Anda di halaman 1dari 187

KATA PENGANTAR

Laporan Final ini merupakan tindak lanjut dari laporan awal yang berupa Laporan
Pendahuluan dan juga Laporan Antara. Dengan mempertimbangkan kemampuan dan
potensi yang ada pada segenap tim penyusun pekerjaan Penyiapan Site Plan Kawasan
Industri pada Kaki Kaki Jembatan Sisi Madura (KKJSM). maka pada penysunan Laporan Final
ini kami mengelaborasi materi yang sifatnya lebih terinci dan analitis dari laporan awal
maupun antara serta dilengkapi dengan tinjauan lapangan sebagai bentuk pemahaman
terhadap situasi lokal yang ada. Pada tahap ini juga dilakukan proses pengukuran lokasi
supaya dapat diperoleh data yang lebih terukur dan operasional.

Laporan Final ini sifatnya menindaklanjuti proses metodologis yang ada pada Laporan
Pendahuluan serta merumuskan hasil kajian pada tahap Laporan Antara. Pada Laporan Final
ini akan dilengkapi Buku Ringkasan (Excecutive summary) dan Buku Laporan Perancangan
yang sifatnya mengakomodasikan secara tersendiri proses perancangan yang secara tertulis
sama dengan materi yang tercantum pada laporan final ini.

Kedalaman materi dari pekerjaan ini akan ditandai oleh adanya unsur pemilihan zoning
sebagai dasar untuk penetapan struktur utama kawasan beserta komponen pembentuknya
seperti RTH, maupun instrumen pendukung lainnya. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah
melanjutkan elaborasi konsep EIP (eco industrial park) kedalam indikator dan parameter
untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan atau implementasi kedalam kawasan maupun
bangunan yang hemat energi (green building) dan green architecture.

Kandungan hijau (green content) pada kawasan industri di KKJSM ini merupakan upaya
tindak-lanjut dari Blok RDTR yang mengamanatkan perlunya dirumuskan siteplan kawasan
industri yang ramah lingkungan dengan luasan sekitar 300 hektar pada KKJSM (Kawasan Kaki
Jembatan Sisi Madura). Dalam rangka menuju operasionalisasi aplikasi siteplan ini, pada
Laporan Final dilengkapi dengan arahan manajemen pengelolaan terutama dalam rangka
mengakomodasikan ekspektasi calon investor, maupun nilai jual dari proyek kawasan
industri di KKJSM dimaksud.

Akhirnya. Semoga pembahasan secara singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua
termasuk para pelaku pembangunan terkait lainnya. Mengingat Laporan Final ini tidak luput
dari berbagai kekurangan, maka sumbang saran penyempurnaan, sanagt diperlukan.
Terimakasih

Pemimpin Tim

(M.Saefudin)
II

D A F T A R I SI

KATA PENGANTAR -i
DAFTAR ISI -i i
DAFTAR BAGAN -vi
DAFTAR TABEL -viii

BABI PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG -1


1.2. MAKSUD DAN TUJUAN -2
*> 1.3. RUANG LINGKUP -3
A. Lingkup Wilayah -3
m B. Lingkup Kegiatan -3
1.4. DASAR HUKUM -6
1.5. KELUARAN -6
1.6. SISTIMATIKA PEMBAHASAN -6

BAB II KEBIJAKAN TATA RUANG DAN INDUSTRI

KEBIJAKAN TATA RUANG -1

2.1.1. Kebijakan Nasional Dan MP3EI -1

2.1.2. Kebijakan Provinsi Jawa Timur dan GKS -10

2.1.3. Rencana Induk BPWS -13

2.1.4. Kajian RTRW Kab. Bangkalan -16

2.1.5. Rencana Blok KKJSM -18

i
m

2 . 2. KEBIJAKAN INDUSTRI -21

2.2.1. NASIONAL -21


A. Pengertian dan Payung Hukum -21
B. Jenis-Jenis Industri -23

2.2.2. JAWA TIMUR -2 4

BAB II I : TINJAUAN LITERATUR

3.1. KONSEP LINGKUNGAN -1

3.2. KONSEP EKO INDUSTRI -5


3.3. STANDAR KAWASAN INDUSTRI -9

A. Perumusan Jenis Industri -13


B. Kebutuhan Lahan -15
C. Pola Penggunaan Lahan -15
D. Sistim Zoning -16
E. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) -16
F. Ukuran Kapling -17
G. Penempatan Pintu Keluar- Masuk Kapling -18
H. Penyediaan Tempat Parkir & Bongkar Muat -19
1. Standar Teknis Sarana dan Prasarana Penunjang -19

BAB. IV. KONDISI LAPANGAN

4.1. KONDISI FISIK DASAR -1


4.2. KONDISI KEPENDUDUKAN -4
4.3 KONDISI NILAI DAN NORMA SOSIAL -4
4.4. POTENSI EKONOMI -5
4.5. POTENSI INDUSTRI -5
4.6. POTENSI PARIWISATA -6
4.7. POTENSI LAHAN -6

BAB V
PARAMETER PERENCANAAN KAWASAN EKO INDUSTRI

5.1. KONSEP UMUM GREEN FACTO RY SEBAGAI BANGUNAN HIJAU -1:


-Cv
1
5.1.1. Konsep Green Factory Sebagai Bentuk Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung -1
5.1.2. Parameter green building untuk melandasi pengertian Eco-Industrial Park (EIP) -4
A. Parameter kesehatan lingkungan -4
B. Parameter desain yang ramah lingkungan -5

5.2. KONSEP GREEN FACTORY UNTUK KONSERVASI ENERGI


PADA ECO-INDUSTRIAL PARK (EIP) -6

5.2.1. Green factory dan kebijakan konservasi energi di sektor industri -6


5.2.2. Parameter green building untuk perumusan green factory -7
5.2.3. Komponen Green Building dan SNI untuk melandasi perumusan green factory -8

5.3. KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA PADA KOMPONEN TERPILIH -


DARI GREEN FACTORY -9

5.4. KAJIAN GREEN ARCHITECTURE UNTUK MENDUKUNG PERUJUDAN GREEN FACTORY 14

BAB VI
SKENARIO KONSEP PENGEMBANGAN INDUSTRI DI KKJSM

^ 6.1. ARAH YANG DITUJU -1

6.2. KONSUMSI DAN KONVERSI ENERGI PADA KAWASAN ECO-INDUSTRI -4

6.3. AUDIT ENERGI PADA KAWASAN ECO-INDUSTRI -6

6.4. SKENARIO KONSERVASI ENERGI PADA KAWASAN ECO-INDUSTRI -


& KOMPONEN BANGUNAN HIJAU-NYA -8

6.4.1. Skenario konservasi energi untuk pengelolaan sistem penghawaan-


pada kawasan eco-industri: -10

A. Skenario Konservasi Energi untuk Sistem Penghawaan Alami-


Pada Green Factory -10
B. Skenario Konservasi Energi Untuk Sistem Pencahayaan Buatan -
Pada Green Factory -12
C. Skenario Konservasi Energi untuk Sistem Tata Udara Pada Green Factory -13

6.4.2. Skenario konservasi energi terhadap pengelolaan air pada bangunan hijau-
pada kawasan eco-industri - 15

6.4.3. Skenario konservasi energi terhadap penggunaan bahan material pada -


bangunan hijau pada kawasan eco-industri - 21
5_x
t

rr>
1
V

A. Problematik - 21
B. Pemanfaatan bahan material ramah lingkungan untuk konservasi energi - 22
BAB VII
PERENCANAAN SITE PLAN KAWASAN INDUSTRI

7.1. JENIS INDUSTRI DAN KEBUTUHAN RUANG, BANGUNAN DAN INFRASTRUKTUR -1

7.1.1. Arahan dari Kebijakan industri nasional -1


7.1.2. Arahan dari pemda provinsi Jatim -1
7.1.3. Arahan Dari MP3I -1
7.1.4. Jenis Industri yang ada di kabupaten (Usulan hasil survey) -4
A. Penetapan Tipe Kluster ndustri dengan basis ruang untuk pekerja -8
B. Penetapan Kluster Industri Terpilih di KKJSM -18

7.2. ANALISIS DETIL BLOK PEMANFAATAN RUANG UNTUK INDUSTRI - 23

7.2.1. Arahan dari Blok-RDTR -23


7.2.2. Pendetailan Blok Peruntukan dari RDTR yang ada -2 4

7.3. ALOKASI KEBUTUHAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG -28


9T ■
<-r\ 7.3.1. Sistem Struktur Utama Kawasan -28
7.3.2. SisterruRTH -30
7.3.3 Sistem Drainase dan Area Resapan Sebagai Arah Perencanaan Infrastruktur -3 4
7.3.4. Perencanaan Sistem Air Bersih -35
7.3.5. Perencanaan Sistem Air Limbah -35

7.4. PENETAPAN SITEPLAN - 37

A. Desain Jalan -38


B. Gambar Perspekstif 3 D / Image Kavling Industri - 39

BAB VIII
MANAJEMEN PENGELOLAAN KKJSM

8.1. LATAR BELAKANG -1

8.2. MAKSUD DAN TUJUAN DALAM PENYSUSUNAN SITEPLAN KKJSM -2

8.3. RUANG LINGKUP KEGIATAN PENYUSUNAN KKJSM -3


C. Lingkup penysunan siteplan -3

r
«S.
/CV
1
VI

D. Lingkup pengembangan strategi dan kelembagaan pengelolaan -3

i 8.4. PENINGKATAN IMAGE LOKASI KKJSM -4

8.4.1. Penggunaan lahan eksisting KKJS Madura dan daya tampung penduduk -4
8.4.2. Potensi industri eksisting -5

8.5. FAKTOR PENDUKUNG KEWILAYAHAN -10


8.5.1. Kebijakan kewilayahan sebagai wilayah KSN (Kawasan Strategis Nasional) -10
8.5.2. Kebijakan MP3EI -10
8.5.3. Kabupaten Bangkalan Sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional) dan Sebagian
dari Rencana SMA (Surabaya Metropolitan Area) dan Bagian Dari GKS -
(Gerbang Karta Susila) Plus. -10

8.6. SPESIFIKASI TEKNIS SITEPLAN KKJSM -12

8.7 SISTEM PENGELOLAAN MANAJEMEN KKJSM -23


8.7.1. Mengakomodasi ekspektasi calon investor -23
A. Kepastian Hukum -23
a. Perijinan tertulis dan tidak tertulis -23
b. Standarisasi -23
c. Nilai Kepantasan dan kepatutan -23
B. Sistem manajemen -24
nf C. Kemudahan dan pendukung lainnya -25
f' D. Ketersediaan lahan, fasilitas dan utilitas -25
E. Harga lahan, harga utilitas dan biaya lainnya -26
% F. Pengembangan -26
8.7.2. NILAI (BRAND/IMAGE) PROYEK KKJSM -26

oOo

' V

t
VI

DAFTAR BAGAN

• Bagan 1-1 : Pemanfaatan kanan kiri jembatan oleh warga -1


• Bagan 1-2 : Bantuan teknis pelaksanaan penataan ruang Kawasan -
sekitar kaki jembatan suramadu dan BPWS 2010 -2
• Bagan 1-3 : Sasaran -4
• Bagan 1-4 : Rangkaian kegiatan pada cakupan ruang lingkup -5

• Bagan ll-l : Lokasi Jembatan Suromadu -1


• Bagan 11-2 : 8 program utama dan 18 aktivitas ekonomi pada MP3EI -10
• Bagan 11-3 : Struktur Ruang Gerbangkertasusila Plus (GKS Plus) -11
• Bagan 11-4 : Struktur Tata Ruang Perkotaan Surabaya Metropolitan Area -12
• Bagan 11-5 : Proses penyusunan Rencana Induk BPWS (Konsep) -15
• Bagan 11-6 : Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan -17
• Bagan 11-7 : Blok RDTR-KKJSM -2 0
• Bagan 11-8 : Arahan Makro kebijakan Industri -22
• Bagan 11-9 : Arahan IPTEK Nasional (sumber MP3EI) -2 7

Bagan lll-l : Konsep Lingkungan untuk landasan perumusan siteplan KKJSM -5


Bagan 111-2 : Ilustrasi ukuran Kapling Industri -1 7
Bagan 111-3 : Posisi Kapling terhadap alur keluar masuk -1 8

Bagan I V - l : Lokasi Kabupaten Bangkalan -1


Bagan IV-2 : Lokasi kawasan KKJSM -2
Bagan IV-3 : Besaran Jumlah penduduk Kab. Bangkalan-2007 -4
Bagan IV-4 : Jembatan Suramadu (Agustus 2011) -5
Bagan IV-5 : Tegalan pada kanan kiri akses utama KKJSM -7
Bagan IV-6 : Perumahan penduduk sekitar KKJSM -7
Bagan IV-7 : Diagram Luas Penggunaan Lahan Eksisting KKJSM Tahun 2007 -8

Bagan V - l : Panorama kawasan ramah lingkungan -1


Bagan V-2 : Hubungan ruang dalam -ruang luar -2
Bagan V-3 : fenomena sick building -2
Bagan V-4 : efek rumah kaca -3
Bagan V-5 : peran green pada bangunan & lingkungan -4
Bagan V-6 : kebijakan konservasi dan peran kontribusi alam -7
Bagan V-7 : sektor pengguna terbesar energi non terbarukan -10
Bagan V-8 : perkembangan penggunaan energi untuk supply-demand -10
Bagan V-9 : proses konservasi energi pada bangunan gedung lama &. baru -11
V II

• Bagan V -1 0 : fenomena kontradiksi antara estetika-konservasi -12


• Bagan V - l l : fenomena sinergis antara estetika dan keberlangsungan -12
• Bagan V-12: penggunaan energi -1 3
• Bagan V-13 : proses pemulihan energi bangunan -1 3
» • Bagan V -1 4: Contoh green architecture-1 -1 4
• Bagan V -1 5: Contoh Green Architecture-2 -1 5

• Bagan V l - l : Perkembangan tingkat kedalaman hijau menuju bentuk EIP -1


• Bagan V I-2 : peran green building -2
• Bagan VI-3: sinergitas komponen Clean, Green & Blue pada Kawasan Indusri -3
• Bagan VI-4 : konsumsi energi pada bangunan gedung -4
• Bagan VI-5 : konsumsi energi pada kawasan eco-induystri -4
• Bagan VI-6 : pemanfaatan energi pada kawasan eco-industri -4
• Bagan VI-7 : Penetapan manajemen pengelolaan energi pada kawasan eco-industri (1) -5
• Bagan VI-8 : penetapan manajemen pengelolaan energi pada kawasan eco-industri(2) -5
• Bagan VI-9: Proses audit energi pada kawasan eco-industri terkait konservasienergi -6
• Bagan VI-10: Prosedur perancangan sistem pencahayaan alami siang hari. -1 0
• Bagan V l - l l : Tiga Komponen cahaya langit -1 1
• Bagan VI-12: Prosedur Perencanaa Pencahayaan Buatan -13
• Bagan VI-13: Konsep Total Siklus Air Manajemen -1 6
• Bagan VI-14 : Konsep konservasi Energi Pemanfaatan Siklus Air Pada Bangunan Hijau -1 7
• Bagan VI-15: Konsep sistem drainase lingkungan berkelanjutan -
pada Kawasan Eco Industri -1 8
V • Bagan V I-16: prosedur umum pengelolaan persampahan -19
% • Bagan V I-17: Sistem Persampahan Skala Rumah Tanggga - 21

Bagan V l l - l : pengembangan kawasan Industri di Jatim -7


Bagan VII-2 Kawasan industri Jababeka - 21
Bagan VII-3 : Lokasi pembanding (1) -22
Bagan VII-4 : Lokasi pembanding (2) -22
Bagan VII-5 : Peta pengukuran Blok RDTR -25
Bagan VII-6 : Alternatif Zoning 01 -25
Bagan VII-7 : Alternatif Zoning 02 -26
Bagan VII-8 : Alternatif Zoning 03 -26
Bagan VII-9 : Alternatif Zoning 04 -27
Bagan VII-10 : Pemilihan Zoning Terpilih -27
Bagan V l l - l l : Struktur Utama Kawasan - 28
Bagan V II-12 : Sistem Struktur Utama Kawasan Terpilih -28
Bagan VII-13 : Detil Kawasan (1) -29
Bagan VII-14 : Detil Kawasan (2)-Kavling Kecil -29
Bagan VII-15 : Konsep RTH Berbasis Ecological Networks -30
« Bagan VII-16 : Konsep Struktur Utama & RTH yang didukung oleh Pusat Pertumbuhan - 30
Bagan VII-17 : Pola RTH untuk memperkuat site bagian utara (Detail A) -31
¥
viii

Bagan VII-18 : Pola RTH untuk memperkuat site bagian utara (Detail B) - 31
Bagan VII-19 : Tingkat Daya serap Tanaman terhadap Karbon (C02) - 32
Bagan VII-20 : Jenis vegetasi penyerap karbon - 32
Bagan V II-21: Sistem Drainase dan Resapan Air - 34
Bagan VII-22 : Sistem Air Bersih - 35
Bagan VII-23 : Sistem Air Limbah -3 6
Bagan VII-24 : Sistem Pengelolaan Sampah - 36
Bagan VII-25 : Perencanaan Siteplan menyeluruh - 37
Bagan VII-26 : Desain Jalan dan Jalan Toll - 38
Bagan VII-27 : Rencana Hirarkhi Jalan - 38
Bagan VII-28 : Image Kavling Industri - 39

Bagan V ll l- l: pemanfaatan kanan kiri jembatan oleh warga -1


Bagan VIII-2 : Bantuan teknis pelaksanaan penataan ruang Kawasan sekitar-
kaki jembatan suramadu dan BPWS 2010 -2
Bagan VIII-3 : Sasaran -3
Bagan VIII-4 : panorama pusat pelayanan -4
Bagan VIII-5 : suasana pengrajin -5
Bagan VIII-6 : suasana hijau -6
Bagan VIII-7 :s uasana alami -7
Bagan VIII-10 : gambar lokasi -12
Bagan V l l l - l l : zoning terpilih -13
Bagan VIII-12 : Proses leveling -13
Bagan VIII-13 : Draft Siteplan KKJSM -14
Bagan VIII-14 : Detil A -15
Bagan VIII-15 : Detil B -15
Bagan VIII-16 : kavling industri -16
Bagan VIII-17 : luas kavling -16
Bagan VIII-18 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan -1 7
Bagan V III19 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 17
Bagan VIII-20 :'ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan -1 8
Bagan VIII-21: ilustrasi kapling industri dan area pusat kegiatan -1 8
Bagan VIII-22 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 19
Bagan VIII-23 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 19
Bagan VIII-24 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 20
Bagan VIII-25 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 20
Bagan VIII-26 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 21
Bagan VIII-27 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 21
Bagan VIII-28 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 22
Bagan VIII-29 : ilustrasi kapling industri danarea pusat kegiatan - 22
Bagan VIII-30 : Marketable kawasan - 24
Bagan VIII-31: Konsep kawasan industri yang mempunyai nilai jual - 27
mm

XI
VIII

DAFTAR TABEL

• Tabel ll-l : Rencana Pola Ruang Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura, Hingga 2027 -1 9

• Tabel lll-l : Pola penggunaan lahan kawasan industri -1 6


• Tabel 111-2 : Standar Teknis Pelayanan (umum) -2 0
• Tabel 111-3 : Alokasi Peruntukan Lahan Kawasan Industri - 22

• Tabel IVI-1 : Luas Kabupaten Bangkalan Tahun 2007 -3


• Tabel IV-2 : Luas Desa dan Luas KKJS -3
• Tabel IV-3 : Peruntukan Lahan Kabupaten Bangkalan Tahun 2007 -7
• Tabel IV-4 : Luas KKJS Sisi Madura Berdasarkan PenggunaanLahan, 2007 -8

• Tabel V l-l: Kriteria Green sebagai komponen eco-industri di Negara Lain -3

• Tabel V l l - l : Jenis Komoditas yang dikembangkan untuk skala P.Madura (1) - 3


• Tabel VII-2 : Jenis Komoditas yang dikembangkan untuk skala P.Madura (2) -4
• Tabel VII-3 : Jenis Industri Yang Akomodatif Skala P.Madura Untuk KKJSM - 5
• Tabel VII-4 : Jenis Industri Yang Akomodatif Skala P.Madura Untuk KKJSM (Ringkasan) - 6
• Tabel VII-5 Klaster Industri Mikro berbasis perhitungan ruang-
dengan jumlah pekerja 10 orang -8
• Tabel VII-6 Tipe Klaste Industri Kecil berbasis perhitungan ruang -
dengan jumlah pekerja 20 orang -9
• Tabel VII-7 Tipe Kluster Industri Kecil berbasis perhitungan ruang -
dengan jumlah pekerja 35 orang -9
• Tabel VII-8 Tipe Kluster Industri Sedang berbasis perhitungan ruang -
dengan jumlah pekerja 50 orang -1 0
• Tabel VII-9 Tipe Kluster Industri Sedang berbasis perhitungan ruang-
dengan jumlah pekerja 75 orang -11
• Tabel Vli-10 Industri Sedang berbasis perhitungan ruang -
dengan jumlah pekerja 100 orang -11
• Tabel V ll- ll Tipe Klaster Industri Besar berbasis perhitungan ruang -
dengan jumlah pekerja 200 orang -12
• Tabel VII-12 Tipe Industri Besar berbasis perhitungan ruang -
dengan jumlah pekerja 350 orang -1 3
• Tabel VII-13 SERVICE: Pengolahan Limbah -1 4
• Tabel VII-14 SERVICE: Pengolahan Air -1 4
• Tabel VII-15 SERVICE: Gardu Listrik -1 5
• Tabel VII-16 SERVICE: Pergudangan -1 6
IX

• Tabel VII-17 SERVICE: Pujasera -1 6


• Tabel VII-18 SERVICE: Area Banjir Distrik -1 7
• Tabel VII-19 SERVICE: Tempat Penampungan Sampah Sementara -1 8
• Tabel VII-20 : PROGRAM RUANG TERPILIH - 19
• Tabel VII-21 : Total Kebutuhan Ruang (Ha) -2 1
• Tabel VII-22 : Luasan Kavling Pembanding - 21
• Tabel VII-23 : Rencana Pola Ruang Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura, Hingga 2027 -2 4
• Tabel VII-24 : Pemilihan Zoning Terpilih -2 7

• Tabel V lll-l : Jenis Komoditas Yang Dikembangkan Pada KKJSM -8


• Tabel VIII-2 : Jenis Komoditas Yang Dikembangkan Pada KKJSM (2) -8
• Tabel VIII-3 : Jenis komoditas hasil survey yang akan dikembangkan di Lokasi KKJSM -9
• Tabel VIII-4 : Jenis komoditas hasil survey yang akan dikembangkan di Lokasi KKJSM (2) -9

oOo
1

BAB I
PENDAHULUAN

1 .1. LATAR BELAKANG

Jembatan Nasional Surabaya-Madura (Suramadu) atau dikenal sebagai Jembatan Tol


Suramadu membentang sepanjang 5,438 kilometer yang menghubungkan Pulau Madura
dengan Kota Surabaya dan wilayah sekitarnya di Provinsi Jawa Timur. Berbeda dengan jalan
cukai yang pada umumnya hanya diperuntukkan untuk kendaraan roda empat atau lebih,
maka Jembatan Tol Suramadu juga dapat diakses oleh kendaraan roda dua/ sepeda motor.
Saat ini Jembatan Toll
Suramadu telah menjadi
alternatif pilihan akses
transportasi utama dari/ke
Pulau Madura karena hanya
membutuhkan waktu tempuh
kurang lebih 10 menit dari
semula 2,5 jam dengan moda
transportasi laut menggunakan
kapal ferry. Pembangunan ini
diharapkan akan mendorong
percepatan pengembangan
sosial ekonomi dan tata ruang
wilayah-wilayah tertinggal yang
ada di Pulau Madura.
Perkembangan pembangunan sudah nampak dengan terbangunnya kanan kiri jembatan
oleh warga dalam menewarkan komoditas perdagangannya (lihat gambar 1-1)
Sebagai tindak lanjut dari upaya tersebut di atas, maka Pemerintah menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Pengembangan Wilayah
Surabaya-Madura (BPWS. Peraturan perundangundangan ini kemudian disempurnakan
dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2009 tentang Penyempurnaan Peraturan
Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Pengembangan Wilayah
Surabaya-Madura (BPWS).
Uuntuk lebih mendukung peningkatan kinerja BPWS didalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya sebagaimana termaksud didalam peraturan perundangan tersebut diatas. BPWS
(Bapel BPWS), sesuai dengan amanah Perpres 27 Tahun 2008 diatas, BPWS memiliki tugas
dan fungsi untuk melaksanakan pengelolaan, pembangunan dan fasilitasi percepatan
kegiatan pembangunan wilayah Suramadu.
2

Kegiatan pengelolaan dan pembangunan infrastruktur wilayah yang dilaksanakan Bapel


BPWS dilaksanakan di 3 (tiga) kawasan, yaitu Kawasan Kaki Jembatan Sisi (KKJS) Surabaya
(600 Ha), Kawasan Kaki Jembatan Sisi (KKJS) Madura (600 Ha) dan Kawasan Khusus di Utara
Pulau Madura (600 Ha). KKJS Surabaya dan KKJS Madura dikembangkan untuk mendorong
perkembangan ekonomi, sedangkan Kawasan Khusus di Utara Pulau Madura untuk
pengembangan Kawasan Pelabuhan Peti Kemas. KKJS Madura dikembangkan sebagai
kawasan untuk mendorong pengembangan industri khususnya di Kabupaten Bangkalan.
Acuan spasial pemanfaatan ruang
KKJS Madura telah disusun dalam
Bantuan teknis pelaksanaan
penataan ruang Kawasan sekitar
kaki jembatan suramadu dan
BPWS 2010 yang siap
dipromosikan kepada investor
(investor friendly). Untuk
mempercepat pengembangan
kawasan industri di KKJSM perlu
segera disusun site plan kawasan
industri di KKJS Madura yang
memadukan rencana
infrastruktur, utilitas dan sanitasi
kawasan dengan aspek-aspek
lingkungan, seperti: ruang terbuka
hijau, ruang publik, dan lain
sebagainya untuk mewujudkan
eco-industry sebagaimana terlihat
pada bagan 1-2

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari pelaksanaan kegiatan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri KKJS Madura
adalah mengembangkan Kawasan Industri KKJS Madura sebagai kawasan eco-industry dan
ditunjang dengan tujuan untuk menyusun Site Plan Kawasan Industri di KKJS Madura untuk
mewujudkan suatu kawasan eco-indutry dengan pencapaian :
o Teridentifikasinya potensi dan masalah pengembangan kawasan industri di KKJSM;
o Terumuskannya konsep pengembangan kawasan eco-industry KKJSM;
o Terumuskannya jenis-jenis industri, jenis kegiatan industri, sarana dan prasarana
pendukung & kebutuhan infrastruktur, utilitas dan sanitasi di kawasan industri KKJSM;
o Tersusunnya rancangan tapak kawasan industri skala 1:1.000;
o Tersusunnya infrastruktur dan RTH kawasan dalam skala 1:1000;
3

o Terumuskannya strategi pengembangan kawasan industri KKJSM; dan


o Terumuskannya arahan pengelolaan kelembagaan industri di kawasan industri KKJSM.

1.3. RUANG LINGKUP

A. Lingkup Wilayah
Lingkup Wilayah dalam Kegiatan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri KKJS Madura
dilaksanakan pada blok kawasan industri di KKJS Madura dan dalam proses
penyusunan konsultan dapat mengusulkan rencana pelaksanaan kegiatan di lokasi
lainnya, terkait dengan pengumpulan data dan informasi, FGD dan workshop.
B. Lingkup Kegiatan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam pekerjaan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri
KKJS Madura ini meliputi:

• Pengumpulan data (statistik/spasial) yang terkait dengan kebijakan


pengembangan kawasan industri di KKJS Madura, aspek fisik dasar kawasan,
demografi, sosial ekonomi, infrastruktur wilayah dari berbagai sumber.
• Kajian terhadap kebijakan pengembangan kawasan dalam dokumen rencana
tata ruang, meliputi:
S RTRW Kabupaten Bangkalan yang menyangkut kebijakan pengembangan
kawasan industri di Kabupaten Bangkalan dan KKJS Madura;
S Kajian RDTR KKJS Madura mengenai rencana pengembangan dan
ketentuan peraturan zonasi pada blok kawasan industri, dll;
• Kajian terhadap pedoman dan standar penataan kawasan industri dan sarana
prasarana pendukungnya: PP No. 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri,
Permenperin No. 25 Tahun 2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industril;

• Studi literatur tentang konsep-konsep pengembangan kawasan ecoindustry,best


practice dari pengembangan kawasan-kawasan ecoindustry yang ada di dalam
maupun luar negeri;

• Penentuan delineasi kawasan industri di KKJS Madura;


• Identifikasi potensi dan permasalahan pengembangan kawasan industry di KKJS
Madura;

• Survey lapangan yang mencakup survey geologi dan hidrologi, survey topografi
dan pemetaan lahan.

• Analisis jenis dan kegiatan industri serta kebutuhan sarana dan prasarana
pendukung kawasan eco-industry di KKJS Madura;

• Analisis rencana sistem infrastruktur, utilitas dan sanitasi kawasan dalam RDTR
KKJS Madura dengan kondisi eksisting kawasan;
Rumusan konsep pengembangan kawasan eco-industry d i KKJS Madura;
Rancangan site plan yang terpadu dengan rencana blok yang meliputi
perencanaan zonasi, penataan bangunan, penataan sirkulasi, pengembangan
infrastruktur dan sarana penunjang, penataan utilitasdan sanitasi kawasan yang
memperlihatkan keterpaduan dengan aspek aspek lingkungan: ruang terbuka
hijau, ruang publik, jalur hijau, dll;

Rumusan strategi pengembangan kawasan eco-industry di KKJS Madura; dan

Rumusan arahan pengelolaan kelembagaan kawasan eco-industry di KKJS


Madura.

Diskusi dan pembahasan secara terfokus melalui penyelenggaraan Focus Group


Discussion (FGD) dengan Stakeholders terkait isu pokok dan permasalahan pada
lokasi studi.
Penyelenggaraan Workshop dengan mengundang sektor, pemerintah daerah,
swasta dan masyarakat dalam rangka menjaring masukan akhir untuk
menyempurnakan draft penyiapan siteplan kawasan industri.
ra ilustratif dapat disimak pada bagan 1-3 dibawah in i:

&
p o t e n si
MASALAH

ARAHAN
PENGELOLA­ KONSEP ECO
AN KELEM­
BAGAAN

INFRASTRUK- \ RANCANGAN

BAGAN 1-3 : SASARAN


5

Aliran kegiatan dari komponen sasaran , dapat disimak pada bagan 1-4 dibawah ini :

bagan 1-4: RANGKAIAN KEGIATAN PADA CAKUPAN RUANG LINGKUP

1.4. DASAR HUKUM


Dasar hukum pelaksanaan kegiatan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri KKJS Madura
adalah sebagai berikut:

• Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;


• Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
• Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
• Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataar
Ruang;
• Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Khusus;
• Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri;
• Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah;
• Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional RTRWN);
• Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;
6

• Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2009 tentang Penyempurnaan Peraturan


Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Pengembangan
Wilayah Surabaya-Madura (BPWS);
• Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/Prt/M/2009 tentang Pedoman
Penyusunan RTRW Kabupaten; dan
■ Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/Prt/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
1.5. KELUARAN
Keluaran dari kegiatan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri di KKJS Madura adalah Site
Plan Kawasan Industri di KKJS Madura yang memuat rencana infrastruktur, utilitas dan
sanitasi kawasan yang terpadu dengan aspek lingkungan (ruang terbuka hijau, ruang publik,
jalur hijau, dll) untuk mewujudkan suatu kawasan eco-industry.

1.6. SISTIMATIKA PEMBAHASAN


Sistimatika pembahasan akan mengikuti alur kajian sebagaimana tersebut dibawah ini, yaitu
• Bab I : Pendahuluan
• Bab II : Kebijakan Tata Ruang Dan Industri
• Bab III : Tinjauan Literatur
• Bab IV : Kondisi Lapangan
• Bab V : Parameter perencanaan Kawasan Eko-lndustri
• Bab VI : Skenario Konsep Pengembangan Industri Di KKJSM
• Bab VII : Perencanaan Site Plan Kawasan Industri
• Bab V III: Manajemen Pengelolaan KKJSM

oOo
1

BAB II KEBIJAKAN TATA RUANG DAN INDUSTRI

Secara umum, dapat dikemukakan


bahwa pekerjaan Penyiapan Site
Plan Kawasan Industri Kawasan Kaki
Jembatan Sisi Madura (KKISM)
perlu kiranya dilandasi oleh tinjauan
kebijakan supaya dapat memberi
koridor yang jelas pada arah
pengembangannya.

Secara singkat dan padat, akan disajikan komponen kebijakan dan komponen terkait lainnya
sebagaimana tersebut dibawah ini :

2.1. KEBIJAKAN TATA RUANG

2.1.1. Kebijakan Nasional Dan MP3EI

Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008


tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, disebutkan bahwa :
(1) Sistim perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL
(2) PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) PkL ditetapkan dengan Pertauran Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan
dengan Menteri.

Penjelasan ayat (1)


Pengembangan pusat perkotaan nasional dilakukan secara selaras, saling
memperkuat, dan serasi dalam ruang wilayah nasional sehingga membentuk satu
sistem yang menunjang pertumbuhan dan penyebaran berbagai usaha dan/atau
kegiatan dalam ruang wilayah nasional.

Pengembangan pusat perkotaan nasional diserasikan dengan sistem jaringan


transportasi, sistem jaringan prasarana dan sarana, dan memperhatikan
peruntukkan ruang kawasan budidaya di wilayah sekitarnya, baik yang ada sekarang
maupun yang direncanakan sehingga pengembangannya dapat meningkatkan
kualitas pemanfaatan ruang yang ada.

Dalam pusat perkotaan nasional dikembangkan kawasan untuk peningkatan


kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan pelestarian lingkungan hidup secara harmonis,
serta jaringan prasarana dan sarana pelayanan penduduk yang sesuai dengan
kebutuhan dan menunjang fungsi pusat perkotaan dalam wilayah nasional.
2

Sebagai pusat pelayanan perkembangan kegiatan budi daya, baik dalam wilayahnya
maupun wilayah sekitarnya, pusat perkotaan nasional mempunyai fungsi:
a. ekonomi, yaitu sebagai pusat produksi dan pengolahan barang;
b. jasa perekonomian, yaitu sebagai pusat pelayanan kegiatan keuangan/bank,
dan/atau sebagai pusat koleksi dan distribusi barang, dan/atau sebagai pusat
simpul transportasi, pemerintahan, yaitu sebagai pusat jasa pelayanan
pemerintah; dan
c. jasa sosial, yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan pendidikan,
kesehatan, kesenian, dan/atau budaya.

Agar pelayanan prasarana dan sarana dapat menjangkau seluruh masyarakat termasuk yang
tinggal di kawasan perdesaan, ketentuan tentang pengembangan kawasan perkotaaan dalam
Peraturan Pemerintah ini perlu ditindaklanjuti dengan pengembangan kawasan perdesaan.
Kawasan perdesaan juga memiliki fungsi yang sama sebagai pusat pelayanan perkembangan
kegiatan budi daya meskipun dalam skala kegiatan yang lebih kecil dan terbatas.

Kawasan perdesaan merupakan desa yang mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat
meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya. Dengan demikian, pemanfaatan ruang
kawasan perdesaan diarahkan untuk melayani berbagai perkembangan kegiatan usaha
dan/atau kegiatan ekonomi, dan permukiman masyarakat perdesaan baik di desa tersebut
maupun desa di sekitarnya.
Pengembangan kawasan perdesaan diselaraskan dengan pusat perkotaan nasional yang
melayaninya sehingga secara keseluruhan pusat perkotaan nasional saling terkait dan
berjenjang, serta saling sinergis dan saling menguatkan perkembangan kota dan desa.

Dalam konteks pengembangan kawasan industri disekitar Jembatan Suramadu yang


menghubungkan kota Surabaya dan sekiatarnya dengan pulau Madura, pengembangan tata
ruang yang mem-back up-nya adalah kebijakan berupa pusat kegiatan yang bersifat strategis
sebagaimana dikenal sebagai KSN (Kawasan Strategis Nasional). Artiny, kawasan sekitar
jembatan Suramadu dimaksud berstatus sebagai KSN. Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 13
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
disebutkan bahwa:
(1) Sistim perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL.
(2) PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) PkL ditetapkan dengan Pertauran Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan
dengan Menteri.
Penjelasan ayat (1)
Pengembangan pusat perkotaan nasional dilakukan secara selaras, saling memperkuat, dan
serasi dalam ruang wilayah nasional sehingga membentuk satu sistem yang menunjang
pertumbuhan dan penyebaran berbagai usaha dan/atau kegiatan dalam ruang wilayah
nasional.
Pengembangan pusat perkotaan nasional diserasikan dengan sistem jaringan transportasi,
sistem jaringan prasarana dan sarana, dan memperhatikan peruntukkan ruang kawasan
3

budidaya di wilayah sekitarnya, baik yang ada sekarang maupun yang direncanakan sehingga
pengembangannya dapat meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang yang ada.
Dalam pusat perkotaan nasional dikembangkan kawasan untuk peningkatan kegiatan
ekonomi, sosial, budaya dan pelestarian lingkungan hidup secara harmonis, serta jaringan
prasarana dan sarana pelayanan penduduk yang sesuai dengan kebutuhan dan menunjang
fungsi pusat perkotaan dalam wilayah nasional.

Sebagai pusat pelayanan perkembangan kegiatan budi daya, baik dalam wilayahnya maupun
wilayah sekitarnya, pusat perkotaan nasional mempunyai fungsi:

a. ekonomi, yaitu sebagai pusat produksi dan pengolahan barang;


b. jasa perekonomian, yaitu sebagai pusat pelayanan kegiatan keuangan/bank, dan/atau
sebagai pusat koleksi dan distribusi barang, dan/atau sebagai pusat simpul
transportasi, pemerintahan, yaitu sebagai pusat jasa pelayanan pemerintah; dan
c. jasa sosial, yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan pendidikan, kesehatan,
kesenian, dan/atau budaya.

Agar pelayanan prasarana dan sarana dapat menjangkau seluruh masyarakat termasuk yang
tinggal di kawasan perdesaan, ketentuan tentang pengembangan kawasan perkotaaan
dalam Peraturan Pemerintah ini perlu ditindaklanjuti dengan pengembangan kawasan
perdesaan. Kawasan perdesaan juga memiliki fungsi yang sama sebagai pusat pelayanan
perkembangan kegiatan budi daya meskipun dalam skala kegiatan yang lebih kecil dan
terbatas.

Kawasan perdesaan merupakan desa yang mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat
meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya. Dengan demikian, pemanfaatan ruang
kawasan perdesaan diarahkan untuk melayani berbagai perkembangan kegiatan usaha
dan/atau kegiatan ekonomi, dan permukiman masyarakat perdesaan baik di desa tersebut
maupun desa di sekitarnya.

Pengembangan kawasan perdesaan diselaraskan dengan pusat perkotaan nasional yang


melayaninya sehingga secara keseluruhan pusat perkotaan nasional saling terkait dan
berjenjang, serta saling sinergis dan saling menguatkan perkembangan kota dan desa.

Dalam konteks pengembangan kawasan sekitar jembatan Suramadu sebagai KSN,


pengaturan yang melekat didalamnya perlu diperhatikan, yaitu :

a. Kerangka Strategis Penataan Ruang :


Beberapa kerangka strategis perlu dipertimbangkan dalam perumusan Kebijakan
dan strategi atau jakstra untuk pengembangan wilayah nasional-wilayah sebagai
Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah sebagaimana tersebut di bawah in i:

• Kerangka strategis penataan ruang nasional:

Akan berbasis pada prinsip wawasan nusantara yaitu merupakan cara pandang
terhadap wilayah nusantara sebagai satu kesatuan poleksosbudhankam-ling.
Aspek ini akan dimanifestasikan ke dalam kerangka strategis Penataan Ruang
Nasional, yang berorientasi kepada : Investasi/Ekonomi, Keseimbangan Antar­
wilayah dan Keberlanjutan Lingkungan dan Pemantapan Teritorial NKRI yang
4

diperkirakan akan bermanfaat bagi pengembangan KSN Kawasan kaki jembatan


Suramadu.
• Kerangka strategis penataan ruang berorientasi ekonom i:
Orientasi kepentingan ekonomi akan diakomodasikan dalam :
■ J Pengembangan Metropolitan (Jabodetabekpunjur, Mebidang,
Maminasata, dll), termasuk Konsep Pengembangan RTH.
S Penguatan Keterkaitan Kawasan Perkotaan dan perdesaan, termasuk
Konsep Pengembangan Agropoiitan.
^ Pengembangan Kawasan Produktif dimana kawasan ini melekat dengan
kawasan perkotaan dan kawasan sekitarnya.
'S Penanganan SWS/DAS.

• Kerangka strategis penataan ruang untuk Keseimbangan Antar Wilayah :


Keseimbangan antar wilayah sebagaimana terungkap pada pengkatagorian
Wilayah Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur tidaklah kaku dan
diperlukan upaya yang dinamis yaitu melalui peningkatan aksesibilitas dari/ke
kawasan tertinggal seperti pada koridor barat Sumatera, koridor selatan Jawa
dan pengembangan Kawasan Timur Indonesia (a.l. Papua) maupun pada Kawasan
kaki jembatan Suramadu terhadap kawasan tertingggal yang tersebar di pulau
Madura.

• Kerangka strategis penataan ruang untuk pemantapan Teritorial NKRI


Kerangka strategis penataan ruang untuk kepentingan pemantapan teritorial
NKRI terungkap pada pengembangan Kawasan Perbatasan Negara yang
berorientasi pada :
S Kebijakan pengembangan Kawasan Perbatasan Negara sebagai
"beranda depan" dan "pintu gerbang" negara.
S Pengembangan yang seimbang antara kepentingan hankam (security),
kesejahteraan (prosperity), dan lingkungan (environmental
sustainability).
S Penanganan pulau-pulau terluar perbatasan

Dalam konteks ini, kerangka strategis penataan ruang pemantapan teritorial NKRI
tidak dapat diberlakukan pada kawasan kaki jembatan Suramadu karena bukan
sebagai kawasan perbatasan. Namun bila kawasan kaki jembatan Suramadu ini
berperan sebagai KSN, peran strategis sebagai KSN perlu dikembangkan terutama
dalam konteks kepentingan hankam dan pengembangan pulau-pulau yang ada
disekitarnya.

b. Revitalisasi Pengembangan Wilayah Nasional-Wilayah KSN


Penataan ruang merupakan wahana untuk mengimplementasikan konsep kerangka
strategis penataan ruang sebagaimana diuraikan untuk mewujudkan ruang
nusantara yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Diperlukan revitalisasi
penataan ruang melalui peningkatan kualitas rencana, peningkatan pengendalian
pemanfaatan ruang, serta perbaikan tata penyelenggaraan penataan ruang, yang
5

akan menjadi input bagi perumusan kebijakan dan strategi pengembangan wilayah
nasional dan wilayah KSN yang ditetapkan atas fdasar tipologi yang terkait dengan 5
sudut pandang yaitu :
• pertahanan keamanan,
• pertumbuhan ekonomi
• Sosial budaya
• Pendayagunaan sumberdaya alam dan/ atau teknologi tinggi,
• Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Atas dasar hal tersebut masukan bagi revitalisasi pengembangan KSN


pengembangan kawasan kai jembatan Suramadu akan terbagi atas 3 bagian yaitu :
1) Perbaikan aspek perencanaan tata ruang
> Dimensi jangka waktu perencanaan tata ruang menjadi 20 tahun yang sesuai
dengan Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

> Pada hakekatnya, meskipun perencanaan tata ruang sifatnya regulatory,


namun masih dimungkinkan penerapan aspek discretionary seperti usulan
yang sifatnya innovatif dan kreatif. Hal ini dapat dilakukan melalui
mekanisme revisi rencana tata ruang.
> Produk perencanaan pada tingkat administrasi terdiri dari rencana umum
tata ruang (RTRW) dan rencana detail tata ruang yang dilengkapi dengan
pengaturan zonasi sebagai pedoman perijinan.
> Penegasan penajaman pada aspek perencanaan tersebut untuk mendukung
peraturan perundangan yang mensyaratkan pembebasan tanah hanya dapat
dilakukan apabila rencana pembangunan sudah tertuang dalam RTRW
(seperti telah tertuang dalam Perpres 36/2005, maupun Undang-Undang
Jalan No.38/2004
> Penegasan struktur ruang perkotaan dengan pengaturan muatan sesuai
fungsinya seperti ruang publik baik terbuka hijau maupun non hijau
> Undang-Undang lebih berorientasi pada manusia/masyarakat, baik
kesejahteraan, kesehatan, artikulasi diri, kenyamanan dan keamanan
lingkungan. Untuk itu diatur kebutuhan minimal tersedianya ruang publik,
ruang terbuka hijau, tempat olahraga publik, ruang untuk interaksi
masyarakat, ruang untuk usaha bagi sektor informal.
> Integrasi pengaturan pengelolaan ruang laut, ruang darat dan ruang udara
dalam satu kesatuan. Pengaturan antara lain dengan alur laut, keseimbangan
antara daratan dan lautan seperti antara sungai dengan laut, pemanfaatan
sumber daya kelautan untuk pariwisata, perikanan, pertambangan dsb;
reklamasi pantai. Pengaturan ruang udara antara lain pengaturan ruang
frekeunsi, jalur penerbangan dsb.
> Keterpaduan antara penataan ruang :
o kawasan perkotaan termasuk kawasan metropolitan,
6

o dan penataan ruang kawasan perdesaan termasuk kawasan


agropolitan,
sebagai keseimbangan antara visi global dan visi perdesaan dalam
pengembangan wilayah.

> Penegasan adanya standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan penataan ruang, antara lain :
o frekuensi dialog dengan masyarakat dalam penyusunan rencana tata
ruang,
o standar pelayanan minimal ruang terbuka hijau,
o standar pelayanan minimal simpangan/ deviasi antara rencana dan
implementasi rencana.
2) . Pemanfaatan ruang
> Pengaturan pemanfaatan ruang kawasan pasca kegiatan pertambangan (ex-
mining practices)
> Perlunya pengaturan eksternalitas negatif
> Pemanfaatan ruang untuk mixed use (pemanfaatan ruang campuran) harus
disesuaikan dengan fungsi utama kawasan
> Perlu pengaturan pemanfaatan ruang untuk angkutan umum yang
diprioritaskan, khususnya di kawasan perkotaan (misalnya pengaturan jalur
khusus seperti busway, angkutan jalan rel kota)
> Basis pengembangan sistem maritim, mengikuti aturan-aturan internasional
(ALKI)
> Perlu pengaturan yang tegas antara struktur ruang yang melayani internal
perkotaan dan struktur ruang yang melayani wilayah (antar kota)
> Struktur ruang wilayah nasional a.l dibentuk oleh ALKI, Jaringan Transportasi
dan Komunikasi Internasional
> Pengaturan pemanfaatan ruang sistem utilitas kota yang terpadu, terutama
di bawah tanah
> Pengaturan pemanfaatan ruang untuk pengembangan sutet dan saluran gas.
> Pembangunan mall sebagai ruang publik dilakukan sesuai dengan struktur
ruang kota (akan dirumuskan dengan memperhatikan area pelayanan-mulai
dari tingkat RW, Kecamatan sampai seterusnya).
> Pemberian akses yang memadai bagi pejalan kaki yang disesuaikan dengan
fungsi kawasan.

3) . Pengendalian pemanfaatan ruang


> Menyusun dan mengoperasionalkan regulasi zona (zoning regulation)
sebagai produk yang tidak terpisahkan dari RDTR sebagai peranti perijinan
yang disertai insentif, dan disinsentif..
> Penegasan adanya sanksi bagi yang melakukan pelanggaran RTRW, baik
pelanggar maupun pemberi ijin
> Agar pengendalian efektif, maka ditegaskan pula kejelasan peran masyarakat
agar masyarakat berpatisipasi dalam proses pengendalian pemanfaatan
ruang
7

> Berkaitan dengan lembaga pengawasan dalam Penataan Ruang, perlu dikaji
secara jelass dan tegas berkaitan dengan kelembagaan pengawasan
penataan ruang yang berdiri sendiri.
> Fungsi-fungsi pengawasan yang melekat pada tiap tingkat wilayah, m eliputi:
o Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, PP,
Perpres, NSPM.
o Provinsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Ketentuan
Pelaksanaan NSPM.
o Kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
Ketentuan penerapan pelaksanaan NSPM secara lokal.
4). Sanksi

> Sanksi administratif dapat berupa: peringatan tertulis; penghentian kegiatan


sementara; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi;
pencabutan izin; penolakan atau pembatalan izin; pembongkaran bangunan;
dan/atau pemulihan fungsi ruang.
> Saksi Administratif kepada Pemberi Ijin dapat berupa :
Diatur oleh peraturan perundangan tersendiri yang sudah ada
> Selain sanksi administratif, dapat dikenai denda sebagai kompensasi dari
pelanggaran yang dilakukan

Disisi lain, dengan peluruncuran Program Masterplan Percepatan dan Perluasan


Pembangunan Indonesia (MP3EI) 2011-2025 di JHCC, dilatar belakangi oleh perkiraan
adanya penyakit kronis Indonesia yang bisa menyebabkan ekonomi Indonesia gagal.
Penyakit ini berupa :
• Pertama adalah birokrasi yang menghambat dan tidak sejalan,
• Kedua adalah sikap Pemda yang mempunyai kepentingan sendiri dan cenderung
menghambat jalannya perekonomian khususnya nanti MP3EI ini,
• Ketiga adalah pengusaha atau investor yang ingkar janji terhadap komitmen
investasinya,,
• Keempat adalah regulasi yang menghambat jalannya perekonomian dan tidak
segera diperbaiki, dan
• Kelima adalah adanya kepentingan dan proses politik yang tidak sehat.

