonomian Provinsi Maluku
Utara selama periode tahun 2014-2018 mampu tumbuh positif walaupun
berfluktuatif berkisar antar 5 hingga 7 persen. Perekonomian Maluku Utara
mengalami perlambatan pada tahun 2014 dan 2016 disebabkan oleh
konstraksinya kategori Pertambangan dan Penggalian. Pada tahun 2018
Maluku Utara mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 7,92
persen dikarenakan percepatan pertumbuhan industri pengolahan serta
pertambangan dan Penggalian.
Hal yang sama terjadi pada perekonomian Kabupaten/Kota dimana
seluruh Kabupaten/Kota mampu tumbuh positif dan pertumbuhan tertinggi
terjadi di Kabupaten Halmahera Selatan (15,38 persen). Sebaliknya
Kabupaten Halmahera Utara mencatat laju pertumbuhan terendah sebesar
2,62 persen. Dilihat dari struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara pada
tahun 2018 tampak bahwa kategori pertanian masih mendominasi, yaitu
dengan persentase sebesar 22,60 persen, diikuti oleh perdagangan besar
dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor 17,31 persen dan kategori
administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar
15,43 persen. Sedangkan lapangan usaha lainnya memberikan kontribusi di
bawah 10 persen.
Sekalipun kondisi perekonomian mengalami pertumbuhan yang
positif, namun di sisi lain terjadi peningkatan angka kemiskinan. Data BPS
dalam tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki
persentase tertinggi angka kemiskinan pada tahun 2018 adalah Kabupaten
Halmahera Timur sebesar 15, 02 persen dan Kabupaten Halmahera Tengah
sebesar 13, 95 persen. Dari sektor usaha pertambangan, kedua daerah ini
masing-masing memiliki kawasan eksploitasi dengan luasan 31.144,90 Ha di
Kabupaten Halmahera Timur dan luasan 18.362,70 Ha di Kabupaten
Halmahera Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan usaha

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 19


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

pertambangan belum memberikan kontribusi yang positif terhadap


petumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar tambang. Data ini menjadi
rujukan tim PPM untuk memberikan perhatian terutama pada upaya
peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar tambang.

Tabel 2.7. Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Maluku Utara


Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2016 – 2018

Kabupaten/Kota 2016 2017 2018


Halmahera Timur 15,48 15,25 15,02
Halmahera Tengah 14,03 14,15 13,94
Halmahera Barat 8,77 8,74 8,74
Kepulauan Sula 8,63 8,59 8,89
PulauTaliabu 7,29 7,17 7,35
Pulau Morotai 7,08 7,07 7,16
Halmahera Utara 4,19 4,22 4,51
Halmahera Selatan 4,11 4,1 4,8
Tidore Kepulauan 4,96 5,45 5,95
Ternate 2,67 2,73 3
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2018

2.2.3. Sosial Budaya dan Lingkungan Kehidupan Masyarakat Sekitar


Tambang
Kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar tambang dalam wilayah
Provinsi Maluku Utara bersifat majemuk dan multikultur. Dengan
keberadaan 34 kelompok etnis, masyarakat di Maluku Utara secara umum
telah lama memahami dan menjalin hubungan antar etnik selama
bertahun-tahun. Berbagai kelompok etnik tersebut tetap hidup dan
berkembang sesuai tradisi dan budaya masing-masing. Ekspresi budaya ini
dapat dijumpai dalam semua unsur kebudayaannya di kehidupan sehari-
hari masyarakat.
Sebagai kelompok etnik, masyarakat di sekitar tambang telah
memiliki pengetahuan tentang norma, nilai dan kepercayaan yang

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 20


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

berkaitan hubungan mereka dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam


sekitar. Dikenali setidaknya terdapat bentuk kearifan lokal yang berkaitan
dengan pengaturan pengelolaan lahan seperti sistem sasi hutan, laut, flora
dan fauna pada kelompok etnik Tobelo dan sekitarnya. Dalam kelompok
etnik Mange di Kabupaten Taliabu misalnya, terdapat tradisi yati peta yaitu
pembagian lahan tanam untuk masyarakat lokal dan pendatang. Masih
kuatnya sistem kepercayaan pada beberapa lokasi yang dianggap keramat
oleh masyarakat tempatan juga menjadi potensi kearifan lokal yang
bertujuan pada pelestarian lingkungan alam dan pengaturan eksploitasi
alam secara lokal. Sebagaimana dalam kepercayaan orang Togutil yang
umumnya mendiami hutan disebut sebagai o gomanga mangahongana.
Sementara itu, dalam hubungan di lingkungan sosial masyarakat Maluku
Utara mengenal adat istiadat berupa dolabololo yakni norma dan nilai
budaya yang terepresentasi melalui petuah-petuah, cerita-cerita rakyat
yang mengandung nilai penguatan identitas, karakter sosial dan
peningkatan solidaritas sosial.
Hubungan sosial seperti ini pada hakikatnya adalah potensi sosial
yang dapat dimanfaatkan untuk membangun keharmonisan masyarakat.
Namun perlu dipahami bahwa tambang merupakan sumber daya ekonomi
yang bersifat terbatas. Karena kesifatannya itulah, tambang dan efek yang
ditimbulkannya yakni pendapatan ekonomi menjadikannya lahan rebutan
yang memerlukan berbagai strategi untuk pemerolehannya.
Meski beragam dalam jumlah etnik, namun setiap kabupaten di
Provinsi Maluku Utara setidaknya dihuni oleh satu hingga tiga kelompok
etnik dominan. Kelompok dominan ini juga umumnya mendiami satu
wilayah teritorial yakni satu pulau atau kecamatan. Contohnya, wilayah
Kabupaten Halmahera Selatan yang terdiri atas berpuluh-puluh pulau,
dihuni oleh setidaknya sepuluh kelompok etnik. Namun terdapat kelompok
dominan yang mendiami setiap pulau. Di Pulau Obi, di mana usaha

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 21


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

pertambangan untuk wilayah Kabupaten Halmahera Selatan melakukan


eksploitasi, ditempati oleh dua kelompok dominan yakni etnik Buton dan
etnik Bugis. Persentase tertinggi keragaman etnik di wilayah kabupaten ini
berada di pulau utama yakni Pulau Bacan.
Situasi yang sama juga terjadi di wilayah administrasi Kabupaten
Halmahera Tengah. Di wilayah ini, di mana usaha pertambangan dalam
Provinsi Maluku Utara paling banyak dilakukan, didiami oleh dua etnik
besar yakni Sawai dan Patani. Adanya kelompok-kelompok etnik dominan
dalam wilayah pertambangan juga menjadi perhatian utama tim PPM
dalam merancang blueprint. Kemungkinan kemunculan masalah sosial yang
dapat ditimbulkan dari hubungan-hubungan dominan-periferi akan
diantisipasi melalui penguatan karakter masyarakat berbasis nilai-nilai
budaya yang mendukung pada terciptanya harmonisasi sosial dalam
masyarakat sekitar tambang.
Isu pekerja asing dan pendatang juga menjadi perhatian utama tim
PPM dengan memberikan rekomendasi pada program prioritas penguatan
sumber daya manusia. Keahlian dan keterampilan adalah dua hal penting
yang harus dimiliki oleh masyarakat tempatan untuk dapat bersaing
dengan kompetitor dari luar yang secara sosial budaya berbeda dengan
mereka.
Berdasarkan data BPS, rata-rata Harapan Lama Sekolah dan Lama
Waktu Sekolah antar-kabupaten di Provinsi Maluku Utara memiliki
persentase yang tidak terlalu jauh satu dengan lainnya. Hanya Kota Ternate
yang memiliki persentase tertinggi. Hal ini disebabkan sarana pendidikan
terbanyak berada di Pulau Ternate sehingga lulusan sekolah di kabupaten
harus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Kota Ternate. Kawasan
pertambangan umumnya berada di wilayah pedalaman yang jauh dari akses
pendidikan umum yang dibangun oleh pemerintah. Jenjang pendidikan
tertinggi yang tersedia juga hanya di tingkat menengah atas. Hal ini

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 22


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

menjadi sebuah permasalahan utama dan target dari penyusunan blueprint


PPM Maluku Utara yakni mewujudkan masyarakat lingkar tambang yang
CERDAS.
Untuk menghubungkan kesenjangan peresentase pendidikan antara
kabupaten dengan Kota Ternate maka strategi yang patut dilakukan adalah
mencanangkan program-program kerjasama antara pemerintah daerah
kabupaten, perusahaan, dan perguruan tinggi yakni dalam bentuk
pemberian beasiswa dan pelatihan keterampilan bagi lulusan sekolah yang
tidak lagi melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di masing-masing
wilayah pertambangan.
Selain hubungan multikultur dan masalah pendidikan, kondisi
lingkungan di sekitar pertambangan perlu mendapatkan perhatian serius.
Di beberapa wilayah pertambangan di Provinsi Maluku Utara, tata kelola
lingkungan masih belum maksimal dilakukan. Pengelolaan lingkungan
hidup masih dilakukan secara sendiri-sendiri baik itu oleh pemerintah
daerah, perusahaan, maupun masyarakat. Lingkungan juga masih
diperlakukan sebagai aset yang harus dijaga tanpa bisa diganggu gugat.
Padahal lingkungan hidup dapat terjaga sembari masyarakat mendapatkan
keuntungan ekonomi. Contoh kasus misalnya, di kawasan bukit kapur
Sagea, pelestarian Gua Maruru sebagai geopark dapat dilakukan bersamaan
dengan pengembangan pariwisata, di mana industri pariwisata telah kenali
sebagai industri ramah lingkungan dan berkelanjutan. Melalui visi PPM,
perhatian utama pada keberlanjutan lingkungan hidup sembari tetap
berkonstribusi positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di
daerah tambang.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 23


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

2.2.4. Kelembagaan Komunitas Masyarakat Sekitar Tambang


Setiap wilayah pasti memiliki kelembagaan masyarakat, baik berupa
lembaga khusus yang menangani masalah pertambangan maupun yang
dimanfaatkan untuk kepentingan kemasyarakatan secara umum. Demikian
pula dengan masyarakat sekitar tambang di Provinsi Maluku Utara.
Lembaga-lembaga yang ada antara lain lembaga pemberdayaan di
berbagai tingkat pemerintahan, lembaga adat yang terhimpun dalam
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), lembaga komunitas pemerhati
lingkungan seperti: WALHI, Jaringan Tambang (JATAM), Komunitas Forest
Tobelo, Lembaga Mitra Lingkungan (LML) Maluku Utara, dan semacamnya.
Melalui lembaga tersebut, masyarakat merembukkan, merencanakan, dan
melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung kehidupan harian mereka
dan lingkungan di mana mereka tinggal.
Saat ini, kelembagaan secara formal di tingkat desa dikelola oleh
pemerintahan desa melalui berbagai lembaga yang ada. Di setiap desa
terdapat lembaga BPD sebagai perwakilan warga desa dalam
mempertimbangkan setiap program kegiatan. Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES) juga menjadi organisasi penting dalam tata kelola pemerintahan
desa saat ini. Melalui lembaga ini, dana desa dapat dimaksimalisasi untuk
pencapaian keuntungan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan warga.
Kehadiran lembaga-lembaga formal tersebut setidaknya dapat
dimanfaatkan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat di sekitar
tambang demi terwujudnya kemandirian ekonomi warga.
Secara formal, perusahaan yang sedang dan akan melakukan
eksploitasi di sebuah wilayah telah mendapatkan wadah untuk
melaksanakan program CSR mereka. Desa pada dasarnya telah
menyediakan sarana tersebut melalui lembaga desa seperti BPD dan
BUMDES. Hanya saja tata kelola dan hubungan antarlembaga desa dengan
pihak perusahaan masih belum berjalan dengan efektif. Kehadiran Cetak

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 24


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Biru PPM Maluku Utara ini diharapkan menjadi panduan untuk


mengarahkan dan mensistematisasi hubungan-hubungan antara lembaga-
lembaga yang ada dalam masyarakat di sekitar tambang, baik itu lembaga
formal maupun lembaga yang dibentuk oleh komunitas. Berikut data
jumlah BUMDES yang terhimpun dalam direktori Kemendes hingga tahun
2019.

Tabel 2.8. Jumlah Bumdes di Provinsi Maluku Utara hingga tahun 2019

KABUPATEN/KOTA KECAMATAN DESA NAMA BUMDES


Halmahera Barat Ibu Utara Pasalulu Harapan Baru
Jailolo Acango Acango Mandiri
Tuada Maku Ise
Jailolo Selatan Sidangoli Gam Sidangoli Gam
Mari
Toniku
Membangun
Loloda Tuguis Marimoi
Sahu Jara Kore Talaga Rano
Sahu Timur Air Panas Sumber Arum
Gamomeng Sinar Kasih
Golago Kusuma Sri Rejeki
Loce Marimoi Loce
Halmahera Tengah Patani Baka Jaya Baka Mandiri
Cahaya
Kipai
Sejahtera
Wailegi Amijato
Yondeliu Yon Bersatu
Patani Barat Banemo Fadodara
Bobane Indah Maju Bersama
Bobane Jaya Bobane Jaya
Mareala Usaha Baru
Sibenpope Siben Mandiri
Palo Maju
Patani Timur Palo
Bersama
Patani Utara Bilifitu Falgali
Gemia Fagawene
Pantura Jaya Pantura Mandiri
Tepeleo Maju Bersama

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 25


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Pulau Gebe Elfanun Elfanun


Kacepi Kacepi
Umiyal Umiyal
Yang Satu Hati
Weda Fidy Jaya Tanjung Jaya
Nurweda Nurweda
Wedana Wedraya
Were Were Mandiri
Weda Selatan Air Salobar Salobar Jaya
Kluting Jaya Kluting Jaya
Sumber Sari Mawar Merah
Wairoro Indah Wairoro Indah
Weda Tengah Lililef Sawai Lagae Cekel
Woekob Woekob Bersatu
Weda Timur Dotte Dotte
Kotalo Mtumya
Messa Jefetu
Yeke Bukit Uni-Uni
Weda Utara Fritu Anugerah
Gemaf Sumber Kasih
Kiya Falgali
Sagea Sagea Mandiri
Waleh Samdi Mandiri
Halmahera Timur Kota Maba Maba Sangaji Sangaji Mandiri
Soa Laipoh Laipoh Mandiri
Wasile Selatan Bina Gara Mekar Harum
Wasile Karang Taruna
Wasile Tengah Bokimaake Bokimaake
Wasile Timur Tutuling Jaya Papodoy Mandiri
Woka Jaya Tunas Jaya
Halmahera Utara Galela Barataku Soarindu
Mamuya Mamuya Jaya
Pune Salbar Sejati
Simau Rajawali Maju
Soa-Sio Soasio
Towara Towara
Toweka Toweka
Galela Barat Dokulamo Jikorano
Duma Duma
Gotalamo Tarakani Jaya
Kira Kira

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 26


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Ngidiho Masidailako
Samuda Samuda
Soatobaru Sotabaru
Galela Utara Beringin Jaya Ake Malaha
Jere Tua Jere Tua
Salimuli Sejahtera Mulia
Saluta Pugu Jaya
Tutumaloleo Lapi Jaya
Kao Biang Hartun
Goruang Ino Mari'o
Jati Jati
Kao Kao
Kukumutuk Usaha Baru
Kusu Kusu
Kusu Lofra Kusu Lovra
Patang Patang
Popon Hadiai
Soa Sangaji Dim- Soasangaji Dim-
Dim Dim
Sumber Agung Sido Mulyo
Waringin Lamo Mukti Kembang
Waringin Lelewi Gowarl
Kao Barat Beringin Agung Tunas Harapan
Bailengit Bailengit
Gaga Apok Gaga Apok
Kai Kai
Leleseng Leleseng
Makarti Makarti
Margomolyo Margomulyo
Momoda Momoda
Ngoali Ngoali
Parseba Parseba
Pitago Pitago
Sangaji Jaya Sangaji Jaya
Soa Hukum Soahukum
Soa Maetek Soamaetek
Takimo Takimo
Toboulamo Toboulamo
Tolabit Tolabit
Toliwang Marimoi
Torawat Torawat

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 27


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tuguis Tuguis
Wonosari Wonosari
Barumadehe
Kao Teluk Barumadehe
Bisa Mandiri
Tobanoma Maka Malonga
Kao Utara Doro Doro
Wateto Wateto
Loloda Utara Apule Nanga Loloa
Asimiro Akeraha
Doitia Wo Marimoi
Dorume Womakiriwo
Galao Usaha Baru
Gisik Usaha Bersama
Igo Mandiri Jaya
Kailupa Sidadi
Kapa Kapa Homakomoteke
Momojiu Buano Jaya
Ngajam Sigaro Maloa
Womateke
Pacao
Komoteke
Podol Tomariwo
Posi- Posi Bisoa
Supu Posidiahi
Tate Wosidiki
Teru-Teru Matahari
Wori Moi Silo Kolano
Malifut Sosol/Malifut Sosol
Balisosang Balisosang
Bukit Tinggi Tuanane
Gayok Gayok
Mailoa Mailoa
Malapa Malapa
Matsa Matsa
Ngofa Gita Ngofagita
Peleri Sehati
Sabaleh Sabale
Samsuma Usaha Bersama
Soma Harapan Bakti
Tabobo Tabobo
Mari
Tagono
Membangun

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 28


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tahane Usaha Baru


Terpadu Mari Moy
Wangeotek Tunas Harapan
Bumdes Desa
Tobelo Gamsungi
Gamsungi
Bumdes Desa
Gosoma
Gosoma
Bumdes Desa
Kumo
Kumo
Bumdes Desa
Mkcm
Mkcm
Bumdes Desa
Wari
Wari
Tobelo Barat Kusuri Mawar Melati
Sukamaju Horimoi
Tobelo Selatan Efi Efi Efi-Efi
Gamhoku Leleani Maoa
Kupa-Kupa Kupa-Kupa
Selatan (Halehe) Selatan
Leleoto Leleoto
Lemah Ino Misericondia
Paca Paca
Pale Pale
Talaga Paca Talaga Paca
Tioua Tioua
Tobe Tobe
Tobelo Tengah Kali Upa Kali Upa
Lina Ino Lina Ino
Pitu Pitu
Upa Upa
Wko Wiwo
Tobelo Timur Meti Meti
Todokuiha Sehati
Yaro Agape
Tobelo Utara Gorua Selatan Porigaho
Luari Tonamalangi
Popilo Pomario
Ruko Ruko
Tolonua Selatan Tolonuo Selatan
Tolonuo Tolonuo
Pulau Morotai Morotai Jaya Cendana Cendana

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 29


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Hapo Hapo
Pangeo Pangeo Mandiri
Podimor
Pasifik Indah
Padange
Sopi Majiko Berkat Majiko
Titigogoli Pasir Putih
Towara Batu Ruang
Morotai
Daeo Daeo
Selatan
Daeo Majiko Pasifik Bahari
Darame Darame
Daruba Darpan Jaya
Galo-Galo Tola Ngalo
Joubela Poporoco
Porimoi
Juanga
Sejahtera
Koloray Koloray Majang
Morodadi Bina Harapan
Nakamura Bubu Tumi Jaya
Pandanga Hiningamoi
Pilowo Dudubo Jaya
Sabatai Baru Sabatai Baru
Sabatai Tua Mandiri
Totodoku Mano Maaru
Wawama Wamarimoi
Yayasan Mandiri
Morotai
Bobula Angrek
Selatan Barat
Aru Burung Aru Burung
Aru Irian Cengrawasih
Cio Gerong Cio Gerong
Cio Maloleo Porimoi
Cucumare Padaidi
Lou Madoro Tanjung Garam
Ngele-Ngele
Intan Jaya
Besar
Ngele-Ngele
Hidup Pasifik
Kecil
Posi-Posi Cipta Karya
Raja Raja
Tiley Pantai Suka Maju

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 30


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Restu Pertiwi
Tutuhu
Moro Daloha
Usbar Pantai Usbar Teluk
Waringin Waringin
Wayabula Angrek
Morotai Timur Buho-Buho Buho Mandiri
Gamlamo Gamkarya
Gosoma Maluku Terobos
Lifao Lembah Lifao
Mira Makumote
Rahmat Usaha Mandiri
Sangowo Barat Seki Madhoku
Wewemo Maju Bersama
Morotai Utara Bere-Bere Tabailenge
Bido Ake Moro
Goa Hira Hira Bira
Gorua Maloha
Gorua Selatan Citra Usaha
Kenari Nihamara
Korago Sininga Moi
Loleo Jaya Loleo Jaya
Lusuo Ria Jaya
Sakita Misi Socano
Tawakali Peduli
Yao Bijaksana
Kota Tidore
Oba Bale Karya Tani
Kepulauan
Gita Usaha Baru
Koli Damai Sejahtera
Kosa Modetapsa
Kususinopa Kusuma Mandiri
Pesona
Sigela Yef
Halmahera
Talagamori Talaga Rimoi
Talasi Usaha Sejahtera
Todopa Makaeling
Toseho Toseho Marasai
Tului Malingkak Oik
Woda Loa Sebanari
Oba Tengah Akeguraci Akeguraci
Akesai Akesai

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 31


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Aketobatu Aketobatu
Aketobololo Aketobololo
Siokona Siokona
Tadupi Tadupi
Tauno Tauno
Togeme Togeme
Yehu Yehu
Oba Utara Ake Kolano Karya Bersama
Ampera Borero
Balbar Berkah
Bukit Durian Soadaloha
Galala Satu Hati
Garojou Garo Majang
Gosale Poma Riwo
Kaiyasa Akemafu
Oba Oba
Somahode Garaki
Tidore Selatan Mare Gam Ahu Majoma
Mare Kofo Mare Lestari
Tidore Utara Maitara Ampera Raya
Maitara Selatan Sari Maloa
Maitara Tengah Ngusulenge
Maitara Utara Garomoi
Sumber: http://datin.kemendesa.go.id/

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 32


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

2.2.5. Infrastruktur Sekitar Tambang

Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong


produktivitas daerah lingkar tambang. Pembangunan ekonomi membutuhkan
dukungan sarana transportasi dan ketersediaan jaringan listrik yang memadai.
Sistem transportasi antarpulau di Wilayah Kepulauan Maluku Utara khususnya
wilayah lingkar tambang yang mendukung Posisi Maluku Utara dengan kondisi
relatif terisolir dan merupakan wilayah kepulauan adalah transportasi laut dan
penyebrangan yang saat ini masih terbatas. Sementara untuk interkoneksi
transportasi darat dan secara keseluruhan wilayah Maluku Utara dilayani oleh
jaringan jalan sepanjang 5.348 km termasuk daerah lingkar tambang. Jika
dilihat dari sisi kuantitas sebenarnya ketersediaan jaringan jalan di Maluku Utara
untuk mendukung transportasi darat belum cukup memadai.
Secara kualitas, kondisi jalan di Maluku Utara relatif baik, ditunjukkan
dari panjang jalan yang sudah beraspal di provinsi ini. Permukaan jalan beraspal
di Maluku Utara sudah mencapai di atas 50 persen pada tahun 2018,
menunjukkan daya dukung jalan untuk pergerakan barang relatif baik. Kondisi
jalan yang buruk akan meningkatkan waktu tempuh perjalanan dan
membengkakkan biaya distribusi barang antar daerah, yang pada gilirannya
menghambat perekonomian daerah. Dengan adanya perbedaan kapasitas
fiskal antardaerah, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya peningkatan
integrasi jaringan jalan antarwilayah.
Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan
listrik. Konsumsi listrik di Maluku Utara termasuk rendah dan kurang dari rata-
rata tingkat konsumsi listrik nasional sebesar 753,7 kWh. Untuk mengukur
defisiensi terhadap infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu
dengan melihat korelasi antara pendapatan perkapita dan konsumsi listrik
perkapita. Peningkatan kapasitas/suplai listrik wilayah kepulauan dengan
memanfaatkan sumber energi alternatif. Selain itu, bidang Pendidikan,

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 33


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Kesehatan, serta sosial budaya masih sama dengan infrastruktur jaringan jalan
yang hingga kini masih terbilang rendah.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 34