MP3EI dirumuskan pada era Kabinet Indonesia Bersatu, periode II, dengan semangat
"Business as Not Usuaf'. Semangat ini tercermin dalam 3 hal, yaitu:
• MP3EI mengedepankan terobosan Strategi dan kebijakan. Titik berat
pendekatannya pada solusi, bukan pada pendekatan masalah yang dihadapi.
• MP3EI menitikberatkan pada percepatan transformasi Ekonomi dengan
pendekatan peningkatan value added, mendorong investasi, mengintegrasikan
sektoral dan regional, serta memfasilitasi percepatan investasi swasta sesuai
kebutuhannya.
• MP3EI mendengarkan masukan dan pendapat dari seluruh pemangku kepentingan,
termasuk pelaku usaha dan pemerintah daerah.
8

Disamping hal tersebut diatas, MP3EI juga mempunyai 3 (tiga) strategi utama yang
dioperasionalisasikan dalam inisiatif Strategie.

Strategi pertama :
Adalah pengembangan potensi melalui 6 koridor ekonomi yang dilakukan dengan cara
mendorong investasi BUMN, Swasta Nasional dan FDI dalam skala besar di 22 kegiatan
ekonomi utama. Penyelesaian berbagai hambatan akan diarahkan pada kegiatan
ekonomi utama sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan realisasi investasi untuk
memacu pertumbuhan ekonomi di 6 koridor ekonomi.Berdasarkan potensi yang ada,
maka sebaran sektor fokus dan kegiatan utama di setiap koridor ekonomi, diantaranya
sebagai berikut:
• Sumatera : Kelapa Sawit, Karet, Batubara, Besi-Baja, JSS
• Jawa : Industri Makanan Minuman, Tekstil, Permesinan, Transportasi,-
Perkapalan, Alutsista, Telematika, Metropolitan Jadebotabek
• Kalimantan : Kelapa Sawit, Batubara, Alumina/Bauksit, Migas, Perkayuan, Besi-
Baja
• Sulawesi : Pertanian Pangan, Kakao, Perikanan, Nikel, Migas
• Bli NTT : Pariwisata, Peternakan, Perikanan
• Papua-K.Maluku: Food Estate, Tembaga, Peternakan, Perikanan, Migas, Nikel

Strategi kedua,
Meemperkuat konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional untuk
merevitalisasi kinerja sektor riil. Untuk itu akan ditetapkan jadwal penyelesaian masalah
peraturan nasional dan infrastruktur utama nasional. Menurut laporan Menko
Perekonomian, berdasarkan hasil diskusi dengan para pemangku kepentingan,
khususnya dunia usaha, teridentifikasi sejumlah regulasi dan perijinan yang
memerlukan debottlenecking yang meliputi:
• Mempercepat penyelesaian peraturan pelaksanaan undang-undang
• Menghilangkan tumpang tindih antar peraturan yang sudah ada baik ditingkat pusat
dan daerah, maupun antara sektor/lembaga
• Merevisi atau menerbitkan peraturan yang sangat dibutuhkan untuk mendukung
strategi MP3EI (seperti Bea keluar beberapa komoditi)
• Memberikan insentif kepada kegiatan-kegiatan utama yang sesuai dengan strategi
MP3EI
• Mempercepat dan menyederhanakan proses serta memberikan kepastian perijinan

Adapun Elemen Utama dari Strategi Kedua adalah:


• Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan utama untuk memaksimalkan
pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman.
• Memperluas pertumbuhan dengan menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat
pertumbuhan melalui inter-modal supply chain systems.
• Menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur & pelayanan dasar dalam
menyebarkan manfaat pembangunan secara luas. (Pertumbuhan yang inklusif)
9

Strategi ketiga,
Pengembangan Center of Excellence di setiap koridor ekonomi. Dalam hal ini akan
didorong pengembangan SDM dan IPTEK sesuai kebutuhan peningkatan daya saing.
Percepatan transformasi inovasi dalam ekonomi yang dilakukan melalui:
• Pengembangan modal manusia berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi
secara terencana dan sistematis.
• Memasukkan unsur Sistem Inovasi Nasional (SINAS) dan berbagai upaya
transformasi inovasi dalam kegiatan ekonomi.
Adapun Inisiatif Strategiknya adalah sebagai berikut:
• Revitalisasi Puspitek sebagai Science and Technology Park
• Pengembangan Industrial Park
• Pembentukan klaster inovasi daerah untuk pemerataan pertumbuhan
• Pengembangan industri strategis pendukung konektivitas
• Penguatan aktor inovasi (SDM dan Inovasi).
MP3EI diharapkan akan menjadi sebuah jalan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi
kekuatan utama dunia. Melalui 4 strategi utama yang kemudian dijabarkan dalam
inisiatif strategik tersebut, Indonesia berupaya menjadi negara maju dan merupakan
kekuatan 12 besar dunia dengan visi tahun 2025 terkait dengan pengembangan wilayah
diarahkan sebagai berikut:

• Indonesia memiliki leverage regional & global untuk menjadi front-line


perekonomian dunia.
• Sumberdaya yang unlimitted diarahkan untuk menghasilkan produk yang tidak
bersifat incremental saja
• Pengembangan 2 pelabuhan hub internasional (Sumatera Utara & Sulawesi Utara)
sebagai backbone logistik nasional untuk mengurangi ketergantungan, kerugian
dan dampak penerapan asas cabotage
• Terjadi fenomena pergeseran pilar dan pusat kegiatan ekonomi (center of gravity)
indonesia keluar dari pulau Jawa
• Pulau jawa daiarahkan membatasi aktivitas ekonomi yang mengkonsumsi air
sangat besar dan memindahkan industri2 yang "kotor serta membatasi industri
yang agresif terhadap pengubahan bentang alam sekitarnya.
• Food and energy estate di alokasikan di Merauke dengan usulan pabrik semen di
Papua untuk mendukung ketahanan pangan & kesejahteraan masyarakat lokal
• Pemanfaatan secara optimal kekuatan ekonomi pulau Kalimantan sebagai industri
proscessing untuk menjadi motor pertumbuhan ekonomi di wilayah lindonesia
bagian timur
• Pengembangan pariwisata di NTB sebagai "matahari kembar" (dengan Bali)
mendorong kegiatan perikanan & peternakan dan berpotensi sebagai industri
garam nasional.
• Committed untuk pembangunan enablers yang sesuai dengan kebutuhan investasi
pelaku usaha
10

Dalam konteks diatas, target MP3EI tertuang pada 8 Program Utama dan 18 Aktivitas
Ekonominya, yaitu :

1 . IN D U S T R I (6 )
d K F lA U T A N M t
- P e n g e m b a n g a n In d u s tr i B a ja
- P e n g e m b a n g a n P e rik a n a n
- P e n g e m b a n g a n In d u s tri M a k a n a n — M in u m a n

- P e n g e m b a n g a n In d u s tr i T e k s til 5 . P A R IW IS A T A L U

- P e n g e m b a n g a n In d u s tri M e s in d a n P e r a la t a n - P e n g e m b a n g a n P a riw is a ta

T ra n s p o rta s i
6 . T E L E K O M U N IK A S I (1 )
- P e n g e m b a n g a n In d u s tri P e r k a p a la n
- P e n g e m b a n g a n T e le m a t ik a
- Pengem bangan F o o d E s t a t e

7 . E N E R G I (2 )
2. P E R T A M B A N G A N t3 >
- P e n g e m b a n g a n B a tu b a ra
- P e n g e m b a n g a n p e n g o la h a n N ik e l
- P e n g e m b a n g a n M in y a k d a n G a s
- P e n g e m b a n g a n p e n g o la h a n T e m b a g a
- P e n g e m b a n g a n p e n g o la h a n b a u k s it 8 . K A W A S A N (2 )
- M e tr o p o lit a n J a b o d e t a b e k
3 . P E R T A N IA N - J e m b a ta n S e la t S u n d a
- P e n g e m b a n g a n K e la p a S a w it

- P e n g e m b a n g a n K a re t

Bagan 11-2: 8 program utama dan 18 aktivitas ekonomi pada MP3E:

2.1.2. Kebijakan Provinsi Jawa Timur dan GKS :

Pengembangan penataan ruang dalam provinsi Jawa Timur tidak dapat dilepaskan
dengan sistem metropolitan dari beberapa kota utamanya yang bergabung sebagai GKS
(Gerbangkertasusila) plus mengingat telah berkembangnya wilayah-wilayah pinggiran
(urban f ringe area) yang mampu menyokong perkembangan kota intinya.

Dalam konteks pengembangan produk RDTR pada kawasan sekitar jembatan Suramadu
yang dikenal sebagai Kawasan Kaki Jembatan Sisis Madura (KKJSM) yang berlokasi di
kabupaten Bangkalan-Madura maupun sisi Surabaya-nya, menunjukkan bahwa wilayah
ini mempunyai keterkaitannya dengan struktur makro yang tinggi sebagaimana tersebut
dibawah in i:

• Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kabupaten Bangkalan


termasuk dalam :
o Kawasan Strategis Perkotaan Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan,
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan) sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN).
o Dalam konstelasi Tata Ruang Wilayah Nasional, Kabupaten Bangkalan juga
termasuk dalam Kawasan Andalan Nasional dengan arahan pengembangan
sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan serta pariwisata .

• Kabupaten Bangkalan masuk dalam satu kesatuan wilayah Pulau Jawa - Bali. Untuk
mendukung peran Kabupaten Bangkalan sebagai PKN, dalam Rencana Tata Ruang
(RTR) Pulau Jawa-Bali, arahan kebijakan pembangunan Kabupaten Bangkalan
diarahkan pada pengembangan kegiatan jasa pemerintahan, perdagangan dan
industri. Ilustrasinya dapat dilihat pada bagan dibawah in i:
11

Batas Perwilayahan fRnqioral Bourctery!

• : BatasSub Wayah
/"""N Perkulidn JUna {Pnmary Jrbart)
v_y sccagai pussi D.srer
fferkotDäfl Lain
O sohacai Ailayah Dcnjttrtsngar, «'giam
:errr!j«jnan san pgrisotaa-1
*_ . Sistrrr G-St"

□ J Ka.'.asanyangberpccensi be'kenäengpesat
Q P^ie: perkclaar saru
I ) R :i>'ThOn'L-fnh-.“.- j u u i u c i . r v i r v v v r ja v v d i i m u i

Bagan 11-3: Struktur Ruang Gerbangkertasusila Plus (GKS Plus)

Bagan diatas membawa pada konstelasi tata ruang Kabupaten Bangkalan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur yang termasuk dalam :
o Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I
o dan sebagian Kabupaten Bangkalan masuk dalam Surabaya Metropolitan
Area (SMA). SMA, meliputi:
'K sebagian Gresik (Cluster Gresik),
^ sebagian Sidoarjo (Cluster Sidoarjo),
'K sebagian Bangkalan (Cluster Bangkalan)
'K dan Surabaya (Cluster Surabaya) berpusat pada Surabaya
Arahan pengembangan untuk kegiatan :
'K industri,
'K perdagangan dan jasa,
'K dan kegiatan pelayanan pemerintahan Regional Jawa Timur.
Cluster Bangkalan berpusat pada Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura.
Sebagai salah satu cluster dalam SMA, Bangkalan harus dapat menarik investasi
yang masih cenderung memusat di Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.
12

Oleh karena itu pengembangan Cluster Bangkalan harus terintegrasi dengan


cluster-cluster dalam SMA sehingga arahan pemanfaatan ruangnya diarahkan pada
penciptaan kawasan industri, permukiman dan wisata serta mengembangkan
Bangkalan sebagai pusat dengan penyediaan infrastruktur yang melayani pusat
pelayanan cluster.

Kawasan industri terpadu (industrial estate), pergudangan dan perdagangan skala


pelayanan regional diarahkan di Kaki Jembatan di Kecamatan Labang Desa
Sendanglaok. Ada buffer zone yang memisahkan antara kawasan industri dengan
kawasan permukiman.

Sumber: RTRWP Jawa Timur

Bagan 11-4 : Struktur Tata Ruang Perkotaan Surabaya Metropolitan Area

Bersumber pada penjelasan penataan ruang pada RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-
2014, disebutkan bahwa diperlukan Program Pem antapan Koordinasi dan
Sinkronisasi Penataan Ruang yang bertujuan memantapkan struktur ruang
wilayah Propinsi Jawa Timur, dan melaksanakan pemanfaatan ruang secara
konsisten sesuai peruntukannya, dengan prinsip pembangunan berkelanjutan,
melalui koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan antar-sektor dan antar­
wilayah.

Program ini, antara lain, diarahkan pada wilayah Metropolitan Gerbangkertasusila,


dan kota besar Malang Raya, wilayah-wilayah strategis, Kawasan Andalan Tuban dsk,
dan Probolinggo dsk, kawasan prospektif (Pantura dan Kaki Jembatan Suramadu),
13

wilayah tertinggal (wilayah selatan dan Madura Kepulauan), serta kawasan


perbatasan antar-kabupaten/kota maupun antar-propinsi.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada:
• Pemantapan struktur ruang wilayah dengan mempertahankan fungsi lahan
irigasi teknis dan kawasan lindung.
• Mendorong pelaksanaan pemanfaatan ruang secara konsisten sesuai
dengan peruntukannya.
• Pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dengan menerapkan prinsip
pembangunan berkelanjutan, dan keseimbangan pembangunan antar­
fungsi.
• Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan
ruang.
• Optimalisasi peran penataan ruang sebagai acuan koordinasi dan
sinkronisasi program pembangunan antar-sektor dan antar-wilayah.
• Pemantapan dan Pemaduserasian RTRW Propinsi Jawa Timur dengan
RTRW Kabupaten/Kota.
• Penataan kawasan prospektif yang mendukung pertumbuhan ekonomi
regional Jawa Timur.
• Penataan dan pengembangan wilayah-wilayah tertinggal, strategis, cepat
tumbuh, dan yang berada di perbatasan antar-kabupaten/kota maupun
antar-propinsi.
• Fasilitasi kerja sama tata ruang lintas kabupaten/kota.
• Fasilitasi penjajakan pembentukan "Dewan Pengelolaan Tata Ruang
Wilayah Metropolitan", yang anggotanya terdiri unsur dunia usaha,
masyarakat, pemerintah daerah terkait, akademisi, dan lembaga swadaya
masyarakat. Tugas pokok dan fungsi dewan ini adalah:
v' menjaga konsistensi pemanfaatan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota
dengan RTRW Propinsi, termasuk dengan RTRW Nasional;
v' mengevaluasi dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah
daerah terkait, terutama untuk menganalisis implikasi negatif terhadap
usulan pembangunan proyek-proyek besar di kawasan perkotaan,
seperti usulan pembangunan mal, hypermarket, Mass Rapid Transit,
dan memberikan rekomendasi persyaratan teknis tertentu jika proyek
tersebut diijinkan dibangun;
v' memberikan rekomendasi mengenai upaya-upaya peningkatan
pelayanan publik perkotaan.

2.1.3. Rencana Induk BPWS :

Kebijakan yang dikembangkan didasarkan pada tujuan dan penugasan pada BPWS
selaku pelaku utama dan diarahkan mampu merumuskan hal-hal sebagai berikut:
a. Menagakomodasikan isu-isu utama :

• Program BPWS dan Otonomi Daerah;


14

• Keseimbangan perkembangan antar kabupaten dengan adanya Jembatan


Suramadu;
• Hubungan Rencana Induk BPWS dengan rencana/program pembangunan
daerah/Rencana Tata Ruang (RTR) sektoral.
• Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura
(KKJS Madura) kurang selaras dengan keindahan jembatan dan dapat
menganggu kelancaran lalu lintas;
• Permintaan masyarakat Madura untuk membangun Masjid di Pintu Gerbang
Pulau Madura sebagai lambang budaya dan religi masyarakat Madura;
• Kesepakatan tentang perizinan.
b. Merumuskan program-program prioritas 2011-2012 :
• Sosialisasi program BPWS kepada masyarakat dan Pemda;
• Mempercepat penyusunan Rencana Induk sebagai dasar rencana dan program
jangka panjang - menengah untuk pengusulan struktur organisasi (ke Menpan)
dan bagian anggaran sendiri (ke Bappenas dan Kemenkeu);
• Mengakomodasikan keinginan masyarakat untuk pengembangan SDM dan
mempertahankan nilai Islami dan budaya Madura dalam kegiatan BPWS;
• Mempercepat pembangunan fisik (Rest Area - penampungan PKL dan
pembangunan Masjid) dengan pendekatan fast track (desain dan pembangunan
fisik dilakukan dalam satu tahun);
• Memfasilitasi Pemda dalam penyusunan Rencana Tata Ruang;
• Mengupayakan keseimbangan perkembangan antar kabupaten di Pulau Madura
(mempercepat fasilitasi pembangunan infrastruktur wilayah madura, jalan dan
prasarana pelabuhan antar pulau);
• Penyiapan sistem perizinan yang dapat disepakati daerah.

c. Menyusun Rencana Induk :


Merumuskan visi dan misi untuk melndasi dan sekaligus mengarahkan
pengembangan wilayah Suramadu sebagai pusat pertumbuhan ekonomi skala Jawa
Timur, yaitu :
• VjSl
terwujudnya wilayah Suramadu sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Jawa
Timur dan sebagai simpul transportasi internasional yang dapat:
o Menjamin keberlanjutan pembangunan Pulau Madura sesuai nilai Islami
dan budaya Madura;
o Meningkatkan perkembangan ekonomi Jawa Timur dan Nasional.
• MISI

o Mengembangkan industri dan jasa yang kompetitif berkelas dunia yang


saling menguatkan dengan pengembangan SDM.
o Mengembangkan infrastruktur yang handal dan tata ruang yang sesuai
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan,
o Meningkatkan kemampuan SDM, dengan tetap mempertahankan nilai
budaya dan agama yang hidup dalam masyarakat.
o Mengelola infrastruktur untuk menjamin kehandalannya,
o Mengembangkan sistim perizinan dan pelayanan publik yang cepat.
Muatan materi Rencana Induk :
o Pada tingkat wilayah yang mencakup seluruh wilayah Suramadu;
o Pada tingkat kawasan, yang meliputi:
❖ Pada Kawasan Kaki Jembatan Sisi Surabaya
❖ Pada Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura
❖ pada Kawasan Khusus Pulau Madura
Proses Penyusunan dapat dilihat pada bagan dibawah ini

B a g a n 11-5 : p r o s e s p e n y u s u n a n R e n c a n a I n d u k B P W S ( K o n s e p )

Disisi lain, kebijakan dibidang penataan ruang khususnya pengembangan


wilayah sekitar jembatan Suramadu akan membawa pada perumusan tugas
sesuai pasal Pasal 12 - Perpres No. 27/2008) adalah :

a. Menyusun Rencana Induk dan Rencana Kegiatan Pengembangan Sarana dan


Prasarana serta Pengembangan Wilayah Suramadu

b. Melaksanakan pengusahaan pengelolaan Jembatan Toll Suramadu dan Jalan


Toll Lingkar Timur Surabaya (Simpang Juanda - Tanjung Perak)
c. Melaksanakan pengusahaan Pelabuhan Peti Kemas di Pulau Madura
d. Membangun dan mengelola:
• Wilayah Kaki Jembatan Suramadu, meliputi:
o Wilayah di Sisi Surabaya (600 ha)
o Wilayah di Sisi Madura (600 ha)
• Kawasan Khusus di Pulau Madura (600 ha) dalam satu kesatuan dengan
Pelabuhan Peti Kemas
16

f. Menerima dan melaksanakan pelimpahan sebagian wewenang pemerintah


pusat/daerah
g. Menyelenggarakan pelayanan satu atap untuk urusan perizinan di wilayah
Suramadu

h. Melakukan fasilitasi dan stimulasi percepatan pertumbuhan ekonomi


masyarakat Jawa Timur, antara dalam :

• Pembangunan jalan akses menuju Jembatan Toll Suramadu, baik di


wilayah sisi Surabaya maupun di wilayah sisi Madura,
• Pembangunan jalan pantai utara Madura (Bangkalan - Sumenep),
• Pembangunan jalan lintas selatan Madura (Bangkalan - Sumenep),
• Pembangunan jalan penghubung pantai utara Madura dengan lintas
selatan Madura,
• Pembangunan infrastruktur perhubungan antar wilayah kepulauan,
• Pengembangan sumber daya manusia dalam rangka industrialisasi di
Pulau Madura, dan
• Penyediaan infrastruktur air baku, air minum, sanitasi, energi, dan
telekomunikasi di wilayah Madura.

2.1.4. Kajian RTRW Kab. Bangkalan

Dalam hirarki perkotaan Kabupaten Bangkalan, sebagaimana dikutip pada


RTRW Kab.Bangkalan, Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura termasuk
dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN).

PKN menjadi pusat regional skala kabupaten dan menjadi kutub pertumbuhan
utama pada seluruh wilayah Kabupaten Bangkalan.

PKN dalam Kabupaten Bangkalan disebut sebagai Kawasan Perkotaan


Metropolitan Bangkalan, yang meliputi:

■ Kawasan Perkotaan Bangkalan berperan sebagai:


• ibukota Kabupaten Bangkalan,
• pusat regional, dengan wilayah pelayanan seluruh kecamatan yang ada
di Kabupaten Bangkalan.
■ Kawasan perkotaan di Kaki Jembatan Suramadu yang meliputi kawasan
perkotaan di Kecamatan Labang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh variabel
kebijakan pembangunan yang menetapkan kawasan perkotaan ini akan
m enjadi:
• wilayah pusat kegiatan skala regional untuk kegiatan industri
• dan perdagangan jasa skala regional.
■ Kawasan perkotaan Kecamatan Klampis sebagai kawasan yang akan
berkembang menjadi pelabuhan peti kemas internasional. Kawasan ini akan
memiliki pusat kegiatan transportasi laut skala regional.

Penejelasan diatas akan dilustrasikan sebagaimana bagan dibawah in i:


17

3agan 11-6 : Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan


Berdasarkan perwilayahan pembangunan, Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura
masuk dalam Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) II yang meliputi Kecamatan Kamal,
Labang, Tragah dan Kwanyar dengan IKK Labang sebagai pusat pertumbuhan.

Fungsi kegiatan diarahkan pada;


v' Industri dan pergudangan skala regional
v' Perdagangan skala regional dan lokal
v' Pertanian
v' Peternakan
v' Jasa transportasi darat

Dalam RTRW Bangkalan telah ditetapkan kawasan-kawasan prioritas pengembangan sebagai


kawasan pengungkit pertumbuhan ekonomi, yaitu Kawasan Agropolitan di Burneh, Kawasan
Khusus Socah dan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu. Sesuai dengan Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 tentang penataan ruang, ditetapkan pengembangan kawasan strategis yang
diklasifikasikan ke dalam fungsi pertahanan keamanan, ekonomi, sosial budaya, lingkungan
dan pelestarian cagar budaya. Pengembangan kawasan strategis disesuaikan dengan fungsi
dan perannya dalam skala lokal dan regional dengan penjelasan sebagai berikut:
v' KKJS Madura masuk dalam Kawasan Strategis Provinsi (KSP)
v' KKJSM juga sebagai Kawasan Strategis Kabupaten (KSK).

Berikut adalah kawasan-kawasan strategis di Kabupaten Bangkalan yang terkait dengan


pengembangan KKJS Madura yaitu Kawasan Strategis Hankam meliputi:
v' Gudang Amunisi di Kecamatan Labang dan Kecamatan Kamal,
v' Laboratorium Angkatan Laut di Kecamatan Labang.

Kawasan ini telah ditetapkan penggunaannya sebagai kawasan khusus. Ketentuan kawasan
khusus adalah lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan, dimana masyarakat umum
tidak diijinkan memakai atau menempati lahan yang ada.
18

2.1.5. Rencana Blok KKJSFv,

Kondisi internal dari KKSJM dapat diketahui berdasarkan hasil kajian yang dikembangkan
dibawah ini dan hasil survey dilapangan, yaitu :
Kegiatan penyusunan rencana tata ruang KKJS Madura sudah dilakukan sebelumnya oleh
Departemen Pekerjaan Umum melalui kegiatan Bantuan Teknis Pelaksanaan Penataan
Ruang KKJS Madura. Pekerjaan yang dilakukan BP-BPWS adalah melanjutkan pekerjaan
tersebut. Oleh karena itu, pada sub bab ini akan diuraikan sejauhmana penyusunan rencana
tata ruang KKJS Madura yang telah dilakukan sebelumnya. Bantek pelaksanaan penataan
ruang KKJS Madura ini memuat rencana-rencana :

• Rencana Struktur Ruang, meliputi Rencana distribusi penduduk dan Rencana


pengembangan jaringan jalan.
• Rencana Pengembangan Utilitas , meliputi Rencana air bersih, Rencana jaringan listrik,
Rencana jaringan telekomunikasi, Rencana jaringan drainase dan Rencana sistem
pengelolaan sampah.
• Rencana Pola Ruang
• Rencana Pengembangan Kawasan Pesisir dan Kelautan meliputi Pengembangan fasilitas
pantai, Pengembangan pariwisata dan Pengembangan perikanan tangkap tradisional.

Dalam perencanaannya, penataan ruang KKJS Madura diarahkan pada pengembangan


kawasan industri baru dengan kegiatan berskala regional dan nasional. Kegiatan-kegiatannya
diarahkan pada kegiatan industri (menengah dan kecil), kegiatan hunian/permukiman,
kegiatan perdagangan dan jasa, dan kegiatan pariwisata. Untuk mendukung arahan
pengembangan tersebut, dikembangkan ke dalam tiga pusat pelayanan, yaitu:
• Pusat pelayanan industri
Direncanakan pada bagian utara KKJS Madura sebagai pusat pelayanan industri (utama),
diikuti dengan pelayanan rumah tinggal murbawisma, kantor administrasi, dan pelayanan
peribadatan skala lingkungan.
• Pusat pelayanan komersial
Direncanakan pada bagian tengah KKJS Madura sebagai pusat pelayanan perdagangan/
pasar modern (utama), diikuti dengan pelayanan jasa perbankan, jasa perhotelan,
perkantoran, pemerintahan, rumah tinggal madyawisma dan murbawisma, pelayanan
pendidikan dan kesehatan skala regional, dan pelayanan peribadatan islamic center skala
regional dan nasional.
• Pusat pelayanan pariwisata
Direncanakan pada bagian selatan KKJS Madura sebagai pusat pelayanan wisata bahari
dan wisata budaya (utama), diikuti dengan pelayanan rekreasi waterfront city skala
regional, pelayanan permukiman, pelayanan peribadatan dan pendidikan skala
lingkungan, pelayanan TPI, dan pelayanan industri penunjang pariwisata (home
industri/handy craft).

Daya tampung penduduk ideal di KKJS Madura adalah 35.120 - 87.800 jiwa, untuk itu
rencana distribusi penduduk hingga tahun 2027 direncanakan tidak melebihi 200.000 jiwa
dengan ketentuan sebagai berikut dibawah in i:
19

'f Blok peruntukan Ruang Terbuka Hijau kepadatan penduduknya direncanakan 0 - 1 0


jiwa/ha, atau hampir tidak ada penduduk yang diizinkan untuk bertempat tinggal di blok
peruntukkan ini.
'f Blok peruntukan kegiatan Industri serta Pedagangan dan Jasa (komersial) kepadatan
penduduknya direncanakan 1 0 -5 0 jiwa/ha.
'f Blok peruntukan Permukiman dan Pariwisata kepadatan penduduknya direncanakan 50
-1 0 0 jiwa/ha.

Namun apabila jumlah penduduk melebihi kapasitas daya tampung ruang, maka distribusi
akan diarahkan ke sekitar Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura (hinterland/di luar
batas delineasi). Pola ruang KKJS Madura dikembangkan pada pola modified radial network
(pola yang dibentuk oleh jaringan jalan membentuk radial).

Tabel l l - l : Rencana Pola Ruang Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura, Hingga 2027

Luas
No Pola Ruang Lokasi
Ha %

1 Industri Pada bagian atas (utara) dan sekitar bagian


262,50 50,00
tengah (timur/barat) KKJS

2 Perumahan Diarahkan terletak di belakang kegiatan


26,25 5,00 komersial zone (bagian barat tengah sedikit ke
selatan KKJS)

3 Komersial zone 26,25 5,00 Diarahkan pada bagian tengah KKJS


|
4 Pariwisata 52,50 10 Diarahkan berkembang di bagian selatan KKJS
..

5 RTH Tersebar di masing-masing fungsi kegiatan


30 terutama pada kawasan industri inti (luas
minimal 30 % dari luas total)
,
6 Buffer zone Diarahkan di sekitar (kiri-kanan) akses utama
82,95 15,80
jalan bebas hambatan suramadu

7 Hutan Pada kiri dan kanan bagian selatan KKJS,


3,4i 0,65
dipertahankan sebagai bufferzone militer

Jumlah 525,00 100

S u m b e r : B u k u K e g ia ta n B a n t e k P e la k s a n a a n P e n a t a a n R u a n g K a w a s a n S e k it a r J e m b a ta n S u r a m a d u , 20 o q .
20

Dibawah ini akan dikemukakan pengamatan langsung dilapangan sewaktu dilakukan tinjauan singkat
kelapangan, adalah sebagaimana bagan dibawah in i:

ikondoi kmsekap dan mang terbuka hqau

Bagan 11-7 : Blok RDTR-KKJSM


21

2.2. KEBIJAKAN INDUSTRI

2.2.1. NASIONAL

A. Pengertian dan Payung Hukum :


Kawasan Kaki Jembatan Suramadu sebagai kawasan industri perlu dilihat payung hukum
tentang industri sebagaimana mengacu pada terminologi Kawasan Industri (menurut
BPPIP-Deperindag) sesuai dengan Keppres 53 tahun 1989, dan telah diperbaiki dengan
Keppres 41 tahun 1996 tentang Kawasan Industri :

(1) Pengertian Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan


industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang memiliki Ijin
Usaha Kawasan Industri.
(2) Terminologi Kawasan Industri di Indonesia sering disebut dengan istilah
Industrial Estate sementara di beberapa negara digunakan istilah Industrial Park
(3) Berdasarkan pengertian di atas, suatu areal industri dapat menggunakan istilah
Industrial Estate atau Industrial Park, harus memenuhi 2 ciri utama, yaitu :
■ Merupakan lahan yang disiapkan sudah dilengkapi prasarana dan sarana
penunjang
■ Dalam pengelolaannya, terdapat suatu badan/manajemen pengelola
(perusahaan) yang telah memiliki izin usaha sebagai Kawasan industri

Secara umum, pada dasarnya sudut pandang yang sering dibahas dalam masalah Lokasi
Industri adalah karena adanya faktor aglomerasi dan deglomerasi.

Adanya Faktor aglomerasi, menyebabkan jenis-jenis tertentu akan cenderung


berdekatan satu sama lainnya karena kemungkinan adanya :

■ ketergantungan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong atau


keterkaitan lain),
■ kebersamaan-kemudahan dalam memperoleh sarana-prasarana penunjang
dan sebagainya.
Sebaliknya, faktor deglomerasi menyebabkan jenis-jenis tertentu cenderung tidak (tidak
perlu) berdekatan sama lainnya karena :

* tidak terdapat ketergantungan dalam proses produksi


■ lebih tergantung pada faktor produksi masing-masing (tenaga kerja, pasar
dan lain-lain)

Dalam konteks pengembangan eco-industry di KKJSM, perlu kiranya menyimak dan


mengutip materi kebijakan dasar yang tertuang pada peraturan presiden republik
indonesia nomor 28 tahun 2008 tentang kebijakan industri nasional.

Pengembangan industri pada KKJSM yang bertujuan untukmeningkatkan daya saing


industri, dan yang memiliki struktur yang sehat dan berkeadilan, berkelanjutan, serta
mampu memperkokoh ketahanan nasional maupun perwilayahan provinsi Jawa Timur,
GKS plus (Gerbangkartasusila), dan kabupaten Bangkalan termasuk wilayah hinterland-
22

nya memerlukan sebuah kebijakan industri nasional yang jelas sebagaimana


diperlihatkan pada bagan dibawah in i:

KUMAKAN INDUSTRI NASIONAL UU NO 25/2007


PERAI URAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO M O R 28 IAH U N T T G PENANAMAN MODAL
2008TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL

y
PEMBERIAN FASILITAS BAGI
PENANMAM MODAL

• INDUSTRI PRIORITASTINGGI
■ INDUSTRI PIONIR
• INDUSTRI YANG DIBANGUN
DIDAERAH TERTINGGAL,
TERPENCIL, PERBATASAN ATAU
DAERAH LAIN
• INDUSTRI YANG MELAKUKAN
LITBANG DAN INOVASI
• INDUSTRI YANG MEMBANGUN
INFRASTRUKTUR
• PENGEMBANGAN INDUSTRI • INDUSTRI YANG MELAKUKAN
• INDUSTRI MANUIAKIUR,
UNGGULAN PROVINSI ALIH TEKNOLOGI
• INDUSTRI BERBASIS AGRO,
• PENGEMBANGAN KOMPETENSI • INDUSTRI YANG MENJAGA
■ INDUSTRI ALAT ANGKUT,
INTI INDUSTRI KAB/KDTA KELESTARIAN HIDUP
• INDUSTRI ELEKTRONIKA
• INDUSTRI YANG MELAKUKAN
DANTELEMAIIKA,
KEMITRAAN USAHA MIKRO,
■ INDUSTRI PENUNJANG
KECIL, MENENGAH ATAU
INDUSTRI KREATIf
KOPERASI
■ INDUSTRI KREATIF
• INDUSTRI YANG MENGGUNAKAN
TERTENTU
BARANG MODAL, PERALATAN,
• INDUSTRI KECIL DAN
ATAUMESINYANG DIPRODUKSI
MENENGAH TERTENTU.
DIDALAM NEGERI
• INDUSTRI YANG MENYERAP
BANYAKTENAGA KERJA
GAMBAR 11-4
ARAHAN MAKRO KEBUANAN INDUSTRI NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INSENTIF FISKAL- NON FISKAL &
INDONESIA NOMOR 28TAHUN 2008TENTANG KEBUAKAN INDUSTRI NASIONAL KEMUDAHAN LAINNYA

3agan 11-8 : Arahan Makro kebijakan Industri

Dari Bagan diatas menunjukkan bahwa terdapat beberapa katagori jenis industri dan
keterlibatan beberapa pelaku termasuk pihak pemda maupun pihak uinvestor dimana
pemerintah pusat menyediakan fasilitas pemerintah supaya terjadi proses penanaman
moaal. Fasilitas pemerintah yang dimaksud dalam Peraturan Presiden ini adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Pemberian fasilitas dapat dilakukan peninjauan paling lama
setiap 2 (dua) tahun.

Dibawah ini akan dikutip penjelasan umum terkait dengan Perpres 28 tahun 2008 in, yaitu :
Dalam jangka panjang, pembangunan industri harus memberikan sumbangan sebagai
berikut:
a) Mampu memberikan sumbangan nyata dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat;
b) Membangun karakter budaya bangsa yang kondusif terhadap proses industrialisasi
menuju terwujudnya masyarakat modern, dengan tetap berpegang kepada nilai-nilai
luhur bangsa;
23

c) Menjadi wahana peningkatan kemampuan inovasi dan wirausaha bangsa di bidang


teknologi industri dan manajemen, sebagai ujung tombak pembentukan daya saing
industri nasional menghadapi era globalisasi/liberalisasi ekonomi dunia;
d) Mampu ikut menunjang pembentukan kemampuan bangsa dalam pertahanan diri
dalam menjaga eksistensi dan keselamatan bangsa, serta ikut menunjang penciptaan
rasa aman dan tenteram bagi masyarakat.

B. Jenis-Jenis Industri:

Dari penjelasan diatas perlukiranya diperlukan keterangan tentang katagori jenis-jenis


kegiatan industri yang diperkirakan mampu memberi masukan bagi pengembangan eco-
industri KKJSM, yaitu :
Basis Industri Manufaktur, yaitu suatu spektrum industri yang sudah berkembang saat ini
dan telah menjadi tulang punggung sektor industri. Kelompok industri ini keberadaannya
masih sangat tergantung pada sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM)
tidak terampil, ke depan perlu direstrukturisasi dan diperkuat agar mampu menjadi Industri
Kelas Dunia. Industri - Industri Andalan Masa Depan, meliputi:
• Industri Agro, (industri pengolahan kelapa sawit; pengolahan hasil laut;
• pengolahan karet; pengolahan kayu, pengolahan tembakau; pengolahan
• kakao dan coklat, pengolahan buah, pengolahan kelapa, pengolahan kopi;
• Pulp dan Kertas);
• Industri Alat Angkut, (industri otomotif, perkapalan, kedirgantaraan, dan
• perkeretaapian);
• Industri Telematika, (industri perangkat/devices, infrastruktur/jaringan dan
• aplikasi/content);

Penentuan Bangun Industri pada tahun 2025 dilakukan melalui beberapa analisis
pendekatan sebagai berikut:
a) Memilih industri yang memiliki daya saing tinggi, yang diukur berdasarkan analisis daya
saing internasional, untuk didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi tulang
punggung sektor ekonomi di masa akan datang;
b) Memilih produk-produk unggulan daerah (provinsi,kabupaten/kota) untuk diolah dan
didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi kompetensi inti industri daerah, dan
menjadi tulang punggung perekonomian regional;
c) Memilih dan mendorong tumbuhnya industri yang akan menjadi industri andalan masa
depan.

Bangun industri masa depan dikembangkan terpadu dengan pengembangan sektor


pertanian, kelautan, kehutanan, pertambangan, sumber daya manusia industrial serta
pengembangan kemampuan penelitian dan pengembangan, termasuk pengembangan jasa
pendukung, rancang bangun dan perekayasaan industri. Bangun Industri Nasional tahun
2025 tersusun dari basis industri manufaktur dan industri andalan masa depan.

Klaster industri adalah sekelompok industri inti yang terkonsentrasi secara regional maupun
global yang saling berhubungan atau berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri
terkait, industri pendukung maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga
24

terkait dalam meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan mendorong
terciptanya inovasi sehingga tercipta keunggulan kompetitif.
Penjelasan lebih lanjut dari keterangan diatas adalah :
'S Industri Inti adalah industri yang menjadi basis dalam pengembangan klaster industri
nasional. Industri Penunjang adalah industri yang berperan sebagai pendukung serta
penunjang dalam pengembangan industri inti secara integratif dan komprehensif.
S’ Industri Prioritas adalah klaster industri yang memiliki prospek tinggi untuk dikembangkan
berdasarkan kemampuannya bersaing di pasar internasional, dan industri yang faktor-faktor
produksi untuk bersaingnya tersedia dengan cukup di Indonesia.
Dalam jangka panjang pembangunan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman dan
penumbuhan klaster kelompok industri prioritas sebagai berikut:

• Basis Industri Manufaktur yang terdiri atas kelompok-kelompok industri:


(1) Industri Material Dasar; yang terdiri dari:
(a) Industri Besi dan Baja,
(b) Industri Semen,
(c) Industri Petrokimia, (d) Industri Keramik;
(2) Industri Permesinan; yang meliputi:
(a) Industri Peralatan Listrik dan Mesin Listrik,
(b) Industri Mesin dan Peralatan Umum;
(3) Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja; merupakan penghasil produk sandang,
pangan, bahan bangunan, kesehatan dan obat, dan sebagainya, yang terdiri d ari:
(a) Industri Tekstil dan Produk Tekstil
(b) Industri Alas Kaki
(c) Industri Farmasi dengan Bahan Baku dalam Negeri.
• Kelompok Industri Agro yang meliputi cabang-cabang industri pengolahan:
(a) Industri Kelapa Sawit;
(b) Industri Karet dan Barang Karet;
(c) Industri Kakao dan Coklat;
(d) Industri Kelapa;
(e) Industri Kopi;
(f) Industri Gula;
(g) Industri Tembakau;
(h) Industri Buah-buahan;
(i) Industri Kayu dan Barang Kayu;
(j) Industri Hasil Perikanan dan Laut;
(k) Industri Pulp dan Kertas;
(l) Industri Pengolahan Susu;

• Kelompok Industri Alat Angkut; yang meliputi industri-industri:


(a) Industri Kendaraan Bermotor
(b) Industri Perkapalan,
(c) Industri Kedirgantaraan,
(d) Industri Perkereta-apian;
• Kelompok Industri Elektronika dan Telematika; meliputi Industri Elektronika, Industri
Perangkat Keras Telekomunikasi dan Pendukungnya, Industri Perangkat Penyiaran dan
25

Pendukungnya, Industri Komputer dan Peralatannya, Industri Perangkat Lunak dan


Content Multimedia, Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
• Kelompok Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu; yang meliputi
industri perangkat lunak dan content multimedia, fashion, dan kerajinan dan barang seni.
• Industri Kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah hasil darieksploitasi kekayaan
intelektual berupa kreatifitas, keahlian dan bakat individu menjadi suatu produk yang
dapat dijual sehingga meningkatkan kesejahteraan bagi pelaksana dan orang-orang yang
terlibat.
• Industri Kecil dan Menengah Tertentu; yang meliputi industri-industri pengolahan:
Industri Batu Mulia dan Perhiasan, Industri Garam Rakyat, Industri Gerabah dan Keramik
Hias, Industri Minyak Atsiri dan Industri Makanan Ringan.

• Kompetensi Inti Industri Daerah adalah sekumpulan keunggulan atau keunikan


sumberdaya termasuk sumber daya alam dan kemampuan suatu daerah untuk
membangun daya saing dalam rangka mengambangkan perekonomian Propinsi dan
Kabupaten/Kota menuju kemandirian.
Menumbuhkan industri baru yang potensial yang berbasis pada potensi sumber daya
nasional, yang memiliki potensi berkembang yang tinggi, khususnya yang berbasis SDA
(Sumber Daya Alam) terbarukan dan SDM berpengetahuan maupun keunggulan aspek
lain (kondisi geografi, luas bentang wilayah, kekayaan budaya, dan sebagainya) dalam
rangka menyuburkan industri.

Dengan diberlakukan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk membangun
daerahnya sesuai dengan potensi dan unggulan yang dimiliki. Agar pembangunan industri
di daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif, maka diperlukan sinkronisasi arah
pembangunan industri antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah baik di
provinsi maupun kabupaten/kota.

• Komoditi unggulan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menimbulkan efek
pengganda akan didorong untuk menjadi kompetensi inti industri daerah, yang
merupakan kumpulan terintegrasi dari serangkaian keahlian dan teknologi dalam rangka
memproduksi komoditi unggulan yang merupakan akumulasi dari pembelajaran, yang
akan didorong bagi keberhasilan bersaing usaha di daerah.

Pengembangan kompetensi inti industri daerah ini menghasilkan, antara lain :


• Terselesaikannya ketidakserasian karena adanya disparitas antar wilayah;
• Terjadinya kerjasama antar daerah berlandaskan kedekatan dan potensiyang sama serta
masuk dalam rantai nilai komoditi yang akandikembangkan.
• Langkah-langkah pengembangan industri berbasis daerah dilaksanakan mengingat
kondisi tiap-tiap daerah seperti potensi ekonominya, tingkat kemajuan industri, budaya,
ketersediaan prasarana, keterampilan tenaga kerja, kepadatan penduduk berbeda satu
dengan yang lain sehingga suatu kebijakan industri yang cocok di satu daerah belum
tentu cocok di daerah lain.
26

• Yang dimaksud Industri Prioritas Tinggi yaitu industri prioritas yang berorientasi ekspor
dan menyerap tenaga kerja dan atau mampu mendukung secara signifikan kegiatan-
kegiatan ekonomi sebagai berikut:
o Pengembangan infrastruktur;
o Menanggulangi kemiskinan;
o Meningkatkan kemampuan industri pertahanan di dalam negeri.
• Sedangkan industri pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi
nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta
memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Sedangkan mengenai permasalahan limbah industri yang menjadi input bagi perumusan
EIP (eco-lndustrial Park) KKJSM, dalam penjelasan umumnya yang dikutip dari Kepres No
28 Tahun 2008 ini adalah :

Proses pembangunan industri akan diarahkan untuk menerapkan prinsip-prinsip


pembangunan industri yang berkelanjutan yang didasarkan pada beberapa aspek
diantaranya :
S aspek pembangunan lingkungan hidup
■ S dan pengembangan teknologi.

Aspek pembangunan lingkungan hidup dilakukan dengan menerapkan pencegahan dan


pengendalian pencemaran m elalui;
■ S penerapan sistem manajemen pencegahan dan pengendalian pencemaran,
'f efisiensi penggunaan energi yang tak terbarukan melalui audit dan konservasi
energi,
•S pengurangan emisi gas karbon dioksida (C02) dan gas-gas efek rumah kaca melalui
pemanfaatan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism),
■S penggunaan bahan baku yang lebih akrab lingkungan,
'f efisiensi penggunaan sumber daya air dan promosi penerapan tanggung jawab
sosial perusahaan.

Proses pembangunan industri akan diarahkan untuk menerapkan prinsip-prinsip


pembangunan industri yang berkelanjutan yang didasarkan pada beberapa aspek
diantaranya aspek pembangunan lingkungan hidup dan pengembangan teknologi.
Aspek pembangunan lingkungan hidup dilakukan dengan menerapkan pencegahan dan
pengendalian pencemaran m elalui:

S penerapan sistem manajemen pencegahan dan pengendalian pencemaran,


S efisiensi penggunaan energi yang tak terbarukan melalui audit dan konservasi
energi,
S pengurangan emisi gas karbon dioksida (C02) dan gas-gas efek rumah kaca melalui
pemanfaatan Mekanisme Pembangunan Bersih,
■/ penggunaan bahan baku yang lebih akrab lingkungan,
■S efisiensi penggunaan sumber daya air dan promosi penerapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
27

Penjelasan dari program utama dengan aktivitas ekonominya (dokumen MP3EI) akan
membawa pada pengembangan industri kedepan sebagaimana visi industri sebagai berikut:

r TARGET: Terjadinya peningkatan kemampuan teknologi yang terus-menerus melalui


proses/siklus pengembangan dan pendayagunaan nilai/produk yang berkelanjutan

TAHAP PENGEMBANGAN
Proyek Diseminasi y Penqembanqan Rantai J Sistem Inovasi Nasional
S...............IPTEK
............. ...... 1 Nilai (SINas)

Bagan 11-9 : Arahan IPTEK Nasional (sumber MP3EI)

2.2.2. JAWA TIMUR

Bersumber pada penjelasan arah kebijakan industri RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014
disebutkan bahwa dengan datangnya era Globalisasi ekonomi ini, menuntut produk Jawa
Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun
pasar internasional. Kurang kondusifnya lingkungan usaha memiliki implikasi besar terhadap
penurunan daya saing ekonomi, terutama sektor industri manufaktur, sebagai penyedia
berbagai macam produk, makanan, minuman, pakaian, sepatu, dan sebagainya, yang
menyerap banyak tenaga kerja.
Secara struktural, perekonomian Jawa Timur dikuasai oleh empat sektor utama yaitu sektor
pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor pertambangan dan penggalian.
Meski cukup dominan, sektor pertanian memiliki pertumbuhan relatif kecil sehingga
pangsanya cenderung menurun. Kenyataan ini tidak mengejutkan mengingat elastisitas
permintaan barang primer (termasuk pertanian) yang relatif kecil, serta perkembangan
teknologi yang mengakibatkan cakupan sektor pertanian beralih menjadi sektor
agroindustri, seperti pada kasus penggilingan padi.
Sektor perdagangan memiliki kontribusi yang relatif tidak stabil. Berbagai penelitian
dengan menggunakan pendekatan model multiplier menunjukkan, multiplier perdagangan
Jawa Timur relatif kecil. Hasil ini tidak terlalu mengherankan mengingat struktur ekonomi
28

regional yang memungkinkan tingginya mobilitas barang dan faktor produksi mengakibatkan
leakage (kebocoran) cukup besar dalam makro ekonomi Jawa Timur.
Mengingat kenyataan tersebut, pengembangan sektoral lebih efektif diorientasikan
pada sektor industri. Sebab, sektor industri merupakan penggerak utama perekonomian
wilayah, mengingat potensinya yang cukup besar dalam mengatasi masalah
ketenagakerjaan (pengangguran), persediaan permintaan domestik, serta linked
(keterkaitan) yang tinggi sektor industri dengan sektor lainnya baik secara backward maupun
forward.

Dengan pangsa rata-rata mencapai 25% dari PDRB, ekspektasi terhadap sektor industri
tidak terlalu berlebihan. Tahun 2007, pertumbuhan sektor industri mencapai 3,68%, dan
pada 2008 mengalami peningkatan menjadi 4,23%. Industri pengolahan dikelompokkan
berdasarkan jumlah tenaga kerjanya ke dalam empat kategori, yaitu, pertama, industri besar
adalah perusahaan industri yang memiliki pekerja 100 orang atau lebih. Kedua, industri
sedang, yang mempunyai pekerja 20-99 orang. Ketiga, industri kecil yang memiliki tenaga
kerja 5-19 orang. Dan, keempat, industri rumah tangga yang mempunyai pekerja 1-4 orang.
Jumlah industri besar dan sedang di Jawa Timur pada 2007 sebanyak 4.715 unit, dengan nilai
output sebesar Rp 184,776 triliun.

Pertumbuhan jumlah unit usaha industri besar dan sedang di Jawa Timur dari tahun ke
tahun cenderung meningkat dengan perkembangan rata-rata 2,90% per tahun selama 2003-
2006, dengan nilai investasi perkembangannya rata-rata 7,74% per tahun, dan untuk
penyerapan tenaga kerja rata-rata 3,42% per tahun, sedangkan untuk nilai produksi rata-
rata meningkat sebesar 4,65% per tahun.

Perkembangan jumlah unit usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga di Jawa Timur
rata-rata per tahun sebesar 2,64%, dengan nilai investasi rata-rata sebesar 7,64% per
tahun, dan untuk penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 3,13% per tahun sedangkan
untuk nilai produksinya per tahun rata-rata sebesar 3,96%.

Potensi industri manufaktur di Jawa Timur pada 2006 tercatat 694.720 unit usaha, dengan
investasi sebesar Rp 14.350 miliar dan nilai produksi sebesar Rp 12.685 miliar dan dapat
menyerap sebanyak 2.576.176 tenaga kerja. Sedangkan pada 2007, dengan jumlah 688.063
unit usaha, investasi Rp 95.594,79 miliar dan nilai produksi Rp 10.242,81 miliar, mampu
menyerap tenaga kerja 2.523.370 orang.

Volume ekonomi sektor industri pengolahan mulai pada 2007 mencapai Rp 151 triliun,
dengan sumbangan terbesar dari subsektor industri makanan, minuman dan tembakau
sebesar Rp 83,3 triliun. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran apabila dirinci
per subsektornya, terbesar disumbang oleh subsektor perdagangan, disusul subsektor hotel,
dan restoran. Sektor industri pengolahan dan subsektor perdagangan selalu menjadi
penyumbang terbesar dalam pembentukan volume ekonomi Jawa Timur.

Pertanyaan mendasar yang kemudian mengemuka, pertumbuhan sektor industri


manufaktur yang terjadi ini akankah berkelanjutan (sustainable growth). Jawabnya, pasti ya,
dengan syarat daya saing ditingkatkan melalui berbagai pembenahan mendasar. Sebab
perkembangan nilai tambah industri belum sepenuhnya ditopang perbaikan efisiensi dan
29

kemajuan produktivitas pekerja secara simultan. Selama ini pertumbuhan output industri
lebih bersifat input driven dibandingkan productivity driven.
Peran produktivitas dan efisiensi dalam proses produksi sangat penting. Kegiatan ekonomi
sektoral sering diasumsikan mengikuti fungsi produksi tertentu. Fungsi produksi adalah
sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi
teknis. Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam pengertian fisik dari tiap-
tiap tingkat input dalam pengertian fisik. Output suatu sektor industri akan dipengaruhi
oleh input yang digunakan dalam proses produksi.
Secara umum input terbagi dalam dua jenis yaitu input fisik berupa tenaga kerja dan
kapital, serta input lain berupa tingkat teknologi dan efisiensi produksi yang tercermin dari
tingkat produktivitas. Kenaikan output sektor industri dengan demikian dapat
disebabkan oleh dua hal, yaitu penggunaan input yang lebih banyak (input driven) atau
dengan adanya peningkatan produktivitas. Dengan kata lain, kenaikan output bisa
terjadi tanpa memerlukan adanya kenaikan dalam input secara kuantitas (productivity
driven).
Dengan penggunaan input yang tetap tetapi penggunaannya lebih produktif/efisien, output
juga bisa ditingkatkan. Kenaikan input yang lebih produktif bisa dilakukan dengan adanya
manajemen produksi yang lebih baik, atau adanya teknik produksi yang lebih efisien.
Sasaran yang hendak dicapai dalam upaya meningkatkan daya saing industri manufaktur
adalah:
• Meningkatnya pertumbuhan industri manufaktur.
• Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur terhadap total ekspor Jawa Timur.
• Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh industri manufaktur.
• Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif, baik bagi industri yang sudah ada maupun
investasi.
• Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur sebagai faktor
penguat daya saing.
• Meningkatnya pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan
baku maupun produk akhir, sebagai cerminan meningkatnya daya saing sektor ini dalam
menghadapi produk impor.
• Meningkatnya pertumbuhan industri berorientasi ekspor yang menggunakan sumber
daya lokal.
• Meningkatnya pertumbuhan industri berbasis agro.
• Meningkatnya perkembangan sentra-sentra industri, termasuk industri kecil dan
kerajinan.

Untuk mewujudkan sasaran tersebut, peningkatan daya saing industri manufaktur


dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan:
• Semua bentuk fasilitasi pengembangan diarahkan pada upaya memperkuat struktur
industri, meningkatkan, dan memperluas pemanfaatan teknologi, serta meningkatkan
nilai pengganda (multiplier).
• Meningkatkan kemampuan kapasitas pasar (terutama dalam negeri) untuk menyerap
kenaikan produksi melalui, antara lain, pengamanan pasar dalam negeri dari produk-
30

produk impor ilegal, penggalakan penggunaan bahan baku/antara dari dalam negeri,
dan berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing ekspor.
• Mengembangkan industri manufaktur diutamakan pada beberapa subsektor prioritas
yang mampu menyerap banyak tenaga kerja; memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri
(seperti makanan-minuman dan obat-obatan); mengolah hasil pertanian dalam arti luas
(termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lokal; dan memiliki potensi
pengembangan ekspor.
• Mengembangkan subsektor industri yang terkait (related Industries) dan sub-sektor
industri penunjang (supporting industries) bagi industri manufaktur prioritas.
• Fasilitasi penelitian dan pengembangan industri manufaktur untuk teknologi produksi,
termasuk pengembangan manajemen produksi, yang memperhatikan kesinambungan
lingkungan, dan teknik produksi yang ramah lingkungan.
• Fasilitasi peningkatan kompetensi dan keterampilan tenaga kerja industri untuk
meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi.
• Arah kebijakan peningkatan daya saing industri manufaktur ini merupakan bagian tak
terpisahkan dari berbagai kebijakan dan program pada bidang-bidang lain yang terkait.
1

BAB III : TINJAUAN LITERATUR

Dalam rangka menuju pada pendalaman konsep EIP (eco-industrial park) sebagai perujudan dari
siteplan KKJSM ( Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura) ini, diyakini kajian faktor lingkungan menjadi
hal yang sangat perlu terutama dalam mengkanalisasi materi teknis lainnya seperti bangunan
maupun infrstruktur pendukungnya supaya dapat menjadi satu kesatuan kawasan industri yang
hijau, ramah lingkungan dan mempunyai pertimbangan dalam konservasi energi. Dengan kata lain,
kajian terhadap konsep lingkungan akan menghantar pada kajian komponen ikutan yang juga sangat
penting adalah konsep eko-industri itu sendiri yang pada akhirnya mengkerucut pada kajian yang
jauh lebih teknis berupa kajian standar-satandar kawasan industri.

3.1. KONSEP LINGKUNGAN :

Mengkaji konsep lingkungan akan jauh lebih bermakna bila disangku-pautkan dengan proses
pembangunan yang sangat diperlukan oleh negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia ini. Untuk itu, upaya menukik pada proses pembangunan diarahkan untuk tidak
meredusir komponen lingkungan yang sesuai atau tidak sesuai dengan perumusan siteplan
pada kawasan industri yang diarahkan dapat hijau dan sekaligus ramah lingkungan dan
hemat energi.
Perlu diketahui, konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) ddilansir
pada event internasional: World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang
diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund fo r Nature
(WWF) pada 1980. Gaungnya sangat dahsyat sehingga pada 1982, UNEP menyelenggarakan
sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi,
Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Peristiwa ini
erat kaitannya dengan proses pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan
Pembangunan (World Commission on Environment and Development - WCED). Sebagai
organisasi yang mewakili kepentingan antar negara yang menjadi anggotanya, maka PBB
bertekad kuat untuk mengembangkan konsep ini dengan memilih PM Norwegia Nyonya
Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi
Ketua dan Wakil Ketua WCED.

Sebagai representatif dari negara angggota PBB, Brundtland menerbitkan Brundtland Report
dari PBB (1987) dengan menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah proses
pembangunan yang mencakup minimal akan lahan, kota, bisnis, masyarakat, yang dilandasi
oleh prinsip"memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan". Prinsip ini diarahkan untuk menghadapi capaian hasil dan manfaat
pembangunan berkelanjutan dalam rangka untuk memperbaiki kehancuran lingkungan
tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Sejalan dengan kepentingan PBB dan anggotanya, maka oleh masyarakat dunia
mempopulerkannya melalui laporan WCED berjudul “Our Common Future" (Hari Depan Kita
Bersama) yang diterbitkan pada 1987. Sebagai suatu paradigma baru, laporan ini
2

memperkenalkan suatau difinisi Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yang


memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Sebagai landasan konsepnya, terkandung 2 komponen utama sebagai gagasan yang penting
yang layak untuk ditindak-lanjuti kedepan, yaitu :
• Pertama, ide tentang kebutuhan.
Kebutuhan ini terkait dengan kebutuhan fondamental bagi kaum miskin sedunia yang
harus diberi prioritas utama.
• Kedua, ide tentang keterbatasan.
Ide ini bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan
lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan yang tidak membedakan
asal negara maupun kuat lemahnya suatu negara. Artinya, semua negara yaitu kaya
maupun miskin memiliki keterbatasan. Ide ini menjadi menjadi terkait dengan tujuan
pembangunan ekonomi dan sosial yang harus diperjuangkan sebagai gagasan
keberlanjutan di semua negara, tanpa kecuali.

Oleh pakar dalam negeri (Budimanta, 2005), ide pembangunan berkelanjutan menjadi cara
pandang mengenai kegiatan yang perlu dilakukan secara sistematis dan terencana dalam
kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia
tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi mendatang untuk menikmati dan
memanfaatkannya. Artinya, terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya
terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan
perubahan kelembagaan yang dikemas dalam kondisi yang selaras. Dalam perkembangannya
pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan namun
menjurus pada pemerataan pendapatan dan peningkatan rasa keadilan

Dalam diskursus nasional (Sugandhy dan Hakim, 2007) pakar pembangunan berkenaljutan
yaitu Otto Sumarwoto, dimana sebagai pakar lingkungan mendukung perubahan positif
sosial ekonomi yang diarahkan tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana
masyarakat bergantung kepadanya. Spandangan ini juga sejalan dengan pakr dunia lainnya
diluar negeri (Hegley, Jr. (1992) yang menyatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan
mengandung pengertian:
• Berorientasi untuk pertumbuhan yang mendukung secara nyata tujuan ekologi, sosial
dan ekonomi.
• Memperhatikan batas-batas ekologis dalam konsumsi materi dan memperkuat
pembangunan kualitatif pada tingkat masyarakat dan individu dengan distribusi yang
adil
• Perlunya campur tangan pemerintah, dukungan, dan kerja sama dunia usaha dalam
upaya konservasi dan pemanfaatan yang berbasis sumber daya.
• Perlunya keterpaduan kebijakan dan koordinasi pada semua tingkat dan antara
yurisdiksi politik terkait dalam pengembangan energi bagi pertumbuhan kebutuhan
hidup.
• Berantung pada pendidikan, perencanaan, dan proses politik yang terinformasikan,
terbuka, dan adil dalam pengembangan teknologi dan manajemen.
3

• Mengintegrasikan biaya sosial dan biaya lingkungan dari dampak pembangunan ke


dalam perhitungan ekonomi.

Konsep pembangunan yang berkelanjutan ini berkembang dengan pesat dan pada akhirnya
menjarah pada upaya merumuskan arah kebijakan pembangunan yang lebih proporsional
dan adil. Pertimbangannya sebagai pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup
kebijakan :
• pembangunan ekonomi,
• pembangunan sosial dan
• perlindungan lingkungan
dimana dalam perumusannya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan). Dalam event
internasional yaitu World Summit 2005 menyebut ketiga pilar merupakan pilar pendorong
bagi pembangunan berkelanjutan.

Secara fakta lapangan, ke 3 faktor dimaksud diatas nampak belum mulus untuk menyatu
dalam kegiatan operasional pelaksanaan pembangunan, meskipun diupayakan secara ideal
ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama dan menjadi faktors pendorong dalam
pembangunan berkelanjutan. Oleh pakar nasional ke 3 komponen ideal dimaksud itu
disatukan dalam pentahapan pembangunan yang bersinergis yaitu sebagai evolusi konsep
pembangunan berkelanjutan yang pada akhirnya berujung pada indikator pembangunan
berkelanjutan yang tidak lepas dari aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan
budaya.

Pada perkembangan terkini, para pakar nasional mulai rajin memberikan buah pikirannya
sejalan dengan sinergitas antar aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan
budaya. Diantara para pakar pembangunan yang menonjol yaitu Surna Tjahja Djajadiningrat
(Suistanable Future,2005) dalam gagasan tentang warisan peradaban bagi anak cucu,
menyatakan bahwa dalam pembangunan yang berkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan
yang perlu diperhatikan, yaitu:
o Keberlanjutan Ekologis
o Keberlanjutan di Bidang Ekonomi
o Keberlanjutan Sosial dan Budaya
o Keberlanjutan Politik
o Keberlanjutan Pertahanan Keamanan

Upaya membumikan konsep dan pentahapan yang sinergis kearah indikator pelaksanaan
pembangunan nampak mulai marak dan bermunculan di masyarakat. Dengan merumuskan
sebagai tolok ukur pro lingkungan hidup (pro-environment), diarahkan proses dan hasil
pembangunan dapat diukur melalui berbagai indikator yang perlu dirumuskan tersendiri.
Dengan demikian, indikator kesesuaian, diarahkan mampu menjadi alat ukur yang mampu
mensinergikan dari bergai kepentingan yang berbeda-beda sebagaimana ditunjukkan pada
contoh dibawah in i:
o Indikator luas hutan terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak),
o indikator debit air sungai dalam musim hujan terhadap musim kemarau,
o indikator kualitas udara, dan sebagainya.
4

Dari bentuk operasionalisasinya indikator dimaksud, membawa pada pemahaman yang tidak
kalah pentingnya bahwa berbagai bentuk pencemaran lingkungan sebetulnya dapat menjadi
indikator yang mengukur seberapa besar keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan.
Tingkat kepentingan indikator ini (Syahputra, 2007) mengajukan beberapa hal yang dapat
menjadi rambu-rambu dalam pengelolaan lingkungan yaitu:
o Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pad^ lokasi secara benar
menurut kaidah ekologi.
o Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi
potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya takterbarukan
(nonrenewable resources).
o Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas
asimilasi pencemaran.
o Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan
(carrying capacity).
Sebagai suatu konsep pembangunan yang menerus dengan pentahapan pembangunannnya
dimana indikator pelaksanaannya menjadi arah bagi perolehan hasil dan manfaat, maka
dapatlah dimengerti bahwa pembangunan yang berkelanjutan yang tidak boleh lepas dari
upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dimana dalam mengolah daya alam dan
pendayagunaan sumber daya manusia dibantu dengan teknologi. Dengan demikian,
pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dimaksud harus memperhatikan fungsi
sumber daya alam dan manusia sebagai pelaku utamanya dalam tataran siklus kegiatan yang
menerus yang mampu menjamin tingkat ketersedian bahan (resources) dalam mennjang
prosesnya.
Dalam konteks penyusunan siteplan pada KKJSM ini, pertimbangan diatas adalah akan
diakses untuk menilai resiko dampak terkait ongkos kerugian lingkungan yang perlu
ditanggung dan dikompensasi supaya pembebanan dapat sesuai dengan daya dukung atau
kemampuan menerima beban dari kawasan seperti pada kawasan eco-industry itu sendiri.
Untuk itu, upaya pemahaman konsep eko yang terkait kebutuhan (human made) dan sistem
ekologi dimana dalam pengolahannya akan mengacu pada peraturan perundangan yang
berlaku (Undang-undang Lingkungan Hidup) yang terkait dengan aspek preventif dan
pengendalian. Atas dasar pertimbangan dimaksud, perumusan siteplan secara optimal dapat
menetapkan pola struktur dan sistem manajemennya yang dilandasi oleh konsep eko
terutama dalam komponen:
❖ Bangunan
❖ Sistem bangunan
❖ Sistem produksi

Ke 3 komponen diatas akan saling memberikan input terutama dalam minimal pemanfaatan
SDA. Dampak lingkungan maupun minimum penggunaan energi. Demikian juga upaya
mengurangi emisi ini akan menjangkau ke aspek infrastruktur supaya kawasan pada KKJSM
dapat berkembang dalam prinsip lingkungan yang lestari.

Untuk lebih jelasnya dapat disimak pada pemahaman konsep eko pada KKJSM sebagaimana
terlihat pada gambar dibawah ini, yaitu :
5

HUMAN MADE UU LINGKUNGAN HIDUP (BARU)


Kebutuhan ■Sosial -KLHS -__ » Kajian Kebijakan melihat dava
■ Ekonomi dukung agar pembangunan yang
akan datang dapat menjamin
I sumber daya
-RTR (Makro -» Detail)
Preventif I---------- » -Min Externalilies
-Max Sinergy

SISTEM EKOIC Besar RKL/RPL


Pembangunan Berkelanjutan (3 Dimensi) -AMDAL
Sistem Ekonomi Berkelanjutan Kecil -> UKL/UPL
I (Ideal) masuk
*Oesain/Supervisi

KONSEP EKO (CRADLE TO CRADLE) lit o s l u t m


1— » LawEnforcemeut
Bangunan -> Produksi Pengendalian -Mutu Air
•Minim SDA -Mutu udara
-Dampak Lingkungan -dll
■ Minim Penggunaan Energi'--------- -
■ Sistem Bangunan + infrastruktur (Bangunan Fisik)
SITE PLAN KAWASAN INDUSTRI
u ►,Emitant -> Minimal
Site Plan -» - Pola + Struktur
•Sistem Produksi RTR -Manajemennya
•Sosial
•Ekonomi -»M la+StfK tiir: •Min Externalities
Maks: Sinergi ■ Min Penggunaan Energi
Kawasan : Berkembang
lingkungan Lestari •Min Emitance

Bagan lll - l: konsep lingkungan untuk landasan perumusan siteplan KKJSM


(hasil perumusan tim teknis penyusunan siteplan-KKJSM-2011))

Berkenaan dengan semakin banyaknya komponen pembangunan yang mengadopsi konsep


lingkungan, maka prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan perlu diacu sebagaimana
arahan yang tersebut dibawah in i:

Prinsip pembangunan yang berkelanjutan bagi pengembangan komponen pembangunan


lainnya, dilakukan dengan cara :
• pencegahan dan pengendalian pencemaran melalui penerapan sistem manajemen
pencegahan dan pengendalian pencemaran,
• efisiensi penggunaan energi yang tak terbarukan melalui audit dan konservasi energi,
• pengurangan emisi gas karbon dioksida (C02) dan gas-gas efek rumah kaca melalui
pemanfaatan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism),
penggunaan bahan baku yang lebih akrab lingkungan, efisiensi penggunaan sumber
daya air dan promosi penerapan tanggung jawab sosial perusahaan.

3.2. KONSEP EKO INDUSTRI :

Konsep eko industri ini dilandasi oleh pemahaman yang mendalam terhadap konsep
pembangunan yang berkelanjutan. Berkaitan dengan aspek lingkungan global dimana

D e w a n R e d a k s i B u le t in T a t a R u a n g , In d ik a to r P e m b a n g u n a n B e r k e la n ju t a n D i In d o n e s ia , E d is i J a n u a r i- F e b r u a r i 2 0 0 9 .
6

nuansa green menjadi arah kekinian yang mengkanalisasi proses maupun produk yang
ramah lingkungan, hemat energi maupun life style yang juga green. Gelombang green ini
terus melanda hampir kesegenap lini kehidupan yang merindukan komponen pembangunan
berkelanjutan menjadi arah kedepan yang benar.

Untuk itu, konsep-konsep green mulai merambah ke green Investment, green factory, green
building, green linfrastructure, green province dan berbagai komponen lainnya. Untuk itu,
kandungan materi green (green content) akan menjadi salah satu arah bagi perumusan
konsep eko-industri yang diperkirakan sesuai dengan kawasan industri di KKJSM. Dengan
kata lain, arah perumusan siteplan pada eko industri KKJSM akan mengarah pada green
industry yang dikenal sebagai EIP (eco industrial park)

Green industry:

Kemunculan konsep green industry dipopulerkan pada International Conference on Green


Industry in Asia di Manila, Filipina, pada 2009, atas kerja sama antara United Nations
Industrial Development Organization, United Nations Economic and Social Commission for
Asia and The Pacific, United Nations Environment Programme, dan International Labour
Organization, dimana Indonesia hadir bersama dengan 22 negara lainnya. Dalam konsep ini,
industri harus menjadi bagian dari masyarakat yang turut peduli akan kelestarian lingkungan
secara nasional, regional, bahkan internasional.
Green industry telah menjadi sebuah strategi pemasaran yang saat ini semakin besar
perannya dalam mengambil hati konsumen. Adapun fokusnya adalah pada konsumen yang
relatif lebih terdidik dan peduli pada masalah-masalah lingkungan. Konsumen pada level ini
sebagian besar terdapat di negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika. Mereka kini
semakin agresif menerapkan standardisasi proses produksi dan produk jadi yang ramah
lingkungan dalam peredaran barang serta jasa. Bahkan standardisasi (eco-labeling) ini telah
dijadikan salah satu alat politik untuk menyeleksi kualitas produk yang masuk ke pasar
internasional.
Kini semakin banyak negara yang memasukkan isu eco-product (produk ramah lingkungan)
dalam aturan main kebijakan perdagangan dan investasi. Bahkan mereka kini mulai
mengaitkan standar proses produksi dan produk jadi dengan kesehatan lingkungan. Dengan
demikian, tuntutan akan mengembangkan eco-product telah menjadi isu semakin penting
dan strategis dalam upaya pengembangan daya saing perekonomian suatu negara. Dengan
kata lain, penguasaan green technology dan penerapan proses green industry yang
menghasilkan produk ramah lingkungan akan menjadi semakin penting bagi peningkatan
daya saing suatu bangsa.

Kepentingan konsumen, yang mendambakan produk ramah lingkungan, dan kepentingan


produsen, yang menghendaki perbaikan proses produksi memenuhi kriteria ramah
lingkungan, tidak semata-mata melahirkan biaya dan mengurangi keuntungan. Tapi juga
dipandang sebagai investasi dan perluasan daya penetrasi pasar untuk melahirkan
keuntungan lebih besar pada masa mendatang.

Sementara itu, Indonesia kini diakui dunia termasuk negara yang aktif dalam mencari solusi
atas isu masalah lingkungan dan pemanasan global. Keseriusan tersebut tecermin pada
7

Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang di
dalamnya disebutkan bahwa proses pembangunan industri harus menerapkan prinsip
pembangunan industri berkelanjutan yang didasarkan pada beberapa aspek penting, di
antaranya pembangunan lingkungan hidup dan pengembangan teknologi dimana dalam
prakteknya akan difasilitasioleh pemerintah. Fasilitas pemerintah yqng dimaksud dalam
Peraturan Presiden ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18 dan Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pemberian fasilitas dapat
dilakukan peninjauan paling lama setiap 2 (dua) tahun.

Sebagai tindak lanjut akan keseriusan Indonesia dalam mewujudkan green industry, kini
Kamar Dagang dan Industri Indonesia bekerja sama dengan Dewan Nasional Perubahan Iklim
tengah menyiapkan road map pengembangan green industry untuk dibawa dalam
konferensi iklim di Meksiko pada akhir November sampai Desember tahun ini. Road map ini
nantinya diharapkan menjadi masukan kepada pemerintah tentang apa saja yang perlu
dilakukan untuk menurunkan emisi C02 sebesar 26 persen pada 2020. Green industry juga
diharapkan dapat mendorong peningkatan daya saing produk manufaktur Indonesia di pasar
internasional karena telah menerapkan teknologi, produktivitas, dan industri ramah
lingkungan.

Dalam prakteknya, green industry memerlukan peranan perbankan. Dalam hal ini peran
perbankan adalah dalam bentuk penerapan green banking, yaitu suatu konsep pembiayaan
atau kredit dan produk-produk jasa perbankan lainnya yang mengutamakan aspek-aspek
keberlanjutan, baik ekonomi, lingkungan sosial-budaya, maupun teknologi, secara
bersamaan. Dalam hal ini perbankan diharapkan lebih berfokus pada pemberian kredit pada
hal-hal yang memenuhi persyaratn yaitu :
o usaha-usaha yang tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan,
o mengarah ke bisnis yang berkelanjutan dan diterima masyarakat,
o tidak mengeksploitasi tenaga kerja dengan membayar upah rendah,
o tidak menggunakan tenaga kerja di bawah umur,
o tidak menghasilkan produk yang berbahaya,
o perusahaan yang terlibat dalam konservasi dan daur ulang,
o menjalankan etika dalam berusaha,
o tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia,
o tidak terlibat dalam pornografi, perjudian, alkohol dan tembakau,
o serta tidak terlibat dalam persenjataan dan pembuatan senjata nuklir.

Green banking dapat diterapkan dengan mengacu pada peraturan perundangan berikut,
yaitu :
o Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
o UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
o Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/9 tertanggal 25 Maret 1989 perihal kredit
investasi dan penyertaan modal yang mengharuskan memperhatikan masalah
analisis mengenai dampak lingkungan (amdal),
o UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang membahas tentang minimalisasi risiko
lingkungan & prinsip syariah,
o Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang keharusan melakukan penilaian
prospek usaha debitor dikaitkan dengan upaya pemeliharaan lingkungan, dan
peraturan lainnya yang terkait.
Perbankan asing dan perbankan di negara-negara tetangga kini sudah banyak yang
melaksanakan green banking, bahkan mereka telah memasukkan dalam laporan tahunan
mereka. Sementara itu, bagi perbankan nasional, penerapan green banking masih bersifat
voluntary, belum mandatory. Compliance perusahaan kepada peraturan dan undang-undang
belum sepenuhnya berjalan. Meski demikian, Bank Indonesia terus mendorong perbankan
menerapkan prinsip penyaluran kredit yang berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup.
Bahkan kini BI telah memandang perlu untuk meningkatkan pengaturan green banking
dengan memasukkan klausul penilaian manajemen risiko. Saat ini ketentuan tersebut
memang masih sebatas syarat dalam amdal, belum memperhitungkan biaya kerugian
lingkungan yang muncul dari suatu proyek. (Sumber: Koran Tempo, 14 Desember 2010)

Proses pembangunan industri akan diarahkan untuk menerapkan prinsip-prinsip


pembangunan industri yang berkelanjutan (eco-industry) yang didasarkan pada beberapa
aspek diantaranya aspek pembangunan lingkungan hidup dan pengembangan teknologi.
Aspek pembangunan lingkungan hidup dilakukan dengan menerapkan pencegahan dan
pengendalian pencemaran melalui penerapan sistem manajemen pencegahan dan
pengendalian pencemaran, efisiensi penggunaan energi yang tak terbarukan melalui audit
dan konservasi energi, pengurangan emisi gas karbon dioksida (C02) dan gas-gas efek
rumah kaca melalui pemanfaatan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development
Mechanism), penggunaan bahan baku yang lebih akrab lingkungan, efisiensi penggunaan
sumber daya air dan promosi penerapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Proses pembangunan industri akan diarahkan untuk menerapkan prinsip-prinsip


pembangunan yang berkelanjutan ini didasarkan pada beberapa aspek diantaranya aspek
pembangunan lingkungan hidup dan pengembangan teknologi. Aspek pembangunan
lingkungan berkelanjutan ini akan diacu bagi pengembangan komponen industri sebagai
industri yang berkelanjutan. Untuk itu, EIP (eco-industrial Park) pada lokasi terpilih, perlu
melakuan hal-hal sebgai berikut supaya siteplan kawasan industrinya mampu berdemensi
lingkungan berkelanjutan, yaitu :
• pencegahan dan pengendalian pencemaran melalui penerapan sistem manajemen
pencegahan dan pengendalian pencemaran,
• efisiensi penggunaan energi yang tak terbarukan melalui audit dan konservasi energi,
• pengurangan emisi gas karbon dioksida (C02) dan gas-gas efek rumah kaca melalui
pemanfaatan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism),
penggunaan bahan baku yang lebih akrab lingkungan, efisiensi penggunaan sumber
daya air dan promosi penerapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Dalam arahan dimaksud diatas nampak bahwa :

o Untuk melakukan pencegahan dan pengendalian pencemaran, dilakukan melalui


sistem manajemen pencegahan dan pengendalian pencemaran. Artinya, pencegahan
dan pengendalian pencemaran bukan menjadi urusan penghematan atau konservasi
energi. Terkandung didalamnya, pencegahan dan pengendalian pencemaran
9

mengacu pada sistem AM DAL Tidak tertutup kemungkinan sebagai upaya kreatif
adalah mengalokasikan jenis-jenis vegetasi maupun perbaikan tqnah atau lokasi yang
sesuai dalam menghadapi pencemaran dan pencegahannya seperti suitable site.
o Audit atau manajemen energi dan konservasi energi diberlakukan pada upaya
mengurangi penggunaan energi yang tak terbaharukan. Terkandung didalamnya
sebagai upaya kreatif dan inovatif, sesusi difinisi dari konservasi energi yang
menyebutkan selain penghematan juga alternatif sumberdaya energi yang dipakai,
maka dalam penghematan pemakaian ini dapat menjangkau pada energi terbarukan.
o Pengembangan pada konservasi energi pada bangunan yang dilakukan ini akan
mengacu pada konsep pemulihan energi pada bangunan (recover energy building)
yang bisa diakses untuk pemakaian energi terbarukan maupun non terbarukan.
o Sedangkan khusus pada pengurangan emisi gas C02 dan gas-gas rumah kaca, ditangi
m elalui:
❖ Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism),
♦> penggunaan bahan baku yang lebih akrab lingkungan,
❖ efisiensi penggunaan sumber daya air dan
❖ promosi penerapan tanggung jawab sosial perusahaan

.3. STANDAR KAWASAN INDUSTRI

Dalam jangka panjang, pembangunan industri berbasis keberlanjutan ini (eco-industry)


diarahkan memiliki standar supaya dapat memberikan sumbangan sebagai berikut:
o Mampu memberikan sumbangan nyata dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
o Membangun karakter budaya bangsa yang kondusif terhadap proses industrialisasi
menuju terwujudnya masyarakat modern, dengan tetap berpegang kepada nilai-nilai
luhur bangsa;
o Menjadi wahana peningkatan kemampuan inovasi dan wirausaha bangsa di bidang
teknologi industri dan manajemen, sebagai ujung tombak pembentukan daya saing
industri nasional menghadapi era globalisasi/liberalisasi ekonomi dunia;
o Mampu ikut menunjang pembentukan kemampuan bangsa dalam pertahanan diri
dalam menjaga eksistensi dan keselamatan bangsa, serta ikut menunjang penciptaan
rasa aman dan tenteram bagi masyarakat.

Untuk itu, perumusan standar kawasan industri yang berkelanjutan sebagaimana


tersebutdiatas, perlu dilakukan melalui beberapa analisis pendekatan sebagai berikut:
o Memilih industri yang memiliki daya saing tinggi, yang diukur berdasarkan analisis
daya saing internasional, untuk didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi
tulang punggung sektor ekonomi di masa akan datang;
o Memilih produk-produk unggulan daerah (provinsi,kabupaten/kota) untuk diolah dan
didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi kompetensi inti industri daerah, dan
menjadi tulang punggung perekonomian regional;
o Memilih dan mendorong tumbuhnya industri yang akan menjadi industri andalan
masa depan.
10

Terkait erat dengan kondisi perkembangan jenis industri yang ada pada kawasan Madura yang
berorientasi pada industri pengolahan (manufaktur), industri kecil, industri kerajinan rakyat
serta pengolahan SDA seperti garam, semen, dan lain-lainnya, maka perumusan jenis industri
pada kawasan Madura ini menjadi sangat penting. Untuk itu beberapa konsep dibawah ini
perlu dipertimbangkan kehadirannya dalam merumuskan standar kayvasan industri yang
sesuai dengan karakteristik lokalnya, yaitu :
o Konsep kawasan industri berbasis Industri Infrastruktur menjadi penting untuk
pengembangan eco-industri. Sedangkan konsep basis industri infrastruktur itu sendiri
merupakan spektrum industri yang sudah berkembang saat ini dan telah menjadi
tulang punggung sektor industri.

Kelompok industri ini keberadaannya masih sangat tergantung pada sumber daya
alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) tidak terampil, ke depan perlu
direstrukturisasi dan diperkuat agar mampu menjadi industri kelas dunia. Industri-
industri andalan masa depan, meliputi:
❖ Industri agro, (industri pengolahan kelapa sawit; pengolahan hasil laut;
❖ pengolahan karet; pengolahan kayu, pengolahan tembakau; pengolahan
❖ kakao dan coklat, pengolahan buah, pengolahan kelapa, pengolahan kopi;
❖ Pulp dan Kertas);
❖ Industri Alat Angkut, (industri otomotif, perkapalan, kedirgantaraan,
perkeretaapian);
❖ Industri Telematika, (industri perangkat/devices, infrastruktur/jaringan dan
❖ aplikasi/content);

o Konsep kawasan industri berbasis Klaster Industri adalah sekelompok industri inti
yang terkonsentrasi secara regional maupun global yang saling berhubungan atau
berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait, industri pendukung
maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga terkait dalam
meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan mendorong terciptanya
inovasi sehingga tercipta keunggulan kompetitif.
o Konsep kawasan industri berbasis Industri Inti adalah industri yang menjadi basis
dalam pengembangan klaster industri nasional.

o Konsep kawasan industri berbasis Industri Penunjang adalah industri yang berperan
sebagai pendukung serta penunjang dalam pengembangan industri inti secara
integratif dan komprehensif.

o Konsep kawasan industri berbasis Industri Prioritas adalah klaster industri yang
memiliki prospek tinggi untuk dikembangkan berdasarkan kemampuannya bersaing di
pasar internasional, dan industri yang faktor-faktor produksi untuk bersaingnya
tersedia dengan cukup di Indonesia.

Dalam jangka panjang pembangunan kawasan industri diarahkan pada penguatan,


pendalaman dan penumbuhan klaster kelompok industri prioritas sebagai berikut:

o Kawasan industri dengan basis Industri Manufaktur yang terdiri atas kelompok-
kelompok industri:
(1) Industri Material Dasar; yang terdiri dari:
11

(a) Industri Besi dan Baja,


(b) Industri Semen,
(c) Industri Petrokimia,
(d) Industri Keramik;
(2) Industri Permesinan; yang meliputi:
(a) Industri Peralatan Listrik dan Mesin Listrik,
(b) Industri Mesin dan Peralatan Umum;
(3) Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja; merupakan penghasil produk sandang,
pangan, bahan bangunan, kesehatan dan obat, dan sebagainya, yang meliputi
antara lain:
(a) Industri Tekstil dan Produk Tekstil
(b) Industri Alas Kaki
(c) Industri Farmasi dengan Bahan Baku dalam Negeri.
o Kawasan industri dengan basis Kelompok Industri Agro yang meliputi cabang-cabang
industri pengolahan:
(a) Industri Kelapa Sawit;
(b) Industri Karet dan Barang Karet;
(c) Industri Kakao dan Coklat;
(d) Industri Kelapa;
(e) Industri Kopi;
(f) Industri Gula;
(g) Industri Tembakau;
(h) Industri Buah-buahan;
(i) Industri Kayu dan Barang Kayu;
(j) Industri Hasil Perikanan dan Laut;
(k) Industri Pulp dan Kertas;
( l) Industri Pengolahan Susu;

o Kawasan industri dengan basis Kelompok Industri Alat Angkut; yang meliputi industri-
industri:
(a) Industri Kendaraan Bermotor
(b) Industri Perkapalan,
(c) Industri Kedirgantaraan,
(d) Industri Perkereta-apian;

o Kawasan industri dengan basis Kelompok Industri Elektronika dan Telematika; meliputi
Industri Elektronika, Industri Perangkat Keras Telekomunikasi dan Pendukungnya,
Industri Perangkat Penyiaran dan Pendukungnya, Industri Komputer dan
Peralatannya, Industri Perangkat Lunak dan Content Multimedia, Industri Kreatif
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);

o Kawasan industri dengan basis Kelompok Industri Penunjang Industri Kreatif dan
Industri Kreatif Tertentu; yang meliputi industri perangkat lunak dan content
multimedia, fashion, dan kerajinan dan barang seni.

o Kawasan industri dengan basis Industri Kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah
hasil darieksploitasi kekayaan intelektual berupa kreatifitas, keahlian dan bakat
12

individu menjadi suatu produk yang dapat dijual sehingga meningkatkan


kesejahteraan bagi pelaksana dan orang-orang yang terlibat.
o Kawasan industri dengan basis Industri Kecil dan Menengah Tertentu; yang meliputi
industri-industri pengolahan: Industri Batu Mulia dan Perhiasan, Industri Garam
Rakyat, Industri Gerabah dan Keramik Hias, Industri Minyak Atsiri dan Industri
Makanan Ringan.

Untuk aplikasi atau penerapan konsep dari jenis-jenis industri diatas, diperlukan strategi
pengembangan kawasan industri berkelanjutan yang sesuai dengan kondisi lapangan
maupun maksud tujuan pengembangan kawasan industri yang diinginkan, yaitu :

o Strategi pengembangan kawasan berbasis industri baru :

Menumbuhkan industri baru yang potensial yang berbasis pada potensi sumber daya
nasional, yang memiliki potensi berkembang yang tinggi, khususnya yang berbasis SDA
(Sumber Daya Alam) terbarukan dan SDM berpengetahuan maupun keunggulan aspek
lain (kondisi geografi, luas bentang wilayah, kekayaan budaya, dan sebagainya) dalam
rangka menyuburkan industri.

o Strategi pengembangan kawasan industri berbasis kompetensi inti industri daerah :

Kompetensi Inti Industri Daerah adalah sekumpulan keunggulan atau keunikan


sumberdaya termasuk sumber daya alam dan kemampuan suatu daerah untuk
membangun daya saing dalam rangka mengambangkan perekonomian Propinsi dan
Kabupaten/Kota menuju kemandirian. Dengan diberlakukan otonomi daerah sesuai
dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah
diberikan kewenangan untuk membangun daerahnya sesuai dengan potensi dan
unggulan yang dimiliki. Agar pembangunan industri di daerah dapat dilaksanakan
secara efisien dan efektif, maka diperlukan sinkronisasi arah pembangunan industri
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah baik di provinsi maupun
kabupaten/kota.
Pengembangan kompetensi inti industri daerah ini diarahkan untuk menghasilkan,
antara lain:
a) Terselesaikannya ketidakserasian karena adanya disparitas antar wilayah;
b) Terjadinya kerjasama antar daerah berlandaskan kedekatan dan potensiyang sama
serta masuk dalam rantai nilai komoditi yang akandikembangkan.
c) Langkah-langkah pengembangan industri berbasis daerah dilaksanakan mengingat
kondisi tiap-tiap daerah seperti potensi ekonominya, tingkat kemajuan industri,
budaya, ketersediaan prasarana, keterampilan tenaga kerja, kepadatan penduduk
berbeda satu dengan yang lain sehingga suatu kebijakan industri yang cocok di satu
daerah belum tentu cocok di daerah lain.

o Strategi pengembangan kawasan industri berbasis industri komoditi unggulan :

Komoditi unggulan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menimbulkan efek
pengganda akan didorong untuk menjadi kompetensi inti industri daerah, yang
13

merupakan kumpulan terintegrasi dari serangkaian keahlian dan teknologi dalam


rangka memproduksi komoditi unggulan yang merupakan akumulasi dari
pembelajaran, yang akan didorong bagi keberhasilan bersaing usaha di daerah.

o Strategi pengembangan kawasan industri berbasis industri prioritas tinggi :

Yang dimaksud Industri Prioritas Tinggi yaitu industri prioritas yang berorientasi
ekspor dan menyerap tenaga kerja dan atau mampu mendukung secara signifikan
kegiatan-kegiatan ekonomi sebagai berikut:
a. Pengembangan infrastruktur;
b. Menanggulangi kemiskinan;
c. Meningkatkan kemampuan industri pertahanan di dalam negeri.

o Strategi pengembangankawasan industri berbasis industri pionir:


Industri pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai
tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki
nilai strategis bagi perekonomian nasional.

Atas dasar pertimbangan tersebut diatas yang dalam prakteknya menjadi salah satu strategi
penerapan atau operasionalisasi suatu standar, maka dibawah ini akan diperlihatkan
perumusan standar-standar Kawasan Industri dimaksud adalah :

Standar Teknis Perencanaan Kawasan Industri

Kegiatan industri untuk masukan bagi penyiapan Siteplan bagi eco-industry di KKJSM,
diperkirakan akan terkait dengan berbagai macam standar. Dibawah ini akan dikemukakan
salah satu standar teknis tertentu, yang juga akan mempengaruhi pengalokasian ruang yang
diperuntukkan bagi kegiatan eco-industry di KKJSM dimaksud.

Perumusan Jenis Industri:


Dari sumber yang didapat pada situs http//organisasi.org, pemahaman industri dapat
diuraikan kepengertian industri dan dan jenis-jenis dapat disimak dibawah in i:

a. Jenis / macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku :

• Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar.
Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan,
dan lain lain.
• Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain
alam sekitar.
• Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang
dijual kepada para konsumennya. Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi,
ekspedisi, dan lain sebagainya.
14

b. Golongan / macam industri berdasarkan besar kecil modal

• Industri padat modal


adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan
operasional maupun pembangunannya
• Industri padat karya
adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau
pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.
d. Jenis-jenis / macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya

Penetapan jenis ini berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.l9/M/l/1986 :


• Industri kimia dasar
contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
Industri
• mesin dan logam dasar misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan
bermotor, tekstil, dll
• Industri kecil
Contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng
curah, dll
• Aneka industri
misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
e. Jenis-jenis / macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja

• Industri rumah tangga


Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
• Industri kecil
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
• Industri sedang atau industri menengah
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
Industri besar
• Industri besar
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang
atau lebih.

f. Pembagian / penggolongan industri berdasakan pemilihan lokasi

• Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented


industry)
Adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen.
Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial
berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.
• Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja / labor (man
power oriented industry)
Adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena
bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih
efektif dan efisien.
15

• Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented
industry)
Adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk
memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.
g. Macam-macam / jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan

• Industri primer
adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau
tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah hasil produksi pertanian,
peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
• Industri sekunder
adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang
untuk diolah kembali. Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen
elektronik, dan sebagainya.
• Industri tersier
Adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contoh seperti
telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang
lainnya.

B. Kebutuhan Lahan

Pembangunan kawasan industri minimal dilakukan pada areal seluas 20 hektar. Hal ini
didasarkan atas perhitungan efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya pembangunan yang
dikeluarkan, dan dapat memberikan nilai tambah bagi pengembang.

Disamping itu setiap jenis industri membutuhkan luas lahan yang berbeda sesuai dengan skala
dan proses produksinya. Oleh karena itu dalam pengalokasian ruang industri tingkat
kebutuhan lahan perlu diperhatikan, terutama untuk menampung pertumbuhan industri baru
ataupun relokasi. Secara umum dalam perencanaan suatu kawasan industri yang akan
ditempati oleh industri manufaktur, 1 unit industri manufaktur membutuhkan lahan 1,34 Ha.
Artinya bila di suatu daerah akan tumbuh sebesar 100 unit usaha industri manufaktur, maka
lahan kawasan industri yang dibutuhkan adalah seluas 134 Ha.

C. Pola Penggunaan Lahan

Sesuai dengan SK Menteri Perindustrian & Perdagangan No. 50/1997 tentang standar teknis
kawasan industri, terdapat 2 komponen penggunaan lahan yang diatur, yaitu:
• Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas areal
• Luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal.

Sedangkan dari segi teknis perencanaan terdapat pula 2 komponen lain, yaitu :
• Jalan dan saluran antara 8 - 12% dari total luas areal
• Fasilitas penunjang antara 6 - 1 2 % dari total luas areal

Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan seperti Koefisien Dasar Bangunan
(KDB/BCR), Koefisien Lantai Bangunan/KLB, Garis Sempadan Bangunan/GSB diatur sesuai
dengan ketentuan Pemerintah Daerah yang berlaku.
16

Secara lengkap pola penggunaan lahan suatu kawasan industri dapat dilihat dibawah ini :
Tabel 111-1

POLA PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN INDUSTRI

Jenis Struktur
No Keterangan
Penggunaan Penggunaan (%)

1 Kapling Maksimal 70% Setiap kapling harus mengikuti ketentuan BCR


Industri sesuai dengan Perda setempat (60 : 40)

2 Jalan dan 8-12 % - Untuk tercapainya aksessibilitas di mana ada


Saluran jalan primer dan jalan sekunder (pelayanan)
- Tekanan gandar primer sebaiknya minimal 8
ton dan sekunder minimal 5 ton
- Perkerasan jalan minimal 7 m
3 Ruang Terbuka Minimal 10% Dapat berupa jalur hijau (green belt), taman
Hijau dan perimeter

4 Fasilitas 6-12 % Dapat berupa Kantin, Guest House, Tempat


penunjang Ibadah, Fasilitas Olah Raga, PMK, WWTP, Gl,
Rumah Telkom dsb

D. Sistim Zoning

Mengingat kawasan industri sebagai tempat beraglomerasinya berbagai kegiatan industri


manufaktur dengan berbagai karakteristik yang berbeda, dalam arti kebutuhan utilitas,
tingkat/jenis polutan maupun skala produksi, dan untuk tercapainya efisiensi dan efektifitas
dalam penyediaan infrastruktur dan utilitas, serta tercapai efisiensi dalam biaya pemeliharaan
serta tidak saling mengganggu antar industri yang saling kontradiktif sifat-sifat polutannya,
maka diperlukan penerapan sistem zoning dalam perencanaan bloknya, yang didasarkan atas:

• Jumlah limbah cair yang dihasilkan


• Ukuran produksi yang bersifat bulky/heavy
• Polusi udara
• Tingkat kebisingan
• Tingkat getaran
• Hubungan antar jenis industri

E. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Apabila jenis-jenis industri yang akan berlokasi di dalam kawasan industri berpotensi limbah
cair, maka wajib dilengkapi dengan IPAL terpadu yang biasanya mengolah 4 parameter kunci,
yaitu BOD, COD, pH, TSS dan warna. Sehubungan dengan IPAL terpadu hanya mengolah 4
parameter, maka pihak pengelola wajib menetapkan standar influent yang boleh dimasukan
ke dalam IPAL terpadu, dan parameter limbah cair lain atau kualitas atas 4 parameter kunci
tersebut jauh diatas standar influent, maka wajib dikelola terlebih dahulu (pre treatment) oleh
17

masing-masing pabrik. Dalam perencanaan sistim IPAL Terpadu yang hanya mampu mengolah
4 parameter kunci (BOD, COD, TSS dan pH), sangat ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu :

a. Investasi maksimal yang dapat disediakan oleh pengembang untuk membangun sistim
IPAL Terpadu dikaitkan dengan luas kawasan industri, sehingga harga jual lahan masih laik
jual (salable).

b. Peruntukan badan air penerima limbah cair (stream) apakah merupakan badan air kias I, II,
III atau IV sesuai dengan PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.

Berlandaskan kedua faktor pertimbangan di atas, dalam perencanaan suatu Kawasan Industri
standar influent untuk keempat parameter tersebut adalah sebagai berikut:

BOD : 400 - 600 mg/l


COD : 6 0 0 -8 0 0 mg/l
TSS : 4 0 0 -6 0 0 mg/l
pH : 4-10

Ukuran Kapling

Mengingat penyediaan Kawasan Industri adalah untuk menampung sebanyak mungkin


kegiatan industri, disamping dimungkinkan suatu kegiatan industri menggunakan 2 atau lebih
unit kapling, maka dalam perencanaan tata letak (site planning) kawasan industri sebaiknya
diterapkan ":sistim modul". Dalam penerapan sistim modul kapling industri terdapat beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :

a. Perbandingan lebar (L ): panjang P/ (depth) diupayakan 2 : 3 atau 1 : 2

b. Lebar kapling minimal di luar ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) kiri dan kanan
adalah kelipatan 18 m.