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

2.3. CETAK BIRU (BLUE PRINT) PPM PROVINSI MALUKU UTARA

2.3.1. Filosofi Perencanaan PPM

Merujuk pada Keputusan Menteri ESDM No. 1824 K/30/MEM/2018 tentang


Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM)
sebagai turunan dari Peraturan Menteri ESDM No 25 Tahun 2018 tentang
Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), maka perusahaan
pertambangan minerba pemegang IUP selain wajib melaksanakan PPM sepanjang
beroperasi (dari tahapan eksplorasi hingga pasca tambang), juga wajib membuat
Rencana Induk (Masterplan) PPM yang telah dikonsultasikan dengan seluruh
stakeholder kunci di wilayah operasionalnya serta mendapatkan persetujuan dari
Menteri ESDM atau Gubernur. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat
merupakan perwujudan dari tanggung jawab sosial perusahaan yang harus
memberikan kontribusi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama
komunitas lokal di sekitar wilayah operasi dan membantu terciptanya
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Selain itu, program ini
merupakan salah satu upaya yang diarahkan untuk mencapai kondisi dan kualitas
kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, meliputi community relation (hubungan
masyarakat), community services (pelayanan kepada masyarakat), community
empowerment (pemberdayaan masyarakat) dan community development
(pengembangan masyarakat). Program pemberdayaan yang dilakukan oleh
perusahaan pertambangan bukanlah mengambilalih tanggung jawab pemerintah
dalam pembangunan, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM),
melainkan lebih memperkuat strategi kebijakan pembangunan yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah.
Di Indonesia, pencapaian aspek sosial dalam praktek pertambangan
berkelanjutan relatif tertinggal jika dibandingkan aspek teknis, ekonomi dan
lingkungan. Perlu ada regulasi yang mewajibkan perusahaan tambang membuat
Rencana Penutupan Tambang (RPT). Namun, isi RPT tersebut sangatlah kental
dengan aspek teknis dan lingkungan belaka dan tidak memberikan porsi yang
mencukupi terhadap pembahasan aspek pengelolaan sosial. Sudah lama

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 35


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

dikembangkan indikator untuk menilai secara lingkungan apakah perusahaan


tambang itu sudah boleh dinyatakan selesai kewajibannya, namun belum ada
indikator yang sama untuk menilai pencapaian aspek pengelolaan sosial. Sehungan
dengan itu, dibuthkan sebuah regulasi yang dapat menjadi pedoman perusahaan
tambang dalam menjalankan PPM di sekitar lokasi tambang di mana perusahaan
tersebut beroperasi.
Diterbitkannya keputusan Menteri ESDM No. 1824 Tahun 2018 tentang
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara, menjadi dasar perlunya disusun dokumen
cetak biru (Blue Print) sebagai pedoman bagi badan usaha pertambangan mineral
dan batubara dalam penyusunan Rencana Induk PPM. Di sisi lain, regulasi yang
sama juga mewajibkan pemerintah provinsi yang di daerahnya terdapat
pertambangan minerba untuk menyusun Cetak Biru (Blue Print) PPM sebagai
acuan sekaligus memberikan petunjuk bagi perusahaan-perusahaan
pertambangan minerba yang beroperasi di wilayahnya dalam menyusun Rencana
Induk PPM. Regulasi yang tertuang dalam dokumen cetak biru tersebut
seyogyanya dapat menjadi salah satu alternatif untuk menutupi kekurangan di
atas.
Cetak biru PPM akan memunculkan “goal” yang harus dicapai dalam
pelaksanaan PPM seperti halnya dalam dokumen penutupan tambang. “Goal” PPM
tentunya harus sejalan dengan tujuan dari penutupan tambang agar antara
lingkungan dan pemberdayaan manusianya bisa sejalan. Namun demikian,
sesungguhnya urusan Cetak Biru PPM bukanlah sekadar pemenuhan regulasi
walaupun tentu saja pemenuhan regulasi adalah hal yang teramat penting.
Selain sebagai bukti kepatuhan terhadap regulasi, penyusunan dokumen
Cetak Biru PPM juga menjadi sangat penting untuk mengkolaborasikan seluruh
potensi pembangunan khususnya di provinsi penghasil tambang minerba, baik
potensi yang dimiliki pemerintah (daerah), perusahaan (private sector) maupun
masyarakat. Sejumlah manfaat yang dapat diperoleh oleh seluruh stakeholder
dengan tersusunnya dokumen Cetak Biru PPM antara lain:

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 36


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

1. Pemerintah daerah dapat dengan mudah membuat perusahaan-perusahaan


pertambangan yang beroperasi di daerahnya untuk melakukan
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dengan benar hingga selesai
operasinya, bahkan hingga pascatambang. Tersusunnya dokumen Cetak Biru
PPM setidaknya memberikan warning kepada perusahaan untuk
menuangkan komitmen pelaksanaan pengembangan masyarakatnya sesuai
dengan arahan Pemerintah Provinsi.
2. Masyarakat di sekitar lokasi pertambangan minerba akan terus mendapatkan
manfaat dari pelaksanaan program pengembangan masyarakat sejak tahap
eksplorasi, produksi hingga pascatambang. Hal ini bukan saja menjamin
keberlangsungan penghidupan masyarakat sepanjang masa tambang
beroperasi, melainkan juga setelah perusahaan tambang tidak beroperasi lagi
atau tahap pascatambang. Cetak Biru PPM sebaiknya memanfaatkan
kerangka Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods
Approach), yang dapat mengukur kuantitas dan kualitas modal sumberdaya
manusia, sumberdaya ekonomi, sumberdaya infrastruktur, sumberdaya
sosial dan sumberdaya alam, yang dimiliki oleh masyarakat, baik sebelum
adanya intervensi perusahaan melalui pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat maupun di saat perusahaan sudah mengakhiri tahap operasional
atau pascatambang.
3. Pemerintah provinsi dapat menghindari tumpang tindih program dan projek
pembangunan dan sinergi yang saling menguntungkan dan menguatkan
yang bisa dibangun di antara seluruh pelaku pembangunan daerah. Cetak
Biru PPM ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam upaya
mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronisasikan dan
mensinergikan program pembangunan daerah di tingkat provinsi dengan
program pembangunan di tingkat kabupaten di mana perusahaan-
perusahaan tambang minerba beroperasi, beserta dengan perusahaan
tambang dan masyarakatnya. Oleh karena itu, Cetak Biru PPM tak bisa
dibuat secara unilateral, melainkan harus secara sungguh-sungguh dibangun

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 37


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

bersama para pemangku kepentingan di dalam provinsi bersangkutan,


sehingga benar-benar akan menjadi dokumen yang diakui kredibilitasnya
oleh semua pemangku kepentingan yang terkait.
4. Keberadaan Cetak Biru PPM dapat memberikan harapan kepada masyarakat
dalam meningkatkan kesejahteraannya. Di banyak daerah pertambangan
minerba, konflik masyarakat lokal dengan perusahaan pertambangan
sangatlah menonjol. Cetak Biru PPM bisa meminimalkan hal tersebut,
sehingga konflik yang dapat berdampak buruk bagi tatanan sosial bisa
diminimalkan.
5. Pemerintah provinsi dapat memasukkan seluruh kewajiban sosial (dan
lingkungan) yang berasal dari berbagai regulasi ke dalam Cetak Biru PPM,
sehingga perusahaan pertambangan bisa diarahkan untuk memenuhi seluruh
regulasi tersebut, yang pada akhirnya perusahaan juga bisa memenuhi
seluruh kewajibannya terkait aspek pengelolaan sosial dan lingkungan
dengan baik. Hampir sebagian besar ketidakpatuhan terhadap regulasi
berasal dari ketidaktahuan atas seluruh kewajiban apa saja yang melekat
kepada setiap entitas usaha, sehingga tidak tahu juga bagaimana cara untuk
memenuhi atau melaksanakan kewajiban tersebut. Cetak Biru PPM Provinsi
dapat memberikan penjelasan tentang kewajiban sosial perusahaan
pertambangan minerba agar mereka pada akhirnya menjadi perusahaan
yang mempunyai praktik pengelolaan sosial yang baik (good social
management practices). Akhirnya pemerintah provinsi dapat menjadikan
Cetak Biru PPM sebagai cara yang efektif untuk memberi arah bagaimana
agar perusahaan-perusahaan pertambangan minerba berkontribusi secara
maksimal pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals/SDGs), yang dituangkan ke dalam Rencana Aksi Daerah
(RAD), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi, juga Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi.

Dengan demikian, selain pemenuhan kewajiban yang dinyatakan di dalam


Peraturan Menteri ESDM dan Keputusan Menteri ESDM, sesungguhnya

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 38


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

pembuatan Rencana Induk PPM merupakan peluang bagi seluruh provinsi


penghasil tambang minerba untuk menguatkan sinergi pembangunan, untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang, serta untuk mencapai
target-target SDGs secara lebih optimal. Oleh karena itu, Cetak Biru PPM sangat
perlu untuk segera dibuat oleh seluruh provinsi yang memiliki potensi tambang.

2.3.2. Isu Strategis

Isu strategis pembangunan Provinsi Maluku Utara tahun 2019-2023


merupakan aspek global dalam penentuan kebijakan umum pembangunan jangka
menengah berdasarkan permasalahan pembangunan. Berdasarkan analisa dan
gambaran permasalahan pada urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah
serta memperhatikan permasalahan lingkungan strategis internasional (global)
maupun nasional, selanjutnya dilakukan tahapan analisis guna mengidentifikasi
isu-isu strategis. Identifikasi dilakukan berkaitan dengan permasalahan yang
memiliki pengaruh terhadap pencapaian sasaran pembangunan global maupun
nasional, signifikan terhadap pembangunan daerah dan masyarakat, serta
mempertimbangkan janji politik yang hendak diwujudkan. Maka hasil dari analisis
tersebut, terumuskan 5 (lima) isu strategis, yakni sebagai berikut:

Isu Strategis 1: Kualitas pendidikan dan Kesehatan


Bahwa kualitas pendidikan dan kesehatan di Provinsi Maluku Utara yang
tercermin melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ternyata masih dalam
kategori sedang dan bahkan berada dibawah capaian Nasional. Dalam
menghadapi tantangan ke depan perlu memperhatikan akses pendidikan
berkualitas yang menjangkau semua penduduk, serta mengoptimalkan
manajemen Guru, Pendidikan Keguruan, dan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK). Cakupan akses pendidikan memperlihatkan bahwa telah
terjadi peningkatan partisipasi pendidikan di Provinsi Maluku Utara yang
ditunjukan melalui Harapan dan rata-rata Lama Sekolah, Cakupan terbaik dapat
dilihat pada Angka Partisipasi Pendidikan (APT) yang terus meningkat, terutama
pada jenjang pendidikan S1/DIV, Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 39


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Partisipasi Murni (APM) pada semua jenjang pendidikan, yang cukup signifikan
terutama pada jenjang pendidikan menengah yaitu SMA/SMK/MA/sederajat.
Namun demikian, masih terdapat siswa putus sekolah pada semua jenjang
pendidikan meskipun dengan cakupan yang rendah. Akses masyarakat terhadap
pelayanan pendidikan belum merata, yang ditunjukkan dengan rasio Angka
Partisipasi Murni (RAPM) antara perempuan dan laki-laki pada berbagai jenjang
pendidikan dan antarwilayah perkotaan/perdesaan. Sarana prasarana pendidikan
yang belum memadai, serta peningkatan kualitas guru, dosen, dan tenaga
kependidikan yang terus mengalami perbaikan yang ditandai dengan
meningkatnya persentase guru yang sudah tersertifikasi maupun kualifikasi
pendidikan. Upaya penting lainnya yakni terkait pendidikan vokasi yang berbasis
kharakteristik dan sumberdaya lokal dalam upaya melakukan perencanaan
penawaran tenaga kerja lokal, perluasan kesejahteraan tenaga pendidik baik
negeri maupun swasta dan bantuan operasional pendidikan perlu dikaji lebih lanjut
dalam rangka peningkatan kualitas mutu pendidikan. Peningkatan mutu
pendidikan juga perlu didorong khusus untuk wilayah-wilayah perbatasan, terluar,
tertinggal dan terisolir (3T).
Sementara itu, pada sektor pembangunan kesehatan upaya untuk terus
melakukan yang terbaik terhadap pelayanan kesehatan guna mengakomodasi
kebutuhan jumlah penduduk yang kian bertambah. Terkendalanya akses
masyarakat terhadap fasilitas kesehatan akan berimplikasi pada berbagai masalah
kesehatan. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Balita
(AKBa) masih tinggi, sehingga harus dipastikan setiap persalinan dilakukan di
fasilitas kesehatan. Kasus HIV/AIDS menunjukkan kecenderungan meningkat,
meski prevalensi masih dapat dipertahankan di bawah 0,1persen dari total
populasi. Prevalensi tuberculosis (TB) meningkat. Masih terdapat balita gizi buruk,
gizi kurang, pendek dan sangat pendek meskipun dengan cakupan yang terus
menurun. Angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) masih tinggi. Tenaga
kesehatan yang didayagunakan di fasilitas pelayanan kesehatan belum optimal,
distribusi dan kualitas tenaga kesehatan belum merata. Sarana prasarana

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 40


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

kesehatan yang minim dan terbatas, belum semua desa UCI, serta rendahnya akses
universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, cakupan imunisasi hingga
penjaminan kesehatan. Penanganan penyakit menular dan tidak menular,
meskipun dengan kemajuan yang signifikan dicapai dalam upaya mengakhiri
epidemi malaria dan DBD, yang terus menurun hingga 2017, serta upaya yang tidak
kalah penting terkait perubahan perilaku menuju Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Perhatian lainnya terhadap isu ini di Provinsi Maluku Utara adalah
penguatan kebijakan dan Perundang-Undangan Kesetaraan Gender dan
Pemberdayaan Kaum Perempuan, menghapus segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan anak, tingginya ASFR/meningkatnya median usia kawin dan angka
kelahiran pertama perempuan, rendahnya partisipasi penuh dan efektif serta
kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin, tergambar dari
cakupan keterwakilan perempuan di DPR/DPRD/DPD serta perempuan yang
menduduki jabatan penting di Pemerintahan, masih terdapat Unmet Need
pelayanan KB, rendahnya Pasangan Usia Subur (PUS) yang ber-KB, serta
rendahnya tingkat keterbukaan pasar kerja bagi perempuan di sektor non
pertanian, terlihat dari cakupan kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di
sektor nonpertanian, maupun menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja
(TPAK) perempuan. Serta upaya peningkatan prestasi pemuda dan olahraga serta
seni budaya.

Isu Strategis 2: Pembangunan infrastruktur kewilayahan


Pembangunan infrastruktur kewilayahan dibutuhkan untuk mendukung
peningkatan akses dan kualitas infrastuktur jalan dan sumber daya air, peningkatan
kapabilitas jasa konstruksi daerah, serta optimalisasi dan sinkronisasi kebijakan
penataan ruang daerah maupun manajemen pelayanan angkutan laut, sarana dan
prasarana lalulintas serta angkutan jalan dan kepelabuhanan. Disamping itu, untuk
memenuhi penyediaan air minum, air bersih dan sanitasi serta optimalisasi
penyediaan rumah layak huni dan sarana prasarana dan utilitas perumahan dan
kawasan permukiman, percepatan peningkatan layanan kelistrikan, penguatan
riset dan pengembangan, serta dukungan insentif dalam pemanfaatan energi baru

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 41


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

terbarukan. Pembangunan infrastruktur kewilayahan juga dilakukan untuk


mencegah kerusakan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup, baik kualitas air,
udara, kualitas tutupan lahan, maupun antisipasi, mitigasi, rehabilitasi
kebencanaan dan perubahan iklim, serta optimalisasi pengawasan dan penegakan
hukum dalam pengembangan sektor pertambangan, melakukan pembangunan
dan rehabilitasi jaringan irigasi/waduk/embung/situ/ bangunan penampung air
lainnya, serta konservasi terhadap kawasan sumber air, DAS, infrastruktur energi
dalam upaya mendukung ketahanan pangan, air dan energi. Disamping itu, dalam
upaya memadukan sarana dan prasarana (akses) ke daerah tujuan wisata,
meningkatkan partisipasi, kreatifitas, dan inovasi masyarakat dan dunia usaha
dalam mengembangkan ODTW, meningkatkan kerjasama dan sinergi antar
pemangku kepentingan, serta promosi pariwisata pada segmen pasar nasional
maupun pasar Internasional. Pembangunan infrastruktur kewilayahan dilakukan
untuk membangun sarana dan prasarana Pemerintahan yang belum memadai,
melakukan optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan penerapan
persandian dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, sehingga dapat
meningkatkan pelayanan publik.

Isu Strategis 3: Pembangunan Ekonomi dan Pengelolaan Sumberdaya Alam


Kinerja perekonomian Provinsi Maluku Utara masih terus menunjukkan
kecenderungan meningkat dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi
meningkat dari 6,36persen pada tahun 2013 menjadi 7,67persen pada 2017.
Pencapaian tersebut didorong oleh semakin membaiknya kondisi perekonomian
daerah dengan tingkat inflasi yang relatif rendah, serta PDRB per kapita yang
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Namun demikian, pada beberapa
indikator pembangunan ekonomi lainnya, justru memperlihatkan tantangan besar
kedepan, diantaranya : terjadi penurunan pada tingkat partisipasi angkatan kerja
(TPAK); peningkatan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2017
maupun persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, serta
kesenjangan/angka Koefisien Gini yang mengindikasikan kesenjangan
antarkelompok pendapatan, kesenjangan antarwilayah, dan kesenjangan

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 42


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

kepemilikan aset tanah. Demikian pula halnya dengan Ketahanan pangan daerah
yang masih bermasalah, terindikasi melalui masih adanya penduduk dengan angka
kecukupan energi (AKE) di bawah 1.400 kkal/kapita/hari (penduduk sangat rawan
pangan), serta kualitas konsumsi pangan masyarakat yang diukur dengan skor Pola
Pangan Harapan/PPH (Desirable Dietary Pattern) masih belum ideal. Produktivitas
pertanian juga perlu terus ditingkatkan, pengendalian konversi lahan produktif,
stabilitas harga pangan murah, belum optimalnya pengembangan dan penerapan
produksi bersih, ekolabel, pengembangan dan penerapan efisiensi energi, industri
serta pariwisata ramah lingkungan. Selain itu, belum tertata dengan baiknya
regulasi dan pelayanan investasi yang memberi gairah pada tumbuhnya iklim
usaha, stabilitas keamanan wilayah, dan tata kelola pemerintahan yang belum
memudahkan investasi dan iklim usaha, serta lebih mengedepankan pemerataan
aset dan akses pembangunan, dengan memastikan bahwa semua kelompok
masyarakat bisa terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan. Sementara itu,
pengembangan kawasan industri serta sentra industri kecil dan menengah
diharapkan dapat mendukung upaya hilirisasi sumber daya alam untuk mendorong
pertumbuhan dan kontribusi PDRB industri pengolahan yang lebih tinggi.
Tentunya, dengan memperhatikan peran dari industri skala kecil dan menengah
(IKM), koperasi dan UMKM, serta industri kreatif inovatif berbasis sumberdaya
lokal dan teknologi (Iptek). Disamping itu, upaya terus dilakukan untuk memerangi
Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing oleh karena mempengaruhi
jumlah produksi ikan, serta pengendalian dan penanganan illegal activities
(logging, hunting, encroaching), pencurian plasma nutfah, serta kebakaran hutan
dan lahan, meluasnya kerusakan kawasan hutan (deforestasi) maupun kawasan
konservasi.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 43


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tabel 2.9. Tujuan, Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Maluku Utara Tahun 2019-2024

Misi Tujuan Sasaran Arah Kebijakan

Peningkatan akses dan kualitas layanan


Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat
kesehatan
Membangun Sumber Mewujudkan manusia Meningkatnya taraf pendidikan dan Peningkatan akses dan kualitas layanan
Daya Manusia yang yang sehat, cerdas, kesempatan belajar masyarakat pendidikan
Sehat, Cerdas dan produktif dan
Meningkatnya peran pemuda dalam Pemeliharaan ketenteraman dan
Berbudaya berbudaya
pembangunan, ketertiban;
Meningkatnya apresiasi kebudayaan daerah Peningkatan apresiasi kebudayaan daerah
Menghadirkan Meningkatnya akses infrastruktur dasar dan Peningkatan akses infrastruktur dasar dan
Mengakselerasi
infrastruktur untuk lingkungan hunian layak lingkungan hunian layak
Pembangunan
meningkatkan
Infrastruktur,
kualitas hidup Meningkatnya konektifitas yang mendorong
Konektifitas dan
masyarakat dan integrasi dan daya saing wilayah
Pengembangan Wilayah
kemajuan wilayah,
Meningkatnya daya saing petani/nelayan dan
Peningkatan daya saing petani / nelayan
Membangun menguatnya ketahanan pangan masyarakat
Mewujudkan
Perekonomian Daerah
perekonomian Meningkatnya investasi dan daya saing
yang Inklusif dan Peningkatan daya saing investasi dan
berdaya saing yang pengelolaan sumber daya strategis potensi
Berkualitas dengan perluasan kesempatan kerja
memberikan unggulan yang memperluas kesempatan kerja
Orientasi pada Nilai
kesejahteraan bagi Meningkatnya pembangunan ekonomi inklusif Peningkatan kemandirian Ekonomi
Tambah dan Pengelolaan
semua secara yang memandirikan mayarakat masyarakat
Sumber Daya Alam
berkelanjutan
Berkelanjutan Meningkatkan daya dukung dan fungsi Pemeliharaan Pemeliharaan daya dukung
lingkungan hidup serta perlindungan ekosistem dan fungsi lingkungan hidup

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 44


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

2.3.3. Program Prioritas dan Alternatif Kegiatan Cetak Biru PPM Provinsi
Maluku Utara

Dengan mengacu pada panduan penyusunan Cetak Biru PPM Kementerian


ESDM tahun 2017, program pembangunan Provinsi Maluku Utara yang tertuang
dalam Dokumen RPJMD Provinsi Maluku Utara 2019-2024, kondisi eksisting, dan
kebutuhan masyarakat di sekitar tambang, maka program prioritas
pengembangan PPM di Provinsi Maluku Utara memuat aspek-aspek: (1).
Pendidikan, (2). Kesehatan, (3). Daya Beli Masyarakat (Pendapatan riil /
pengeluaran perkapita), (4) Daya saing nelayan/petani, (5). Kemandirian Ekonomi,
(6). Sosial dan Budaya, (7). Pengelolaan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar
tambang yang berkelanjutan, (8). Pembentukan kelembagaan komunitas
masyarakat dalam menunjang kemandirian PPM; dan (9) Pembangunan
infrastruktur penunjang PPM. Matriks Program prioritas dan alternatif kegiatan
disajikan pada Tabel …. .