Sebagai illustrasi dapat dilihat pada gambar denah berikut in i:

Bagan 111-2 : Ilustrasi ukuran Kapling Industri


.

18

G. Penempatan Pintu Keluar - Masuk Kapling

Kegiatan industri pada umumnya untuk mengangkut bahan baku/penolong ataupun hasil
produksi menggunakan kendaraan berat, sehingga untuk menghindari terjadinya gangguan
sirkulasi antar kapling sebaiknya penempatan pintu keluar masuk kapling yang bersebelahan di
tempatkan pada posisi yang berjauhan.

Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar IV-7 denah berikut in i:

(✓ '''V'v-------

It (\

Bagan 111-3 : Posisi Kapling terhadap alur keluar masuk

H. Penyediaan Tempat Parkir & Bongkar Muat

Mengingat jaringan jalan dalam suatu Kawasan Industri membutuhkan tingkat aksessibilitas
yang tinggi, maka dalam perencanaan tata letak pabrik maupun site planning kawasan industri
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Penyediaan tempat parkir kendaraan karyawan non bus dipersiapkan dalam kapling
pabrik.

b. Kegiatan bongkar muat barang harus dilakukan dalam areal/kapling pabrik, sehingga perlu
dipersiapkan areal bongkar muat.

c. Penyediaan tempat parkir kendaraan bus karyawan ataupun kontainer bahan


baku/penolong yang menunggu giliran bongkar perlu dipersiapkan oleh pihak pengelola
Kawasan Industri, sehingga tidak memakir bus atau kontainer di bahu jalan Kawasan
Industri.

I. Standar Teknis Sarana dan Prasarana Penunjang

1). Perusahaan kawasan industri wajib membangun/menyediakan sarana dan prasarana


teknis untuk menunjang kegiatan industri, sebagai berikut:
a. Jaringan jalan lingkungan dalam kawasan industri.
19

Jalan satu jalur dengan dua arah, lebar perkerasan minimum ß meter atau:

Jalan dua jalur dengan satu arah, lebar perkerasan minimum 2x7 meter.

■ Dalam pengembangan sistem jaringan jalan di dalam Kl, juga perlu


dipertimbangkan untuk adanya jalan akses dari Kl ke tempat permukiman
disekitarnya dan juga ke tempat fasilitas umum di luar Kl.
b. Saluran buangan air hujan (drainase) yang bermuara kepada saluran pembuangan
sesuai dengan ketentuan teknis pemerintah daerah setempat.
c. Saluran pembuangan air kotor (sewerage), merupakan saluran tertutup yang
dipersiapkan untuk melayani kapling-kapling industri menyalurkan limbahnya yang
telah memenuhi standar influent ke IPAL terpadu.
d. Instalasi penyedia air bersih termasuk saluran distribusi ke setiap kapling industri, yang
kapasitasnya dapat memenuhi permintaan. Sumber airnya dapat berasal dari
Perusahaan Daerah Air Minum atau dari sistem yang diusahakan sendiri oleh
perusahaan kawasan industri.
e. Instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik sesuai dengan ketentuan
PLN. Sumber tenaga listrik dapat disediakan oleh PLN maupun pengelola kawasan
industri (perusahaan listrik swasta).
f. Penerangan jalan pada tiap jalur jalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g. Jaringan telekomunikasi yang dipersiapkan untuk melayani kapling-kapling industri
dengan sistim kabel atas ataupun kabel bawah tanah.
h. Unit perkantoran perusahaan kawasan industri.
i. Unit pemadam kebakaran.

2) . Perusahaan kawasan industri dapat menyediakan prasarana penunjang teknis lainnya


seperti kantin, poliklinik, sarana ibadah, rumah penginapan sementara, pusat kesegaran
jasmani, halte angkutan umum, areal penampungan limbah padat, pagar kawasan industri,
pencadangan tanah untuk perkantoran, bank, pos dan pelayanan telekomunikasi dan
keamanan.

3) . Dalam rangka penyelenggaraan pemasaran serta pelayanan kepada konsumen


(masyarakat/investor industri) baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pemerintah daerah dan pelaku industri perlu membangun fasilitas pemasaran atau yang
lebih di kenal dengan "trade center", adapun fungsinya adalah:

a. Sebagai tempat pameran (exhibition) produk-produk yang dihasilkan oleh kegiatan-


kegiatan industri di daerah tersebut.

b. Tempat promosi bagi kawasan-kawasan industri dan pelaku - pelaku industri yang ada
di daerah tersebut.

c. Tempat pelayanan informasi lainnya yang terkait dengan kegiatan - kegiatan industri.

d. Dapat menjadi salah satu obyek wisata bagi daerah tersebut.

Trade center ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah daerah dan pelaku industri di
daerah tersebut untuk mempromosikan potensi dan keunggulan yang dimilikinya,
sehingga mendorong masuknya investasi ke daerah tersebut. Berikut ini adalah tabel yang
memuat standar teknis pelayanan yang bersifat umum yang minimal tersedia dalam
perencanaan dan pengelolaan kawasan industri, serta tentang alokasi peruntukan lahan
kawasan industri.

Tabel 111-2
Standar Teknis Pelayanan (umum)

No Teknis Kapasitas Pelayanan Keterangan


Pelayanan

1 Luas lahan per 0,3 - 5 Ha - Rerata Industri manufaktur


unit usaha butuh lahan 1,34 Ha
- Perbandingan lebar: panjang 2 :
3 atau 1 : 2 dgn lebar minimum
18 m di luar GSB
- Ketentuan KDB, KLB, GSJ & GSB
disesuaikan dengan Perda yang
bersangkutan.

2. Jaringan jalan -Jalan Utama 2 jalur satu arah dengan lebar


perkerasan 2 x 7 m atau

1 jalur 2 arah dengan lebar


perkerasan minimum 8 m

- Jalan lingkungan 2 arah dengan lebar perkerasan


minimun 7 m

3 Saluran Sesuai debit Ditempatkan di kiri kanan jalan


Drainase utama dan jalan lingkungan

4 Saluran Sesuai debit Saluran tertutup yang terpisah dari


severage saluran drainase

5 Air Bersih 0,55 - 0,75 l/dtk/ha Air bersih dapat bersumber dari
PDAM maupun air tanah yang
dikelola sendiri oleh pengelola Kl,
sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

6 Listrik 0 ,1 5 -0 ,2 MVA/Ha Bersumber dari listrik PLN maupun


listrik swasta.

7 Telekomunikasi 4 - 5 SST/Ha • Termasuk faximile/telex


• Telepon umum 1 SST/10 Ha
21

No Teknis Kapasitas Pelayanan Keterangan


Pelayanan

8 Kapasitas kelola Standar influent: Kualitas parameter limbah cair


IPAL yang berada diatas standar influent
BOD : 400 - 600 mg/l yang ditetapkan, wajib dikelola
terlebih dahulu oleh pabrik ybs.
CO D : 600 -8 0 0 mg/l

TSS : 400 - 600 mg/l

pH : 4 - 10

9 Tenaga kerja 9 0 - 110TK/Ha

10 Kebutuhan 1,5 TK/unit hunian Hunian dapat berupa :


hunian
• Rumah hunian
• Mess/dormitori karyawan
11 Bangkitan • Eksport=3,5 Belum termasuk angkutan buruh
Transportasi TEU's/Ha/bln dan karyawan.
• lmport=3,0
TEU's/HA/BIn
12 Prasarana dan • 1 bak Perkiraan limbah padat yang
sarana sampah sampah/kapling dihasilkan adalah : 4 m3/Ha/Hari
(padat) • 1 armada sampah/20
Ha
• 1 unit TPS/20 Ha
13 Kebutuhan • Sesuai kebutuhan ® Dalam fasilitas komersial ini
Fasilitas dengan maksimum diperlukan adanya suatu trade
Komersial 20% luas lahan. center sebagai tempat untuk
promosi dan pemasaran
kawasan serta produk-produk
yang dihasilkan di dalam
kawasan.
• Kantor perijinan 1 atap.

Tabei diatas terkait dengan teknis pelayanan dan kapasitas pelayanan dari berbagai jenis
infrastruktur termasuk aspek lahan, manajemen, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya seperti
hunian. Standar teknis pelayanan yang masih bersifat umum ini akan dilengkapi dengan
standar alokasi peruntukan lahan kawasan industri
22

Tabel 111-3
Alokasi Peruntukan Lahan Kawasan Industri

Luas lahan dapat dijual


Jalan dan
(maksimum 7 0 %) sarana
penunjang
Luas Kapling Kapling Kapling Ruang terbuka hijau (*)
lainnya
kawasan industri komersial Perumahan
industri (%)
(%) (%) (%)
(Ha)

1 0 -2 0 6 5 -7 0 Maks. 10 Maks. 10 Sesuai Min. 10


kebutuhan

>20 - 50 6 5 -7 0 Maks. 10 Maks. 10 Sesuai Min. 10


kebutuhan

>50 -1 0 0 6 0 -7 0 Maks. Maks. 15 Sesuai Min. 10


12,5 kebutuhan

>1 0 0 -2 0 0 5 0 -7 0 Maks.15 Maks. 20 Sesuai Min. 10


kebutuhan

>200 - 500 4 5 -7 0 Maks. 1 0 -2 5 Sesuai Min. 10


17.5 kebutuhan

>500 4 0 -7 0 Maks. 20 1 0 -3 0 Sesuai Min. 10


kebutuhan

(*) : Akan diperinci pada saat dialokasikan konsep EIP terutama jenis dan kerapatan termasuk
besaran % luasan RTH

Keterangan :

• Kapling komersial adalah kapling yang disediakan oleh perusahaan kawasan industri untuk
sarana penunjang seperti perkantoran, bank, pertokoan/tempat belanja, tempat tinggal
sementara, kantin, dan sebagainya
• Kapling perumahan adalah kapling yang disediakan oleh perusahaan kawasan industri untuk
perumahan pekerja termasuk fasilitas penunjangnya, seperti tempat olahraga dan sarana
ibadah.
• Fasilitas yang termasuk sarana penunjang lainnya, antara lain pusat kesegaran jasmani
(fitnesscenter), pos pelayanan telekomunikasi, saluran pembuangan air hujan, instalasi
23

pengolahan air limbah industri, instalasi penyediaan air bersih, instalasi penyediaan tenaga
listrik, instalasi telekomunikasi, unit pemadam kebakaran.
• Persentase mengenai penggunaan tanah untuk jalan dan sarana penunjang lainnya disesuaikan
menurut kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
• Persentase ruang terbuka hijau ditetapkan minimal 10% sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota bersangkutan. Khusus dalam hal
ini, dalam rangka mengakomodasikan ketentuan memenuhi poersyaratan luasan lahan RTH
sebesar 30 % maka dipandang perlu juga dirumuskan jenis, tingjat kerapatan maupun jenis
vegetasi yang memeliki karakter lokal (ethno botany).

oOo
1

BAB. IV. KONDISI LAPANGAN

4.1. KONDISI FISIK DASAR :

Sebelum mengkaji kondisi fisik pada lokasi dimana pekerjaan Penyiapan Site Plan KKJSM
perlu dirummuskan, kiranya hal-hal makro perlu diketahui secara singkat, untuk menghantar
pada lokasi siteplan yang diperuntukan sebagai eco-industry.

Secara geografis posisinya berada di antara 112° -113° BT dan 6° - 7° LS yang dibatasi oleh
batas-batas :Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Sampang di sebelah timur, dan Selat
Madura di sebelah selatan dan barat.

Dengan luas wilayah mencapai 126.182 Ha, keadaan topografinya terdiri dari daerah landai
seluas 68.454 Ha (54,25 %), daerah berombak seluas 45.236 Ha (35,85 %), daerah
bergelombang seluas 11.773 Ha (9,33 %), dan daerah berbukit seluas 719 Ha (0,57 %).
Adapun ketinggiannya berkisar antara 12 - 74 m dpi. Secara ilustrasi, kawasan Kabupaten
Bangkalan dapat dilihat pada bagan dibawah in i:

Secara mikro, lokasi Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura terletak di Kecamatan Labang,
Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur. Secara geografis, KKJSM terletak pada :

• 7° 7 10" sampai 7° 9' 40" Lintang Selatan dan


• 112° 46' 40" sampai 112° 47' 55" Buiur Timur.

Luas wilayah KKJSM berdasarkan Laporan Bantuan Teknis Pelaksanaan Penataan Ruang
Kawasan Sekitar Kaki Jembatan Madura adalah 525 ha. Pada saat dilakukan analisis dengan
Image Google pencitraan tahun 2009 didapat luas wilayah KKJS Madura berdasarkan delineasi
dalam Laporan Bantek adalah 579, 813 ha sebagaimana terlihat pada bagan dibawah in i:
2

Bagan IV-2 : Lokasi kawasan KKJSM

H ) DEPARTEMENPEKERJAAN UMUM
i'~Vj 3Rf<TC«ATJFsaFWl

Dari peta diatas menunjukkan bahwa KKJSM secara administratif terdapat dalam delapan
wilavah administrasi desa di Kecamatan Labang, yaitu :
• Desa Sukolilo Bara’
• Desa Pangpong,
• Desa Labang,
• Desa Morkepek,
• Desa Ba'engas,
• Desa Sendang Daya,
• Desa Sendang Laok
• dan Desa Petapan dengan batas wilayah sebagai berikut:

o Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tragah/Kecamatan Socah,


o Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Madura,
o Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jukong dan Desa Kesek (Kecamatan Labang),
o Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukolilo Timur dan Desa Bunajih (Kecamatan
Labang).

Wilayah KKJSM hanya mencakup sebagian dari delapan desa tersebut. Luas wilayah KKJSM per
desa dan batas KKJSM dapat dilihat pada Peta dan tabel dibawah ini yang terdiri dari 18
kecamatan. Kecamatan yang termasuk dalam pengembangan Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu Sisi Madura adalah Kecamatan Labang, Kamal dan Tragah (RTRW Kabupaten
Bangkalan). Luas masing-masing kecamatan di Kabupaten Bangkalan disajikan pada Tabel
dibawah ini nampak terlihat luas kecamatan bervariasi antar 18 wilayah kecamatan yang ada.
Terdapat 2 kecamatan paling besar yaitu Galis dan Geger yang luasannya berkisar 3 X dari
lainnya yang paling kecil.
.

Tabel IVI-1: Luas Kabupaten Bangkalan Tahun 2007

Kabupaten No Kecamatan Luas(Ha)

1 Kec Kamal 4140


2 Kec Labang 3523
3 Kec Kwanyar 4781
4 Kec Modung 7879
5 Kec Blega 9282
6 Kec Konang 8109
7 Kec Galis 12056
8 Kec Tanah Merah 6856
9 Kec Tragah 3958
Bangkalan
10 Kec Socah 5382
11 Kec Bangkalan 3502
12 Kec Burneh 6610
13 Kec Arosbaya 4246
14 Kec Geger 12331
15 Kec Kokop 12575
16 Kec Tanjung Bumi 6749
17 Kec Sepulu 7325
18 Kec Klampis 6710
Total Kabupaten Bangkalan 126014

Tabel IV-2 : Luas Desa dan Luas KKJS

Luas Desa Luas K K JS


No. Nama Desa •— __ _

Ha % Ha %
1 Ba'engas 357,10 10,14 92,94 26,03
2 Labang 182,10 5,17 3,66 2,01

3 Morkepek 220,90 6,27 220,90 100,00

4 Pangpong 217,80 6,18 95,93 44,04

5 Petapan 175,50 4,98 7,87 4,48


6 Sendang Dayah 402,60 n,43 7,2i i,79
7 Sendang Laok 280,20 7,95 8,43 3,oi
Sukolilo Barat 176,40 5,oi 88,06 49,92
8
Jumlah 2.012,60 5 7 ,1 3 525,00 26,09
-

Sumber: Perpres 2 -7/2008 dan Buku Profil Kecamatan Labang 2007


4

Dari data yang tersedia di dokumen RDTR, dapat mengemukakan bahwa Kabupaten
Bangkalan terdiri dari 18 kecamatan. Kecamatan yang termasuk dalam pengembangan
Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura adalah Kecamatan Labang, Kamal dan Tragah
(RTRW Kabupaten Bangkalan).

Luas masing-masing kecamatan di Kabupaten Bangkalan disajikan pada Tabel dibawah ini
Terlihat luas kecamatan nampak bervariasi antar 18 wilayah kecamatan yang ada. Terdapat
2 kecamatan paling besar yaitu Galis dan Geger yang luasannya berkisar 3 X dari lainnya
yang paling kecil.

4.2. KONDISI KEPENDUDUKAN :

Lokasi siteplan Kawasan industri yang akan direncanakan sebagai eco-industry ini berlokasi
di Kabupaten Bangkalan. Untuk itu, adalah wajar bila perlu diketahui jumlah penduduk
kabupaten ini. Jumlah penduduk Kabupaten Bangkalan pada tahun 2007 mencapai 965.568
jiwa, kepadatan penduduk 767 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan 2,17%.

Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bangkalan jika dibandingkan dengan laju
penduduk pada wilayah GKS lebih tinggi (1,47 %) dan Jawa Timur (1,08) juga lebih tinggi. Hal
ini berarti pertambahan penduduk Kabupaten Bangkalan lebih pesat dibandingkan
pertambahan penduduk di wilayah GKS atau pertumbuhan di wilayah Provinsi Jawa Timur.

Sebagian besar mata


pencaharian penduduk di
Jumlah Penduduk Kabupaten bangkalan
Kabupaten Bangkalan
Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2007
bekerja di bidang agrikultur
□ Pertanian, Hutan, seperti pertanian,
Perikanan
perkebunan, hutan dan
a Industri
perikanan. Komposisi antar
□ Perdagangan sektor hampir merata
jumlahnya untuk bidang lain
□ Jasa seperti perdagangan, jasa
dan lain-lain. Sedangkan
■ Lain-lain
komposisi penduduk
menurut mata pencaharian
yang terlihat pada bagan
disamping in i:
Bagan IV-3 : Besaran Jumlah penduduk Kab. Bangkalan-2007

4.3 KONDISI NILAI DAN NORMA SOSIAu

Secara garis besar budaya di Pulau Madura terdiri dua aspek yaitu aspek religi dan aspek
budaya.
5

A. Aspek reiigi/agama

Mayoritas penduduk di Pulau Madura hampir semuanya beragama Islam dan sampai saat
ini masih sangat mewarnai corak kehidupan masyarakatnya dengan keagamaan yang kental.

B. Aspek budaya dan kepercayaan

Budaya Madura dengan ciri khas penduduknya yang ulet dan pekerja keras serta kuat dalam
berpendirian. Diantara para warga masyarakat sebagai pemeluk agama Islam yang taat, juga
pada sebagian masyarakat belum sepenuhnya dapat meninggalkan kepercayaan lama
(percaya kepada adanya mahluk halus dan kekuatan ghaib).

4.4. POTENSI EKONOMI

Sektor pertanian Madura mempunyai tingkat spesialisasi lebih tinggi dari wilayah lain namun
tidak semua wilayah menunjukkan kecenderungan meningkat. Nilai spesialisasi pertanian di
Pamekasan dan Sumenep selama delapan tahun terakhir cenderung meningkat.
Kecenderungan spesialisasi pertanian di Bangkalan dan Sampang menurun. Sebaliknya,
kecenderungan spesialisasi industri di wilayah barat Madura tersebut meningkat. Hal ini
mengindikasikan mulai terjadi pergeseran konsentrasi sektor ekonomi, khususnya Bangkalan
dari pertanian ke industri. Industri yang mulai berkembang di Bangkalan yaitu pengolahan
pangan, batik, kimia dan bahan bangunan, logam serta kerajinan. Ini merupakan embrio
untuk pengembangan industri berbahan baku lokal.

Kabupaten Bangkalan menjadi pintu gerbang untuk berbagai kegiatan terutama lintas
barang dan jasa yang menghubungkan Jawa dan Madura melalui jembatan Suramadu ini.

Karena itu Bangkalan merupakan


bagian dari wilayah pulau Madura
yang masuk dalam pengembangan
Kota Surabaya sebagaimana dengan
sebutan Surabaya Metropolitan
Area/SMA yang berperan sebagai
kutub pertumbuhan ekonomi di
Propinsi Jawa Timur terutama
dalam mendukung perkembangan
sektor industri, perdagangan,
Bagan IV-4 : Jembatan Suramadu (Agustus 2011)
pertanian, dan pariwisata.

Atas dasar ini. peluang investasi di Bangkalan ini sangatlah baik. Hasil proyeksi pertumbuhan
menunjukkan bahwa ekonomi Madura (dalam hal ini termasuk Bangkalan) pada tahun 2013
diperkirakan telah berkembang pesat untuk industri padat modal, seperti : industri kimia,
mineral, mesin dan elektronik.

4.5. POTENSI INDUSTRI :

Potensi pada sektor ini didominani oleh industri kecil dan kerajinan, antara lain : industri
Kerajinan batik tulis, industri bahan dasar agel, meubeler baik ukir maupun inlay,
keramik/genteng, hasil laut dan lain-lain. Potensi yang ditawarkan adalah industri kecil yang
6

berbasis hasil pertambangan yaitu : marmer dan keramik. Dengan melihat banyaknya bahan
baku yang tersedia serta tingginya permintaan, terbuka juga peluang pengembangan
industri berbahan dasar agel. Industri lain yang mungkin dikembangkan diantaranya bahan
baku dari hasil laut (kerupuk, petis) dan Batik tulis.
Untuk industri besar, potensi yang ada antara lain : industri Kemaritiman berikut
teknologinya, semen, phospat dan pengelolaan kawasan industri. Peluang investasi yang
ditawarkan Kabupaten Bangkalan adalah Pengembangan industri semen dan keramik yang
didukung deposit bahan baku, dan pengelolaan kawasan industri yang ditunjang fasilitas
cukup memadai.
Peluang industri menengah potensial ada pada industri Genteng Glazuur (Genteng Lapis
Mengkilap) dimana merupakan wujud pengolahan bahan baku clay (lempung) yang
berkualitas dan melimpah di Bangkalan berikut tinnginya permintaan pasar Genteng Glazuur
di Madura. Untuk peluang pengembangan & investasi industri Genteng Glazuur, kajian
teknis pengembangannya telah dilakukan oleh Disperindag Kab. Bangkalan.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang menunjukkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar,
dalam penghitungan ini digunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. PDRB atas harga
konstan dibutuhkan untuk melihat stabilitas perkembangan ekonomi tiap sektor.

4.6. POTENSI PARIWISATA :

Kabupaten Bangkalan memiliki potensi yang telah berkembang dan terus dilestarikan yakni
wisata alam, wisata budaya dan sejarah, serta wisata minat khusus. Potensi dan daya tarik
wisata lain yang ditawarkan untuk dikembangkan adalah pantai maneron, pantai rongkang,
goa pedeng, Wana Wisata Gunung Geger yang berfungsi sebagai bumi perkemahan dan
sarana untuk panjat tebing, serta beberapa tempat wisata budaya dan sejarah, antara lain:
Makam Syaichona M. Kholil, Makam Air Mata Rato Ebhu.

4.7. POTENSI LAHAN :

Dalam penggunaan lahan yang perlu diketahui adalah bahwa pekerjaan Penyiapan Siteplan
Kawasan Industri di KKJSM sebesar 300 ha berada pada kawasan perencanaan RDTR KKJS
Madura dengan luas 600 ha. Penetapan batas wilayah KKJS Madura berdasarkan pada luas
KKJS Madura dalam Laporan Bantek Pelaksanaan Penataan Ruang Kawasan Sekitar Kaki
Jembatan Suramadu yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum seluas 525 ha.
Pola peruntukan lahan atau pemanfaatan ruang Kabupaten Bangkalan terbagi dalam dua
kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan dokumen Jatim Dalam
Angka tahun 2008, jenis penggunaan tanah yang dominan di Kabupaten Bangkalan adalah
tegai dan kebun yang meliputi lebih separo bagian (50,07 %) dari seluruh wilayah Kabupaten
Bangkalan. Untuk lebih jelasnya, rincian mengenai penggunaan lahan ini dapat dilihat pada
Tabel dibawah in i:
7

Tabel IV-3 : Peruntukan Lahan Kabupaten Bangkalan Tahun 2007

No Peruntukan Luas(ha) Proporsi (%)

l Bangunan (permukiman) 16373 12.98


2 Sawah 29666 23.51
3 Tegal, Kebun, Ladang, Huma 63177 50.07
4 Padang Rumput 0 0.00
5 Tambak 2051 1.63
6 Kolam/ Tebat/ Empang 82 0.06
7 Rawa-rawa 426 0 -3 4
8 Hutan Rakyat 6306 5.00
9 Hutan Negara 2411 1.91
10 Perkebunan 415 0.33
li Lahan Sementara tidak diusahakan 3027 2.40
12 Lainya 2254 1-79
Total 126188 100
S um b e r: Jatim dalam Angka, 2008

Dari hasil survey pendahuluan yang


singkat, nampak bahwa
pengggunaan lahan pada kawasan
untuk siteplan kawasan industri
yang direncanakan sebagai eco-
industry ini didominasi oleh :tanah
tegalan, tanah tegalan yang
bercampur dengan semak belukar,
dan rawa-rawa. Disekeliling tanah
berawa yang sudah kering ini
tumbuh aktivitas permukiman
penduduk yang sifatnya
Bagan 1V-5 : Tegalan pada kanan kiri akses utama KKJSM
memanfaatkan menempel
sepanjang jalan dan memanfaatkan
akses dari jembatan Suramadu dari
dan ke Surabaya maupun ke
Madura.
Pada perkembangan dimasa
mendatang, upayapengaturan
kawasan pinggiran jalan atau akses
utama menuju kawasan industri
KKJSM ini memerlukan perhatian
mengingat akan terdapat
Bagan IV-6 : Perumahan penduduk sekitar KKJSM
peningkatan kepadatan dan
berbagai jenis aktivitas baru
8

Penggunaan lahan eksisting KKJS Madura didominasi oleh :

o pertanian lahan basah (sawah tadah hujan) dan


o pertanian lahan kering (tegalan dan perkebunan/ladang dengan jenis tanaman
jagung, ubi jalar dan kacang tanah).
o Dominasi tegalan, sawah dan perkebunan di KKJS Madura adalah 68, 58 % dari luas
wilayah perencanaan.

Berdasarkan penggunaan lahan, luas dan prosentasenya masing-masing dapat disimak pada
tabel dibawah in i:

Tabel IV-4 : Luas KKJS Sisi Madura Berdasarkan Penggunaan Lahan, 2007

i
Luas
No Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Prosentase(%)
1 Tegalan i37,3i 26,15

2 Sawah i75,7i 33,46


3 Permukiman 95,38 18,16
4 Perkebunan 4 7 ,ii 8,97
5 Lahan kosong 66,22 12,61
6 Hutan 3,43 0,65
Jumlah 525,00 100,00

Sum ber: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala dan peta citra, 2006-2007

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa


terdapat permukiman penduduk pada
wilayah KKJS Madura. Pada tabel dan bagan
dimaksud, dapat dilihat persentase
permukiman di wilayah perencanaan yang
masih kecil. Permukiman penduduk tersebar
di bagian tengah dan selatan kawasan. Pada
bagian tengah kawasan merupakan
permukiman penduduk yang kegiatan
utama penduduknya adalah bertani,
berkebun dan beternak. Sedangkan pada
bagian selatan kawasan dekat dengan
Bagan IV-7 : Diagram Luas Penggunaan Lahan pantai (pesisir) merupakan permukiman
Eksisting KKJSM Tahun 2007 nelayan.

0O 0
1

BAB V
PARAMETER PERENCANAAN KAWASAN EKO INDUSTRI

Dalam rangka melakukan perumusan site


pada EIP (eco Industrial Park) di KKJSM akan
mengacu pada konsep eco-factory yang
dilandasi oleh green building, sebagai
pendukung utama dari prinsi low carbon
city. Fenomena ini terkait dengan kawasan
industri yang ramah lingkungan dan
didukung green product-nya masing-masing.

Sebagai acuan utama, dalam pengkajiannya akan menyentuh komponen eksternal pembentuknya
dan komponen pedukung sebagaimana tersebut dibawah ini :

5.1. KONSEP UMUM GREEN FACTO RY SEBAGAI BANGUNAN HIJAU :

5.1.1. Konsep Green Factory Sebagai Bentuk Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung:

Banyak pakar mulai ramai membicarakan konsep bangunan hijau (green building) ini karena
perannya dapat disandingkan dengan krisis energi yang mulai merambah wilayah Indonesia
yang sumber energinya masih sebagian besar dari energi fosil yang tidak terbarukan.
Pemanfaatan energi secara boros oleh ulah manusia maupun kondisi alam yang kurang
mendukung akibat tereksploitasi melebihi kapasitas daya dukungnya, maka upaya
penghematan mulai menjadi salah satu jalan keluar yang perlu dirumuskan disamping
mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan yang dapat bersinergi dengan energi
fosil yang akan semakin berkurang ini.

Dalam konteks green factory sebagai perujudan konservasi energi pada bangunan gedung ini
perlu mempertimbangkan tingkatan karakteristik yang melekat pada pengertian umum
bangunan gedung sebagaimana tersebut dibawah in i:
• Bangunan Gedung (BG) sebagai wadah manusia dalam melakukan aktivitasnya,
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan
produktifitas, serta berjati diri manusia.
• Penyelenggaraan BG perlu diatur dan dibina demi kelangsungan hidup dan penghidupan
masyarakat sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri, serta
seimbang, serasi dan selaras dengan komponen lingkungannya.
• BG menjadi salah satu barometer untuk menunjukan pertumbuhan ekonomi suatu kota
bahkan negara.
• BG untuk dapat berfungsi perlu di dukung oleh energi listrik dan listrik diperoleh dari
bahan bakar yang tidak dapat di perbaharui. Seringkali untuk mendapatkan tampilan
bangunan (building appearance), maupun kenyamanan bangunan membutuhkan
konsumsi energi yang cukup besar, khususnya penggunaan alat pengkondisian
2

• bangunan gedung secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap krisis
energi dan kerusakan lingkungan jika eksploitasi bangunan dimaksud tidak di desain dan
dimanfaatkan dengan benar sesuai dengan kaidah konservasi energi.
Dari kondisi diatas menunjukkan
bahwa BG atau bangunan gedung
ini memegang peran yang sangat
penting mengingat sebagian besar
aktivitas manusia dilakukan didalam
gedung. Aktivitas diluar gedung
sebagai kegiatan ruang luar
(outdoor activities) pada dasarnya
BAGAN V-2 : HUBUNGAN RUANG DALAM -RUANG LUAR
juga akan terkait dengan main
building-nya.

Artinya hubungan ruang dalam (dalam green factory) dan outdoor activities (antar bangunan
dan lingkungan) ternyata saling bersinergi dan saling mempengaruhi.

Dibawah ini akan diperlihatkan fenomena bangunan sakit yang diperkirakan sebagai salah
satu pemicu munculnya konsep green factory sebagai green building dalam konteks
konservasi energi, yaitu :

Bagan V-3 : fenomena sick buiiamc

Dari bagan diatas menunjukkan bahwa upaya penghematan energi, dalam hal ini adalah AC
melalui pembuatan ruang dalam yang kedap atau tanpa ventilasi supaya energi panas dari
3

luar tidak menambah kerja beban AC, ternyata hasilnya membawa dampak pada gangguan
kesehatan manusia. Gangguan kesehatan yang dipicu dari fenomena gedung sakit ini, ada
yang bersifat permanen dan non permanen dengan faktor penentunya yang berbeda. Bila
sifatnya permanen, sebagaimana dikenal dengan istilah BRI (Building Related llleness)
dengan mikro organisme sebagai penyebab penyakit yang sangat berbahaya bila tidak
tertangani dengan baik. Pada kasus tertentu bahkan dapat menurunkan ksehatan secara
dratis dan menimbulkan kematian. Untuk itu, dengan penyerapan melalui media tanaman
dalam ruangan, diperkirakan mikro organisme ini dapat diredusir sehingga tidak lagi menjadi
ancaman yang serius. Penyaring udara kotor (protektif). Penghijauan mencegah pencemaran
udara berlebihan oleh asap kendaraan, buangan industri, gas beracun, dll. Asap yang
mengambang ke udara, melalui proses kimiawi zat hijau daun dapat mengubah
karbondioksida ( C02 ) menjadi oksigen (02). Juga zat lemas (N) dan sulfur (S).

Disisi lain, bila tidak bersifat non permanen, dikenal sebagai SBS (Sick Building Syndrome),
berbagai dampak terlihat seperti demam, pusing-pusing bahka lemah badan yang
diperkirakan dari campuran partikel dan mikroba sebagai penyebabnya. Kondisi ini nampak
berbeda bila dilakukan dengan upaya intervensi melalui bukaan vetilasi dengan penghawaan
alami. Artinya, terdapat sedikit kasus gangguan kesehatan seperti pusing-pusing
dibandingkan bila ruangan tetap kedap (tanpa bukaan ventilasi).

Dari 2 fenomena inilah yaitu BRI dan SBS merangsang munculnya konsep green factory
sebagai green building dalam konteks bahwa penghematan energi perlu dilakukan namun
bukan diartikan sebagai "pelit" energi sehingga dampak negatif yang justru muncul. Dengan
demikian, green building diposisikan sebagai batasan untuk green factory , tolok ukur dan
proses dimana penghematan energi yang dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek
kenyamanan untuk beraktivitas.

Dalam konteks diatas, menjadi lebih


kompleks pada situasi sekarang ini
yang sedang dilanda dampak global
akibat perubahan iklim (climate
change) yang melanda semua
negara akibat mencairnya salju
abadi diwilayah kutub dan juga rob
(muka air laut yang naik) yang
diprovokasi akibat tingginya emisi
GRK (Gas Rumah Kaca) yang sarat
akan gas karbon dan methan
sebagai pencemar utama.

Posisi green factory akan menjadi lebih signifikan ditengah fenomena pemansan dan
pendinginan global sebagaimana nampak dilapangan dimana perubahßn suhu udara sudah
berpengaruh terhadap perubahan musim tanam, pemicu banjir, perpicu longsor bahkan
matinya beberapa predator pemangsa virus dan mikro organisme lainnya yang berakibat
terganggunya siklus hidupnya sehingga menjadi hama bagi manusia.
4

Dari kondisi diatas nampak semakin jelas, bahwa konsep green factory tidak sekedar terkait
dengan pengehamatan energi pada bangunan gedung saja namun juga berfungsi sebagai
komponen lingkungan (man made element) yang diharapkan peran aktifnya dalam
m e m b e rikan aspek ke -ram ah an lingkun gan b ah kan m en jad i p e n an g kap atau p en yarin g
polusi lingkungan serta pemberi gas 02, misal penutup atap identik dengan roofgarden .

Pada pengembangannya green


factory berfungsi sebagai cerminan
building system dimana didalamnya
(bangunan dan halaman) terdapat
proses re-cycling terhadap black
dan grey water, konservasi tanah
(halaman) untuk penyerapan air
hujan langsung ke tanah melalui
pembuatan sumur bipori atau
memperkecil runoff dari air hujan
dan pemisahan air buangan yang
mengandung kimia ke saluran
drainase supaya tidak menimbulkan
proses matinya atau musnahnya
predator pemangsa mikro
BAGAN V-5 : PERAN GREEN PADA BANGUNAN & LINGKUNGAN
organisme yang hidup dalam
saiuran drainase perkotaan.

Pada kasus ini, akan berakibat pada peningkatan kesehatan lingkungan pada green factory
karena dapat mencegah munculnya bau tidak sedap pada saluran (got) kota karena para
predator sudah tidak berfungsi alias mati karena terkena limbah kimia dari grey water
(contoh : air sabun, sampo dll).

5.1.2. Parameter green building untuk melandasi pengertian Eco-Industrial Park (EIP):

Pengertian Green Building ternyata mempunyai berbagai dimensi sudut pandang. Untuk itu,
list dibawah ini akan memperlihatkan keaneka ragaman pendapat tersebut sebagai berikut:
A. Parameter kesehatan lingkungan :
Dikemukakan oleh pakar ekologis dari LIPI (Kajian Pertimbangan Ekologis Dalam Konsep
Kota Hijau Untuk Pembangunan Perkotaan (Oleh Prof. DR.Eko Baroto Waluyo, LIPI,
2010), bahwa dari sudut kesehatan lingkungan, pengertian bangunan hijau (green
building) terkait dengan konsep arsitektur berkelanjutan yang berdimensi ekologis
adalah bangunan/rumah/perumahan yang
• Efisien dalam penggunaan energi. Dianjurkan agar seluruh energi dapat dipenuhi
sendiri (zero-energy), atau bila memungkinkan, bangunan dapat menghasilkan
energi tambahan (zero-plus);
o penggunaan pembangkit listrik skala mikro (panel surya, turbin angin, dsb)

1 http://lutfiprayogi.wordpress.com/2010/03/30/gimmick-arsitektur-hijau-pada-penawaran-perumahan-formal-perkotaan/
5

o efisensi sistem HVAC (Heating, Ventilating, Air Conditioning) dalam bentuk


penggunaan ventilasi silang, penyimpanan panas dalam bangunan, dsb
• Menggunakan material berkelanjutan;
o tidak mengeskploitasi alam
o tidak menggunakan banyak energi dalam proses produksi, transportasi,
pemasangan, maupun perawatan
• Efisien dalam pengelolaan limbah, dianjurkan agar perumahan tidak mengasilkan
limbah sama sekali (zero waste) untuk dibuang ke luar perumahan;
o pengeloaan limbah air, penyerapan air hujan
o daur ulang sampah non-organik
o pemberdayaan sampah organik
• Meminimalisasi penggunaan energi dalam kegiatan dan mobilitas penghuni dalam
beraktivitas baik di dalam maupun keluar lingkungan:
o penyediaan sarana transportasi umum, baik didalam perumahan maupun keluar
perumahan (ke pusat kota, tempat kerja, dll)
o penyediaan sarana publik didalam perumahan (rumah ibadah, sekolah, ruang
terbuka hijau, dsb)
• Memungkinkan manusia berkegiatan tanpa merusak ekosistem sekitarnya

B. Parameter desain yang ramah lingkungan :


Kepedulian akan lingkungan juga sangat jelas di dunia arsitektur, salah satu tokohnya adalah
Ken Yeang, seorang arsitektur yang memberi perhatian pada fenomena global warming dan
meningkatnya beragam polusi pada lingkungan yang dapat menyebabkan kerusakan
ecosystem dan keragaman hayati. Dalam hasil-hasil karyanya, Yeang mengintegrasikan
antara bangunan dengan ekosistem disekitarnya secara total. Kepedulian Yeang terhadap
lingkungan sejak tahun 1970, dalam disertasinya, Yeang menjelaskan "It is easy to be misled
or seduced by technology and to think that if we assemble enough eco-gadgetry in the form
of solar collectors, photovoltaic cells, biological recycling Systems, building-automation
Systems and double-skin facades in one single building that this can automatically be
considered ecological architecture. Although these technologies are commendable
applications of low-energy Systems, they are merely useful components leading towards
ecological architecture; they represent some of the means o f achieving an ecological end
product. Ecological design is not just about low-energy Systems; to be fully effective, these
technologies need to be thoroughly integrated into the building fabric; they will also be
influenced by the physical, ecological and climatic conditions o f the site. The nature o f the
problem is therefore site specific. There will never be a Standard "one size fits all" solution".
Pada tahun 1995, Yeang kembali menjelaskan tentang Green atau ecological design yang
diartikan building with m inim al:

..... environmental impacts,.. creating buildings with positive, reparative and productive
consequences fo r the natural environment, .. integrating the build structure with all
aspects ofthe ecological Systems ofthe biosphere overits entire life cycle (1995)
Disini terlihat bahwa 'green' atau eco design dimaksudkan oleh Yeang sebagai bangunan
yang memberikan low environmental impact dan bukan sekedar penerapan low energy saja
namun harus teritegrasi baik dengan siklus ekosistem-nya karena akan saling mempengaruhi
diantara bangunan dan lingkungan sekitarnya.
Hal ini diterjemahkan Yeang dalam hasil-hasil karyanya antara lain dengan mengurangi
ketergantungan terhadap non renewable energy hingga memasukan ekosistem kedalam
bangunan dengan apa yang disebut eco-land bridges, vertical landscaping, green livingwalls.
Bahkan Yeang memberi tempat pada habitat tertentu untuk hidup didalam bangunan dan
lingkungan sekitarnya. Bahkan lebih ekstrim lagi, Yeang berusaha memasukan kondisi
sebagaimana terjadi pada sebuah o piece of horisontal landscape ke dalam bangunan tinggi
secara vertikal.
Pendapat Yeang ini diaplikasikan secara tepat oleh pakar LIPi (Prof. DR.Eko Baroto Waluyo)
dimana dari beberapa unsur bangunan hijau yang perlu diamati dalam rangka menunjang
perumusan parameter desain pada green factory dimaksud, antara lain2:
• Desain dan konstruksi bangunan. Adanya kemungkinan terdapat masalah bangunan
dan geoteknik. Desain untuk ventilasi dan pendinginan dengan cara alami, mungkin
akan sangat diperlukan.
• Ruang terbuka dan ekologi perkotaan. Desain perkotaan sebaiknya menggabungkan
koridor-koridor habitat, badan air dan anak sungai, dan pohon-pohon peneduh.
• Penggunaan lahan multi fungsi mungkin menjadi kunci adaptasi ekologi perkotaan,
dengan fokus pada kelompok permukiman baru untuk perencanaan dan
pemeliharaan karakter ekologis.
• Utilitas. Area-area yang jauh dari pelayanan fasilitas dan utilitas, serta area-area
pantai akan menjadi area yang rentan. Pengaruh yang paling besar akan terjadi pada
perubahan geoteknik dalam hidrologi dan air tanah, yang akan mempengaruhi
drainase serta jaringan suplay air bersih.

5 .2 . KONSEP G R E E N F A C T O R Y UNTUK KONSERVASI ENERGI PADA E C O -IN D U S T R IA L P A R K (EIP):

5 .2 .1 . G re e n fa c t o ry dan kebijakan konservasi energi di sektor industri:

Pengertian secara umum yang tersebut pada acara One-Day Workshop on Energy audit
Development Program in Industry and Commercial Building (Kunaefi, ST, MSE- Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, januari 2011), disebutkan bahwa : konservasi energi adalah upaya sistematis,
terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta
meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.
Dikemukakan pula pada UU No. 30/2007 tentang Energi Pasal 25: Konservasi Energi, bahwa :
• Konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah,
pengusaha, dan masyarakat.
• Konservasi energi nasional sebagaimana mencakupi seluruh tahap pengelolaan
• Pengguna dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi energi
diberi kemudahan/insentif oleh pemerintah
• Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak melaksanakan konservasi
energi diberi disinsentif oleh pemerintah

2
http://itja.wordpress.com/2008/08/23/aspek-iklim-<lalam-perencanaan-tata-ruang/
7

• Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan konservasi energi distur dengan peraturan
pemerintah dan/atau pemerintah daerah

Dalam pelaksanaan UU No 30 tahun 2007 tentang Energi ini, diterbitkan PP No 70 tahun


2009 tentang KE (Konservasi Energi) yang diperkirakan terfokus pada upaya investasi dan
belum sepenuhnya mempertimbangkan kontribusi alam sebagai kepintaran ekologis
(ecological intelligence) yang membantu manusia dengan keterlibatan secara ekologis.

Bagan kontribusi alam terhadap konservasi enegi secara singkat dapat disimak dibawah in i:

□ Produksi Bersih diterapkan mulai dari kegiatan pengambilan bahan teramsuk pertambangan, proses produksi, pertanian, perikanan,
pariwisata, perhubungan, konservasi energi, rumah sakit, rumah makan, perhotelan, sampai pada sistem informasi.
□ Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah pada kawasan industri hijau ini dilakukan
dengan strategi E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi
bersih tertuang pada Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) sebagai format 5R (Re-think, Re-use,Reduction, Recovery and
Recycle).
□ Penerapan Produksi Bersih di kawasan industri akan memberikan keuntungan berlebih dibanding dengan keuntungan yang diperoleh
oleh kegiatan industri yang dilakukan/dioperasikan secara sendiri-sendiri.

BAGAN V-6 : KEBIJAKAN KONSERVASI DAN PERAN KONTRIBUSI A LA IV

5 .2 .2 . Parameter g re e n b u ild in g untuk perumusan g re e n fa c t o ry :

Amanat mengenai konservasi energi pada bangunan gedung memang sudah diuraikan dalam
PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung. Konservasi energi yang diharapkan dapat diimplemantasikan pada
bangunan gedung, merupakan bagian dari persyaratan keandalan bangunan gedung
khususnya aspek persyaratan kesehatan yang meliputi persyaratan sistem penghawaan,
pencahayaan, sanitasi dan penggunaan bahan bangunan gedung. Dan penjelasan untuk
aspek persyaratan kesehatan pada bangunan gedung sudah tertuang dalam PP No. 36 Tahun
2005, antara lain pada :

• Pasal 40 Ayat 3: Penerapan sistem ventilasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat
2 harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam
bangunan gedung.
• Pasal 41 Ayat 4; Pencahayaan buatan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 harus
direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang
8

dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energy


yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
• Pasal 47 Ayat 3; Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap
lingkungan harus:
a. Menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain,
masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.
b. Menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya.
c. Mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energy.
d. Mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
• Pasal 50 Ayat 2; Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam
ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :
a. Fungsi bangunan gedung/ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis
peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;
b. Kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan;
c. Prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
• Pasal 23 Ayat 1; Pertimbangan terhadap estetika bentuk dan karakteristik arsitektur dan
lingkungan yang ada di sekitar bangunan gedung dimaksudkan untuk lebih menciptakan
kualitas lingkungan, seperti melalui harmonisasi nilai dan gaya arsitektur, penggunaan
bahan, warna dan tekstur eksterior bangunan gedung, serta penerapan penghematan
energi pada bangunan gedung.

.2.3. Komponen Green Building dan SNI untuk melandasi perumusan green factory :

Dalam pengoperasian konsep green building ini untuk beberapa komponen telah diatur
pada SNI (Standar Nasional Indonesia) seperti tersebut dibawah in i:

• SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi Pada Banguan Gedung :


Disebutkan pada prakata pada SNI tentang Prosedur Audit Energi Pada Bangunan
Gedung, bahwa :
Standar prosedur audit energi pada bangunan gedung ini dimaksudkan sebagai pedoman
bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengelolaan bangunan gedung dalam rangka peningkatan efisiensi penggunaan energi
dan menekan biaya energi tanpa harus mengurangi kualitas kinerjanya. Audit Energi
bertujuan mengetahui "Potret Penggunaan Energi" dan mencari upaya peningkatan
efisiensi penggunaan energi.
Pembahasan Audit Energi m eliputi:
o prosedur audit energi, audit energi awal, audit energi
o rinci, identifikasi peluang hemat energi, analisis peluang hemat energi, laporan dan
o rekomendasi.

• SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi Sistem Pencahayaan Pada Bangunan Gedung

Disebutkan pada prakata pada SNI tentang Konservasi Energi Sistem Pencahayaan Pada
Bangunan Gedung bahwa :
Standar konservasi energi sistem pencahayaan pada bangunan gedung dimaksudkan
sebagai pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan,
9

pengawasan dan pengelolaan bangunan gedung untuk mencapai penggunaan


energi yang efisien. Konservasi energi sistem tata udara bertujuan rpengidentifikasi dan
mencari peluang penghematan energi dari sistem tata udara. Pembahasan konservasi
energi sistem tata udara meliputi :
o perencanaan teknis,
o pengoperasian dan pemeliharaan,
o konservasi energi dan
o pengujian serta
o analisis energi.

• SNI 03-6389-200 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung
Disebutkan pada prakata pada SNI-nya :
Standar konservasi energi pada selubung bangunan gedung, dimaksudkan sebagai
pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengelolaan bangunan gedung untuk mencapai penggunaan
energi yang efisien. Konservasi energi pada selubung bangunan bertujuan
mengidentifikasi dan mencari peluang penghematan energi dari selubung bangunan.
Pembahasan konservasi energi sistem tata udara meliputi : kriteria perancangan,
prosedur perancangan, konservasi energi, konservasi energi dan rekomendasi.

• SNI 03-6390-2000 tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara Pada Bangunan Gedung :
Disebutkan pada pendahuluan pada SNI tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara
Pada Bangunan Gedung bahwa :
Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung di Indonesia dimulai
sejak tahun 1985 dengan diperkenanlkannya program DOE (Departemen of Energy,
USA) oleh Departemen Pekerjaan Umum. Perkembangan selanjutnya nyaris tidak
terdengar sampai tahun 1987. Tahun 1987, ASEAN bekerjasama dengan USAID
sekaligus memperkenalkan program ASEAM (A Simplified Energy'Analysis Methode).
Sejak itu mulailah masalah konservasi energi terangkat kembali ke permukaan di
Indonesia.