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 45


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Tabel 2.10. Matriks Program Prioritas dan Alternatif Kegiatan beserta Indikator yang yang mengacu pada aspek pokok PPM

Arah Kebijakan dan Program


Kode Kegiatan Prioritas Kode Indikator
Prioritas

A. Peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi masyatakat di sekitar tambang IPM (Angka Usia harapan hidup)
A.1 Program Peningkatan Akses dan Mutu Pengembangan keterampilan tenaga medis A.1.1
Pelayanan Kesehatan dan pelayanan kesehatan; Presentase tenaga kesehatan bersertifikasi

A.2 Program Pencegahan dan Penyuluhan dan Pencegahan penyakit A.2.1 Presentase kab/kota mencapai 80 imuisasi
Pengendalian Penyakit menular dasar lengkap
Penanganan Gizi Buruk dan stunting A.2.2 Angka Kematian Ibu dan Anak
Prevelensi Balita Stunting dan Gizi Buruk
A.3 Program Standarisasi dan Inovasi Pengembangan dan Perluasan jangkauan A.3.1 Rasio jumlah posyandu dengan jumlah
Pelayanan Kesehatan layanan posyandu Posyandu Desa masyarakat di lokasi tambang
A.3.2 Meningkatnya pengembangan jumlah
kategori posyandu di lokasi
Pengembangan puskesmas A.3.3 Persentase Puskesmas memberikan pelayanan
sesuai standar
A.4 Program Peningkatan dan Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga A.4.1
Rasio tenaga kesehatan per satuan penduduk
Pengembangan Sumber Daya keseahatan
Kesehatan Peningkatan sarana dan prasarana dasar A.4.2 Persentase Puskesmas / Rumah Sakit per
kesehatan satuan penduduk
Pemanfaatan pekarangan untuk tanaman A.4.3 cakupan pemenuhan ketersediaan obat dan
obat perbekalan kesehatan

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 46


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Arah Kebijakan dan Program


Kode Kegiatan Prioritas Kode Indikator
Prioritas

B. Peningkatan akses dan kualitas layanan pendidikan bagi masyatakat di sekitar tambang IPM (angka rata-rata lama sekolah)
B.1 Program Pembinaan dan Peningkatan kuantitas dan kualitas pendidik B.1.1 Persentase guru tersertifikasi
Pengembangan Pendidik & Tenaga dan tenaga kependidikan dasar 9 tahun B.1.2 Persentase jumlah guru per satuan siswa
Kependidikan Dasar 9 tahun
B.2 Program Optimalisasi Manajemen Pemberian bantuan beasiswa B.2.1 Presentase siswa/mahasiswa penerima
Layanan Pendidikan beasiswa
APS di semua level pendidikan
B.3 Program Pembinaan Pendidikan Pembinaan pendidikan khusus dan B.3.1 Ketersediaan sekolah alternatif
Khusus / Alternatif Pengembangan sekolah alternative (SLTP Perkembangan layanan pendidikan luas biasa
Terbuka, Kelas Jauh, dll)
Penanganan usia PUTUS SEKOLAH B.3.2 Angka putus sekolah
Angka kelulusan
Peningkatan Sarana prasarana pendidikan B.3.3 Jumlah sarana dan prasarana sekolah khusus
khusus / alternatif
B.4 Program Peningkatan dan Pembangunan perpustakaan desa dan B.4.1 Angka Melek Huruf
Pengembangan Literasi Masyarakat perpustakaan keliling Jumlah perpustakaan yang layak

C. Peningkatan Daya Beli Masyarakat Sekitar Tambang (Peningkatan Pendapatan Riil) IPM (Daya Beli)
C.1 Program Pelatihan dan peningkatan Pengembangan model balai latihan kerja C.1.1 Jumlah BLK per kawasan sesuai potensi dan
produktivitas tenaga kerja berbasis potensi lokal; kondisi lokal
C.3 Program Peningkatan penyerapan Meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal C.3.1 Jumlah tenaga kerja lokal yang terserap di
tenaga kerja perusahaan tambang

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 47


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Arah Kebijakan dan Program


Kode Kegiatan Prioritas Kode Indikator
Prioritas

D. Peningkatan daya saing petani/nelayan Nilai Tukar Petani/Nelayan


D.1 Program peningkatan produksi Mengembangkan budidaya perikanan, D.1.1
Jumlah Produksi pertanian dan perikanan
pertanian/peternakan/perikanan hortikultura dan tanaman pangan
Mengembangkan kebun dan ternak terpadu D.1.2 Populasi ternak dan produksi peternakan
D.2 Program Penyuluhan dan Pelatihan Penyuluhan pertanian/perikanan D.2.1 kelompok tani yang meningkat kapasitasnya
D.3 Program Pengolahan dan Pemasaran Pelatihan pengolahan / diversifikasi produk D.3.1 Jumlah produksi olahan
hasil pertanian/perikanan pertanian/perikanan produkpertanian/perikanan
Mengembangkan diversifikasi produk sebagai D.3.2
upaya meningkatkan keanekaragaman Produk olahan
produk olahan
D.4 Program Penanganan daerah rawan Membangun pusat distribusi cadangan D.4.1
Presentase desa rawan pangan
pangan pangan
Pengeluaran per kapita dan tingkat
E. Peningkatan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar tambang
kemiskinan
E.1 Program Pengembangan Industri Kecil Pelatihan dan pengembangan kapasitas E.1.1
Jumlah IKM yang aktif
dan Menengah pelaku usaha kecil;
E.2 Program Pengembangan Ekonomi Pelatihan kwirausahaan E.2.1 Jumlah usaha / perusahaan ekonomi kreatif
Kreatif E.2.2 Model Pengelolaan kawasan
Mengembangkan sentra produksi dan sentra E.2.3
industri pengolahan hasil pertanian dan Ketersediaan pusat produksi
perikanan, serta destinasi pariwisata
E.4 Program Peningkatan Sarana Pembangunan sarana transportasi, tenaga E.4.1
Prasarana Dasar Ekonomi listrik, pengairan, air bersih, dan kuantitaas dan kualitas prasarana dasar
telekomunikasi
E.5 Pengembangan sektor unggulan Pengembangan sektor pertanian, perikanan E.5.1 Luas kawasan wisata, jumlah kunjungan
daerah/Desa dan pariwisata wisata, luas kawasan dan produksi pertanian//

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 48


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Arah Kebijakan dan Program


Kode Kegiatan Prioritas Kode Indikator
Prioritas
perikanan

F. Penguatan Identitas dan Peningkatan apresiasi kebudayaan daerah


F.1 Program Pelestarian dan Festival seni dan budaya F.1.1
Kegiatan rutin Festival
Pengembangan Kebudayaan
F.2 Program Peningkatan pemberdayaan Pengembangan sanggar seni, budaya dan F.2.1
Terbentuknya kelompok kepemudaan
kepemudaan religi lokal
F.3 Program pemberdayaan perempuan Pengembangan pusat konsultasi dan F.3.1 Tersedia gedung konsultasi dan rehabilitasi
dan keluarga Sejahtera rehabilitasi korban pelecahan seksual, KDRT, korban pelecehan seksual, KDRT, dan
dan kekerasan terhadap anak Kekerasan terhadap anak
G. Pemeliharaan daya dukung dan fungsi lingkungan hidup Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
G.1 Program Peningkatan akses Memanfaatkan lahan kosong milik G.1.1
luas lahan yang termanfaatkan sebagai lokasi
masyarakat terhadap lahan bebas milik perusahaan sebagai lokasi
pertanian/peternakan
perusahaan peternakan/pertanian
G.2 Program Pencegahan dan Pembentukan dan Pelatihan Tim tanggap G.2.1
kesiapsiagaan Penanggulangan bencana daerah Terbentuknya tim tanggap bencana
bencana. Pembentukan model desa tanggap bencana G.2.2 Terbentuknya model desa tanggap bencana
Edukasi kebencanaan pada usia sekolah G.2.3 Kegiatan pendidikan kebencanaan pada usia
sekolah
G.3 Program Rehabilitasi Lingkungan Penghijauan/penanaman pohon G.3.1 Jumlah pohon yang ditanam
Pelibatan Masyarakat Setempat dalam G.3.2
Luas hutan dan lahan yang direhabilitasi
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
H. Penguatan Kelembagaan Komunitas
H.1 Program Peningkatan kapasitas Pengembangan Komunitas Wirausaha Muda H.1.1 Terbentuknya kelompok-kelompok usaha
Desa muda di desa

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 49


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Arah Kebijakan dan Program


Kode Kegiatan Prioritas Kode Indikator
Prioritas
H.1.2 Terbentuknya kelompok sadar wisata di desa
Pembentukan kelompok sadar wisata
H.1.4 Terbentuknya kelompok-kelompok pada
berbagai jenis usaha di desa
Pembentukan kelompok tani sesuai potensi H.1.5 Terbentuknya kelompok tani pada beberapa
desa/daerah jenis usaha pertanian
Pembentukan kelompok peternak H.1.6 Terbentuknya pelompok peternak
Pembentukan kelompok perikanan H.1.7 Terbentuknya kelopmpok nelayan
Pembentukan lembaga pendidikan formal H.1.8 Terbentuknya lembaga pendidikan formal dan
dan nonformal nonformal
Pembentukan lembaga /kelompok sadar H.1.9 Terbentuknya kelompok yang sadar akan
kesehatan lingkungan kesehatan lingkungan
H.2 Program Peningkatan Kualitas Hidup Meningkatkan kapasitas dan pelibatan H.2.1 Tingkat partisipasi perempuan di lembaga
Perempuan dan Keluarga perempuan dalam lembaga pemerintah pemerintahan
Tingkat keterjangkauan infrastruktur dasar
I. Peningkatan akses infrastruktur dasar dan lingkungan hunian yang layak
dan lingkungan hunian layak
I.1 Program Fasilitasi Pengembangan Meningkatkan akses masyarakat terhadap I.1.1
Tersedianya jaringan telekomunikasi pada
Infrastruktur Teknologi Informasi dan informasi dan telekomunikasi
masyarakat lingkar tambang
Komunikasi
I.3 Program Pengembangan Kinerja Membentuk kelompok pengelolaan sampah
Pengelolaan Persampahan dan Limbah pada masyarakat lingkar tambang.
I.4 Program Peningkatan Kualitas Penguatan pengetahuan tentang pelestarian
Kawasan Permukiman kawasan permukiman

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 50


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Pertambangan merupakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi bahan alam


pada suatu wilayah untuk dapat dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan bahan
yang di eksplore dari bumi tersebut menghasilkan rupiah-rupiah yang menjadi
pemasukan bagi para pengusaha tambang. Selain menjadi pemasukan bagi
pengusaha tambang, hasil Pemasukan tersebut tidaklah sepenuhnya menjadi
hak milik pengusaha tambang, didalamnya terdapat tanggungan berupa
kerugian alam dan masyarakat. Beban sosial yang harus ditanggung pihak
pengusaha tambang tidak hanya berupa kompensasi belaka. Pengusaha
tambang memiliki kewajiban untuk dapat memajukan daerah tersebut melalui
peningkatan Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) dan Indeks Kesehatan
Masyarakat (IKM). Pembagunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan
pilihan bagi penduduk (enlarging people choice). Indkes ini merupakan indikator
penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup
manusia (masyarakat/penduduk) yang menjelaskan bagaimana penduduk dapat
mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya.
Menurut United Nations Development Programme (UNDP), dalam Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) terdapat tiga indikator komposit yang digunakan
untuk mengukur pencapaian rata-rata dalam pembangunan manusia, yaitu: (1)
lama hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir (life
expectancy at birth); (2) pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama
bersekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas (mean years
of schooling) dan (adult literacy rate); (3) standar hidup layak yang diukur
dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan menjadi kemampuan
daya beli (purchasing power party). Ketiga indikator inilah yang akan dijadikan
komponen dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia di daerah
sekitar tambang. Dengan demikian, maka diharapkan pengambil kebijakan
dapat terpacu untuk berupaya meningkatkan kinerja pembangunan melalui
peningkatan kapasitas dasar penduduknya.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 57


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

A. Peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi masyatakat di


sekitar tambang

A.1 Program Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya angka IPM di


beberapa daerah disebabkan oleh rendahnya akses masyarakat terhadap
layanan pendidikan dan kesehatan yang diakibatkan oleh terbatasnya fasilitas
pendidikan dan kesehatan terutama di daerah-daerah pedesaan. Secara faktual
kondisi kesehatan lingkungan yang tercermin antara lain dari akses masyarakat
terhadap air bersih dan sanitasi dasar juga sangat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat baik dikota, maupun di desa.
Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat,
akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar
kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian
bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin hampir empat kali
lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka
kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, di kawasan timur
Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Persentase
anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk di daerah perdesaan lebih
tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih dan cakupan imunisasi pada golongan miskin lebih rendah
dibanding dengan golongan kaya.
Faktor utama penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia
sebenarnya dapat dicegah dengan intervensi yang dapat terjangkau dan
sederhana. Oleh karena itu kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Masih
rendahnya kinerja pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator,
seperti proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi bayi
yang mendapatkan imunisasi campak, dan proporsi penemuan kasus (Case
Detection Rate) tuberkulosis paru.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 58


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Program peningkatan akses dan mutu pelayanan ini ditujukan untuk


meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas pelayanan kesehatan melalui
puskesmas dan jaringannya meliputi puskesmas pembantu, puskesmas keliling
dan bidan di desa.

A.2 Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak


menular, pendekatan keluarga dan gerakan masyarakat diarahkan pada upaya
to detect (deteksi) yang merupakan upaya deteksi dan diagnosis dini penyakit;
to prevent (mencegah) yang merupakan upaya untuk untuk mengendalikan
faktor risiko terjadinya penyakit; upaya to response (merespon) yang dilakukan
dengan menangani kejadian penyakit, penggerakan masyarakat, dan pelaporan
kejadian penyakit; to protect (melindungi) yang merupakan upaya untuk
melindungi masyarakat dari risiko terpapar penyakit menular dan tidak menular;
dan to promote (meningkatkan) yang merupakan upaya untuk meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat sehingga tidak mudah terpapar penyakit
menular dan tidak menular.
Selain pencegahan penyakit menular, imunisasi dan penanganan gizi
buruk juga perlu dilakukan untuk mengendalikan berbagai macam penyakit.
Pemberian nutrisi yang tepat dan sesuai menjadi langkah yang harus dilakukan
untuk meningkatkan berat badan anak dengan status gizi buruk. Kementerian
Kesehatan pun memperkirakan masih ada 4,7 juta bayi dengan kondisi ini yang
belum terdeteksi. Jika balita kekurangan gizi, tumbuh kembangnya akan
cenderung terhambat dan membuatnya berisiko menghadapi beragam masalah
kesehatan di masa depan.

A.3 Program Standarisasi dan Inovasi Pelayanan Kesehatan

Menurut Undang- undang No. 25 Tahun 2009 menyatakan bahwa,


Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 59


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-


undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan kesehatan merupakan sebuah prioritas yang harus diperoleh oleh
masyarakat. Perusahaan tambang di daerah perlu menciptakan inovasi berbasis
teknologi informasi untuk mempermudah masyarakatnya dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dengan mudah. Adanya inovasi tersebut merupakan
buntut dari diterapkannya otonomi daerah yang dimana daerah diberikan
keleluasaan dalam mengurus urusan rumah tangganya.
Layanan Brigade Siaga Bencana, layanan berbasis elektronik, perekrutan
dokter spesialis di daerah, peningkatan ketrampilan tenaga medis dan
pelayanan kesehatan lainnya merupakan salah satu program inovasi yang
menjadi prioritas untuk dilaksanakan di daerah tambang agar tercipta layanan
yang efektif dan efisien.

A.4 Program Peningkatan dan Pengembangan Sumber Daya Kesehatan

Sumber daya kesehatan merupakan tatanan yang menghimpun berbagai


upaya perencanaan. Diperlukan sarana prasarana kesehatan yang memadai,
pendidikan, dan pelatihan, serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara
terpadu dan saling mendukung untuk dapat mencapai derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya. Tenaga kesehatan adalah semua orang yang
bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, berpendidikan formal
kesehatan atau tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan.
Ada 2 bentuk dan cara penyelenggaraan SDM kesehatan, yaitu:
1. Tenaga kesehatan, yaitu semua orang yang bekerja secara aktif dan
profesional di bidang kesehatan berpendidikan formal kesehatan atau
tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan.
2. SDM Kesehatan yaitu tatanan yang menghimpun berbagai upaya
perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta pendayagunaan tenaga

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 60


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna mencapai


derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Dasar dari peningkatan perencanaan mutu SDM kesehatan adalah
kebijakan peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas, yang dapat dilaksanakan melalui:
• Peningkatan jumlah jaringan dan kualitas Puskesmas, termasuk
mengembangkan desa sehat.
• Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan
• Pengembangan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin
• Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup
sehat
• Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat seak usia
dini
• Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar
• Penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan
• Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk
pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya, serta rumah
sakit kabupaten/kota

A.5 Program Jaminan Kesehatan Masyarakat

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan


akses dan mutu pelayanan kesehatan serta pengendalian pembiayaan
kesehatan, sesuai pasal 66 UU No. 23 Tahun 1992 pemerintah telah
menetapkan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM). Selain itu,
Perlu juga dikembangkan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan bagi
penduduk miskin untuk memberikan jaminan kesehatan bagi mereka yang tidak
mampu membayar dengan sistem asuransi. Dalam meningkatkan mutu layanan
kesehatan di sekitar tambang, perusahaan tambang perlu memprogramkan
jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama bagi peningkatan

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 61


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

akses masyarakat miskin dalam pelayanan kesehatan. Beberapa hasil penelitian


menunjukkan bahwa berbagai program jaminan pelayanan kesehatan mampu
meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan,
walaupun belum mampu memberikan jaminan kepada seluruh penduduk

B. Peningkatan akses dan kualitas layanan pendidikan bagi masyatakat di


sekitar tambang

C.1 Program Pembinaan dan Pengembangan Pendidik & Tenaga Kependidikan

Berbicara mutu pendidikan tentunya tidak lepas dari salah satu


indikatornya yakni pendidik yang kompeten dan professional. Seyogyanya,
komitmen pmerintah daerah Provinsi Maluku Utara sangat strategis dalam
mencapai mutu pendidikan yang dimulai dari pengelolaan sumberdaya yang
baik. Beberapa point penting yang perlu menjadi perhatian dalam program
pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan adalah Tingkat kualifikasi
pendidik dan peta penyebaran tenaga kependidikan di semua level
pendidikan.program-program strategis yang berkaitan dengan pengembangan
dan peningkatan kompetensi tenaga pendidik selayaknya memiliki dampak
terukur sehingga setiap anggaran yang keluar untuk pembinaan dan
pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan memiliki nilai impact
terhadap pelayanan pendidikan yang beruara pada kualitas SDM peserta
didik.program ini memang sangat kompleks, sehingga diperlukan jaringan
kerjasama yang baik antara semua stakeholder termasuk pemerintah daerah,
perusahaan tambang dan lembaga-lembaga sejenis yang menangani guru dan
tenaga kependidikan.

C.2 Program Optimaslisasi Manajemen Layanan Pendidikan

Layanan pendidikan dapat dioptimalkan dengan pemberian beasiswa


perusahaan untuk desa sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan
kapasitas sumber daya manusia di sekitar wilayah tambang. Beasiswa ini
diberikan kepada siswa-siswa yang membutuhkan, baik karena kapasitas

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 62


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

ekonomi yang terbatas maupun karena alasan prestasi. Penyaluran beasiswa


dilakukan melalui meningkatkan sumber daya manusia di lingkungan usahanya,
agar ketika kelak tambang tidak lagi secara langsung menjadi alternatif
pemasukan bagi warga disekelilingnya, mereka tetap berkembang dengan
sumber daya manusia yang semakin baik
Salah satu persoalan mendasar yang dihadapi oleh daerah tambang
adalah meningkatnya angka putus sekolah yang diakibatkan oleh beberapa
faktor, antara lain adalah faktor pengaruh lingkungan keluarga dan teman
sebaya yang ikut keluarga atau teman menambang dengan penghasilan yang
menggiurkan. Pendidikan tidak menjadi prioritas utama, utamanya di kawasan-
kawasan yang memang menjadi daerah tambang. Faktor dorongan orangtua
yang berpindah mengikuti perpindahan lokasi pencaharian juga menjadi alasan
lain. Angka putus sekolah bertalian dengan programpeningkatan layanan
pendidikan yang semakin terbatas jika terus dibiarkan. Pada saat yang
bersamaan, faktor dorongan untuk mengikuti gaya hidup di sekitar tambang
memaksa anak-anak usia sekolah berhenti dan mengikuti gaya yang
berkembang di lingkungan. Sementara itu, tidak stabilnya harga komoditas
penambangan berikut kapasitas produksinya mendorong pendapatan di sektor
tambang semakin berkurang. Di luar karena faktor penambangan, perusahaan
di kawasan tambang dituntut untuk turut serta meningkatkan sumber daya
manusia di lingkungan usahanya, agar ketika kelak tambang tidak lagi secara
langsung menjadi alternatif pemasukan bagi warga disekelilingnya, mereka
tetap berkembang dengan sumber daya manusia yang semakin baik.

C.3 Program Pembinaan Pendidikan Khusus

Permendikbud No. 72 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan


Layanan Khusus pasal 1, menyebutkan bahwa pendidikan layanan khusus
adalah pendidikan bagi peserta didik yang berada di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil dan atau mengalami bencana

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 63


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

alam, bencana sosial dan yang tidak mampu dari segi ekonomi. Sedangkan
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang No.20
Tahun 2003) pasal 32 disebutkan bahwa “Pendidikan khusus (pendidikan luar
biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
dan sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Undang-undang inilah yang menjadi landasan yuridis untuk memberikan
kesamaan hak dalam memperoleh layanan pendidikan yang layak bagi semua
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Tidak akan ada lagi perbedaan dalam hal
pendidikan untuk anak luar biasa.
Dalam perkembangannya, Pendidikan Inklusif di beberapa daerah yang
telah berjalan masih dihadapkan dengan berbagai problema, isu dan tantangan,
misalnya terbatasnya sekolah inklusif, rendahnya partisipasi ABK di sekolah-
sekolah inklusif, paradigma negatif masyarakat terhadap ABK dan sebagainya.
Perlu kerjasama yang baik antara pemangku kebijakan untuk berkordinasi
menyemakan persepsi untuk mencari solusi yang nantinya dituangkan dalam
bentuk program dan kegiatan yang dirumuskan oleh perusahaan tambang yang
beroperasi di daerah. Beberap alternative penyelenggaraan pendidikan khusus
antara lain, sekolah alternative, sekolah terbuka, pendidikan jarak jauh, dan
sekolahluar biasa. Agar program ini Ini dapat diwujudkan, maka aspek sarana
dan prasarana (bangunan sekolah dan fasilitas lainnya), serta kualitas dan
jumlah tenaga pendidik bidang pendidikan alternatif harus ditingkatkan.

C.4 Program Peningkatan dan Pengembangan Literasi Masyarakat

Dibandingkan negara-negara lain di dunia, tingkat literasi anak-anak dan


orang dewasa di Indonesia sangat rendah. Kemampuan membaca, berhitung
dan pengetahuan sains anak-anak Indonesia berada di bawah Singapura,
Vietnam, Malaysia dan Thailand berdasarkan hasil tes PISA (The Programme for
3T 3T 1T

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 64


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

International Student Assessment) yang dirilis Organisation for Economic Co-


1T

operation and Development (OECD) pada 2016.


Literasi rendah berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas bangsa.
Ini berujung pada rendahnya pertumbuhan dan akhirnya berdampak terhadap
rendahnya tingkat kesejahteraan yang ditandai oleh rendahnya pendapatan per
kapita. Literasi rendah juga berkontribusi secara signifikan terhadap
kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan. Perlu ada upaya-upaya khusus
dari pemerintah untuk meningkatkan tingkat literasi Indonesia. Bebrap aupaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah rendahnya tingkat literasi
antara lain:
1. Membangun dan meningkatkan infrastruktur pendidikan terutama
penyediaan listrik, perpustakaan, lab komputer dan akses terhadap
internet serta peningkatan infrastruktur ICT yang saat ini tertinggal di
ASEAN.
2. Merekrut dan meningkatkan kualitas guru,
3. Memasukkan kembali buku bacaan wajib ke dalam kurikulum

C. Peningkatan Daya Beli Masyarakat Sekitar Tambang

Daya Beli Masyarakat Sekitar Tambang dapat ditingkatkan dengan


program-program pemberdayaan seperti pengentasan kemiskinan,
peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan produktivitas tenaga kerja
dan pelatihan tenaga kerja.

C.1 Program Penempatan tenaga kerja

Persoalan ketenagakerjaan sangat erat terkait persoalan kemiskinan,


dimana perluasan kesempatan kerja merupakan salah satu upaya strategis
untuk memutus rantai kemiskinan.
Program penempatan tenaga kerja bertujuan untuk mengurangi
pengangguran dan setengah penganggur bagi masyarakat di sekitar kawasan

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 65


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

tambang melalui perluasan kesempatan kerja diberbagai bidang usaha dengan


sasaran memperluas kesempatan kerja dalam berbagai bidang usaha untuk
menciptakan tenaga kerja mandiri serta tersedianya sistem informasi dan
perencanaan tenaga kerja daerah.
Program ini dapat diterjemhkan ke dalam beberapa kegiatan pokok, antara
lain :
1. Mengembangkan kerjasama pelnyaluran tenaga kerja lokal dengan
industry terkait,
2. Menyempurnakan mekanisme pengiriman, pembinaan, bimbingan dan
seleksi yang lebih tepat serta mengupayakan perlindungan yang
memadai bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan
harapan adanya peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang
dikirim,
3. Meningkatkan pelatihan yang berkaitan dengan pengenalan terhadap
teknologi tepat guna, pengembangan kewirausahaan, serta berbagai
keterampilan pendukung lainnya sehingga tenaga kerja mampu
menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri mapun orang lain,
4. Menginventarisir dan mengkaji potensi kesempatan kerja serta
karakteristik pencari kerja dalam rangka mempertemukan pencari kerja
dan penyediaan lowongan kerja, hal ini menyangkut penyiapan dan
penyebarluasan informasi pasar kerja.

C.2 Program Pelatihan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja

Pelatihan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja dilakukan untuk


menunjang ataupun mendorong peningkatan produktivitas pekerja dengan
maksud agar pekerja bisa lebih efisien dalam melakukan proses produksi dan
perusahaan bisa lebih bersaing dalam hal hasil produksi, apapun itu hasil
produksinya.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 66


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Program pelatihan peningkatan produktivitas tenaga kerja, diharapkan


dapat menambah pemahaman masyarakat pengrajin dibidang dunia usaha
sehingga produk yang dihasilkan dapat meningkatkan perekonomian. Tenaga
kerja dan pengusaha kecil yang mengikuti pelatihan ini diharapkan mampu
menerapkan ilmu yang didapatkan sehingga dapat meningkatkan
kemampuannya dalam berwirausaha. Selain itu tenaga kerja yang mengikuti
pelatihan ini diharapkan dapat melakukan akselerasi untuk peningkatan
ekonominya yang diikuti dengan terbukanya beberapa peluang saat ini.

C.3 Program Pelayanan Pelatihan Tenaga Kerja Industri

Salah satu bentuk pelayanan tenaga kerja industri adalah mengadakan


pelatihan peningkatan keterampilan sesuai dengan potensi masyarakat local.
Untuk mewujudkan program ini, pihak perusahaan dapat mengajak pihak ketiga
untuk mengembangkan program pelatihan yang dapat meningkatkan
ketrampilan para wanita di sekitar tambang. Kegiatan ini dilakukan agar
masyarakat lokal yang memiliki dasar ketrampilan dapat memiliki keahlian yang
bias membantu meningkatkan pendapatan keluarga mereka dan Mendukung
pertumbuhan ekonomi setempat.
Selain pelatihan ketrampilan wanita, pemberian kesempatan magang bagi
mahasiswa berprestasi dapat dilakukan agar para tenaga kerja yang bekerja di
sektor industri memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh perusahaan
tambang.

C.4 Program Peningkatan penyerapan tenaga kerja

Melimpahnya angkatan kerja yang muda dan produktif adalah modal


dasar untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Upaya peningkatan daya
saing dan penyerapan tenaga kerja sektor formal dan nonformal dapat
dilakukan dengan peningkatan kualitas SDM angkatan kerja melalui
pengembangan kompetensi (skill, knowledge, attitude) pada balai-balai latihan

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 67


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

kerja (BLK) yang tersedia untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan
berdaya saing tinggi, serta percepatan sertifikasi, kompetensi.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemberian beasiswa magang/ internship
untuk siswa/mahasiswa berprestasi dan pemberdayaan penganggur dan
setengah penganggur melalui pelatihan dan penerapan program perluasan
kesempatan kerja sektor informal, seperti padat karya, terapan teknologi tepat
guna, tenaga kerja mandiri serta pendampingan usaha.

C.5 Program pengentasan kemiskinan

a) Pemberian pinjaman tanpa bunga

Salah satu masalah yang sering dihadapi para pelaku usaha kecil
menengah adalah terjebaknya mereka dalam skema hutang dari
pemodal akibat bunga yang terlalu tinggi. Untuk mengatasi persoalan
ini, salah satu solusi yang dapat mangatasi kondisi sosial ekonomi yang
memprihatinkan ini adalah melalui implementasi program pemberian
pinjaman tanpa bunga. Jika program ini diterapkan, maka para pelaku
usaha kecil menengah yang ada di seitar tambang dapat memperoleh
modal tanpa harus berurusan lagi dengan lintah darat sehingga mereka
bias memperoleh modal mudah untuk memulai atau mempertahankan
usah mereka. Program ini selain mempermudah peminjam
mngembangkan bisnis tanpa kesulitan mengembalikan pinjaman,juga
efektif dalam mengubah kebiasaan meminjam masyarakat setempat,
terutama pelaku usaha kecil menengah sehingga praktik pinjaman
lintah darat menjadi lebih terbatas.

b) Bantuan Modal usaha tunai


Selain memberikan pinajaman tanpa bunga, program pengentasan
kemiskinan juga dapat dilakukan dengan pemberian bantuan modal
usaha tunai bagi masyarakat kurang mampu untuk digunakan sebagai

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 68


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

modal dalam pengembangan perekonomian yang berada disekitar


pertambangan.
Kegiatan ini dapat diterapkan kepada masyarakat yang memiliki usaha-
usaha kecil seperti kios-kios maupun yang bergerak dalam bidang
bisnis kecil-kecilan, dan usaha-usaha lainnya. Pola penyaluran dana
tunai ini dapat dilakukan ddengan memberikan sejumlah uang secara
tunai kepada setiap kepala keluarga. Sebagian dana CSR beberapa
perusahaan dialokasikan untuk persiapan kegiatan-kegiatan sosial
lainnya sebagai penunjang pelaksanaan beberapa kegiatan yang telah
di laksanakan seperti perayaan antar dusun di desa sekitar tambang
dan pembangunan fasilitas lainnya.
Untuk dapat menumbuhkan wirausaha pemula dan mendukung
penciptaan lapangan pekerjaan dan penanggulangan kemiskinan di
daerah lingkar tambang, pemerintah daerah bersama dengan
perusahan tambang perlu memberikan bantuan berupa hibah atau
bantuan modal usaha bagi mereka yang memutuhkan modal.

D. Peningkatan daya saing petani dan nelayan

Daerah Maluku Utara dikenal sebagai salah satu daerah kepulauan yang
memiliki sumberdaya perikanan melimpah. Meskipun berbentuk kepulauan,
daerah Maluku utara juga memiliki potensi pertanian yang cukup besar. Bahkan
di beberapa daerah, terutama daerah Halmahera bagian tengah dan timur
masih menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu sektir andalannya
disamping sektor perikanan dan pertambangan. Untuk dapat meningkatkan
daya saing petani dan nelayan di daerah ini, beberapa program yang dapat
dilakukan adalah peningkatan produksi pertanian/perikanan, Pengolahan dan
Pemasaran hasil pertanian/perikanan, dan penanganan daerah rawan bencana.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 69


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

D.1 Program peningkatan produksi pertanian/peternakan/ perikanan


Dalam menunjang suplai pangan domestik dan memperbesar kontribusi
sub sektor budidaya terhadap PDRB serta perbaikan struktur ekonomi, maka
peningkatan produksi sektor pertanian/perikanan menjadi sangat penting
dilakukan.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi


baik di sektor pertanian maupun perikanan adalah melalui intensifikasi. Metode
ini dilakukan dengan cara mengelola lahan pertanian / perikanan sebaik
mungkin yang bertujuan meningkatkan hasil produksi. Intensifikasi pertanian
sangat cocok diterapkan untuk daerah dengan potensi lahan pertanian yang
sempit, terutama di pulau-pulau yang berukuran kecil. Pemberian bantuan alat
dan mesin pertanian dari pemerintah dan perusahaaan juga merupakan salah
satu cara untuk membantu petani mulai melakukan pengolahan, panen, hingga
pasca panen.

Diversifikasi pertanian juga merupakan salah satu usaha meningkatkan


produksi pertanian dengan beberapa jenis produksi. Tujuannya untuk
menghindari ketergantungan hanya dari satu jenis tanaman pertanian saja.
Dengan begitu, tanaman lain yang berpotensi menguntungkan juga semakin
dikenal oleh masyarakat. Cara diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan
penanaman beragam jenis tanaman dalam satu lahan pertanian.
Keuntungannya akan berlipat ganda pada saat yang panen dalam lahan yang
sama. Seperti ketika Anda menanam cabai rawit dan tomat sekaligus. Jadi,
ketika dalam satu musim panen terdapat tanaman yang gagal panen masih ada
tanaman lainnya yang dapat dijadikan cadangan sebagai sumber pendapatan
bagi para petani.

Di sektor perikanan, peningkatan produksi dapat dilakukan dengan


mengembangkan inovasi budidaya perikanan dengan sistem bioflok,
pengambangan minapadi, pembangunan sarana prasarana pembenihan.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 70


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

D.2 Program Penyuluhan dan Pelatihan


Penyuluhan pertanian/perikanan sebagai bagian integral pembangunan
pertanian dan perikanan merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani dan
pelaku usaha pertanian lain untuk meningkatkan daya saing, produktivitas,
pendapatan dan kesejahteraannya. Kegiatan penyuluhan pertanian / perikanan
harus dapat mengakomodasikan aspirasi dan peran aktif petani / nelayan dan
pelaku usaha sektor ini melalui pendekatan partisipatif.

E. Peningkatan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar tambang melalui


pengembangan sektor pariwisata, perikanan, dan pertanian

Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 Tahun 2016 tentang Pengembangan


dan Pemberdayaan Masyarakat menyatakan bahwa dalam setiap kegiatan
usaha pertambangan mineral dan batu bara, setiap perusahaan diwajibkan
untuk menyusun dan mempunyai rencana induk pengembangan dan
pemberdayaan bagi masyarakat yang terkena dampak operasional perusahaan
tambang. Beberapa program yang dapat dijalankan dalam meningkatkan
kemandirian ekonomi masyarakat sekitar tambang antara lain; Pengembangan
sekotor unggulan daerah meliputi pariwisata, pertanian dan perikanan,

E.1 Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah


Program pengembangan industri kecil dan menengah merupakan
program berkesinambungan dari program pertanian/peternakan/perikanan di
daerah lingkar tambang, yang dilakukan dengan mebuat produk olahan dari
bahan yang berupa hasil pokok ataupun limbah pertanian, peternakan atau
perikanan

 Pelatihan dan pengembangan kapasitas pelaku usaha kecil


Pelatihan ini ditujukan untuk para ibu rumah tangga ataupun pemuda dalam
mengolah bahan baku menjadi bahan jadi yang bermanfaat, berqualitas dan
bernilai jual, seperti pembuatan manisan pala, sirup pala, anyaman, pupuk
kompos, keripik ikan, dan lain-lain. Pelatihan ini juga harus selalu dipantau

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 71


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

sehingga masyarakat mampu berdiri sendiri sampai produk ini dapat


dipasarkan.
 Pengadaan panduan usaha kecil dan menengah.
Disamping pelatihan masyarakat juga harus diberi panduan yang berisiakan
alat, bahan serta prosedur pembuatan produk, supaya apa yang dipelajari
selama pelatihan dapat diterapkan dan diaplikasikan sehingga dapat
menambah ekonomi dalam keluarga. Perusahaan memiliki peran penting
dalam upaya pengembangan usaha kecil dan menengah ini supaya bantuan
dari perusahan berupa alat ataupun modal dapat digunakan sebagaimana
mestinya dalam upaya menciptakan kemandirian masyarakat di daerah
tambang

E.2 Program Pengembangan Ekonomi Kreatif

Merupakan suatu upaya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan


melalui kreativitas dengan iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki
cadangan sumber daya yang terbarukan. Yang memiliki beberapa ciri-ciri antara
lain:

1. Memliki unsur utama seperti kreativitas, keahlian, dan talenta yang memiliki
nilai jual melalui penawaran kreasi intelektual.
2. Produk berupa barang dan jasa bervariasi, mudah ditiru dan siklus perputaran
cepat.
3. Produk dapat tersedia secara berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan.
4. Peranan pemerintah, perusahaan dan akademisi sangat dibutuhkan untuk
menciptakan kreativitas.

• Pelatihan kewirausahaan

Pelatihan kewirausahaan sangatlah penting bagi masyarakat yang akan


memulai usaha supaya uasahnya dapat berkembang. Pelatihan
kewirausahaan memberikan metode atau tata cara bagaimana suatu

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 72


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

barang memiliki nilai jual yang tinggi, mudah dipasarkan dan memiliki
konsumen tinggi.

• Mengembangkan model pengelolaan kawasan pariwisata terpadu


Pengembangan model pengelolaan pariwisata terpadu yaitu dengan
melihat potensi daerah, karena setiap wilayah memiliki topografi yang
berbeda-beda, sehingga kawasan pariwisata terpadu akan menciptakan
keanekaragaan yang bercirikan keungulan masing-masing daerah.

• Mengembangkan sentra produksi dan sentra industri pengolahan hasil


pertanian dan perikanan, serta destinasi pariwisata.
Suatu daerah akan memiliki kondisi iklim yang berbeda-beda sehingga
akan memunculkan varietas tanaman dan industri yang berbeda pula.
Pengembangan kawasan sentra pertanian, industry dan pariwisata dapat
menciptakan agrowisata yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah
atau desa tersebut.

E.3 Program Pembentukan dan Pemberdayaan Koperasi

Koperasi memiliki fungsi menurut Baga (2009), Koperasi diharapkan


menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjalankan fungsi
representatif bagai seluruh nelayan/petani dan kelembagaan-kelembagaan lain
yang levelnya lebih rendah. Koperasi diharapkan menjadi gerbang tidak hanya
untuk kepentingan ekonomi, tapi juga pemenuhan modal, kebutuhan pasar, dan
informasi.
• Pembentukan dan pemberdayaan koperasi nelayan/tani

Pembentukan koperasi nelayan/tani memiliki peranan sangat esensial


bagi masyarakat dengan pekerjaan pokok sebagai nelayan/petani.
Pasal 4 UU RI No.25/1992 dijelaskan bagaimana fungsi dan peran
koperasi, yakni membangun dan mengembangkan potensi dan
kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya,

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 73


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas


kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian
rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional
dengan koperasi sebagai sokogurunya, berusaha untuk mewujudkan
dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

• Asistensi dan pendampingan teknis pengelolaan koperasi


Pendampingan koperasi sangat penting supaya program-program yang
terdapat didalamnya dapat terlaksana dengan sesuai dan
kesejahteraan anggota koperasi dapat terwujud. Keberlangsungan
ketersediaan bahan produksi pertanian atau peternakan sampai harga
pasca panen akan selalu terkontrol sehingga anggota koperasi tidak
akan kawatir terhadap kelangkaan bahan dan naik turunnya harga

E.4 Program Peningkatan Sarana Prasarana Dasar Ekonomi

Sarana dan prasarana merupakan factor penting dalam distribusi hasil-


hasil usaha, dengan infrastruktur ke sentra perekonomian yang lancar
memudahkan para pelaku ekonomi dalam menyalurkan barang dan jasanya
sehingga barang akan cepat habis terjual sehingga perputaran ekonomi juga
baik.

• Pembangunan sarana transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih,


dan telekomunikasi
Kegiatan ini merupakan sarana utama dalam sistem perekonomian,
meskipun produksi banyak tapi terkendala kondisi jalan yang rusak
maka produk pertanian atau perikanan akan cepat busuk tidak laku
dijual. Ketersediaan listrik, air bersih juga sangat mendukung usaha
masyarakat segala bidang, tanpa adanya listrik yang masuk maka akan
terkendala waktu produksi yang singkat karena hanya bisa dikerjakan
saat terang yaitu ketika matahari sudah terik. Ketersediaan air bersih

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 74


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

akan membuat masyarakat sehat karena, air merupakan kebutuhan


pokok setiap mahkluk hidup tanpa adanya air bersih kehidupan baik
manusia, hewan atau pun tanaman tidak dapat hidup serta tumbuh
subur. Telekomunikasi dala perkembangan saat ini memiliki peranana
yang sangat cepat dalam menyampaikan informasi tentang
ketersedianan barang dan jasa

E.5 Program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Penanganan Fakir Miskin

Kemiskinan merupakan suatu fenomena atau gejala sosial yang nyaris


sama tuanya dengan usia peradaban manusia. Peraturan Menteri Sosial Nomor
2 Tahun 2019 tentang Bantuan Sosial Usaha Ekonomi Produktif Kepada
Kelompok Usaha Bersama Untuk Penanganan Fakir Miskin.

a. bahwa untuk melaksanakan peningkatan kapasitas fakir miskin


dalam mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan
berusaha sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Penanganan Fakir Miskin, perlu diberikan bantuan sosial
permodalan melalui kelompok usaha bersama;
b. bahwa Peraturan Menteri Sosial Nomor 25 Tahun 2015 tentang
Kelompok Usaha Bersama sudah tidak sesuai dengan
perkembangan sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial
tentang Bantuan Sosial Usaha Ekonomi Produktif Kepada
Kelompok Usaha Bersama untuk Penanganan Fakir Miskin;

E.9 Program Pengembangan sektor unggulan daerah

Sektor unggulan yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam


kawasan andalan, belum diterjemahkan ke dalam pemahaman bersama antara
sektorsektor unggulan dan antar pelaku dan pengusaha. Namun, umumnya

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 75


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

didasarkan atas kontribusi pada PDRB, kemampuan kapasitas produksi dan


potensi lahan untuk berproduksi secara kontinyu, prospek dan peluang
pemasaran, keterkaitan industri huluhilir, dampak spasial luas dan keterkaitan
desa-kota, serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung.

Struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara masih didominasi oleh


sektor pertanian. Keberadaan usaha pertambangan belum memberikan
kontribusi yang positif terhadap petumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar
tambang. Pengembangan sektor unggulan daerah khususnya di Maluku Utara
masih terkendala dengan minimnya sarana prasarana pendukung, SDM yang
minim, kurangnya dukungan teknologi yang tinggi, rendahnya posisi tawar dan
rendahnya kualitas produk pertanian, perikanan dan pariwisata. Untuk
mendukung Pengembangan kawasan dan komoditas unggulan daerah,
pemerintah dan perusahaan dalam menjalankan program pemberdayaan dapat
mengoptimalkan kondisi sektor pertanian sebagai sektior yang palign
berkontribusi dalam menyumbang PDRB.

Pengoptimalan sektor unggulan ini dapat dilakukan dengan pengurangan


laju alih fungsi lahan pertanian dan pemanfaatan lahan eks tambang sebagai
kawasan pertania dan peternakan. Selain itu, diperlukan peningkatan kapasitas
SDM petani agar dapat mengelola dan juga diperkerjakan dalam sektor-sektor
0T

unggulan. Peningkatan kualitas dapat dilakukan dengan diadakan pelatihan-


pelatihan terkait sektor-sektor unggulan.

F. Penguatan Identitas dan Peningkatan apresiasi kebudayaan daerah

F.1 Program Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan

Dalam menjaga dan melestarikan suatu kebudayaan yang ada dalam


masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah
melakukan kegiatan festival kesenian daerah, mempelajari budaya daerah, baik
hanya untuk mengenal ataupun untuk mempraktekkannya di kehidupan sehari-

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 76


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

hari. Selain itu, program pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal


dapat juga dilakukan dengan cara mengajarkan budaya tersebut kepada
generasi muda melalui prakte-praktek di kelompok atau lembaga budaya.
Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, kebudayaan lokal dapat bertahan dan
berkembang tanpa menghilangkan nilai-nilai yang terdapat di dalam
kebudayaan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan secara rutin untuk menambah
minat generasi muda dalam melestarikan kebudayaan lokal. Selanjutnya,
kebudayaan lokal yang dapat dilestarikan menjadi identitas masyarakat pemilik
kebudayaan tersebut.

F.2 Program Peningkatan Pemberdayaan Kepemudaan

Dewasa ini pemberdayaan pemuda sangatlah penting untuk mendukung


pembangunan suatu daerah. Program peningkatan pemberdayaan
kepemudaan telah tertuang di dalam UU No. 40 tahun 2009, “Pemberdayaan
pemuda dilaksanakan secara sistematis, dan berkelanjutan untuk meningkatkan
potensi dan kualitas jasmani, mental spiritual pengetahuan, serta keterampilan
diri dan organisasi menuju kemandirian pemuda”, melalui program ini, kegiatan
yang dapat dilakukan adalah pengembangan sanggar seni, pembentukan
kelompok pemuda pemerhati sosial budaya, serta mengikutsertakan pemuda
dalam rencana kebijakan perusahaan.

F.3 Program Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera

Program pemberdayaan perempuan utuk keluarga sejahtera merupakan


program yang proiritas, mengingat karena fenomena yang terjadi sekarang ini
kebanyakan perempuan menjadi objek kekerasan dalam rumah tangga dan
dijadikan sebagai objek seksualitas. Di lain sisi, perempuan dan keluarga
sejahtera merupakan duasisi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Selain itu, perempuan dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat
lingkar tambang dalam posisi yang kurang menguntungkan bahkan cenderung

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 77


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

tidak berdaya dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari tidak
adanya kesempatan dalam mengambil keputusan dalam hidupnya. Oleh karena
itu, kegiatan yang harus dilakukan dalam program ini mencakup kegiatan
membangun pusat konsultasi dan rehabilitasi korban pelecehan seksual, KDRT,
dan kekerasan terhadap anak.

F.4 Program Peningkatan Aktivitas Keberagamaan

Perilaku keberagamaan anggota masyarakat lingkar tambang harus


didukung dengan ketersediaan fasilitas yang memadai. Kebanyakan masyarakat
lingkar tambang di Maluku Utra hanya tidak memiliki gedung pertemuan khusus
utnuk melakukan kegiatan keberagamaan, sehingga bangunan Masjid dan
Gereja menjadi tempat alternatif yang selalu digunakan untuk pertemuan tokoh
agama serta masyarakat penganut agama tersebut. kegiatan yang harus
dilakukan untuk mengembangkan aktifitas keberagamaan masyarakat adalah
menyiapkan gedung peribadatan sekaligus gedung pertemuan tokoh agama.
Setlah fasilitas di bangun, maka penganut agama tersebut akan aktif melakukan
kegiatan keberagamaan selain beribadah. Selain itu, kegiatan yang harus
dilakukan untuk meningkatkan aktivitas kegeragamaan adalah lomba membaca
ayat pendek bagi umat Islam, lomba praktek sholat serta menghafat doa sholat
untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) pada masyarakat lingkar tambang.

F.5 Program Peningkatan Minat dan Bakat Pemuda/Pemudi di bidang


Olahraga
Olahraga merupakan suatu hal yang erat hubungannya dengan
pemuda/pemudi serta memiliki kesamaan minat dan bakat dalam satu wadah
berada di tengah-tengah masyarakat lingkar tambang. Namun minat dan bakat
yang terdapat di dalam diri pemuda/pemudi tersebut sangat membutuhkan
fasiitas sarana prasarana kegiatan olehraga seperti lapangan bola kali, lapangan
voli dan lainnya. Program peningkatan minat dan bakat pemuda/pemudi
tersebut dapat dilakukan kegiatan dalam bentuk pembinaan dan memfasilitasi.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 78


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Adapun kegiatan tersebut dimaksudkan untuk dapat menunjukan bakat, dan


kreatifitasnya di bidang olahraga serta menjalin hubungan silaturahmi dengan
masyrakat luas.

F.6 Program Optimalisasi Peran Tokoh dan Lembaga Adat Sebagai Pranata
Lokal Penyelesaian Konflik
Masyarakat lingkar tambang di Maluku Utara merupakan masyarakat
yang rentan akan konflik antar masyarakat dan antar masyarakat dengan
kariyawan perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka program yang
harus dilakukan adalam bagaimana peran tokoh adat dan lembaga lokal
penyelesaian konflik. Dari program tersebut dapat dilakukan kegiatan seperti
penguatan lembaga adat dan pranata lokal dalam penyelesaian konflik.
Melakukan pencatatan tentang cara-cara pencegahan dan penyelesaian konflik
yang arif. Dari kegiatan tersebut, akan hadir kesepakatan para tokoh adat untuk
merumuskan sebuah aturan yang dapat mengikat masyarakat sebagai bagian
dari aturan-aturan untuk pencegahan konflik antar masyarakat dan perusahaan.

F.7 Program Rekrutmen Tenaga Kerja


Program perekrutmen tenaga kerja untuk masyarakat lingkar tambang
menjadi permsalahan yang ada hampir di semua masyarakat lingkar tambang.
Keluh-kesah masyarakat akan kebijakan perekrutmen pihak perusahaan yang
tidak berpihak terhadap masyarakat lingkar tambang menjadikan program
tersebut sebagai program prioritas yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan
dengan kegiatan-kegiatan seperti Sistem perekrutan dengan menggunakan
kontrak sehingga hak dan kewajiban tertulis jelas sekaligus menjadi jaminan
(sekutritas) bagi berjalannya prinsip keadilan dan non-ekploitatif.

F.8 Program Produksi Petani dan Nelayan Ramah Lingkungan

Program produksi petani dan nelayan ramah lingkungan merupakan


program yang tidak saja dilakukan dengan cara penanaman poho-pohon di
sekitar masyarakat lingkar tambang. Akan tetapi diperlukan juga mengadakan

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 79


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

pelatihan khusus terhadap masyarakat lingkar tambang untuk penguatan


kelompok kerja dalam masyrakat lingkar tambang. Selain menyediakan
lingkungan yang hijau dan pengetahuan masyarakat untuk meningkatkan
produksi petani dan nelayan ramah lingkungan, kegiatan lainnya adalah
penggunaan teknologi tradisional sebagai salah satu terobosan untuk
mempertahankan lingkungan yang nyaman dan aman.

G. Pemeliharaan daya dukung dan fungsi lingkungan hidup

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,


keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.. Daya dukung lingkungan
hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya, sedangkan
Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya. Pemeliharaan yang selanjutnya diimplementasikan dalam program
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan sebuah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum. Pembangunan dan Pemanfaatan fungsi
lingkungan hidup secara berkelanjutan harus dilakukan dengan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa depan
Beberapa program yang dapat mendukung pemeliharaan daya dukung
dan fungsi lingkunga hidup antara lain :

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 80


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

• Pengendalian pencemaran/pengendalian limbah (Bahan Berbahaya


dan Beracun (B3,
• Pengendalian perusakan lingkungan hidup (Tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup),
• Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya alam (Pengelolaan sumber
daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya)
• Pencegahan dan kesiapsiagaan Penanggulangan bencana.
• Peningkatan akses masyarakat terhadap lahan bebas milik
perusahaan

G.1 Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup


Pengedalian pencemaran dapat dilakukan dengan Pengelolaan limbah B3
yakni Kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. Selain
pengelolaan limbah, pengendalian pencemaran lingkungan juga dapat
dilakukan dengan Dumping yakni Kegiatan membuang, menempatkan,
dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi,
waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan
hidup tertentu.

G.2 Program Pemanfaatan lahan eks tambang untuk dijadikan lahan


pertanian/peternakan
Memanfaatkan lahan eks penambangan untuk dijadikan lahan pertanian
atau lahan peternakan sapi yang dikelola oleh masyarakat sekitar. Pemanfaatan
lahan eks tambang menjadi lahan peternakan dapat memberikan memfaat

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 81


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

ganda karena selain sapi tersebut dapat menghasilkan bahan kompos juga
memberi manfaat penghasilan masyarakat dengan menjual sapinya.