Beberapa SNI yang tersebut diatas diperkiräkan perlu di up-date untuk sekelompok unsur
pembentuk green factory termasuk diarahkan untuk dapat merespons proses perubahan
iklim di Indonesia. Nampak bahwa konservasi energi pada green factory merupakan "beyon
the SNI". Artinya, tidaklah optimal untuk penghematan (atau justru sebaliknya : boros) bila
diterapkan aturan dari SNI bila sudut pandangnya ditekankan melulu pada aspek
kenyamanan semata. Dengan demkian menjadi wajar bila para arsitek yang hanya
mementingkan performance bangunan saja sulit melepaskan dari tudjngan miring sebagai
salah satu pencemar lingkungan. Artinya, green factory yang didesain memberikan efek
rumah kaca, memberikan gas karbon secara berlebihan ke udara dan tidak melakukan
proses re cycling atau daur ulang terhadap black dan grey water dan lain-lainnya.

.3. KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA PADA KOMPONEN TERPILIH DARI GREEN FACTORY:

Sebelum dilakukan proses penentuan kandungan hijau (green content) yang minimal pada
green factory sebagai dasar penetapan komponen mana saja yang perlu dilakukan
10

konservasi pada bangunan gedung, maka perlu disimak pengertian konservasi sebagai
proses penghematan energi.

Berlandaskan pada fakta, pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang pesat,
Indonesia berkepentingan untuk mengelola dan menggunakan energi se-efektif dan se­
efisien mungkin. Semua pertumbuhan ini tentunya disertai dengan meningkatnya kebutuhan
energi akibat bertambahnya : jumlah rumah, beragam bangunan komersial serta industri.
Jika diasumsikan rata-rata pertumbuhan kebutuhan listrik adalah sebesar 7% per tahun
selama kurun waktu 30 tahun, maka konsumsi listrik akan meningkat dengan tajam.Contoh
pada kondisi diatas adalah pada sektor rumah tangga, konsumsi akan meningkat dari 21,52
Gwh di tahun 2000 menjadi sekitar 444,53 Gwh pada tahun 2030. Sedangkan mngenai
penggunaan energi pada masing-masing sektor dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Terdapat empat sektor utama


pengguna energi, yaitu sektor
rumah tangga, komersial,
industri dan transportasi. Saat
ini pengguna energi terbesar
adalah sektor industri dengan
pangsa 44,2%, diikuti sektor
transportasi dengan pangsa
40,6%, dan sektor rumah
tangga sebesar 11,4% serta
BAGAN V-7 : SEKTOR PENGGUNA TERBESAR ENERGI NON TERBARUKAN
sektor komersial sebesar 3,7%.

• Sampai saat ini, sumber energi yang digunakan sebagian besar masih berasal dari fosil,
yaitu minyak bumi sebesar 46,9%, batu bara 26,4% dan gas alam sebesar 21,9%.

• Sementara tenaga air (hidro) dan energi terbarukan lainnya hanya sekitar 4,8% dari total
sumber daya energi yang termanfaatkan Walaupun permintaan energi di sektor
komersial hanyalah 4% dari total permintaan energi nasional, efisiensi energi pada sektor
ini menjadi prioritas. Secara ilustratif, dapat disimak pada bagan dibawah in i:

PERKEM BANGAN DEMAND vs SUPPLY 1990-2010


7T9.S
i

s i ai L
j “

ia7s~£ 111 i iÜ i i l i t i i i i l l l
1 I i L I I J 81I I | I S 1 i i i 1
W i H -T
TiT^’-cT

SUPPtY
""mimi
tY
fi-13 «Sill
SE'.' CS

I9SO 1 »1 1197 19*3 '95-5 19» «916 19*7 1918 1939 JO«? 7011 701? 7103 TfO* 7Sa* T IO i 71ÜJ not W tl JB10

BAGAN V-8 : PERKEMBANGAN PENGGUNAAN ENERGI UNTUK SUPPLY-DEM AND


11

• Terkait dengan penggunaan energi untuk bangunan gedung, langkah-langkah


peningkatan efisiensi energi pada green factory dapat dibedakan dalam dua kategori,
yaitu :
s Gedung yang Sudah Ada (Existing Buildings)

Bagi gedung yang sudah ada, peningkatan efisiensi energi tercapai melalui
peningkatan performa gedung. Untuk mengetahui langkah-langkahnya, perlu
dilakukan audit energi yang meliputi identifikasi dan analisis secara keseluruhan
masalah-masalah efisiensi energi pada gedung seperti sistem operasional HVAC
(Heating, Ventilating and Air Conditioning), tingkat kenyamanan dan pemeliharaan
gedung..

S Gedung Baru/Sedang Dalam Proses Desain (New Buildings).

Gedung baru memiliki lebih banyak kesempatan untuk menghemat energi


dibandingkan gedung yang sudah terbangun jika efisiensi energi telah
dipertimbangkan pada awal desain gedung. Standar Nasional Indonesia yang
berhubungan dengan konservasi energi pada bangunan gedung (sistem
pencahayaan, sistem tata udara & selubung gedung) diterapkan pada saat desain
bangunan.Penjelasan ilustratif dapat disimak pada bagan dibawah in i:•

BAGAN V-9 : PROSES KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG LAMA & BARI

• Yang perlu dipahami juga adalah pengertian dari konservasi energi, yaitu salah satu
kebijakan energi nasional yang dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi dan
pertumbuhan energi nasional tanpa mengurangi laju pembangunan. Adapun alasan
penting dilakukannya konservasi energi adalah :

S Konsumsi energi nasional meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata


10%/tahun;
■ S Pemakaian energi secara nasional saat ini boros.
12

• Salah satu hal penting terkait efisiensi penghematan energi dari tahap-tahap proses
produks pada eco-industry, nampak perlu dijalankan. Beberapa pihak masih
menganggap bahwa kebijakan ini artinya adalah membatasi penggunaan energi di
industri, yang pada kenyataannya tidak demikian. Efisiensi dan penghematan
ditujukan pada hal-hal atau tahap-tahap dimana yang tidak perlu, atau kurang perlu
dihilangkan tanpa mengganggu fungsi utama proses produksi.

Hal ini sejalan dengan filosofi


konservasi energi, yang mana
bahwa "jika pengurangan energi
justru akan membuat keresahan,
ESTETIKA KONSERVASI mengganggu proses produksi, maka
hal tersebut bukanlah sebuah
konservasi" Konservasi energi sering
diartikan salah yaitu semata
mengedepankan estetika
sebagaimana ditunjukkan pada
BAGAN V-10 : FENOMENA KONTRADIKSI ANTARA
ESTETIKA-KONSERVASI
bagan disamping ini yang
mengemukakan adanya distorsi.

• Kebanyakan dari bangunan yang didesain jarang memperhatikan aspek perpindahan


kalor, dan penggunaan energi listrik di dalamnya. Hal ini menyebabkan unsur energi
dalam bangunan menjadi terabaikan dan alhasil selalu menempati nomor terakhir
dalam aspek cetak biru desain.

Konsumsi energi pada areal


ARSITEKTUR
bangunan, biasanya selalu
BANGUNAN melibatkan sumber energi non-
terbarukan. Oleh karena itu, sangat
ESTETIKA SUSTAINABILITY tidak bijak apabila sumber erenergi
ini dipakai terus menerus demi
PELESTARI performance dan estetika dengan
UNGKUNGAN
tanpa memperhatikan adanya aspek
keberlangsungannya (sustainability)
BAGAN V - l l : FENOMENA SINERGIS ANTARA ESTETIKA sebagaimana ditunjukkan pada
DAN KEBERLANGSUNGAN bagan disamping ini.

Akhirnya, konsep bangunan hijau (green buildingjyang melandasi perumusan green factory
merupakan proses sekaligus tolok ukur komponen fisik bangunan dan lingkungan juga
terhadap si pelaku (penggguna. perancang/arsitek dan penikmat) untuk menjawab
tantangan "how green you are 7'

Dalam rangka menjawab tantangan diatas, paramameter yang dirumuskan akan bersandar
pada konsep yang dikenal sebagai Proses Pemulihan Energi (recover energy building) dengan
penjelasan pada penggunaan energi dan prosesnya menuju pemulihan energi, sebagaimana
terlihat dibawah in i:
13

(* ) : Laju pertumbuhan konsumsi per laju pertumbuhan ekonomi negara. Semakin kecil EE akan terdapat proses
penggunaan energi yang efisisen . Psisisi Indonesia (2009) EE sebesar 2,69, sedangkan negara2 maju berkisar 0,l-O ,6
(* * ): Jumlah konsumsi energi per Produk Domestik Bruto. Semakin kedi IE, semakin efeisen dalam penggunaan energi.
Posisi Indonesia (2009), IE sebesar 565ID E (Ton 03 Equivalent) per 1 juta USD, sedangkan negara2 maju berkisar
164TOE p e ri juta USD

BAGAN V-12 : PENGGUNAAN ENERGI

BAGAN V-13 : PROSES PEMULIHAN ENERGI BANGUNAN


14

5.4. KAJIAN GREEN ARCHITECTURE UNTUK MENDUKUNG PERUJUDAN GREEN FACTORY

Pertimbangan aspek lingkungan diterjemahkan oleh negara-negara lain sebagai


environmental design yang bersandingan dengan persyaratan energi pada bangunan, yaitu
dapat disimak sebagaimana pada LEED (Leadership In Energy and Environmental Design).
Dalam penerapannya, antar satu negara dengan negara lain, selain terdapat kesamaan juga
terdapat perbedaan dalam merumuskan komponen yang dipilih untuk diperdalam tingkat
kandungan green-nya.

Dalam konteks ini, perumusan konteks hijau untuk bangunan hijau sedang dirumuskan bagi
Indonesia dimana salah satu lembaganya adalah GBCI (Green Building Council Of Indonesia-
Konsil Bangunan Hijau Indonesia/KBHI). Sementara itu, pelaku pelaku lain seperti K/L
(Kementerian dan Lembaga) maupun pihak swasta dan masyarakat umum juga diperkirakan
sedang dalam proses perumusan dengan tingkat kepentingan masing-masing namun diyakini
akan terdapat kesamaan dalam visi umumnya yaitu pembangunan yang berkelanjutan
(sustanaible development) sebagai acuan utamanya yang mengarahkan pembangunan untuk
ramah terhadap lingkungannya.

Berkaitan khusus dengan green architecture atau juga dikenal sebagai sustainable
architecture disebutkan ciri-ciri atau karakter yang membentuknya adalah :
o Heat with the sun
Tak ada yang lebih nyaman bagi tubuh dan jiwa dari tinggal di rumah dengan sistem
solar panas yang baik. Disain yang baik selalu kritis terhadap kenyamanan yang
dihasilkan di dalam sebuah rumah.
o Keep your cool.
Disain rumah dengan sistem solar yang baik yaitu ketika kita bisa merasakan
kehangatan dan juga suasana yang sejuk ketika kita menginginkannya, temperatur
cenderung bersifat stabil.

o Be energy efficient.
Banyak cara untuk menghemat
penggunaan bahan bakar fosil.
Menggunakan matahari, angin, atu
air untuk menghasilkan tenaga
listrik adalah salah satunya,
o Conserve water.
Banyak pendekatan penghematan
yang radikal digunakan termasuk
pengalihan air bekas mandi, air
cucian baju dan menampung air
hujan dari atap,dll. Hal ini bisa
sangat efektif dan aman dalam
penghematan air jika dilakukan
dengan benar untuk menghindari
perkembangbiakan bakteri.
Bagan V-14 : CONTOH G REEN ARCHITECTURE-1
15

o Use local materials.


material-material tersebut cocok dengan iklim dan suasana di {empat tersebut dan
tidak memerlukan bahan bakar fosil dalam jumlah yang besar untuk
pengangkutannya.

o Use natural materials.


Rumah yang menggunakan material yang alami membuat kita merasa lebih nyaman
untuk tinggal di dalamnya, menggunakan material alami akan mengurangi dampak
terhadap hal yang dapat memperburuk kesehatan.

o Save the forests.


Ketika hutan seolah-olah
merupakan SDA yang dapat
diperbaharui, kita telah melampaui
batas melalui pemanenan yang
terus menerus dan telah merusak
sejumlah ekosistem.

o Recycle materials
Jika material yang diperlukan sudah
ada, sebaiknya kita gunakan, karena
dengan demikian kita tidak akan
mendorong penambahan dari
material tersebut. Dengan
demikian menjadi penting
pertimbangan terhadap rantai
bahan.

o Build to last.
Ada perilaku yang berpandangan untuk menggantikan rumah yang sudah tua dengan
rumah yang baru. Sayangnya hal ini sering terjadi, karena konstruksinya yang buruk,
material yang digunakan tidak begitu bagus, dan juga kurangnya pemeliharaan.
Rumah yang dibangun dengan baik dapat bertahan hingga berabad-abad.

o Share Facilities
Prinsip dasar dari sustainability salah satunya adalah membagikan apa yang kita punya
kepada orang lain. Hal ini dapat mengurangi keperluan dari fasilitas-fasilitas yang tidak
ada gunanya. Dalam hal ini sejumlah orang tidak hanya memiliki beberapa peralatan
dan area yang fungsional, akan tetapi pada saat yang bersamaan mereka bisa memiliki
fasilitas yang beraneka ragam. Keadaan ini memberikan keuntungan baik untuk
lingkungan maupun untuk individualnya.

0O0
1

BAB VI
SKENARIO KONSEP PENGEMBANGAN INDUSTRI DI KKJSM

6.1. ARAH YANG DITUJU :

produk kawasan eco-industri yang ingin dirumuskan identik dengan kedalaman tingkat ke-
hijaua-an (green content) sebagai tolok ukur sasaran yang sesuai. Sebagai contoh untuk
perencanaan kawasan industri hijau semacam EIP (eco-industrial park) yang mencakup
bangunan maupun lingkungannya termasuk pertimbangan terhadap konservasi energinya,
ternyata merupakan bentuk yang bergradasi sesuai tingkatan kandungan green-nya yang
mengikutinya sebagaimana ditunjukkan pada bagan dimaksud :

K O N S E P : Environmental Management Continuum for EIP (Industrial Parks)

Bagan V l - l : Perkembangan tingkat kedalaman hijau menuju bentuk EIP

Dari kondisi diatas menunjukkan bahwa dari kondisi awal yang berwarna abu-abu tua yaitu
mengkonotasikan kegiatan yang berpolusi dan non green, bergerak secara gradual kearah
abu-abu muda dan beralih ke green muda hingga green pekat. Pergeseran peran menuju EIP
ini mengindikasikan hal yang perlu direncanakan dan dipelajari sehubungan tingkat
konsekwensi dengan semakin berkurangnya warna abu-abu dan sekaligus beralih ke green
muda hingga green pekat identik dengan EIP.

Dari kondisi diatas, yang perlu dicermati untuk menuju EIP dengan disokong oleh bangunan
hijau yang terkait dengan konservasi energi tersebut adalah :•

• Tidak semua green building untuk kawasan industri akan sama tingkat konservasi
energinya. Artinya, bisa saja satu sama lain terjadi perbedaan antara kegiatan
menkonsumsi energi dan upaya mengkonservasinya.
2

• Terdapat sifat khas yang mewakili kedalaman green dari masing-masing komponen
pembentuk kawasan industri, minimal seperti:
S efisien dalam pemakaian
'S b erko n te ks lingkun gan
S mengurangi pengeluaran
S mengatasi paska proses beraktivitas
S berkontribusi pada kepentingan umum
Perkembangan ini menunjukkan adanya unsur kualitas dimana semakin bermanfaat bagi
masyarakatnya (diluar manfaat dari bangunan itu sendiri) semakin tinggi tingkatan green-
nya. Artinya, dibalik itu juga semakin besar tingkat konservasi energinya. Unsur manfaat bagi
publik atau masyarakat menjadi salah satu indikator menuju kawasan industri yang betul-
betul green dengan konservasi energi yang berarti pula.

Dari bagan dimaksud, juga terungkap kondisi umum yang bersifat lebel saja atau seolah-lah
green. Labeling ini sering terkait dengan usaha promosi atau bisa juga untuk fashion dimana
dengan predikat green akan tidak tertinggal mode dimana unsur "luar" atau topeng menjadi
bagian dari predikat green-nya. Artinya, tingkat kedalaman green-nya bukan menjadi sasaran
dari katagori perkembangan hijau ini. Oleh karena itu, tidaklah terlalu mengherankan
bilamana banyak perusahaan jual beli properti menawarkan barang dagangannya sebagai
green product atau green property.

Namun yang pasti, green building itu mengandung rumusan umum sebagai berikut:

Bangunan bersifat hijau (green building), bila berlandaskan pada prinsip :


"memaksimalkan input dan meminimalkan output".

Artinya, semua komponen pembentuk


bangunan perlu mengutamakan tingkat
efisiensi dalam proses internal pengelolaan dan
disatu pihak mampu secara maksimal
memanfaatkan sisa proses penghunian melalui
kegiatan daur ulang. Dengan demikian, hanya
yang tidak dapat ditangani saja yang
dikeluarkan dari rumah/bangunan dan
diserahkan kepengelolaan ke level kota atau
lingkungan. Contoh : semua sampah (limbah)
yang kita hasilkan (akibat proses penghunian)
ditangani didalam proses hunian sedangkan
komponen sampah plastik atau besi, misalnya,
yang diserahkan ke sistem lingkungan.
Bagan VI-2 : peran green building

Bagan datas ini diperkirakan mampu menjelaskan tingkat green-nya pada kawasan industri
dalam konteks indoor-outdoor activities. Artinya sudah menjadi suatu rumusan kawasan eco-
3

industri yang saling menunjang antara komponen bangunan dengan komponen lingkungan
termasuk dalam proses konservasi energinya.

Ungkapan paling mendekati adalah sebagaimana diperlihatkan pada bagan dibawah in i:

Keterhubungan antar 3 komponen ini begitu penting


CLEAN terkait dalam pengelolaan lingkungan yang
bersinergis. Komponen clean, minimal mencakup :
i % clean land, clean water & clean air. Sedangkan
i/
komponen green, minimal mencakup : gerakan
masyarakat untuk mewujudkan eco-industri yang
GREEN BLUE
diwarnai oleh lingkungan hijau oleh tanaman dan
bahan ramah lingkungan. Sedangkan komponen
Bagan VI-3: sinergitas komponen
blue, minimal mencakup : pengelolaan sampah
Clean, Green & Blue pada Kawasan
secara daur ulang upaya terhindar dari polusi
Indusri
maupun pemanfaatan energi terbarukan.

Dari penjelasan diatas, berlaku juga pada kriteria hijau yang dikembangkan antar negara
dalam menerapkan sifat green pada kawasn industri sebagaimana bagan dibawah ini yaitu :

LEADERSHIP IN ENERGY AND ENVIRONMENTALDESIGN (LEED)


NAME

LEED GREEN STAR GREEN MARK GREEN BUILDING BANGUNAN


(USA) (AUSTRALIA) (SINGAPORE) INDEX (MALAYSIA) HUAU
(INDONESIA)
____ ___
L S u s ta n a U e site 1- M a n ag em e nt 1_ E n e rg y E fficie ncy E n e rg y E fficie ncy

2 . W a te r E fficie ncy 2 . Tra n s p o rt 2_ V fe ter Efficie ncy 2 . Indoor


E n viron m e nta l Q u a lity

>«/» 3 . E n e rg y a n d Atrnosphere 3 -E c o h w 3 . Environm ental 3_ Sustainabie säte and


t/> P rotection M a n ag em e nt

IA
V» 4 . M a te ria ls a n d R esourrces 4_ Em ission^ 4.hndoor 4 . M a te ria ls a nd SED A N G
S En vironm ental Q u a lity Resources D IR U M U S K A N
m
Z 5 . tndoor En viron m e nta l 5 . W ate r S .O th e r G re e n &. W a te r Efficie ncy
-i Q u a lity Features
O
3D Cu In novafion and 6 . E n e rg y fi. Innovation
—1 D ea gn /C o nstru ction Process

30 7 . M a te ria ls
>
fL In d e r Environm ental
Q u ijity

9 . Innovation
___

Tabel V l-l: Kriteria Green sebagai komponen eco-industri di Negara Lain

Dari bagan diatas menunjukkan antar satu negara dengan negara lain, selain terdapat
kesamaan juga terdapat perbedaan dalam merumuskan komponen yang dipilih untuk
diperdalam tingkat kandungan green untuk eco-industrinyaya. Dalam konteks ini,
perumusan konteks hijau secara khusus bagi bangunan hijau sedang dirumuskan bagi
Indonesia oleh lembaga GBCI (Green Building Council Of Indonesia- Konsil Bangunan Hijau
Indonesia/KBHI). Sementara itu, pelaku pelaku lain seperti K/L (Kementerian dan Lembaga)
maupun pihak swasta dan masyarakat umum juga diperkirakan sedang dalam proses
4

perumusan dengan tingkat kepentingan masing-masing namun diyakini akan terdapat


kesamaan dalam visi umumnya yaitu pembangunan yang berkelanjutan (sustanaible
development) sebagai acuan utamanya dalam merencanakan kawasan eco-industri.

6.2. KONSUMSI DAN KONVERSI ENERGI PADA KAWASAN ECO-INDUSTRI

Tingkatan konsumsi energi pada setiap


aktivitas pada bangunan gedung nampak
berlainan sesuai fungsi yang diembannya.
Nampak pada bagan sebelah bahwa
konsumsi paling tinggi dipegang oleh
kegiatan industri yang mempunyai pangsa
44,2 % yang diikuti oleh kegiatan
transportasi sebesar 40,6 %, rumah tangga
BAGAN VI-4 : KONSUMSI ENERGI PADA BANGUNAN
GEDUNG
sebesar 11,4 % dan komersial sebesar 3,7 %.

Dalam konteks perumusan kawasan eco-industri, upaya penghematan energi secara


proporsional diarahkan mampu memperhatikan karakteristik proses konsumsi dan
pemanfaatan energi pada kawasan eco-industri sebagaimana bagan dibawah in i:

DVKBNCr
5
PROBLEMS

Bagan VI-5 : konsumsi energi pada kawasan eco-induystri Bagan VI-6 : pemanfaatan energi pada kawasan eco-industri

Pada bagan diatas nampak diperlihatkan sinergitas pada kawasan eco-industri terkait proses
penghematan energi ini. Dengan demikian, dari proses konservasi energi pada kawasan eco-industr
yang menekankan adanya unsur pengehamatan energi ini perlu dilandasi oleh pengaturan atau
pengelolaan yang bersifat manajerial dan kelembagaan supaya dapat menentukan batas atau
ambang batas dimana tingkat penghematan tidak menggnggu tingkat kenyamanan dan produktivitas
beraktivitas. Untuk itu, dibawah ini akan diperlihatkan bagan yang diarahkan mampu
mengggambarkan kondisi diatas, yaitu :
5

KONSUMSI ENERGI PADA BANGUNAA/ PENETAPAN M ANAJEMEN PENGELOLAAN ENERGI (1)


(E N E R G Y C O N SU M P T IO N /N B U IL D IN G S ):
■ Management / rnaintenance
■ O c c u p a n c y p a tte r n / o c c u p a n t
b e ti«ftv io u f
■ PoKcins, regulations, Standards, eü:
■ Casts / ptk es o l energy
■ tSmate /
■ Biiüdirtg desjgn
■ Function / natxne ol buüdings
■ Construction materials
■ Equipment, appKances, etc DIAGNOSA:
Diagnostic Measurement and Energy
Audit

PENGUKURAN PENGHEMATAN
ENERGI
(E N E R G Y S A V 1 N G M E A S U R E S )

M E TO D A :
Before & After Energy Saving
Measures (ReducingThe Operational
UPAYA MEMENUHI KINERJA
Costs & ImprovementOf Performance)
KENYAMANAN, KESELAMATAN A
PRODmmVTTAS ■ Operating Costs
(C < JM F O R ^ S A F F T Y r P R O C H K T T V T T Y ) : - T ta e F
•Tb live & to work, ■ Energy Ccrtsumptiac »
■ productivity in work, ■ Load Charaiieristic
■ Energy Management
■ Irte s ty te &
■ Th e Perfonmance of Units
• Bctem atfactofs

Bagan VI-7 : Penetapan manajemen pengelolaan energi pada kawasan eco-industri (1)

T H E S TE P S PENETAPAN MANAJEMEN PENGELOLAAN ENERGI (2)


(Turn lt OH, Turn It Down R Tur n It In ):
“ Seeking for where the greatest energy
consumed goes to
■ Measuring the energy losses of the
most energy consumers
■ Arialyztng the Problems Scope
■ EstafaUshmg a saving strategy • New buildings and their
Systems
■ Calculating the saving and payback
period • NewportionsofbuHdings
and their Systems (additions)
■ Impiementing the strategy
■ New Systems and equipment
Prcvide minimum
in existing buildings
requirements for
(alterations)
the energy-efficient
design o f buildings Doesnolappty to:
except lowrise x single family, or low rise (3
> Com fort Condition: 2S°t, 55 % RH story orless) residen tial
> Minimizing externa! thermal loads buildings
through glass x building Systems tfiat use
> Roof top insulation in conditioned area energy prim är Hy fo r process
> Fresh air optimtzation o r industrial use
> Minimizing artificial lamps
> I n s t a S n g control S y s te m s
> Shieldingthe infiftratiori for the building
envelop
> Avoiding/ minimizing the radiant heat
fromequipment

Bagan VI-8 : penetapan manajemen pengelolaan energi pada kawasan eco-industri(2)

Dari 2 bagan diatas menunjukkan bahwa diperlukan persyaratan bagi kawasan eco-industri yang
perlu dipenuhi sebelum proses konservasi dilakukan yaitu siklus penghematan untuk landasan
penatapan alat ukurnya. Artinya perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam menentukan
klasifikasi bangunan industri (green factory) yang dikonservasi energinya sesuai dengan tingkat
karakteristiknya.
6

6.3. AUDIT ENERGI PADA KAWASAN ECO-INDUSTRI

Dalam rangka mensinergikan proses konsumsi maupun pemanfaatan energi pada kawasan eco-
industri dalam konteks konservasi energi ini, dipandang perlu dilakukan proses pengaturan atau
manajemen melalui kegiatan penilaian atau audit. Yang perlu diketahui bahwa proses audit energi
ini perlu mengikuti beberapa langkah atau proses yang sementara ini telah menjadi pedoman bagi
para pelaku pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang tercakup pada SNI 03-6196-
2000 dengan ketentuan sebagai berikut:
Bahwa dengan dilakukan audit energi yaitu berupa teknik yang dipakai untuk menghitung besarnya
konsumsi energi pada bangunan gedung dan mengenali cara-cara untuk penghematannya, perlu
diikuti proses sebagaimana bagan dibawah in i:

■ « A energi rind dfafatan bfc autft enerp


awal meirbettan ganbaran nta KE IcU i (feri
nta target yang (Bertakar*;
■ audt enerp rina (Bakukan untuk mengelabu
profil pengpmaan energi pada banguran
gedung sefamsa dapat dketahu peralatan
p e «0 iB energi apa sap yang penakalan
energinyaatap besar;
■ kepalan yang diakukan dalam peneBnn
energi adahli mengappufan ifanmenetk
separtai mantan yang (fapat menpenganta
besanya kebuhfan enerp banginan gedung
tbn cbri hml penefcm d « penpkuan
enerp dfeurt profil penggunaan enerp
bangunan gedwg

Sekarkianafca enerpbertmtpu pada la si


pengikiaanHasi penptam harus dapat
dantaftan tar menganyar kesalahan (eror)
yangn sd i dapat A e tn a Untuk k perftig
menpnäihebna tat ita r yang dgmiakantebh
ilkath asi üHinstansi yang berwenang.
Afatiinyaigdgm »fan dapat hengjaatat (iur
yang(fpaang tetap pada mstaba atau abtitar
yang cfpaang tidak U p (portnifc).

Itasl penpngatai tata d tn b k bquG dengm


penrftampm beamya K , dan penyiraman
profilpenamaan enerpbanpnan P'dmg
Apaita besmya K atna atau kurang (tari KE
target, maka kegiatan amit enerp räid (tapal
dheuttanatan (Betrukata untuk meuyaeraleh
KE yanglebk rendah b p B h hastaya leU i (tari
KE target, berarti atapekrangmrtik proses
auBenerpimd bertatap pna menpenieh
penyematan energy

□ a u * energi; tEknd yang(bpakaimkidmenyjbng besarnya konsins enerp pada banpman gedung d n mengenak canraramlbd penyematannya
□ taenobs Konsmna Enerp (KE); pembagian antara fansmna energi denpnsabsn has banpran gedung
P konsnis enerp; besarnya enerp yang dpnakan oleh banpnangedaig(bfatn periode waktu tertentu t a i merupakan perkafan antara (bya d « waktu opeiasl
□ honsenmenerp: (gaya im up tia i idan pemakaian energi mtaksuta kebulatan agr pendataan enerpdgatdtrndnkaB.
□ pengetatan enerp: segtaigaaya utak m engte dan mengfcta pengpmaan enerp seefraenmunym pada banpnangedmigtanpamenparanptmykt
kenyaman d Enymgan h n a atargw proddM as d tagkrmgan kop
□ petaanghemrt energi (PW) fEhagy arniermtsn opporämäyj cara yangnmgkia tea c^aerokehdtam usaha mengt*angi pendataan energi

Bagan VI-9: Proses audit energi pada kawasan eco-industri terkait konservasi energi
7

Perlu diketahui bahwa dalam melakukan proses audit ini ada 2 proses yaitu :

• Audit awal, yaitu Audit energi awal pada prinsipnya dapat dilakukan pemilik/pengelola
kawasan eco-industri yang bersangkutan berdasarkan data rekening pembayaran energi
yang dikeluarkan dan pengamatan visual. Pada proses ini cukup menghadirkan :
S Tapak, denah dan potongan bangunan gedung seluruh lantai yang menempati lokasi
kawasan eco-industri.
v' Denah instalasi pencahayaan bangunan seluruh lantai.
S Diagram satu garis listrik, lengkap dengan penjelasan penggunaan daya listriknya dan
besarnya penyambungan daya listrik PLN serta besarnya daya listrik cadangan dari
Diesel Generating Set.

• Audit energi rinci, yaitu audit yang dilakukan bila nilai intensitas Konsumsi Energi atau
dikenal sebagai IKE (pembagian antara konsumsi energi dengan satuan luas bangunan
gedung) lebih besar dari nilai target yang ditentukan. Dari proses ini,dapat dihitung
v' Rincian luas bangunan gedung dan luas total bangunan gedung (m2).
v' Konsumsi Energi bangunan gedung per tahun (kWh/tahun).
'S Intensitas Konsumsi Energi (IKE) bangunan gedung per tahun (kWh/m2.tahun).
S Biaya energi bangunan gedung (Rp/kWh).
Proses seklanjutnya yang diperlukan adalah melakukan penelitian dan pengukuran sebagai
proses audit pada kawasan eco-industri adalah melakukan proses penilaian :
'S audit energi rinci perlu dilakukan bila audit energi awal memberikan gambaran nilai IKE
listrik lebih dari nilai target yang ditentukan;
v' audit energi rinci perlu dilakukan untuk mengetahui profil penggunaan energi pada
bangunan gedung, sehingga dapat diketahui peralatan pengguna energi apa saja yang
pemakaian energinya cukup besar;
v' kegiatan yang dilakukan dalam penelitian energi adalah mengumpulkan dan meneliti
sejumlah masukan yang dapat mempengaruhi besarnya kebutuhan energi bangunan
gedung, dan dari hasil penelitian dan pengukuran energi dibuat profil penggunaan
energi bangunan gedung.

Sedangkan khusus pengukuran sendiri itu, akan mencakup berbagai persyaratan dimana
seluruh analisa energi bertumpu pada hasil pengukuran. Hasil pengukuran harus dapat
diandalkan dan mempunyai kesalahan (error) yang masih dapat diterima. Untuk itu penting
menjamin bahwa alat ukur yang digunakan telah dikalibrasi oleh instansi yang berwenang.
Alat ukur yang digunakan dapat berupa alat ukur yang dipasang tetap (permanent) pada
instalasi atau alat ukur yang dipasang tidak tetap (portable). Proses ini akan menghasilkan :
v' Apabila besarnya IKE hasil penghitungan ternyata sama atau kurang dari IKE target,
maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan untuk memperoleh
IKE yang lebih rendah lagi.
v' Bila hasilnya lebih dari IKE target, berarti ada peluang untuk melanjutkan proses audit
energi rinci berikutnya guna memperoleh penghematan energi.

Atas proses diatas, yang perlu dilakukan sebagai langkah selanjutnya adalah merumuskan
analisis tentang kemungkinan adanya peluang penghematan energi sebelum dilakukan proses
rekomendasi. Analisis ini akan mencakup :
8

• Apabila peluang hemat energi telah diidentifikasi, selanjutnya perlu ditindak lanjuti dengan
analisis peluang hemat energi, yaitu dengan cara membandingkan potensi perolehan hemat
energi dengan biaya yang harus dibayar untuk pelaksanaan rencana penghematan energi
yang direkomendasikan.
• Analisis peluang hemat energi dapat juga dilakukan dengan penggunaan program komputer
yang telah direncanakan untuk kepentingan itu dan diakui oleh masyarakat profesi.
• Penghematan energi pada bangunan gedung harus tetap memperhatikan kenyamanan
penghuni.
• Analisis peluang hemat energi dilakukan dengan usaha antara lain :
v' menekan penggunaan energi hingga sekecil mungkin (mengurangi daya
terpasang/terpakai dan jam operasi);
v' memperbaiki kinerja peralatan;
v' menggunakan sumber energi yang murah

Akhirnya setelah melalui proses sebagaimana tercantum pada pentahapan diatas, penetapan
rekomendasi yang dibuat mencakup masalah :
• Pengelolaan energi termasuk program manajemen yang perlu diperbaiki, implementasi audit
energi yang lebih baik, dan cara meningkatkan kesadaran penghematan energi.
• Pemanfaatan energi, termasuk langkah-langkah :
v' peningkatan efisiensi penggunaan energi tanpa biaya, misalnya mengubah prosedur,
v' perbaikan dengan investasi kecil,
v' perbaikan dengan investasi besar.
Sebagai catatan penting untuk diperhatikan bahwa bangunan hijau ini didukung juga oleh kawasan
hijau yang mempunyai fungsi terkait dengan proses daur ulang, treatment, dan lain-lain. Kawasan ini
biasanya difungsikan sebagai zona Service yang menunjang performance dari bangunan hijau ini.

6.4. SKENARIO KONSERVASI ENERGI PADA KAWASAN ECO-INDUSTRI & KOMPONEN BANGUNAN
HIJAU-NYA

Sebagaimana telah dikemukakan pada kajian sebelumnya bahwa upaya konservasi energi
pada kawasan eco-industri terkait erat dengan kegiatan audit atau pengelolaan secara
manajemen pengaturan. Diarahkan pada perumusan konsep awal ini peran SNI terkait
dengan penghawaan alami, pengkondisi udara tata udara secara umum akan menjadi
komponen utama dalam penyusunannya. Untuk efektivitas pengoperasian diperlukan
berbagai masukan dari lapangan maupun standar dari negara luar ataupun dari perumusan
yang sedang dilakukan seperti:

• BOCA, International Energy Conservation Code, 2000.


• ASHRAE, Standard on Energy Conservation in New Building Design, 1980
• Dokumen sejenis yang dikembangkan oleh GBCI (Green Building Of Council Indonesia)

Pada UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, beberapa pasal yang terkait dengan
pengaturan tentang pennghawaan, pencahayaan, persampahan dan material bahan
bangunan, dapat dikutip sebagaimana tersebut dibawah in i:
9

Persyaratan bangunan gedung :


Pasal 7 :

(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan


persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

(2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan
bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

(3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan
gedung.

Persyaratan Keandalan Bangunan GedunR :


Pasal 16

(1) Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


ayat(3),meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan.

Persyaratan Kesehatan :
Pasal 21
Persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan
penggunaan bahan bangunan gedung.
Pasal 24

(1) Sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan


kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung
untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah,
kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
Pasal 25

(1) Penggunaan bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21


harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan

Dari kajian pasal demi pasal pada UUBG diatas, terdapat keterkaitan antar materi terkait
terutama untuk pengaturan tentang penghawaan, pencahayaan, sanitasi (grey water,
persampahan) dan material bahan bangunan. Komponen diatas nampak tidak berdiri sendiri,
namun dikemas dalam lingkup persyaratan bangunan gedung, keandalan bangunan dan
kesehatan bangunan. Dengan demikian, untuk melakukan perumusan pedoman standar
tentang konservasi energi pada bangunan gedung terkait dengan 3 komponen dasar
dimaksud, perlu mempertimbangkan aspek-aspek terkait yang diatur pada UUBG dimaksud.

Atas dasar kondisi diatas, dibawah ini akan dikemukakan skenario konservasi energi pada
komponen terpilih utama untuk kawasan eco-industri dengan bangunan hijau sebagai
pembentuknya,yaitu:
10

6.4.1. Skenario konservasi energi untuk pengelolaan sistem penghawaan pada kawasan eco-
industri:

Skenario awal untuk konservasi energi terhadap pengelolaan sistem penghawaan pada
kawasan eco-industri ini akan mencakup konservasi terkait pada bangunan hijau, yaitu :

A. Skenario Konservasi Energi untuk Sistem Penghawaan Alami Pada Green Factory :

Konsep awal konservasi energi untuk sistem penghawaan alami pada bangunan gedung ini
akan merujuk pada SNI terkait yaitu SNI 03-2396-2001 dengan penjelasan sebagai berikut:

Sebagaimana konsep umum yang telah dikembangkan tentang konservasi energi pada green
building (bangunan hijau) ini maupun proses pengaturannya melalui audit atau pengaturan
manajemennya, maka dalam rangka menuju pada perumusan kawasan eco-industri yang
terkait dengan konservasi energi pada bangunan ini, maka hal-hal teknis maupun non teknis
akan menjadi pertimbangan dan ditindaklanjuti dalam proses prosedur perencanaan
sebagaimana tersebut pada bagan dibawah ini.

Bagan VI-10: Prosedur perancangan sistem pencahayaan alami siang hari.

Pada SNI dimaksud yang menjadi acuannya, dapat diketahui bahwa standar tata cara
perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung ini dimaksudkan
sebagai pedoman bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung di
dalam merancang sistem pencahayaan alami siang hari, dan bertujuan agar diperoleh
sistem pencahayaan alami siang hari yang sesuai dengan syarat kesehatan,
kenyamanan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.
11

Pada SNI tentang cahaya alami ini, sasaran yang ingin diraih adalah perumusan
pencahayaan alami siang hari yang baik pada bangunan hijau, yaitu bila :
• pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat,
terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.
• distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan
kontras yang mengganggu.

Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi :


• Komponen langit (faktor langitl) yakni komponen pencahayaan langsung dari
cahaya langit.
• Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar - frl) yakni komponen pencahayaan
yang berasal dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang
bersangkutan.
• Komponen refleksi dalam (faktor refleksi dalam frd) yakni komponen
pencahayaan yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan, dari
cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi benda-benda di luar ruangan
maupun dari cahaya langit

Penjelasannya dapat dilihat pada gambar/bagan bangunan hijau sebagai komponen


eco-industri dibawah ini dengan sumber dari SNI terkait, yaitu :

Bagan V l - l l : Tiga Komponen cahaya langit


12

Perlu diketahui bahwa faktor langit suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu
ruangan adalah angka perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari langit di
titik tersebut dengan tingkat pencahayaan oleh Terang Langit pada bidang datar di
lapangan terbuka. Dari penjelasan ini membawa pada modus pemilihan faktor langit
(fl) sebagai salah satu dasar perhitungan pencahayaan alami. Perbandingan antara
tingkat pencahayaan yang berasal dari cahaya langit baik yang langsung maupun
karena refleksi, terhadap tingkat pencahayaan pada bidang datar di lapangan
terbuka disebut faktor pencahayaan alami siang hari. Dengan demikian faktor
langit adalah selalu lebih kecil dari faktor pencahayaan alami siang hari. Pemilihan
faktor langit sebagai angka karakteristik untuk digunakan sebagai ukuran keadaan
pencahayaan alami siang hari adalah untuk memudahkan perhitungan oleh
karena faktor langit ini merupakan komponen yang terbesar pada titik ukur.

• Perhitungan tingkat pencahayaan alami siang hari


Perancangan pencahayaan alami yang hemat energi dilakukan sebagai berikut:
tentukan faktor pencahayaan siang hari atau faktor langit minimum yang
diperlukan pada titik-titik yang dipilih sesuai dengan fungsi ruangan,
gunakan cara perhitungan faktor langit dan faktor pencahayaan siang hari
sesuai SNI 03-12396-1991 tentang "Tata Cara Perancangan Penerangan Alami
Siang Hari untuk Rumah dan Gedung".
tentukan lubang cahaya yang dapat di buka sesuai ketentuan ventilasi.
B. Skenario Konservasi Energi Untuk Sistem Pencahayaan Buatan Pada Green Factory :

Konsep awal konservasi energi untuk sistem penghawaan alami pada bangunan gedung ini
akan merujuk pada SNI terkait yaitu SNI3-6389-2000 dengan penjelasan sebagai berikut:
• Pencahayaan buatan harus memenuhi:
Tingkat pencahayaan minimal yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari
tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi dan temperatur warna yang
direkomendasikan
Daya listrik maksimum per meter persegi tidak boleh melebihi nilai
sebagaimana tercantum pada Daya listrik maksimum untuk pencahayaan kecuali
pada tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi dan temperatur warna yang
direkomendasikan
• Prosedur perhitungan dan optimasi pemakaian daya listrik
Prosedur umum perhitungan besarnya pemakaian daya listrik untuk sistem
pencahayaan buatan dalam rangka penghematan energi sebagai berikut :
tentukan tingkat pencahayaan rata-rata (lux) sesuai dengan fungsi ruangan;
tentukan sumber cahaya (jenis lampu) yang paling efisien (efikasi tinggi) sesuai
dengan penggunaan termasuk renderasi warnanya;
tentukan armatur yang efisien;
tentukan tata letak armatur dan pemilihan jenis, bahan, dan warna permukaan
ruangan (dinding, lantai, langit-langit);
hitung jumlah Fluks luminus (lumen) dan jumlah lampu yang diperlukan;
tentukan jenis pencahayaan, merata atau setempat;
hitung jumlah daya terpasang dan periksa apakah daya terpasang per meter
persegi tidak melampaui angka maksimum yang telah ditentukan;
13

rancang sistem pengelompokan penyalaan sesuai dengan jetak lubang cahaya


yang dapat dimasuki cahaya alami siang hari;
rancang sistem pengendalian penyalaan yang dapat menyesuaikan atau
memanfaatkan pencahayaan alami secara maksimal yang masuk ruangan.
Atas dasar tersebut diatas keterangan lebih lanjut dapat disimak pada bagan dibawah in i:

Bagan VI-12: Prosedur Perencanaa Pencahayaan Buatan

C. Skenario Konservasi Energi untuk Sistem Tata Udara Pada Green Factory :
Pada sistem tata udara ini dpandang berpengaruh sangat besar pada pola bangunan modern
yang sering tidak dapat dilepaskan dengan penggunaan AC. Fakta dilapangan menunjukkan,
pengkombinasian penggunaan AC dan sistem penghawaan alami (terutama siang hari) dan
pencahayaan buatan (terutama malam hari) sudah banyak dilakukan oleh masyarakat
meskipun sering belum optimal dalam sinergitasnya.

Konsep awal konservasi energi untuk sistem tata udara pada bangunan gedung ini akan
merujuk pada SNI 03-6390-2000, dengan penjelasan sebagai berikut:

Sistem tata udara pada bangunan gedung adalah identik dengan pengkondisian udara yaitu
usaha mengolah udara untuk mengendalikan temperatur ruangan, kelembaban relatif,
kualitas udara, dan penyebarannya, untuk menjaga persyaratan kenyamanan (comfort) bagi
penghuni. Suatu sistem pengkondisian udara belum tentu dapat mengendalikan seluruh
14

parameter tersebut karena sangat bergantung pada EER atau rasio efisiensi energi [Energy
Efficiency Ratio].
EER sendiri merupakan perbandingan antara kapasitas pendinginan netto peralatan
pendingin (BTU/jam) dengan seluruh masukan energi listrik (Watt) pada kondisi operasi
yang ditentukan. Bila digunakan satuan yang sama untuk kapasitas pendingin dan
masukan energi listrik, nilai EER sama dengan COP atau koefisien performansi untuk
pendinginan [Coefficient Of Performance = COP].

Perlu diketahui COP itu merupakan angka perbandingan antara laju aliran kalor yang
dikeluarkan dari sistem dengan laju aliran energi yang harus dimasukkan ke dalam
sistem yang bersangkutan, untuk system pendinginan lengkap.

Dari SNI terkait, dapat dikutip upaya merumuskan perhitungan beban pendinginan, dengan
beberapa ketentuan sebagai berikut:
• sebanyak mungkin peluang penghematan energi pada tahap perencanaan.
Perhitungan beban pendinginan yang hanya dengan menggunakan "angka
praktek" (check figures, rule of thumb) dan semacamnya yang didasarkan atas
luas lantai, hanya dapat digunakan untuk menyusun anggaran atau sebagai perkiraan
kasar kapasitas sistem tata udara, tetapi bukan untuk perencanaan sistem tata
udara.

• Perhitungan beban pendingin maksimum yang terlampau konservatif, atau terlalu


besar faktor keamanannya, akan menyebabkan penentuan kapasitas mesin pendingin
yang terlampau besar. Akibatnya, pada beban parsial mesin pendingin akan
beroperasi jauh di bawah kapasitasnya.

• Komponen bangunan gedung [green factory) yang mempengaruhi beban pendinginan :


'C Bahan Bangunan: Identifikasi bahan bangunan akan menentukan nilai transmitansi
termal yang menjadi variabel dalam perhitungan beban pendinginan. Kesalahan
dalam menentukan nilai transmitansi termal akan secara proporsional menimbulkan
kesalahan dalam perhitungan beban pendinginan

^ Beban listrik: Pada gedung komersial seperti perkantoran, beban pendinginan yang
ditimbulkan oleh lampu untuk pencahayaan dan peralatan listrik dalam ruangan
merupakan komponen beban tunggal yang sangat berarti (dapat berkisar antara 15
% sampai 20 %). Oleh karena itu perkiraan beban pendinginan yang terinci dari
komponen ini harus dibuat berdasarkan perencanaan sistem listrik untuk
setiap ruangan, tidak boleh digunakan nilai daya listrik per satuan luas lantai rata-
rata dari seluruh gedung.

■ C Beban penghuni : Besarnya beban penghuni, walaupun bukan yang terbesar


dibandingkan dengan beban listrik, perlu dicermati polanya karena merupakan
salah satu peluang penghematan energi. Pada gedung kantor misalnya, biasanya
berkisar antara 10 % sampai 15 %. Pola gerakan penghuni dapat berpengaruh pada
beban maksimum ruangan, sehingga mempengaruhi besarnya kapasitas mesin
pendingin. Oleh karena itu penentuan beban penghuni harus dilakukan pula
dengan hati-hati dan kalau perlu memperhatikan pola gerakan atau pola
"kehadiran" penghuni (occupancy) di dalam ruangan.
15

f Beban selubung bangunan : Beban pendingin yang berasal dari luar melalui
selubung bangunan, misalnya untuk gedung kantor satu lantai di Indonesia dapat
mencapai nilai 40 % sampai 50 % dari beban pendingin seluruhnya pada waktu
terjadi beban puncak. Agar gedung yang direncanakan dapat memenuhi
persyaratan hemat energi, maka pada awal perencanaan perlu dihitung besarnya
nilai perpindahan termal menyeluruh (Overall Thermal Transfer Value = OTTV)
dan dibandingkan terhadap batas yang ditentukan dalam standar yang berlaku.

'f Beban lain-lain dan beban sistem : Beban lain-lain dan beban sistem harus
diusahakan dapat dihitung atau diperkirakan cukup teliti, misalnya dengan
memeriksa. Peralatan di dalam ruangan yang bertemperatur lebih rendah dari
temperatur ruang, seperti refrigerated cabinet, akan menimbulkan "beban
negatif" dalam ruang. Oleh karena itu beban semacam ini perlu dicermati karena
dalam perhitungan akan dapat diperoleh beban ruang maksimum yang akan lebih
dekat dengan keadaan nyata

• Metode perhitungan beban pendinginan udara pada green factory:


Perhitungan beban pendingin harus menggunakan metode dan prinsip yang sudah baku
dan diakui oleh masyarakat profesi tata udara. Penggunaan program atau perangkat
lunak komputer sangat dianjurkan untuk perhitungan beban pada gedung yang besar
dan/ atau kompleks. Namun program atau perangkat lunak komputer harus sudah teruji
baik oleh masyarakat profesi tata udara, atau telah digunakan secara komersial seperti :
Metode perbedaan temperatur ekivalen total (Total Equivalent Temperature Difference
Method = TETD), Metode Fungsi Transfer (Transfer Function Method = TFM)

• Konservasi energi pada green factory:


Sistem manajemen energi perlu direncanakan untuk mengatur operasi keseluruhan
sistem tata udara agar berada dalam daerah yang hemat energi. Sistem manajemen
energi dapat mencakup : tahapan perencanaan, pengoperasian, tahap pemeliharaan
dan perbaikan dan modifikasi yang dimungkinkan sebagai upaya penghematan energi
y a n g dapat dilakukan u n t u k langkah terakhir. Modifikasi dilakukan setelah segala
dpaya pada waktu operasi dan pada tahap pemeliharaan dan masih belum dicapai nilai
pemakaian energi spesifik yang diinginkan.