H. Penguatan Kelembagaan komunitas

E.10 H.1. Program Pembangunan Destinasi Wisata Berjelanjutan Berbasis


Pemberdayaan Komunitas Lokal Masyarakat Lingkar
Tambang (Community Based Tourism – CBT)
1T

Pembangunan berkelanjutan di sektor pariwisata dikenal dengan konsep


5T 5T

pembangunan pariwisata berkelanjutan (Sustaniable tourism Development),


5T 5T 5T 5T

yang pada intinya mengandung pengertian pembangunan pariwisata yang 5T 5T

tanggap terhadap minat wisatawan dan keterlibatan langsung dari masyarakat


setempat dengan tetap menekankan upaya perlindungan dan pengelolaannya
yang berorientasi jangka panjang. Upaya pengembangan dan pengelolaan
sumber daya yang dilakukan harus diarahkan agar dapat memenuhi aspek
ekonomi, sosial dan estetika. sekaligus dapat menjaga keutuhan dan atau
kelestarian ekologi, keanekaragaman hayati, budaya serta sistem kehidupan.
(WTO,1990).

Secara sederhana pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat


diintegrasikan dalam tiga (3) sasaran utama pencapaian, yaitu :

1. Kualitas sumber daya lingkungan (alam dan budaya), dimana


pembangunan pariwisata harus tetap menjaga keutuhan sumberdaya
alam dan budaya yang ada, serta memperhatikan daya dukung
kawasan.

2. Kualitas hidup masyarakat setempat (sosial ekonomi), dimana


pembangunan pariwisata harus mampu memberikan dampak positif
(benefit) bagi sosial ekonomi masyarakat setempat. seperti
menumbuhkan kesempatan kerja, atau bahkan menjadikannya
sebagai masyarakat yang mandiri secara ekonomi.

3. Kualitas pengalaman berwisata (wisatawan), dimana pembangunan


pariwisata harus peka terhadap tingkat kepuasan wisatawan.,

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 82


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

sehingga menjadikan perjalanan wisata nya sebagai sebuah


pengalaman yang berharga.

Program pengembangan destinasi pariwisata merupakan proses


pengelolaan program pengembangan daerah tujuan pariwisata. Pemberdayaan
masyarakat atau komunitas lokal merupakan paradigma yang sangat penting
dalam kerangka pengembangan dan atau pengelolaan sumberdaya budaya dan
pariwisata. Pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan
pariwisata berarti bahwa pengembangan kegiatan budaya dan pariwisata
merupakan “kegiatan yang berbasis komunitas”, yaitu sumberdaya dan
keunikan komunitas lokal baik berupa elemen fisik maupun non fisik (nilai-nilai,
norma-norma, adat dan tradisi) yang melekat pada komunitas tersebut yang
merupakan unsur penggerak utama kegiatan utama budaya dan tradisi
masyarakat itu sendiri. Di sisi lain komunitas lokal yang hidup dan tumbuh
berdampingan dengan obyek wisata tersebut pasti menjadi bagian dari sistem
ekologi yang saling terkait dengan sumberdaya budaya dan pariwisata.
Pendekatan pengembangan wisata berbasis masyarakat lokal harus
sensitif dan responsif terhadap keberadaan dan kebutuhan komunitas lokal dan
bahwa dukungan dari seluruh komunitas (bukan hanya dari mereka yang
mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung dari kegiatan budaya dan
pariwisata) amat sangat diperlukan bagi keberhasilan pengembangan dan
pengelolaan sumberdaya budaya dan pariwisata di tingkat lokal. Keberasilan
jangka panjang kegiatan (industri) budaya dan pariwisata akan sangat
tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan dari komunitas lokal.
Karena itu, untuk memastikan bahwa pengembangan kegiatan (industri)
budaya dan pariwisata disuatu tempat dikelola dengan baik dan berkelanjutan,
maka hal mendasar yang harus diwujudkan untuk mendukung tujuan tersebut
adalah bagaimana menfasilitasi keterlibatan yang luas dari komunitas lokal
dalam proses pengembangan dan memaksimalkan nilai manfaat sosial dan
ekonomi dari kegiatan budaya dan pariwisata.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 83


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Dalam pengembangan pariwisata berbasis pemberdayaan komunitas


lokal, masyarakat dapat menduduki peran baik sebagai subyek mau obyek.
Masyarakat menjadi pelaku kegiatan wisata yang memiliki pengalaman turun
menurun dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, budaya serta aktifitas
ekonomi sehingga memiliki komitmen yang kuat untuk mengelola secara
berkelanjutan karena menyangkut kepentingan hidup masyarakat lokal.
Sehubungan dengan prinsip pengembangan Desa Wisata lingkar tambang, hal
5T 5T

yang penting yang harus diperhatikan adalah aspek produk, Sumberdaya


Manusia (SDM) Manajemen dan Kelembagaan, Promosi dan Pemasaran serta
investasi.
Aspek produk wisata, pengembangan Desa Wisata harus menekankan 5T 5T

prinsip-prinsip pengembangan produk sebagai berikut :

1. Keaslian (Authenticity).
5T 1T5 1T Pengembangan Desa Wisata, yang
5T 5T

termasuk dalam hal-hal yang sifatnya otentik di antaranya adalah


menjaga tradisi kelokalan, sikap atau kegiatan sehari-hari, nilai-nilai
budaya serta fitur alam yang unik dari suatu desa.

2. Tradisi Masyarakat Setempat (Local Tradition); Tradisi merupakan


5T 1T5 1T

sesuatu yang berakar dan melekat dengan kehidupan masyarakat di


suatu daerah yang menjadi ciri atau karakter budaya yang dipelihara
dari waktu ke waktu. Tradisi harus tetap dijaga dan dilestarikan
karena selain untuk menjaga identitas dari suatu masyarakat, tradisi
yang kuat juga akan menjadi perhatian dan daya tarik sendiri bagi
wisatawan. Dalam hal in Desa Wisata, tradisi masyarakat ini dapat
5T 5T

berupa suatu kearifan lokal (Local Wisdom), adat istiadat, kesenian


musik maupun seni tari, pakaian adat serta makanan khas dari
suatu Desa Wisata.
5T 5T

3. Sikap dan Nilai (Attitudes and Values). Sikap dan nilai suatu
5T 1T5 1T

kebudayaan perlu ditunjang tinggi terutama oleh masyarakat

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 84


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

setempat untuk menghindari degradasi nilai akibat pengaruh buruk


yang dapat ditimbulkan dari kunjungan wisatawan. Wisatawan yang
menghargai sikap dan nilai warisan budaya serta pola kehidupan
masyarakat lokal dapat meningkatkan rasa kebanggan masyarakat
itu sendiri terhadap warisan budayanya sehingga mereka dengan
akan membuat masyarakat menjaga, mempertahankan, dan
melestarikan warisan budaya mereka. Sikap dan nilai yang baik dapat
ditunjukan dengan perilaku yang baik, ramah terhadap wisatawan,
dan tegas terhadap aturan-aturan yang dipegang.

4. Konservasi dan daya dukung kawasan (Conservation dan Carrying


5T 1T5

Capacity), Pengembangan Desa Wisata harus memperhatikan


1T 5T 5T

prinsip-prinsip pelestarian dalam memanfaatkan potensi wisatanya


agar tidak melampaui daya dukung lingkungan. Kapasitas maksimum
daya dukung (Carrying Capacity) dari suatu destinasi wisata perlu
diperhatikan dalam menyokong kebutuhan berbagai pemamfaatan
agar tidak merusak alam, budaya maupun lingkungan. Dalam
pengelolaan Desa Wisata, upaya konservasi dapat dilakukan dalam
5T 5T

pengaturan pola kunjungan, waktu kunjungan, zonasi kawasan serta


penetapan daya dukung fisik (lingkungan) dan non fisik (budaya dan
masyarakat)
Alternatif kegiatan prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
destinasi wisata antara lain:
1. Meningkatkan kerjasama dengan swasta dalam hal investasi dan
kerjasama dengan masyarakat serta stakeholder lainnya yang diawali
dengan penyederhanaan mekanismedan izin usaha.
2. Meningkatkan upaya sumber dana dari pihak swasta, termasuk
perusahaan tambang dan pemerintah provinsi melalui Dana Alokasi
Khusus dan Bantuan Keuangan Bersifat Khusus. Anggaran ini agar
diprioritaskan untuk meningkatkan ketersediaan fasilitas, sarana dan

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 85


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

prasarana pariwisata (aksesibilitas dan amenitas wisata), dan prasarana


pendukung pariwisata lainnya.
3. Menjalin kerja sama dengan Lembaga lain yang kompeten di bidang
pariwisata dalam hal pemanfaatan objek wisata yang berada berada
dalam kawasan ODTW.
4. Menguatkan tata kelola kelembagaan pariwisata dengan menggiatkan
sosialisasi dan pembinaan kelompok sadar wisata dan kelompok sejenis
lainnya yang terkait dengan ekowisata.
5. Meningkatkan Promosi dan Pemasaran Yang Fokus dan Selektif.
6. Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan professional di bidang
pariwisata

Beberapa alternatif kegiatan pengembangan destinasi wisata dijabarkan


sebagai berikut:

• Sumberdaya Manusia yang Kompeten dan Profesional


Pengembangan Desa Wisata harus didukung dengan Sumberdaya
5T 5T

Manusia yang berkualitas, berkompeten, memahami dan mengerti prinsip-


prinsip dan konsep Desa Wisata, bekerja dengan jujur, totalitas serta
memiliki loyalitas yang tinggi terhadap kewajibannya. Sumberdaya Manusia
pengelola kegiatan Desa Wisata harus memiliki kemampuan penguasaan
5T 5T

berbagai unsur lokalitas Desa sebagai kekuatan daya tarik utama.

• Pengelolaan dan Pengembangan Desa Wisata


Pengembangan Desa Wisata perlu didukung dengan manajemen atau
5T 5T

pengelolaan dengan kelembagaan yang solid, fleksibel dan sederhana serta


dinamis. Kelembagaan pengelolaan Desa Wisata seharusnya bersifat
5T 5T

mandiri, melibatkan tokoh Desa dan masyarakat setempat serta berbasis


pada asas manfaat bukan asas keuntungan (profit oriented), keterlibatan
masyarakat lokal merupakan unsur utama dalam pengelolaan Desa Wisata ini
5T 5T

untuk mengambil bagian aktif dalam semua proses, meliputi perencanaan,

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 86


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

pelaksanaan dan pengawasan, termasuk didalamnya pengusahaan kegiatan


ekonomi yang bisa dikembangkan dari Desa Wisata (Micro Small and
5T 5T

Meddium Enterpreneurship) dengan demikian masyarakat akan tumbuh rasa


memiliki (sense of belonging) terhadap perkembangan pariwisata di desanya,
5T 5T

sebagai pengelola sekaligus penerima manfaat.

• Promosi dan Pemasaran Yang Fokus dan Selektif


Karakter kegiatan wisata pedesaan sebagai bentuk wisata alternative,
menuntut pengembangan strategi promosi dan pemasaran yang lebih
terfokus dan selektif dengan kombinasi promosi OnLine ( media Digital,
Elektronik) maupun offline (Roadshow, FamTrip)

• Investasi yang berorientasi pada aset lokal


Investasi merupakan bagian dalam perencanaan dan
pengembangan pariwisata di suatu Desa Wisata, baik berwujud pendanaan
5T 5T 5T 5T

maupun aset fisik (bangunan, lahan, kendaraan, dll) yang selanjutnya akan di
daya gunakan untuk pengembangan potensi yang merupakan daya tarik bagi
pengunjung. Selain Investasi yang berasal dari masyarakat setempat, juga
dapat diperoleh dari pihak luar (investor) dengan persyaratan yang saling
menguntungkan (win win solution) untuk memajukan Desa Wisata dengan 5T 5T

tetap mengutamakan masyarakat lokal sebagai aktor dan penerima manfaat


utama.

H.2. Program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga

Kelembagaan komunitas dalam berbagai aspek kehidupan perlu dibentuk


dan dikembangkan, agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Kelembagaan yang dibentuk
harus berdasarkan dengan kebutuhan dalam masyarakat, dan berkaitan dengan
beberapa bidang tertentu yang dianggap mendukung aktivitas masyarakat,
seperti kelembagaan komunitas dalam bidang pendidikan, sosial budaya,
ekonomi, kesehatan, lingkungan, peternakan, pertanian dan perikanan.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 87


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Penguatan kelembagaan komunitas yang sudah ada dan yang baru


dibentuk di desa harus dilakukan, agar lebih berdaya saing untuk dapat
menggerakkan perekonomian di desa. Kelembagaan komunitas harus
diarahkan dan disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat desa setempat.
Kelembagaan komunitas dalam bidang ekonomi berupa kelompok-
kelompok usaha kecil yang dibentuk untuk memotivasi masyarakat berjiwa wira
usaha. Kelembagaan komunitas di bidang kesehatan diberdayakan agar
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Kelembagaan komunitas di
bidang sosial budaya bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang hidup
dalam masyarakat. Demikian halnya dengan kelembagaan komunitas di bidang
pertanian, peternakan dan perikanan, harus di bentuk dan dikuatkan agar
terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.

I. Peningkatan akses infrastruktur dasar dan lingkungan hunian yang layak

I.1 Pengembangan Sumber Air


Sumber daya air yang terdiri atas air, sumber air, dan daya air memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat di segala bidang
baik sosial, ekonomi, budaya, politik maupun ketahanan nasional.
Pengembangan sumber daya air adalah merupakan upaya pendayagunaan
sumber-sumber air secara terpadu dengan upaya pengelolaan, pengendalian
dan pelestariannya. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam program ini adalah
menyediakan sumber daya air bersih untuk kebutuhan masyarakat lingkar
tambang. Program ini dilakukan karena lingkungan masyarakat lingkar
tambang yang terdampak limbah perusahaan sehingga masyarakat kekurangan
mendapatkan sumberdaya air bersih.

I.2 Program Fasilitasi Pengembangan Infrastruktur Teknologi Informasi dan


Komunikasi

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 88


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Kebutuhan masyarakat lingkar tambang akan informasi teknologi dan


komunikasi menjadi sangat penting, namun kondisi yang dihapi oleh
masyarakat sekarang ini sangatlah prihatinkan. Kegiatan yang mestinya
dilakukan pada masyarakat lingkar tambang berupa peningkatan akses
masyarakat terhadap teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini yang
memudahlan masyarakat untuk mengakses informasi dan dapat melakukan
komunikasi dengan masyarakat luar serta dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai kebutuhan hidup diluar yang dapat dikembangkan di masyarakat itu
sendiri melalui informasi dan komunikasi tersebut.

I.3 Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Limbah


Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan adalah salah
satu program yang dilaksanakan dalam rangka optimalisasi pengelolaan
sampah di wilayah lingkar tambang. Program tersebut dapat dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan diantaranya; Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaaan
persampahanPemantauan Kualitas Lingkungan, Peningkatan Operasi dan
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana TPA *). Pengkajian Dampak Lingkungan,
Pembinaan kelompok msayrakat untuk peningkatan kreatifitas pengelolaan
sampah di wilayah lingkar tsambang. Terkelolanya persampahan memegang
peranan yang sangat penting, sebab dengan adanya lingkungan yang
bersih tersebut masyarakat dapat merasakan manfaat sehingga ikut
berpartisipasi dalam menjadikan lingkungan yang bersih, indah, sehat dan
memberikan kontribusi yang riil kepada masyarakat lingkar tambang.

I.5 Program Penyediaan Perumahan


Program penyediaan perumahan tentunya dapat membantu masyarakat
yang tidak mampu/miskin. Berbagai macam kegiatan dapat dilakukan untuk
implementasi program tersebut, salah satunya adalah menyediakan rumah
layak huni untuk masyarakat lingkar tambang yang tidak mampu dengan kredit
yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 89


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 9


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara masih rendah
secara nasional, meski menunjukkan adanya tren peningkatan dari
tahun ke tahun. Cetak Biru PPM merupakan salah satu acuan penting
bagi perusahaan dalam mendukung upaya pemerintah bagi
peningkatan IPM di masa yang akan datang.
2. Maluku Utara memiliki potensi sosial budaya yang besar dalam
mendukung aktivitas perusahaan tambang dan kebijakan
pemerintah terkait pengelolaan pertambangan di Maluku Utara.
Karena itu, perlu upaya pengaktualisasian potensi ini agar sinergitas
antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah tumbuh dan
berkembang berdasarkan nilai budaya lokal pada masyarakat sekitar
tambang.
3. Dengan memperhatikan kondisi masyarakat saat ini dalam berbagai
aspek, keterlibatan perusahaan pertambangan dalam
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat harus dilakukan
secara terarah dan sistematis dalam mencapai tujuan bersama bagi
pembangunan Provinsi Maluku Utara, melalui suatu dokumen Cetak
Biru PPM.
3.2. REKOMENDASI
1. Masih tingginya kesenjangan ekonomi yang disebabkan oleh
rendahnya aksesibilitas sarana dan prasarana ekonomi dan sosial,
terutama masyarakat di pedesaan, pada masyarakat Maluku Utara
secara umum, dan sekitar tambang secara khusus, sehingga perlu
upaya peningkatan kesejahteraan melalui pengembangan sektor
pertanian dan perikanan yang menjadi tumpuan utama masyarakat,
dengan melibatkan berbagai pihak khususnya perusahaan tambang.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 90


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

2. Masih adanya ketimpangan infrastruktur dan akses layanan


pendidikan pada masyarakat sekitar tambang sehingga perlu
keterlibatan perusahaan tambang secara sinergis dengan pemangku
kepentingan lain (pemerintah dan masyarakat) dalam meningkatkan
pembangunan infrastruktur sekitar tambang.
3. Kualitas kualitas sumber daya manusia pada masyarakat sekitar
tambang masih rendah sehingga perlu upaya peningkatan SDM
melalui program/kegiatan secara terpadu dan sinergis di antara para
stakeholders.

3.3. Kaidah Pelaksanaan


Berdasarkan substansi berbagai regulasi dan substansi cetak biru PPM ini,
maka kaidah pelaksanaan cetak biru PPM Provinsi Maluku Utara 2019-2024
adalah sebagai berikut:
1. Gubernur menetapkan dokumen Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan
dan Pemberdayaan Masyarakat pada Wilayah sekitar Tambang Mineral
dan Batubara di Maluku Utara dengan regulasi dalam bentuk Peraturan
Gubernur.
2. Gubernur melalui perangkat daerah yang menangani urusan Energi dan
Sumberdaya Mineral mensosialisasikan isi Cetak Biru PPM Maluku Utara
kepada perusahaan pemegang IUP pertambangan mineral dan batu bara
dan kepala daerah Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Maluku Utara.
3. Gubernur melalui perangka daerah yang menangani urusan Energi dan
Sumberdaya Mineral memastikan bahwa perusahaan pemegang IUP dalam
menyusun RIPPM mengacu kepada program dan indikator keberhasilan
program yang termuat dalam Cetak Biru PPM ini, termasuk memastikan
bahwa indikator output dari kegiatan serta target kinerja dari kegiatan yang
termuat dalam RIPPM perusahaan pemegang IUP konsisten untuk
berkontribusi terhadap pencapaian indikator keberhasilan outcome
program yang termuat dalam cetak biru PPM.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 91


Provinsi Maluku Utara
Cetak Biru (Blue Print) Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Provinsi Maluku Utara 2019-2024

4. Gubernur melalui perangkat daerah yang menangani urusan energi dan


sumberdaya mineral memastikan bahwa perusahaan pemegang IUP
tambang minerba memuat rencana program dan kegiatan untuk PPM
dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) dengan alokasi
anggaran yang secara rasional bisa memenuhi target kinerja PPM yang
direncanakan.
5. Gubernur melalui perangkat daerah yang menangani urusan energi dan
sumberdaya mineral melaksanakan pembinaan dan pengawasan dengan
menggunakan indikator keberhasilan program dalam cetak biru PPM
sebagai acuan dalam menilai keberhasilan capaian output kegiatan yang
diimplementasikan perusahaan pemegang IUP berdasarkan RIPPMnya.
6. Perusahaan pemegang IUP tambang minerba wajib mengimplementasikan
RIPPM-nya dan melaporkan capaian kinerjnya setiap tahun kepada
Gubernur melalui perangkat daerah yang menangani urusan energi dan
sumberdaya mineral.
7. Perusahaan pemegang IUP tambang minerba bermitra dengan pemerintah
kabupaten/kota dalam menyelenggarakan PPM, termasuk dalam
pembentukan dan berfungsinya forum multistakeholder untuk koordinasi
penyelenggaraan PPM.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 92


Provinsi Maluku Utara
PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA`
NOMOR 12 TAHUN 2012

TENTANG

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR MALUKU UTARA,

Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara merupakan


kegiatan usaha pertambangan yang mempunyai peranan penting dalam
memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi
nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan;
b. bahwa mineral dan batubara merupakan sumber daya alam tak terbarukan,
pengelolaan pengusahaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien,
transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
c. bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka Peraturan Daerah
Provinsi Maluku Utara Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Usaha
Pertambangan Umum sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan
pengaturan kembali di bidang pertambangan yang dapat mengelola dan
mengusahakan potensi bahan tambang secara mandiri, andal, transparan,
berdaya saing, efisien dan berwawasan lingkungan guna menjamin
pembangunan daerah secara berkelanjutan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi
Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat
(Lembaran Negara Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3895);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008; 5.
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


PROVINSI MALUKU UTARA
dan
GUBERNUR MALUKU UTARA
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN


PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Maluku Utara.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
3. Gubernur adalah Gubernur Maluku Utara.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku Utara.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan
urusan Pemerintahan Daerah dibidang tertentu yang dibentuk dengan Peraturan Daerah.
7. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut PPNSD adalah Pejabat
Pegawai Negeri Sipil Daerah tertentu di Lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara
yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan
Daerah.
8. Pelaksana Inspeksi Tambang adalah aparat pengawas pelaksana peraturan keselamatan dan
kesehatan kerja di lingkungan pertambangan mineral dan batubara.
9. Kepala Teknik Tambang yang selanjutnya disebut KTT adalah seseorang yang memimpin
dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundang-undangan
keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu kegiatan usaha pertambangan di wilayah yang
menjadi tanggung jawabnya.
10. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
11. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan
kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik
dalam bentuk lepas atau padu.
12. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa
tumbuh-tumbuhan.
13. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau
batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.
14. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi,
termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
15. Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara adalah serangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan, penetapan wilayah, perijinan pertambangan mineral dan batubara sampai
dengan reklamasi dan pascatambang.
16. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
17. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan
usaha pertambangan.
18. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi
mineral dan/atau batubara dan terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang
merupakan bagian dari tata ruang nasional.
19. Wilayah Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari Wilayah
Pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
20. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang
diberikan kepada pemegang IUP.
21. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
24. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP
Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.
25. IUP Operasi Produksi khusus adalah IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan
penjualan atau khusus untuk pengolahan dan pemurnian;
26. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi
geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
27. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara
terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya
terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
28. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi
secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis
usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan
pascatambang.
29. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi,
penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana
pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
30. Konstruksi Pertambangan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan
pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
31. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral
dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
32. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu
mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
33. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau
batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat
penyerahan.
34. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral
dan batubara.
35. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang
didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
36. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha
pertambangan.
37. lzin Usaha Jasa Pertambangan yang selanjutnya disebut IUJP, adalah izin yang diberikan
kepada Pelaku Usaha Jasa Pertambangan untuk melakukan kegiatan usaha jasa.
38. Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disebut SKT, adalah surat keterangan tanda
terdaftar yang diberikan kepada Perusahaan Usaha Jasa Pertambangan Non Inti.
39. Usaha Jasa Pertambangan adalah usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan
dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan.
40. Usaha Jasa Pertambangan Non Inti adalah usaha jasa selain usaha jasa pertambangan yang
memberikan pelayanan jasa dalam mendukung kegiatan usaha pertambangan.
41. Klasifikasi adalah penggolongan bidang usaha jasa pertambangan berdasarkan kategori
konsultan, perencana, pelaksana dan pengujian peralatan.
42. Kualifikasi adalah penggolongan usaha jasa pertambangan berdasarkan kemampuan jenis
usaha jasa pertambangan yang dapat dikerjakan.
43. Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal adalah perusahaan jasa yang berbadan hukum
Indonesia atau bukan berbadan hukum, yang didirikan di kabupaten/kota atau provinsi, yang
seluruh modalnya berasal dari dalam negeri dan beroperasi dalam wilayah kabupaten/kota
atau provinsi yang bersangkutan.
44. Perusahaan Jasa Pertambangan Lain adalah perusahaan yang didirikan berbadan hukum
Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
45. Afiliasi adalah badan usaha yang mempunyai kepemilikan saham langsung dengan
pemegang IUP.
46. Divestasi saham adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada
peserta Indonesia.
47. Badan Usaha Swasta Nasional adalah badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun
yang bukan berbadan hukum, yang kepemilikan sahamnya 100% (seratus persen) dalam
negeri.
48. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN, adalah BUMN yang bergerak
di bidang pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
49. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disebut BUMD, adalah BUMD yang bergerak
di bidang pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
50. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
51. Masyarakat adalah masyarakat yang berdomisili di sekitar operasi pertambangan.
52. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang selanjutnya disebut AMDAL, adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dari/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
53. Upaya Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya disebut UKL dan Upaya Pemantauan
Lingkungan yang selanjutnya disebut UPL, adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang
tidak wajib melakukan AMDAL.
54. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk
menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat
berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
55. Jaminan Reklamasi adalah dana yang disediakan oleh perusahaan sebagai jaminan untuk
melakukan reklamasi.
56. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan,
lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja, dan bertujuan
mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan resiko kecelakaan kerja (zero accident).
57. Lingkungan Pertambangan adalah lindungan lingkungan pertambangan yang merupakan
instrumen untuk memproteksi lingkungan hidup yang terkena dampak kegiatan usaha
pertambangan pada wilayah sesuai dengan AMDAL atau UPL dan UKL.
58. Kegiatan pascatambang yang selanjutnya disebut pascatambang adalah kegiatan terencana,
sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan
untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di
seluruh wilayah penambangan.
59. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik
secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
60. Pembinaan adalah segala usaha dan kegiatan yang mencakup pemberian pengarahan,
petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pelaksanaan Pengusahaan
Pertambangan Mineral dan Batubara.
61. Pengawasan adalah segala usaha dan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin keamanan
lingkungan dan tegaknya peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan Mineral
dan Batubara.
62. Inspektur Tambang adalah Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan
teknis atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengelolaan pertambangan mineral dan/atau batu bara dilakukan berasaskan:
a. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan;
b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
c. Partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;
d. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pasal 3
Dalam rangka mendukung pembangunan daerah yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan
mineral dan batubara adalah:
a. Menjamin efektifitas dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna,
berhasil guna, dan berdaya saing;
b. Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan hidup;
c. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber
energi untuk kebutuhan dalam negeri;
d. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan daerah agar lebih mampu bersaing
ditingkat regional dan internasional;
e. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan
kerja untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat;dan
f. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan
batubara.

BAB III
RUANG LINGKUP PENGELOLAAN, KEWENANGAN DAN PENGGOLONGAN
BAHAN TAMBANG
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Pengelolaan
Pasal 4
Ruang Lingkup Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara meliputi :
a. Perencanaan WP;
b. Pengusulan WP dan Perubahan WP;
c. Penetapan WIUP;
d. Pemberian dan Penciutan WIUP;
e. Usaha Jasa Pertambangan
f. Pemberian IUP;
g. Pemberian IUJP;
h. Pemberian SKT;
i. Hak dan Kewajiban;
j. Pendapatan Daerah;
k. Pembinaan dan Pengawasan;
l. Reklamasi dan Pascatambang;
m. Penyelesaian Sengketa.
Bagian Kedua
Kewenangan Pemerintah Daerah
Pasal 5
Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi kegiatan pada lintas wilayah kabupaten/kota
dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil.
Bagian Ketiga
Penggolongan Bahan Tambang
Pasal 6
Penggolongan komoditas dalam Pertambangan Mineral dan Batubara yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah sebagai berikut:
a. Mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak,
timbal, seng, timah, nikel, mangaan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa,
wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimoni, kobalt, tantalum, cadmium, galium,
indium, yitrium, magnetit, besi, galena, alumina, niobium, zirkonium, ilmenit, khrom, erbium,
ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, niobium, neodymium, hafnium,
scandium, aluminium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride,
stronium, germanium, dan zenotin;
b. Mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit,
yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit,
ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit,
kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping
untuk semen;
c. Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap
(fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah
liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu
terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit,
kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil
berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah
(laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral
logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi
pertambangan; dan
d. Batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan gambut.

BAB IV
PERENCANAAN WILAYAH PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
Perencanaan WP disusun melalui tahapan:
a. Inventarisasi potensi pertambangan; dan
b. Penyusunan rencana WP.
Bagian Kedua
Inventarisasi Potensi Pertambangan

Pasal 8
(1) Inventarisasi potensi pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, ditujukan
untuk mengumpulkan data dan informasi potensi pertambangan yang dapat digunakan
sebagai dasar penyusunan rencana penetapan WP.
(2) Potensi pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelompokkan atas:
a. Pertambangan mineral; dan
b. Pertambangan batubara.
(3) Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikelompokkan
ke dalam 4 (empat) golongan komoditas tambang yaitu:
a. Mineral logam;
b. Mineral bukan logam;
c. Batuan; dan
d. Batubara.
Pasal 9
(1) Inventarisasi potensi pertambangan dilakukan melalui kegiatan penyelidikan dan penelitian
pertambangan.
(2) Penyelidikan dan penelitian pertambangan dilakukan untuk memperoleh data dan informasi.
(3) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat:
a. Formasi batuan pembawa mineral logam dan/atau batubara;
b. Data geologi hasil evaluasi dari kegiatan pertambangan yang sedang berlangsung, telah
berakhir, dan/atau telah dikembalikan kepada Gubernur;
c. Data perizinan hasil inventarisasi terhadap perizinan yang masih berlaku, yang sudah
berakhir, dan/atau yang sudah dikembalikan kepada Gubernur; dan/atau
d. Interpretasi penginderaan jauh baik berupa pola struktur maupun sebaran litologi.
Pasal 10
(1) Gubernur melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8.
(2) Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada
SKPD yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya
mineral.
(3) Dalam hal wilayah laut berada di antara 2 (dua) provinsi yang berbatasan dengan jarak
kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, wilayah penyelidikan dan penelitian masing-masing
provinsi dibagi sama jaraknya sesuai prinsip garis tengah.
Pasal 11
Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dilaksanakan
secara terkoordinasi dengan Bupati/Walikota.
Pasal 12
(1) Dalam melakukan kegiatan penyelidikan dan penelitian pertambangan, Gubernur dapat
memberikan penugasan kepada lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah.
(2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk menunjang penyiapan WP
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan.

(3) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan kepada Pihak lain
selain Lembaga Riset Negara dan/atau Lembaga Riset Daerah.
Pasal 13

Lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1), wajib:

a. Menyimpan, mengamankan, dan merahasiakan data dan informasi potensi pertambangan


hasil penyelidikan dan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
dan
b. Menyerahkan seluruh data dan informasi potensi pertambangan yang diperolehnya kepada
Gubernur.

Pasal 14

(1) Gubernur menetapkan wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian pertambangan yang
akan dilaksanakan oleh lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah dan dituangkan
dalam peta.

(2) Gubernur dalam menetapkan wilayah penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berkoordinasi dengan Menteri dan Bupati/Walikota setempat.

Pasal 15

Peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), sebagai dasar dalam memberikan
penugasan penyelidikan dan penelitian pertambangan kepada lembaga riset negara dan/atau
lembaga riset daerah.

Pasal 16

(1) Data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian pertambangan yang dilakukan oleh
Gubernur, wajib diolah menjadi peta potensi mineral dan/atau batubara.

(2) Data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian pertambangan yang dilakukan oleh
lembaga riset berdasarkan penugasan dari Gubernur, wajib diolah menjadi peta potensi
mineral dan/atau batubara.

(3) Peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
paling sedikit memuat informasi mengenai formasi batuan pembawa mineral dan/atau
pembawa batubara.

(4) Gubernur wajib menyampaikan peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kepada Pemerintah.

Pasal 17

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan penyelidikan dan penelitian pertambangan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Wilayah Pertambangan
Pasal 18
(1) Rencana WP sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 point (b) dituangkan dalam lembar peta
dan dalarn bentuk digital.
(2) Peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggambarkan WP dalam bentuk zona
yang di-delineasi dalam garis putus-putus.
(3) Rencana WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penetapan WP.

BAB V
PENGUSULAN WILAYAH PERTAMBANGAN DAN PERUBAHAN WILAYAH
PERTAMBANGAN
Pasal 19
(1) Gubernur dapat mengusulkan penetapan WP dan perubahan WP kepada Pemerintah
berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian.
(2) Pengusulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.
(3) WP dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 ( lima ) tahun.
BAB VI
WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
WUP terdiri atas:
a. WUP mineral logam;
b. WUP batubara;
c. WUP mineral bukan logam; dan/atau
d. WUP batuan.
Pasal 21
(1) Gubernur dapat menetapkan WUP untuk pertambangan mineral bukan logam dan WUP
untuk pertambangan batuan yang berada pada lintas kabupaten/kota dan dalam 1 (satu)
kabupaten/kota berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Pemerintah.
(2) Dalam hal Gubernur menetapkan WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan
tersebut disampaikan secara tertulis kepada DPRD.
(3) Untuk menetapkan WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur dapat melakukan
eksplorasi.
(4) Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan untuk memperoleh data dan
informasi berupa :

a. Peta, yang terdiri atas :

1. Peta geologi dan peta formasi batuan pembawa; dan/atau


2. Peta geokimia dan peta geofisika.

b. Perkiraan sumber daya dan cadangan.


(5) Gubernur dalam melakukan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib
berkoordinasi dengan Pemerintah dan Bupati/Walikota setempat.
(6) Gubernur dalam melakukan eksplorasi dapat melimpahkan kewenangannya kepada SKPD
yang menyelangarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Bagian Kedua
Penyusunan Rencana Penetapan
Wilayah Usaha Pertambangan
Pasal 22
(1) Gubernur menunjuk SKPD yang menyelangarakan urusan pemerintahan di bidang energi
dan sumber daya mineral untuk menyusun rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP
menjadi WUP berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1), serta peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara.
(2) WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi kriteria:
a. Memiliki formasi batuan pembawa batubara, formasi batuan pembawa mineral logam,
termasuk wilayah lepas pantai berdasarkan peta geologi;
b. Memiliki singkapan geologi untuk mineral logam, batubara, mineral bukan logam,
dan/atau batuan;
c. Merniliki potensi sumber daya mineral atau batubara;
d. Memiliki 1 (satu) atau lebih jenis mineral termasuk mineral ikutannya dan/atau batubara;
e. Tidak tumpang tindih dengan Wilayah Pertambangan Rakyat dan/atau Wilayah
Pencadangan Negara;
f. Merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara
bekelanjutan;
g. Tidak mencakup kawasan hutan lindung, kawasan konservasi; dan
h. Areal Penggunaan Lain (APL) di luar kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi
berdasarkan usulan Pemerintah Kabupaten/Kota.
i. Merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.

Bagian Ketiga
Perubahan WUP
Pasal 23
(1) Gubernur dapat mengusulkan perubahan WUP kepada Pemerintah berdasarkan hasil
penyelidikan dan penelitian.
(2) Untuk pengusulan perubahan WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur
menunjuk SKPD yang menyelangarakan urusan pemerintahan di bidang esdm melakukan
eksplorasi.
(3) Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan untuk memperoleh data dan
informasi berupa:
a. Peta, yang terdiri atas:
1. Peta geologi dan peta formasi batuan pembawa; dan/ atau
2. Peta geokimia dan peta geofisika.
b. Perkiraan sumber daya dan cadangan.
(4) SKPD yang menyelangarakan urusan pemerintahan di bidang Esdm dalam melakukan
eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berkoordinasi dengan Pemerintah dan
Bupati/ Walikota setempat.
Pasal 24
(1) Data dan informasi hasil eksplorasi yang dilakukan oleh SKPD yang menyelangarakan
urusan pemerintahan di bidang ESDM diolah menjadi peta potensi/cadangan mineral
dan/atau batubara.
(2) Peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling sedikit memuat sebaran potensi/cadangan mineral dan/atau batubara.
(3) Gubernur menyampaikan potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), beserta laporan hasil eksplorasi kepada Pemerintah.
(4) Peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dibuat dalam bentuk lembar peta dan digital.

BAB VII
PENETAPAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 25
(1) Untuk menetapkan WIUP dalam suatu WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, harus
memenuhi kriteria:
a. Letak geografis;
b. Kaidah konservasi;
c. Daya dukung lindungan lingkungan;
d. Optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. Tingkat kepadatan penduduk.
(2) Pada wilayah laut yang berada di antara Provinsi MALUKU UTARA dengan Provinsi lain
dengan perbatasan jarak kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, maka wilayah kewenangan
dibagi sama jaraknya sesuai prinsip garis tengah.
(3) Gubernur dalam menetapkan luas dan batas WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan
dalam suatu WUP berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 26
Gubernur menetapkan WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan berdasarkan permohonan
dari badan usaha, koperasi atau perseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 27
Dalam hal di WIUP mineral logam dan/atau batubara terdapat komoditas tambang lainnya yang
berbeda, untuk mengusahakan komoditas tambang lainnya tersebut, wajib ditetapkan WIUP
terlebih dahulu.
BAB VIII
DATA DAN INFORMASI
Bagian Kesatu
Pengelolaan Data dan Informasi

Pasal 28
(1) Gubernur berkewajiban mengelola data dan/atau informasi kegiatan usaha pertambangan.
(2) Pengelolaan data dan/atau informasi meliputi kegiatan perolehan, pengadministrasian,
pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan data dan/atau
informasi.
(3) Hasil pengelolaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
untuk:
a. Penetapan klasifikasi potensi dan WP;
b. Penentuan neraca sumber daya dan cadangan mineral dan batubara Provinsi; atau
c. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mineral dan batubara.
(4) Gubernur dapat menunjuk SKPD yang menyelangarakan urusan pemerintahan di bidang
esdm untuk mengelola data dan/atau informasi kegiatan usaha pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(5) Gubernur berkewajiban menyampaikan data dan/atau informasi usaha pertambangan kepada
Pemerintah.
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan data dan/atau informasi diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Sistem Informasi Geografis

Pasal 30
Gubernur dapat mengakses Sistem Informasi WP yang dibangun oleh Pemerintah.

BAB IX
PEMBERIAN DAN PENCIUTAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Pemberian WIUP

Pasal 31
(1) Pemberian WIUP terdiri atas :
a. WIUP Mineral Logam;
b. WIUP Batubara;
c. WIUP Mineral Bukan Logam; dan/atau
d. WIUP Batuan.
(2) WIUP Mineral Logam dan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b, diperoleh dengan cara lelang.
(3) WIUP Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
huruf d, diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah.

Pasal 32
(1) Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP.
(2) Setiap pemohon baik itu badan usaha, koperasi dan perseorangan hanya dapat diberikan 1
(satu) WIUP.
(3) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan badan usaha yang
telah terbuka (go public), dapat diberikan lebih dari 1 (satu) WIUP.

Paragraf 1
Syarat dan Tata Cara
Pemberian WIUP Mineral Logam dan Batubara

Pasal 33
(1) Sebelum dilakukan pelelangan WIUP mineral logam dan/atau batubara, Gubernur
mengumumkan secara terbuka WIUP yang akan dilelang kepada Badan Usaha, Koperasi
atau Perseorangan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan
lelang.
(2) Sebelum dilakukan pelelangan WIUP mineral logam dan/atau batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Gubernur harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari
Bupati/Walikota.
(3) Bupati/Walikota memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
jangka waktu paling lama 5 (lima) hari sejak diterimanya permintaan rekomendasi.
(4) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Gubernur dapat melakukan pelelangan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pelelangan WIUP diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Gubernur.
Pasal 34
(1) Dalam melaksanakan pelelangan WIUP Mineral Logam dan/atau Batubara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Gubernur membentuk panitia pelelangan.
(2) Panitia pelelangan WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), beranggotakan gasal dan
paling sedikit 5 (lima) orang yang memiliki kompetensi di bidang pertambangan mineral
dan/atau batubara.
(3) Panitia lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengikutsertakan unsur dari
Pemerintah dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota.

Paragraf 2
Tata Cara Pemberian
WIUP Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pasal 35

(1) Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan, badan usaha, koperasi,
atau perseorangan mengajukan permohonan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29,
kepada Gubernur.
(2) Sebelum memberikan WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan, Gubernur harus
mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Bupati/Walikota.
(3) Bupati/Walikota memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
jangka waktu paling lama 5 (lima) hari sejak diterimanya permintaan rekomendasi.
(4) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Gubernur dapat melakukan pelelangan.

Pasal 36
(1) Pemohon WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang terlebih dahulu telah memenuhi
persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan Sistem Informasi
Geografis yang berlaku secara nasional dan membayar biaya pencadangan wilayah dan
pencetakan peta, memperoleh prioritas pertama untuk mendapatkan WIUP.
(2) Gubernur dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya
permohonan, wajib memberikan keputusan menerima atau menolak atas permohonan WIUP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Keputusan menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada pemohon
WIUP disertai dengan penyerahan peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP.
(4) Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disampaikan secara tertulis
kepada pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan.

Bagian Kedua
Penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan

Pasal 37
(1) Pemegang IUP sewaktu-waktu dapat mengajukan permohonan kepada Gubernur, untuk
menciutkan sebagian atau mengembalikan seluruh WIUP.
(2) Pemegang IUP dalam melaksanakan penciutan atau pengembalian WIUP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus menyerahkan:
a. Laporan, data dan informasi penciutan atau pengembalian yang berisikan semua
penemuan teknis dan geologis yang diperoleh pada wilayah yang akan diciutkan dan
alasan penciutan atau pengembalian serta data lapangan hasil kegiatan;
b. Peta wilayah penciutan atau pengembalian beserta koordinatnya;
c. Bukti pembayaran kewajiban keuangan;
d. Laporan kegiatan sesuai status tahapan terakhir; dan
e. Laporan pelaksanaan reklamasi pada wilayah yang diciutkan atau dilepaskan.

Pasal 38
(1) Pemegang IUP Eksplorasi mempunyai kewajiban untuk melepaskan WIUP dengan
ketentuan:
a. Untuk IUP mineral logam :
1. Pada tahun keempat, wilayah eksplorasi yang dapat dipertahankan paling banyak
50.000 (lima puluh ribu) hektare; dan
2. Pada tahun kedelapan atau pada akhir IUP Eksplorasi saat peningkatan menjadi IUP
Operasi Produksi, wilayah yang dipertahankan paling banyak 25.000 (dua puluh lima
ribu) hektare.
b. Untuk IUP batubara :
1. Pada tahun keempat, wilayah eksplorasi yang dapat dipertahankan paling banyak
25.000 (dua puluh lima ribu) hektare; dan
2. Pada tahun ketujuh atau pada akhir IUP Eksplorasi saat peningkatan menjadi IUP
Operasi Produksi, wilayah yang dipertahankan paling banyak 15.000 (lima belas ribu)
hektare.
c. Untuk IUP mineral bukan logam:
1. Pada tahun kedua, wilayah eksplorasi yang dapat dipertahankan paling banyak 12.500
(dua belas ribu lima ratus) hektare; dan
2. Pada tahun ketiga atau pada akhir IUP Eksplorasi saat peningkatan menjadi IUP
Operasi Produksi, wilayah yang dipertahankan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.
d. Untuk IUP mineral bukan logam jenis tertentu:
1. Pada tahun ketiga, wilayah eksplorasi yang dapat dipertahankan paling banyak 12.500
(dua belas ribu lima ratus) hektare; dan
2. Pada tahun ketujuh atau pada akhir IUP Eksplorasi saat peningkatan menjadi IUP
Operasi Produksi, wilayah yang dipertahankan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.
e. Untuk IUP batuan:
1. Pada tahun kedua, wilayah eksplorasi yang dapat dipertahankan paling banyak 2.500
(dua ribu lima ratus) hektare; dan
2. Pada tahun ketiga atau pada akhir tahap eksplorasi saat peningkatan menjadi IUP
Operasi Produksi, wilayah yang dipertahankan paling banyak 1.000 (seribu) hektare.
(2) Apabila luas wilayah maksimum yang dipertahankan sudah dicapai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemegang IUP Eksplorasi tidak diwajibkan lagi menciutkan wilayah.

BAB X
USAHA JASA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Bentuk Usaha Jasa Pertambangan

Pasal 39
(1) Pelaku usaha jasa pertambangan dapat berbentuk :
a. Badan usaha, yang terdiri atas :
1) Badan Usaha Milik Daerah;
2) Badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas.
b. Koperasi; atau
c. Perseorangan yang terdiri atas :
1) Orang perseorangan;
2) Perusahaan komanditer;
3) Perusahaan firma.
(2) Berdasarkan wilayah kerjanya pelaku usaha jasa pertambangan dikelompokkan dalam :
a. Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal;
b. Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional;
c. Perusahaan Jasa Pertambangan Lain.
(3) Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
meliputi :
a. Badan Usaha Milik Daerah;
b. Badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas;
c. Koperasi;
d. Perusahaan komanditer;
e. Perusahaan firma;
f. Orang perseorangan, yang beroperasi terbatas di wilayah kabupatenlkota atau provinsi
tersebut.
(4) Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi :
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan usaha swasta berbentuk Perseroan Terbatas;
c. Orang perseorangan,
Bagian Kedua
Jenis dan Bidang Usaha Jasa Pertambangan
Pasal 40
(1) Pengusahaan Jasa Pertambangan dikelompokkan atas :
a. Usaha Jasa Pertambangan; dan
b. Usaha Jasa Pertambangan Non Inti.
(2) Jenis Usaha Jasa Pertambangan inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. Konsultasi, perencanaan, pelaksanaan dan pengujian peralatan di bidang :
1. Penyelidikan umum;
2. Eksplorasi;
3. Studi kelayakan;
4. Konstruksi pertambangan;
5. Pengangkutan;
6. Lingkungan pertambangan;
7. Pasca tambang dan reklamasi; dan/atau
8. Keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Konsultasi, perencanaan, dan pengujian peralatan di bidang :
1. Penambangan; atau
2. Pengolahan dan pemurnian.
(3) Bidang Usaha Jasa Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas sub
bidang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini.
(4) Bidang Usaha Jasa Pertambangan Non Inti adalah bidang usaha selain bidang usaha jasa
pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
BAB XI
IZIN USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 41
IUP terdiri atas :
a. IUP Eksplorasi; dan
b. IUP Operasi Produksi.
Pasal 42
Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan:
a. Administratif;
b. Teknis;
c. Lingkungan; dan
d. Finansial.

Bagian Kedua
IUP Eksplorasi

Pasal 43
(1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a untuk badan usaha
meliputi:
a. Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1. Surat permohonan;
2. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3. Surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi bukan logam dan batuan:
1. Surat permohonan;
2. Profil badan usaha;
3. Akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6. Surat keterangan domisili.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a untuk koperasi
meliputi:
a. Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1. Surat permohonan;
2. Susunan pengurus; dan
3. Surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan:
1. Surat permohonan;
2. Profil koperasi;
3. Akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan pengurus; dan
6. Surat keterangan domisili.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a untuk orang
perseorangan meliputi:
a. Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1. Surat permohonan; dan
2. Surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan:
1. Surat permohonan;
2. Kartu tanda penduduk;
3. Nomor pokok wajib pajak; dan
4. Surat keterangan domisili.
(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a untuk perusahaan
firma dan perusahaan komanditer meliputi:
a. Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1. Surat permohonan;
2. Susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
3. Surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan:
1. Surat permohonan;
2. Profil perusahaan;
3. Akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6. Surat keterangan domisili.
Pasal 44
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf b untuk IUP Eksplorasi,
meliputi:
1. Daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang
berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;
2. Peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan
ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.

Pasal 45
Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c meliputi untuk IUP
Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 46
Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf d untuk IUP Eksplorasi,
meliputi:
1. Bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan
2. Bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral logam
atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan
wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam atau batuan atas
permohonan wilayah.
Pasal 47
Persyaratan dan tatacara permohonan IUP eksplorasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Gubernur.
Pasal 48
(1) Gubernur memberikan IUP Eksplorasi mineral logam dan/atau batubara kepada Badan
Usaha, Koperasi, atau Perseorangan pemenang lelang WIUP.
(2) Gubernur memberikan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan kepada Badan
Usaha, Koperasi, atau Perseorangan yang telah memenuhi persyaratan permohonan WIUP.
(3) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan, pemegang IUP wajib memulai kegiatannya.

Pasal 49
(1) Pemegang IUP Eksplorasi wajib mengajukan rencana studi kelayakan kepada Gubernur
melalui SKPD yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang esdm paling
lambat 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya eksplorasi dengan melampirkan laporan kegiatan
eksplorasi.
(2) Gubernur menunjuk SKPD yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang
esdm melakukan evaluasi laporan kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Laporan kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas :
a. Peta yang menunjukkan lokasi dan kesampaian daerah;
b. Peta-peta dasar terakhir yang digunakan sebagai dasar acuan eksplorasi;
c. Peta-peta rencana lokasi titik pengamatan (sumur/parit uji, pemboran, geofisika) serta
lokasi contoh (geokimia, geologi, pemineralan);
d. Surat-surat yang berkaitan dengan perizinan kegiatan (Surat Keputusan dan lain
sebagainya);
e. Daftar personil dan keahliannya;
f. Daftar peralatan dan jumlahnya.

Pasal 50
(1) Jangka waktu IUP Eksplorasi mineral logam paling lama 8 (delapan) tahun.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. Penyelidikan umum 1 (satu) tahun;
b. Eksplorasi 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu)
tahun;
c. Studi kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1 (satu) tahun.
(3) Jangka waktu IUP Eksplorasi mineral bukan logam paling lama 3 (tiga) tahun.
(4) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi:
a. Penyelidikan umum 1 (satu) tahun;
b. Eksplorasi 1 (satu) tahun;
c. Studi kelayakan 1 (satu) tahun.