6.4.2. Skenario konservasi energi terhadap pengelolaan air pada bangunan hijau pada kawasan
eco-industri:

Problematik:

Pada praktek pengelolaan pada bangunan hijau sering kurang mempertimbangkan


totalitas komponen atau unsur yang terlibat didalamnya termasuk faktor lingkungan.
Penanganan pengeloaan air mencakup air minum, air bersih, air buangan dan air hujan
termasuk upaya menjaga air tanah yang ada didalam lapisan tanah. Dengan demikian,
konservasi energi untuk penghematan air akan mencakup :
o penghematan pemakaian air
o pengelolaan sanitasi yang terdiri d a ri:
16

S pengelolaan air bekas pakai yaitu berasal dari proses dapur (grey water
maupun air dari proses toilet dan BAB (black water)
S pengelolaan air hujan supaya dapat langsung meresap ketanah untuk
mempertinggi kapasitas air permukaan dan mencegah runoff.
S Pengelolaan sampah terkait dengan limbah padat yang mencakup bahan
organik dan non organik

Pada pengelolaan air, dikenal dengan konsep Konsep Total Siklus Air Manajemen yang
menekankan hubungan antara manajemen banjir (genangan) di satu sisi, penyediaan
air dan pengelolaan sanitasi di sisi lain. Penanganan banjir ini dipertimbangkan karena
seringkali permasalahan yang ada diselesaikan secara sepotong saja atau spot demi
spaot dimana faktor penyebab maupun aliran air (termasuk dari gedung) tidak
dipertimbangkan. Sedangkan sistem jaringan drainase perkotaan dengan tujuan
menyalurkan air hujan secepat saluran drainase primer (sungai dan laut) kurang
mempertimbangkan peran dari bangunan gedung termasuk dalam rangka memperkecil
air limpasan (supaya masuk ke halaman rumah/gedung). Dengan demikian, terlihat jelas
aspek pemanfaatan air tidak menjadi perhatian, dan disatu sisi juga kebutuhan air baku
untuk perkotaan (kebutuhan makro) belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh sumber-
sumber yang ada.

Integrasi pemanfaatan air dalam konsep TSAM (Total Siklus Air Manajemen) ini akan
menjadi dasar pada kegiatan penghematan air atau konservasi energi (air) pada
bangunan gedung. TSAM ini dapat digambarkan pada bagan dibawah in i:

3agan VI-13: Konsep Total Siklus Air Manajemen

Dengan demikian upaya konsepvasi enegi terhadap pengelolaan air sebagai diatas akan
lebih komprehensif dari pada ditangani secara terpisah-pisah. Meskipun demikian,
karakteristik diatas akan ditindak-lanuti dengan peraturan perundangan yang khusus
terkait dengan SNI dimana masing-masing komponen diatur secara terpisah. Dalam
konteks ini, peraturan perundangan No 30 tahun 2007 tentang Energi yang dilengkapi
17

dengan PP No 70 tahun 209 tentang Konservasi Energi maupun secara khuss


memperhatikan Inpres No2 tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air

Keterpaduan penanganan pengelolaan air untuk konservasi energi akan menhkususkan


pada 2 tahap yaitu :
o Keterpaduan pengelolaan air dengan konsep Total Siklus Air Manajemen yang
merupakan aplikasi sistem sanitasi dari pemanfaatn air buangan dari proses air
minum dan air bersih, pemanfaatan grey dan black water serta pemanfaatan air
drainase.
o Pengelolaan persampahan sebagai limbah padat.
Mengenai konservasi energi pengelolaan air terpadu yang berbasis pada pengelolaan
sistem sanitasi pada bangunan dan kelompok bangunan hijau (lingkungan terbangun)
pada kawasan eco-industri, adalah sebagaimana bagan dibawah ini :

KONSEP PENANGANAN TERPADU KONSERVASI AIR PADA BANGUNAN HUAU PADA KAWASAN ECO-INDUSTRI

Pemanfaatan siklus lo o p (o u tflo w -


in flo w ) dari 3 sistem yang bersinergi :
Air minum, Air buangan (grey w a te r) &
Air hujan

e t? '

SM U U H M IIH M I

. . _ SMURMARHUWI

Bagan VI-14: Konsep Konservasi Energi Pemanfaatan Siklus Air Pada Bangunan Hijau

Dari bagan diatas nampak pertimbangan terhadap siklus dari dan kemana aliran air
(bersih dan kotor) beroperasi yaitu mulai dari sumbernya, pemakaiannya sampai ke
tempat pembuangannya. Mengingat sistem drainase selain mencakup pemanfaatan air
hujan dalam bangunan (termasuk taman/halaman) juga menjangkau sistem drainase
skala lingkungan atau kompleks bangunan. Untuk itu, dalam rangka mendukung
konservasi energi air yang terpadu bagi bangunan hijau pada kawasan eco-industri ini
perlu dipertimbangkan sistem sanitasi berkelanjutan sebagaimana bagan dibawah in i:

SU B -C A T C H M EN T
SU B -C A T C H M EN T
1 W ater from the
hard « u rfa ccs of Ih c
auO- ca tch m em is
eo Steted treated
SU B -C A TC H M EN T SU B -CA TCH M EN T and atored m v o d e c
cenatruction De'cre
2. T h e contre flowtng to tr>e c-ontrc?
cham ber re g u la le s Ihe cham Ue-
flow of w ater oass*ng
fnto the gutlei
ch an n els at G re e n f eld
rate' of rv»no*f

*t T he ui ba n
7 Th e * a tcr flov/s to a’.e rcc u rse s ftow *o
ouiside fhe c-evelopmen* jn d sc a p e nock~.
wtiere it enter« •ocated thrcv-ghout
co nshu cted w ctlands. tne deve opment JL
5 L a n d s c a p e r o d e s sle w
wh c h will poiish and store
the water W ater wiH s c e p the flow of wate» and u se a
through the ground and variety of S U O S features tc
v&getat o n dowrv tc providc vi$ua> m tctcsl
a d d it io n a l c ic 3 “ in g a n d
natura* Aaler&ourses
so m e s?ora~ge betöre
f r e j o in m g th e w a t e r c o c r a e .
3 W ater frem the gutter
ch sn n e t* flew* mto urban
ch an n el w ateroourses
6 !n t-m es of he avy ra nfail
^vator *vill p a s s an xin d the
la n d sca p e node. to avoid
lo cal flo od irg of la n d sca p o
areas fo A in g onw arc to
peripnera w eifands

Bagan VI-15: Konsep sistem drainase lingkungan berkelanjutan pada Kawasan Eco Industri

Terlihat pada bagan diatas sisrkulasi air hujan nampak di"treatment' atau dibanit
dengan upaya khusus supaya tidak membenani saluran drainase lingkungan/perkotaan.
Kondisi ini juga sejalan dengan konsep dilingkungan gedung dimana sebelum keluar ke
saluran lingkungan/kota, air hujan ini ditreatmen dengan peralatan kolam kecil sebagai
bak kontrol yang fungsinya menetralisir grey water yang dapat membunuh predator
yang diperlukan pada saluran drainase, antara lain dalam mencegah bau.

Dilain pihak, khusus bagi persampahan sebagai komponen limbah padat yang terkait
erat dengan salah satu penyebab pemasalahan air terutama genangan, banjir,
sumbatan saluran drainase oleh sampah disamping permasalahan gas beracun dari
sampah yang mencemari udara dan air tanah itu sendiri.

Sedangkan pengelolaan persampahan itu sendiri lebih terorientasi kepelayanan tingkat


lingkungan maupun kota bahkan regional. Bila mengacu pada prinsip konservasi energi,
yang menekankan pada moto : "maksimalkan input dan meminimalkan output", maka
upaya "melempar" sampah ke luar dari sumbernya yaitu rumah tangga, pabrik, mall,
rumah sakit dan lain sebagainya adalah sangat bertentangan dengan prinsip green.
Untuk melangsir "go green", peningkatan kapasitas pengelolaan sampah ditingkatan
penghasil sampah merupakan langkah strategis sebagai bentuk tanggung jawab untuk
19

mengoptimalkan sisa sebagai komoditas untuk diolah, misal melaiui daur ulang. Untuk
bagian yang tidak dapat diselesaikan ditingkat sumber karena masalah teknologi bahan
atau tingkat berbahaya limbah yang dikandungnya, maka pelayanan tingkat lingkungan,
kota dan regional dapat berperan untuk ambil alih.
Perlu diketahui bahwa yang disebut sampah ini merupakan limbah yang bersifat
padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan
harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan;

Dalam pengoperasiannya, pengelolaan persampahan akan terungkap pada bagan


dibawah in i:

Dari bagan diatas, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dibawah ini terutama dalam
mencari atau merumuskan manajemen atau pengaturan supaya terdapat kemungkinan
konservasi energi pada bangunan hijau pada kawasan eco-industri, yaitu :
o timbul di kota (tidak termasuk sampah yang berbahaya dan beracun);
o timbunan sampah adalah banyaknya sampah yang dihasilkan per orang, per hari
dalam satuan volume maupun berat;
o pewadahan sampah adalah cara penampungan sampah sementara di
sumbernya baik individual maupun komunal;
o pewadahan individual adalah cara penam pungan sam pah sem entara di
m asing - masing sumbernya;
o pewadahan komunal adalah cara penampungan sampah sementara secara
bersama-sama pada satu tempat;
o pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara pengumpu­
lan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan
20

sementara atau langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses


pemindahan;
o pola pengumpulan individual langsung adalah cara pengumpulan sampah dari
rumah-rumah/sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan
akhir tanpa melalui proses pemindahan;
o pola pengumpulan individual tidak langsung adalah cara mengumpulkan sampah dari
masing-masing sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak)
untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir;
o pola pengumpulan komunal langsung adalah cara pengumpulan sampah dari
masing-masing titik wadah komunal dan diangkut langsung ke tempat pembuangan
akhir;
o pola pengumpulan komunal tidak langsung adalah cara pengumpulan sampah dari
masing-masing titik pewadahan komunal dibawa ke lokasi pemindahan
(menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir;
o pola penyapuan jalan adalah proses pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan
dengan menggunakan gerobak;
o pemindahan sampah adalah tahap memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam
alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir;
o pengangkutan sampah adalah tahap membawa sampah dari lokasi pemindahan atau
langsung dari sumber sampah menuju ke tempat pembuangan akhir;
o pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau
merubah bentuk menjadi yang bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran,
pengomposan, pemadatan, penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan;
o pengomposan (composting) adalah sistem pengolahan sampah organik dengan
bantuan mikro organisme sehingga terbentuk pupuk organis (pupuk kompos);
o pembakaran sampah adalah salah satu teknik pengolahan sampah dengan
membakar sampah secara terkendah, sehingga terjadi perubahan bentuk/reduksi dari
sampah padat menjadi abu, gas dan cairan;
o pemadatan adalah upaya mengurangi volume sampah dengan cara dipadatkan baik
secara manual maupun mekanis, sehingga pengangkutan ke tempat pembuangan
akhir lebih efisien;
o daur ulang adalah-proses pengolahan sampah yang dapat menghasilkan produk yang
bermanfaat lagi;
o pembuangan akhir sampah adalah tempat untuk mengkarantinakan (menyingkirkan)
sampah kota sehingga aman.

Berdasarkan maksud dari spesifikasi tersebut adalah untuk memberikan suatu kriteria
perencanaan persampahan secara green untuk kawasan eco-industri yang terkait
dengan konservasi energi ini. Upaya perumusan melalui proses daur ulang, bio-gas
maupun sebagai pupuk hijau, dipandang sebagai langkah awal bagi proses konservasi
energi. Lebih lanjut, konservasi energi bisa nampak optimal bila dikaitkan dengan
gerakan masyarakat serta memanfaatkan semaksimal mungkin sampah dikelola dari
sumbernya. Pengelolaan persampahan melalui prinsip 3R perlu diimbangi dengan upaya
menaikkan kapasitas masyarakat sebagai pelaku utama yang patut diberi insentif untuk
penanganan sampah melalui proses daur ulang yang dapat menghasilkan kompos
21

maupun biogas.

Pada perkembangannya sistem atau proses daur ulang dapat diterapkan pada skala
rumah tangga dimana proses pengomposan atau daur ulang dilakukan dilingkungan
sendiri ataupun pada skala lingkungan, sebagaimana bagan dibawah in i:

Rum ah tanggga Rum ah tanegga


tncfiengah m enengah
Rumah tanggga kecil

T 45 -5 4 70
T 2 1 -3 6
K P e m i la h a n K. P e m ila h a n
K P e m ila h n n K Pew adahan K Pew adah an
K Pew adahan Organik dapm Orgarnk dapur
Otgauil: R T O igam k R T
o r g a n ik
A n o rg a n ik A n o rg a n ik
A n o a a.-uuk
K P fu z o m o o s a n R P cn som oosan

LC S am p a h a u o rg a m k

S a m p a h o rg a n ik 4'
S a m p a li o r g a n i k d a p u r

S am p a h o rg a n ik n u n a h
ranorsra

S a m p a li A n o r g a n i k

--------------------------- *_________
P e n g u m p u la n d g A l a t p e n g u m p u l
b e r s e k a t p e n g a t u r a n p e n g a m b il a n
je n is sa m p a h

T P S S (T P :* T e rp a d u )
K P e n g o m p o s a n s k a la
li n g k u n g a n
K B a r a n g la p a k
K P e n g o la h a n sa m p a h R e s id u
a n o i g a tn k K e T P A su m p a li
K P e m i n d a h a n r e s id u
sam p ah
D a n la i n -la i n
r u m a h la n g g a Sistem Persam pahan Skala
Perm ukim an

Bagan VI-17 : Sistem Persampahan Skala Rumah Tanggga

Nampak pada bagan diatas, bahwa kegiatan pengomposan dapat dilakukan pada perumahan
dengan tipe menengah yaitu dengan pertimbangan adanya halaman yang cukup luasannya
untuk melakukan kegiatan pengomposan. Kondisi ini sangat sesuai dengan tipe perumahan
karyawan pabrik terutama tipe kecil, diarahkan secara prioritas dapat memanfaatkan TPS
terpadu yang dapat juga dimanfaatkan oleh tipe menengah. Komponen non organik
disselesaikan di TPS terpadu juga dengan residu dan yang tidak dapat ditangani bisa dilarikan
ke TPA sampah (skala kota dan regional).

6.4.3. Skenario konservasi energi terhadap penggunaan bahan material pada bangunan hijau pada
kawasan eco-industri:

A. Problematik:
Seringkali penggunaan bahan bangunan untuk pembangunan gedung lebih diutamakan
untuk keperluan performance saja. Bila mengacu pada prinsip green building, peran
material bangunan nampak sangat dominan sebagaimana tercermin pada
pertimbangan rasionalitas dibawah in i:
- Pemanfaatan bahan bangunan lokal yang Isifatnya ebih dekat ke lokasi bangunan
yang dibangun akan mencerminkan pada penghematan energi karena kemudahan
mendapatkannya dengan tanpa banyak mengeluarkan bahan bakar dalam
22

transportasinya. Dengan demikian, pemakaian material lokal menindikasikan pada


minimal dmpak emisi CO dalam rangka mendapatkannya.
- Pemanfaatakan bahan bangunan tradisional akan merangsang pelestarian
penanamannya. Artinya, pemakain bahan bangunan tradisional akan menumbuhkan
kegiatan penanaman atau pengembangan bahan baku seperti peningkatan kapasitas
dan kualitas kebun bambu, misalnya, yang dipergunakan sebadai salah satu bahan
bangunan tradisonal. Demikian juga dengan pemakaian penutup atap dari bahan
baku tanah akan merangsang pengelohan bahan baku tanah melalui proses
penanaman kembali atau perbaikan tanah yang habis dipakai.

B. Pemanfaatan bahan material ramah lingkungan untuk konservasi energi:


Dengan pertimbangan pada problematik diatas, pemakaian bahan bangunan untuk
mendukung konsep green building supaya terdapat unsur konservasi energi pada
kawasan eco-industri perlu dipertimbangkan terhadap :
- jarak atau operasionalisasi perolehan bahan bangunan dimaksud. Semakin dekat
semakin tinggi nilai konservasinya karena dapat meminimalisasikan dampak emisi
gas CO-nya.
- Pasca pengolahan atau pemakaian material sebagai bahan bangunan melalui
penanaman kembali atau perbaikansebagai kompensasi dari proses produksi yang
bisa saja menimbulkan dampak negatif seperti pengurasan sumberdaya (alam dan
manusia).
- Karakter lingkungan, perlu diperkuat dengan sistem ketahanan atau keandalan
bahan bangunan dan konstruksi termasuk persyaratan kesehatan.

Dari informasi yang beredar di internet, dapat disebutkan secara populer bahwa :
Material ramah lingkungan memiliki kriteria sebagai berikut:
o tidak beracun, sebelum maupun sesudah digunakan
o dalam proses pembuatannya tidak memproduksi zat-zat berbahaya bagi lingkungan
o dapat menghubungkan kita dengan alam, dalam arti kita makin dekat dengan alam
karena kesan alami dari material tersebut (misalnya bata mengingatkan kita pada
tanah, kayu pada pepohonan)
o bisa didapatkan dengan mudah dan dekat (tidak memerlukan ongkos atau proses
memindahkan yang besar, karena menghemat energi BBM untuk memindahkan
material tersebut ke lokasi pembangunan)
o bahan material yang dapat terurai dengan mudah secara alami

Material yang ramah lingkungan menurut kriteria diatas misalnya; batu bata, semen,
batu alam, keramik lokal, kayu, dan sebagainya. Ramah lingkungan atau tidaknya
material bisa diukur dari kriteria tersebut atau dari salah satu kriteria saja, seperti kayu
yang makin sulit didapat, tapi bila dipakai dengan hemat dan benar bisa membuat kita
merasa makin dekat dengan alam karena mengingatkan kita pada tumbuh-tumbuhan.

Disisi lain, perlu diketahui bahwa Ikllim mikro di sekitar bangunan perlu dikendalikan
dengan memanfaatkan tanaman hijau yang berdaun gelap dan lebat. Sangat ideal jika
30% - 70% volume ruang lahan bangunan terisi tanaman hijau dan 30% - 70% luasan
permukkaan tanah tidak ditutupi material keras. Contoh aplikasi genteng ijuk yang
ramah lingkungan ternyata memerlukan teknik insulasi yang baik untuk meredam
23

pancaran panas ke ruang di bawahnya (ijuk sangat baik sebagai isolasi atap ). Daian
ruang atap yang tertutup rapat, terjadi udara yang lebih panas dari sinar matahari atau
suhu udara luar. Panas pada ruang atap akan dipancarkan ke bawah ke langit-langit dan
dipancarkan lagi ke ruang fungsional di bawahnya.

0O0
1

BAB VII PERENCANAAN SITE PLAN KAWASAN INDUSTRI

7.1. JENIS INDUSTRI DAN KEBUTUHAN RUANG, BANGUNAN DAN INFRASTRUKTUR

7.1.1. Arahan dari Kebijakan industri nasional:

Dengan diberlakukan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk
membangun daerahnya sesuai dengan potensi dan unggulan yang dimiliki. Agar
pembangunan industri di daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif, maka
diperlukan sinkronisasi arah pembangunan industri antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.

Untuk itu, komoditi unggulan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menimbulkan
efek pengganda akan didorong untuk menjadi kompetensi inti industri daerah, yang
merupakan kumpulan terintegrasi dari serangkaian keahlian dan teknologi dalam
rangka memproduksi komoditi unggulan yang merupakan akumulasi dari
pembelajaran, yang akan didorong bagi keberhasilan bersaing usaha di daerah.

Disisi lain, perlu juga upaya menumbuhkan industri baru yang potensial yang
berbasis pada potensi sumber daya nasional, yang memiliki potensi berkembang
yang tinggi, khususnya yang berbasis SDA (Sumber Daya Alam) terbarukan dan SDM
berpengetahuan maupun keunggulan aspek lain (kondisi geografi, luas bentang
wilayah, kekayaan budaya, dan sebagainya) dalam rangka menyuburkan industri.

7.1.2. Arahan dari pemda provinsi Jatim :

Dalam hirarki perkotaan Kabupaten Bangkalan, sebagaimana dikutip pada RTRW


Kab.Bangkalan, Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura termasuk dalam
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang antara lain meliputi Kawasan perkotaan di Kaki
jembatan Suramadu yang meliputi kawasan perkotaan di Kecamatan Labang. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh variabel kebijakan pembangunan yang menetapkan
kawasan perkotaan ini akan menjadi:
* wilayah pusat kegiatan skala regional untuk kegiatan industri
» dan perdagangan jasa skala regional

d?=t=s. menjadi semakin jelas bahwa pengembangan kawasan industri di


jberskala regional termasuk komoditas di pulau Madura. Artinya, perlu
igkan dengan kepentingan kawasan industri yang ada di wilayah
pemerintahan Jawa Timur.

7.1.3. Arahan Dari MP3! :

Dari dokumen perencanaan MP3EI, tekad kuat Indonesia untuk melakukan


percepatan pembangunan termasuk pengembangan kawasan industri dipandang
2

sangat wajar karena Indonesia termasuk provinsi Jatim beserta pulau Madura-nya
memiliki potensi besar dan strategis sebagai dasar penetapan visi tahun 2025 terkait
dengan pengembangan kawasan industri di KKJSM adalah sebagai berikut:
• Indonesia memiliki leverage regional & global untuk menjadi front-line
perekonomian dunia.
• Sumberdaya yang unlimitted diarahkan untuk menghasilkan produk yang tidak
bersifat incrementa\ saja
• Terjadi fenomena pergeseran pilar dan pusat kegiatan ekonomi (center of
gravity) indonesia keluar dari pulau Jawa
• Pulau jawa daiarahkan membatasi aktivitas ekonomi yang mengkonsumsi air
sangat besar dan memindahkan industri2 yang "kotor serta membatasi
industri yang agresif terhadap pengubahan bentang alam sekitarnya.
• Committed untuk pembangunan enablers yang sesuai dengan kebutuhan
investasi pelaku usaha

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, beberapa persiapan sudah dilakukan terkait
dengan materi yang mendukung MP3EI khusus koridor Jawa Timur, berupa :

a. Penetapan permasalahan umum pengembangan kawasan industri untuk dapat


dilakukan upaya percepatan:
o Kepastian Hukum:
Manajemen kawasan belum menjamin kepastian usaha bagi industri dalam
kawasan seperti: HO, IPAL Komunal, IMB Kawasan.
o Retribusi:
Masih banyak pungutan retribusi yang memberatkan dunia usaha seperti
genset penangkal petir, kebersihan, parkir dil.
o Perpajakan:
Tidak konsisten dalam penetapan kriteria NJOP dalam kawasan
o Fasilitas Pelayanan:
Pelayanan untuk penyediaan fasilitas dan legalitas usaha sebagian belum
dilaksanakan dalam satu sistem pelayanan yang terintegrasi.
o Kepemilikan Lahan :
Belum tersediaanya lahan yang nantinya dapat dikembangkan untuk
kegiatan pendukung industri dan jasa
o Penyediaan Utilitas:
- Listrik:
'S Menambah daya listrik, peralatan dibebankan kepada
pengusaha dan selanjutnya dihibahkan ke PLN
S Kebijakan pemberlakuan tarif memberatkan dunia usaha.
G as:
Kebutuhan gas belum tercukupi sehingga perlu dicarikan
penambahannya.
3

- Air:
Pengelola kawasan tidak mampu mencukupi kebutuhan air sehingga
pengusaha melakukan pemboran air bawah tanah.

Permasalahan diatas diperkirakan akan menghingggapi juga kawasan industri di


KKJSM. Untuk itu, perlu kiranya dilakukan peningkatan kapasitas dari pelaku
termasuk pemda, masyarakat dan swasta yang sulit lepas dari kondisi diatas karena
beberpa komponen terkait dengan permasalahan yang jauh lebih besar dan
berdemensi nasional. Pada beberapa komponen bahka terdapat pengaruh yang
sifatnya sangat birokratis dan terkait dengan tingkat efektivitas dan efisiensi dalam
penyelenggaraan pemerintahan.

Dibawah ini akan dikemukakan potensi pendukung riil yang berkembang


dimasyarakat sebagai komoditas yang diperdagangkan dan menjadi salah satu
kebutuhan pokok masyarakat, yaitu :

b. Pengembangan komoditas yang ada di kabupaten di Pulau Madura sebagai


dasar penetapan perumusan jenis industri di KKJSM :

Komoditas yang dikembangkan di kabupaten dan sekitarnya akan mampu


mendukung pengembangan industri pada KKJS, adalah sebagaimana tercantum
pada rencana yang bersumber pada beberapa pelaku utama adalah :

Tabel V l l - l : Jenis Komoditas yang dikembangkan untuk skala P.Madura (1)

JENIS KOMODITAS YANG DIKEM BANGKAN ( 1 ) :


LOKASI RENCANA RINCI KTKWP JATIM M ASTBtPlAN AGROPOUTAN M ASTBVLAN KAWASAN AGROPGUTAH

KABUPA- KAWASAN SIRA1EG1S JAW A TIM UR KABUPATEN


AGROPOUTAN PIIIAU
TEH
MADURA
■ Kacangtanah ■ Kacangtanah • Tanamanpangan ■ Kacang tanah
• Ubijatar - Japm g ■ Buah *
BANGKALAN • Jambu mete • Rambutan ■ Perkebuian • Pambutan
• Temakkamfakig • Salak • Peternakan • Salak
• Telur entofc • Jambu mete • Perkanan tangkap • Jambu mete
• Perkanantangkap • Meknjo • Perkanan darat/ tambak • M einjo
■ Sappotnrg - Sapi potong
• Ayam potm g • Ayam potong
■ Bungamelati • Bunga melati

• Jabumete • Perkanan * Tanamanpangan * Japm g


• Pad ladang • Pertanian tanaman ■ Petkebuian • Jam buar
• Tembakau pangan ■ Peternakan ■ Jambu mete
SAMPANG ■ Japm g ■ Peternakan ■ Perikanantangkap • Semangka
• Kacang tanah ■ Kehutarom ■ Perkanan darat/tambak ■ Tembakau
■ Kelapa • Cabe
• Sapipatung • Jamu
■ Ayam ■ Sapipotong
• Itk S telernya ■ Ayam potong

Surrber:Bappe da, P n w ra Jatim, agurtir, 3*11

Tabel diatas diteruskan untuk kawasan lainnya adalah :


4

Tabel VI1-2 : Jenis Komoditas yang dikembangkan untuk skala P.Madura (2)

JENIS KOMODfTAS YANG DIKEM BANGKAN ( 2 ) :


KUCASI
RENCANA » N O R1RWP JATIM M A S IB IP IA N AGROPOUTAN M A 5 IB V U M KAWASAN AGROPOfTAN
K A B U M TB I
KAWASAN STRATEGIS JAW A TIM UR KABUPATEN
AGROPOUTAN PULAU
MADURA

• Padbdang • Tembakau • Tanaman pangan • Tembakau


• Jambumete • cabe • Tanaman obat • cabe
PAMEKASAN • Tembakau ■ Jamu • lem ak besar • Jamu

• Jag“ « - Pad ladang • Perkanantangkap • Pad


• Kacangtandi " Jagung ■ Perikanan darat/tam bak • Ja p * g
• Kelapa • Sapi potong ■ Sapipotong
• Sapi potong ■ Unggas ■ Kambaig
• Ayam ■ Empon2 : jahe, ■ Unggas
• Itik dantelur lengkuas km yit, • Empan2 (jahe, len^nos Icmyit,
kencur, tem u reng, Iceno», term ren g, laos dan
laos dan temulawdk.)
tenriaw ak.

SUMENEP
• Songhun • Perkanan tangkap • Perkebunan • Perhanantangkap

• Jambu mete • Perkcanan darat • Peternakan • P e rto n a n darat

• Peiicanantargkap • Peternakan • Perikanan ta n c a p ■ Peternakan


• Kacanghgau ■ Perka n a n darat

• Terbakai

S in te r :Bappeda,Pnw raJatm ,agustus?BU

Tabel diatas menghantarkan pada potensi komoditas skala Pulau Madura yang
bersifat mendorong tumbuhnya kawasan industri di KKJSM.

c. Upaya pengatasan bottle neck pada pengembangan industri di KKJSM :

Dari data yang ada upaya pengatasan permasalahan terkait dengan pola hulu
dan hilir dimana pada bagian hulu lebih kearah sumber air yang terkait dengan
semakin hilangnya hutan dan belum optimalnya jalan-jalan regional sampai
tingkat pencapaian lokasi. Disisi hilir khusus terkait dengan kapasitas pelabuhan
ekspor dan kesepakatan percepatan pembangunan untuk beberpa sektor yang
diprioritaskan untuk pengembangan industri di KKJSM

7 . 1 .4 . Jenis lindustri yang ada di kabupaten (usulan-hasil survey):

Dari arahan pada pengembangan sektor industri yang akan meletakkan


agroindustri sebagai leading sektor dalam perekonomian Jawa Timur yaitu
dengan penetapan agenda:
• Penataan Struktur Industri
• Pengembangan kluster-kluster agroindustri berbahan baku lokal
• Peningkatan daya saing produk agroindustri berbahan baku lokal
• Penguasaan daya saing produk agroindustri berbahan baku lok

Atas dasar pertimbangan agenda diatas dan dari hasil survey lapangan yang terkait
dengan data skunderterumuskan jenis industri yaitu :
5

Tabel VII-3 : Jenis Industri Yang Akomodatif Skala P.Madura Untuk KKJSM

PERUMUSAN JENIS INDUSTRI (HASIL SURVEY LAPANGAN DAN DATA SKUNDER)


NO JENIS M ACAM NO JINIS MACAM

01 MAKANAN TAHU,TEMPE,TAPE, KECAP TANAHUAT GBEIONG


M A N -M IN
MINUMAN SIRUP, AKMMERAL BESI PAGAR,TERAUS
(IMSAN KEHPK 12 KERAJINAN BATU ONON

02 RADIO BUAS PERIASAN

KOMPUTER PAKAIAN BARK


JASA
m im
FOTOCOPT 13 ju n ll

AC PENGECATAN

REKAMAN BAHANBANGUNAN KAYU,KU3N

03 BENGKEL BENGKEL MOGII PECAHBATU

BENGKEL MOTOR KAYUOLAHAN

04 OGATTRADtSIOfW. JAMU M KAPAL KAPAL

05 KEPERLUANRUMAH KASUR&BANTAL6UUNG PERAJKJKAYU


TANGGA
PERALATANMASAK 15 PERKANAN KANISKU

00 PERALATAN PERTANIAN KANKERNG


PERTANIAN/ n n i/ v ’f j IN C A lt D in
ESBATU
PERKEBUNAN
RUMPUTLAUT lfi KONVEKSI JAHT-MENJAlfT

KOPI BORDIR

07 PEA5HK PENGOLAHANUMRAHPLASTIK 17 KESEHATAN GIGI

TUIUPGALON U UNGKUNGAN PUPUK

00 OLAHRAGA SHUTLIECOCK 1S GARAM BERYODIUM

n MHJBELAIR KURSI, LEMAH GARAMDAPUR

10 ROKOK ROKOKKREIER 20 BUMBU KECAP

u ENERGI ARANG Suitemfahh dai datalapangan&Pemda(agustM l)

Dari data diatas nampak bahwa jenis industri yang akan dikembangkan pada KKJSM
terkait erat dengan potensi maupun komoditas yang berkembang di daerah. Dengan
demikian, pengembangan kawasan industri pada KKJSM terkait erat dengan
pengembangan industri yang berbasis pada komoditas.

Jenis industri pada KKJSM yang berbasis pada komoditas ini akan memberikan
sumbangan sangat besar bagi keberlangsungan upaya pengembangan komoditas skala
pulau Madura dan pada akhirnya akan mensejahterakan masyarakat secara ekonomi
maupun sosial. Artinya, keberadaan KKJSM ini akan terdukung secara sosial ekonomi
karena berbasis pada pengembangan komoditas yang ada di pulau Madura. Dalam
perkembangannya, penetapan jenis industri perlu mengkaitkan dengan kegiatan yang
ada disekitarnya supaya nilai ekonomisnya dapat lebih tinggi.
6

Atas dasar pertimbangan diatas, maka dapat dirumuskan secara singkat bahwa
jenis industri yang akomodatif pada KKJSM dimaksud adalah :

Tabel VI1-4 : Jenis Industri Yang Akomodatif Skala P.Madura Untuk KKJSM
__________________________ (Ringkasan)__________________________
NO JENIS MACAM
01 MAN-MIN tahu, tempe, tape, kecap, sirup, air mineral,
cemilan, keripik
02 JASA radio, komputer, fotocopy, ac, rekaman
03 BENGKEL bengkel mobil & bengkel motor
04 OBAT TRADISIONAL jamu
05 KEPERLUAN RUMAH kasur & bantal guling & peralatan masak
TANGGA
06 PERTANIAN / peralatan pertanian , pengggilingan padi,
PERKEBUNAN rumput laut & kopi
07 PLASTIK pengolahan limbah plastik & tutup galon
08 OLAH RAGA shuttle cock
09 MEUBELAIR kursi, lemari
10 ROKOK rokok kretek
11 ENERGI arang
12 KERAJINAN tanah liat, besi, batu, emas, pakaian-batik
13 BAHAN BANGUNAN semen, pengecatan, kayu, kuzen, pecah
batu, kayu olahan
14 KAPAL kapal, perahu kayu
15 PERIKANAN ikan beku, ikan kering, es batu
16 KONVEKSI jahit-menjahit, bordir
17 KESEHATAN gigi
18 LINGKUNGAN pupuk
19 GARAM beryodium & garam dapur
20 BUMBU kecap

Sum ber: survey lapangan, dan data skunder, agustus 2011

Dari 20 jenis industri yang akomodatif pada wilayah pulau Madura dalam
perkembangannya tidak dapat dilepaskan dengan ketrkaitannya dengan aspek
pasar maupun jenis matarantai bahan antar industri sejenis maupun
pelengkapnya.

Untuk itu, perlu kiranya dilihat dari jenis industri yang dikembangkan disekitar
pulau Madura, khususnya Jawa Timur yang akan memperbesar cakupan
pelayanan dankerjasamai antar kegiatan karena selain terdapat sinergitas antar
kegiatan juga berhubungan dengan outlet atau pemasaran yang berbentuk
pelabuhan.

Perkembangan kawasan industri dimaksud diatas adalah sebagaimana terlihat


pada bagan dibawah in i:
7

PENGEMBANGAN EKONOMI-INDUSTRI DI WILAYAH JATIM


,Mi^ÖUS^.rDttBAN<5KALAW:ßäNöAV-,-{AWASAN-NDUStRi ^RANTURAJAT M»-<OTASURA3AVA)

1. In du stri 1. In du stri
2. Shorebase 2. Transportasi
3. Pelabuhan Ikan 3. Pergudangan

I I M<9* Urban Mtmifti Konorbaai


! i W ilayah Prospektif
mm Pariwisata
m H Kawasan Industri
Perikanan Tambak
| Perdagangan Ja sa
| Term inal Aqnbts

Bagan V l l - l : pengembangan kawasan Industri di Jatim

Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa sinergitas dan linkages anta industri sudah terjalin
secara pengembangan wilayah di provinsi Jatim. Untuk itu, pengembangan kawasan industri di
KKJSM di Bangkalan ini perlu melihat perspektif dari masterplan percepatan ekonomi Indonesia
yang tertuang di MP3EI dimana salah satu pertimbangan utamanya adalah adanya unsur negatif
dalam penyediaan air di pulau Jawa dan upaya relokasi kegiatan strategis (industri) ke luar Jawa
menjadi sangat signifikan. Dengan demikian, adalah menjadi peluang besar sinergitas anta kawasan
industri di Jatim untuk pengembangan kawasan industri di KKJSM yang bertemakan sebagai EIP (eco
industrial park).

Pengembangan EIP ini akan menuntut pertimbangan terhadap daya dukung lingkungan sebagai
faktor yang menjadi karakteristik dalam merumuskan jenis dan kegiatan industri yang dipandang
meiliki kawasan yang ramah lingkungan ini. Termasuk didalamnya juga diakomodasikan berbagai
jenis kegiatan industri yang memiliki green content supaya proses daur ulang maupun konservasi
energi dapat dilakukan sebagai bentuk pemakaian energi efisiensi.

Atas dasar hal tersebut diatas, perlu dikemukakan perhitungan secara teoritis dan berlandaskan
pada standar untuk merumuskan besaran ruang dari berbagai aktivitas/kegiatan industri yang
dipandang sesuai untuk konsep KKJSM serta mengakomodasikan hasil survey lapangan dan
keterkaitan antar kawasan industri yang ada disekitar KKJSM (skala Jatim) termasuk komoditas skala
pulau Madura adalah sebagaimana ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
8

Perhitungan untuk perumusan program kebutuhan ruang terdiri atas kegiatan sjmulasi yang berbasis
pada beberapa tipe yang terkait dengan sejumlah minimal pekerja dan kelipatannya adalah
sebagaimana tersebut dibawah in i:

A. Penetapan Tipe Kluster ndustri dengan basis ruang untuk pekerja :

Kluster industri terkait dengan besaran ruang dengan basis ruang untuk sejumlah pekerja,
dimana luasanya akan menyesuaikan dengan tampungan jumlah pekerja, yaitu :
Tabel VII-5
Klaster Industri Mikro berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 10 orang

No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan


I Workshop
R. Kerja DAT @6.00 M2 x 10 Org 60.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 24.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 24.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 6.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2x 10 Org 12.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 5.00 x 5.00 25.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 5.00 x 5.00 25.00 M2

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Staff DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Enjineer TMS 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 2 Org 8.00 M2

III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 16 Org 14.40 M2
Dapur Umum TMS 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Makan DAT @0.90 M2x 16 Org 14.40 M2
Mushalla AMS @0.65 M2x 16 Org 10.40 M2
289.20 M2
Sirkulasi 40 % 115.68 M2
Total Luas 404.88 M2

S u m b e r : D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T im e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e r ja d ia s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h if f ( ja m k e r ja @ 8 j a m ) .

Tipe Klaster Industri Mikro diatas ini akan disimulasikan dengan jumlah pekerja yang terus
bertambah termasuk klasifikasi Klaster besar-kecilnya kawasan industri yang akan didesain, yaitu
sebagaimana tersebut pada tabel-tabel dibawah in i:
Tabel VII-6
Tipe Klaster Industri Kecil berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 20 orang

No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan


I Workshop
R. Kerja DAT @6.00 M2 x 20 Org 120.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 48.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 48.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 12.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2x 20 Org 24.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 10.00x5.00 50.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 10.00x5.00 50.00 M2

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Staff DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 2 Org 32.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 4 Org 16.00 M2

III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 28 Org 25.20 M2
Dapur Umum TMS 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 28 Org 25.20 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 28 Org 18.20 M2
518.60 M2
Sirkulasi 40 % 207.44 M2
Total Luas 726.04 M2
S u m b e r . D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e r ja d ia s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h if f ( ja m k e r ja @ 8 ja m ) .

Tabel VII-7

Tipe Kluster Industri Kecil berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 35 orang

No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan


I Workshop
R. Kerja DAT @6.00 M2x 35 Org 210.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 84.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 84.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 21.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2 x 35 Org 42.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 10.00x 10.00 100.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 10.00x 10.00 100.00 M2

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 16.00 M2
10

R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2


R. Staff DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 4 Org 64.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 8 Org 32.00 M2

III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2x 45 Org 40.50 M2
Dapur Umum TMS 6.00 x 6.00 36.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 45 Org 40.50 M2
Mushalla AMS @0.65 M2x 45 Org 29.52 M2
917.52 M2
Sirkulasi 40 % 367.00 M2
Total Luas 1284.52 M2
S u m b e r : D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e i j a d ia s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h iff ( ja m k e r ja @ 8 j a m ) .

Tabel VII-8
Tipe Kluster Industri Sedang berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 50 orang

No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan


I Workshop
R. Kerja DAT @6.00 M2 x 50 Org 300.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 120.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 120.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 30.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2x 50 Org 60.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 10.00x 10.00 100.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 10.00 x 10.00 100.00 M2

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 16.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Staff DAT 5.00 x 5.00 25.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 8 Org 128.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 16 Org 64.00 M2

III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 60 Org 54.00 M2
Dapur Umum TMS 8.00 x 8.00 64.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 60 Org 54.50 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 60 Org 30.00 M2
1274.5 M2
Sirkulasi 40 % 509.80 M2
Total Luas 1784.30 M2
S u m b e r D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam).
11

Tabel VII-9
Tipe Kluster Industri Sedang berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 75 orang

No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan


1 Workshop
R. Kerja DAT @6.00 M2x 75 Org 450.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 180.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 180.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 45.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2x 75 Org 90.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00x 10.00 100.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 10.00 100.00 M2
Kantor
II
R. Direktur DAT 4.00x4.00 16.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 9.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00 49.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 12 Org 192.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 20 Org 80.00 M2

Service
III
Toilet TMS @ 0.90 M2x 85 Org 80.75 M2
Dapur Umum TMS 8.00 x 8.00 64.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 85 Org 80.75 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 85 Org 55.25 M2
1771.75 M2
Sirkulasi 40 % 708.70 M2
Total Luas 2840.45 M2
S u m b e r : D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e r ja d ia s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h if f (jam k e r ja @ 8 j a m ) .

Dari tabel 1 (iKlaster ndustri mikro, berbasis 10 pekerja) dilanjutkan ke tabel 2 samapai 5 sebagai
Klaster industri kecil yang berbasi 20-35 pekerja, akan dilanjutkan ke jenis Klaster industri sedang
(50-100), Klaster industri besar (200-350 pekerja) adalah sebagai berikut:

Tabel VII-10
Industri Sedang berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 100 orang

No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan


I Workshop
R. Kerja DAT @6.00 M2 x 100 Org 600.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 240.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 240.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 60.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2 x 100 Org 120.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00 x 20.00 400.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 20.00 400.00 M2
12

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 2 32.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 2 18.00 M2
R. Staff DAT 7 .0 0 x 7 .0 0 x 2 9 8 .0 0 M 2

R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 15 Org 240.00 M2


R. Rapat AMS @4.00 M2 x 30 Org 120.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 110 Org 99.00 M2
Dapur Umum TMS 10.00x 10.00 100.00 M2
R. Makan DAT @0.90 M2x 110 Org 99.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 110 Org 71.15 M2
2837.15 M2
Sirkulasi 40 % 1174.86 M2
Total Luas 4112.01 M2
S u m b e r : D A T ( D a t a A r s i t e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r ia l, M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e r ja d i a s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h iff ( ja m k e r ja @ 8 j a m ) .

Tabel VII-11
Tipe Klaster Industri Besar berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 200 orang
No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan
I Workshop
R. Kerja DAT @6.00 M2x 200 Org 1200.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 480.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 480.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 120.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2 x 200 Org 240.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00 x 20.00 x 2 800.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 20.00 x 2 800.00 M2
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 4 36.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 4 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 30 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2x 60 Org 240.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 220 Org 198.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 220 Org 198.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2x 220 Org 143.00 M2
5900.00 M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r : D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam).
13

Tabel VII-12
Tipe Industri Besar berbasis perhitungan ruang dengan jumlah pekerja 350 orang
No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan
I Workshop
R. Kerja DAT @6.00 M2x 350 Org 2100.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekeija 210.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2x 350 Org 420.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r : D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T im e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e r ja d i a s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h iff ( ja m k e r ja @ 8 j a m ) .

Dari perhitungan atas tipe-tipe Klaster industri terkait dengan besaran ruang dengan basis pekerja
yang berbeda-beda jumlahnya serta klasifikasinya (mikro-kecil-sedang dan besar) maka dibawah ini
diperlukan perhitungan untuk melihat fasilitas atau sarana prasarana pendukung untuk kawasan
industri sebagaimana disebut sebagai kawasan Service (untuk menampung limbah, sampah,
pengelolaan air dll, termasuk kaki lima maupun parkir kolektif), adalah :

Tabel VII-13
SERVICE: Pengolahan Limbah
No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan
I Pengolahan Limbah
Bak Penampung Limbah Cair DAT @6.00 M2x 350 Org 2100.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 210.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2 x 350 Org 420.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
14

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00x4.00x4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r : D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r ia l, M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m l a h p e k e r ja d i a s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h iff ( ja m k e r ja @ 8 j a m ) .

Tabel VII-14
SERVICE: Pengolahan Air
No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan
I Pengolahan Limbah
Bak Penampung Limbah Cair DAT @6.00 M2x 350 Org 2100.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 210.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2x 350 Org 420.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2
III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

Catatan: Jum lah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam).
15

Tabel VII-15
SERVICE: Gardu Listrik
No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan
1 Pengolahan Limbah
Bak Penampung Limbah Cair DAT @6.00 M2 x 350 Org 2100.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 210.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2 x 350 Org 420.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2

III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r . D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e r ja d i a s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h if f ( ja m k e r ja @ 8 j a m ) .

Tabel V I I - 16
SERVICE: Pergudangan
No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan
I Pengolahan Limbah
Bak Penampung Limbah Cair DAT @6.00 M2x 350 Org 2100.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 210.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2 x 350 Org 420.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
16

R. Enjineer TMS @ 16.00 M2x 40 Org 480.00 M2


R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2

III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r . D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e r ja d i a s u m s ik a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h if f ( ja m k e r ja @ 8 j a m ) .

Tabel VII-17
SERVICE: Pujasera

No Nama Ruang Sumber Ukuran Ruang Luas Ruang Keterangan


I Pengolahan Limbah
Bak Penampung Limbah Cair DAT @6.00 M2x 350 Org 2100.00 M2
R. Mesin ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Produksi ASTM 40 % Luas Pekerja 840.00 M2
R. Crain ASTM 10 % Luas pekerja 210.00 M2
R. Ganti DAT @1.20 M2 x 350 Org 420.00 M2
Gudang Bahan Mentah AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2
Gudang Bahan Jadi AMS 20.00 x 20.00 x 3 1200.00 M2

II Kantor
R. Direktur DAT 4.00 x 4.00 x 4 64.00 M2
R. Sekretaris DAT 3.00 x 3.00 x 8 48.00 M2
R. Staff DAT 7.00 x 7.00x 8 196.00 M2
R. Enjineer TMS @16.00 M2x 40 Org 480.00 M2
R. Rapat AMS @4.00 M2 x 70 Org 384.00 M2

III Service
Toilet TMS @ 0.90 M2 x 380 Org 342.00 M2
Dapur Umum TMS 15.00x15.00 225.00 M2
R. Makan DAT @ 0.90 M2x 380 Org 342.00 M2
Mushalla AMS @0.65 M2 x 380 Org 247.00 M2
9183. M2
Sirkulasi 40 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
S u m b e r : D A T ( D a t a A r s it e k ) , T M S ( T i m e S a v e r ) , A M S ( A s u m s i) , A S T M ( A m e r ic a n S t a n d a r d T e c h n o l o g y M a t e r i a l , M a c h i n e )

C a t a t a n : J u m la h p e k e r ja d ia s u m s i k a n u n t u k 1 ( s a t u ) s h if f ( ja m k e r ja @ 8 j a m ) .
17

Tabel VI-18
SERVICE: Area Banjir Distrik
No Nama Ruang Sum ber Ukuran Ruang Lu a s Ruang Keterangan
1 Pengolahan Limbah
B a k P e n a m p u n g L i m b a h C a ir DAT @ 6 .0 0 M 2 x 3 5 0 O rg 2 1 0 0 .0 0 M 2

R. M e s i n ASTM 40 % L u a s P e k e r ja 8 4 0 .0 0 M 2

R. P r o d u k s i ASTM 40 % L u a s P e k e r ja 8 4 0 .0 0 M 2

R. C r a in ASTM 1 0 % L u a s p e k e r ja 2 1 0 .0 0 M 2

R. G a n ti DAT @ 1 .2 0 M 2 x 3 5 0 O rg 4 2 0 .0 0 M 2

G u d an g B ahan M e n ta h AMS 2 0 .0 0 x 2 0 .0 0 x 3 1 2 0 0 .0 0 M 2

G u d a n g B a h a n Jadi AMS 2 0 .0 0 x 2 0 .0 0 x 3 1 2 0 0 .0 0 M 2

II Kantor
R. D i r e k t u r DAT 4 .0 0 x 4 .0 0 x 4 6 4 .0 0 M 2

R. S e k r e t a r i s DAT 3 .0 0 x 3 .0 0 x 8 4 8 .0 0 M 2

R. S t a f f DAT 7 .0 0 x 7 .0 0 x 8 1 9 6 .0 0 M 2

R. E n ji n e e r TM S @ 1 6 . 0 0 M 2 x 4 0 O rg 4 8 0 .0 0 M 2

R. R a p a t AMS @ 4 .0 0 M 2 x 7 0 O rg 3 8 4 .0 0 M 2

III Service
T o ile t TM S @ 0 .9 0 M 2 x 3 8 0 O rg 3 4 2 .0 0 M 2

Dapur Um um TM S 1 5 .0 0 x 1 5 .0 0 2 2 5 .0 0 M 2

R. M a k a n DAT @ 0 .9 0 M 2 x 3 8 0 O rg 3 4 2 .0 0 M 2

M u s h a l la AMS @ 0 .6 5 M 2 x 3 8 0 O rg 2 4 7 .0 0 M 2

9183. M2
S ir k u la s i 4 0 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
Sumber: DAT (Data Arsitek), TMS (Time Saver), AMS ( Asumsi), ASTM (American Standard Technology Material, Machine)

Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam).