(5) Jangka waktu IUP Eksplorasi mineral bukan logam jenis tertentu paling lama 7 (tujuh)
tahun.
(6) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), meliputi :
a. Penyelidikan umum 1 (satu) tahun;
b. Eksplorasi 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1 (satu) tahun;
c. Studi kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1 (satu) tahun.
(7) Jangka waktu IUP Eksplorasi batuan paling lama 3 (tiga) tahun.
(8) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi :
a. Penyelidikan umum 1 (satu) tahun;
b. Eksplorasi 1 (satu) tahun;
c. Studi kelayakan 1 (satu) tahun.
(9) Jangka waktu IUP Eksplorasi batubara paling lama 7 (tujuh) tahun.
(10) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) meliputi :
a. Penyelidikan umum 1 (satu) tahun;
b. Eksplorasi 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu)
tahun;
c. Studi kelayakan 2 (dua) tahun.

Pasal 51
Tata cara dan persyaratan permohonan perpanjangan jangka waktu IUP Eksplorasi diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 52
(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000
(lima ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit
500 (lima ratus) hektare dan paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.
(3) Pemegang IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektare
dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektare.
(4) Pemegang IUP Eksplorasi batubara diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 (lima
ribu) hektare dan paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare.
(5) Apabila luas minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat(2), ayat (3) dan ayat (4)
tidak dapat dipenuhi karena alasan sosial dan tata ruang maka kegiatan eksplorasi
dilakukan oleh Gubernur.

Pasal 53
(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi
yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada Gubernur
untuk diverifikasi.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa verifikasi faktual lapangan,
verifikasi volume untuk kepentingan uji laboratorium, verifikasi volume untuk kepentingan
uji produksi.

(3) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan
dan penjualan.
(4) Izin sementara pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
diberikan oleh Gubernur.
(5) Penentuan besaran volume mineral atau batubara yang diizinkan oleh Gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didasarkan pada hasil perhitungan dan kajian teknis
terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Perhitungan dan kajian teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh SKPD
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang esdm.
(7) Tata cara pengajuan izin sementara pengangkutan dan penjualan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
IUP Operasi Produksi

Pasal 54
(1) Setiap pemegang IUP Eksplorasi mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan/atau
batuan dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan usaha
pertambangannya setelah dinyatakan layak secara teknis, ekonomis, lingkungan dan sosial
berdasarkan laporan studi kelayakan yang telah disetujui oleh Gubernur.
(2) IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi atau perseorangan
atas hasil pelelangan WIUP mineral logam dan/atau batubara yang telah memiliki data
hasil studi kelayakan.
(3) IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan.
(4) Pelaksanaan dan penyampaian hasil evaluasi terhadap kelayakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan oleh SKPD yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah
di bidang ESDM.
Pasal 55
(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan/atau batuan
mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi kepada Gubernur.
(2) Gubernur memberikan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah
memenuhi kelayakan dan telah mendapatkan rekomendasi dari Bupati/Walikota
bersangkutan.

(4) DPRD memberikan rekomendasi sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimannya permintaan rekomendasi;
(5) Dalam hal DPRD tidak memberikan rekomendasi sebagaiman dimaksud pada ayat (3),
gubernur dapat melakukan pelelangan.

Pasal 56
(1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a untuk badan
usaha meliputi:
a. Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1. Surat permohonan;
2. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3. Surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:
1. Surat permohonan;
2. Profil badan usaha;
3. Akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidangusaha pertambangan yang telah
disahkan oleh pejabatyang berwenang;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6. Surat keterangan domisili.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a untuk koperasi
meliputi:
a. Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1. Surat permohonan;
2. Susunan pengurus; dan
3. Surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:
1. Surat permohonan;
2. Profil koperasi;
3. Akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan pengurus; dan
6. Surat keterangan domisili.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalamPasal 38 huruf a untuk orang
perseorangan meliputi:
a. Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1. Surat permohonan; dan
2. Surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:
1. Surat permohonan;
2. Kartu tanda penduduk;
3. Nomor pokok wajib pajak; dan
4. Surat keterangan domisili.
(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a untuk perusahaan
firma dan perusahaan komanditer meliputi:
a. Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1. Surat permohonan;
2. Susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
3. Surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineralbukan logam dan batuan:
1. Surat permohonan;
2. Profil perusahaan;
3. Akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6. Surat keterangan domisili.
Pasal 57
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b untuk IUP Operasi Produksi,
meliputi:
1. Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan
ketentuan system informasi geografi yang berlaku secara nasional;
2. Laporan lengkap eksplorasi;
3. Laporan studi kelayakan;
4. Rencana reklamasi dan pascatambang;
5. Rencana kerja dan anggaran biaya;
6. Rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjangkegiatan operasi produksi; dan
7. Tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3
(tiga) tahun.
Pasal 58
Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c untuk IUP Operasi
Produksi meliputi:
1. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
2. Persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 59
Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf d untuk IUP Operasi Produksi,
meliputi:
1. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
2. Bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
3. Bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi pemenang
lelang WIUP yang telah berakhir.

Pasal 60
Persyaratan dan tatacara permohonan IUP Operasi Produksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Gubernur.
Pasal 61
(1) Jangka waktu IUP Operasi Produksi mineral logam paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing- masing 10 (sepuluh) tahun.
(2) Jangka waktu IUP Operasi Produksi mineral bukan logam paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(3) Jangka waktu IUP Operasi Produksi mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10
(sepuluh) tahun.
(4) Jangka waktu IUP Operasi Produksi batuan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(5) Jangka waktu IUP Operasi Produksi batubara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 62
1. Apabila hasil dokumen lingkungan hidup yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang
terhadap IUP yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota, berdampak lingkungan langsung
pada lintas Kabupaten/Kota, IUP Operasi Produksi diberikan oleh Gubernur berdasarkan
rekomendasi dari Bupati/Walikota.
2. Dalam hal ......
Pasal 63
Pemegang IUP Operasi Produksi dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUP kepada
Gubernur untuk menunjang usaha kegiatan pertambangannya.

Pasal 64
Tata cara dan persyaratan permohonan perpanjangan jangka waktu IUP Operasi Produksi diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 65
Pemegang IUP Operasi Produksi yang tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan
dan/atau pengolahan dan pemurnian, maka kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau
pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:
a. IUP Operasi Produksi, khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
b. IUP Operasi Produksi, khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan/atau
c. IUP Operasi Produksi.
Pasal 66
IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a dan huruf b,
diberikan oleh Gubernur.

Pasal 67
(1) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual
mineral dan/atau batubara yang tergali lintas Kabupaten/Kota, wajib terlebih dahulu
memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan.
(2) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) kali
penjualan.
Pasal 68
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Operasi Produksi khusus akan diatur
dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 69
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling banyak
25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling
banyak 5.000 (lima ribu) hektare.
(3) Pemegang IUP Operasi Produksi batuan diberi WIUP dengan luas paling banyak 1.000
(seribu) hektare.
(4) Pemegang IUP Operasi Produksi batubara diberi WIUP dengan luas paling banyak 15.000
(lima belas ribu) hektare.
Bagian Keempat
Pengolahan dan Pemurnian
Pasal 70
Pemegang IUP Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk
meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja
sama dengan perusahaan yang memiliki IUP.

Pasal 71
(1) Gubernur memberikan IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan Pemurnian
kepada perusahaan yang hanya melakukan pengolahan dan pemurnian yang mineralnya
berasal dari 2 (dua) Kabupaten/Kota yang berbeda.
(2) Pemberian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diprioritaskan kepada Pengusaha yang melakukan pengolahan dan
pemurnian di Daerah.

Bagian Kelima
Reklamasi dan Pasca Tambang

Pasal 72
(1) Pemohon IUP Operasi Produksi wajib menyampaikan Rencana Reklamasi dan Rencana
Pasca tambang pada saat pengajuan Permohonan IUP Operasi Produksi.
(2) Rencana Reklamasi dan Rencana Pasca tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disusun berdasarkan AMDAL atau UKL dan UPL yang telah disetujui, dan sebagai bagian
dari studi kelayakan.
(3) Pemohon IUP Operasi Produksi dalam menyusun Rencana Reklamasi dan Rencana Pasca
tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mempertimbangkan:
a. Prinsip-prinsip Iingkungan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja, serta konservasi
bahan galian;
b. Peraturan perundang-undangan yang terkait; dan
c. Kondisi spesifik daerah.
Pasal 73
(1) Rencana Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, disusun untuk pelaksanaan
setiap jangka waktu 5 (lima) tahun dengan rincian tahunan, meliputi :
a. Tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang;
b. Rencana pembukaan lahan;
c. Program reklamasi; dan
d. Rencana biaya reklamasi.
(2) Apabila umur tambang kurang dari lima tahun, Rencana Reklamasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), disusun sesuai dengan umur tambang.
(3) Rencana Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disusun sesuai
dengan Pedoman Penyusunan Rencana Reklamasi.

(4) Pedoman Penyusunan Rencana Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 74

(1) Rencana Reklamasi periode lima tahun pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1), atau sesuai dengan umur tambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2),
di sampaikan kepada Gubernur pada saat pengajuan permohonan IUP Operasi Produksi.

(2) Rencana Reklamasi periode lima tahun kedua disampaikan kepada Gubernur sebelum
berakhirnya pelaksanaan reklamasi periode lima tahun pertama.
(3) Penyampaian rencana reklamasi untuk periode lima tahun ketiga dan selanjutnya, berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara mutatis mutandis.

Pasal 75

(1) Rencana Pasca tambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, meliputi:

a. Profil wilayah;
b. Deskripsi kegiatan pertambangan;
c. Gambaran rona akhir tambang;
d. Hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan (stakeholders);
e. Program pascatambang;
f. Pemantauan;
g. Organisasi; dan
h. Rencana biaya pascatambang.

(2) Tata cara Rencana Pasca tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 76

(1) Gubernur memberikan penilaian dan persetujuan atas Rencana Reklamasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya Rencana Reklamasi, tidak termasuk jumlah hari yang diperlukan untuk
penyempurnaan Rencana Reklamasi.

(2) Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, Gubernur berkewajiban
memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap permohonan
Rencana Reklamasi.

(3) Dalam hal Gubernur tidak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
maka Gubernur memberikan catatan untuk penyempurnaan Rencana Reklamasi dimaksud.

Pasal 77

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan perubahan Rencana Reklamasi yang
telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, apabila terjadi perubahan atas satu
atau lebih hal-hal sebagai berikut :

a. Sistem penambangan;
b. Tata guna lahan;
c. Tata ruang; dan/atau
d. AMDAL atau UKL dan UPL.
(2) Pengajuan perubahan Rencana Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari sebelum pelaksanaan reklamasi periode
tahun berikutnya.

(3) Gubernur memberikan penilaian dan persetujuan atas perubahan Rencana Reklamasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak diterimanya perubahan Rencana Reklamasi, tidak termasuk jumlah hari
yang diperlukan untuk penyempurnaan perubahan Rencana Reklamasi.

Pasal 78

(1) Gubernur memberikan penilaian dan persetujuan atas Rencana Pascatambang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya Rencana Pascatambang, tidak termasuk jumlah hari yang diperlukan untuk
penyempurnaan Rencana Pascatambang.

(2) Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, Gubernur berkewajiban
memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap permohonan
Rencana Pascatambang.

Pasal 79

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan perubahan Rencana Pascatambang yang
telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, apabila terjadi perubahan satu atau
lebih hal-hal sebagai berikut :

a. Sistem penambangan;
b. Umur tambang;
c. Sarana dan atau prasarana tambang;
d. Tata guna lahan;
e. Tata ruang; dan/atau
f. AMDAL atau UKL dan UPL.

(2) Perubahan Rencana Pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan 2
(dua) tahun sebelum pelaksanaan kegiatan Pascatambang.

(3) Gubernur memberikan penilaian dan persetujuan atas perubahan Rencana Pascatambang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh)
hari kerja sejak diterimanya perubahan Rencana Pascatambang, tidak termasuk jumlah hari
yang diperlukan untuk penyempurnaan perubahan Rencana Pasca tambang.

Pasal 80

Pemegang IUP Operasi Produksi wajib mengangkat seorang petugas untuk memimpin langsung
masing-masing pelaksanaan Reklamasi dan Pasca tambang.

Pasal 81

Pelaksanaan Reklamasi dan Pasca tambang wajib dilakukan sesuai dengan Rencana Reklamasi
dan Rencana Pasca tambang yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sampai
dengan Pasal 75.
Pasal 82

(1) Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, wajib dilakukan pada
lahan terganggu akibat kegiatan usaha pertambangan.

(2) Lahan terganggu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi lahan bekas tambang dan
lahan di luar bekas tambang yang tidak digunakan lagi.

(3) Lahan di luar bekas tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain:

a. Timbunan tanah penutup


b. Timbunan bahan baku/produksi;
c. Jalan transportasi;
d. Pabrik/instalasi pengolahan/pemurnian;
e. Kantor dan perumahan; dan/atau
f. Pelabuhan/dermaga.

(4) Pelaksanaan Reklamasi wajib dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tidak ada
kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 83

Pelaksanaan Pascatambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, wajib dilakukan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah kegiatan penambangan dan/atau pengolahan dan pemurnian
berakhir.

Pasal 84

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan
reklamasi dan pasca tambang setiap tahun kepada Gubernur.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun sesuai dengan pedoman
Penyusunan Laporan Pelaksanaan Kegiatan Reklamasi dan Pasca tambang.

(3) Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Kegiatan Reklamasi dan Pasca tambang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 85

(1) Pemohon IUP Operasi Produksi wajib menyediakan Jaminan Reklamasi dan Jaminan
Pasca tambang sesuai dengan perhitungan Rencana Biaya Reklamasi dan perhitungan
Rencana Biaya Pasca tambang yang telah mendapat persetujuan Gubernur .

(2) Perhitungan Rencana Biaya Reklamasi dan Rencana Biaya Pasca tambang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 86

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi yang akan melakukan kegiatan operasi produksi wajib
menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas tanah dalam WIUP dengan pemegang hak
atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(2) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan
bersama dengan pemegang hak atas tanah.

Bagian keenam
Hak dan Kewajiban
Pasal 87

Pemegang IUP mempunyai hak sebagai berikut :

a. Pemegang IUP dapat melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik
kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi.
b. Pemegang IUP dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan
pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Pemegang IUP berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, dan/atau batubara yang
telah diproduksi apabila telah memenuhi iuran eksplorasi atau iuran produksi, kecuali mineral
ikutan radioaktif.

Pasal 88

Pemegang IUP wajib :

a. Menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik;


b. Mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia;
c. Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara;
d. Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dan
e. Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.

Pasal 89

Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP wajib melaksanakan:

a. Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;


b. Keselamatan operasi pertambangan;
c. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan
pascatambang;
d. Upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara;
e. Pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair,
atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media
lingkungan.

Pasal 90

Pemegang IUP wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan
karakteristik suatu daerah.
Pasal 91
Pemegang IUP wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 92
(1) Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang dilakukan sesuai dengan peruntukan
lahan pasca tambang.
(2) Peruntukan lahan pasca tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dicantumkan dalam
perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP dan pemegang hak atas tanah.

Pasal 93
(1) Pemegang IUP wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca
tambang.
(2) Gubernur dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pasca tambang
dengan dana jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberlakukan apabila pemegang IUP tidak
melaksanakan reklamasi dan pasca tambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui.

Pasal 94
Ketentuan lebih lanjut mengenai reklamasi dan pasca tambang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88, serta dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 95
Pemegang IUP wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam
pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.

Pasal 96
(1) Pemegang IUP wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam
negeri.
(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengolah dan memurnikan
hasil penambangan dari pemegang IUP lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91, serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 97
(1) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual
mineral dan/atau batubara yang tergali, wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi
Produksi untuk penjualan.

(2) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) kali
penjualan oleh Gubernur.
(3) Mineral atau batubara yang tergali dan akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikenai iuran produksi.

(4) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib menyampaikan
laporan hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang tergali kepada Gubernur.

Pasal 98

Dalam melakukan kegiatan operasi produksi, badan usaha pemegang IUP wajib
mengikutsertakan pengusaha dan tenaga kerja lokal yang ada di daerah tersebut sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 99

(1) Pemegang IUP wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

(2) Penyusunan program dan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipresentasikan
kepada pemerintah daerah dan masyarakat.

Pasal 100

Pemegang IUP wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi
produksi kepada Gubernur.

Pasal 101

(1) Pemegang IUP wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan
pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Gubernur.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, waktu, dan tata cara penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 102

(1) Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP yang sahamnya dimiliki
oleh pihak asing, wajib melakukan divestasi saham pada pemerintah daerah, badan usaha
milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai divestasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Ketujuh
Pengembangan Dan Pemberdayaan Masyarakat
di Sekitar WIUP
Pasal 103

(1) Pemegang IUP wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di
sekitar WIUP.

(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dikonsultasikan dengan Pemerintah
Daerah dan masyarakat setempat.
(3) Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar WIUP yang terkena dampak langsung akibat
aktifitas pertambangan.
(4) Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dibiayai dari alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
pada anggaran dan biaya pemegang IUP setiap tahun.
(5) Alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), dikelola oleh pemegang IUP.

Pasal 104
Pemegang IUP setiap tahun wajib menyampaikan rencana dan biaya pelaksanaan program
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran
biaya tahunan kepada Gubernur untuk mendapat persetujuan.

Pasal 105
Setiap pemegang IUP Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan realisasi program
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6 (enam) bulan kepada Gubernur.

Bagian Kedelapan
Penghentian Sementara Kegiatan Usaha Pertambangan
Pasal 106
(1) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dapat diberikan kepada pemegang
IUP apabila terjadi:
a. Keadaan kahar;
b. Keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh
kegiatan usaha pertambangan;
c. Apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung
beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan/atau batubara yang dilakukan
di wilayahnya.
(2) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dilakukan oleh Gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, berdasarkan permohonan dari
pemegang IUP dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berdasarkan permohonan
dari masyarakat.
(3) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, dapat dilakukan oleh Inspektur Tambang.

Bagian Kesembilan
Pengendalian Penjualan Mineral dan Pengendalian Produksi

Pasal 107
(1) Pemegang IUP Operasi produksi mineral dan batubara yang mengekspor mineral dan/atau
batubara yang diproduksi wajib berpedoman pada harga patokan.
(2) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur untuk
mineral bukan logam dan batuan yang IUPnya diberikan oleh Gubernur.
(3) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan mekanisme
pasar dan/atau sesuai harga yang berlaku umum di pasar internasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan harga patokan mineral bukan logam
dan batuan diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 108

(1) Gubernur menetapkan besaran volume pengangkutan dan penjualan mineral dan batubara
untuk mineral tergali hasil eksplorasi.

(2) Pengendalian besaran volume pengangkutan dan penjualan mineral dan batubara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:

a. Memenuhi ketentuan aspek lingkungan;


b. Melakukan konservasi sumber daya mineral dan batubara;
c. Mengendalikan harga mineral dan batubara.

(3) Gubernur dapat melakukan penetapan besaran produksi mineral dan batubara kepada
masing-masing kabupaten/kota apabila dilimpahkan oleh Menteri.

Bagian Kesepuluh
Berakhirnya Izin Usaha Pertambangan
Pasal 109

(1) IUP berakhir karena:

a. Dikembalikan;
b. Dicabut;atau
c. Habis masa berlakunya.

(2) IUP yang berakhir karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi
dan menyelesaikan segala kewajibannya.

(3) IUP dapat dicabut oleh Gubernur apabila:

a. Pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP serta peraturan
perundang-undangan;
b. Pemegang IUP melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini; atau
c. Pemegang IUP dinyatakan pailit.

Pasal 110

(1) Pemegang IUP dapat menyerahkan kembali IUP-nya dengan pernyataan tertulis kepada
Gubernur dan disertai dengan alasan yang jelas.

(2) Pengembalian IUP dinyatakan syah apabila disetujui oleh Gubernur dan setelah memenuhi
kewajiban.

BAB XII
IZIN USAHA JASA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Penggunaan dan Kegiatan Jasa Pertambangan
Pasal 111

(1) Pemegang IUP dalam melakukan kegiatan usahanya dapat menggunakan jasa
pertambangan setelah rencana kerja kegiatannya mendapat persetujuan dari Gubernur.
(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menggunakan Perusahaan Jasa
Pertambangan Lokal dan/atau Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional.

(3) Dalam hal tidak terdapat Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan/atau Perusahaan Jasa
Pertambangan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang IUP dapat
menggunakan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain yang berbadan hukum Indonesia.

(4) Pemegang IUP dapat menggunakan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), setelah melakukan pengumuman ke media massa lokal dan/atau
nasional, tetapi tidak ada Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan/atau Perusahaan Jasa
Pertambangan Nasional yang mampu secara finansial dan/atau teknis.

(5) Dalam hal Perusahaan Jasa Pertambangan Lain mendapatkan pekerjaan di bidang jasa
pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Perusahaan Jasa Pertambangan Lain
harus memberikan sebagian pekerjaan yang didapatkannya kepada Perusahaan Jasa
Pertambangan Lokal sebagai sub kontraktor sesuai dengan kompetensinya.

(6) Pemegang IUP dalam menggunakan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), wajib menerapkan asas kepatutan, transparan dan kewajaran.

Pasal 112

Dalam hal pemegang IUP menggunakan jasa pertambangan berbentuk orang perseorangan,
hanya dapat melakukan kegiatan jasa pertambangan sebagai berikut :

a. Jenis usaha jasa pertambangan konsultasi atau perencanaan; dan/atau


b. Usaha jasa pertambangan non inti.

Pasal 113

(1) Setiap pemegang IUP yang akan memberikan pekerjaan kepada perusahaan jasa
pertambangan, didasarkan atas kontrak kerja yang berasaskan kepatutan, transparan dan
kewajaran.

(2) Pemegang IUP atau IUPK dilarang menerima imbalan (fee) dari hasil pekerjaan yang
dilakukan oleh pelaku usaha jasa pertambangan.

Pasal 114

(1) Pemegang IUP atau IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan sendiri kegiatan
penambangan, pengolahan dan pemurnian.

(2) Pemegang IUP Operasi Produksi dapat menyerahkan kegiatan penambangan kepada usaha
jasa pertambangan, terbatas pada kegiatan :

a. Pengupasan lapisan (stripping) batuan penutup; dan


b. Pengangkutan mineral atau batubara.

(3) Pengupasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari kegiatan penggalian,
pemuatan dan pemindahan lapisan (stripping) batuan penutup dengan dan/atau didahului
peledakan.
Pasal 115

(1) Penggunaan Jasa Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan Pasal 111,
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemegang IUP.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi aspek teknis pertambangan,
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, dan lindungan lingkungan pertambangan.

Bagian Kedua
Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Jasa Pertambangan
Pasal 116

(1) Pelaku Usaha Jasa Pertambangan harus mendapatkan klasifikasi dan kualifikasi dari
lembaga independen yang dinyatakan dengan sertifikat.

(2) Apabila lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum terbentuk maka
klasifikasi dan kualifikasi dilakukan oleh Gubernur.

Bagian Ketiga
Perizinan
Pasal 117

Pelaku usaha jasa pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) dan ayat (3),
dapat melakukan kegiatannya setelah mendapatkan IUJP dari Gubernur.

Pasal 118

(1) Pelaku Usaha Jasa Pertambangan Non lnti dapat melakukan kegiatannya setelah
mendapatkan SKT dari Gubernur.

(2) SKT diberikan oleh Gubernur kepada pelaku Usaha Jasa Pertambangan Non lnti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk melakukan kegiatan Usaha Jasa Pertambangan
Non lnti.

(3) Tata cara pemberian IUJP dan SKT, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 119

IUJP atau SKT berakhir apabila :

a. Jangka waktu berlakunya telah berakhir dan tidak diajukan permohonan perpanjangan;
b. Diserahkan kembali oleh pemegang IUJP atau SKT dengan pernyataan tertulis sebelum
jangka waktu IUJP atau SKT berakhir;
c. Dicabut oleh pemberi IUJP atau SKT.

Pasal 120

Pemegang IUJP atau SKT dalam melaksanakan kegiatan usahanya wajib :

a. Menggunakan produk dalam negeri;


b. Menggunakan sub kontraktor lokal;
c. Menggunakan tenaga kerja lokal;
d. Melakukan kegiatan sesuai dengan jenis dan bidang usahanya;
e. Menyampaikan setiap dokumen kontrak jasa pertambangan dengan pemegang IUP;
f. Melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
g. Mengoptimalkan pembelanjaan lokal baik barang maupun jasa pertambangan yang diperlukan
dalam pelaksanaan kegiatan usaha jasanya;
h. Melaksanakan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
i. Membantu program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat meliputi peningkatan
pendidikan dan pelatihan, kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi lokal; dan
j. Menyusun dan menyampaikan laporan kegiatan kepada pemberi IUJP atau SKT.

Pasal 121
(1) Kewajiban penyusunan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 huruf j, berupa
laporan pelaksanaan kegiatan :
a. Triwulan; dan
b. Tahunan.
(2) Laporan triwulan dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. Investasi;
b. Nilai kontrak;
c. Realisasi kontrak;
d. Pemberi kontrak;
e. Tenaga kerja;
f. Peralatan (masterlist);
g. Penerimaan negara;
h. Penerimaan daerah;
i. Pembelanjaan lokal, nasional dan/atau impor; dan
j. Pengembangan masyarakat (Community Development).

Pasal 122
(1) Pelaku Usaha Jasa Pertambangan atau Usaha Jasa Pertambangan Non Inti, wajib
mempunyai penanggung jawab operasional di lapangan untuk menjamin aspek teknis
pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, lindungan lingkungan
pertambangan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(2) Penanggung jawab operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertangggung jawab
kepada Kepala Teknik Tambang.

BAB XIII
PENDAPATAN NEGARA DAN DAERAH
Pasal 123
(1) Pemegang IUP wajib membayar penerimaan Negara berupa pajak dan bukan pajak dan
pendapatan daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :
a. Pajak-pajak yang menjadi kewenangan pemerintah;
b. Bea masuk dan cukai.
(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :
a. Iuran tetap;
b. Iuran eksplorasi;
c. Iuran produksi; dan
d. Kompensasi data informasi.
(4) Besarnya tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), diatur dengan Peraturan Gubernur dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. Retribusi daerah; dan
b. Pendapatan lain yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(6) Besarnya tarif pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
DANA PENGELOLAAN

Pasal 124
(1) Dana pengelolaan pertambangan mineral dan batubara terdiri atas :
a. Dana inventarisasi, penyelidikan umum, eksplorasi dan study kelayakan;
b. Dana pengusulan penetapan WP dan WUP serta perubahannya;
c. Dana penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan;
d. Dana pelelangan WIUP; dan
e. Dana penyelenggaraan perijinan :
1. IUP eksplorasi;
2. IUJP; dan
3. SKT.
(2) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah pada setiap tahun anggaran secara proporsional.

BAB XV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Paragraf 1
Umum

Pasal 125
Gubernur melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang
dilaksanakan oleh pemegang IUP.

Paragraf 2
Pembinaan Terhadap Penyelenggaraan
Pengelolaan Usaha Pertambangan

Pasal 126
Gubernur melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan
yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 127
Pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126, terdiri atas:
a. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan;
b. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
c. Pendidikan dan pelatihan; dan
d. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara.

Pasal 128
(1) Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 huruf a meliputi:
a. Pedoman tata laksana; dan
b. Pedoman pelaksanaan.
(2) Pedoman tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi
pedoman struktur dan tata kerja penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha
pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
(3) Pedoman pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:
a. Pedoman teknis pertambangan;
b. Pedoman penyusunan laporan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan,pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan;
c. Pedoman penyusunan rencana kerja dan anggaran biaya;
d. Pedoman impor barang modal, peralatan, bahan baku,dan/atau bahan pendukung
pertambangan;
e. Pedoman penyusunan rencana kerja tahunan teknis dan lingkungan;
f. Pedoman pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar tambang;
g. Pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan;
h. Pedoman penyusunan laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, reklamasi, dan
pascatambang;
i. Pedoman evaluasi terhadap laporan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan
penjualan;
j. Pedoman penyusunan laporan penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha
pertambangan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota
k. Pedoman evaluasi laporan penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan
yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 129
(1) Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124
huruf b dilakukan terhadap penyelenggara pengelolaan usaha pertambangan.
(2) Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 130
Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 huruf c paling sedikit meliputi
kegiatan pendidikan dan pelatihan teknis manajerial, teknis pertambangan, dan pengawasan di
bidang mineral dan batubara.
Pasal 131
Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dilaksanakan oleh pemerintah
provinsi, perguruan tinggi, serta lembaga lainnya setelah mendapat akreditasi dari komite
akreditasi.

Pasal 132
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan diatur
dengan Peraturan Gubernur dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.

Paragraf 3
Pembinaan Atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan

Pasal 133
(1) Pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 122 dilakukan paling sedikit terhadap:
a. Pengadministrasian pertambangan;
b. Teknis operasional pertambangan; dan
c. Penerapan standar kompetensi tenaga kerja pertambangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
Gubernur dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kedua
Pengawasan
Paragraf 1
Umum

Pasal 134
Gubernur melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang
dilakukan oleh pemegang IUP.

Paragraf 2
Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan
Pengelolaan Usaha Pertambangan

Pasal 135
Gubernur wajib menindaklanjuti hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah.
Paragraf 3
Pengawasan Atas Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan

Pasal 136
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 dilakukan terhadap:
a. Teknis pertambangan;
b. Pemasaran;
c. Keuangan;
d. Pengelolaan data mineral dan batubara;
e. Konservasi sumber daya mineral dan batubara;
f. Keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g. Keselamatan operasi pertambangan;
h. Pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang;
i. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa serta rancang bangun dalam
negeri;
j. Pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
l. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
m. Kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum;
n. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, dan
o. Jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.

Pasal 137
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dilakukan melalui:
a. Evaluasi terhadap laporan rencana dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dari
pemegang IUP; dan/atau
b. Inspeksi ke lokasi IUP.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam setahun.

Pasal 138
Gubernur melakukan evaluasi atas hasil pengawasan yang dilakukan oleh Bupati/Walikota dan
menyampaikan hasil evaluasinya kepada Pemerintah.

Pasal 139
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 yang dilakukan oleh Gubernur
disampaikan kepada Pemerintah.

Pasal 140
(1) Pengawasan teknis pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 huruf a untuk:
a. IUP Eksplorasi dilakukan paling sedikit terhadap:
1. Pelaksanaan teknik eksplorasi; dan
2. Tata cara penghitungan sumber daya dan cadangan.
b. IUP Operasi Produksi paling sedikit terhadap:
1. Perencanaan dan pelaksanaan konstruksi termasuk pengujian alat pertambangan
(commisioning);
2. Perencanaan dan pelaksanaan penambangan;
3. Perencanaan dan pelaksanaan pengolahan dan pemurnian; dan
4. Perencanaan dan pelaksanaan pengangkutan dan penjualan.
(2) Pengawasan teknis pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Inspektur Tambang.

Pasal 141
(1) Pengawasan pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 huruf b paling sedikit
meliputi:
a. Realisasi produksi dan realisasi penjualan termasuk kualitas dan kuantitas serta harga
mineral dan batubara;
b. Kewajiban pemenuhan kebutuhan mineral atau batubara untuk kepentingan dalam
negeri;
c. Rencana dan realisasi kontrak penjualan mineral atau batubara;
d. Biaya penjualan yang dikeluarkan;
e. Perencanaan dan realisasi penerimaan negara bukan pajak; dan
f. Biaya pengolahan dan pemurnian mineral dan/atau batubara.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur.

Pasal 142
(1) Pengawasan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 huruf c paling sedikit
meliputi:
a. Perencanaan anggaran;
b. Realisasi anggaran;
c. Realisasi investasi; dan
d. Pemenuhan kewajiban pembayaran.
(2) Pemenuhan kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling
sedikit meliputi:
a. Iuran tetap untuk WIUP mineral logam atau batubara;
b. Iuran produksi mineral logam, batubara, dan mineral bukan logam sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur.

Pasal 143
(1) Pengawasan pengelolaan data mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
133 huruf d, paling sedikit meliputi pengawasan terhadap kegiatan perolehan,
pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan
data dan/atau informasi.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur.
Pasal 144
(1) Pengawasan konservasi sumber daya mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 133 huruf e paling sedikit meliputi:
a. Recovery penambangan dan pengolahan;
b. Pengelolaan dan/atau pemanfaatan cadangan marginal;
c. Pengelolaan dan/atau pemanfaatan batubara kualitas rendah dan mineral kadar rendah;
d. Pengelolaan dan/atau pemanfaatan mineral ikutan;
e. Pendataan sumber daya serta cadangan mineral dan batubara yang tidak tertambang;
dan
f. Pendataan dan pengelolaan sisa hasil pengolahan dan pemurnian.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Tambang.

Pasal 145
(1) Pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 133 huruf f terdiri atas:
a. Keselamatan kerja;
b. Kesehatan kerja;
c. Lingkungan kerja; dan
d. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya dilakukan oleh
Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 146
(1) Pengawasan keselamatan operasi pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133
huruf g paling sedikit meliputi:
a. Sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan
peralatan pertambangan;
b. Pengamanan instalasi;
c. Kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan pertambangan;
d. Kompetensi tenaga teknik; dan
e. Evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Tambang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 147
(1) Pengawasan pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pasca tambang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 133 huruf h paling sedikit meliputi:
a. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan dokumen pengelolaan
lingkungan atau izin lingkungan yang dimiliki dan telah disetujui;
b. Penataan, pemulihan, dan perbaikan lahan sesuai dengan peruntukannya;
c. Penetapan dan pencairan jaminan reklamasi;
d. Pengelolaan pascatambang;
e. Penetapan dan pencairan jaminan pascatambang; dan
f. Pemenuhan baku mutu lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Tambang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

Pasal 148
(1) Pengawasan pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang
bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 huruf i dilakukan terhadap pelaksanaan
pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun.
(2) Penggunaan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun
dilaksanakan sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi pelaksana usaha jasa pertambangan
mineral dan batubara serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Tambang.

Pasal 149
(1) Pengawasan pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 133 huruf j paling sedikit meliputi:
a. Pelaksanaan program pengembangan;
b. Pelaksanaan uji kompetensi; dan
c. Rencana biaya pengembangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur.
Pasal 150
(1) Pengawasan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 133 huruf k paling sedikit meliputi:
a. Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat;
b. Pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat; dan
c. Biaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur.
Pasal 151
(1) Pengawasan kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut
kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 huruf m paling sedikit
meliputi:
a. Fasilitas umum yang dibangun oleh pemegang IUP untuk masyarakat sekitar tambang;
dan
b. Pembiayaan untuk pembangunan atau penyediaan fasilitas umum sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur.
Pasal 152
(1) Pengawasan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
133 huruf n paling sedikit meliputi:
a. Luas wilayah;
b. Lokasi penambangan;
c. Lokasi pengolahan dan pemurnian;
d. Jangka waktu tahap kegiatan;
e. Penyelesaian masalah pertanahan;
f. Penyelesaian perselisihan; dan
g. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau
batubara.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur.
Pasal 153
(1) Pengawasan jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 133 huruf o paling sedikit meliputi:
a. Jenis komoditas tambang;
b. Kuantitas dan kualitas produksi untuk setiap lokasi penambangan;
c. Kuantitas dan kualitas pencucian dan/atau pengolahan dan pemurnian; dan
d. tempat penimbunan sementara (run of mine), tempat penimbunan (stock pile), dan titik
serah penjualan (at sale point).
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur.

Paragraf 4
Pelaksanaan Pengawasan

Pasal 154
(1) Pengawasan oleh Inspektur Tambang dilakukan melalui:
a. Evaluasi terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu waktu;
b. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu; dan
c. Penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan.
(2) Dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektur Tambang melakukan
kegiatan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian.
(3) Dalam melakukan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Inspektur Tambang berwenang:
a. Memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat;
b. Menghentikan sementara waktu sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan mineral
dan batubara apabila kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan keselamatan
pekerja/buruh tambang, keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan; dan
c. Mengusulkan penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada huruf b menjadi
penghentian secara tetap kegiatan pertambangan mineral dan batubara kepada Kepala
Inspektur Tambang.

Pasal 155
(1) Pengawasan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur dilakukan melalui:
a. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu; dan/atau
b. Verifikasi dan evaluasi terhadap laporan dari pemegang IUP.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pejabat yang ditunjuk
berwenang memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat.
BAB XVI
LARANGAN

Pasal 156
(1) Pemegang IUP dilarang memindahkan IUP kepada pihak lain.
(2) Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat
dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.
(3) Pengalihan kepemilikan dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat
dilakukan dengan syarat:
a. Harus melaporkan kepada Gubernur; dan
b. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 157
(1) Pemegang IUP dilarang melibatkan anak perusahaan dan/atau afiliasinya dalam bidang
usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan yang diusahakannya, kecuali
dengan persetujuan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2) Anak perusahaan dan/atau afiliasinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan
badan usaha, yang mempunyai kepemilikan saham langsung dengan pemegang IUP.

Pasal 158
Pemegang IUP dilarang menerima imbalan (fee) dari hasil pekerjaan yang dilakukan oleh pelaku
usaha jasa pertambangan.

BAB XVII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 159

(1) Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah (PPNSD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang:
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak
pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;
c. Memanggil dan/atau mendatangkan secara paksa orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana kegiatan usaha pertambangan;
d. Menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;
e. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha pertambangan dan
menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
pidana;
f. Menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha pertambangan yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;
g. Mendatangkan dan/atau meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha
pertambangan; dan/atau
h. Menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan.

Pasal 160
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155, dapat
menangkap pelaku tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
memberitahukan dimulai penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada pejabat
polisi negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
menghentikan penyidikannya dalam hal tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya
bukan merupakan tindak pidana.
(4) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XVIII
KETENTUAN ADMINISTRASI

Pasal 161
(1) Gubernur berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP atas pelanggaran
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 38 ayat (1), Pasal 48 ayat (3), Pasal
49 ayat (1), Pasal 53 ayat (1), ayat (3), Pasal 58, Pasal 70 ayat (1), Pasal 72 ayat (1), Pasal
83 (1), Pasal 75, Pasal 84 ayat (1), Pasal 85 ayat (1), Pasal 86, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95,
Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), Pasal 98 ayat (1), Pasal 99 ayat (1), Pasal 100, Pasal 102 ayat
(1), Pasal 106, Pasal 115 ayat (1), Pasal 117 ayat (1), Pasal 118 ayat (1), Pasal 151, Pasal
152, Pasal 153.
(2) Gubernur memberikan sanksi administratif kepada Pejabat SKPD apabila dalam
melakukan kajian teknis tidak didasarkan pada data faktual lapangan.
(3) Gubernur memberikan sanksi administratif kepada Inspektur Tambang apabila bertindak
sewenang-wenang dan diluar ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam melakukan
pengawasan usaha pertambangan mineral dan batubara.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi;
dan/atau
c. Pencabutan IUP.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 162
(1) Setiap orang atau badan, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11,
Pasal 24, Pasal 76, Pasal 77 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 78, Pasal 87, Pasal 112 dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,00- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
(3) Terhadap tindak pidana selain yang diatur pada ayat (1), diancam pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3), adalah kejahatan.

BAB XX
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 163
Setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IUP diselesaikan melalui pengadilan dan
arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 164
Segala akibat hukum yang timbul karena penghentian sementara dan/atau pencabutan IUP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dan Pasal 104 ayat (3), diselesaikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 165
(1) Semua izin pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
(2) Semua izin pertambangan yang telah ada tetapi bertentangan dengan Peraturan Daerah ini,
harus disesuaikan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 166
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Propinsi Maluku
Utara Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum (Lembaran
Daerah Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Nomor
4), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini, ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan
sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini.
Pasal 167
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Maluku Utara.

Ditetapkan di Sofifi
Pada tanggal 28 September 2012
GUBERNUR MALUKU UTARA,

H. THAIB ARMAIYN

Diundangkan di Sofifi
pada tanggal 28 September 2012

Plt. SEKRETARIS DAERAH


PROVINSI MALUKU UTARA,

H. A. MADJID HUSEN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2012 NOMOR :12


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA
NOMOR 12 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3)
menegaskan bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Mengingat
mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan
sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal
mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan
agar
memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-undang tersebut
selama kurang lebih empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan
sumbangan yang penting bagi pembangunan nasional. Dalam perkembangan lebih lanjut,
undang-undang tersebut yang muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan
perkembangan situasi sekarang dan tantangan masa depan. Di samping itu, pembangunan
pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik
bersifat nasional maupun internasional. Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan
mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi
daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak
atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran serta aktif pihak swasta dan
masyarakat.
Bahwa Provinsi Maluku Utara memiliki potensi di bidang sumber daya mineral, berupa
mineral logam, non logam, batubara, batuan dan mineral radioaktif. Sedangkan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi adalah mineral logam, non logam, batubara dan
batuan, yang pengelolaannya masih berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan beserta peraturan pelaksanaannya.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, yang merupakan suatu bentuk reformasi yuridis terhadap Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1967, yang sangat mengedepankan kepedulian lingkungan hidup
dan masyarakat sekitar tambang,
sehingga peraturan pelaksana dibawah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 termasuk
Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Usaha
Pertambangan Umum perlu dilakukan penyesuaian atau upaya harmonisasi dengan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten / Kota, daerah diberi kewenangan untuk menyusun Peraturan Perundang-
undangan Daerah di Bidang Pertambangan dan Mineral.
Perda ini mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh Negara
dan pengembangannya serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha.
2. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan kesempatan kepada
badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun
masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan
izin.
3. Pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan berdasarkar prinsip
eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi yang melibatkan pemerintah daerah.
4. Usaha pertambangan di daerah harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang
sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat.
5. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong
kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah serta mendorong
tumbuhnya industri penunjang pertambangan.
6. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan
harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi dan
partisipasi masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, maka perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penyelidikan” adalah suatu kegiatan yang sifatnya
umum bertujuan untuk mencari jenis-jenis mineral yang berada di permukaan
maupun di bawah permukaan bumi.
Yang dimaksud dengan “penelitian” adalah suatu kegiatan yang sifatnya spesifik
dan mendetail bertujuan untuk mengetahui jumlah deposit, kadar atau mutu serta
pertimbangan ekonomis tidaknya mineral terendap yang dapat dimanfaatkan
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)” adalah bagian
dari wilayah pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Yang dimaksud dengan “Wilayah Pencadangan Negara (WPN)” adalah bagian
dari wilayah pertambangan yang dicadangkan untuk kepentingan strategis
nasional.
Huruf f
Cukup jelas.
Hutuf g
Kondisi hutan di Maluku UTARA yang luasnya kurang dari 10% luas daratan,
maka diperlukan upaya khusus untuk menjaga kelestarian Kawasan Hutan
Lindung dan Kawasan Konservasi.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf e
Kriteria kepadatan penduduk antara lain dimaksudkan agar WIUP tidak
mencakup perkampungan adat dan pemukiman penduduk serta fasilitas umum
dan fasilitas sisial di atasnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31

Ayat (1)
Mengumumkan WIUP secara terbuka dalam ketentuan ini dilakukan:
a. Paling sedikit di 1 (satu) media cetak lokal dan/atau 1 (satu) media cetak nasional;
b. Di kantor kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
mineral dan batubara;
c. Di kantor pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Ayat (2)
Rekomendasi dalam ketentuan ini adalah rekomendasi dalam bentuk pemberian
pertimbangan yang berisi informasi mengenai pemanfaatan lahan di WIUP dan
karakteristik budaya masyarakat berdasarkan kearifan lokal dalam rangka pelelangan
WIUP.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “unsur dari Pemerintah” dalam ketentuan ini merupakan
wakil dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
mineral dan batubara.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Rekomendasi dalam ketentuan ini adalah rekomendasi dalam bentuk pemberian
pertimbangan yang berisi informasi mengenai pemanfaatan lahan di WIUP dan
karakteristik budaya masyarakat berdasarkan kearifan lokal dalam rangka
pelelangan WIUP.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “bukti pembayaran kewajiban keuangan” dalam
ketentuan ini adalah iuran tetap, iuran produksi, dan pajak.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “data hasil studi kelayakan” merupakan sinkronisasi data
milik pemerintah dan data pemerintah daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dalam ketentuan ini termasuk jangka waktu
untuk konstruksi selama 2 (dua) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “mineral bukan logam jenis tertentu” adalah antara lain
batu gamping untuk industri semen, intan, dan batu mulia.
Jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dalam ketentuan ini termasuk jangka waktu
untuk konstruksi selama 2 (dua) tahun.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dalam ketentuan ini termasuk jangka waktu
untuk konstruksi selama 2 (dua).
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Yang dimaksud dengan “wilayah di luar WIUP” dalam ketentuan ini adalah
project area yang dilarang untuk melakukan kegiatan penambangan.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup Jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “mineral” adalah mineral yang tercantum dalam IUP.
Yang dimaksud dengan “mineral ikutannya” adalah mineral di luar yang
tercantum dalam IUP. Apabila akan diusahakan oleh Pemegang IUP maka wajib
mengajukan permohonan IUP mineral ikutannya. Apabila Pemegang IUP tidak
mengusahakan mineral ikutannya, maka Gubernur dapat memberikan WIUP
mineral ikutan tersebut melalui pelelangan.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”sisa tambang” antara lain: tailing dan limbah batubara.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ketentuan ini dimaksudkan, mengingatkan usaha pertambangan pada sumber air,
dapat mengakibatkan perubahan morfologi sumber air, baik pada kawasan hulu
maupun hilir.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Nilai tambah dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produk akhir
dari usaha pertambangan atau pemanfaatan mineral ikutan.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk
penjualan dalam ketentuan ini adalah pengurusan izin pengangkutan dan
penjualan atas mineral dan/atau batubara yang tergali.
Ayat (2)
Izin diberikan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi atas
mineral dan/atau batubara yang tergali oleh instansi teknis terkait.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 96
Pemanfaatan tenaga kerja setempat tetap mempertimbangkan kompetensi tenaga
kerja dan keahlian tenaga kerja yang tersedia.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung dan menumbuhkembangkan
kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing.
Pasal 97
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah mereka yang terkena dampak langsung
dari kegiatan usaha pertambangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “keadaan kahar” dalam ketentuan ini antara lain meliputi
perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran
dan bencana alam di luar kemampuan manusia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “keadaan yang menghalangi” dalam ketentuan ini antara
lain meliputi blokade, pemogokan, perselisihan perburuhan di luar kesalahan
pemegang IUP dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
diterbitkan oleh pemerintah yang menghambat kegiatan usaha pertambangan
mineral atau batubara yang sedang berjalan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Permohonan masyarakat memuat penjelasan keadaan kondisi daya dukung
lingkungan wilayah yang dikaitkan dengan aktivitas kegiatan penambangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”alasan yang jelas” dalam ketentuan ini antara lain tidak
ditemukannya prospek secara teknis, ekonomis, atau lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Perusahaan Jasa Pertambangan lain” adalah perusahaan
yang didirikan dan berbadan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki oleh pihak asing.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 110
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Usaha Jasa Pertambangan Non inti” adalah usaha jasa
selain usaha jasa pertambangan, yang memberikan pelayanan jasa dalam
mendukung kegiatan usaha pertambangan, misalnya survey.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup Jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Ayat (1)
Bimbingan, supervisi, dan konsultasi dalam ketentuan ini dapat berupa sosialisasi,
penyuluhan, lokakarya, inspeksi bersama, seminar, dan pertemuan teknis di
tingkat provinsi, dan kabupaten/kota.
Ayat (2)
Sesuai dengan kebutuhan dalam ketentuan ini dilakukan berdasarkan penilaian
Gubernur atau atas permintaan pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya dalam ketentuan ini termasuk lembaga
pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh swasta atau masyarakat.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Ayat (1)
Huruf a
Keselamatan kerja dalam ketentuan ini meliputi, antara lain:
a. Manajemen resiko;
b. Program keselamatan kerja yang meliputi, antara lain, pencegahan kecelakan,
peledakan, kebakaran, dan kejadian lain yang berbahaya;
c. Pelatihan dan pendidikan keselamatan kerja;
d. Administrasi keselamatan kerja;
e. Manajemen keadaan darurat;
f. Inspeksi keselamatan kerja;
g. Pencegahan dan penyelidikan kecelakaan.
Huruf b
Kesehatan kerja dalam ketentuan ini meliputi, antara lain:
a. Program kesehatan pekerja/buruh yang meliputi, antara lain, pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja, pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat
kerja, pertolongan pertama pada kecelakaan, serta pelatihan dan pendidikan
kesehatan kerja;
b. Higienis dan sanitasi;
c. Ergonomis;
d. Pengelolaan makanan, minuman, dan gizi pekerja/buruh; dan/atau
e. Dianogsis dan pemeriksaan penyakit akibat kerja.
Huruf c
Lingkungan kerja dalam ketentuan ini meliputi, antara lain:
a. Pengendalian debu;
b. Pengendalian kebisingan;
c. Pengendalian getaran;
d. Pencahayaan;
e. Kualitas udara kerja;
f. Pengendalian ;
g. Pengendalian radiasi;
h. Pengendalian faktor kimia;
i. Pengendalian faktor biologi; dan
j. Kebersihan lingkungan kerja.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundangundangan” adalah
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Ayat (1)
Huruf a
Fasilitas umum dalam ketentuan ini misalnya jalan umum, sekolah, dan klinik.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Kepala Inspektur Tambang” adalah pejabat yang secara
ex officio menduduki jabatan kepala dinas teknis provinsi yang mempunyai tugas
pokok dan fungsi di bidang pertambangan mineral dan batubara di Pemerintah
Provinsi;
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup Jelas.
Pasal 159
Cukup Jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas
Pasal 166
Cukup jelas
Pasal 167
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA NOMOR 12

Anda mungkin juga menyukai