Tabel VII-19
SERVICE: Tempat Penampungan Sampah Sementara
No Nama Ruang Sum ber Ukuran Ruang Lu a s Ruang Keterangan
1 Pengolahan Limbah
B a k P e n a m p u n g L i m b a h C a ir DAT @ 6 .0 0 M 2 x 3 5 0 O rg 2 1 0 0 .0 0 M 2

R. M e s i n ASTM 4 0 % L u a s P e k e r ja 8 4 0 .0 0 M 2

R. P r o d u k s i ASTM 4 0 % L u a s P e k e r ja 8 4 0 .0 0 M 2

R . C r a in ASTM 10 % L u a s p e k e r ja 2 1 0 .0 0 M 2

R. G a n t i DAT @ 1 .2 0 M 2 x 3 5 0 O rg 4 2 0 .0 0 M 2

G u d an g B ah an M e n ta h AMS 2 0 .0 0 x 2 0 .0 0 x 3 1 2 0 0 .0 0 M 2

G u d a n g B a h an Jadi AMS 2 0 .0 0 x 2 0 .0 0 x 3 1 2 0 0 .0 0 M 2

Kantor
II
R. D i r e k t u r DAT 4 .0 0 x 4 .0 0 x 4 6 4 .0 0 M 2
18

R. S e k r e t a r i s DAT 3 .0 0 x 3 .0 0 x 8 4 8 .0 0 M 2

R. S t a f f DAT 7 .0 0 x 7 .0 0 x 8 1 9 6 .0 0 M 2

R . E n ji n e e r TM S @ 1 6 .0 0 M 2 x 4 0 O rg 4 8 0 .0 0 M 2

R. R a p a t AMS @ 4 .0 0 M 2 x 7 0 O rg 3 8 4 .0 0 M 2

Service
III T o ile t TM S @ 0 .9 0 M 2 x 3 8 0 O rg 3 4 2 .0 0 M 2

Dapur Um um TM S 1 5 .0 0 x 1 5 .0 0 2 2 5 .0 0 M 2

R. M a k a n DAT @ 0 .9 0 M 2 x 3 8 0 O rg 3 4 2 .0 0 M 2

M u s h a lla AMS @ 0 .6 5 M 2 x 3 8 0 O rg 2 4 7 .0 0 M 2

9183. M2
S ir k u la s i 4 0 % 2360.00 M2
Total Luas 8260.00 M2
Sumber: DAT (Data Arsitek), TMS (Time Saver), AMS ( Asumsi), ASTM (American Standard Technology Material, Machine)

Catatan: Jumlah pekerja diasumsikan untuk 1 (satu) shiff (jam kerja @ 8 jam).

B. Penetapan Kluster Industri Terpilih di KKJSM :

Setelah mendapatkan simulasi kluster kawasan industri yang berbasis pada besar kecilnya
kawasan industri dengan jumlah pekerjanya sebagaimana kajian diatas, maka dibawah ini
perlu dirumuskan kelompok klaster industri terpilih yang sesuai dengan karakteristik
kawasan KKJSM, yaitu :

a. Klaster Industri Besar dengan luasan 10.000 m2 untuk 150 orang pekerja
b. Klaster Industri Menengah (Sedang) dengan luasan 5000 m2 untuk 60 orang pekerja
c. Klaster Industri Kecil dengan luasan 2500 m2 untuk 20 orang pekerja

Perhitungan diatas adalah sebagaimana tersebut pada tabel dibawah ini beserta alasan yang
mendasar setelah melihat kondisi lapangan dengan tanpa mengaibaikan hasil sim ulasi:

Tabel VII-2 0 : PROGRAM RUANG TERPILIH

Klaster Industri Besar

No AKTIFITAS KAPASITAS STAND ART LUAS

1 TAPAK
Parkir 50 unit 25 m2/unit 1250 m2
(include truk)
20 motor 2.5 m2/unit 50 m2
5 truk 50 m2/unit 250 m2
Taman 600 m2
Jalan 400 m2

2 BANGUNAN
Pabrik (Industri menengah) 150 pekerja 2160 m2
Loading unloading 10% luas bgn 216 m2
Process 60% luas bgn 1296 m2
19

Packing 10% luas bgn 216 m2


Storage 10% luas bgn 216 m2
Sorting 5% luas bgn 108 m2
Loading 5% luas bgn 108 m2

3 WASTE

4 FASILITAS PENUNJANG 3000 m2

5 SIRKULASI (10%) 216 m2

TOTAL 10086m2 = = 1 ha

Klaster Industri Menengah

No AKTIFITAS KAPASITAS STANDART LUAS

1 TAPAK
Parkir 25 unit 25 m2/unit 625 m2
(include truk)
20 motor 2.5 m2/unit 50 m2
3 truk 50 m2/unit 150 m2
Taman 500 m2
Jalan 300 m2

2 BANGUNAN
Pabrik (Industri menengah) 60 pekerja 900 m2
Loading unloading 10% luas bgn 90 m2
Process 60% luas bgn 540 m2
Packing 10% luas bgn 90 m2
Storage 10% luas bgn 90 m2
Sorting 5% luas bgn 45 m2
Loading 5% luas bgn 45 m2

3 WASTE 1500 m2
4 FASILITAS PENUNJANG
90 m2
5 SIRKULASI (10%)

TOTAL 5015 m2 = = 0.5 ha

Klaster Industri Kecil

No AKTIFITAS KAPASITAS STANDART LUAS

1 TAPAK
Parkir 10 unit 25 m2/unit 250 m2
(include truk)
10 motor 2.5 m2/unit 25 m2
5 truk 50 m2/unit 250 m2
20

Taman 300 m2
Jalan 300 m2

2 BANGUNAN
20 pekerja 15 m2/org 300 m2
Pabrik (Industri menengah) 10% luas bgn 30 m2
Loading unloading 60% luas bgn 180 m2
Process 10% luas bgn 30 m2
Packing 10% luas bgn 30 m2
Storage 5% luas bgn 15 m2
Sorting 5% luas bgn 15 m2
Loading

3 WASTE 600 m2

4 FASILITAS PENUNJANG 30 m2
5
SIRKULASI (10%)
TOTAL 2455 m2 = 0.25 ha
Sum ber: Hasil analisiskonsultan atas beberapa sumber dan kondisi lapangan

Pengalokasian jenis besaran kawasan ini akan terbagi atas besar kavling yaitu besar, menengah dan
kecil sesuai klasternya. Dalam pengolahan site nantinya, klaster-klaster industri ini akan dialokasikan
sebagai bentuk sektor industri yang bersinergi dengan sektor-sektor lain sebagai penunjangnya
seperti hunian, perkantoran, dan lain-lainnya.

Pada dasarnya dengan menetapkan besaran luasan terbangun sekitar maksimal 70 % dimana masih
terdapat 30 % untuk RTH, maka dengan pengalokasian KDB (Koefisien Dasar Bangunan) pada
masing-masing kavling atau persil berkisar pada 60-70 % dari luasan persilnya dipandang cukup
memadai. Artinya masih tersisa 30-40 % pada masing-masing luasan persil untuk berfungsi sebagai
lahan parkir, taman dan aktivitas lannya seperti Service.

Dengan demikian akan terujud besara ruang secara menyeluruh antara besaran klaster dan fasilitas
penunjangnya, yaitu sebagaimana diperlihatkan pada tabel dibawah in i:
Tabel V II-21: Total Kebutuhan Ruang (Ha)

No Kawasan industri (*) Green Area & Fasilitas Jalan/Road Keterangan


Pond (Dorm dan
office)
luas % luas % luas % luas %
1 235 70 30 10 8 3 27 17

Total = 235 + 30 + 8 + 27 = 300 Ha


(*) = sudah terhitung pada tabel sebelumnya

Sedangkan alasan atau rasionalitas dalam penetapan besaran kavling adalah sebagaimana tersebut
dibawah in i:
21

Tabel VII-22 : Luasan Kavling Pembanding

PERBANDINGAN LUASAN KAPLING PADA BEBERAPA KAWASAN INDUSTRI (K l):

Kategori
NO LEBAR (m) PANJANG (m) LUAS (m2) Luasan (m2)

i 25 50 1250 1250
2 30 65 1950
3 35 65 2275
4 35 110 3850 2500
5 40 60 2400
6 40 80 3200
7 40 110 4400
8 40 120 4800
9 50 110 5500 5000
10 52 100 5200
11 60 100 6000
12 56 150 8400
13 60 160 9600
10000
14 70 150 10500
15 80 120 9600
16 100 120 12000
>10000
17 100 150 15000

re tS U M B B tP A D A X IPlingadung— JJ o rta , M (jppoG karaig-C lrarang, n KotaJababeka-Gkarang, H M M 2 1 0 0 -K a ra w a n g ,.H


KabtUMnU-Oaifck

Dengan ditetapkan besaran kavling berkisar pada 3 tipe yaitu kecil (2500 m2), sedang (5000 m2) dan
besar (10.000 m2) yaitu setelah menilai dari hasil simulasi yang ada, maka dipandang perlu
menganalisis secara lebih detil dari BLOK RDTR yang ada dalam rangka menghantar pada perumusan
siteplan. Sebelumnya, dapat disimak lokasi pembanding dimaksud, adalah :

o Kawasan industri Lipo Cikarang,


o Kawasan Industri Pulogadung
Jakarta,
o Kawasan Industri Jababeka,
Cikarang,
o Kawasan Industri MM 2000,
Karawang,
o Kawasan Industri Kota Bukit Indah
Cikampek
Diperoleh informasi dari pihak asosiasi
kawasan industri bahwa kawasan
industri Jababeka merupakan salah satu
pengelolaan kawasan industri yang
terbaik skala Indonesia. Contoh lain
Bagan VII-2 Kawasan industri Jababeka dapat disimak dibawah in i:
22

Bagan VII-3 : Lokasi pembanding (1)

KAWASAN INDUSTRI PEMBANDING DALAM PENETAPAN LUASAN KAVUNG INDUSTRI

Kawasanlndustri- LippoCikarang, Cftarang

Bagan VII-4 : Lokasi pembanding (2)

KAWASAN INDUSTRI PEMBANDING DALAM PENETAPAN LUASAN KAVUNG INDUSTRI

Kawasan Industri- Pulogadung, Jakarta Kawasanlndustri- KotaJababeka, Cikarang

Kawasanlndustri- M M 7100, Karawang Kawasanlndustri— Kota Bukit Indah, Cikampek-


23

7.2. ANALISIS DETIL BLOK PEMANFAATAN RUANG UNTUK INDUSTRI :

7.2.1. Arahan dari Blok-RDTR

Kondisi internal dari KKSJM dapat diketahui berdasarkan hasil kajian yang
dikembangkan dibawah ini dan hasil survey dilapangan, yaitu :
Bantek pelaksanaan penataan ruang KKJSM ini memuat rencana :

• Rencana Struktur Ruang, meliputi Rencana distribusi penduduk dan Rencana


pengembangan jaringan jalan.
• Rencana Pengembangan Utilitas , meliputi Rencana air bersih, Rencana jaringan
listrik, Rencana jaringan telekomunikasi. Rencana jaringan drainase dan
Rencana sistem pengelolaan sampah.
• Rencana Pola Ruang
• Rencana Pengembangan Kawasan Pesisir dan Kelautan meliputi Pengembangan
fasilitas pantai, Pengembangan pariwisata dan Pengembangan perikanan
tangkap tradisional.
Dalam perencanaannya, penataan ruang KKJS Madura diarahkan pada
pengembangan kawasan industri baru dengan kegiatan berskala regional dan
nasional. Kegiatan-kegiatannya diarahkan pada kegiatan industri (menengah dan
kecil), kegiatan hunian/permukiman, kegiatan perdagangan dan jasa, dan kegiatan
pariwisata. Untuk mendukung arahan pengembangan tersebut, dikembangkan ke
dalam tiga pusat pelayanan, yaitu:

• Pusat pelayanan industri


Direncanakan pada bagian utara KKJS Madura sebagai pusat pelayanan industri
(utama), diikuti dengan pelayanan rumah tinggal murbawisma, kantor
administrasi, dan pelayanan peribadatan skala lingkungan.

• Pusat pelayanan komersial


Direncanakan pada bagian tengah KKJS Madura sebagai pusat pelayanan
perdagangan/ pasar modern (utama), diikuti dengan pelayanan jasa perbankan,
jasa perhotelan, perkantoran, pemerintahan, rumah tinggal madyawisma dan
murbawisma, pelayanan pendidikan dan kesehatan skala regional, dan
pelayanan peribadatan islamic center skala regional dan nasional.

• Pusat pelayanan pariwisata


Direncanakan pada bagian selatan KKJS Madura sebagai pusat pelayanan wisata
bahari dan wisata budaya (utama), diikuti dengan pelayanan rekreasi waterfront
city skala regional, pelayanan permukiman, pelayanan peribadatan dan
pendidikan skala lingkungan, pelayanan TPI, dan pelayanan industri penunjang
pariwisata (home industri/handy craft).

Daya tampung penduduk ideal di KKJS Madura adalah 35.120 - 87.800 jiwa, untuk
itu rencana distribusi penduduk hingga tahun 2027 direncanakan tidak melebihi
200.000 jiwa dengan ketentuan sebagai berikut dibawah in i:
24

• Blok peruntukan Ruang Terbuka Hijau kepadatan penduduknya direncanakan 0


- 10 jiwa/ha, atau hampir tidak ada penduduk yang diizinkan untuk bertempat
tinggal di blok peruntukkan ini.
• Blok peruntukan kegiatan Industri serta Pedagangan dan Jasa (komersial)
kepadatan penduduknya direncanakan 1 0 -5 0 jiwa/ha.
• Blok peruntukan Permukiman dan Pariwisata kepadatan penduduknya
direncanakan 50 -1 0 0 jiwa/ha.

Apabila jumlah penduduk melebihi kapasitas daya tampung ruang, maka distribusi
akan diarahkan ke sekitar KKJSM (hinterland/di luar batas delineasi). Pola ruang KKJS
Madura dikembangkan pada pola modified radial network (pola yang dibentuk oleh
jaringan jalan membentuk radial).

Tabel VII-23 : Rencana Pola Ruang Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura, Hingga 2027

Luas
No Pola Ruang Lokasi
i 1 i
Ha % f
1 Industri Pada bagian atas (utara) dan sekitar bagian
262,50 50,00
tengah (timur/barat) KKJS
2 Perumahan Diarahkan terletak di belakang kegiatan
t 26,25 j 5,00 komersial zone (bagian barat tengah sedikit ke
1 selatan KKJS)
3 Komersial zone 26,25 5,00 Diarahkan pada bagian tengah KKJS
4 Pariwisata 52,50 r 10 Diarahkan berkembang di bagian selatan KKJS
RTH T
- 5 Tersebar di masing-masing fungsi kegiatan
! i 1
30 terutama pada kawasan industri inti (luas
minimal 30 % dari luas total)
i i i
6 Buffer zone ■f Diarahkan di sekitar (kiri-kanan) akses utama
j 82,95 15,80 jalan bebas hambatan suramadu
|
7 Hutan Pada kiri dan kanan bagian selatan KKJS,
3, 4 i 0,65 dipertahankan sebagai buffer zone militer
I i
• 1

j Jumlah 525,00 100 -

S u m b e r : B u k u K e g ia ta n B a n te k P e la k s a n a a n P e n a t a a n R u a n g K a w a s a n S e k it a r J e m b a ta n S u r a m a a u , 200 c,

Atas dasar arahan dimaksud maka dipandang perlu dilakukan upaya pendetailan terkait dengan
program kebutuhan ruang yangtelah dirumuskan pada kajian sebelumnya.

7 .2 .2 . Pendetailan Blok Peruntukan dari RDTR yang ada :

Upaya pendetailan ini akan berlandaskan pada penetapan alternatif zonasi sebagai ujud
pendetailan blok yang sudah dikemukakan pada RDTR sebelumnya yaitu :
25

Bagan VII-5 : Peta pengukuran Blok RDTR-

Peta diatas diuraikan secara detil dengan komponen kajian sebelumnya, dengan hasi:

Bagan VII-6 : Alternatif Zoning 01


26

Bagan VII-7 : Alternatif Zoning 02

Bagan VII-8 : Alternatif Zoning 03


27

Bagan VII-9 : Alternatif Zoning 04

KAVUNG CAM PURAN K A V L IN G K A V U N G K E C IL - A Z


(S E D A N G - B E S A R ) SEDANG M IK R O
L O

Dari 4 alternatif zoning diatas, dilakukan pemilihan zoning terpilih dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel VII-10 : Pemilihan Zoning Terpilih

STRUKTUR UTAMA KAWASAN INDUSTRI SURAMADU

MO KKIII MA Pf MHHIAN /ONING 20NMG

Ot 02 03 04
McnHNi((Mnkan iJufcml H)nu k'iilli tianyuk |MKla Upe
kavlineyaneado (besar sedane <«wN) l 3 3 3

2 Mwwparfwr sltuktur Imwnrrnn ya»f{ adu (Jalan dan arah 3 1 1 3


p>«Hpynborman)

3 Mempcifcuol kondisi »opopruS (dolar dan berkontur)


lailufc pr^elnkun tlpc kuvMnn (besar sedanu fcr<cM) 3 1 1 3

4
1 Dnpal mmadiup 1 Irnwrwtnn unluk alokasi Jenis industri 3 3 l 3
(besar sedang lairli)

S 1leksMiHilirt ditnungMnkan (upaya penggabungan) t 1 1 3

lo n u 11 O 2 15

Akan d ip ilih a lte m a tifZ o n in g 0 4 untuk d ijad ikan Zo n in g te rp ilih . U ntuk le b ih o ptim al dalam
ap likasin ya dilapangan, zo na Service d a p a t d ilaku kan penyebaran sesu ai kebutuhan klustev^
sedangkan pengelom pokan zo na Service dap at dip eruntukan bagi kegiatan seperti nurseri,
p engelolaan sampah, p a rk ir um um , kaki lim a dan la in -la in

Dari pemilihan ini akan menghantar pada penetapan zoning terpilih dibawah ini dimana terjadi
upaya modifikasi dimana zona Service disebar, sebagai berikut:
Bagan V l l - l l : Zoning Terpilih

1 K A V LIN G K A V L IN G C A M P U R A N K A V L IN G K A V L IN G KECIL -
H l BESAR (S E D A N G - BESAR ) SEDANG M IK R O

ZONING
TERPIUH
DENGAN
PRIORITAS
R TH D A N
AREA
SERVIS

7 .3 . ALOKASI KEBUTUHAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG

7.3.1. Sistem Struktur Utama Kawasan :

Sistem infrastruktur yang akan menjadi penentu penetapan struktur utama kawasan yang
akan didekati dengan analisa komponen-komponen utama dan jalan/akses utama, yaitu :

Bagan VII-12 : Struktur utama Komponen

Struktur diatas akan menghantar perumusan kawasan detilnya,sebagaimana bagan dibawah ini :
29

Bagan V II-13 :Detil Kawasan (1)

DRAFT SITEPLAN

NURSERY & C O M PO STIN G AREA

RETAIL O FFICE/
BANK/RUKO

LAPANGAN TERBUKA

DETAIL A
D ORM ITORY RETAIL O FFICE/
BANK/RUKO

Dari detil diatas akan menghantar pada detil 2 yang berada dibagian bawahnya, yaitu :

Bagan VI-14-Detil Kawasan (2) - zona kaviing kecil

DRAFT SITEPLAN
30

7 .3 .2 . Sistem RTH

Detil diatas akan menghantar pada RTH yang akan dikembangkan mengacu pada konsep ekologi
sebagaimana tersebut dibawah ini yang sifatnya memperkuat sistem struktur utama kawasan yang
sudah terbentuk, yaitu :

Bagan VII-15 : Konsep RTH Berbasis Ecological Networks

KONSEP STR U K TU R UTAM A KAWASAN BERDASARKAN RADA


KONSER JARINGAN EKOLOGI (E C O LO G IO U . NETWORKS^

ECOLOGICALNETWORKS :
Mi'mi*»» kuifiubn ansnaai iwrfa kasjHNi nduslri yang teracbw im s iiil komfci dcmen
danidan donenscminahsal perlu tMuilag (heedtocanserwE^itancünrlnta «lengan byak

K aw asan ini akan m em iliki nilai atau status ekologi


tinggi dengan m enjaga habitat, spesies dan lansekap
regional yang m encakup nilai tradisional.

D engan berbasis pada ekologi, konsep struktur utam a


m enjadi pengarah serta sekaligus pengendali terhadap -
luapan kegiatan atau m engorganisasikan kegiatan
perkem bangan.

S truktur utam a sebagai instrum en pengendali ini


m enuntut pendekatan operasional yang berlandaskan
pada banyak kepentingan, m ulai dari asp ek bisnis,
pelestarian hingga sosial dan budaya

Darikondisi diatas membawa pada pendalaman materi bahwa struktur utama sebagai berikut:

Bagan VII-16 : Konsep Struktur Utama & RTH yang didukung oleh Pusat Pertumbuhan

Alokasi konsep taman sebagai perujudan


pusat-pusat lingkungan akan disebar
secara merata kesegenap kawasan
permukiman dan kawasan fungsional
lainnya. Ide dasar alokasi RTH ini adalah
untuk ikut serta menciptakan iklim mikro
yang kondusif bagi para pekerja atau
lingkungan industri supaya dapat
menyegarkan udara dan sekaligus
memberikan ruang terbuka yang
bermanfaat untuk bermain, bertemu
kerabat maupun tempat alokasi berbagai
kegiatan penunjang seperti ATM dan
warung kecil. Artinya, RTH ini mendukung
upaya interaksi sosial dapat terwujud.

Dari konsep diatas akan membawa pada penetapan RTH melalui sistem koridor yang menjangkau
wilayah keseluruhan termasuk area inti maupun penunjang
31

Pada sistem struktur utama kawasan dan RTH diatas menunjukkan bahwa dengan mengintegrasikan
pola dimaksud akan didapat akses yang mudah dan sekaligus bernuansa hijau (green) sebagai salah
satu tuntutan dari konsep kawasan industri yang ramah lingkungan. Dalam pemanfaatan
selanjutnya, sistem koridor diatas akan optimal bila dapat dialokasikan sarana yang menunjang
seperti jalur speda, pedestrian, jalur motor (jalur lambat) tempat duduk-duduk maupun green
stripes sebagai taman yang memanjang yang pada akhirnya akan memperkuat sistem struktur utama
kawasan yang dirancang dengan menggunakan pola boulevard. Penjelasan secara analitis adalah
sebagaimana tersebut pada gambar dibawah in i:
Dialokasikan jenis vegetasi
yang punya sifat/karakter
pengarah dan menyerap
karbon terkait tingkat
kepadatan transportasi
yang melalui jalan utama

Untuk jalan penghubung


dapat disesuaikan dengan
jenis2 tanaman asli daerah
(ethno bothany) yang
berbeda-beda
Dipusat kegiatan hunian
(dormitory) diupayakan
tanaman peneduh
Untuk tanaman di pusat
lingkungan diupayakan
Bagan VII-17 : POLA RTH UNTUK MEMPERKUAT SITE yang berjenis bunga dan
buah supaya dapat
BAGIAN UTARA (DETAIL A)
mengundang burung
burung liar untuk hinggap

Untuk tanaman di kavling


industri dibebaskan karena
sifatnya sebagai tanaman
privat dan dianjurkan untuk
tanaman yang menyerap
produk kimia (jenis
tanamanair/kolam dengan
mikro-organisme) yang
hidup didalamnya (sebagai
predator)

Dialokasikan jenis vegetasi


yang punya sifat/karakter
pengarah dan menyerap
karbon terkait tingkat
kepadatan transportasi
yang melalui jalan utama

Dibawah ini akan dikemukakan konsep alokasi taman lingkungan & jenis vegetasi dimaksud adalah :
32

Bagan VII-19 : Tingkat Daya serap Tanaman terhadap Karbon (C02)

PENGATURAN JENIS VEGETASI UNTUK MENGATASI C 0 2 & DAMPAK IKLIM


DAYA SER A P C 0 2 D AYA SER AP C 0 2 D AYA SER AP C 0 2 PERA N VEG ETASI D A L A M
JENIS BERSIH (K G
BERSIH BERSIH (KG M E N G U R A N G I KARBON
TA N A M A N C 0 2 / H A / H A R I) C 0 2 / H A / H A R I)
(K G C 0 2 ./
NO TR O P IS P O H O N / H A R I) D E N G A N JA R A K D E N G A N JA R A K
TA N A M SM X 5M T A N A M ID E A L V e g e ta s i m e m ilik i p e r a n n y a ta

M angga d a la m m e n g u r a n g i e m is i k a rb o n
1. (Mangifera 1,22 4 8 7 ,1 1 1 8 9 ,9 7 ( C O 2), d a n f u n g s i e k o l o g i s
indico) la in n y a :
S a w o D u re n • P e n a h a n e ro s i
2. (Chrysophillum 0 ,6 3 2 5 1 ,1 9 6 2 ,8 0
• M e n g h a s i l k a n O k s i g e n ( O 2)
cainito)
• M e n g ik a t a ir ta n a h
3. Kenari ( Canarium 0 ,5 4 2 1 8 ,1 5 2 7 ,8 1 • H a b it a t fa u n a t e r t e n t u
commune )
Ta n ju n g S e c a ra A r s ite k tu r a l :
4. 0 ,4 6 1 8 3 ,7 5 3 1 ,7 0
1Mimusops • U n s u r E s te tik a
elenai)
• Id e n t it a s s u a tu k a w a s a n
5. Jati ( Tectona 0,2 9 1 1 4 ,5 0 1 9 ,75
grondis) • M e m ilik i fu n g s i t e d u h

Pe ngukuran D aya Serap C O 2


M e n u r u t N u r ( 2 0 0 5 ) d a n K a ry a d i
(2 0 0 5 ), d a y a s e ra p C O 2d a p a t
d iu k u r m e n g g u n a k a n A D C L C A -4
(IR G A , Infra Red G as Analysis).

Sum ber : Karyadi (2005), diolah


Rw d» <*toss 1/s*« i «>>.

Bagan VII-20 : Jenis vegetasi penyerap karbon

PENERAPAN EMISI RENDAH PADA PERKOTAAN

Menurut penelitian sebuah pohon trembesi (Sama.nea samanjmampu


menyerap karbon sebanyak 28.488 C 0 2 kg per tahun, dengan ketinggian
kurang lebih 10m Pohon Trembesi merupakan salah satu vegetasi yang
mampu hidup pada dataran rendah sampai sedang.

PENERAPAN EMISI RENDAH PADA PERKOTAAN


Jenis-jenis pohon yang mampu menyerap karbon dalam jum lah banyak:

Trembesi Samanea saman . 28.488,39 kg/tahun


Cassia, Cassia sp, 5.295,47 kg/tahun
Kenanga. Cananghim odoratum. 756.59 kg/tahun
Pingku, Dyxoxylum excelsum , 720,49 kg/tahun
Beringin, Ftcus benyam na. 535,90 kg/tahun
Kiara payung, Feihcium decipiens. 404,83 kg/tahun
Matoa. Pometia pmnata. 329,76 kg/tahun
Mahoni. Snettiana mahagoni, 295,73 kg'tahun
Saga. Adenanthera pavoniana. 221,18 kg/tahun
A p a b ila p e n e ra p a n pohon tre m b e s i
Papat d ija d ik a n sebagai unsur
p e n g h ija u a n k o ta (a rb o r e t u m ) akan
m e n g u ra n g i k a rb o n d a la m p e rk o ta a n .
K o t a M e d a n m e m il ik i 9 0 7 . 4 2 6 j u t a t o n
k a r b o n p e r t a h u n , a p a b ila p a d a la h a n
te rb u k a , ja lu r h i ja u . D a e ra h A lira n
S u n g a i. T a m a n k o ta d a n p e k a r a n g a n
d it a n a m pohon tre m b e s i sebanyak
3 0 0 .0 0 0 pohon dengan daya s e ra p
2 8 .4 8 8 c o 2 k g . m a k a a k a n m e n g u r a n g i
ju m la h k a r b o n s e b a n y a k 8 5 .4 6 4 j u t a to n
c o 2 p e r t a h u n . D i p e r lu k a n w a k t u 10
ta h u n u n tu k m e re d u k s i h in g g a 80%
ju m la h k a r b o n k o ta M e d a n

Sdjmo«r: auoerdjr */or3p-'«-s* com: Do.v>


33

Untuk jenis-jenis vegetasi lain yang akomodatif terhadap wilayah tepian sungai atau tepian parit
perlu dikembangkan jenis vegetasi dari bambu (Gigantocloa apus),kiacret (Spatodea campanulata),
awar-awar (Ficus sp), karet (Hevea brasiliensis), laban (Vitex pubescens), dan kayu jaran (Lannea
grandis), adalah jenis-jenis vegetasi yang dinilai mampu tumbuh dan berkembang.

Demikian juga dengan vegetasi yang diarahkan untuk memperkuat area dimana terdapat titik-titik
air seperti situ asli atau buatan sebagai penyangga, tercatat 12 jenis vegetasi yang dinilai potensial
dikembangkan berepa jenis yang cocock yaitu sebagaimana tersebut dibawah in i:
• kepuh (Sterculia foetida),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• gandaria (Bouea macrophylla),
• cangkring (Erythrina sp), dan kayu jaran (Lannea grandis).

Untuk kondisi luar atau dalam site yang dilalui anak sungai atau hanya alur air dapat dikembangkan
jenis vegetasi m eliputi:
• balsa (Ochroma sp),
• geronggang (Octomeles sumatrana),
• bambu (Gigantocloa apus),
• awar-awar (Ficus sp),
• bungur (Lagerstromea speciosa) dan
• kiacret (Spatodea campanulata).

Hasil pendataan terdapat jenis vegetasi, yang tumbuh dan berkembang di zona ini, tercatat 17 jenis
vegetasi yang dinilai sesuai untuk dikembangkan. Pada kawasan penyangga sini, pengembangan
jenis vegetasinya yang sesuai m eliputi:
• kepuh (Sterculia foetida),
• cangkring (Erythrina sp),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• salam (Eugenia malacensis),
• buni (Eugenis bunius),
• johar (Casia siamea),
• trembesi (Samaneasaman),
• flamboyan (Delonix regia), plutau (Adenantera sp) dan mahoni (Swietenia macrophylla).

Sedangkan pada kawasan sepadan sungai, pengembangan jenis vegetasinya m eliputi:


• bambu (Gigantocloa apus),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• awar-awar (Ficus sp),
• loa (Euphorbia sp),
• benda (Ficus sp),
• kihiang (Albizia procera),
• kecapi (Sondaricum koetjape)
• dan gatet (Inocarpus sp).

Beberapa jenis vegetasi diatas, selain dapat dikembangkan sesuai bentang aslinya juga dapat
diterapkan pada pembangunan sumur resapan, kolam buatan , parit misalnya, yang memerlukan
vegetasi untuk penyangganya
33

Untuk jenis-jenis vegetasi iain yang akomodatif terhadap wilayah tepian sungai atau tepian parit
perlu dikembangkan jenis vegetasi dari bambu (Gigantocloa apus),kiacret (Spatodea campanulata),
awar-awar (Ficus sp), karet (Hevea brasiliensis), laban (Vitex pubescens), dan kayu jaran (Lannea
grandis), adalah jenis-jenis vegetasi yang dinilai mampu tumbuh dan berkembang.

Demikian juga dengan vegetasi yang diarahkan untuk memperkuat area dimana terdapat titik-titik
air seperti situ asli atau buatan sebagai penyangga, tercatat 12 jenis vegetasi yang dinilai potensial
dikembangkan berepa jenis yang cocock yaitu sebagaimana tersebut dibawah in i:
• kepuh (Sterculia foetida),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• gandaria (Bouea macrophylla),
• cangkring (Erythrina sp), dan kayu jaran (Lannea grandis).

Untuk kondisi luar atau dalam site yang dilalui anak sungai atau hanya alur air dapat dikembangkan
jenis vegetasi meliputi:
• balsa (Ochroma sp),
• geronggang (Octomeles sumatrana),
• bambu (Gigantocloa apus),
• awar-awar (Ficus sp),
• bungur (Lagerstromea speciosa) dan
• kiacret (Spatodea campanulata).

Hasil pendataan terdapat jenis vegetasi, yang tumbuh dan berkembang di zona ini, tercatat 17 jenis
vegetasi yang dinilai sesuai untuk dikembangkan. Pada kawasan penyangga sini, pengembangan
jenis vegetasinya yang sesuai m eliputi:
• kepuh (Sterculia foetida),
• cangkring (Erythrina sp),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• salam (Eugenia malacensis),
• buni (Eugenis bunius),
• johar (Casia siamea),
• trembesi (Samanea saman),
• flamboyan (Delonix regia), plutau (Adenantera sp) dan mahoni (Swietenia macrophylla).

Sedangkan pada kawasan sepadan sungai, pengembangan jenis vegetasinya m eliputi:


• bambu (Gigantocloa apus),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• awar-awar (Ficus sp),
• loa (Euphorbia sp),
• benda (Ficus sp),
• kihiang (Albizia procera),
• kecapi (Sondaricum koetjape)
• dan gatet (Inocarpus sp).

Beberapa jenis vegetasi diatas, selain dapat dikembangkan sesuai bentang aslinya juga dapat
diterapkan pada pembangunan sumur resapan, kolam buatan , parit misalnya, yang memerlukan
vegetasi untuk penyangganya
33

Untuk jenis-jenis vegetasi lain yang akomodatif terhadap wilayah tepian sungai atau tepian parit
perlu dikembangkan jenis vegetasi dari bambu (Gigantocloa apus),kiacret (Spatodea campanulata),
awar-awar (Ficus sp), karet (Hevea brasiliensis), laban (Vitex pubescens), dan kayu jaran (Lannea
grandis), adalah jenis-jenis vegetasi yang dinilai mampu tumbuh dan berkembang.

Demikian juga dengan vegetasi yang diarahkan untuk memperkuat area dimana terdapat titik-titik
air seperti situ asli atau buatan sebagai penyangga, tercatat 12 jenis vegetasi yang dinilai potensial
dikembangkan berepa jenis yang cocock yaitu sebagaimana tersebut dibawah in i:
• kepuh (Sterculia foetida),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• gandaria (Bouea macrophylla),
• cangkring (Erythrina sp), dan kayu jaran (Lannea grandis).

Untuk kondisi luar atau dalam site yang dilalui anak sungai atau hanya alur air dapat dikembangkan
jenis vegetasi m eliputi:
• balsa (Ochroma sp),
• geronggang (Octomeles sumatrana),
• bambu (Gigantocloa apus),
• awar-awar (Ficus sp),
• bungur (Lagerstromea speciosa) dan
• kiacret (Spatodea campanulata).

Hasil pendataan terdapat jenis vegetasi, yang tumbuh dan berkembang di zona ini, tercatat 17 jenis
vegetasi yang dinilai sesuai untuk dikembangkan. Pada kawasan penyangga sini, pengembangan
jenis vegetasinya yang sesuai meliputi:
• kepuh (Sterculia foetida),
• cangkring (Erythrina sp),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• salam (Eugenia malacensis),
• buni (Eugenis bunius),
• johar (Casia siamea),
• trembesi (Samaneasaman),
• flamboyan (Delonix regia), plutau (Adenantera sp) dan mahoni (Swietenia macrophylla).

Sedangkan pada kawasan sepadan sungai, pengembangan jenis vegetasinya m eliputi:


• bambu (Gigantocloa apus),
• kiacret (Spatodea campanulata),
• awar-awar (Ficus sp),
• loa (Euphorbia sp),
• benda (Ficus sp),
• kihiang (Albizia procera),
• kecapi (Sondaricum koetjape)
• dan gatet (Inocarpus sp).

Beberapa jenis vegetasi diatas, selain dapat dikembangkan sesuai bentang aslinya juga dapat
diterapkan pada pembangunan sumur resapan, kolam buatan , parit misalnya, yang memerlukan
vegetasi untuk penyangganya
35

7.3.4. Perencanaan Sistem Air Bersih :

Dari perhitungan dibawah ini didapat kebutuhan air baku untuk kawasan industry berkisar antara 12
jt - 17 jt liter/hari khusus untuk kebutuhan proses industry saja, belum termasuk kebutuhan air
untuk fasilitas pendukung, untuk penyiraman tanaman dan hydrant pemadam kebakaran.
Berkaitan dengan kebutuhan hydrant pemadam kebakaran, maka air yang dialirkan harus mampu
mencapai 3.789 liter/menit) dengan tekanan air di setiap hydrant minimum adalah 150 p.s.i.
Sesuai arahan dalam RDTR, penyediaan air bersih untuk kawasan KKJSM ini dipenuhi dari sumur bor,
termasuk untuk kawasan Industri. Penempatan sumur bor di bagi pada beberapa lokasi, terutama
pada bagian barat dan timur kawasan Industri. Sistem pembagian air untuk kawasan industry
menggunakan system reservoir kemudian dialirkan secara gravitasi untuk didistribusikan keseluruh
Kawasan Industri. Oleh karena itu penempatan sumur bor direncanakan pada area yang memiliki
level paling tinggi pada area layanannya untuk kemudian dilakukan proses treatment agar siap
menjadi air baku

Standar yang dipakai:

• Kebutuhan Air Industri


berdasarkan proses industry
(Pedoman Konstruksi dan
Bangunan, Departement PU :
- Industri Sedang Minuman Ringan
1.600-11.200
- Industri Besar Minuman Ringan
65.000 - 7,8 juta
• Pedoman Teknis : 0.55 - 0.75
liter/detik/ha
• Standar Kebutuhan Air untuk
sektor Industri sebesar : 0,4 -7
liter/detik/ha (Neraca Sumber
AirNasional, Kerjasama Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional dengan Dit. Bina
Program-Pengairan Dep. PU).

3AGAN VI1-22-: Sistem Air Bersih

7.3.5. Perencanaan Sistem Air Limbah :

Kawasan Industri KKJSM direncanakan memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sendiri untuk
mengolah limbah cair hasil produksi dari setiap kapling industri yang ada di kawasan ini. IPAL
dimaksudkan untuk menurunkan tingkat pencemaran dari air limbah pabrik agar aman untuk
manusia dan lingkungan. Terdapat beberapa macam teknologi IPAL tersebut, yang harus
dipertimbangkan adalah:
• Dapat dioperasikan dan dipelihara oleh pengelola kawasan industri yang bersangkutan
• Dapat menurunkan pencemaran dalam air limbah ke tingkat yang sesuai atau bahkan lebih
rendah dari buku mutu yang ditetapkan
• Secara ekonomis harus layak dibangun, di-operasional-kan dan dipelihara.

Desain sistem Air Limbah bersangkutan adalah :


34

7.3.3 : Sistem Drainase dan Area Resapan Sebagai Arah Perencanaan Infrastruktur :

Dari eco-industri yang dicananangkan, membawa konsekwensi untuk mencari konsep dan modus
supaya rencana infrastruktur dapat memihak pada aspek lingkungan. Upaya penjabarannya adalah :

Bagan VII- 21: Sistem Drainase dan Resapan Air

ANALISIS SISTEM DRAINASE UNTUK MEMPERKUAT SISTEM STRUKTUR UTAMA KAWASAN


Titik-titik paling
rendah untuk
36 resapan air dan
sebagai arah aliran
drainase

Titik paling rendah


untuk resapan

ARI A KAWASAN ART A KAWASAN


INDUSTRI INDUSTRI

RENCANALEVEUNG RENCANA DRAINASE

Sistem diatas merupakan hal yang sangat penting bagi kawasan industri yang menerapkan konsep
lingkungan sebagaimana tersebut pada konsep EIP (ecological industrial park) dimana dengan
faktor komponen lingkungan akan diperoleh perujudan kawasan industri yang ramah lingkungan.
Termasuk dalam hal ini juga akan diperkuat dengan fungsi bangunannya yang diarahkan dapathijau
(green building) sekaligus hemat energi. Artinya, terdapat konservasi energi pada bangunan pabrik
atau komponen lain pada EIP di KKJSM ini.

Kondisi diatas akan menjadi arah dalam menentukan rencana jaringan jalan, sistem drainase
maupun infrastruktur lainnya seperti resapan air. Dengan demikian dibawah ini akan ditindak lanjuti
proses perencanaan infrastruktur dimaksud adalah :
36

Karena industri yang di tampung di


kawasan ini dapat memiliki
karakteristik yang beragam, maka
limbah cair dari masing-masing
kapling industri yang dialirkan ke
saluran IPAL harus memiliki standar
yang ditentukan oleh pengelola
kawasan industri. Limbah industri
yang memiliki effluent diatas ambang
batas harus di treatment terlebih
dahulu secara mandiri di masing-
masing kapling sebelum dialirkan ke
saluran limbah untuk menuju IPAL.
Mengingat kondisi topograpi dan
area kawasan yang cukup luas maka
penempatan IPAL kawasan industri
tidak dipusatkan. Sebuah IPAL
ditempatkan di kawasan Barat (blok
A) yang berada di sisi utara (pada
level tanah vang Daling rendah)

Bagan V ll_23-: Sistem Air Limbah

Dari bagan diatas nampak sebuah IPAL lagi diletakan di kawasan Timur (blok B), dekat batas lahan
pada sisi selatan (memiliki level rendah dibanding sekitarnya). Desain IPAL ini mempertimbangkan
PermenLH no.3 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi kawasan industri.

7.3.6. Sitem Pengelolaan Sampah :

Pengelolaan sampah direncanakan :


• Sampah dari setiap kapling
industri sudah dibedakan menjadi
sampah organik dan anorganik
• Sampah diangkut oleh petugas
pengumpul untuk di bawa ke TPS
Terpadu
• Sampah anorganik di salurkan ke
pihak yang membutuhkan baik di
dalammaupun diluar kawasan
• Sampah organik di olah menjadi
kompos yang bermanfaat untuk
pemupukan taman-taman/RTH
didalam kawasan.
• Sampah hasil proses industri dapat
digabungkan dengan sampah
anorganik untuk dikumpulkan ke
tempat pengolahan untuk
dipasarkan.

Bagan VII-24 : Sistem Pengelolaan Sampah


37

7.3. PENETAPAN SITE PLAN

Akhirnya semua komponen diatas akan dikanalisasi oleh sistem struktur utama kawasan maupun
RTH dan sistem lainnya untuk secara sinergis dapat merumuskan siteplan KKJSM yang akomodatif
sebagaimana tersebut dibawah in i:

Bagan VII-25 : Perencanaan Siteplan menyeluruh

R J S A T KEG fA D tN '
38

Dengan terbentuknya pola site plan kawasan industri (KKJSM) diatas akan didetailkan melalui bentuk
terinci yang mampu menggam-barkan hubungan antar klaster dan materi (isi) dari klaster industri
masing-masing terutama mengenai ketentuan : peraturan bangunan, struktur, RTH, & ME
(mekanikal-elektrikal). Desain penunjang akan melengkapinya seperti:

A. Desain Jalan:

Sebagian besar area Kawasan Industri memiliki kontur yang relative datar dengan kemiringan
berkisar < 3fc> (<5%). Namun, area kawasan Industri di bagian selatan memiliki kontur yang lebih
beragam, bentuk permukaan lahannya berbukit-bukit dengan kemiringan berkisar antara 3(3- 15(d
(5% - 20%).
Mengacu pada kondisi kontur tersebut, pola
jalan kawasan industri terutama di bagian
utara membentuk pola grid untuk efisiensi
sirkulasi kendaraan di dalam kawasan. Jalan
juga digunakan sebagai pembatas antara
kawasan industry dengan area diluarnya,
menyatu dengan jalur drainase yang
mengintari batas lahan. Penggunaan jalan
sebagai 'pembatas' sekaligus menjadi jalan
inspeksi yang memudahkan pengawasan
keamanan didalam kawasan industri.
Secara hirarki, jalan di kawasan Industri
hanya terdiri dari dua kategori yaitu Jalan
Kolektor dan Jalan Lingkungan. Jalan
Kolektor memiliki ROW 36 m dan Jalan
lingkungan memiliki ROW 22m. Dilihat dari
kondisi fisiknya, Kawasan Industri KKJSM ini
terbagi menjadi 2 bagian utama, sisi Barat
dan Timur. Ditengahnya melintas jalan
propinsi yang menghubungkan Surabaya
dengan Bangkalan melalui jembatan
suramadu.

Jalan ini rencananyaakan ditingkatkan menjadi jalan tol, sehingga kendaraan yang melintas
jembatan suramadu dapat terus melaju kearah Bangkalan tanpa hambatan. Namun demikian, untuk
39

mempermudah akses keluar masuk ke kawasan Industri KKJSM direncanakan untuk menempatkan
Gerbang Tol di dekat Blok C .
Kendaraan dari arah Jembatan Suramadu atau Bangkalan yang menggunakan jalan tol dan ingin
masuk ke Kawasan industri dapat menggunakan exit Gerbang Tol untuk kemudian masuk ke
Frontage Road yang berada disisi jalan tol untuk kemudian masuk ke kawasan Industri melalui
gerbang kawasan. Begitu juga kendaraan dari kawasan industri yang akan memasuki jalan tol akan
menggunakan Frontage Road terlebih dahulu untuk kemudian masuk ke jalan tol. Frontage
Rocrdyang berada di sisi barat dan timur jalan tol direncanakan dengan ROW 22 m (2 arah dengan
masing-masing 2 lajur).
Melalui gerbang kawasan, kendaraan yang masuk ke kawasan industri akan diterima oleh jalan
Lingkungan (ROW 36, 2 arah dengan masing-masing 2 lajur, terdapat media jalan ditengahnya). Jalan
lingkungan merupakan jalur utama di dalam kawasan untuk kemudian didistribusikan melalui jalan
lingkungan (ROW 22, 2 arah dengan masing-masing 2 lajur) ke setiap kapling industri. Disisi setiap
jalan (lingkungan dan kolektor) disediakan ruang untuk utilitas dan penghijauan. Kapling Industri
direncanakan untuk membuka hanya ke jalan lingkungan maupun jalan kolektor, tidak ada kapling
industri yang 'membuka' ke Frontage Road mengingat Frontage Road ini akan dipergunakan
juga bagi kendaraan yang menuju kawasan perumahan maupun rekreasi di sisi selatan (pinggir
sungai/laut).

Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa kawasan industri ini terbagi menjadi area barat dan timur
yang dipisahkan oleh jalan propinsi. Guna menghubungkan antar kedua area tersebut dapat
menggunakan fly over yang sudah ada. Kondisi fly over eksisting tersebut memiliki lebar 7 m, namun
demikian diperlukan studi lebih lanjut apakah fly over eksisting tersebut dapat cjilalui oleh kendaraan
berat untuk menghubungkan area barat dan timur tersebut.

B. Gambar Perspekstif 3 D / Image Kavling Industri:

Dibawah ini akan dilengkapi gambar 3D terkait beberpa komponen pendukung siteplan seperti
kavling industri, adalah :

Bagan VII-28-: Image kavling industri

OOo
1

BAB VIII MANAJEMEN PENGELOLAAN KKJSM

LATAR BELAKANG

Jembatan Nasional Surabaya-Madura (Suramadu) atau dikenal sebagai Jembatan Tol


Suramadu membentang sepanjang 5,438 kilometer yang menghubungkan Pulau Madura
dengan Kota Surabaya dan wilayah sekitarnya di Provinsi Jawa Timur. Berbeda dengan
jalan cukai yang pada umumnya hanya diperuntukkan untuk kendaraan roda empat atau
lebih, maka Jembatan Tol Suramadu juga dapat diakses oleh kendaraan roda dua/
sepeda motor.
Saat ini Jembatan Toll
Suramadu telah menjadi
alternatif pilihan akses
transportasi utama dari/ke
Pulau Madura karena hanya
membutuhkan waktu
tempuh kurang lebih 10
menit dari semula 2,5 jam
dengan moda transportasi
laut yaitu kapal ferry.

Pembangunan Jembatan Suramadu ini diharapkan akan mendorong percepatan


pengembangan sosial ekonomi dan tata ruang wilayah-wilayah tertinggal yang ada di
Pulau Madura. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa perkembangan pembangunan
sudah mulai marak sebagaimana nampak terbangunnya kanan kiri jembatan oleh
sebagian warga sekitar terutama dalam membangun kios atau tenda untuk
menawarkan komoditas perdagangannya (lihat bagan 1-1)

Sebagai tindak lanjut dari upaya tersebut di atas, maka Pemerintah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Pengembangan
Wilayah Surabaya-Madura (BPWS. Peraturan perundangundangan ini kemudian
disempurnakan dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2009 tentang
Penyempurnaan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS).

Uuntuk lebih mendukung peningkatan kinerja BPWS didalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya sebagaimana termaksud didalam peraturan perundangan tersebut diatas.
BPWS (Bapel BPWS), sesuai dengan amanah Perpres 27 Tahun 2008 diatas, BPWS
memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengelolaan, pembangunan dan fasilitasi
percepatan kegiatan pembangunan wilayah Suramadu.

Kegiatan pengelolaan dan pembangunan infrastruktur wilayah yang dilaksanakan Bapel


BPWS dilaksanakan di 3 (tiga) kawasan, yaitu Kawasan Kaki Jembatan Sisi (KKJS)
Surabaya (600 Ha), Kawasan Kaki Jembatan Sisi (KKJS) Madura (600 Ha) dan Kawasan
2

Khusus di Utara Pulau Madura (600 Ha). KKJS Surabaya dan KKJS Madura dikembangkan
untuk mendorong perkembangan ekonomi, sedangkan Kawasan Khusus di Utara Pulau
Madura untuk pengembangan Kawasan Pelabuhan Peti Kemas. KKJS Madura
dikembangkan sebagai kawasan untuk mendorong pengembangan industri khususnya di
Kabupaten Bangkalan.

Acuan untuk pemanfaatan


ruang KKJS Madura terkait
dalam bentuk bantek
pelaksanaan penataan ruang
kawasan sekitar kaki jembatan
Suramadu dan BPWS pada
tahun 2010. Untuk
mempercepat pengembangan
kawasan industri di KKJSM
perlu segera disusun site plan
kawasan industri di KKJS
Madura yang siap
B a n t u a n t e k n i s p e l a k s a n a a n p e n a t a a n r u a n g K a w a s a n s e k it a r
kaki je m b a ta n s u ra m a d u d a n B P W S 2 0 1 0 dipromosikan kepada investor.

Siteplan ini memadukan unsur rencana infrastruktur dengan aspek-aspek lingkungan


untuk mewujudkan eco-industry sebagaimana terlihat pada gambar 1-2

MAKSUD DAN TUJUAN DALAM PENYSUSUNAN SITEPLAN KKJSM


Maksud dari pelaksanaan kegiatan Penyiapan Site Plan Kawasan Industri KKJS Madura
adalah mengembangkan Kawasan Industri KKJS Madura sebagai kawasan eco-industry.
Maksud diatas dielaborasi oleh tujuan penyusunan Site Plan Kawasan Industri di KKJS
Madura dalam rangka mewujudkan suatu kawasan eco-indutry dengan pencapaian :
o Teridentifikasinya potensi dan masalah pengembangan kawasan industri di KKJSM;
o Terumuskannya konsep pengembangan kawasan eco-industry KKJSM;
o Terumuskannya jenis industri, jenis kegiatan industri, sarana dan prasarana
pendukung & kebutuhan infrastruktur, utilitas & sanitasi di kawasan industri KKJSM;
o Tersusunnya rancangan tapak kawasan industri skala 1:1.000;
o Tersusunnya infrastruktur dan RTH kawasan dalam skala 1:1000;
o Terumuskannya strategi pengembangan kawasan industri KKJSM; dan
o Terumuskannya arahan pengelolaan kelembagaan industri di KKJSM.

Dalam konteks pengembangan aspek ekonomi/pasar untuk penyusunan siteplan


yang akomodatif dengan kepentingan pelaku industri, dipandang perlu
mengelaborasi strategi pengembangan kawasan industri dan arahan pengelolaan
kawasan industri KKJSM untuk meningkatkan operasionalisasinya dilapangan.
3

8.3. RUANG LINGKUP KEGIATAN PENYUSUNAN KKJSM

A. Lingkup penysunan siteplan


Lingkup penyusunan siteplan adalah sebagaimana terlihat pada bagan dibawah ini
terkait dengan sasaran dari pekerjaan in i, yaitu :
Secara ilustratif dapat disimak pada gambar 1-3 dibawah in i:

POTENSI &
MASALAH

ARAHAN
PENGELOLA­ KONSEP ECO
AN KELEM ­ INDUSTRY
BAGAAN

SITEPLAN
KAWASAN
ECO JENIS
STRATEGI INDUSTRI &
PENGEM­ INDUSTRY KEBUTUHAN
BANGAN INFRASTRUK­
TUR

INFRASTRUK­ RANCANGAN
TUR &RTH TA P A K I:
SKALA 1:1000 1000
Bagan VIII-3 SASARAN

Bagan diatas menunjukkan bahwa strategi pengembangan dan arahan pengelolaan


kelembagaan nampak bersinergi dengan komponen lain seperti pengembangan
potensi dan masalah, konsep, jenis indutri yang dipilih, rancangan tapak yang
didukung oleh infrastruktur. Artinya, dengan mengelaborasi 2 komponen diatas
nampak perlu bersinergis dengan komponen-komponen lainnya supaya hasilnya
dapat lebih optimal.

B. Lingkup pengembangan strategi dan kelembagaan pengelolaan :

Lingkup pengembangan strategi dan kelembagaan pengelolaan akan mencakup


pengembangan potensi, faktor-faktor pendukung dan performance siteplan sebagai
eco-industrial park.
4

8.4. PENINGKATAN IMAGE LOKASI KKJSM

8.4.1.Penggunaan lahan eksisting KKJS Madura dan daya tampung penduduk :

Penggunaan lahan eksisting KKJS Madura didominasi oleh peruntukan-peruntukan sebagai


berikut:
o pertanian lahan basah (sawah tadah hujan):
v' pertanian lahan kering (tegalan dan perkebunan/ladang dengan jenis tanaman jagung,
ubi jalar dan kacang tanah),
v' Penggunaan lainnya
o Jenis Kegiatan :
v' Kegiatan industri (menengah dan kecil),
v' kegiatan hunian/permukiman,
S kegiatan perdagangan dan jasa,
v' dan kegiatan pariwisata
o Pusat Pelayanan :
v' Pusat pelayanan industri
Direncanakan pada bagian utara KKJS Madura sebagai pusat pelayanan industri (utama),
diikuti dengan pelayanan rumah tinggal murbawisma, kantor administrasi, dan pelayanan
peribadatan skala lingkungan.
-------------------------------------------------------------------------------- 1 v ' Pusat pelayanan komersial
Direncanakan pada bagian tengah KKJS
Madura sebagai pusat pelayanan
perdagangan/ pasar modern (utama),
diikuti dengan pelayanan jasa perbankan,
jasa perhotelan, perkantoran,
pemerintahan, rumah tinggal madyawisma
dan murbawisma, pelayanan pendidikan
dan kesehatan skala regional, dan
B a g a n V III- 4 : p a n o r a m a p u s a t p e la y a n a n
pelayanan peribadatan islamic center skala
regional dan nasional.
v' Pusat pelayanan pariwisata
Direncanakan pada bagian selatan KKJS Madura sebagai pusat pelayanan wisata bahari
dan wisata budaya (utama), diikuti dengan pelayanan rekreasi waterfront city skala
regional, pelayanan permukiman, pelayanan peribadatan dan pendidikan skala
lingkungan, pelayanan TPI, dan pelayanan industri penunjang pariwisata (home
industri/handy craft).
o Daya Tampung penduduk dan Distribusi:

Daya tampung penduduk ideal di KKJS Madura adalah 35.120 - 87.800 jiwa, untuk itu
rencana distribusi penduduk hingga tahun 2027 direncanakan tidak melebihi 200.000 jiwa
dengan ketentuan sebagai berikut:
v' Blok peruntukan Ruang Terbuka Hijau kepadatan penduduknya direncanakan 0 - 1 0
jiwa/ha, atau hampir tidak ada penduduk yang diizinkan untuk bertempat tinggal di blok
peruntukkan ini.
5

S Blok peruntukan kegiatan Industri serta Pedagangan dan Jasa (komersial) kepadatan
penduduknya direncanakan 10 - 50 jiwa/ha.
S Blok peruntukan Permukiman dan Pariwisata kepadatan penduduknya direncanakan 50
-1 0 0 jiwa/ha.
v' Blok peruntukan kegiatan Industri serta Pedagangan dan Jasa (komersial) kepadatan
penduduknya direncanakan 1 0 -5 0 jiwa/ha.
v' Blok peruntukan Permukiman dan Pariwisata kepadatan penduduknya direncanakan 50
-1 0 0 jiwa/ha.

8.4.2. Potensi industri eksisting

Kegiatan industri eksisting di Kabuupaten


Bangkalan : pengolahan pangan, batik, kimia
dan bahan bangunan, logam serta kerajinan.
Industri yang mulai berkembang di
Bangkalan yaitu pengolahan pangan, batik,
kimia dan bahan bangunan, logam serta
kerajinan.
Bagan VIII-5 : suasana pengrajin

Ini merupakan embrio untuk pengembangan industri berbahan baku lokal. Dapat diketahui
bahwa sumber pengelolaaan bahan baku dan komponen lainnya akan m eliputi:
v' Sumber pengolahan bahan baku :
v' Bahan baku lokal
S Bahan baku luar
v' Alat bantu (m esin): dalam negeri
■ / Alat bantu (mesin) dari LN
v' Arah pengembangan (orientasi)
v' Jenis sektor industri:
S industri kecil:
industri Kerajinan batik tulis,
hasil pertambangan yaitu : marmer dan keramik
industri bahan dasar agel & hasil laut (kerupuk, petis)
meubeler baik /ukir
keramik/genteng,
hasil laut & hasil laut (kerupuk, pe
dan lain-lain
v' Industri dan kerajinan
v' industri besar : potensi yang ada antara lain :
industri Kemaritiman
semen,
phospat dan
pengelolaan kawasan industri.
6

v' Peluang investasi yang ditawarkan Kabupaten Bangkalan adalah Pengembangan industri
semen dan keramik yang didukung deposit bahan baku, dan pengelolaan kawasan
industri yang ditunjang fasilitas cukup memadai,
v' Peluang industri menengah potensial ada pada industri Genteng Glazuur (Genteng Lapis
Mengkilap)
v' PDRB Atas Dasar Harga Konstan

o Potensi pendukung:

S Potensi W isata:

Bangkalan memiliki potensi yang telah berkembang dan terus dilestarikan yakni wisata
alam, wisata budaya dan sejarah, serta wisata minat khusus
v' Kerjasama antar kawasan

Beberapa kerjasama dalam bentuk simbiose antar kawasan industri yang saling
menguntungkan dapat dilakukan, seperti:
- pemanfaatan kelebihan pasokan air dan energi
- penyediaan instalasi pengolah limbah bagi industri lain
- pertukaran produk samping
- pemanfaatan limbah sebagai bahan baku bagi industri lain (waste to product)
- pembentukan industri jasa reparasi peralatan
- pembentukan forum untuk saling tukar menukar informasi
- penelitian dan pengembangan
v' Karakteristik sebagai Eco-industrial park :

Berbagai proses pengolahan


kawasan dan bangunan yang ramah
lingkungan seperti nampak pada
kawasan industri hijau (eco-
industry) mau tidak mau tetap
mempertimbangkan aspek
kepuasan konsumen yang terkait
dengan lingkungan sebagaimana
terlihat pada pedoman pada ISO
14001 dan Ecolabeling.
Bagan VIII-6 : suasana hijau
Untuk itu, upaya merumuskan komponen infrastruktur ramah lingkungan (green
infrastructure), menjadi salah satu bentuk strategi dan pengolahan kelembagaan yang
merespons kebutuhan kedepan yang antara lain berupa :
komponen vegetasi asli yang disebut sebagai ethno-botany.
komponen sanitasi dimana unsur recycling menjadi kunci keberhasilannya,
komponen eco-drainase dimana unsur mikro organisme dapat membantu
penyerapan toxic & proses menuju proses zero run off sehingga terdapat unsur
konservasi tanah beserta air tanah yang terkandung didalamnya.
7

jalur pejalan kaki dan jalur speda sebagai upaya memperbanyak moda transpor
yang ramah lingkungan dan hemat energi. Diutamakan jalur-jalur ini
menghubungkan pusat aktivitas bermukim (kawasan perumahan) bagi para pekerja
ke tempat kerja (cluster pabrik).
komponen persampahan yang menggunakan prinsip 3R dimana proses kegiatan
daur ulang dapat terwujud. Dimasa deapan konsep 3R dapat dikembangkan ke 4R

'S Pengembangan konsep eco-industrial p a rk :

Pengaturan intensitas antara


kebutuhan dan tingkat
ketersediaan, pada akhirnya akan
'menghantar pada 2 komponen
kunci lainnya berupa :
- Karakteristik jenis-jenis eco-
industry.
- Karakteristik sistem eco-
industry.

Bagan VIII-7 :suasana alami

Format kepedulian komunitas akan memberi warna pada pengembangan eco-industrial


park yang terkait dengan prinsip eco-industry dapat dikembangkan sesarannya, yaitu :
- Sistem Eco industry berbasis pada kawasan
- Sistem Eco industry mencakup keberagaman input dan output yang saling bersinergi
- Sistem Eco industry diwarnai oleh siklus bahan baku dan energi.
- Sistem Eco industry dilandasi oleh tata cara perubahan yang gradual (berjenjang).
Upaya mengoperasikan siteplan eco-industry terutama terkait dengan persyaratan
aktivitas yang sesuai dengan eco-industrial park, yaitu :
- Siteplan dari Eco industry ini perlu memanfaatkan potensi lokal
- Siteplan dar/ Eco industry ini perlu kesesuaian dengan bearing capacity
- Siteplan dari Eco industry ini perlu melakukan kerjasama pelaku di tingkat cluster
Persyaratan diatas akan menjadi masukan untuk penyiapan siteplan dari eco industrial
park bersama-sama dengan persyaratan dari komponen kunci lainnya yaitu karakteristik
jenis-jenis eco-industry yang mempunyai sasaran berupa :
- Jenis Eco industry terkait dengan prinsip pemanfaatan alam
- Jenis Eco industry terkait dengan prinsip efisiensi bahan dan energi
- Jenis Eco industry terkait dengan prinsip daur ulang/recycling
- Jenis Eco industry terkait dengan prinsip kesesuaian infrastruktur pendukungnya.
Dengan demikian kebijakan dan strategi green merupakan bentuk re-inventing supaya
dapat dicapai kondisi yang lebih baik melalui :
- peningkatan kualitas air dan udara,
- peningkatan konservasi tanah,
- peningkatan kualitas sistem pembuangan limbah yang ramah lingkungan,
8

- peningkatan kualitas pembuangan sampah mencapai zero waste atau 3R dan lain-
lain sebagainya termasuk dalam penurunan emisi gas karbon (low carbon) yang
diimbangi dengan peningkatan keterlibatan publik,
o Potensi industri sekitar :
Mengingat keberadaan lokasi berada diujung selatan pulau Madura, dipandang penting
untuk merumuskan potensi industri diseluruh pulau Madura yang akan menjangkau wilayah
kabupaten lainnya sebagai bentuk sinergitas dengan lokasi di kabupaten Bangkalan, adalah
sebagaimana tabel dibawah in i:
Tabel V lll-l : Jenis Komoditas Yang Dikembangkan Pada KKJSM

JEN IS KOMODTIAS YANG DAPAT DIKEM BANGKAN DI KKJSM (1 ) :


LOKASI RENCANA RMO KIRW P JATIM MASTERPLAN AGROPOUTAN MASTERPLAN KAWASAN AGROPGLTTAN
KABUPA- KAWASAN STRATEGE» JAWATIMUR KABUPATEN
AGROPOUTAN PULAU
TEN MADURA
■ Kacangtanah - Kacangtanah - Tm am an pangan ■ Kacangtanah
- U bija la r - Japaig - Buah *
BANGKALAH - Jambu m ete ■ Rambutan - Perkebunan ■ Rambutan
■ Ternak kam bing - Salak • Peternakan .
■ Telur entak ■ Jam bu m ete ■ Perikanan tanggap ■ Jambu m ete
■ Perikanan tangkap ■ M cfcnjo ■ Perikanan darat/ta m b a k - M efinjo
■ S a p i» *“ " * ■ Sapipotang
■ Ayam patung - Ayampotong
■ Bunga m elati - Bunga m e trti

■ la b u m ete - Perikanan * T a n a m i pangan - Japm g


- Padi ladang - Pertanian tanaman ■ Perkebunan - Jamfauair
■ Tembakau pangan ■ Peternakan " Jambu m ete
SAMPANG - JagMte ■ Peternakan ■ Perikanan tangkap - Semangka
■ Kacangtanah ■ Kehutanan ■ Perikanan d a ra t/ tambak ■ Tembakau
■ Kelapa ■ Cabe
" Sapipotang ■ Jamu
• Ayam - Safa potong
■ itic & te iurnya - Ayam potong

Sum ber: Bappeda, PnM hsiJstiirn, a g u stu s2 « ll

Tabel Vill-2 : Jenis Komoditas Yang Dikembangkan Pada KKJSM (2)

J E N IS K O M O D T IA S Y A N G D IK E M B A N G K A N D I K K J S M {2 ):
LO K A S I
RENCANAHfta RTRWPJATIM MASTERPIAN AGROPOUTAN MASTERPLAN KAWASAN AGROPOUTAN
KABUPA KAWASAN STRATEGIS JAWA TIMUR KABUPATEN
AGROPOUTAN PULAU
TEN
MADURA

■ Pacthdang - Tem bakau ■ Tanaman pangan - Tem bakau


• Jambu m ete - Cabe " Tanaman obat ■ cabe
PAMEKASAN ■ Tembakau ■ Jamu - Ternak besar ■ Jamu
■ ■ P a dbdang ■ Pericanan tangjcap - P a ri
■ Kacangtanah - Jagung ■ Perikanan d a ra t/ta m b a k • Jaeune
■ Kelapa - Sapipotang - Sapipotang
- Sapipotang - Unggas • Kam ttng
- Ayam ■ Empon2 : jahe, • Unggas
■ Itik dan tekar lengluas kunyit, - B ip o n 2 {jahe, lengkuas fa a p t,
kencur, te m u «reng, k e tio a , te n u te n g , bos tfeat
kans dan te m b a A .)
temutawafc.

SUMENEP
* Songhun - Perikanan ta n c a p ■ Perkebunan ■ Perikanan tangkap
■ Jam bu m ete - Pericanan darat - Peternakan - Pericanan darat
■ Peternakan ■ Pericanan tangkap ■ Peternakan
► - Kacang h ija u ■ Perikanan danai
■ Tembakai
9

Bagan diatas menunjukkan "kekayaan" potensi dari 4 kabupaten unggulan daerah dimaksud
dapat menjadi titik temu minat investasi dengan kaum industriawan. Keterpaduan dari 2
tabel diatas, akan sinergis sebagaimana tabel dibawah in i:
Tabel VIII-3 : Jenis komoditas hasil survey yang akan dikembangkan di Lokasi KKJSM

PERUMUSAN JENIS INDUSTRI (HASIL SURVEY LARANGAN DAN DATA SKUNDER)


HO JENE MACAM NO JENES MACAM

MAKANAN TAHU,TEMPE, TAPE, KECAP TANAH U AT GENTONG


MAN M IN
M INUM AN SIRUP, A K M M B tA L BESI PAGAR, TERAUS

CEMKAN nawnc 12 KERAJINAN BATU ONCM

•2 RADIO EMAS PERMASAN

KOMPUTER PAKAIAN BAT*


JASA
FÖIÜG0PY 13 SEMEN

AC PENGECATAN

REKAMAN BAHAN BANGUNAN KAVU,KUZEN

•3 BENGKEL HENGKH-MOOL PECAH BATU

BENGKELMOTOR KAYU OLAHAN

M OGATTRADISIOWAL JAMU 14 KAPAL KAPAL

flö KEPERLUAN RUMAH KASUR & BANTALGlfUNG PERAHU KAYU


TANGGA
PERALATAN MASAK 15 PERIKANAN IKAN BEKU
PERALATAN PERTANIAN IKAN KERING
PERTANIAN/
PENGGGUNGAN PADI ESBATU
PERKEBUNAN
RUMPUT LAUT 16 KONVEKSI JAHO-MENJAHT

KOPI BORD«
97 PLAST* PENGOLAHAN LIMBAH AAST1K U KESEHATAN GIGI

TUTUP GALON 18 LINGKUNGAN PUPUK

M OLAHRAGA SHUTTLECOCK 13 GARAM BERYODIUM

99 MEUBELAK KURSI, LEMARI GARAM DAPUR


10 ROKOK ROKOK KKEIBC 2fi BUMBU KECAP

11 ENERGI ARANG Sum ber :«Solah d a ri data lapangan & Pem da(agust 2011)

Tabel VIII-4 : Jenis komoditas hasil survey yang akan dikembangkan di Lokasi KKJSM (2)

JEN IS K O M O D O A S W IG D IK E M B A N G K A N DENG AN S U M B ER (Z ) :
R EN CAN A M N C I KTRW P JA TIM M ASTERPLAN AGROPOUTAM M ASTERPLAN KAW ASAN AGROPOLTTAM
KAB UPATEN
KAW ASAN STRATEGIS JA W A TIM U R K ABUPATEN
A G R O P O tfTA N P U LM J
M ADURA

■ Padi ladang ■ Tem bakau ■ Tanam an pangan ■ Tem bakau


* Jam bu m ete - Cabe ■ Tanam an obat ■ cabe
PAM EKASAN ■ Tem bakau ■ Jam u ■ Te rn a k besar ■ Jam u
- • Park ladang ■ Penkanantangfcap - Pai
■ Kacang tanah ■ ■ Perikanan d arat/tam bak - Jagw ig
- Kelapa - S e p o to n g - Sapipotong
- Sapi p oto ng - Unggas - Kam bing
- Ayam ■ Em pört? : jahe, - Unggas
- rak dan te lu r lengkuas ku yL - Em pon? (ja h e , lengkuas kunyit,
kencur, te m u ireng, kencur, te m u ie n g , bos dan
bos dan te tra Ja m A c )
tem ulaw ak.

SUM EN EP
- Songhum - Perikanan tangkap " Perkebunan ■ Perlcanan tangkap
- Jam bu m ete - Perikanan darat • Peternakan ■ Perikanan darat
■ Perikanan tangkap ■ Peternakan ■ P e rltan a n tangkap - Peternakan
■ Kacang h fa u ■ Perikanan darat
■ Tembafcai

S um ber : Bappeda, ProvinsiJatim , agustus 2011

Dari tabel-tabel diatas yang penuh dengan barang dagangan komoditas, dipandang perlu
melakukan konsultasi dengan pihak lain yang pada akhirnya menjadi kegiatan perumusan
jenis-jenis industri yang berpotensi cocok dikembangkan di KKJSM dan ditindaklanjuti untuk
masukan perumusan program ruang siteplan KKJSM sebagai eco-industrial park
8.5. FAKTOR PENDUKUNG KEWILAYAHAN

8.5.1. Kebijakan kewilayahan sebagai wilayah KSN (Kawasan Strategis Nasional):


Pengembangan KKJSM terkait dengan kebijakan KSN sebagai sublimasi dari fungsi strategis
atas dasar tipologi yang terkait dengan 5 sudut pandang yaitu pertahanan keamanan,
pertumbuhan ekonomi, Sosial budaya, Pendayagunaan sumberdaya alam dan/ atau
teknologi tinggi,Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup .

Dari perannya sebagai KSN, pengembangan lokasi kawasan industri ini nampak mendapat
sokongan penuh dari pemerintah pusat. Dalam konteks ini diharapkan dilapangan juga dapat
berkembangan sesuai dinamika perekonomian /pasar. Tingkat urgensi ini sejalan dengan
direncanakannya lokasi dan kawasan sekitarnya dalam format RDTR (Rencana Detil Tata
Ruang) sebagai tutunan dari rencana makro yang telah ada sebelumnya yaitu RTRW
Kabupaten Bangkalan. Ditingkat provinsi juga diarahkan pengembangan kawasan KKJSM
sebagai bagian dari lokasi yang diprioritaskan pengembangannya sebagai KSN

8.5.2. Kebijakan MP3EI :

Selaku terobosan, MP3EI (Masterplan Perluasan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi


Indonesia), yang dibidangi oleh Bappenas dan Kemenko Perekonomian, nampak akan
mengangkat lokasi KKJSM dimana keterkaitannya dengan Strategi ke 3 dimana didalamnya
terungkap perlunya pengembangan industrial park sebagai bentuk industri manmin
(makanan minumnan) yang sejalan dengan target MP3EI yang tertuang pada 8 Program
Utama dan 18 Aktivitas Ekonominya.

8.5.3. Kabupaten Bangkalan Sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional) dan Sebagian dari Rencana
SMA (Surabaya Metropolitan Area) dan Bagian Dari GKS (Gerbang Karta Susila) Plus.

Kabupaten Bangkalan masuk dalam satu kesatuan wilayah Pulau Jawa - Bali. Untuk
mendukung peran Kabupaten Bangkalan sebagai PKN, dalam Rencana Tata Ruang (RTR)
Pulau Jawa-Bali, arahan kebijakan pembangunan Kabupaten Bangkalan diarahkan pada
pengembangan kegiatan jasa pemerintahan, perdagangan dan industri. Ilustrasinya dapat
dilihat pada bagan dibawah ini. Konstelasi tata ruang Kabupaten Bangkalan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur yang termasuk dalam :
o Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I
o dan sebagian Kabupaten Bangkalan masuk dalam Surabaya Metropolitan Area (SMA).
SMA, m eliputi:
'K sebagian Gresik (Cluster Gresik),
'K sebagian Sidoarjo (Cluster Sidoarjo),
'K sebagian Bangkalan (Cluster Bangkalan)
'K dan Surabaya (Cluster Surabaya) berpusat pada Surabaya
o Arahan pengembangan untuk kegiatan :
'K industri,
'K perdagangan dan jasa,
'K dan kegiatan pelayanan pemerintahan Regional Jawa Timur.
11

Cluster Bangkalan berpusat pada Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura. Sebagai salah
satu cluster dalam SMA, Bangkalan harus dapat menarik investasi yang masih cenderung
memusat di Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.

Bagan VIII-8 : Struktur Tata Ruang Perkotaan Surabaya Metropolitan Area

j Batas Perateyanan (Regional Boundary)

•" " j Batas Sub Wilayah

Perkotaan Utama (Primary Urban)


O sebagai pusat daster
ftrtotaan lain
O sebagai wilayah pengembangan kegiatan
permukiman dan perkotaan

i'. ] Sistem Quster


r—•••n
5___ J Kanasan yang be ppsnsi berkembang pesat
Pusat perkdaan baru
0
I D p h e U ^ v n h tt v t n m k u v iin

sumber: RTRWP Jawa Tim ur


Bagan VIII-9: Struktur Ruang Gerbangkertasusila Plus (GKS Plus)
12

8.6. SPESIFIKASI TEKNIS SITEPLAN KKJSM

8.6.1. Kondisi S ite :

Kondisi site dapat dilohat pada bagan dibawah ini sebagai hasi dari survey lapangan, yaitu :

Bagan VIII-10 : gambar lokasi

Dari hasil survey lapangan yang ditindaklanjuti kedlam bentuk pengukuran site untuk mendapatkan
beberapa titik ikat dan juga garis-garis kontur, maka kegiatan awalnya sebelum berupa siteplan yang
disetujuai oleh pemberi tugas dirumuskan alternatif zoning untuk menghantar pada pemilihan
zoning terpilih sebagaimana tersebut dibawah ini termasuk analisis tentang leveling (tinggi rendah
lapisan permukaan) dan drainase sebagai bentuk arah aliran air hujan maupun air kotor (dipisahkan).
13

K A V LIN G K A V LIN G C A M P U R A N K A V LIN G K A V L IN G KECIL -


BESAR (S E D A N G - B E S A R ) SED AN G M IK R O

20N IN G
TERPILIH
DENGAN
PRIORITAS
R TH D AN
AREA
SERVIS

Bagan V l l l - l l : zoning terpilih

Pembagian zoning diatas terpilih atas dasar kriteria pemilihan yang ditujukan pada 4 alaternatif
calon sehingga dapat terpilih satu diatas. Pemilihan zoning diatas ini dipertimbangkan terhadap
pemilihan struktur utama dan proses leveling, analisis lereng/countur & aliran air sebagaimana
telah dikemukakan dibawah in i:

Bagan VIII-12 : Proses leveling


Dari pendekatan leveling dimaksud akan diperoleh titik terendah yang akan dimanfaatKan
sebagai daerah resapan air dan posisi ini sangat membantu dalam perencanaan sistem
drainase air hujan. Pola leveling ini sangat menunjang aplikasi konsep eco-industrail park
yang mendasari KKJSM dimana unsur alam menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
pengolahan bangunan industrinya.

NURSERY & COM POSTING AREA

Y i
RETAIL OFFICE/
BANK/RUKO
V A RETAIL O FFICE/
\ / BANK/RUKO

GREEN AREA/
OPEN SPACE

DORM ITORY

DRAFT SITEPLAN
Bagan VIII-13 : Draft Siteplan KKJSM

Pada rancangan siteplan diatas, menunjukkan bahwa posisi site diarahkan pada 3
karakteristik dasar yaitu :
3ada bagian utara, diarahkan untuk menampung tipe kavling besar dan sedang dengan
spesifikasi terdapat zona Service (resapan dan perkomposan). Khusus pada bagian utara
ini, untuk sebagian kavling besar dapat untuk penggunaan industri yang berpolusi
dimana penanganannya dapat langsung karena kedekatannya dengan zona Service.
Pada bagian tengah, diarahkan sebagai bagian utama yang diwarnai oleh pintu masuk
utama (main entrance) dan unsur penghijauan termasuk dilengkapi dengan beberapa
fasilitas, dan dormitory . Pada kawasan ini dialokasikan jenis kavling besar-sedang.
Pada bagian selatan, didominasi oleh kavling kecil untuk menyesuaikan kondisi kontur
yang terjal.

Dibawah ini akan dikemukakan spesifikasi dari masing-masing zona dimaksud diatas adalah :
15

DRAFT SITEPLAN
DETAIL A

DETAIL A

Bagan VIII-14 : Detil A

DRAFT SITEPLAN

Bagan V III-15 : Detil B DETAIL B


16

Bagan VIII-16: SITE PLAN KAWASAN INDUSTRI


kavling industri saleable area non-saleable area
r BLOK luas kapling area area
industri komersil (K) hijau jalan w
(ha) (ha) (ha) (ha) (ha)

A 119 88 7 80 2 22 20
B 90 63 3 73 2 22 27

C 23 15 0 65 2 6 45
$ D 42 18 2 47 - 53

V E 12 9 75 1 2 25
F 7 3 43 3 1 57
TOTAL 293 196 12 70 10 53 30

KEUNGGULAN KAWASAN INDUSTRI


B LO K A -
K A W A S A N K A P L IN G B E S A R 1. AKSESIBILITAS MUDAH (Lokasi dekat
Jembatan Suramadu)
B LO K B -
KAW ASAN K A P L IN G S E D A N G
2. BAGIAN DARI KAWASAN TERPADU
(perumahan, komersil, rekreasi)
B LO K C - 3. INFRASTRUKTUR LENGKAP (Air bersih,
KAW ASAN K A P L IN G S E D A N G
Pengolahan Air Limbah, Keamanan,
B LO K D - Fasilitas pendukung -b ank,
K A W A S A N K A P L IN G K E C IL
dorm itory, kantor)
B LO K E - 4. LUAS AREA HIJAU 30%
K A W A S A N K A P L IN G K E C IL
5. TERSEDIA LUAS KAPLING YANG
B LO K F -
K A W A S A N K A P L IN G K E C IL BERAGAM (Besar, Sedang, dan Kecil)
P U S A T K E G IA T A N

SITE PLAN KAWASAN INDUSTRI


range ukuran kapling
jumlah
BLOK
unit luas kapling lebar panjang

A 104 7.000 m!- 15.000 m! 50,60,70, 80 80,100,120


B 153 3.000 m2- 7.000 m' 40 80,100
C 32 3.000 m! 40 60,80,100
D 130 1.000 m! 20 50
E 10 10.000 m! 20 100
F 5 8.000 irf 20 100
TOTAL 434

KEUNGGULAN KAWASAN INDUSTRI


B LO K A -
K A W A S A N K A P L IN G B E S A R 1. AKSESIBILITAS MUDAH (Lokasi dekat
jembatan Suramadu)
BLO K B -
K A W A S A N K A P L IN G S E D A N G 2. BAGIAN DARI KAWASAN TERPADU
(perumahan, komersil, rekreasi)
BLO K C -
■ K A W A S A N K A P L IN G S E D A N G

BLO K D -
3. INFRASTRUKTUR LENGKAP (Air bersih,
Pengolahan Air Limbah, Keamanan,
Fasilitas pendukung -bank,
K A W A S A N K A P L IN G K E C IL
dormitory, kantor)
BLO K E -
K A W A S A N K A P L IN G K E C IL 4. LUAS AREA HIJAU 30%
5. TERSEDIA LUAS KAPLING YANG
BLO K F -
K A W A S A N K A P L IN G K E C IL BERAGAM (Besar, Sedang, dan Kecil)
PUSAT KEGIATAN
17

Bagan VIII-18 Ilustrasi: Kapling Industri dan area Pusat Kegiatan

Bagan VIII-19 Ilustrasi : Kapling Industri dan area Pusat Kegiatan


18

Pusat kegiatan
(skala blok)

Bagan VIII-20 = Ilustrasi : Area Pusat Kegiatan (skala Blok)


terdiri dari Ruko, Mesjid, Plaza Food Court
19

Pusat kegiatan
(skala kawasan)

Bagan VIII-22 = Area Pusat Kegiatan (skala Kawasan)


terdiri dari Office, Ruko, Mesjid, Plaza Food Court, Dormitory

Äv.

Pusat kegiatan
(skala kawasan)

Bagan VIII-23 - Area Pusat Kegiatan (skala Kawasan)


Jalan Kolektor di depan Ruko

«
20
'k

Pusat kegiatan
(skala kawasan)

Bagan VIII-24 Area Pusat Kegiatan (skala Kawasan)


Gedung Estate & Marketing Office

Bagan VIII-25 = Area Pusat Kegiatan (skala Kawasan)


Ruko Jasa dan Perkantoran

*
21

Pusat kegiatan
(skala kawasan)

Bagan VIII-27 = Area Pusat Kegiatan (skala Kawasan)


Plaza Food Court sebagai ruang transisi antara Dormitory dan Ruko

l
22

Area Pusat Kegiatan (skala Kawasan)


Bagan VIII-29
Mesjid
23

8.7 SISTEM PENGELOLAAN MANAJEMEN KKJSM

8.7.1. Mengakomodasi ekspektasi calon investor:

Tingkatan seberapa jauh aspek pasar "masuk" atau menjadi bagian dari pengelolaan kawasan
industri KKJSM, perlu didasarkan upaya mengakomodasi ekspektasi calon investor yang terdiri:
• Sistem Manajemen
• Kemudahan yang diberikan dan faktor pendukungnya
• Ketersediaan lahan
• Harga lahan, harga utilitas dan biaya lainnya.
• Pengembangan

Penjelasan dari masing-masing komponen diatas akan dilanjutkan pada kajian dibawah in i:
A. Kepastian Hukum

Diperkirakan kepastian hukum dapat didekati dari berbagai kegiatan sebagai berikut:
a. Perijinan tertulis dan tidak tertulis :

Mengelaborasi bentuk kepastian hukun akan menjangkau dari aspek peraturan tertulis
maupun yang tidak tertulis Kepastian hukum akan rontok dan terancam ketika
persyaratan yang mencantumkan kewajiban bagi pihak investor, misalnya, perlu
memenuhi 7 persyaratan supaya dapat melakukan kegiatan industri ternyata
berkembangan menjadi 27 syarat dimana terkandung 20 persyaratan non tertulis.
Kondisi ini sangat sering terdengar sebagai bentuk pembenaran yang terjadi di bidang
perijinan bagi masuknya investor pada lokasi yang diminati. Sisi gelap perijinan akan
bertambah bila aspek transparansi yang mulai dikembangkan tidak diimbangi dengan
aspek lain seperti akuntabilitas yang menekankan pada proses yang mudah, cepat dan
murah sehingga akan kondusif dan mengkerucut pada bentuk rasa percaya.

b. Standarisasi:
Beban satu lokasi yang diberi persyaratan untuk dipenuhi oleh perijinan, misalnya, perlu
mempertimbangkan aturan main (rule of the game) yang mudah dan cepat. Pada
kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak standar dengan rute of the game
ditempat lain.
c. Nilai Kepantasan dan kepatutan :
Meskipun beberapa aturan atau persyaratan dapat dipenuhi namun dari aspek
kepantasan atau kepatutan nampak masih menyisakan pertanyaan terutama terkait
dengan tidak berimbangnya anatara pelayanan yang diberikan dengan ongkos yang
diminta. Artinya, terdapat eksklusivisme atau ketidak wajaran terhadap persyaratan
yang diminta bila dibandingkan dengan hal yang sama ditempat lain yang dipandang
lebih sederhana namun tepat sasran.

Contoh-contoh diatas, merupakan deretan pendek dari sederetan panjang yang sering
dikeluhkan oleh pihak calon investor terkait dengan tidak adanya kepastian hukum
dikawasan usaha yang ditawarkan.
24

Seperti halnya lokasi-lokasi yang ditawarkan pada Kawasan Industri KKJSM, misalnya, yang
dipandang sebagai marketable place, ternyata jauh dari persyaratan normatif yang
diperlukan sebagaimana ditunjukkan pada bagan dibawah in i:

Bagan VIII-30:
MARKETABLE KAWASAN
{SUMBFR: k. Edhnan Hofcnan, MMBfl, Dipl SM)

Dari sisi kepastian hukum yang lemah perlu kiranya beralih ke sistem manajemen yang
diinginkan kejelasannya oleh pihak calon investor sebelum masuk ke kawasan industri yang
bersangkutan atau ke kawasan yang ditawarkan penggunaannya

B. Sistem manajemen:

Sistem manajemen diartikan sebagai model pengelolaan yang pada prinsipnya terdiri d a ri:
• Sistem terpusat (komando)
• Sistem otonomi (tidak terpusat)
• Gabungan antara sistem terpusat dan otonomi

Bila sistem komando yang diambil, pihak calon investor tidak perlu melakukan
pembangunan diatas kavlingnya. Artinya, semua sudah disediakan oleh pihak pengelola.
Model ini nampak efisien dari aspek makronya karena semua sudahh tersedia dan berpola
yang sama. Sedangkan kerugiannya terlihat monoton dan kurang variasi. Sistem ini tidak
mengakomodasikan "daya imaginasi" yang posisiti dari calon investor.
25

Pada sistem otonomi justru sebaliknya. Pihak pengelola cukup menyediakan kavling dengan
infrastruktur utama saja sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan diatas
kavling-nya menjadi hak dan tanggung jawab sepenuhnya pihak investor. Pola ini sering
disalah gunakan sebagai bentuk "self tergetting" dimana kekhususan nampak menjadi
"tirani" yang memasang barikade untuk dimasuki ide-ide baru atau perubahan.

Pola gabungan sering menjadi pilihan bijaksana dari pihak pengelola maupun pihak investor.
Artinya, dari aspek makro, pengembangan dan pembangunan ditangani oleh pihak pengelola
sedangkan pengembangan dan pembangunan kavling dilakukan oleh investor. Pengontrolan
dilakukan melalui bentuk karya arsitekturnya. Artinya, dari proes perencanaan sudah
dilakukan proses verifikasi melalui bentuk perijinan.

Lebih lanjut, pola gabungan sering dikenal juga sebagai pola kerjasama yang bentuknya
dapat ditentukan melalui tingkat kewenangan yang disandangnya dengan cacatanan bahwa
aspek ketertiban dan keamanan tetap menjadi keweanagan utama pihak pengelola, Model
otorita menjadi sistem pengelolaan yang banyak diminati dimana pihak pengelola
menyediakan sarana prasarana utama sedangkan pihak investor dapat melengkapinya
sebatas kewenangan yang dimilikinya.

Dari skala kawasan industri di Indonesia, diperkirakan pihak Jababeka, Lipo Cikarang,
Lamongan, Tuban dan Gresik dapat dikelompokkn sebagai beauty contest of industrial
estate. Sedangkan diluar Jawa, perlu menjadi perhatian pada kawasan industri di Jawa Barat,
Sumatera Selatan, Sumut dan Palu. Sedangkan bagi industrial park of KKJSM nampak masih
mengggeliat dan hinggar bingar suasana namun belum diposikan tempat perannya secara
nasional.

C. Kemudahan dan pendukung lainnya :

Bila sistem manajemen telah ditetapkan upaya yang lebih utama nampak terkait denaan
kemudahan kemudahan apa yang diberikan sebagai bentuk insentif atau perangsang lainnya
pada pihak investor. Tidaklah cukup bila tidak dilengkapi dengan komponen pendukung
dimana sifatnya memberikan pelayanan ekstra ataupun tambahan yang tidak perlu terkait
secara ketat dengan peraturan atau SOP (Standard Operation Procedure) yang ketat.
Dibidang keamanan, misalnya, perlu dilengkapi komponen pendukung untuk menjaga
kawasan industri sebagai asset strategis. Artinya, dengan kemudahan yang diberikan seperti
terkait perijinan berusaha maupun tempat tingga, komponen pendukung dapat menjadi
pelengkap maupun penambalnya.

D. Ketersediaan lahan, fasilitas dan utilitas


Ketersediaan lahan menjadi sangat penting tidak sekedar fisiknya saja namun juga
persyaratan kepemilikan secara dministratif. Artinya prinsip. Clean and Clear, menjadi
persyaratan dan kriteria dalam perolehan tanah dikawasan industri ini, yaitu sebatas kavling
yang dimilikinya.
Sedangkan pada kelengkapan fasilitas dan utilitas yang sering terlupakan adalah penyediaan
fasilitas kebakaran, penangkal petir dan juga klinik dan rumah sakit.. Ketersediaan fasilitas
dan utilitas ini yang perlu diperhatikan adalah tingkat fungsionalnya atau tingkatan
operasionalnya. Artinya, tidak ada artinya bila tersedian fasilitas dan utilitas namun tidak
baik operasionalnya. Dalam perkembangannya. Pola kerjasama menjadi modus mengingat
penting untuk kelancaran dan kenikmatan / kenyamanan dalam berusaha.

E. Harga lahan, harga utilitas dan biaya lainnya


Beberapa calon investor tidak memasalahkan harga lahan beserta harga utilis maupun
fasilitas terkait lainnya. Artinya bila harga dimaksud dapat dikatagorikan pantas, maka
proses jual-beli ini segera berakhir. Yang menjadi salah bila, dari pihak pengelolan
memandang dari sudut yang berbeda. Seringkali nila kepantasan dapat mengalahkan nilai
kemahalan yang ditawarkan.

F. Pengembangan

Untuk permasalahan pengembangan nampak sangat penting dan urgen untuk diantisipasi
dengan baik dan cermat oleh pihak konsultan terutama pihak pengelola. Bila investor telah
memilih di lokasi (lama) dan ingin memiliki lokasi baru, yang terjadi adalah investor akan
menginginkan kavling lain sebagai lahan pengembangannya sering tidak diantisipasi sejak
awal. Dengan kata lain, pihak pengelola perlu rajin dan sistematis membina pihak investor
sejak awal hingga menginginkan kavling lain untuk pengembangannya.

Persyaratan diatas diarahkan untuk dapat menjaring keinginan atau harapan atau ekspektasi dari
calon investor supaya dapat memilih lokasi sesuai kebutuhannya.Kondisi ini juga bisa dibalik dengan
pertanyaan seberapa laku tempat anda itu (kavling yang dijual) ? Seberapa marketable tempat
ilokasi dapat terus dipertahankan ? Apa dimasa depan juga masih baik prospektifnya.
Dengan kata lain marketable place ini sangat bergantung pada :
• Persyaratan normatif dari domain pasar.
• Persyaratan tersembunyi dari pihak investor. Persuyaratan ini biasanya tergantung
keyakinan, rasa, pertimbangan emosi dan lai-lainnya.
• Persyaratan yang sifatnya antisipatif. Biasanya bercirikan pada keamanan, pengamaan
modal dan memperkecil resiko kegagalan.

Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa ekspektasi investor menjadi komponen paling dominan
disamping sistem manajemen itu sendiri. Penetapan sistem manajemen yang akan dipakai oleh
KKJSM dapat meilih antara sistem otorita maupun otonom bahkan gabungan dari ke 2 sistem
dimaksud. Penelitian yang mendalam terhadap aspek pasar perlu direkomendasikan supaya
penetapan sistem manajemen yang diambil dapat mengkanalisasi ekspektasi investor dengan baik
termasuk upaya pengembangannya.

8.7.2. NILAI ( B R A N D /IM A G E ) PROYEK KKJSM :

Selain komponen Ekspektasi Calon Investor yang perlu diakomodasikan dengan baik juga proyek
KKJSM itu sendiri perlu memiliki kekuatan yang patutu diandalkan sebagai potensi yang menarik
investor untuk datang dan menginvestasikan kegiatan di kawasan industri KKJSM yang direncanakan
berbasis pada eco-industry ini.

Beberapa komponen utama dapat ditentukan untuk menilai sejauh mana nilai proyek yang
marketable adalah sebagaimana bagan dibawah in i:
27

'N
• PINTU GERBANG ECO INDUSTRIAL PARK
PULAU MADURA YANG YANG MENGUSUNG
TERSAMBUNG HDNSEP UNTUK
DENGAN JEMBATAN M ENG G HADAPI M ASA
SIJRAMADU KL DEPAN YANG BERSIH
SURABAYA JATIM

PENGELOLA
'N

► MERUPAKAN ÖPWS SEBAGAI BADAN


KAWASAN YANG PENGELOLA YANG
PUNYA PROSPEK DITUNJUK OLEH
EKONOMI KEDEPAN

J
KONSEP KAWASAN INDUSTRI YANG PUNYA NILAI JUAL
L
KEMENTERIAN
PEKERJAAN UMUM

Bagan VIII 31: Konsep kawasan industri yang mempunyai nilai jual

Dari bagan diatas nampak semakin jelas bahwa terdapat 4 faktor utama dalam menentukan suatu
proyek dapat mempunyai nilai jual tinggi sebagaimana dipunyai oleh kawasan industri di KKJSM,
adalah:

Faktor 1 : Lokasi yang strategis

Faktor ini dengan jelas sekali terpenuhi karena berada di ujung penyambutan jembatan Suramadu
yang menghubungkan Kota Surabaya dengan Kabupaten Bangkalan. Lokasi di muka pulau Madura
ini merupakan kawasan yang sangat strategis selain berfungsi sebagai KSN (Kawasan Strategis
Nasional) juga memiliki hinterland yang luas berupa kabupaten lain yang ada di pulau (4 kabupaten)
dan networking dengan pusat-pusat pertumbuhan di pulau Jawa khususnya Jatim dan Surabaya.

Faktor 2 : Konsep yang berwawasan masa depan

Konsep eco-industry diyakini merupakan kawasan industri yang berwawasan kedepan terutama
dalam mengantasi negatif air di pulau Jawa termasuk Jatim untuk industri. Dengan mengkhususkan
pada komponen green yang akan terkait erat dengan konservasi energi, clean development dan
paradigma baru dibidang-bidang lingkungan hidup maka dengan mengkhususkan pada jenis industri
manufaktur dan prosesing ini diyakini akan berkembang dengan pesat dimasa mendatang.
28

Faktor 3 : Pengelola yang dapat dipercaya

BPWS sebagai pengelola yang ditunjuk oleh Kementerian Pekerjaan Umum akan menjadi brand
Image yang meyakinkan bagi calon investor karena proyek ini dilahirkan oleh pihak pemerintah
dengan Kementerian PU sebagai leading actor-nya. Ada suatu anggapan dimasyarakat bahwa pihak
pemerintah nyaris tidak akan bangkrut bila tidak salah kelola yang juga berlaku di kawasan industri
ini yang dikelola oleh pihak BPWS Kementerian PU.

Faktor 4 : Jaminan investasi bagi pihak penyewa/pemakai

Jaminan investasi akan dapat ditangkap dengan mudah oleh pihak calon investor bila kwasan
dimaksud (Kawasan Industri KKJSM) mempunyai prospek secara ekonomi yang ditunjukkan pada
nilai jual cluster yang prosepektif terus berkembang secara investasi dan ditegaskan oleh adanya
kepastian hukum dalam berinvestasi.

Dengan penggbungan Faktor ekspektasi calon investor dan nilai jual dari proyek itu sendiri
sebagaimana tersebut diatas, diyakini akan mampu menjadi landasan bagi perumusan manajemen
pengelolaan yang handal dan responsif dimasa mendatang bagi tumbuh dan berkembangnya
kawasan industri di KKJSM.

oOo

Anda mungkin juga menyukai